modul 1 uro fix

66
BAB I PENDAHULUAN TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah pembelajaran modul ini selesai, mahasiswa diharapkan dapat me nyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut, menjelaskan gejala-gejala klinis, penyebab, patomekanisme, cara-cara diagnosis, penatalaksanaan/terapi, komplikasi dan aspek epidemiologi penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut . Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat: 1. Menyebut penyakit-penyakit yang menyebabkan muka dan perut bengkak! 2. Menjelaskan tentang patomekanisme terjadinya penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut: 2.1. Menguraikan struktur anatomi, histologi dan histofisologi dari sistim uropoetika, 2.2. Menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA dalam renin angiotensin system, 1

Upload: bayu-setyo-nugroho

Post on 29-Sep-2015

48 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

wefwef

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Instruksional Umum (TIU) Setelah pembelajaran modul ini selesai, mahasiswa diharapkan dapat me nyebutkan penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut, menjelaskan gejala-gejala klinis, penyebab, patomekanisme, cara-cara diagnosis, penatalaksanaan/terapi, komplikasi dan aspek epidemiologi penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut . Tujuan Instruksional Khusus (TIK) Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. Menyebut penyakit-penyakit yang menyebabkan muka dan perut bengkak!

2. Menjelaskan tentang patomekanisme terjadinya penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut: 2.1.Menguraikan struktur anatomi, histologi dan histofisologi dari sistim uropoetika,

2.2.Menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA dalam renin angiotensin system,

2.3.Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi GFR, prinsip hukum Starling pada filtrasi ginjal, dan dapat menghitung GFR,

2.4.Menjelaskan mekanisme dan proses reabsorbsi dan sekresi di tubulus, mengapa ada zat yang mempunyai Tmax, peranan hormon aldosteron dan ADH pada reabsorbsi, pengaturan reabsorbsi dan sekresi di tubulus, counter current mechanism, proses reabsorbsi dan sekresi pada keadaan tertentu seperti dehidrasi dan overhidrasi,

2.5.Menjelaskan biokimia urine dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asam basa,

2.6.Menjelaskan tentang penyebab penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut., 2.7.Menjelaskan hubungan antara penyebab, respon dan perubahan jaringan pada patogenesis terjadinya penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut,

2.8. Menyebut penyebab dari penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut., 3. Menjelaskan tentang gejala-gejala klinik dari penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut,

4. Menjelaskan tentang cara-cara diagnosis dari penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut:

4.1.Menjelaskan tentang cara anamnesis terarah pada penderita penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut,

4.2.Menjelaskan tentang cara pemeriksaan fisik penderita penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut,

4.3.Menggambarkan perubahan histopatologi penyakit-penyakit di atas,

4.4. Menjelaskan fase pre-analitik, analitik & post analitik dari prosedur tes/Lab pada penyakit-penyakit di atas,

4.5. Menganalisa hasil laboratorium pada penderita penyakit-penyakit di atas4.6. Menjelaskan gambaran Rontgen dari saluran kemih yang normal, kelainan kongenital dan kelainan karena infeksi 5. Menjelaskan tentang penatalaksanaan dari penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut:

5.1.Menyebutkan obat-obatan yang dipakai,

5.2. Menjelaskan farmakodinamik dan farmakokinetik obat-obat yang digunakan,

5.3.Menjelaskan protokol/macam-macam cara yang dipakai pada SN yang sensitif terhadap kortikosteroid (sesuai ISKDC, 1967),

5.4.Menjelaskan paling kurang 8 istilah yang berhubungan dengan pengobatan pada SN,

5.5.Menjelaskan asuhan nitrizi penderita dengan gejala pembengkakan pada wajah dan perut. 6. Menjelaskan tentang prognosis dari penyakit-pebyakit tersebut.

7. Menjelaskan tentang aspek epidemiologi penyakit-penyakit yang tersebut

BAB II

PEMBAHASAN

SkenarioSeorang anak laki-laki, umur 12 tahun, datang ke Puskesmas dengan bengkak pada wajah dan perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu, dan saat ini semakin bertambah. Tidak ada demam dan tanda infeksi lain.

Kalimat/kata kunci Anak laki-laki 12 tahun

Bengkak pada wajah, perut dan kedua tungkai Semakin lama makin bertambah/berat

Tidak ada demam dan tanda infeksi yang lain

Pertanyaan1. Jelaskan fungsi anatomi dari system urogenital!2. Jelaskan fisiologi dari system urogenital!3. Jelaskan biokimia dari system urogenital!4. Jelaskan histologi dari system urogenital!5. Sebutkan dan jelaskan penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada wajah, perut, dan kedua tungkai!6. Jelaskan patofisiologi bengkak pada scenario!7. Mengapa pada scenario tidak terjadi demam dan tanda-tanda infeksi tidak ditemukan? Jelaskan!8. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!9. Jelaskan hormone yang berkaitan dengan scenario!10. Jelaskan DD pada scenarioArgha Yudiansya (2013730126)

1.Jelaskan anatomi dari system system urogenital!

Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dan uretra. A. Ginjal

Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).

Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.

1) Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan.

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. LAPISAN GINJAL

setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna ungu tua

lapisan ginjal terbagi atas :

lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)

lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)

Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

UNIT FUNGSIONAL GINJAL

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin.

Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).

Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.

Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.

Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:

Tubulus penghubung

Tubulus kolektivus kortikal

Tubulus kloektivus medularis Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter.

B. URETER

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.

Syntopi ureter

Ureter kiriUreter kanan

AnteriorKolon sigmoid

a/v. colica sinistra

a/v. testicularis/ovaricaDuodenum pars descendens

Ileum terminal

a/v. colica dextra

a/v.ileocolica

mesostenium

PosteriorM.psoas major, percabangan a.iliaca communis

Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus deferens

Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan bagian atas vagina

Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus deferens Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan bagian atas vagina

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.

Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.

C. VESIKA URINARIA

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.

Syntopi vesica urinaria

VertexLig. umbilical medial

Infero-lateralOs. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani

SuperiorKolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri, excav. vesicouterina (perempuan)

Infero-posteriorLaki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum

Perempuan: korpus-cervis uteri, vagina

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

D. URETRA

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. Selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis). Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Mustika Dinna Wikantari (2013730156)2. Jelaskan Fisiologi sistim Urogenital ! Sistem uropoetika merupakan sistem yang berperan dalam pengaturan konsentrasi cairan yang berupa urin tersebut di dalam tubuh. Uropoetika terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra. Ginjal, berkerja sama dengan masukan hormonal dan saraf yang mengontrol fungsinya, adalah organ yang terutama berperan dalam mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) CES. Dengan menyesuaikan jumlah air dan berbagai konstituen plasma yang dipertahankan di tubuh atau di keluarkan di urin, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit dalam kisaran yang sangat sempit yang memungkinkan kehidupan, meskipun pemasukan dan pengeluaran konstituen-konstituen ini melalui saluran lain sangat bervariasi. Ginjal tidak hanya melakukan penyesuaian terhadap beragam asupan air (H2O), garam dan elektrolit lain tetapi juga menyesuaikan pengeluaran abnormal melalui keringat berlebihan, muntah, diare atau perdarahan. Ketika CES (cairan ekstrasel) mengalami kelebihan air atau elektrolit tertentu misalnya garam (NaCl) maka ginjal dapat mengeluarkan kelebihan tersebut melalui urin. Jika terjadi defisit maka ginjal tidak dapat menambahkan konstituen tersebut sampai yang bersangkutan dapat memasukkan bahan yang kurang tersebut ke dalam tubuhnya. Karena itu, ginjal lebih efisien melakukan kompensasi terhadap kelebihan daripada kekurangan. Pada kenyataannya, pada sebagian hal ginjal tidak dapat secara sempurna menghentikan terbuangnya suatu bahan yang bermanfaat melalui urin, meskipun tubuh mungkin kekurangan bahan tersebut. Contohnya adalah kasus defisit H2O. Bahkan jika seseorang tidak mengkonsumsi H2O apapun, ginjal tetap harus mengeluarkan sekitar setengah liter H2O melalui urin setiap hari untuk melaksanakan tugas besar lain sebagai pembersih tubuh. Selain peran regulatorik penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, Ginjal juga merupakan rute utama untuk mengeluarkan bahan-bahan sisa metabolik yang berpotensi toksik dan senyawa asing dari tubuh. Ginjal melakukan 3 proses dasar dalam melaksanakan fungsi regulatorik dan ekstretoriknya : 1. Filtrasi glomerulus, perpindahan nondiskriminitif plasma bebas protein dari darah ke dalam tubulus. 2. Reabsorpsi tubulus, pemindahan selektif konstituen-konstituen tertentu difiltrat kembali ke dalam darah kapiler peritubulus.3. Sekresi tubulus, perpindahan sangat spesifik bahan-bahan spesifik dari darah kapiler peritubulus ke dalam cairan tubulus.FILTRASI GLOMERULUS Sewaktu darah mengalir melalui gromerulus, plasma bebass protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke gromerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata 125 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon) setiap hari. Dengan mempertimbangkan bahwa volume rarata plasma pada orang dewasa 2,75 liter, maka hal ini berarti ginjal menyaring keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat dipertukarkan antara cairan di dalam tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus. REABSORPSI TUBULUS Sewaktu filtrasi mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter di reabsorpsi. Sisa 1,5 liter ditubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang diperlu dihemat oleh tubuh secara selektif direabsorpsi, sementara bahan-baha yang tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.SEKRESI TUBULUS Merupakan proses ginjal ketiga, sekresi tubulus adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari kaplier peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul bowman; sisa 80% mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler pertubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada ditubulus sebagai hasil filtrasi. EKSKRESI URIN Merupakan pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin. Ini bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga proses pertama diatas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak direabsorpsi akan tetap ditubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk disekkresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh.Aulia Ariesta (2013730127)3. Jelaskan biokimia urin dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asam basa.

Fungsi ginjal:

Fungsi Ekskresi:

Ginjal mengeksresi senyawa-senyawa yang tidak berguna, seperti urea, kreatinin dan asam urat.

Fungsi Homeostasis :

Ginjal bersama paru dalam keadaan normal mempertahankan pH darah 7,4 dengan cara mempertahankan ratio NaHCO3/H2CO3 sebesar 20/1

Mempertahankan cairan intravaskuler dengan cara mereabsorpsi air di tubuli distal, dibawah pengaruh hormone vasopressin (ADH).

Fungsi Hemostasis:

Ginjal mensitesis dan mensekresi eritropoetin, untuk pembentukan sel darah merah.

Fungsi Metabolisme:

Di dalam sel-sel ginjal berlangsung proses glukoneogenesis yaitu sintesis glukosa dari zat-zat nonkarbohidrat, seperti gliserol, laktat, asam amino glikogenik/

Fungsi Endokrin:

Ginjal berfungsi untuk mengaktifkan vitamin D.

Proses pembentukan urin:

Filtrasi glomerulus (Glomerular Flitration Rate/GFR : 120 ml/menit)

Reabsorbsi tubulus

Reabsorbsi obligatorik di tubuli proksimal. 80% filtrat direabsorbsi oleh tubuli proksimal; filtrat masih isosmotic

Reabsorbsi fakultatif

Pada bagian desendens ansa henle terjadi reabsorbsi air saja. Filtrate menjadi hiperosmotik (hipertonk)

Pada bagian asendens ansa henle terjadi reabsorbsi NaCl dan urea tanpa reabsorbsi air. Filtrat tubuli menjadi hipotonik

Reabsorbsi air di tubuli distal tergantung aktivitas ADH

Aktivitas ADH rendah; reabsorbsi air sedikit; urin banyak dan encer

Aktivitas ADH tinggi; urin sedikit dan pekatoleh karena reabsorbsi air di tubuli distal labih besar

Ph urin normal 6.0 (4.7 8.0)

Ph > 8.0 akan mengakibatkan kalsium fosfat mengendap dan menjadi batu

Ph < 4.7 akan mengakibatkan sel sel rusak dan asam urat mengendap dan menjadi batu

Dalam keadaan normal

Urea : 50% zat padat total dalam urin

NaCl : 25% zat padat total dalam urin

Bila urin disimpan tanpa zat pengawet, akan terjadi peningkatan ph karena bakteri mengubah urea menjadi ammonia sehingga urin menjadi bersifat basa. Pada sintetis ph urin akan naik akibat proses tersebut

Zat-zat anorganik dalam urin:

Sulfat: Belerang (sulfur) dalam urin terdapat tiga bentuk.

Sulfat anorganik: berasal dari protein. Pada diet tinggi protein, rasio urea/ sulfat adalah 5/1

Sulfat etereal: merupakan konjugasi sulfat dengan fenol, kresol.

Belerang (sulfat) netral: belerang yang tidak mengalami oksidasi seperti belerang yang berasal dari sistein, taurine dan tiosianat.

Fosfat: Dalam urin, fosfat berada dalam bentuk natrium fosfat, kalium fosfat, kalsium fosfat, magnesium fosfat. Fosfat dalam urin ini berasal dari protein dan kerusakan sel.

Oksalat: oksalat ini dalam urin meningkat jika banyak mengkonsumsi sayur-sayuran.

Urin abnormal:

Glikosuria: terdapatnya glukosa dalam urin. Terdapat pada diabetes mellitus oleh karena kadar glukosa darah tinggi melalui ginjal melampaui renal threshold renal glikosuria oleh karena reabsopsi glukosa oleh tubuli ginjal terhambat.

Ketonuria: terjadi pada diabetic ketoasidosis

Proteinuria: terdapat protein dalam urin. Terjadi pada gagal ginjal dan sindroma nefrotik.

Proteinuria fisiologis: terjadi pada kerja fisik yang berat, berdiri terlalu lama, dengan syarat kadar protein dalam urin 3,5g/hari), hipoproteinemia, edema dan hiperlipidemia. Pasien sindrom nefrotik juga mengalami volume plasma plasma yang meningkat sehubungan dengan defek intrinsik ekskresi natrium dan air. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik berhubungan dengan kehilangan protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik yang menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke interstitium dan memperberat pembentukan edema. Pada kondisi tertentu, kehilangan protein dan hipoalbumin dapat sangat berat sehingga volume plasma menjadi berkurang yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang juga merangsang retensi natrium dan air.

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik :

Mekanisme underfilling. Pada mekanisme underfilling, terjadi edema yang disebabkan rendahnya rendahnya kadar albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik plasma, kemudian akan diikuti peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstisial sesuai dengan hokum Starling, akibatnya volume darah yang beredar akan berkutang (underfilling) yang selanjutkan mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiotensin-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis ini menempatkan albumin dan volume plasma berperan penting pada proses terjadinya edema.

Mekanisme overfilling. Pada beberapa pasien sindrom nefrotik terdapat kelainan yang bersifat primer yang mengganggu ekskresi natrium pada tubulus distalis, sebagai akibatnya terjadi peningkatan volume darah, penekanan sistem renin-angiotensin dan vasopresin. Kondisi volume darah yang meningkat (overfilling) yang disertai dengan rendahnya tekanan osmotik plasma mengakibatkan transudasi cairan dari kapiler ke interstisial sehingga terjadi edema.

Pembentukan Edema pada Gagal Jantung Kongesif

Gagal jantung kongesif ditandai kegagalan pompa jantung, saat jantung mulai gagal memompa darah, darah akan terbendung pada system vena dan saat yang bersamaan volume darah pada arteri mulai berkurang. Pengurangan pengisian arteri ini akan direspons oleh reseptor volume pada pembuluh darah arteri yang memicu aktivasi system saraf simpatis yang mengakibatkan vasokonstriksi sebagai usaha untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Akibat vasokonstriksi maka suplai darah akan diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung dan paru, sementara ginjal dan organ lain akan mengalami penurunan aliran darah. Akibat VDAE akan berkurang dan ginjal akan menahan natrium dan air.

Kondisi gagal jantung yang sangat berat, juga akan terjadi hiponatremia, ini terjadi karena ginjal lebih banyak menahan air dibandingkan dengan natrium. Pada keadaan ini ADH akan meningkat dengan cepat dan akan terjadi pemekatan urin. Keadaan ini diperberat oleh tubulus proksimal yang juga menahan air dan natrium secara berlebihan sehingga produksi urin akan sangat berkurang. Di pihak lain, ADH juga merangsang pusat rasa haus, menyebabkan peningkatan masukan air.

Pembentukan Edema pada Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis ditandai oleh fibrosis jaringan hati yang luas dengan pembentukan nodul. Pada sirosis hepatis, fibrosis hati yang luas yang disertai distorsi struktur parenkim hati menyebabkan peningkatan tahanan system porta diikuti dengan terbentuknya pintas portosistemik baik intra maupun ekstra hati. Apabila perubahan struktur parenkim semakin berlanjut, pembentukan pintas juga semakin berlanjut, vasodilatasi semakin berat menyebabkan tahanan perifer semakin menurun. Tubuh akan menafsirkan seolah-olah terjadi penurunan VDAE. Reaksi yang dikeluarkan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonus saraf simpstis adrenergik. Hasil akhirnya adalah aktivasi sistem vasokonstriktor dan anti diuresis yakni sistem rennin-angiotensin-aldosteron, saraf simpatis dan ADH.peningkatan kadar ADH akan menyebabkan retensi air, aldosteron akan menyebabkan retensi garam sedangkan sistem saraf simpatis dan angiotensin akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan reabsorbsi garam pada tubulus proksimal.

Mundri Nur Afsari (2013730155)6. Jelaskan patofisiologi edema pada scenario !

Edema adalah meningkatnya cairan dalam ruang jaringan interstisial. Selain itu bergantung pada lokasinya, pengumpulan cairan dalam rongga tubuh yang berbeda diberi sebutan yang beragam, seperti hidrotoraks, hidroperikardium, atau hidroperitoneum / asites.

Anasarka adalah suatu edem berat dan menyeluruh disertai pembengkakan hebat pada jaringan subkutan.

Edema subkutan dapat mempunyai sebaran yang berbeda bergantung pada penyebabnya. Edema ini dapat bersifat difus, atau dapat lebih mencolok pada daerah bertekanan hidrostatik tertinggi. Pada daerah tersebut, distribusi edema dipengaruhi oleh gravitasi, dan diberi istilah terkait. Edema pada bagian tubuh terkait ( misalnya, tungkai saat berdiri, panggul saat berbaring ) merupakan gambaran mencolok gagal jantung, terutama pada ventrikel kanan. Edema yang disebabkan oleh disfungsi ginjal atau sindroma nefrotik pada umumnya lebih berat daripada edema jantung dan mempengaruhi semua bagian tubuh secara sama. Namun edema awalnya dapat muncul pada jaringan dengan matriks jaringan ikat yang longgar seperti palpebral, yang menyebakan edema periorbital. Tekanan jari tangan pada jaringan subkutan yang mengalami edema secara bermakna akan memindahkan cairan interstisial dan meninggalkan suatu cekungan berbentuk jari tangan disebut edema pitting.

Faktor yang mempengaruhi laju difusi adalah:

- peningkatan perbedaan konsentrasi substansi

- peningkatan permeabilitas

- peningkatan luas permukaan difusi

- berat molekul substansi

- jarak yang ditempuh untuk difusi.

Secara umum efek berlawanan antara tekanan hidrostatik vascular dan tekanan osmotic koloid plasma merupakan factor utama yang mengatur pergerakan cairan antara ruang vascular dan interstisial. Biasanya keluarnya cairan ke dalam interstisial dari ujung arteriol mikrosirkulasi hamper diimbangi oleh aliran masuk pada ujung venula. Kelebihan cairan interstisial yang tersisa dalam jumlah yang kecil dialirkan melalui saluran limfe. Meningkatnya tekanan kapiler ataupun berkurangnya tekanan osmotic koloid plasma pada akhirnya akan mencapai suatu keseimbangan yang baru , dan air kembali memasuki venula. Cairan edema interstisial yang berlebihan dibuang melalui saluran limfe, kembali terutama ke dalam aliran darah melalui duktus torasikus. Sumbatan saluran limfe dapat pula mengganggu drainase cairan dan menyebabkan edema. Akhirnya suatu retensi primer natrium dan air pada penyakit ginjal juga menimbulkan edema. Penurunan Tekanan Osmotik Plasma

Keadaan ini dapat disebabkan oleh kehilangan yang berlebihan atau penurunan sintesis albumin, yaitu suatu protein serum yang paling berperan untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid. Penyebab penting kehilangan albumin adalah syndrome nefrotik yang ditandai oleh kebocoran dinding kapiler glomerulus dan edema umum. Penurunan sintesis albumin terjadi pada keadaan penyakit hati difus atau sebagai akibat malnutrisi gizi protein. Dalam setiap kasus, penurunan tekanan osmotic plasma menyebabkan pergerakan cairan ke dalam jaringan interstisial dan mengakibatkan penurunan volume plasma. Dengan penurunan volume intravascular dapat diperkirakan bahwa akan terjadi hipoperfusi ginjal disertai dengan aldosteronisme sekunder. Sayangnya retensi natrium dan air tidak dapat memperbaiki kekurangan volume plasma karena masih terdapat gangguan primer protein serum yang rendah.

Bayu Setyo (2013730130)7. Mengapa pada scenario tidak terjadi demam dan tanda-tanda infeksi tidak ditemukan? Jelaskan!Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun.

Demam terjadi ketika mikroorganisme patogen masuk ke dalam tubuh. Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002). Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam.

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.

Tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi. Ada 2 kemungkinan hal yang dapat terjadi:

Pernah ada demam, tapi pasien telah konsumsi obat.

Belum adanya tanda-tanda infeksi sekunderPada kasus dalam skenario tidak ada mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam tubuh sehingga tidak ada rangsangan pada termoreseptor di hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh. Serta tidak ada pengeluaran sel-sel infalamasi seperti histamine sehingga tidak ada tanda-tanda infeksi. Jadi kemungkinan edema yang ditimbulkan bukan karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori- pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi. Sehingga dapat diketahui bahwa kasus edema pada scenario bukan disebabkan oleh adanya infeksi atau cidera.Vanessa Ully (2013730185)

8. Jelaskan alur diagnosis pada skenario!

I. ANAMNESIS DAN RIWAYAT PENYAKIT

Daftar keluhan (simptom) sistem urogenitalia

Nyeri Ginjal/ureter, Buli-buli, Perineam, Testis

Keluhan miksiGejala storage (iritasi)

Frekuensi/poliuria, Nokturia, Disuria

Gejala voiding (obstruksi):

Hesitansi, kencing mengedan, pancaran lemah, pancaran kencing bercabang, waktu kencing prepusium melembung, pancaran kencing terputus

Gejala pasca miksi

Akhir kencing menetes, kencing tidak puas, terasa ada sisa kencing

Inkontinensia, enuresis

Perubahan warna urineHematuria (bloody urine), pyuria, cloudy urine, warna coklat

Keluhan berhubungan dengan gagal ginjalOliguria, poliuria, aoreksia, mual, muntah, cegukan (hiccup), insomnia, gatal, bruising, edema, urethral or vaginal discharge

Organ reproduksiDisfungsi seksual / ereksi, buah zakar tak teraba, buah zakar membengkak, penis bengkok

II. PEMERIKSAAN FISIS

1. Pemeriksaan Ginjal

2. Pemeriksaan Buli-buli

3. Pemeriksaan genitalia eksterna

4. Pemeriksaan skrotum dan isinya

5. Colok Dubur (Rectal toucher)

6. Pemeriksaan neurologi

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Urinalisis

2. Pemeriksaan Darah

3. Analisis semen

4. Analisis Batu

5. Kultur urine

6. Sitologi urine

7. Histopatologi

IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGI (PENCITRAAN)

1. Foto polos abdomen

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

3. Sistografi

4. Uretrografi

5. Pielografi Retrograd (RPG)

6. Pielografi Antegrad

7. USG (Ultrasonografi)

8. Computed tomography (CT)

9. Magnetic resonance imaging (MRI)

10. Sintigrafi

11. Angiografi

Ayu Devita (2013730128)9. Jelaskan hormon yang berperan pada penyakit sistem urogenital dalam skenario !

Jawaban :

A. Hormon yang secara fisiologis bekerja pada ginjal :

1. Hormon anti diuretik (ADH atau vasopressin)

Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior; hormone ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus kolektivus.

2. Aldosteron

Merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal; hormon ini meningkatkan reabsorpsi natrium pada duktus kolektivus.

3. Peptidanatriuretik (NP)

Diproduksi oleh sel jantung dan meningkatkan eksresi natrium pada duktus kolektivus. Dihasilkan oleh dinding atrium,bila distensi atrium (karena volume plasma meningkat) menyebabkan diuresis dan natriuresis.4. Hormon paratiroid

Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid; hormon ini meningkatkan eksresi fosfat, reabsorpsi kalsium, dan produksi vit D pada ginjal.

B. Hormon yang secara fisiologis dihasilkan oleh ginjal :

1. Renin

Merupakan protein yang dihasilkan oleh apparatus jukstaglomerular (disekresikan oleh sel granular) ;hormon ini menyebabkan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II bekerja langsung pada tubulus proksimal dan bekerja melalui aldosterone pada tubulus distal untuk meningkatkan retensi natrium.Hormon ini juga merupakan vasokontriktor kuat.

2. Vitamin D

Merupakan hormon steroid yang di metabolisme ginjal menjadi bentuk aktif 1,25-dihidroksikolekalsiferol, yang terutama berperan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus.

3. Eritropoetin

Merupakan protein yang diproduksi di ginjal; hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.

C. Peran hormon pada patofisiologi edema dalam kasus skenario :

Penurunan aliran darah ginjal

Penurunan Volume darah arteri efektif (VDAE) akan mengaktifasi reseptor

Volume pada pembuluh darah besar termasuk low-pressure baroreceptors, intrarenal receptors sehingga terjadi peningkatan tonus simpatis yang akan menurunkan aliran darah pada ginjal. Jika aliran darah ke ginjal berkurang akan dikompensasi oleh ginjal dengan menahan natrium dan air melalui mekanisme sebagai berikut :

1. Peningkatan reabsorpsi garam dan air di tubulus proksimalis.

Penurunan aliran darah ke ginjal dipersepsikan oleh ginjal sebagai penurunan tekanan darah sehingga terjadi kompensasi peningkatan sekresi renin oleh apparatus jukstaglomerulus. Renin akan meningkatkan pembentukan angiotensin II, angiotensin II ini akan menyebabkan kontriksi arteriol eferen sehingga terjadi peningkatan fraksi filtrasi (rasio laju glomerulus terhadap aliran darah ginjal) dan peningkatan tekanan osmotik kapiler glomerulus. Peningkatan tekanan osmotik ini akan menyebabkan peningkatan reabsorpsi air pada tubulus proksimalis.

2. Peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubulus distalis.

Angiotensin II akan merangsang kelenjar adrenal melepaskan aldosterone, aldosterone ini akan menyebabkan retensi natrium pada tubulus kontortus distalis.

Sekresi hormon anti diuretic (ADH)

Penurunan VDAE akan merangsang reseptor volume pada pembuluh arteri besar hipotalamus aktivasi reseptor ini akan merangsang pelepasan ADH yang kemudian mengakibatkan ginjal menahan air. Pada kondisi gangguan ginjal, komposisi cairan tubuh pada beberapa kompartemen tubuh akan terganggu dan menyebabkan edema. Penyebab umum edema :

a) Penurunan tekanan osmotik

Sindrom nefrotik

Sirosis hepatis

Malnutrisi

b) Peningkatan permeabilitas vaskular terhadap protein

Angioneurotik edema

c) Peningkatan tekanan hidrostatik

Gagal jantung kongestif

Sirosis hepatis

d) Obstruksi aliran limfe

Gagal jantung kongestif

e) Retensi air dan natrium

Gagal ginjal

Sindrom nefrotik

Pembentukan edema pada sindrom nefrotik

Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik proteinuria

(kehilangan protein melalui urin >3,5 gram/hari), hipoproteinemia, edema dan hyperlipidemia. Pasien sindrom nefrotik juga mengalami volume plasma yang meningkat sehubungan dengan defek intrinsic eksresi natrium dan air. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik berhubungan dengan kehilangan protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotic menyebabkan perpindahan cairan intavaskular ke interstitium dan memperberat pembentukan edema. Pada kondisi tertentu, kehilangan protein dan hipoalbumin dapat sangat berat sehingga volume plasma menjadi berkurang yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang juga merangsang retensi natrium dan air.

Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik :

1. Mekanisme underfilling

Pada mekanisme underfilling, terjadinya edema disebabkan karena rendahnya kadar albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik plasma, kemudian akan diikuti peningkatan transudasi cairan dari kapiler keruangan interstitial sesuai dengan hukum starling, akibatnya volume darah yang beredar akan berkurang (undefilling) yang selanjutnya mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiotensi-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis ini menempatkan albumin dan volume plasma berperan penting pada proses terjadinya edema.

2. Mekanisme overfilling

Pada beberapa pasien sindrom nefrotik terdapat kelainan yang bersifat primer yang mengganggu eksresi natrium pada tubulus distalis, sebagai akibatnya terjadi peningkatan volume darah, penekanan sistem renin-angiotensin dan vasopressin. Kondisi volume darah yang meningkat (overfilling) yang disertai dengan rendahnya tekanan osmosis plasma mengakibatkan transudesi cairan dari kapiler ke interstitial sehingga terjadi edema.Shandy Seta (2013730177)Shilla Rubianti (2013730179)

10 . Jelaskan Differensial Dignosis sesuai scenario!SINDROM NEFROTIK

Diagnosis Esensial dan Penemuan Umum

a. Edema

b. Proteinuria >3,5 g/hari

c. Hipoalbuminemia 300 mg/100 mL

e. Lipiduria: lemak bebas, oval fat bodies dan fatty castsKarena pengobatan dan prognosis yang bervariasi dengan penyebab terjadinya sindrom nefrotik, maka biopsi renal menjadi penting untuk dilakukan. Mikroskop cahaya, mikroskop elektron, dan identifikasi imunofluoresensis dari mekanisme imunitas paling sering digunakan dalam mendiagnosis penyebab terjadinya nefrotrik.

Penyakit glomerular yang berkaitan dengan terjadinya nefrotik, adalah sebagai berikut:

Lesi Minimal Glomerulus

Perubahan minimal nefropati (nil disease) yang terjadi berkisar 20% kasus nefrosis pada orang dewasa dan 90% kasus pada anak-anak. Tidak ditemukan tanda abnormal melalui pemeriksaan material biopsi dengan mikroskop cahaya. Menggunakan mikroskop elektron, perubahan GBM, dengan penipisan proses ujung lapisan epitel, hal tersebut lebih jelas terlihat. Belum terdapat kejelasan terhadap penyakit imunitas dengan penelitian imunofluoresensi. Respon terhadap pengobatan menggunakan kortikosteroid menunjukkan hasil yang baik, tetapi beberapa pasien mengalami kekambuhan menggunakan pengobatan steroid atau mengalami resistensi steroid, penggunaan cyclophosphamide atau chlorambucil dapat menyebabkan remisi yang berkepanjangan. Pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap pemberian agen-agen tersebut, menunjukan suatu respon yang baik terhadap cyclosporine atau tacrolimus. Dan biasanya fungsi renal akan tetap dalam kondisi stabil.

Glomerulosklerosis Fokal

Glomerulosklerosis Fokal merupakan penyebab kedua tersering terjadinya sindrom nefrotis pada anak-anak dan akan meningkat pada orang dewasa. Diagnosis dasar menggunakan mikroskop cahaya untuk menemukan segmen hialinosis dan sclerosis yang berkaitan dengan proses penipisan lapisan ujung pada penggunaan mikroskop elektron. Glomerulosklerosis fokal kebanyakan terjadi karena idiopatik, tetapi dapat pula dikaitkan dengan adanya infeksi HIV dan penggunaan heroin. Bentuk sekunder dari glomerulosklerosis tanpa perubahan difus pada proses ujung kemungkinan terjadi pada pasien dengan ginjal soliter, sindrom hiperfiltrasi, dan refluks nefropati. Terdapat laporan dari variasi famili. Respon terapi glomerulosklerosis idiopatik adalah suboptimal. Terapi berkepanjangan kortikosteroid menghasilkan remisi sekitar terhadap 40% pasien. Penggunaan di atas 10 tahun, sekitar 50 % pasien akan mengalami gagal ginjal kronik. Glomerulosklerosis fokal idiopatik mengalami kekambuhan sebanyak 25% pada mereka yang telah melakukan transplantasi ginjal.

Nefropati Membranosa

Uji material biopsi menggunakan mikroskop cahaya menunjukkan penebalan sel glomerulus, tetapi tidak terjadi poliferasi sel. Menggunakan mikroskop elektron, deposit irreguler yang kental nampak di antara membran basemen dan sel epitel tersebut, dan material membran basemen baru menonjol dari GBM berbentuk lancip atau seperti kubah. Penelitian imunofluoresensi menunjukkan deposit glanular difus dari Ig (terutama IgG) dan komplemen (C3 komplemen). Seperti penebalan membran, glomeruli menjadi tersklerosi dan terhialinisi.

Patogenesis dari banyak kasus nefropati membranosa pada manusia terlihat jelas. Beberapa mekanisme telah disarankan. Mereka memasukkan penangkapan sirkulasi imun kompleks atau mengikat sebuah antibodi untuk disebar antigen glomerulus.

Terdapat kontroversi besar mengenai keefektifan terapi menggunakan steroid atau agen imunosupresan. Terapi yang sering digunakan pada pasien mempunyai risiko tinggi terhadap peningkatan gagal ginjal berdasarkan kriteria: proteinuria >5/day, hipertensi dan peningkatan kadar kreatinin serum.

Glomerulonefritis Membranoprolifetif Tipe I dan Tipe II

Pada tipe I GNMP (MPGN), pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan terjadinya penebalan kapiler glomerulus, disertai dengan poliferasi mesangial dan oblirasi glomeruli. Pada penggunaan mikroskop elektron, dibuktikan terjadinya deposit subendotelial dan mesangium berkembang pada dinding-dinding kapiler. Penelitian imunofluoresensi menunjukkan kehadiran komponen C3 komplemen dan jarang pada Ig. Penyebab paling umum dari GNMP tipe I adalah infeksi virus hepatitis C kronis. Kondisi ini sering dihubungkan dengan tingginya nilai IgG/ IgM. Cryoimmunoglobulin mungkin nampak baik normal atau sedikit terjadinya penurunan nilai komplemen. Belum diketahui keefektifan pengobatan.

GNMP tipe II dikategorikan oleh terlihatnya deposit padat menggunakan mikroskop elektron dan penemuan yang rendah pada penelitian imunofluoresensi. Hasil pengobatan kurang memuaskan dan terdapat tingkat kekambuhan yang tinggi setelah melakukan transplantasi ginjal pada kasus ini.

Penyakit miscellaneous

Banyak penyakit medis yang dikarenakan gangguan metabolik, autoimun atau infeksi, seperti penyakit neoplastik dan reaksi terhadap obat-obatan dan substansi toxik lainnya yang dapat menghasilkan penyakit glomerular. Temuan Klinis pada Nefrosis

a. Simptom dan tandaEdema mungkin timbul tanpa disadari dan meningkat perlahan atau timbul secara tiba-tiba dan berakumulasi secara cepat. Gejala lainnya berkaitan dengan efek mekanisme edema yang tidak luar biasa.

Pada pemeriksaan fisik, edema perifer yang masif terlihat nyata. Tanda hidrothoraks dan asites umum ditemukan. Wajah pucat sering ditandai terjadinya edema, striae pada umumnya terjadi.

b. Penemuan laboratorium

Urin yang mengandung banyak protein, 4-10 g/ 24 jam atau lebih. Terdapat hubungan yang baik antara protein urin terhadap rasio kreatin dan dalam waktu 24 jam, proteinuria. Sebagai contoh, rasio pada kelebihan dari 3:1 urine sering berhubungan terhadap 3 g proteinuria 24 jam. Sedimen tersebut mengandung casts, termasuk karakteristik lemak dan variasi wax; sel renal tubular, beberapa di antaranya mengandung droplet lemak (oval fat bodies); dan variasi nilai eritrosit. Anemia normokromik ringan merupakan temuan yang umum terjadi, tetapi anemia mungkin bisa lebih parah jika kerusakan renal besar. Retensi nitrogen bervariasi dengan keparahan pada fungsi renal yang rendah. Plasma kadang lipemic, dan kolesterol darah sering terjadi peningkatan yang besar. Protein plasma banyak berkurang. Fraksi albumin mungkin jatuh hingga kurang dari 2 g/dL. Komplemen serum sering menurun saat aktivitas penyakit. Konsentrasi elektrolit serum sering ditemukan dalam keadaan normal, walaupun sodium serum mungkin sedikit rendah; total kalsium serum dapat ditemukan rendah, dalam keadaan tersebut terjadi keadaan hipoalbuminemia dan peningkatan terhadap ikatan protein pada bagian kalsium. Selama masa edema, ekskresi sodium urin lebih rendah dan ekskresi aldosteron urin terjadi peningkatan. Jika insufisiensi renal terjadi, temuan darah dan urin sering mengalami perubahan.

Biopsi renal kadang penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara kondisi penyebab yang bervariasi dan indikasi prognosis.Diagnosis Diferensial

Sindrom nefrotik (nefrosis) mungkin dihubungkan dengan variasi primer penyakit ginjal atau kemungkinan sekunder pada suatu proses sistemik: penyakit kolagen vaskuler (disaminated lupus erythematosus, poliarteritis), diabetik nefropati, penyakit amyloid, trombosis vena renal, myxedema, myeloma multipel, malaria, sifilis, reaksi toksin terhadap metal berat, reaksi obat-obatan, dan perikarditis konstriktif.

Pengobatan

Diet yang adekuat dengan membatasi asupan sodium (0,5 1 g/d) dan pengobatan segera selama infeksi merupakan terapi dasar. Diuretik mungkin diberikan tetapi memberikan efek yang kurang efektif. Albumin bebas garam dan agen onkotik lain dapat sedikit membantu, dan mereka mempunyai efek berisfat transien. Kortikosteroid telah ditunjukkan sebagai pengobatan yang bermakna pada pengobatan sindrom nefrotik ketika ... perubahan minimal glomerulosis segmental fokal, sistemik lupus eritematosus, atau proliferatif dan glomerulonefritis kresentik. Steroid kadang keefektifannya rendah dalam pengobatan penyakit membranosa dan lesi membranopoliferatif glomerulus.

Agen alkilasi, azathioprine, mycophenolate mofetil, cyclosporine, dan tacrolimus, telah digunakan dalam pengobatan sindrom nefrotik. Pengungkapan hasil terkini telah dilaporkan anak-anak dan orang dewasa dengan proliferatif atau lesi membranosa dan dengan sistemik lupus eritematosus. Hal tersebut diketahui bahwa persentase dari pasien-pasien tersebut dapat diharapkan memperoleh keuntungan dari obat-obatan tersebut.

Pengobatan dengan kortikosteroid dan agen cytotoxic sering dikaitkan dengan efek samping yang serius. Saat ini, bentuk terapi ini seharusnya dikembangkan terhadap pasien tersebut dimana penyakit ini telah dibuktikan secara bias terhadap rejimen pengobatan yang mapan.

Pengurangn pada proteinuria dan perbaikan pada edema nefrotik telah dilaporkan melalui diet rendah protein dan angiotensin-converting enzim (ACE) inhibitor atau angiotensin reseptor bloker (ARBs). Penelitian terbaru telah menunjukkan perbaikan dengan obat penurun kadar lipid.Prognosis

Pengobatan dan prognosis bergantung pada penyebab terjadinya sindrom nefrotik. Pada kebanyakan anak-anak dengan nefrosis (sering berubah menjadi nefropati), penyakit tersebut muncul dalam keadaan jinak bila pengobatan dilakukan dengan benar dan meninggakan gejala sisa yang tidak signifikan. Sisanya, berlanjut pada insufisiensi renal. Pada orang dewasa dengan nefrosis mempunyai prognosis yang kurang baik, dimana dapat pula mengalami hipertensi, proteinuria berat, dan disfungsi renal.

GLOMERULONEFRITIS

DEFINISIGlomerulonefritis (GN) adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, GN dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri, sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritomatosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis. Manifestasi klinis GN sangat bervariasi mulai dari kelainan urin seperti proteinuria atau hematuri saja sampai dengan GN progresif cepat.

GEJALA KLINISEdemaMerupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama timbul dan menghilang pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi di muka terutama daerah periorbital (palpebra), disusul oleh tungkai. Jika terjadi retensi cairan yang hebat, bisa timbul asites dan edema genitalia eksterna yang menyerupai sindrom nefrotik. Kadang-kadang terjadi pula edema laten yaitu edema yang tidak tampak dar luardan batu diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.

HematuriaHematuria makroskopis terdapat pada 30-70% kasus,sedangkan hematuria mikroskopis dijumpai pada hampir semua kasus. Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh tua, air cucian daging atau seperti coca-cola. Hematuria makroskopis biasanya timbul dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari tetapi bisa pula berlangsung sampai beberapa minggu. Hematuria mikroskopis berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopis dan proteinuria walaupun secara klinis sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopis bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang.keadaan ini disebut hematuria persisten dan merupakan indikasi untuk biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.

HipertensiHipertensi yang terjadi umumnya tidak berat. Timbul terutama dalam minggu pertama dan umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan hypertensive encephalopathy yaitu hipertensi yang disertai gejala sereberal seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran yang menurun, dan kejang-kejang. Sampai sekarang terjadinya hipertensi belum jelas. Diduga karena hipovolemia akibat ekspansi cairan ekstraseluler.

OliguriaTidak sering dijumapi, 5-10% kasus. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti gejala-gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir mnggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang beratdengan prognosis jelek.

Gejala-gejala lainKadang-kadang dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau hematuria makroskopis yang berlangsung lama.

PEMERIKSAAN PENUNJANGUrinProteinuriaSecara kualitatif proteinuria berkisar antara negative sampai ++, jarang terjadi +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bisa lebih dari 6 bualn masih terdapat proteinuria disebut proteinuria persisten yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik.

DarahBUN naik pada fase akut, lalu normal kembali

ASTO > 100 Kesatuan Todd

Komplemen C3 < 50 mg/dL pada 4 minggu pertama

Hipergamaglobulinemia, terutama IgG

Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat

Ultrasonografi GinjalBiopsi GinjalDiperlukan untuk menegakkan diagnosis secara histopatologi dan dapat digunakan sebagai pedoman pengobatan. Biopsi ginjal terbuka dilakukan dengan operasi dan memerlukan anestesi umum sedangkan biopsi jarum perkutan cukup dengan anestesi lokal. Biopsi ginjal tidak dilakukan apabila ukuran ginjal kurang dari 9 cm yang menggambarkan proses kronik.

Pemeriksaan HistopatologiMakroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleardan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

PENGOBATANPengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab sedangan non-spesifik untuk menghambat progresivitas penyakit. Pemantauan klinik yang reguler, kontrol tekanan darah dan proteinuria dengan penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzym inhibitors, ACE-i) atau antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor antagonists, AIIRA) terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat membantu menghambat progresivitas GN.

Efektivitas penggunaan obat imunosupresif GN masih belum seragam. Diagnosis GN, faktor pasien, efek samping dan faktor prognostik merupakan pertimbangan terapi imunosupresif. Kortikosteroid efektif pada GN karena dapat menghambat sitokin proinflamasi seperti IL-1 atau TNF- dan aktivitas transkripsi NFkB yang berperan pada patogenesis GN. Siklofosfamid, klorambusil, dan azatioprin mempunyai efek antiproliferasi dan dapat menekan inflamasi glomerulus. Siklosporin walaupun sudah lebih dari 20 tahun digunakan pada transplantasi ginjal tetapi belum ditetapkan secara penuh untuk pengobatan GN. Imunosupresif lain seperti mofetil mikofenolat, takrolimus, dan sirolimus juga belum diindikasikan secara penuh untuk pengobatan GN. Pemberian prednison dosis 0,5-1 mg/kg berat badan/hari selama 6-8 minggu kemudian diturunkan secara bertahap dapat digunakan untuk pengobatan pertama. Kortikosteroid dapat diberikan dengan dosis yang sama sampai 6 bulan dan dosis diturunkan setelah 3 bulan pengobatan. Prednisolon diturunkan setengah dosis satu minggu setelah remisi untuk 4-6 minggu kemudian dosis diturunkan bertahap selama 4-6 minggu agar pengobatan steroid mencapai 4 bulan. Pada GN yang resisten terhadap steroid atau relaps berulang, siklofosfamid atau siklosporin merupakan pilihan terapi. Mofetil mikofenolat dapat digunakan sebagai alternatif terapi pada GN resisten steroid atau relaps berulang. Kortikosteroid masih efektif untuk pegobatan anak tetapi tidak pada pasien dewasa.

KOMPLIKASIHipertensi Ensefalopati

Edema paru

Syok hipoalbuminemia

Gagal ginjal

PROGNOSISPenyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang bisa kambuh kembali (recurrent).

Pada anak 85-95% kasus GN sembuh sempurna, sedangkan pada dewasa 50-75%. Pada kasus-kasus tertentu, dapat berlangsung kronis baik secara klinis maupun histologis atau laboratorik.. pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk dalam proses kronik sedangkan pada anak 5-10%. Walaupun prognosis baik, kematian bisa terjadi teruatama dalam fase akut akibat gagal ginjal akut, edema paru akut atau hipertensi ensefalopati.

BAB IIIKESIMPULAN

Dari data yang telah kelompok kami dapatkan baik yang berasal dari skenario maupun hasil refrensi-refrensi yang ada. Kami menyimpulkan perlu adanya pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu sebagai syarat untuk menunjang dalam penegakan diagnosis kerja pada pasien tersebut, namun kami telah membuat dua buah diagnosis banding yaitu sindrom nefrotik dan glomerulonefritis yang didasari pada perbandingan antara gejala yang kami temukan pada skenario dengan refrensi dan diskusi bersama. Dari kedua diagnosis tersebut, kami lebih cenderung mengarahkan diagnosis pada sindrom nefrotik dengan alasan terdapat kemiripan pada etiologi, gejala klinis dan insidensi, dimana pada insidensi hasil hipotesa kami menekan pada tiga aspek:

1. Anak-anak lebih sering dibanding orang dewasa2. Laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan3. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak di bawah 1 tahunDAFTAR PUSTAKA

Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta : EGCLeeson, C Roland. 2012. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. Biokimia harper. 27th Ed. Jakarta: EGC; 2006

Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.Ocallaghan, Chris. At a Glance SISTEM GINJAL Ed.IIterj.ElizabethYasmine. Jakarta Erlangga.

Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis Company; 2007.Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta: IPD FKUI. 2009. Hal:947-948.Tanagho, Emil A., Jack W. McAninch.2008.Smiths General Urology.USA:McGraw-HillVan de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/anatomi-ginjal-dan-saluran-kemih/45