stroke non hemoragik

49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. 9 Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. 10 Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus. 11

Upload: ginger-davis

Post on 19-Jan-2016

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

stroke

TRANSCRIPT

Page 1: Stroke Non Hemoragik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

                                                                                                 

A.    Definisi

Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,

progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24

jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan

oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik.9

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang

berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada

umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat

atau kematian.10

Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di

satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh

bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau

organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.11

B.     Etiologi

Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik

yaitu trombosis serebri atau emboli serebri.12

Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,

biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur

dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul

progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.12

Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya

oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio

arteri karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan

Page 2: Stroke Non Hemoragik

ke dalam plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau

pelepasan materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai

mendadak, tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.12

C.    Klasifikasi

Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,

dapat di bagi dalam :

1. Stroke non hemoragik yang mencakup13

a.       TIA (Transient Ischemic Attack)

b.      Stroke in-evolution

c.       Stroke trombotik

d.      Stroke embolik

e.       Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor,

abses, granuloma.

2. Berdasarkan subtipe penyebab11

a.       Stroke lakunar

b.      Stroke trombotik pembuluh besar

c.       Stroke embolik

d.      Stroke kriptogenik

D.    Faktor risiko

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non

hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang

dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto mengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita

Page 3: Stroke Non Hemoragik

stroke menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan

diabetes melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.15,16

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :15,16

1. Usia

Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua

kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di

bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45

kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada

tentan umur 45-65 tahun.16,17

2. Jenis kelamin

Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih

banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan  perbedaan angka

kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih Utami

(2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko yang

terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis

kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non

hemoragik.16,18

3. Heriditer

Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit

jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke dalam

keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke

pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut

penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada

keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.5

Page 4: Stroke Non Hemoragik

4.      Ras atau etnik

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data sementara

di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa (khususnya

Yogyakarta).16

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

1. Riwayat stroke

Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun

kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.16

2. Hipertensi

Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali

ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non

hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang

dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari

140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena

mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga

mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.16,19

3. Penyakit jantung

Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi

jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke

adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di jantung

dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.16

Page 5: Stroke Non Hemoragik

4. (DM) Diabetes melitus

Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel

pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F

(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita

diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan

yang tidak menderita diabetes mellitus.16,5

5. TIA

Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat

iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat

penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di

perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika

diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam

3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima

tahun setelah serangan pertama.11,20

6. Hiperkolesterol

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.

Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis

penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga

lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini

menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas

sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas

tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya,

VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.

Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas

batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko

Page 6: Stroke Non Hemoragik

stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung

koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,

trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam

pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010), dari

penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida

4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.21,16,22

7. Obesitas

Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.

Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan

predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan

cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi

badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight

BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya adalah obesitas.16,23

8. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok

pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang

ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu

juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses

gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik

Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.16,5

E.     Patofisiologi

Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal

sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki

jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron

berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (1200-1400

Page 7: Stroke Non Hemoragik

gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50%

glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir

ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang

diperlukan untuk seluruh otak  adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di

salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan

sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi

arteri serebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke

bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya

sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior

membentuk suatu sirkulus Willisi.5,13

Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri

yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila

aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau

kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu

menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan

masih  terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik

yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah

yang memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :11

1.       Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan

thrombosis.

2.      Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau

hiperviskositas darah.

3.      Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari

jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Page 8: Stroke Non Hemoragik

Gambar 2.1. Sirkulus Willisi. 11

Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan

terjadinya kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak

mendapat suplai darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik,

sensorik, fungsi luhur, yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang

terkena.

F.     Gejala klinis

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di

otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat

gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan,

menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak

Page 9: Stroke Non Hemoragik

terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang

dapat di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu :5,9,24

Tabel 2.1. Skala koma Glasgow.9

Buka mata (E) Respon motorik (M) Respon verbal (V)

1.       Tidak ada respons 1.       Tidak ada gerakan 1. Tidak ada suara

2. Respons

dengan

rangsangan

nyeri

2.       Ekstensi abnormal 2. Mengerang

3. Buka mata

dengan

perintah

4. Fleksi abnormal3.       Bicara kacau

5. Buka mata

spontan

5. Menghindari

nyeri

4.       Disorientasi tempat

dan waktu

6. Melokalisir

nyeri

5.       Orientasi baik dan

sesuai

7. Mengikuti

perintah

                             

            Penilaian skor skala koma Glasgow :

a.       Koma (GCS = 3-8)

b.      Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)

c.       Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)

Page 10: Stroke Non Hemoragik

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik

(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta

simpang siur, gangguan nervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi,

salvias), fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi)  yang merupakan sifat khas

manusia, dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar) :5,13

1.      Disekuilibrium yaitu keseimbangan tubuh yang terganggu yang terlihat seseorang

akan jatuh ke depan, samping atau belakang sewaktu berdiri

2.      Diskoordinasi muskular yang diantaranya, asinergia, dismetria dan seterusnya.

Asinergia ialah kesimpangsiuran kontraksi otot-otot dalam mewujudkan suatu corak

gerakan. Dekomposisi gerakan atau gangguan lokomotorik dimana dalam suatu

gerakan urutan kontraksi otot-otot baik secara volunter atau reflektorik tidak

dilaksanakan lagi. Disdiadokokinesis tidak biasa gerak cepat yang arahnya

berlawanan contohnya pronasi dan supinasi. Dismetria, terganggunya memulai dan

menghentikan gerakan.

3.      Tremor (gemetar), bisa diawal gerakan dan bisa juga di akhir gerakan

4.      Ataksia berjalan dimana kedua tungkai melangkah secara simpangsiur dan kedua

kaki ditelapakkanya secara acak-acakan. Ataksia seluruh badan dalam hal ini badan

yang tidak bersandar tidak dapat memelihara sikap yang mantap sehingga bergoyang-

goyang.

Page 11: Stroke Non Hemoragik

Tabel 2.2. Gangguan nervus kranial.25

Nervus kranial Fungsi Penemuan klinis

dengan lesi

I: Olfaktorius Penciuman Anosmia (hilangnya daya

penghidu)

II: Optikus Penglihatan Amaurosis

III:

Okulomotorius

Gerak mata; kontriksi

pupil; akomodasi

Diplopia (penglihatan

kembar), ptosis;

midriasis; hilangnya

akomodasi

IV: Troklearis Gerak mata Diplopia

V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit

kepala, dan gigi; gerak

mengunyah

”mati rasa” pada wajah;

kelemahan otot rahang

VI: Abdusen Gerak mata Diplopia

VII: Fasialis Pengecapan; sensasi

umum pada platum dan

telinga luar; sekresi

kelenjar lakrimalis,

submandibula dan

sublingual; ekspresi wajah

Hilangnya kemampuan

mengecap pada dua

pertiga anterior lidah;

mulut kering; hilangnya

lakrimasi; paralisis otot

wajah

VIII:

Vestibulokoklearis

Pendengaran;

keseimbangan

Tuli; tinitus(berdenging

terus menerus); vertigo;

nitagmus

IX:

Glosofaringeus

Pengecapan; sensasi

umum pada faring dan

telinga; mengangkat

palatum; sekresi kelenjar

Hilangnya daya

pengecapan pada

sepertiga posterior lidah;

anestesi pada farings;

Page 12: Stroke Non Hemoragik

parotis mulut kering sebagian

X: Vagus Pengecapan; sensasi

umum pada farings, laring

dan telinga; menelan;

fonasi; parasimpatis untuk

jantung dan visera

abdomen

Disfagia (gangguan

menelan) suara parau;

paralisis palatum

XI: Asesorius

Spinal

Fonasi; gerakan kepala;

leher dan bahu

Suara parau; kelemahan

otot kepala, leher dan

bahu

XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan

lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita stroke

non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri  akan

mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula

sebaliknya dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non

hemoragik yang mengalami hemiparesesi dupleks akan mengakibatkan terjadinya

kelemahan pada kedua bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan

kelumpuhan.26

Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke

di Rumah Sakit Haji Medan  di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti

oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese

dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke

otak mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang

tercantum dan disebut sindrom neurovaskular :5,11

Page 13: Stroke Non Hemoragik

1.      Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)

a.       Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat

insufisiensi arteri retinalis

b.      Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria

serebri media

c.       Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria

serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin mengenai

wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif karena

keterlibatan daerah bicara motorik Broca.

2.      Arteri serebri media (tersering)

a.       Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)

b.      Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral

c.       Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang

berkaitan dengan bicara dan komunikasi

d.      Disfasia

3.      Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)

a.       Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai

b.      Defisit sensorik kontralateral

c.       Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis

4.      Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)

a.       Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas

b.      Meningkatnya reflek tendon

c.       Ataksia

d.      Tanda Babinski bilateral

e.       Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo

f.        Disfagia

Page 14: Stroke Non Hemoragik

g.      Disartria

h.      Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah

i.        Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi

j.        Gangguan penglihatan dan pendengaran

5.      Arteri serebri posterior

a.       Koma

b.      Hemiparese kontralateral

c.       Afasia visual atau buta kata (aleksia)

d.      Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

G.    Pemeriksaan fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial,

memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan

beratnya defisit neurologi yang dialami, pemeriksaan neurologik terdiri dari penilaian

hal-hal berikut ini :25

1.      Status mental

a.       Tingkat kesadaran

b.      Bicara

c.       Orientasi

d.      Pengetahuan kejadian-kejadian mutakhir

e.       Pertimbangan

f.       Abstraksi

g.      Kosakata

h.      Respons emosional

i.        Daya ingat

j.        Berhitung

k.      Pengenalan benda

l.        Praksis (integrasi aktivitas motorik).

Page 15: Stroke Non Hemoragik

2.      Nervus kranial

a.       Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung

pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung kemudian

di suruh membedakan bau.

b.      Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan

oftalmoskopi.

c.       Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.

d.      Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri,

kanan, lateral, diagonal.

e.       Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek kornea dengan

menempelkan benang tipis ke kornea yang normalnya pasien akan menutup mata,

Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada

pipi.

f.       Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping

kiri dan kanan.

g.      Nervus fasialis di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap pada dua pertiga

anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.

h.      Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan, dan

pengetahuan tentang posisi tubuh.

i.        Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah

anestesi pada farings mulut kering sebagian.

j.        Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.

k.      Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus

sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di

berikan si pemeriksa.

l.        Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar

jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.

Page 16: Stroke Non Hemoragik

3.      Fungsi motorik

a.       Masa otot bisa dengan inspeksi.

b.      Kekuatan otot, dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan,

bandingkan dengan sisi yang lain. Sekala yang lazim digunakan yaitu 0: tidak ada

kontraksi, 1: hanya ada sedikit kontraksi, 2: gerakan yang dibatasi oleh gravitasi, 3:

gerakan melawan gravitasi, 4: gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan, 5:

gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh (normal).

c.       Tonus otot dengan membandingkan gerakan pasif pada otot itu bandingkan dengan

sisi yang lain, lesi neuron motorik atas terjadi peningkatan tonus tetapi sebaliknya lesi

pada neuron motorik bawah menyebabkan penurunan tonus otot.

4.      Reflek

Ada dua jenis reflek yang di periksa yaitu reflek renggang, atau tendo profunda, dan

reflek superfisial.  Reflek renggang diantaranya yaitu reflek biseps, brakioradialis,

triseps, patela dan achiles bisa dinilai berdasarkan sekala 0-4+  yaitu 0: tak ada

respon, 1+: berkurang, 2+: normal, 3+: meningkat, 4+: hiperaktif. Jika reflek

hiperaktif merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis, kelainan elektrolit,

hipertiroidisme dan kelainan metabolik, sedangkan jika reflek berkurangnya reflek

merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Reflek superfisial yang

abnormal yaitu reflek babinski, reflek chaddock, reflek openheim. Reflek babinski

untuk menguji radiks saraf pada lumbal lima sampai sacrum dua, dengan menggores

bagian telapak kaki bagian lateral dari tumit  ke arah pangkal jari-jari kaki

melengkung ke medial, maka akan terjadi dorsifleksi ibu jari kakai dengan

penyebaran jari-jari lainya. Reflek chaddock akan terjadi dorsofleksi ketika sisi lateral

kaki di gores. Reflek openheim dengan penekanan tulang kering yang akan

menyebabkan dorsofeksi ibu jari kaki.

Page 17: Stroke Non Hemoragik

5.      Fungsi sensorik

a.       Sentuhan ringan

b.      Sensasi nyeri

c.       Sensasi getar

d.      Propriosepsis (sensasi posisi)

e.       Lokalisasi taktil.

6.      Fungsi serebelar

a.      Tes jari ke hidung jika terjadi gangguan di serebelum maka akan melewati sasaran

secara terus menerus dan kadang di sertai tremor.

b.      Tes tumit kelutut, pasien di suruh menggeserkan tumit suatu ekstremitas bawah

menuruni tulang kering ekstremitas bawah lainya dengan dimulai dari lutut, dalam

keadaan penyakit serebelum tumitnya bergoyang-goyang dari sisi ke sisi.

c.       Gerakan yang berganti-ganti dengan cepat.

d.      Tes Romberg dengan cara menyuruh pasien berdiri di depan pemeriksa, dengan

kaki di rapatkan sehingga kedua tumit dan jari-jari kaki saling bersentuhan tes ini

positif jika pasien mulai bergoyang-goyang dan harus memindahkan kakinya untuk

keseimbangan.

e.       Gaya berjalan. Hemiplegi cenderung menyeret kakinya. parkinson cenderung

berjalan dengan langkah pendek, diseret, kepala membungkuk dengan punggung

membungkuk dan tergesa-gesa. Ataksia serebelum berjalan dengan langkah kaki

berdasar lebar, kedua kakinya sangat jauh terpisah ketika berjalan. Foot drop dengan

gaya berjalan seperti menampar yang khas. Ataksia sensoris yaitu berjalan dengan

langkah-langkah yang tinggi.

Page 18: Stroke Non Hemoragik

H.    Pemeriksaan laboratorium dan teknik pencitraan

Pemeriksaan laboratorium standar biasanya di gunakan untuk menentukan

etiologi yang mencakup urinalisis, darah lengkap, kimia darah, dan serologi.

Pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan etiologi yaitu pemeriksaan

kadar gula darah, dan pemeriksaan lipid untuk melihat faktor risiko dislipidemia :

1.      Gula darah

Tabel 2.3. Kadar glukosa darah.9

Kriteria diagnostik DM

Bukan

DM

(mg/dl)

Belum pasti

DM (mg/dl)

DM

(mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma Vena <110 110 – 199  >200

Darah kapiler <90 90 – 199 >200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110 – 125 >126

Darah <90 90 – 109 >110

Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat

hipertensi. Gatler menyatakan bahwa penderita stroke aterotrombotik di jumpai 30%

dengan diabetes mellitus. Diabetes melitus mampu menebalkan pembuluh darah otak

yang besar, menebalnya pembuluh darah otak akan mempersempit diameter

pembuluh darah otak dan akan mengganggu kelancaran aliran darah otak di samping

itu, diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan

pembuluh darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.5,26

2.      Profil lipid

Page 19: Stroke Non Hemoragik

Tabel 2.4. Kadar Lipid Serum Normal.22

Kolesterol Total (mg/dl)

Optimal < 200

Diinginkan 200 –239

Tinggi ≥240

LDL

Optimal < 100

Mendekati optimal 100 –129

Diinginkan 130 –159

Tinggi 160 –189

Sangat tinggi ≥190

HDL

Rendah < 40

Tinggi ≥ 60

Trigliserida

Optimal < 150

Diinginkan 150 –199

Tinggi 200 –449

Sangat tinggi ≥500

LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. LDL

merupakan komponen utama kolesterol serum yang menyebabkan peningkatan risiko

aterosklerosis, HDL berperan memobilisasi kolesterol dari ateroma yang sudah ada

dan memindahkannya ke hati untuk diekskresikan ke empedu , oleh karena itu kadar

HDL yang tinggi mempunyai efek protektif dan dengan cara inilah kolesterol dapat di

turunkan, namun penurunan kadar HDL merupakan faktor yang meningkatkan

terjadinya aterosklerosis dan stroke.22

Page 20: Stroke Non Hemoragik

Pemeriksaan lain yang dapat di lakukan adalah dengan menggunakan teknik

pencitraan diantaranya yaitu :27,11

1.      CT scan

Untuk mendeteksi perdarahan intra kranium, tapi kurang peka untuk mendeteksi

stroke non hemoragik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT scan dapat

memberi hasil tidak memperlihatkan adanya kerusakan hingga separuh dari semua

kasus stroke non hemoragik.20

2.      MRI (magnetic resonance imaging)

Lebih sensitif dibandingkan dg CT scan dalam mendeteksi stroke non hemoragik

rigan, bahkan pada stadium dini, meskipun tidak pada setiap kasus. Alat ini kurang

peka dibandingkan dengan CT scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium

ringan.20

3.      Ultrasonografi dan MRA (magnetic resonance angiography)

Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi (menggunakan gelombang

suara untuk menciptakan citra), MRA digunakan untuk mencari kemungkinan

penyempitan arteri atau bekuan di arteri utama, MRA khususnya bermanfaat untuk

mengidentifikasi aneurisma intrakranium dan malformasi pembuluh darah otak.20

4.      Angiografi otak

Merupakan penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X ke dalam

arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan

pembuluh-pembuluh darah di leher dan kepala.20

I.       Penatalaksanaan

      Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non  hemoragik

yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6

jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam

menentukan hasil akhir pengobatan.9

Page 21: Stroke Non Hemoragik

1.      Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

a.      Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)

menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen activator).

Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal,

tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang

fasilitasnya lengkap.

b.      Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang

diantaranya yaitu :

1)      Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan

hindari cairan hipotonik.

2)      Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah trombosis

yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai

kegagalan perfusi.

3)      Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama

adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri

antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.

c.       Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi

dengan heparin.

2.      Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut

a.       Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di

berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di

pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.

b.      Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia

miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin

0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg

drips dalam 12 jam.

Page 22: Stroke Non Hemoragik

c.       Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak

dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah

satu hal berikut :

1)      Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis seperti,

iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati),

nefropati hipertensif, diseksi aorta.

2)      Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang

15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata

>140 mmHg.

3)      Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah

sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.

Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus

dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan

lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid

intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3

ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif

lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah

yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin

drips.

d.      Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau

radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan pernafasan atau

stroke dalam evolusi.

e.       Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.

f.       Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler

atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.

g.      Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000

unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa

tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :

1)      Kemungkinan besar stroke kardioemboli

Page 23: Stroke Non Hemoragik

2)      TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis

3)      Stroke dalam evolusi

4)      Diseksi arteri

5)      Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non

hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau

trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal

satu tahun.

Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang

adekuat sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga

pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat

pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan

melalui selang lambung atau intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat

untuk pengobatan penyakit serebrovaskular, obat-obatan ini dapat dikelompokkan

atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat trombosit dan

trombolitika  :27

1.      Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan

pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang

termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.28

2.      Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit

sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering

ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,

dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.28

3.      Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3

jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat

yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan

reteplase.28

Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang

muncul sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan

Page 24: Stroke Non Hemoragik

pengontrolan perkembangn kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan

pemulihan dan rehabilitasi sendiri di rumah dengan bantuan anggota keluarga dan

ahli terapi. Penelitian yang dilakukan Sri Andriani (2008) terhadap 281 pasien stroke

di Rumah Sakit Haji Medan  di dapatkan 60% berobat jalan, 23,8% meninggal dan

sisanya pulang atas permintaan sendiri. 28,5

J.      Komplikasi

Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non

neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-

komplikasi tersebut yaitu :9

1.      Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara

agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah

pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai

hasil kultur.

2.      Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat

dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau

memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal

ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.

3.      Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis

(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri dan

harus di hindari.

4.      Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini  dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari

sejak onset stoke :

a.       < 50 mg/dl             : dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

b.      50-100 mg/dl         : dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam

c.       100-200 mg/dl       : pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat

d.      200-250 mg/dl       : insulin 4 unit intravena

e.       250-300 mg/dl       : insulin 8 unit intravena

f.       300-350 mg/dl       : insulin 12 unit intravena

Page 25: Stroke Non Hemoragik

g.      350-400 mg/dl       : insulin 16 unit intravena

h.      > 400 mg/dl           : insulin 20 unit intravena

5.      Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam

6.      Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur

dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari, pemendekan

tendo achiles di lakukan splin tumit untuk mempertahankan pergelangan kaki dalam

posisi dorsofleksi.

7.      Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di

lakukan neurorestorasi dini.

8.      Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau

fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.

9.      Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan

pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini

mungkin bila pasien sudah sadar.

K.    Pencegahan

      Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,

alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin,

kokain dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan.

Menggendaliakan hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular

aterosklerotik lainya. Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.9

      Pencegahan skunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko seperti

hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan obat

hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral,

dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok,

hindari kegemukan dan kurang gerak.9

Pencegahan Stroke

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang

dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

Page 26: Stroke Non Hemoragik

1. Pencegahan Primordial

Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi

individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat

dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang

bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat

menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat

dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan

informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik

dan billboard.

2. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi

individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat

bebas stroke, antara lain:

a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-

obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.

b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.

c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium, infark

miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vascular aterosklerotik

lainnya.

d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah-

buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan beralih pada

makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak

serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada

tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak

berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai

obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar antara 80-320

Page 27: Stroke Non Hemoragik

mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor resiko penyakit

jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi

koagulopati yang lain.

b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit

kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap

asetosal (aspirin).

c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat

antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat

hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat

antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti

mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

4. Pencegahan Tertier

Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke agar

kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi ketergantungan

pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier

dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan

diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara

dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.

a. Rehabilitasi Fisik

Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses

pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah

fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti

masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta

mobilitas di tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational

Therapist atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan

aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang

ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan

penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat

berkomunikasi dengan orang lain.

Page 28: Stroke Non Hemoragik

b. Rehabilitasi Mental

Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang dapat

mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak

bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan

mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi.

Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan

konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.

c. Rehabilitasi Sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke

menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan

perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan

memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan

sosial.

L.     Prognosis

      Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis

yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi

bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80%

pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat

kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode

akut, sekitar satu setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara

sekitar 15% memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap

tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau

125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak

28,5% penderita stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian

maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan

kecacatan.29,30,31,32

Page 29: Stroke Non Hemoragik

DAFTAR PUSTAKA

Irdawati. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Kekuatan Otot Pada Pasien

Stroke Non-Hemoragik Hemiparese Kanan Dibandingkan Dengan Hemiparese Kiri.

Media Medika Indonesia. Surakarta, 2008.

Rambe AS. Sekilas Tentang Definisi, Penyebab, Efek, Dan Faktor Risiko.

Departemen Neurologi FK-USU. Medan .2009.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18925. (4 januari 2012)

Situmorang MH. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Yang Meninggal di RSU

Dr. Pirngadi Medan.FKM USU. Medan. 2009.

Utami DN. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stroke Pada Penderita

Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Seputih Banyak Lampung Tengah Tahun

2009. PSIK-UNIMAL. Bandar Lampung, 2009.

Sinaga SA. Karakteristik Penderita Stroke Rawat Inap Di Rumah Sakit Haji Medan

Tahun 2002-2006. FKM USU. Medan. 2008.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16617. (3 januari 2012).

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.Riset kesehatan dasar 2007.Jakarta.2008.

Hudak, Gallo. Modified National Institute of Health Stroke Scale for Use in Stroke

Clinical Trials. USU Digital Library. 2006.

Page 30: Stroke Non Hemoragik

RSUD Abdul Moloek. Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek 2010. Lampung, 2010.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran

FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.

Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis

Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.

http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf      (1 januari 2012)

Price SA & Wilson LM. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 2.

EGC.  Jakarta. 2006: 1110-19.

Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.

Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.

2010: 290-91.

Noeryanto M. Masalah-masalah Dalam Stroke Akut, Temu Regional Neurologi,

Universitas Diponegoro. Semarang, 2002.dalam Standard Pelayanan Minimal

Tatalaksana Stroke Non Hemoragik Fase Akut Dan Pfevensi Skunder.2011.

http://standar-pelayanan-minimal-tatalaksana.html (1 januari 2012).

Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat

Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM

UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?

action=4&idx=3745. (1 februari 2012).

Page 31: Stroke Non Hemoragik

Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada Usia

Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.

Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang

Dirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.

Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita Stroke

Di Rsud Kabupaten Kudus.FK UNDIP.Semarang.2002.

http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf (3 februari 2012)

Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.

Feigin V. Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. PT

Bhuana Ilmu Populer. Jakarta. 2011: 29-30.

Price SA & Wilson LM. Patofisiologi , Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit jilid 1.

EGC.  Jakarta. 2006: 580-81.

Kristofer D. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke Di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009.FK USU.medan.2010.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21421 (1 januari 2012)

Andaka D. Normalkah Body Mass Index (BMI) Anda?.2008.

http://www.andaka.com/normalkah-body-mass-index-bmi-anda.php.(1 januari 2012)

Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk

Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut Atau

Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.

Page 32: Stroke Non Hemoragik

Swartz MH,   Buku Ajar Diagnostic Fisik, EGC, Jakarta,2002: 359-98.

Januar R. Karakteristik Penderita Stroke Non Hemorage Yang Di Rawat Inap Di

RSU Herna Medan Tahun 200.FKM USU.Medan.2002.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14569 (1 januari 2012)

Rubenstein D, Waine D & Bradley J. Kedokteran Klinis Edisi Ke 6,Penerbit

Erlangga. Jakarta. 2005: 98-99.

Rambe AS. Obat Obat Penyakit Serebrovaskular. FK USU. Medan. 2002.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3458. (3 januari 2012).

Giraldo, elias. Stoke ischemic.2010. http://www.merck.com/mmpe/sec16/

ch211/ch211b.html. (23 januari 2012)

Goldstein LB. Stroke Ischemic.2010. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/

ency/article/000726.htm. (23 januari 2012)

Yayasan Stroke Indonesia. Stroke Non Hemoragik. Jakarta. 2011.

http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250 (23 januari 2012)

Artikel Kedokteran. Stroke Non Hemoragik.2011.http://stroke-non hemoragik.html.

(25 desember 2011)

Notoatmodjo, Soekidjo, Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka Cipta, Jakarta,

2005.

Page 33: Stroke Non Hemoragik

Arikunto, S, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,

2006.

Pujarini LA. Dislipidemia pada Penderita Stroke dengan Demensia di RS Dr.

Sardjito Jogjakarta. Yogyakarta. 2007

Soebroto L. Hubungan Antara Kadar LDL Kolesterol Pada Penderita Stroke di

Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. USM. Surakarta. 2010

Darmawan A. Hiperglikemia dan Aterosklerosis Arteri Karotis Interna pada

Penderita Pasca Stroke Iskemik. UNDIP. Semarang. 2010.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4511117_0126-1762.pdf    

(2 februari 2012)