modul komputasi fix (2)

30
MODUL PRAKTIKUM KOMPUTASI TEKNIK KIMIA Asisten : Lino Meris Rahmanto Renata Permatasari Faizal Rakhmatullah Arfian Hafid Kepala Laboratorium : Prof. Dr. Ir. Soeprapto, DEA. LABORATORIUM KOMPUTASI PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Upload: nadisel

Post on 03-Jan-2016

188 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Modul Komputasi Fix (2)

MODUL PRAKTIKUM

KOMPUTASI TEKNIK KIMIA

Asisten :

Lino Meris Rahmanto

Renata Permatasari

Faizal Rakhmatullah

Arfian Hafid

Kepala Laboratorium :

Prof. Dr. Ir. Soeprapto, DEA.

LABORATORIUM KOMPUTASI

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Page 2: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

MODUL PRAKTIKUM KOMPUTASI TEKNIK KIMIA

1. MODUL 1 (Penyelesaian Persamaan – Persamaan Non Linear 1)

a. Metode Bisection

b. Metode Interpolasi Linear

c. Metode Secant

2. MODUL 2 (Penyelesaian Persamaan – Persamaan Non Linear 2)

a. Metode Newton Rhapson

b. Metode Succesive Aproximation

3. Modul 3 (Penyelesaian Persamaan Aljabar Linear)

a. Metode Eliminasi Gauss

b. Metode Yacobi

4. Modul 4 (Penyelesaian Persamaan Integral)

a. Metode Trapezoidal

b. Metode Simpson 1/3

c. Metode Simpson 3/8

5. Modul 5 (Penyelesaian Persamaan Differensial)

a. Metode Euler

b. Metode Runge Kutta

6. Modul 6 (Ordinary Differential Equation)

a. ODE 45

b. ODE 23

Page 3: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

I. METODE BISECTION

I.1. Dasar Teori

Metode Bisection adalah salah satu metode numeric yang digunakan untuk

menyelesaikan suatu persamaan non linear F(x)=0 yang pada umunya tidak dapat

diselesaikan secara analitik. Metode ini sifatnya iterative dan dimulai dari dua harga

pendekatan awal, selanjutnya diperoleh sederetan har x0, x1, x2 … xn. yang diharapkan

konvergen pada satu harga x yaitu penyelesaian F(x)=0. Proses menggunakan metode ini

dapat ditunjukkan pada gambar berikut.

Seperti yang ditunjukkan gambar awalnya diambil dua harga awal x1 dan x2 yang

kemudian dihitung harga fungsi pada dua harga awal tersebut. Apabila fungsi tandanya

berubah di x1 dan x2 maka ada satu akar yang letaknya diantara kedua nilai tersebut.

Kemudian operasi dilanjutkan dengan membagi dua interval x1 dan x2 untuk menentukkan

interval yang makin kecil.

I.2. Algoritma

1. Pilih harga x1 dan x2 sedemikian sehingga F(x1) dan F(x2) berlawanan tanda.

2. Tentukan harga x3 dengan rumus 𝑥3 =𝑥1+𝑥2

2

3. Bila ½ abs(x1 – x2) ≤ toleransi, maka harga x3 ialah yang dicari

Bila belum, maka lanjut ke tahap 4

4. Bila F(x3) berlawanan tanda dengan F(x1), maka tentukan x2=x3

5. Bila F(x3) berlawanan tanda dengan F(x2), maka tentukan x1=x3

Kembali ke tahap 2

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Series1

(x1,F1)

(x3,F3)

(x2,F2)

(x5,F5)

(x4,F4)

Page 4: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

I.3. Flowchart Bisection

START

x1, x2, tol

f1 = f(x1) ; f2 = f(x2)

f1 * f2 >= 0

x1, x2,

tol\\\\

f1 = f(x1) ; f2 = f(x2)

e = 1

ite = 0

x3 = (x1 + x2)/2

f3 = f(x3)

ite = ite+1

r = abs((x1-x2)/2)

f1 * f3 < 0

x2 = x3

f2 = f3

x1 = x3

f1 = f3

e >= tol

disp x3, tol, e, ite

END

Page 5: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

II. METODE INTERPOLASI LINEAR

II.1. Dasar Teori

Metode Interpolasi Linear adalah salah satu metode numeric yang digunakan untuk

menyelesaikan suatu persamaan non linear F(x)=0 yang pada umunya tidak dapat

diselesaikan secara analitik. Metode ini sifatnya iterative dan dimulai dari dua harga

pendekatan awal, selanjutnya diperoleh sederetan har x0, x1, x2 … xn. yang diharapkan

konvergen pada satu harga x yaitu penyelesaian F(x)=0. Proses menggunakan metode ini

dapat ditunjukkan pada gambar berikut.

Jika dibandingkan dengan mtode bisection yang mudah dan memiliki analisis

kesalahan yang sederhana, metode ini lebih efisien untuk sebagaian besar fungsi – fungsi,

kecepatan konvergensi dapat ditingkatkan. metode interpolasi linear disebut juga metode

regula falsi. missal dianggap bahwa fungsi F(x) linear pada interval (x1,x2) dimana F(x1) dan

F(x2) memiliki tanda yang berlawanan. proses menggunakan metode ini dapat ditunjukkan

sebagai berikut.

Dari gambar diatas dapat ditunjukkan bahwa

𝑥2 − 𝑥3

𝑥2 − 𝑥1=

𝐹(𝑥2)

𝑋 𝑥2 − 𝐹(𝑥1)

atau

𝑥3 = 𝑥2 −𝐹 𝑥2

𝐹 𝑥2 − 𝐹 𝑥1 × 𝑥2 − 𝑥1

Kemudian dihitung F(x3) dan diadakan lagi interpolasi linear diantara harga-harga pada

mana F(x) berubah tanda dan menghasilkan harga baru untuk x3. Prosedur ini diulang lagi

hingga akan diperoleh harga akar yang dikehendaki.

II.2. Algoritma

1. Pilih harga x1 dan x2 sedemikian sehingga F(x1) dan F(x2) berlawanan tanda.

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Series1

(x1,F1)

(x2,F2)

(x3,F3)

Page 6: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

2. Tentukan harga x3 dengan rumus

𝑥3 = 𝑥2 −𝐹 𝑥2

𝐹 𝑥2 − 𝐹 𝑥1 × 𝑥2 − 𝑥1

3. Bila abs (F(x3)) ≤ toleransi, maka harga x3 ialah yang dicari

Bila belum, maka lanjut ke tahap 4

4. Bila F(x3) berlawanan tanda dengan F(x1), maka tentukan x2=x3

Bila F(x3) berlawanan tanda dengan F(x2), maka tentukan x1=x3

Kembali ke tahap 2

II.3. Flowchart Interpolasi Linear

START

x1, x2, tol

f1 = f(x1) ; f2 = f(x2)

f1 * f2 >= 0

x1,x2

f1 = f(x1) ; f2 = f(x2)

e = 1

ite = 0

x3 = x2 – (f2*(x2-x1)/(f2-f1))

f3 = f(x3)

ite = ite+1

r = abs(f3)

e >= tol

A

A

B

f1 * f3 < 0

x2 = x3

f2 = f3

x1 = x3

f1 = f3

disp x3, tol, e, ite

END

B

Page 7: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

III. METODE SECANT

III.1. Dasar Teori

Metode Interpolasi Linear adalah salah satu metode numeric yang digunakan untuk

menyelesaikan suatu persamaan non linear F(x)=0 yang pada umunya tidak dapat

diselesaikan secara analitik. Metode ini sifatnya iterative dan dimulai dari dua harga

pendekatan awal, selanjutnya diperoleh sederetan har x0, x1, x2 … xn. yang diharapkan

konvergen pada satu harga x yaitu penyelesaian F(x)=0. Proses menggunakan metode ini

dapat ditunjukkan pada gambar berikut.

Metode secant juga merupakan salah satu cara untuk memperbaiki metode

interpolasi linear. dalam hal ini F(x) tak perlu memiliki harga yang tandanya berlawanan

pada dua harga x namun dipilih dua harga yang dekat dengan harga sebenarnya (hal ini

ditunjukkan oleh besarnya fungsi pada baerbagai titik), dan diadakan interpolasi dan

ekstrakpolasi dari titik – titik ini biasanya harga – harga terdekat dengan akar adalah dua

harga terakhir yang dihitung. hal ini membuat interval yang ditinjau menjadi lebih pendek

sehingga F(x) dapat disajikan oleh garis lurus yang melalui kedua titik tersebut menjadi

semakin valid. Prosesnya dapat ditunjukkan gambar berikut :

III.2. Algoritma

1. Pilih harga x1 dan x2

2. Tentukan harga x3 dengan rumus

𝑥3 = 𝑥2 −𝐹 𝑥2

𝐹 𝑥2 − 𝐹 𝑥1 × 𝑥2 − 𝑥1

3. Bila abs (F(x3)) ≤ toleransi, maka harga x3 ialah yang dicari

Bila belum, maka lanjut ke tahap 4

4. Jika IF(x1)I > IF(x2)I, maka x1=x2 dan x2=x3. jika tidak x1=x1 dan x2=x3 kembali ke

tahap 2.

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

0 0.5 1 1.5 2 2.5

Series1

(x1,F1)

(x2,F2)

(x3,F3)

Page 8: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

III.3. Flowchart Secant

START

x1, x2, tol

f1 = f(x1) ; f2 = f(x2)

e = 1

ite = 0

x3 = x2 – (f2*(x2-x1)/(f2-f1))

f3 = f(x3)

ite = ite+1

r = abs (f3)

x1 = x2

f1 = f2

x2 = x3

f2 = f3

e >= tol

disp x3, tol, e, ite

END

Page 9: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV. METODE NEWTON RHAPSON

IV. 1. Dasar Teori

Dalam metode Newton Rhapson, F(x) didekati dengan garis singgungnya pada titik

(xn, F(xn)) dan xn+1 adalh absis dari titik potong garis singgung dengan sumbu x.

Jadi untuk menentukkan Xn+1 digunakan persamaan :

F(xn) + (Xn+1 – Xn). F’(xn) = 0

atau

𝑋𝑛 + 1 = 𝑋𝑛 −𝐹(𝑥𝑛)

𝐹′ 𝑥𝑛

= Xn – Hn

Iterasi dihentikan bila (Xn+1-Xn)/Xn menjadi lebih kecil dari kesalahan terbesar yang

diperbolehkan.

IV.2. Algoritma

1. Tentukan nilai awal x0

2. Hitung F(x0) kemudian cek konvergensi f(x0)

3. Tentukan fungsi F’(x0), kemudian hitung F’(x0)

4. Bila e ≥ Toleransi, maka tentukan x1 dengan rumus

𝑋𝑛 + 1 = 𝑋𝑛 −𝐹(𝑥𝑛)

𝐹′ 𝑥𝑛

5. Kemudian tentukan x0=x1,

Kembali ke tahap 2

Page 10: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV.3. Flowchart Newton Rhapson

V. METODE SUCCESIVE APPROXIMATION

V.1. Dasar Teori

Bentuk lain dari metode penentuan akar persamaan adalah dengan memulai suatu

perkiraan harga dari akar persamaan. Mulai x0 (perkiraan awal), x1, x2, .... xk, akhirnya

konvergen pada , yaitu xk yang cukup dekat pada sesuai dengan tingkat kecermatan

yang diinginkan. (metode iterasi tunggal).

Dalam hal ini fungsi f(x) ditulis sbb :

f (x) = x – g (x) = 0, sehingga = g ( ) ............... (1)

kemudian

xk+1 = g (xk), k = 0, 1, 2, ....... (2)

START

x0, tol

e = 1

ite = 0

f0 = f(x0)

df0 = df(x0)

x1 = x0-(f0/df0)

f1 = f(x1)

e = abs ((x1-x0)/x0)

ite = ite+1

xo=x1

e >= tol

disp x1, tol, e, ite

END

Page 11: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

maka ada bebeapa cara untuk menuliskan persamaan tersebut, sebagai contoh,

F(x) = x2 – 2x – 3 = 0

dapat ditulis dalam bentuk,

𝑥 = 2𝑥 + 3

atau bisa ditulis dalam bentuk,

𝑥 =3

𝑥 − 2

atau,

𝑥 =𝑥2 − 3

2

jelas bahwa x yang memenuhi persamaan diatas adalah x=3 dan x=-1. sebagai pendekatan

mula dipilih x0, maka pendekatan selanjutnya diambil;

𝑥1 = 𝑔(𝑥0)

𝑥2 = 𝑔(𝑥1)

𝑥3 = 𝑔(𝑥3)

pendekatan ke – n atau yang disebut iterasi ke-n adalah :

𝑥𝑛 = 𝑔(𝑥𝑛 − 1)

dan hal yan perlu diperhatikan disini adalah xn akan memberikan jawaban yang konvergen

bila n bertambah. Proses iterasi ini dapat digambarkan secara geometric seperti pada grafik

dibawah ini

Konvergen monoton

Konvergen Oscilasi

Page 12: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Divergen monoton

Divergen oscilasi

V.2. Algoritma

1. Tentukan x0, toleransi, dan jumlah iterasi maksimum

2. Hitung xbaru = g (x0)

3. Jika nilai (xbaru – x0) < toleransi tuliskan xbaru sebagai hasil perhitungan, jika tidak

lanjutkan kelangkah berikutnya.

4. Jika jumlah iterasi > iterasi maksimum akhiri program

5. X0 = xbaru dan kembali kelangkah (2)

Page 13: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

V.3. Flowchart Succesive Approximation

VI. METODE ELIMINASI GAUSS

VI.1. Dasar Teori

Metode ini adalah salah satu cara yang paling lama dan banyak digunakan dalam

penyelesaian sistem persamaan linier. Prosedurnya ialah mengurangi sistem persamaan ke

dalam bentuk segitiga sedemikian hingga salah satu dari persamaan tersebut hanya

mengandung satu bilangan tak diketahui dan setiap persamaan berikutnya hanya terdiri dari

satu tambahan bilangan tak diketahui baru. Dalam hitungan secara manual, bentuk segitiga

diselesaikan dengan penambahan dan pengurangan dari beberapa persamaan setelah

persamaan tersebut dikalikan dengan suatu faktor atau (konstan).

Pada metode ini variabel x1, x2, … xn dieliminasi secara bertahap, sehingga diperoleh

hanya satu persamaan dalam xn kemudian disubstitusikan kembali untuk mencari xn-1, xn-

2,…x1. Untuk menggambarkan metode ini, dapat dituliskan sistem persamaan berikut :

a11. x1 + a12 x2 + a13 x3 = c1

a21. x1 + a22 x2 + a23 x3 = c2

a31. x1 + a32 x2 + a33 x3 = c3

START

x0, tol

e = 1

ite = 0

x1 = g(x1)

e = abs ((x1-x0)/x0)

ite = ite+1

xo=x1

e >= tol

disp x1, tol, e, ite

END

Page 14: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

Pada tahap pertama, baris kedua dikurangkan dengan baris kesatu 𝑎21

𝑎11 dan baris ketiga

dikurangkan dengan baris kesatu 𝑎31

𝑎11 maka diperoleh :

a11. x1 + a12 x2 + a13 x3 = c1

0 𝑥1 + 𝑎22 − 𝑎12 𝑎21

𝑎11 𝑥2 + 𝑎23 −

𝑎13 𝑎21

𝑎11 𝑥3 = 𝑐2 −

𝑐1 𝑎21

𝑎11

0 𝑥1 + 𝑎32 − 𝑎12 𝑎31

𝑎11 𝑥2 + 𝑎33 −

𝑎13 𝑎31

𝑎11 𝑥3 = 𝑐3 −

𝑐1 𝑎31

𝑎11

atau

a11. x1 + a12 x2 + a13 x3 = c1

0. x1 + a22(1) x2 + a23

(1) x3 = c2(1)

0. x1 + a32(1). x2 + a33

(1) x3 = c3(1)

Terlihat bahwa pada tahap pertama, variabel x1 dieliminasi dari persamaan ke-2

sampai akhir pada tahap ke-2, baris ke-3 dari persamaan (2) dikurangkan dengan baris ke-2

𝑎32

(1)

𝑎22(1) , maka :

a11. x1 + a12 x2 + a13 x3 = c1

0. x1 + a22(1) x2 + a23

(1) x3 = c2(1)

0. x1 + 0. x2 + a33(1) x3 = c3

(1)

Pada persamaan terakhir ini, persamaan ke-3 hanya mengandung x3, maka x3 dapat

ditentukan. x2 dapat diperoleh dari persamaan ke-2 dan x1 dari persamaan pertama. Pada

persamaan-persamaan diatas, a11, a22(1), a33

(1) tidak boleh sama dengan nol, sehingga perlu

diadakan pertukaran baris.

VI.2. Algoritma

1. Menghilangkan x1 dari persamaan ke-2 :

a11. x1 + a12 x2 + …..a1n xn = c1

a22(1). x2 + …….…..a2n

(1) xn = c2(1)

a32(1). x3 + …….…..a3n

(1) xn = c3(1)

an2(1). x2 + …….…..ann

(1) xn = cn(1)

2. Menghilangkan x2 dari persamaan ke-3 dst sampai tahap n-1, diperoleh persamaan :

a11. x1 + a12 x2 + …..a1n xn = c1

a22(1). x2 + …….…..a2n

(1) xn = c2(1)

a33(2). x3 + …….…..a3n

(1) xn = c3(2)

a44(3). x4 + …….…..a4n

(1) xn = c4(3)

ann(n-1). xn = cn

(n-1)

3. Harga x diperoleh dari persamaan terakhir dari persamaan diatas, sedangkan harga xn-

1,..x1 diperoleh dari substitusi kembali :

xn = cn-1 / ann(n-1)

xn-1 = ( cn-1(n-2) – an-1

(n-2). n xn ) / an-1(n-2)

xj = ( cj(j-1) – Σ aji

(j-1) xj ) / ajj(j-1)

Page 15: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

VI.3. Flowchart Eliminasi Gauss

START

Input n

a = matriks ;

c = jawaban ;

tic

r = 1:n-1

b = r

p = r + 1 : n

abs (a(p,r)) > abs (a(b,r))

b = p

k = 1 : n

temp = a(r, k)

a(r,k) = a(b,k)

a(b,k) = temp

temp = c(r,1)

c(r,1) = c(b,1)

c(b,1) = temp

i = r + 1 : n

const = a (i,r) / a (r,r)

j = 1 : n

a (i,j) = a ( i, j) – a (r , j) * const

c (i,1) = c ( i, 1) – c (r , 1) * const

a ; c

x(n) = c (n,1) / a (n,n)

z = 1 : n-1

A

A

i = n – z

jum = 0

y = i + 1 : n

jum = jum + a(i,y) * x(y)

x(i) = ( c (i,1) – jum) / a (i,i)

h = 1 : n

x(h)

toc

END

Page 16: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

VII. METODE YACOBI

VII.1. Dasar Teori

Metode Yacobi merupakan metode tak langsung. Prosedur penyelesaian persamaan –

persamaan aljabar linier dengan metode yacobi dapat diuraikan sebagai berikut : baris –

baris persamaan linier diatur kembali sehingga elemen – elemen diagonal diusahakan

mempunyai harga yang relatif lebih besar dibanding elemen pada baris yang sama.

VII.2. Algoritma

1. Dimulai dengan pendekatan awal x(1), menghitung masing – masing komponen untuk i

= 1, 2, … n dengan persamaan :

𝑥𝑖𝑘 = 𝐶𝑖

𝑎𝑖𝑖

𝑎𝑖𝑗

𝑎𝑖𝑖

𝑛

𝑗=1

𝑥𝑗(𝑘−1)

dimana, xik adalah harga xi pada pendekatan ke k..

a11 x1 + a12 x2 + a13 x3 = c1

a21 x1 + a22 x2 + a23 x3 = c2

a31 x1 + a32 x2 + a33 x3 = c3

2. Pendekatan awal : x1(1), x2

(1), x3(1)

x1(2) =

𝐶1

𝑎11−

𝑎12

𝑎11 𝑥2

(1)−

𝑎13

𝑎11 𝑥3

(1), 𝑎11 ≠ 0

x2(2) =

𝐶2

𝑎22−

𝑎21

𝑎22 𝑥1

(1)−

𝑎23

𝑎22 𝑥3

(1), 𝑎22 ≠ 0

x3(2) =

𝐶3

𝑎33−

𝑎31

𝑎33 𝑥1

(1)−

𝑎33

𝑎33 𝑥2

(1), 𝑎33 ≠ 0

3. Pendekatan ke – k

x1(k) =

𝐶1

𝑎11−

𝑎12

𝑎11 𝑥2

(𝑘−1)−

𝑎13

𝑎11 𝑥3

(𝑘−1)

x2(k) =

𝐶2

𝑎22−

𝑎21

𝑎22 𝑥1

𝑘−1 −

𝑎23

𝑎22 𝑥3

𝑘−1

x3(k) =

𝐶3

𝑎33−

𝑎31

𝑎33 𝑥1

(𝑘−1)−

𝑎32

𝑎33 𝑥2

(𝑘−1)

4. Iterasi dihentikan bila harga x1(k) mendekati harga x1

(k-1), yaitu bila :

𝑥𝑖

𝑘 − 𝑥𝑖𝑘−1

𝑥𝑖𝑘−1 ≤ 𝜀 ; 𝑖 = 1,2, … 𝑛

5. Dimana, ε adalah batas – batas kesalahan maksimum yang diijinkan. Metode ini

konvergen bila 𝑎𝑖𝑖 𝑎𝑖𝑗 𝑛𝑗=1 , i = 1,2,….n

Page 17: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

VII.3. Flowchart Yacobi

START

Input n ; tol

a = [ ] ; c = [ ]

i=1:n

Input x(i)

tic

anew=zeros(n,n)

cnew=zeros(n,1)

i=1:n

p=2 ; l=1 ; z=1

z~=0

abs(a(i,p))>abs(a(i,l))

l = p

p==n

z=0

p=p+1;

z=1;

j = 1 : n

anew ( l, j) = a (i,j)

cnew ( l, 1) = c (i,1)

A

A

a=anew ; c=cnew

Disp (‘matriks a setelah tukar baris’)

a

Disp (‘matriks c setelah tukar baris’)

e=1 ; ite=0

Max (e) > tol

Ite = ite + 1

i=1:n

Jum = 0

j =1:n

j~=i

jum = jum + a ( i , j ) * x( j )

xnew (i) = ( c (i,1) ) – jum / a ( i,i)

i=1:n

e(i) = abs((xnew(i) - x(i)) / x(i))

x(i) = xnew (i)

i=1:n

disp ( x (i))

Disp (ite) ; disp (e)

tic

END

Page 18: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

VIII. METODE TRAPEZOIDAL

VIII.1. Dasar Teori

Metode trapezoidal merupakan metode pendekatan integral numerik dengan

persamaan polinomial order satu. Dalam metode ini kurve lengkung dari fungsi f (x)

digantikan oleh garis lurus. Seperti pada Gambar 7.3, luasan bidang di bawah fungsi f (x)

antara nilai x = a dan nilai x = b didekati oleh luas satu trapesium yang terbentuk oleh garis

lurus yang menghubungkan f (a) dan f (b) dan sumbu-x serta antara x = a dan x = b.

Pendekatan dilakukan dengan satu pias (trapesium). Menurut rumus geometri, luas

trapesium adalah lebar kali tinggi rerata, yang berbentuk:

2

)()()(

bfafabI

Pada Gambar 7.3, penggunaan garis lurus untuk mendekati garis lengkung menyebabkan

terjadinya kesalahan sebesar luasan yang tidak diarsir.

Besarnya kesalahan yang terjadi dapat diperkirakan dari persamaan berikut:

))((''12

1abfE

dengan adalah titik yang terletak di dalam interval a dan b.

Persamaan diatas menunjukkan bahwa apabila fungsi yang diintegralkan adalah linier, maka

metode trapesium akan memberikan nilai eksak karena turunan kedua dari fungsi linier

adalah nol. Sebaliknya untuk fungsi dengan derajat dua atau lebih, penggunaan metode

trapesium akan memberikan kesalahan.

Gambar 7.3. Metode trapesium

Dalam hal ini range integrasi dibagi-bagi dalam beberapa bagian, yang tiap

bagiannya harga integrasinya dihitung dengan rumus Newton Cotes menggunakan polinom

derahat satu.

𝐵𝑖 = 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 =(𝑓 𝑥𝑖 + 𝑓 𝑥𝑖 + 1 𝑕

2

𝑥𝑖+1

𝑥𝑖

, 𝑚𝑎𝑘𝑎 ∶

𝑓 𝑥 𝑑𝑥 𝑏𝑖𝑠𝑎 𝑑𝑖𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑢𝑡 ∶

𝑏

𝑎

Page 19: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

𝑓 𝑥 𝑑𝑥 = 𝐵𝑖 = 𝑕

2

𝑛

𝑖=1

𝑛

𝑖=1

𝑏

𝑎

𝑓𝑖 + 𝑓𝑖 + 1

=𝑕

2(𝑓1 + 2𝑓2 + 2𝑓3 + 2𝑓4 + 2𝑓5 + … . . 𝑓𝑛 + 1)

VIII.2. Algoritma

1. Masukkan jumlah data (n) serta batas atas dan batas bawah

2. Menghitung nilai h= x(n) – x(3) / (n-1)

3. Masukkan nilai f(x) untuk masing – masing harga x

VIII.3. Flowchart Trapezoidal

intg = (h/2)*jum

emax = (x(i) – x(n))*h^2*y(n)/12

emin = (x(i)-x(n))*h^2*y(1)/12

eseb = (xanalitik – intg)

eabs = abs((xanalitik – intg)/xanalitik)

disp intg;eseb;emax;emin;eabs

END

A

N

D

START

x(1) ; x(n) ; n ; xanalitik

h=(x(n)-x(1))/(n-1)

i=2:n-1

x(i) = x(i-1)+h

i=1 : n

y(i)

jum=0

i = 1:n-1

jum = jum + y(i) + y(i+1)

A

N

D

Page 20: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IX. METODE SIMPSON 1/3

IX.1. Dasar Teori

Di samping menggunakan rumus trapesium dengan interval yang lebih kecil, cara lain

untuk mendapatkan perkiraan yang lebih teliti adalah menggunakan polinomial order lebih

tinggi untuk menghubungkan titik-titik data. Misalnya, apabila terdapat satu titik tambahan

di antara f (a) dan f (b), maka ketiga titik dapat dihubungkan dengan fungsi parabola

(Gambar 7.5a). Apabila terdapat dua titik tambahan dengan jarak yang sama antara f (a) dan

f (b), maka keempat titik tersebut dapat dihubungkan dengan polinomial order tiga (Gambar

7.5b). Rumus yang dihasilkan oleh integral di bawah polinomial tersebut dikenal dengan

metode (aturan) Simpson.

Gambar 7.5. Aturan Simpson

Aturan Simpson 1/3

Dalam hal ini range dibagi-bagi dalam beberapa bagian yang tiap bagiannya, harga

integrasinya dihitung dengan rumus Newton _Cotes menggunakan Polinom derajat

kedua.

𝐵𝑖 = 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 =𝑕

3

𝑥𝑖+2

𝑥𝑖

(𝑓𝑖 + 4𝑓𝑖+1 + 𝑓𝑖+2

dengan kesalahan local error :

Local Error=−1

90𝑕5𝑓𝑖𝑣(𝜉)

harga 𝑓 𝑥 𝑑𝑥𝑏

𝑎 bisa dihitung sebagai berikut :

𝑓 𝑥 𝑑𝑥 = 𝐵𝑖 =𝑕

3

𝑛2

𝑖=1

𝑏

𝑎

(𝑓1 + 4𝑓2 + 2𝑓3 + 4𝑓4 + 2𝑓5 + ⋯ . +𝑓𝑛+1

dengan kesalahan global error :

𝐺𝑙𝑜𝑏𝑎𝑙 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = −(𝑏−𝑎)

180𝑕4𝑓𝑖𝑣(𝜉)

Page 21: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IX.2. Algoritma

1. Masukkan jumlah data (n) serta batas bawah dan atas

2. Menghitung nilai h

h = x(n) – x (1)

n – 1

3. Masukkan nilai f(x) untuk masing – masing harga

4. Menghitung harga iterasi pada tiap bagian dengan rumus newton cotes

5. Menjumlahkan semua harga integrasi tiap – tiap bagian

Page 22: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IX.3. Flowchart Simpson 1/3

START

tidk dapat diselesaikan

h=(x(n)-x(1))/(n-1)

x(i) = x(i-1)+h

intg = (h/2)*jum

emax = (x(i) – x(n))*h^2*y(n)/180

emin = (x(i) - x(n))*h^2*y(1)/180

eseb = (xanalitik – intg)

eabs = abs((xanalitik – intg)/xanalitik) mod (n,2) ==0

n;

n;

x(1) ; x(n) : xanalitik

i = 2:n-1

i =1:n

y(i)

jum=0

jum = jum+ y(i) + 4*y(i+1) + y(i+2)

A

N

D

A

N

D

disp intg;eseb;emax;emin;eabs

END

i=1:2:n-2

Page 23: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

X. METODE SIMPSON 3/8

X.1. Dasar Teori

Dalam hal ini range dibagi-bagi dalam beberapa bagian yang tiap bagiannya, harga

integrasinya dihitung dengan rumus Newton _Cotes menggunakan Polinom derajat

kedua.

𝐵𝑖 = 𝑓 𝑥 𝑑𝑥 =3𝑕

8

𝑥𝑖+3

𝑥𝑖

(𝑓𝑖 + 3𝑓𝑖+1 + 3𝑓𝑖+2 + 𝑓𝑖+3

dengan kesalahan local error :

Local Error=−3

80𝑕5𝑓𝑖𝑣(𝜉)

harga 𝑓 𝑥 𝑑𝑥𝑏

𝑎 bisa dihitung sebagai berikut :

𝑓 𝑥 𝑑𝑥 = 𝐵𝑖 =3𝑕

8

𝑛3

𝑖=1

𝑏

𝑎

(𝑓1 + 3𝑓2 + 3𝑓3 + 2𝑓4 + 3𝑓5 + 3𝑓6 + 2𝑓7 … . +𝑓𝑛+1

dengan kesalahan global error :

𝐺𝑙𝑜𝑏𝑎𝑙 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = −(𝑏−𝑎)

180𝑕4𝑓𝑖𝑣(𝜉)

Metode Simpson 1/3 biasanya lebih disukai karena mencapai ketelitian order tiga

dan hanya memerlukan tiga titik, dibandingkan metode Simpson 3/8 yang

membutuhkan empat titik. Dalam pemakaian banyak pias, metode Simpson 1/3 hanya

berlaku untuk jumlah pias genap. Apabila dikehendaki jumlah pias ganjil, maka dapat

digunakan metode trapesium. Tetapi metode ini tidak begitu baik karena adanya

kesalahan yang cukup besar. Untuk itu kedua metode dapat digabung, yaitu sejumlah

genap pias digunakan metode Simpson 1/3 sedang 3 pias sisanya digunakan metode

Simpson 3/8.

X.2. Algoritma

1. Masukkan jumlah data (n) serta batas bawah dan atas

2. Menghitung nilai h

h = x(n) – x (1)

n – 1

3. Masukkan nilai f(x) untuk masing – masing harga

4. Menghitung harga iterasi pada tiap bagian dengan rumus newton cotes

5. Menjumlahkan semua harga integrasi tiap – tiap bagian

Page 24: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

X.3. Flowchart Simpson 3/8

START

tidk dapat diselesaikan

h=(x(n)-x(1))/(n-1)

x(i) = x(i-1)+h

mod (n-1,3)~=0

n; x(1) ; x(n)

x(n);

i = 2:n-1

i =1:n

y(i)

jum=0

i=1:3:n-3

jum = jum+ y(i) + 3*y(i+1) + 3*y(i+2)+y(i+3)

A

N

D

intg = (2*h/8)*jum

emax = (x(i) – x(n))*h^4*y(n)/80

emin = (x(i) - x(n))*h^4*y(1)/80

eseb = (xanalitik – intg)

eabs = abs((xanalitik – intg)/xanalitik)

A

N

D

disp intg;eseb;emax;emin;eabs

END

Page 25: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

XI. METODE EULER

XI.1. Dasar Teori

Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana. Di

banding dengan beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang teliti. Namun demikian

metode ini perlu dipelajari mengingat kesederhanaannya dan mudah pemahamannya

sehingga memudahkan dalam mempelajari metode lain yang lebih teliti.

Metode euler atau disebut juga metode orde pertama karena persamaannya kita

hanya mengambil sampai suku orde pertama saja.

Misalnya diberikan PDB orde satu,

𝑦 , = dy/dx = f(x,y) dan nilai awal y(x0) = x0

Misalkan

yr = y(xr)

adalah hampiran nilai di xr yang dihitung dengan metode euler. Dalam hal ini

xr = x0 + rh, r = 1, 2, 3,…n

metode euler diturungkan dengan cara menguraikan y(xr+1) di sekitar xr ke dalam deret

taylor:

y(xr+1)=y(xr)+

1

1!

r rx x

y’(xr)+

2

1

2!

r rx x y”(xr)+… (1)

bila persamaan di atas dipotng samapai suku orde tiga, peroleh

y(xr+1) = y(xr) +

1

1!

r rx x

y’(xr) +

2

1

2!

r rx x y”(t), xr<t<xr+1 (2)

berdasarkan persamanan bentuk baku PDB orde orde satu maka

y’(xr ) = f(xr, yr)

dan

xr+1 – xr = h

maka persamaan 2 dapat ditulis menjadi

y(xr+1) ≈y(xr)+hf(xr,yr)+2

2

hy”(t) (3)

dua suku pertama persamaan di atas yaitu :

y(xr+1) = y(xr) + hf(xr, yr) ; r = 0, 1, 2,…,n (4)

atau dapat ditulis

yr+1 = yr + hfr

yang merupakan metode Euler.

Page 26: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

XI.2. Algoritma

1. Menuliskan persamaan differensial dan harga awal

2. Menentukan interval atau nilai h antara nilai batas awal dari nilai yang dicari

3. Menghitung nilai dari Y’n

4. Menghitung nilai (h . Y’n)

5. Hitung nilai Yn baru dengan rumus (h . Y’n) + Yn lama

6. Lanjutkan iterasi sampai pada batas yg diinginkan

XI.3. Flowchart Euler

i = 1:n

START

t(1) ; c1(1) ; c2(1) ; tn ; h

n – ((tn-t(1)/h)+1

t(n) = tn

dc1(i) = 0.03*c2(i) – 0.08*c1(i)

dc2(i) = 0.03*c1(i) – 0.08*c2(i)

c1(i+1)=c1(i) + h*dc1(i)

c2(i+1)=c2(i) + h*dc2(i)

disp c1 ; c2

END

Page 27: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

XII. METODE RUNGE KUTTA

XII.1. Dasar Teori

Pada metode Euler memberikan hasil yang kurang teliti maka untuk mendapatkan

hasil yang lebih teliti perlu diperhitungkan suku yang lebih banyak dari deret Taylor atau

dengan menggunakan interval x yang kecil. Kedua cara tersebut tidak menguntungkan.

Penghitungan suku yang lebih banyak memerlukan turunan yang lebih tinggi dari fungsi nilai

y (x), sedang penggunaan x yang kecil menyebabkan waktu hitungan lebih panjang.

Metode Runge-Kutta memberikan hasil ketelitian yang lebih besar dan tidak

memerlukan turunan dari fungsi, bentuk umum dari metode Runge-Kutta adalah:

xxyxyy Δ)Δ,,(Φ iii1i (8.19)

dengan (xi, yi, x) adalah fungsi pertambahan yang merupakan kemiringan rerata pada

interval.

Fungsi pertambahan dapat ditulis dalam bentuk umum:

nn2211 ...Φ kakaka (8.20)

dengan a adalah konstanta dan k adalah:

k1 = f (xi, yi) (8.21a)

k2 = f (xi + p1x, yi + q11 k1x) (8.21b)

k3 = f (xi + p2x, yi + q21 k1x + q22 k2x) (8.21c)

kn = f (xi + pn – 1x, yi + qn – 1, 1 k1x + qn – 1, 2 k2x + + qn – 1, n – 1 kn – 1x) (8.21d)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai k mempunyai hubungan berurutan.

Nilai k1 muncul dalam persamaan untuk menghitung k2, yang juga muncul dalam persamaan

untuk menghitung k3, dan seterusnya. Hubungan yang berurutan ini membuat metode

Runge-Kutta adalah efisien dalam hitungan.

Ada beberapa tipe metode Runge-Kutta yang tergantung pada nilai n yang digunakan.

Untuk n = 1, yang disebut Runge-Kutta order satu, persamaan (8.20) menjadi:

),(Φ ii111 yxfaka

Untuk a1 = 1 maka persamaan (8.19) menjadi:

xyxfyy Δ),( iii1i

yang sama dengan metode Euler.

XII. Algoritma

1. Tentukan soal yang akan di kerjakan. 2. Masukkan kedalam rumus yang telah ditentukan dalam hal ini gunakan rumus

metode runge-kutta orde 4. 3. Memasukkan nilai x0,xn,h,dan nilai y 4. Lalu telah diolah dalam program. 5. Cetak program

Page 28: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

XII. Flowchart Runge Kutta

i = 1:n-1

START

t(1) ; c1(1) ; c2(1) ; tn ; h

n – ((tn-t(1)/h)+1

t(n) = tn

k1=h*(0.03*(2(1)-0.08*c1(i))

k2=h*(0.03*c2(i)-0.08*(c1(i)+0.5*k1))

k3=h*(0.03*c2(i)-0.08*(c1(i)+k3))

c1=h*(0.08*C1(i)-0.08*C2(i));

c2=h*(0.08*C1(i)-0.08*(C2(i)+0.5*c1));

c3=h*(0.08*C1(i)-0.08*(C2(i)+0.5*c2));

c4=h*(0.08*C1(i)-0.08*(C2(i)+c3));

C1(i+1)=C1(i)+((k1+2*k2+2*k3+k4)/6);

C2(i+1)=C2(i)+((c1+2*c2+2*c3+c4)/6);

disp c1 ; c2

Page 29: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

XIII. METODE ODE 23

XIII.1. Dasar Teori

ODE 23 (Ordinary Differentials Equation 23) merupakan metode yang digunakan untuk

menyelesaikan persamaan differensial sederhana. Dimana, ODE 23 ialah fungsi solusi

numeric dari persamaan differensial tsb atau menstimulasi sistem dinamik yang kompleks.

ODE 23 umumnya digunakan untuk menyelesaikan persoalan dengan tingkat kesulitan

sedang atau persoalan dengan toleransi yang cukup tinggi. ODE 23 tidak dapat melakukan

ekstrapolasi lokal. ODE 23 mengintegrasikan sistem persamaan differensial biasa dengan

menggunakan urutan kedua dan ketiga dari rumus Runge-Kutta.

XIII.2. Algoritma

1. Tuliskan persamaan ke dalam bentuk sistem persamaan orde 1

2. Aplikasikan ODE 23 terhadap sistem no.1

3. Gambarkan hasil yang diperoleh

XIII.3. Flowchart ODE 23

Start

Function dy = yp (t,y)

Dy = zeros (3,1)

dy = persamaan turunan

End

Start

x span = [0 500]

yo = [0 1 1]

[x,y] = ode23 (@yp, xspan, yo)

Plot (x, y, ‘b’)

[x y]

x label ( ‘x‘ )

y label ( ‘y’ )

legend (‘…’,’…’,’…’)

title (‘…’)

End

Page 30: Modul Komputasi Fix (2)

Modul Praktikum Komputasi Teknik Kimia

Laboratorium Komputasi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

XIV. METODE ODE 45

XIV.1. Dasar Teori

Penyelesaian ODE 45 menggunakan langkah-langkah metode Runge Kutta orde tinggi

(ke-4 sampai ke-5). Aturan ODE 45 untuk orde 1 dan orde 2 pada persamaan differensial

pada dasarnya sama, hanya penulisannya pada m-file yang berbeda. ODE 45 didasarkan

pada metode Runge-Kutta (45). Metode ini adalah step solver. Dalam komputasi, y (tn)

diperlukan hanya hasil dari proses yang terbaik (tn + 1). Pada umumnya, ODE 45 adalah

metode yang paling bagus untuk diaplikasikan.

XIV.2. Algoritma

1. Persamaan orde 1 : y’ = f (t,y)

y (to) = yo

2. Membuat m-file untuk f (tiy)

3. * tiy + = ODE45 (‘ye’, * to, tf +; yo)

yo adalah nilai awal dari y pada t(o)

[ to, tf ] adalah nilai awal dan terminal dari t

4. Menampilkan hasil : [ t y ]

Plot grafik : plot ( t, y )

XIV.3. Flowchart ODE 45

Start

Function dy = yp (t,y)

Dy = zeros (3,1)

dy = persamaan turunan

End

Start

x span = [0 500]

yo = [0 1 1]

[x,y] = ode45 (@yp, xspan, yo)

plot (x, y, ‘b’)

[x y]

x label ( ‘x‘ )

y label ( ‘y’ )

legend (‘…’,’…’,’…’)

title (‘…’)

End