makalah stroke
DESCRIPTION
StrokeContoh Makalah StrokeBlok NeurologiKelainan pada otakKedokteranTRANSCRIPT
BAB I
SKENARIO DAN LEARNING PROGRESS REPORT (LPR)
Problem :
1. Ny Is, 52 tahun
2. Keluhan utama :
a. Kaki dan tangan sebelah kiri lemas
b. Kepala pusing dan bicara pelo
3. Keluhan tambahan :
a. 4 hari lalu pasien sakit kepala
b. TD : 170/100 mmHg
c. Tubuh sebelah kiri lemas
d. Mulut mencong kekanan
e. Pusing, mual, kejang (-)
f. Sakit kepala (+)
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Hipertensi yang tidak terkontrol sejak 5 tahun lalu
b. DM (-)
c. Pasien sering lupa dan pasien tidak mengenali keluarganya
5. Riwayat Keluarga :
a. Ibunya meninggal karena penyakit jantung
6. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Suhu : 36,8
c. Frekuensi nafas : 16 x/min
d. Frekuensi nadi : 80 x/min
e. Tekanan darah : 190/90 mmHg
f. Status gizi : BB = 75 kg, TB = 155 cm
g. Kepala : normosefalik
h. Mata : pupil isokor ka = ki, reflex cahaya (+)
i. Telinga : tidak ada kelainan
j. Mulut : sudut bibir sebelah kiri lebih rendah, terlihat mencong kekanan
1 | P a g e
k. Rangsangan meningeal (-)
l. Nervuskranialis : N VII fasial palsy kiri, N XII lingual palsy kiri
m. Fungsi motorik : kekuatan motorik 5555|3333
5555|4444
n. Fungsi sensoris : hemihypoesthesia
o. Fungsi vegetatif : normal
p. Refleks biceps/triceps/radial : (+) meningkat disisi kiri
q. Refleks ankle refleks/achilles : (+) meningkat disisi kiri
r. Refleks patologis : refleks balbinski -/+
s. Refleks primitif : tidak ditemukan
t. Kontak : cooperatif
u. Persepsi : halusinasi (-)
v. Mood/affek : depresi, irritable
7. Pemeriksaan penunjang :
a. Gula darah random : 168 mg%
b. Total kolestrol : 207 mg%
c. LPL kolestrol : 170 mg%
d. Trigliserida : 125 mg%
e. EKG : hipertrofi ventrikel kiri
f. Foto toraks : kardiomegali
g. CT Scan : hipodensitas di hemisfer kanan pergeseran midline (-)
h. MRI : ada infrak didaerah temporopariental kanan dan periventrikel kiri
i. MMSE : 22
8. Terapi :
a. Vitamin B1 : 100 mg, B2 : 200 mg, B12 : 250 mg
b. Rasuvastatin : 20 mg
c. Piracetam : 1200 mg
d. Acetylsalicylicacid : 160 mg
e. Injeksi citicoline : 500 mg
f. Donepezil : 5 mg
2 | P a g e
HIPOTESIS : 1. Stroke Iskemik + demensia vaskuler
2. Stroke hemoraghic + demensia vaskuler
Diagnosis : Stroke Iskemik + demensia vaskuler
3 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI & FISIOLOGI SARAF KRANIAL
Saraf otak adalah saraf perifer yang berpangkal pada otak & batang otak.
Fungsinya sensorik, motorik & khusus. Saraf otak I langsung berhubungan dengan otak,
tanpa melalui batang otak, sedangkan kesebelas lainnya semuanya berasal dari batang
otak
4 | P a g e
1. NERVUS OLFAKTORIUS
Sistem olfaktorius dimulai dengna sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.
Sistem ini terdiri dari bagian berikut: Mukosa olfaktorius pada bagian atas
kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang seabut-serabutnya berasal dari
membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal
untuk bersinaps di blubus olfaktoris, dari sini, traktus olfaktorius berjalan
dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus tmeporal bagian medial sisi yang
sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya
mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat merprovokasi
timbulnya nafsu dan makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat
menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem
penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria
medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin
berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem
limbik.
2. Saraf Optikus (N.II)
Saraf optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-
serabut saraf ini, melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan
beragabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk
kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus
masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada
bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual tempora; (separuh bagian nasal retina)
menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak
menyilang.Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma
optikum berakhir di kolikulus siperior, dimana terjadi hubungan dengan kedua
nuklei saraf oklumotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan
5 | P a g e
dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus
genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio
optikamelewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual
lobus oksipital.
Dalam perjalannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-
serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran
atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada
kiasma optkium serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri
berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
Jika ada cahaya yang tiba di retina diterima oleh batang & kerucut sebagai
gelombang cahaya. Jika cahaya berproyeksi pada makula, gambaran yang dilihat
adalah tajam. Proyeksi cahaya di luar makula mengeluarkan penglihatan yang
kabur. Serabut-serabut optik yang bersinaps di korpus genikulatum lateral
merupakan jaras visual, yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan
impuls visual yang membangkitkan refleks optosomatik, yaitu gerakan
reflektorik atas jawaban terhadap rangsang visual, misalnya otot sfinkter pupilae
pada penyinaran mata dengan cahaya lampu. Setelah bersinaps di korpus
genikulatum laterale, penghantaran impuls visual selanjutnya dilaksanakan oleh
serabut-serabut genikulokalkarina. Korteks tersebut ialah korteks perseptif
visual primer (area 17).
Nervus optikus :
1. Kumpulan akson sel lapisan ganglion retina.
2. Menyatu pd discus opticus keluar sebagai n. opticus canalis
opticus foramen opticus chiasma opticus.
6 | P a g e
3. NERVUS OCCULOMOTORIUS
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea
periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea
(Nukelus Otonom)
Nukleus motrok bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis,
superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior.
Nukleus otonom atau nukelus Edinger-westphal yang bermielin sangat sedikit
mempersarafi otot-otot mata inferior yang spingter pupil dan otot siliaris.
Fungsi dari nervus ini dengan hubungannya dengan otot-otot adalah sebagai
berikut:
M. rektus superior à menggerakkan mata ke atas kanan (mata kanan)
M. rektus inferior à menggerakkan mata ke bawah kanan (mata kanan)
M. rektus medialis à abduksi
M. oblikus inferior à menggerakkan mata ke atas kanan (mata kiri)
M. levator palpebra à mengangkat bola mata keatas
7 | P a g e
4. NERVUS TROKLEARIS
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolukuli inferior di depan substansia
grisea periakuaduktal dan berada di bawah nukleus okulomotorius. Saraf ini
merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak.
Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
Serabut-serabut yang menyusun nervus troklearis dari inti yang terletak di
substansia grisea mesensefalon sedikit lebih ke kaudal dari inti nervus
okulomotorius. Setelah keluar dari inti, serabut-serabut tersebut melengkung ke
dorsal & selanjutnya ke medial lagi untuk menyilang garis tengah di velum
medulare anterior. Ia muncul pada permukaan dorsal sisi kontralateral, tepat di
belakang kedua kolikuli, kemduian ia menjulur ke ventral melalui tepi bebas
pedunkulus serebri untuk tiba pada tempat diantara pedunkulus serebri & lobus
temporalis.
8 | P a g e
Disini ia menembus daun bebas tentorium serebeli untuk selanjutnya berjalan ke
depan melalui dinding lateral sinus kavernosus. Ia meninggalkan dinding tersebut
menuju ke ruang orbita melalui fisura orbitalis superior & mengakhiri perjalanannya
pada muskulus oblikus superior. Saraf ini mempersarafi m.obliquus superior bola mata.
N. troklearis brsifat motorik murni & membantu menggerakkan bola mata ke bawah &
lateral.
5. NERVUS TRIGEMINUS
Saraf tigeminus bersifat campuran terdiri dari sarabut-serabut motorik dan
serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot
temporalis. serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang
utama yaitu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Dearah sensoriknya
mencakup daerah kulit dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar
dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah, bagian anterior
telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
Nervus trigeminus merupakan saraf otak terbesar yang berisi serabut-serabut
sensorik & motorik. Saraf ini merupakan saraf sensorik umum untuk sebagian
besar kepala & nervus motorik untuk beberap otot, trmsk otot pengunyah.
9 | P a g e
Nervus trigeminus mmpunyai empat inti, yaitu :
1. nukleus sensoria
2. nukleus spinalis
3. nukleus mesencephalicus
4. nukleus motorius
Sensorik :
Oleh ramus-ramus ophthalmicus, maxillaris, mandibularis.
r. Ophthalmicus : dari kulit dan mucosa muka atas
r. Maxillaris : dari muka tengah
r. Mandibularis : dari muka bawah
Ke 3 ramus ini → ganglion semilunare (gasseri) → nucl sensoris N V
- Test : reflex cornea , sensibilitas muka, reflex mandibula ( tempatkan jari di tengah
dagu, mulut buka sedikit, ketok dengan palu reflek – mulut mengatup )
10 | P a g e
6. NERVUS ABDUSENS
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah
dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens
mempersarafi otot rektus lateralis. Saraf ini memiliki fungsi menggerakkan mata
ke lateral
7. NERVUS FACIALIS
Sifat : motorik, parasimpatis, sensoris
Nucl.Motoris n VII di bagian bawah Pons (nucl. Dorsalis & ventralis )
Nucl. Sensoris n VII
( Salivatorius Superior, Nucl Solitarius )
à melingkari Nucl n VI à keluar dari bagian lateral bawah Pons à
melewati sudut cerebellopontin ( diantara serabut n VI dan n VIII ) à
11 | P a g e
meatus acusticus internus à canalis facialis à for. stylomastoideus à
menyebar / cabang2.
- motorik : ke otot2 muka .
- sensorik : exteroceptive ke 2/3 lidah depan, telinga dalam proprioceptive
ke otot2 muka, kelenjar2.
- parasimpatis : ke kelenjar salivarius / lacrimalis ( cabang sensoris &
parasimpatis disebut juga n. intermedius ).
TEST : menutup mata, meringis, gerakan telinga (kdg2), menangis (anak2),
reflek cornea, rasa lidah .
Jika terjadi Lesi :
Jika N. VI dan N. VII tidak berfungsi à diduga lesi didaerah pons.
Jika N. VII dan N. VIII à diduga lesi di meatus acusticus interna.
Lesi UMN akan menyebabkan paralisis otot wajah bag. bawah à karena
bagian nuclei facialis yg mengendalikan otot wajah atas menerima serabut
kortikonuklear dari keduahemisfer. Lesi LMN atau lesi pada nucleinya atau
nerv. facialis à Semua otot wajah pada sisi lesi akan lumpuh, kelopak mata
12 | P a g e
bawah dan sudut mulut akan turun, air mata akan mengalir melalui kelopak
mata bawah dan saliva keluar dari sudut mulut.
8. NERVUS COHLEARIS / ACUSTICUS
Reseptor : sel rambut pd organon corti di cohlea à sel bipolarà meatus
acusticus internus à masuk diantara medulla dan ponsà ke nucl cohlearis
dorsalis & ventralisà ke pusat pendengaran di lobus temporal
( Heschl’s gyrus ) pada sisi yg sama dan menyilang
TEST :
Schwabach: garpu tala 512 hz getarkan – tempelkan pd processus
mastoideus – catat lamanya sampai tak terdengar – bandingkan dgn
pemeriksa.
Rinne : garpu tala tsb tempelkan pd proc mastoideus sampai tak terdengar
à pindahkan ke depan telinga.
Weber : garpu tala tempelkan di vertex
Normal – kualitas suara kanan kiri sama
Tuli Konduktif à keras pd yg tuli
Sensori Neural à keras pd yg normal
Audiogram (THT)
13 | P a g e
9. NERVUS GLOSSOPHARYNGEUS
Motorik: dari nucl. ambiguus di medula oblongata ke pharynx (m.
stylopharyngeus).
Test : menelan , mengangkat pharynx -- lihat uvulanya.
Otonom Efferen : dari nucl. salivarius inferior à lewat gangl. oticum à ke
kelenjar parotis.
Test : sekresi kelenjar dengan rangsang makanan.
Sensoris : dari membran tympani, canalis auditorius ext – 1/3 blk lidah – ke
gangl. petrosum – masuk medula oblongata.
10. NERVUS VAGUS
14 | P a g e
Motorik : bg vagus dp nucl ambiguus à bareng n IXà for jugulare à ke
otot lurik palatum molle, pharynx, larynx ( utk menelan )
Parasimpatis : dr nucl efferen dorsalis à sbg srb pre ganglionair à ke gangl
organ2 viscera à srb post ganglionair à meny kontraksi otot polos non
vascular, dilatasi otot polos vascular kecuali a. coronaria
Sensoris : dr bg post meatus acusticus ext , memb tympani (overlap dg n
IX / VII ), duramater, dll ( hampir = n IX ) à gangl jugulare & nodosum à
nucl salitarius
11. NERVUS ACCESSORIUS
15 | P a g e
Hanya motorik --- ada 2 bagian :
r.internus : dari batang otak à bergabung dg N. vagus ( dianggap sbg
tambahan N vagus )
r.externus : dari sel motoris C 1 – 6 à naik keatas à masuk for. magnum
à bergabung dg r. internus à leluar lewat for. jugulare à ke m.
sternocleido mast & tepi atas m. trapezius
Test : angkat bahu
12. NERVUS HYPOGLOSSUS
Nervus Hypoglossus merupakan saraf motorik dan mempersarafi semua otot
intrinsik lidah, m. styloglossus, m. hypoglossus, m. genioglossus.
Letak didekat garis tengah, tepat dibawah ventrikel IV. Nukleus ini
menerima serabut saraf dari ke 2 hemisfer, akan tetapi, m. genioglossus
hanya menerima dari hemisfer kontralateral.
A. PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
1. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika terdapat riwayat
tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman, kalau penderita mengalami
cedera kepala sedang atau berat, dan atau dicurigai adanya penyakit-penyakit yang
mengenai bagian basal lobus frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti
kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah. Letakkan salah satu bahan-bahan
tersebut di depan salah satu lubang hidung orang tersebut sementara lubang
hidung yang lain kita tutup dan pasien menutup matanya. Kemudian pasien
diminta untuk memberitahu saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau
mungkin mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
2. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer
(visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes warna.
a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan gerakan
tangan.
16 | P a g e
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien dengan
tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa
dilakukan dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang
bertanda 6 dapat dibaca dengan tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada
jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih 2/60.
Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat
pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf
optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan perimetri /
kompimetri.
Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai dari
lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana
mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap
lururs kedepan dan tidak boleh melirik kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
c. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
17 | P a g e
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak
memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil
untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi
prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal pupil yang disinari akan
mengecil.
Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.
d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat
diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu
pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih dahulu diskus
optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang
besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
3. Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak
mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis
dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada
mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas
(untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik
pula.
b. Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke
arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda
(diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan
bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan
deviasi conjugate ke satu sisi.
c. Pupil
18 | P a g e
Pemeriksaan pupil meliputi :
- Bentuk dan ukuran pupil
- Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan : pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
- Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua
otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut
konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua
pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien
disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu
objek diletakkan pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan
normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
a. gerak mata ke lateral bawah
b. strabismus konvergen
c. diplopia
5. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
a. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan
dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang
satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari
sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum
ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau
tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul.
Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan
pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah
19 | P a g e
yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju
daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju
belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi
akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa
secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi
temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap
menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang
baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia
merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
b. Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis
dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan
palpasi adanya kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien
disuruh membuka mulutnya (otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap
terbuka sedangkan pemeriksa berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari
cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang
terkena).
c. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
Refleks kornea
1. Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain
kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah
kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan
sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian bandingkan kekuatan dan
kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf aferen berasal dari N. V
tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
2. Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup
mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea
konsensual ini sama dengan refleks cahaya konsensual, yaitu untuk
melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau eferen).
20 | P a g e
Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut
secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan
pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan
negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau positif lemah yaitu penutupan
mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan terlihat penutupan mulut yang
kuat dan cepat.
6. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia
tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan
yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
7. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes
kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral
dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan
nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus
sardonicus tremor dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1) Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2) Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan pemeriksa
mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan
kiri.
3) Memperlihatkan gigi (asimetri)
4) Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5) meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6) Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
21 | P a g e
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah
satu sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-
suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.
8. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan
fungsi vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya
serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan
adanya inflamasi atau perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan
menggunakan gesekan jari, detik arloji, dan audiogram. Audiogram
digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli konduksi dipakai tes
Rinne dan tes Weber.
Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus
mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan
garpu tala tersebut sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan
norma anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf
anda masih terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut
Rinne negatif.
Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal
bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi
dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih
keras pada telinga yang abnormal.
2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan
lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny, dixxon –
Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
9. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
22 | P a g e
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan
palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien
disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X
unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen
sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring
pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam
keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya
tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X,
kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi
nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap
secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat bahunya
dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya
ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan melawan tahanan
(tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido mastoideus.
11. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam keadaan diam
didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus
iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah
(terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil.
Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.
B. KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS
23 | P a g e
CRANIALIS.
1. Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa
gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral
maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering pasien tidak mengetahui adanya
gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang serabutnya
menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar tengkorak dn
mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls
penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
- Agenesis traktus olfaktorius
- Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal
- Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada rhinitis
kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman dapat hilang
untuk seterusnya.
- Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
- Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre coup”,
biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral
atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya bukti neurologis dari trauma
vegio orbital.
- Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak
didekatnya.
- Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus
olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia,
sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian jenis lobus orbitalis.
Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
- Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor
intrinsik atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia
mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya
24 | P a g e
untuk merasakan aroma, suatu sarana yang penting untuk pengecapan menjadi
hilang.
2. Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan.
Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan
lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya jaras penglitan dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada nevrus
optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus
optikus, radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan
dapat berakhir dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta
ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka
buta semacam itu dinamakan hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada
susunan saraf optikus. Perubahan tersebut seperti tertera pada gambar 1.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
a. Trauma Kepala
b. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)
c. Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera oftalmika dapat
ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.
d. Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan terkait pada
tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak
ruang, antara lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi
stadium IV. Trombosis vena sentralis retina.
Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma,
iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia
friedrich.
25 | P a g e
e. Neuritis optik.
3. Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak
bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga
mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil dan
akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot
kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan
jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya
perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh saraf
fasialis.
b. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena tak
adanya perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
c. Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan biasanya terjadi
di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa kerusakan melibatkan
nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti tumor
serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi orbital. b). Infark
seperti pada arteritis dan diabetes.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak kebawah dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi
daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata
berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali paralisis yang terbatas
pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma, biasanya
karena jatuh pada dahi atu verteks.
5. Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa
bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi
26 | P a g e
dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien melihat ke arah nasal, mata
yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya otot oblikus
inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak
melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar
serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia totalis). Paralisis bilateral dari
otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering dari
paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan
dan tumor.
Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah
meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva
atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis kranialis.
6. Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain :
Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea,
dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau
tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan
saraf maksilaris dan mandibularis dari nervus trigeminus. Janeta (1981)
menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh
pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari
radiks saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa
trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal
yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak bisa membuka mulutnya.
7. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis
kronik.
27 | P a g e
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur, sindroma
Rumsay Hunt, dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre,
mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada
lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini
sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah,
kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa
pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan pendengaran (hiperakusis).
Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis mengakibatkan otot-otot wajah satu
sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut
turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan
mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Kelopak mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata
di kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dan keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik. Degenerasi
misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas
misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi misal, sindv rubella
kongenital dan sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan
penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan,
intoksikasi streptomisin.
Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis
vestibularis.
28 | P a g e
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel
IV demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat
mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis
dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat
pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot
menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke
esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
Pasca operasi trepansi serebelum
Pasca operasi di daerah kranioservikal
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot
leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun
sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan
iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus
terganggu.
11. Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak,
kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat
menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah
tertarik ke belakang.
29 | P a g e
Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat
lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat
dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.
Technorati Tags: Nervus kranialis, Nervus Cranialis, fasialis, olfaktorius,
vestibulokoklearis
UPPER MOTOR NEURON (UMN) & LOWER MOTOR NEURON (LMN)
Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular. sistem neuromuskular
terdiri atas Upper motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper
motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik
di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan
perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan
piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus
kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk
geraakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya
untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak
Melalui lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke
berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut mempunyai
peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur
Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggun yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7
tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang
sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung
terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau
corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.
30 | P a g e
Gambar Tulang belakang
Ketika tulang belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai
tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis
turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih
yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang
mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ
tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf
pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem
saraf perifer
Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum sampai
konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut
menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Medula
spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju
ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden
(yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi
tubuh)
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan
istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi
arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan
31 | P a g e
arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang
dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior.
Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari medula spinalis melewati suatu
lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula
spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Ada 31 pasang nervus
spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu
a. nervus servikal : (nervus di leher) yang berperan dalam pergerakan dan
perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak : (nervus di daerah punggung atas) yang mempersarafi tubuh
dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : (nervus didaerah punggung bawah) yang
mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina 3,4.
Gambar. Hubungan nervus spinalis dengan vertebra
32 | P a g e
Definisi
Parese
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu
kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu.
Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok
otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena. Parese
pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu 6:
Monoparese adalah kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas
bawah.
Paraparese adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah.
Hemiparese adalah kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atas
dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraparese adalah kelemahan pada keempat ekstremitas.
Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan
“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan
hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan
kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang
belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan
sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan
diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada
keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan
ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena
penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam
mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan
rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi
penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan,
33 | P a g e
penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi
kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih
dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu
benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan
tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas
tidaknyanya kerusakan .
Etiologi Tetraparese
Tabel 1. Penyebab umun dari tetraparesis :
- Complete/incomplete transection of cord with fracture
Prolapsed disc
Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome
- Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy)
- Transverse myelitis Acute myelitis
- Anterior spinal artery occlusion
- Spinal cord compression
- Haemorrhage into syringomyelic cavaty
- Poliomyelitis
Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula spinalis.
menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord
Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera
medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis
komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka
tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan
penyebab utama cedera medula spinalis.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di
Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena
cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2)
34 | P a g e
paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)
tetraparese komplet (18,5%)
Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya :
a. Tetrapares spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor
neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.
b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor
neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.
Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau
kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi
pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di
medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan
karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan
lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn
anterior medula spinalis sampai ke otot
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal, thorakal,
lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari servikal
dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat
anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka
akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese
flacsid
35 | P a g e
Gambar. Lesi pada Lower motor neuron (LMN).
Lesi di Mid- or upper cervical cord
Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras kortikospinal lateral
menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot bagian
tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi. Lesi transversal medula spinalis pada
tingkat servikal, misalnya C5 mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron
(UMN) pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C5, yaitu sebagian otot-otot
kedua lengan yang berasal yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8, lalu
otot-otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang
mengakibatkan kelumpuhan parsial dan defisit neurologi yang tidak masif di
seluruh tubuh. Lesi yang terletak di medula spinalis tersebut maka akan
menyebabkan kelemahan/kelumpuhan keempat anggota gerak yang disebut
tetraparese spastik.
Lesi di Low cervical cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja memutuskan
jaras kortikospinal lateral, melainkan ikut memotong segenap lintasan asendens
dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang berada didalam
segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu
bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi bersifat Upper
Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN)
akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor Neuron (LMN).
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat mengalami
gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan bangunan
36 | P a g e
disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu anterius,
sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal, sindrom
lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom lesi di
substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infeksi,
misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang rusak
didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN adalah
anggota gerak.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan menyeluruh
dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi imunopatologik.
walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun yang berada di
intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami kerusakan.
Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada umumnya
bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian proksimalnya.
Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan.
Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan pada saraf di
sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri. Salah satu
penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau selnya yang
disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi herediter. Karena
serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat melakukan
tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat menyebabkan
kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah
dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim kreatinin
fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini kadar
enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa enzim ini
dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat ditentukan
kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah terlihat
banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika
kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis
serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut
37 | P a g e
bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi
lemak.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai
berikut :
Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak
Region Muscle Groups Myotomes
Upper cervical
region
Shoulder abduction, elbow flexion,
elbow extension
C5-C7
Lower cervical
region
Wrist flexion, wrist extension,
extension of fingers, flexion of
fingers, spreading of fingers,
abduction
of thumb, adduction of thumb, and
opposition of thumb
C8-Th1
Upper
lumbosacral
region
Hip flexion, hip adduction, knee
extension, hip extension, hip
abduction
L1-L3
Lower
lumbosacral
region
Knee flexion, plantar flexion of foot,
flexion of toes, dorsiflexion of foot,
extension of toes
L4-S1
Central cord syndrome (CCS) biasanya terjadi setelah trauma hiperekstensi.
Sering terjadi pada individu di usia pertengahan dengan spondilosis cervicalis.
Predileksi lesi yang paling sering adalah medula spinalis segmen servikal,
terutama pada vertebra C4-C6. Sebagian kasus tidak ditandai oleh adanya
kerusakan tulang. Mekanisme terjadinya cedera adalah akibat penjepitan medula
spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi osteofit atau material
diskus dari anterior. Bagian medula spinalis yang paling rentan adalah bagian
dengan vaskularisasi yang paling banyak yaitu bagian sentral. Pada Central Cord
38 | P a g e
Syndrome, bagian yang paling menderita gaya trauma dapat mengalami nekrosis
traumatika yang permanen. Edema yang ditimbulkan dapat meluas sampai 1-2
segmen di bawah dan di atas titik pusat cedera
Gambaran khas Central Cord Syndrome adalah kelemahan yang lebih prominen
pada ekstremitas atas (tipe LMN) dibanding ektremitas bawah (tipe UMN).
Pemulihan fungsi ekstremitas bawah biasanya lebih cepat, sementara pada
ekstremitas atas (terutama tangan dan jari) sangat sering dijumpai disabilitas
neurologik permanen. Hal ini terutama disebabkan karena pusat cedera paling
sering adalah setinggi VC4-VC5 dengan kerusakan paling hebat di medula
spinalis C6 dengan ciri LMN. Gambaran klinik dapat bervariasi, pada beberapa
kasus dilaporkan disabilitas permanen yang unilateral neurologis lokalis pada
pasien cedera medula spinalis mengacu pada panduan dari American Spinal Cord
Injury Association/ AISA
Tabel 3. Rekomendasi AISA untuk pemeriksaan neurologi lokal
Motorik
Otot (asal inervasi) Fungsi
M. deltoideus dan biceps brachii
(C5)
Abduksi bahu dan fleksi siku
M. extensor carpi radialis longus dan
brevis
(C6)
Ekstensi pergelangan tangan
M. flexor carpi radialis (C7) Fleksi pergelangan tangan
M. flexor digitorum superfisialis dan
profunda (C8)
Fleksi jari-jari tangan
M. interosseus palmaris (T1) Abduksi jari-jari tangan
39 | P a g e
M. illiopsoas (L2) Fleksi panggul
M. quadricep femoris (L3) Ekstensi lutut
M. tibialis anterior (L4) Dorsofleksi
kaki
M. extensor hallucis longus (L5) Ekstensi ibu jari kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1) Plantarfleksi kaki
Tetraparese dengan Hemiparese bilateral
Tetraparese dengan hemiparese bilateral (bihemiparese) mempunyai arti yang
sama yaitu kelemahan pada keempat anggota gerak. Namun, pada bihemiparese
kelemahan/kelumpuhannya tidak terjadi langsung pada keempat anggota gerak.
Bihemiparese bersifat kerusakan pada upper motor neuron, yaitu adanya infark di
hemispere serebral bilateral dapat disebabkan karena dua lesi iskemik didaerah
kedua arteri serebri (anterior/media) atau di kedua kapsula interna. Lesi pada arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada daerah mesensefalon. Lesi ini dapat
disebabkan oleh adanya arterosklerosis, emboli, aneurisma, dan inflamasi
Pada awal stroke terjadi hemiparese unilateral karena infark di hemisfer serebral
unilateral yang disebabkan adanya lesi pada arteri serebri (anterior/media) atau di
kapsula interna unilateral. Lama – kelamaan lesi ini juga dapat ditemukan pada
arteri serebri (anterior/media) atau kapsula interna yang lain, sehingga terjadi
infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri basilaris juga dapat
menyebabkan hemiparese bilateral
Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan
a. Penyakit infeksi
Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis rusak
sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui emboli septik, luka
40 | P a g e
terbuka ditulang belakang, penjalaran osteomielitis atau perluasan proses
meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula
spinalis mengalami peradangan, namun juga jika lesinya mengalami
peradangan dan disebabkan oleh proses patologik yang mempunyai
hubungan dengan infeksi. Adakalanya reaksi imunologik timbul di medula
spinalis setelah beberapa minggu sembuh dari penyakit viral. Pada saat itu
sarang-sarang reaksi imunopatologik yang berukuran kecil tersebar secara
difus sepanjang medula spinalis. Serabut-serabut asenden dan desenden
panjang dapat terputus oleh salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga
dapat menimbulkan kelumpuhan parsial dan defisit sensorik yang tidak
masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah tetraparese 1.
Poliomielitis
Poliomielitis adalah peradangan pada daerah medula spinalis yang
mengenai substantia grisea. Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi
servikal atas maka dapat menyebabkan kelemahan pada anggota gerak atas
dan bawah . Pada umumnya kelompok motoneuron di segmen-segmen
intumesensia servikal dan lumbalis merupakan substrat tujuan viral. Tahap
kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak
yang dilanda kelumpuhan LMN adalah ekstremitas
b. Polineuropati
Polineuropati adalah kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa
saraf perifer di seluruh tubuh. Penyebab karena infeksi bisa menyebabkan
polineuropati, kadang karena racun yang dihasilkan oleh beberapa bakteri
(misalnya pada difteri) atau karena reaksi autoimun, bahan racun bisa melukai
saraf perifer dan menyebabkan polineuropati atau mononeuropati (lebih
jarang), kanker bisa menyebabkan polineuropati dengan menyusup langsung
ke dalam saraf atau menekan saraf atau melepaskan bahan racun, kekurangn
gizi dan kelainan metabolik juga bisa menyebabkan polineuropati.
Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit
yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal
ginjal dan kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik
41 | P a g e
cenderung berkembang secara lambat (sampai beberapa bulan atau tahun) dan
biasanya dimulai di kaki (kadang di tangan)
Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat hari
pertama pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke
lima terjadi desintegrasi myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke
sembilan timbul limfosit, hari ke sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga
belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati rasa, nyeri terbakar dan
ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan, tungkai dan
sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali
bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang
peka atau karena perubahan suhu. Ketidakmampuan untuk merasakan posisi
sendi menyebabkan ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya
akan terjadi kelemahan otot dan atrofi (penyusutan otot). Kelumpuhan
biasanya timbul sesudah tidak ada panas, kelumpuhan otot biasanya bilateral
dan simetris dengan tipe "lower motor neuron dengan penyebaran kelumpuhan
yang bersifat ascending yaitu mulai dari ekstrimitas bawah yang menjalar ke
ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu mulai dari ekstrimitas atas
yang turun ke ekstrimitas bawah
c. Sindrom Guillain Barre (SGB)
Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan
difus yang mengenai radiks spinalis dan saraf perifer, dan kadang-kadang juga
saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu infeksi. Manifestasi klinis
utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor
neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka
Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul
autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer.
Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada
medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid.
Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada
tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks
ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis
terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka
42 | P a g e
radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang
paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu
kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak,
kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan
tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau
otot-otot anggota gerak
Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau
tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel
infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak
pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah
itu muncul sel plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi
segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan
radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks
spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf
pada daerah tersebut
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower
motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua
ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota
gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota
gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf
kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau
arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat
dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat
dari bagian proksimal
d. Miastenia Grafis
Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot skelet
menjadi lemah dan lekas lelah. Kelelahan/kelemahan ini disebabkan karena
sirkulasi antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik
neuromuscular junction, stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada
neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi klinisnya dapat berupa kelemahan
pada otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot pada lengan dan
tungkai, perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria
43 | P a g e
e. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang
progresif dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan
penyakit motoneuron. Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik
bagian atas (brain) dan saraf motorik bagian bawah (spinal cord) dengan
kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower motor neuron (LMN).
Penurunan kualitas saraf ini, menyebabkan Kelemahan pada otot dan dapat
berakhir pada kematian
Proses degenerasi hanya menyerang pada neuron motorik, yaitu sel-sel saraf
yang mengatur pergerakkan otot. Akibat kelemahan itu, kemampuan tubuh
untuk mengatur gerakan otot yang disadari akan hilang secara perlahan-lahan.
Misalnya, memegang, menjentik, menggaruk, dan sebagainya. Namun
penyakit ini tidak mempengaruhi saraf sensoris (perasa) dan fungsi mental.
Meskipun penyebab pasti ALS belum diketahui, teori yang dikenal saat ini
menyatakan neurotransmiter glutamat (suatu zat kimia yang menghantarkan
impuls atau sinyal ke sel-sel saraf) kemungkinan memegang peranan sebagai
penyebab matinya sel-sel saraf motorik. Zat-zat kimia lainnya, seperti molekul
radikal bebas dan kalsium kemungkinan juga ikut terlibat
Penyakit ALS mengakibatkan sistem neuromuscular tidak berfungsi karena
kedua saraf motorik penderita ALS telah rusak. Seiring berjalannya waktu,
penyakit ALS menyebabkan saraf–saraf motorik yang berada di otak dan
batang tubuh mengecil, dan pada akhirnya menghilang. Akibatnya, otot – otot
tubuh tidak lagi mendapat sinyal untuk bergerak. Karena otot yang berada
dalam tubuh kehilangan pemasok nutrisinya, sehingga otot–otot yang menjadi
lebih kecil dan melemah. Saraf-saraf di dalam sistem neuromuscular yang
memberi nutrisi ke otot-otot tersebut terlokalisir, sehingga menyebabkan
tumbuhnya jaringan yang rusak mengantikan saraf–saraf yang normal
UMN
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong UMN.
Kelompok UMN berdasarkan anatomik dan fisiologis dibagi 2 :
- Susunan piramidalis
- Susunan ekstrapiramidalis
44 | P a g e
Susunan Piramidalis
Jaras piramidalis menghubungkan neuron dari korteks presentralis dengan
motor neuron di kornu anterior dan inti saraf otak motorik. Di korteks
presentralis terjadi penataan somatotopik, misalnya di medial belahan otak
terletak proyeksi tungkai dan kaki.
Serabut-serabut dari korteks presentralis menyusun lintasan piramidalis / traktus
piramidalis .
Jalan yang dilalui : Kapsula interna , Mesencephalon , Pons , Medulla
oblongata.
Sepanjang batang otak, serabut piramidalis menyilang garis tengah dan berakhir
di sekitar inti-inti motorik saraf otak kontralateral (III , IV , VI , VII , IX , X ,
XI , XII) . Serabut piramidalis lain meneruskan perjalanan ke medulla spinalis
dan berakhir di kornu anterior.
Tipe Kelumpuhan UMN = Perifer
Gejala :
Flasid
refleks physiologis menurun
refleks patologis negatif
atrofi otot (+)
Ciri-ciri Kelumpuhan Lower Motor Neuron/Perifer :
Atoni
Atrofi
Reflek patologi negatif
LMN
Neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada tahap perjalan terakhir
ke otot disebut LMN.
LMN menyusun inti saraf otak motorik dan inti radiks ventralis saraf spinal
yang terletak di kornu anterior medulla spinalis bila impuls tiba di motorneuron
à aktif à timbul gerak otot.
Motor End Plate
45 | P a g e
Yaitu penghubung antara unsur saraf dan otot dengan cara merubah gaya listrik
saraf menjadi gaya kimia saraf dengan mengaktifkan acethylcholine
(neurotransmitter) yang terdapat pada ujung-ujung akson.
46 | P a g e
STROKE
1. Suplai darah otak
Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak mengandung zat
makanan yang penting bagi fungsi normal otak. Aliran darah serebrum (CBF) terhenti
beberapa detik saja menyebabkan disfungsi serebrum, apabila berlanjut menimbulkan
hilangnya kesadaran, 4 – 6 menit penghentian total pasokan O2 menimbulkan
kerusakan otak irreversible.
CBF normal ± 50 mL/100 gr jaringan otak/menit. Apabila sebuah pembuluh
darah tersumbat, sirkulasi kolateral membantu mempertahankan CBF ke daerah
sistemik. Empat arteri besar yang mengalirkan darah ke otak, berasal dari arcus aorta,
yaitu dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arcus aorta bercabang menjadi arteri subclavia dan arteri carotis comunis.
A.subclavia bercabang menjadi A.carotis internus (bercabang lagi menjadi A.serebri
anterior dan A.serebri media).
A.vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramina transversus
vertebrae cervikalis. Sirkulasi anterior dengan sirkulasi posterior membentuk suatu
halo arteri yang disebut sebagai Sirkulus Willisi(A.serebri anterior, A.communis
anterior, A.carotis interna, A.communis posterior, A.serebri posterior).
Arteri – arteri yang memperdarahi otak bersifat konduktans atau penetrans.
A.carotis, A.serebri media dan A.serebri anterior, A.vertebralis, A.basilaris, A.serebri
posterior merupakan arteri konduktans yang menyalurkan makanan.
47 | P a g e
A.carotis dan cabangnya memperdarahi bagian terbesar dari hemisfer cerebrum.
A.vertebralis memperdarahi dasar otak dan serebellum.
2. Sirkulasi kolateral
Dapat terbentuk secara perlahan saat aliran normal ke suatu bagian menurun
atau terganggu. Sebagian besar sirkulasi kolateral melewati Sirkulus Willisi. Efek
sirkulasi kolateral adalah menjamin terdistribusinya darah ke otak sehingga menekan
iskemia jika terjadi penyumbatan di salah satu pembuluh darah otak.
Anomali Sirkulus Willisi terjadi pada hampir separuh populasi, lebih tinggi pada
pasien stroke, bergantung pada keadaan sirkulasi kolateral masing – masing orang.
3. Definisi
Definisi stroke menurut WHO adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler.
4. Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di eropa. diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di amerika
diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang
menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4,8 juta penderita
stroke yang bertahan hidup (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita
adalah 1.25 pada kelompok usia 55-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas
85 tahun (Llyoyd dkk, 2009)
5. Faktor resiko
1. Usia lanjut
2. Riwayat stroke dalam keluarga
3. Fibrilasi atrium
4. DM
5. Hipertensi
6. Kecanduan alcohol
7. Merokok
48 | P a g e
8. Obesitas
9. Kolesterol tinggi
10. Penyakit Jantung Koroner
11. Klasifikasi
Berdasarkan riwayat perkembangan dan evolusi gejala, stroke diklasifikasikan
menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.
1. Stroke Non-Hemoragik
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah
servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
arterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.
Arterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher
dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus
49 | P a g e
STROKENON HEMORAGIKLAKUNARAKIBAT TROMBUSAKIBAT EMBOLUSKRIPTOGENIKHEMORAGIKPERDARAHAN INTRASEREBRALPERDARAHAN SUBARACHNOID
KLASIFIKASI
yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak
arterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari loksa
penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi
pembuluh darah otak yang terkena
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable,
atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less
well documented) (Goldstein, 2006).
Obstruksi dapat disebabkan oleh thrombus yang terbentuk di dalam
pembuluh darah otak atau pembuluh darah organ distal, jika terlepas akan
menjadi embolus.
Penyebab stroke trombotik dan embolik primer :
1. Aterosklerosis
2. Keadaan hiperkoagulasi
3. Penyakit jantung struktural
Sumbatan aliran A.carotis interna biasanya terjadi pada orang berusia
lanjut, sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik pembuluh darah yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis.
Stroke lakunar Stroke trombotik Stroke embolik Stroke
kriptogenik
1. akiba
t pembuluh halus
hipertensif dan
merupakan infark
2. Sering
berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang
menyebabkan
4. Biasany
a berasal dari stroke
kardioembolik, yang
disebabkan fibralisi
6.Kelainan ini
sumbernya
“tersembuny
i”, kausa
50 | P a g e
yang terjadi akibat
oklusi
aterotrombotik
dari cabang
Sirkulus Willisi,
A. serebri media,
A.vertebralis, dan
A. basilaris.
penyempitan /
stenosis di A. carotis
interna
3. Biasanya
terjadi pada saat
pasien tidur, dimana
terjadi dehidrasi dan
penurunan dinamika
sirkulasi
atrium/infark
miokardium yang
mendahului
sumbatan mendadak
pembuluh besar
otak.
5. Embolus
mencapai otak
melalui A. carotis
dan A. vertebralis à
tanda dan gejala
tergantung di bagian
mana embolus
tersebut tersangkut.
tersebut
selama
beberapa
bulan/tahun
tetap tidak
jelas à baru
ketika
muncul
gejala
serupa,
kausanya
baru
diketahui.
7. STROKE HEMORAGIK
Stroke jenis ini dapat didiagnosis dengan CT-scan dan MRI. Dapat terjadi
apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Prevalensi stroke hemoragik sekitar 15 – 20%.
Stroke hemoragik ini dapat terjadi akibat pembuluh darah yang rupture yang
disebabkan oleh, antara lain :
Hipertensi
Gangguan perdarahan
Antikoagulan
Amfetamin, kokain à hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum /
subarachnoid
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan sereblum.
51 | P a g e
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat di dahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan
darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung,
perdarahan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplagia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal/umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan desrebrasi.
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.
Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala Klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak dramatis,
berlangsung dalam 1 - 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual. muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beebrapa
menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsangan meningen.
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan
pernafasan.
Tabel perbedaan perdarahan intraserebrum dan perdarahan subarakhnoid
Perdarahan intraserebrum (parenkimatosa) Perdarahan subarakhnoid
1. Akibat cedera vascular yang dipicu oleh 1. Dua kausa utama :
52 | P a g e
hipertensi dan rupture arteri
2. Biasanya terjadi pada saat pasien terjaga dan
aktif
3. Mengenai basal ganglia dan kapsula interna.
Ganglia basal memodulasi fungsi motorik
volunteer dan semua serat aferen dan eferen
di separuh korteks mengalami pemadatan
untuk masuk dan keluar kapsula interna à
deficit yang merugikan. Tanda khas
keterlibatan kapsula interna à hemiparesis
kontralateral.
4. Angka kematian ± 50%
5. Prognosis buruk pada perdarahan
infratentorium karena cepatnya tekanan
pada struktur vital di batang otak
6. Terapi utama :
7. Menurunkan TD
8. Melawan antikoagulasi
1. Rupture aneurisma vascular
2. Trauma kepala
3. Penyebab jarang à
Malformasi Arteri Vena
(MAV)
4. Aneurisma adalah kantong
yang terbentuk oleh lokalisasi dilatasi
dinding suatu arteri, vena.
5. MAV merupakan jaringan
kapiler yang mengalami malformasi
congenital.
6. Penentuan derajat PSA à
skala Hunt dan Hess
7. Skala Hunt dan Hess
I : asimptomatik; nyeri kepala dan kaku kuduk ringan
II : nyeri kepala sedang – parah; kaku kuduk; kelumpuhan saraf kranialis
III : mengantuk; deficit neurologic minimal
IV : stupor; hemiparesis sedang
V : koma dalam; rigiditas deserebrasi; penampakan darah
8. Patofisiologi
53 | P a g e
Keterangan :
1. Efek dari perfusi otak yang abnormal
2. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energy menyebabkan
penimbunan Na+ dan Ca2+ dalam sel serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel
sehingga terjadi depolarisasi.
54 | P a g e
3. Depolarisasi :
4. Penimbunan Cl- intrasel
5. Pembengkakan sel
6. Kematian sel
7. Meningkatkan pelepasan glutamate sehingga mempercepat kematian sel melalui
masuknya Na+ dan Ca2+
8. Penyumbatan pembuluh darah sebagai penyebab iskemia
1. serebri media
Merupakan lanjutan A.carotis interna, terletak di sebelah distal dari A.serebri
anterior
Distribusi : bagian terbesar permukaan lateral hemisfer – hemisfer serebrum
Lobus oksipitalis : untuk penglihatan, jika terjadi gangguan atau
penyumbatan A.serebri media, menyebabkan :
1. Deviasi ocular (kecenderungan sumbu pandang mata tidak pada garis
seharusnya, karena ketidakseimbangan otot)
2. Hemianopsia/hemianopia/radiasi optikus (gangguan penglihatan/kebutaan
pada serengah daerah lapangan penglihatan satu/kedua mata)
3. Lobus parietalis : untuk menerima dan mengolah masuka sensorik, seperti
sentuhan, tekanan, panas, dingin, nyeri serta kesadaran mengenai posisi
tubuh, jika terjadi gangguan atau penyumbatanA.serebri media, menyebabkan
:
4. Hemianestesia yaitu hilangnya sensasi oleh kerusakan saraf pada satu sisi
tubuh
5. Hemineglect yaitu gagal melakukan beberapa tugas atau fungsi pada salah
satu sisi tubuh
Lobus frontalis : untuk gerakan volunteer, terdapat daerah broca :
pembentukan bicara. Jika terdapat sumbatan pada A.serebri media, maka
akan menyebabkan :
1. Kelemahan otot
2. Gangguan bicara motorik dan sensorik
3. Spastisitas kontralateral
4. Hemiparesis
55 | P a g e
2. A. serebri anterior
Berasal dari A. carotis interna
Distribusi : hemisfer – hemisfer serebrum, kecuali lobus occipitalis
Lobus frontalis terganggu suplai darahnya :
Hemiparesisyaitu gangguan fungsi motorik pada suatu bagian akibat lesi pada
saraf, terjadi pada satu sisi tubuh
Kesulitan berbicara
Apraksia lengan kiri / kanan yaitu hilangnya kemampuan untuk melakukan
gerakan bertujuan yang sudah biasa dilakukan
Lobus parietalis terganggu suplai darahnya :
Deficit sensorik kontralateral
Korteks asosiasi limbic terganggu suplai darahnya :
1. Apatis karena penyumbatan bilateral A.serebri anterior
2. Tidak ada perasaan/emosi ; ketakacuhan
3. A. serebri posterior
Merupakan cabang terminal A.basilaris
Distribusi : aspek inferior hemisfer – hemisfer serebrum dan lobus
occipitalis
Lobus occipitalis terganggu suplai darahnya :
1. Hemianopsia kontralateral parsial (korteks visual primer)
2. Kebutaan, jika terjadi penyumbatan bilateral
Lobus temporalis bagian bawah (korteks asosiasi limbik) untuk motivasi,
ingatan, emosi, terganggu suplai darahnya :
Kehilangan memori
4. A. koroid anterior
Terletak di bagian distal A.serebri media
Distribusi :
56 | P a g e
Ganglia basalis : berpartisipasi pada proses motorik, termasuk ekspresi
emosi, integrasi impuls motorik dan sensorik dan pada proses kognitif. Apabila
terdapat gangguan atau sumbatan pada A.koroid anterior menyebabkan :
Hipokinesia yaitu penurunan aktivitas atau fungsi motorik secara abnormal
Kapsula interna : berada di antara thalamus dengan nucleus lentiformis,
berfungsi sebagai bagian otak tengah yang dilalui berbagai impuls motorik
untuk diteruskan ke pons dan medula oblongata, jika terjadi sumbatan arteri
koroid anterior menyebabkan :
Hemiparesis
Traktus optikus (lobus occipital) : jika terdapat sumbatan atau gangguan
pada A.koroid anterior menyebabkan :
Hemianopsia
5. A. komunikans posterior
Berasal dari A.cerebri posterior
Distribusi : Sirkulus Arteriosus Cerebri (Willisi)
Thalamus : berfungsi sebagian pengolahan sensorik primitive, jika terdapat
sumbatan pada A.komunikans posterior menyebabkan : Deficit sensorik
6. A. basilaris
Dibentuk melalui persatuan kedua A. vertebralis
Distribusi :
Truncus encephali : sebagai pengatur kardiovaskular, respirasi, pencernaan,
refleks otot
Cerebellum : untuk memelihara keseimbangan, koordinasi
gerakan/aktivitas otot volunteer
Cerebrum
Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik (lobus
parietalis), kontrok gerakan volunteer (lobus frontalis), bahasa (korteks
asosiasi parietalis-temporalis-occipitalis), sifat pribadi (lobus frontalis),
proses mental (lobus frontalis)
57 | P a g e
Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan lambat
dan menetap, serta penekanan pada gerakan yang tidak berguna.
Gangguan berupa penyumbatan total A.basilaris menyebabkan :
Paralisis semua ekstremitas yaitu gangguan atau kehilangan fungsi motorik
pada suatu bagian akibat lesi pada mekanisme saraf / otot, otot – otot mata,
serta koma
7. Cabang – cabang A.basilaris
A. pontis : banyak cabang ke turuncus encephali (mesensephalon, pons,
medula oblongata), jika terdapat gangguan atau penyumbatan arteri,
menyebabkan neuron-neuron tidak mendapatkan suplai darah secukupnya,
sehingga menyebabkan, antara lain :
Nervus V (trigeminus) : hilang sensasi nyeri dan suhu di bagian wajah
ipsilateral
Nervus VII (facialis) : mulut yang “jatuh”
Nervus X (vagus) : paralisis palatum molle dan takikardia
Nervus XII (hypoglossus) : paralisis otot lidah, DSB
A. inferior dan superior cerebelli : untuk memperdarahi cerebellum. Jika
terjadi sumbatan pada arteri ini, menyebabkan :
Pusing
Nystagmus yaitu gera cepat bola mata involunter
Hemiataksia yaitu kegagalan koordinasi otot
8. Tanda dan gejala
Baal atau lemas medadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama pada salah
satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan : seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat
pada satu/kedua mata
Bingung mendadak : tersandung selagi berjalan, pusing bergoyang
Hilang keseimbangan atau koordinasi
Nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas.
58 | P a g e
9. Diagnosa
Anamnesa
Awitan dan gejala awal
Perkembangan gejala
Riwayat TIA (Transient Ischemic Attack)
Pemakaian obat à kokain
Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang baru dihentikan
pemakaiannya. Contoh : penghentian mendadak obat antihipertensi klonidin
(Catapres)àhipertensi rebound yang berat.
Pemeriksaan fisik
Sistem pembuluh perifer
Lakukan auskultasi pada A. carotis untuk mencari adanya bising (bruit) dan
nadi di kedua lengan kemudian bandingkan.
Jantung
Auskultasi dan EKG. Murmur dan disritmia menandakan adnaya fibasi
atrium, infark miokardium akut à embolus obstruktif.
Retina
Ada atau tidaknya perdarahan retina, kalinan diabetes (berupa retinopati
karena penumpukan glukosa).
Ekstremitas
Ada atau tidaknya sianosis dan infark sebagai tanda embolus perifer.
Pemeriksaan neurologic
Sifat intactness untuk mengetahui letak dan luas stroke.
Pemeriksaan penunjang
CT - scan dan MRI
59 | P a g e
Sinar X-thorax : mendeteksi kardiomegali dan infiltrate paru yang
berkaitan dengan gagal jantung kongestif
Pungsi lumbal : pemeriksaan CSS, pada stroke hemoragik (perdarahn
subarakhnoid)
USG carotis : mendeteksi gangguan aliran darah carotis dan
memperbaiki causa stroke
Angiografi serebrum : kausa dan lokasi stroke. Dapat mengungkap lesi
ulseratif, stenosis, pembentukan thrombus di pembuluh besar, dll.
Doppler transkranium : menggabungkan citra dan suara à menilai aliran
dalam arteri dan mengidentifikasi stenosis yang mengancam aliran ke otak.
TEE (Ekokardiogram Transesofagus) : mendeteksi sumber
kardioembolus potensial.
10. Penatalaksanaan
Terapi efektif :
Aspirin yang diberikan dalam 48 jam
Terapi trombolitik yang diberikan dalam 3 jam
Perawatan intensif di unit stroke khusus dengan pemantauan EKG
Setelah periode akut stroke, maka diberikan terapi antihipertensi jangka panjang.
Terapi medis
Neuroproteksi
60 | P a g e
Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan dari strategi neuroprotektif.
Hipotermia adalah terapi neuroprotektif yang sudah lama digunakan pada
kasus trauma otak dan kasus stroke.
Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja
kebutuhan oksigen sel – sel neuron. Dengan demikian, neuron terlindung dari
kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas
yang dapat terjadi akibat jenjang glutamate yang biasanya timbul setelah
cedera sel neuron.
Pendekatan lain untuk mempertahankan jaringan adalah pemakaian obat
neuroprotektif. Banyak riset stroke yang meneliti obat yang dapat menurunkan
metabolisme neuron, mencegah pelepasan zat – zat toksik dari neuron yang
rusak, atau memperkecil respons hipereksitatorik yang merusak dari neuron –
neuron penumbra iskemik yang mengelilingi daerah infark pada stroke.
Antikoagulasi
Antikoagulan oral (INR 2,0 sampai 3,0) diindikasikan pada stroke yang
disebabkan oleh fibrilasi atrium. Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang
lebih tinggi (INR 3,0 sampai 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup
prostetik mekanis.
Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warfarin, maka
dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol
sebagai terapi antitrombotik awal untuk profilaksis stroke.
Trombolisis intravena
Untuk obat stroke iskemik akut adalah activator plasminogen jaringan (TPA)
bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap menjadi standar
perawatan untuk stroke akut dalam tiga jam pertama setelah awitan gejala.
Resiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan
intraserebrum.
61 | P a g e
Trombolisis intraarteri
Pemakaian trombolisis intraarteri untuk pasien dengan stroke iskemik akut
masih dalam penelitian.
Terapi perfusi
Pernah diuasahakan induksi hipertensi sebagai usaha untuk meningkatkan
tekanan darah arteri rata – rata sehingga perfusi otak dapat meningkat.
Pengendalian edema dan terapi medis umum
Edema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark serebrum iskemik. Terapi
konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum
normal atau sedikit meningkat.
Terapi bedah
Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastic yang masih menjalani uji
klinis dan dicadangkan untuk stroke yang paling massif. Pada prosedur ini,
salah satu sisi tengkorak diangkat (suatu hemikraniektomi) sehingga jaringan
otak yang mengalami infark edema mengembang tanpa dibatasi struktur
tengkorak yang kaku. Dengan demikian, prosedur ini mencegah tekanan dan
distorsi pada jaringan yang masih sehat dan struktur batang otak.
Endarterektomi karotis (CEA) dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi otak.
62 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Patofisiologi Sylvia jilid 2
2. Patofisiologi silbernaegl
3. Neurologi klinis dasar, prof. sidharta
4. http:// www.mayoclinic.com/health/stroke/DS00150
5. http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
6. http://www.scribd.com/doc/116350494/LMN-UMN
63 | P a g e