makalah autis 2013 fix

45
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme sebuah sindrom gangguan perkembangan sistem syaraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak – kanak hingga masa – masa sesudahnya. Ironisnya, sindrom tersebut membuat anak – anak yang menyandangnya tidak mampu menjalin hubungan sosial secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua arah (Wijayakusuma, 2004) Varian symptom yang dimiliki oleh setiap anak dengan sindrom autisme berbeda – beda. Ada varian symptom yang ringan dan ada juga yang berat. Akan tetapi, secara umum dapat dispesifikasikan kedalam tiga hal yang mencakup kondisi mental, kemampuan berbahasa serta usia si anak. Sebagai sindrom, autisme dapat disandang oleh seluruh anak dari berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survai yang diambil dari beberapa negara menunjukan bahwa 2 – 4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang austime dengan rasio perbandingan 3 : 1 untuk anak laki – laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan menyandang sindrom autisma dibandingkan anak perempuan. Bahkan diprediksikan oleh para ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun 2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan populasi anak di seluruh dunia. Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien “AUTISME” 1

Upload: faoidh-nol-yoljunghanda-yusriwa

Post on 28-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Autis 2013 Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Autisme sebuah sindrom gangguan perkembangan sistem syaraf

pusat yang ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak – kanak

hingga masa – masa sesudahnya. Ironisnya, sindrom tersebut membuat

anak – anak yang menyandangnya tidak mampu menjalin hubungan

sosial secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua

arah (Wijayakusuma, 2004)

Varian symptom yang dimiliki oleh setiap anak dengan sindrom

autisme berbeda – beda. Ada varian symptom yang ringan dan ada juga

yang berat. Akan tetapi, secara umum dapat dispesifikasikan kedalam

tiga hal yang mencakup kondisi mental, kemampuan berbahasa serta

usia si anak.

Sebagai sindrom, autisme dapat disandang oleh seluruh anak dari

berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survai yang diambil dari beberapa

negara menunjukan bahwa 2 – 4 anak per 10.000 anak berpeluang

menyandang austime dengan rasio perbandingan 3 : 1 untuk anak laki –

laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki – laki lebih rentan

menyandang sindrom autisma dibandingkan anak perempuan. Bahkan

diprediksikan oleh para ahli bahwa kuantitas anak autisme pada tahun

2010 akan mencapai 60 % dari keseluruhan populasi anak di seluruh

dunia.

Survei menunjukkan, anak-anak autisme lahir dari ibu-ibu kalang-

an ekonomi menengah keatas. Ketika dikandung asupan gizi ke ibunya

tidak seimbang.

Sejak autisme mulai dapat dijabarkan dan dikenal mendunia,

berbagai jenis penyembuhan telah dilakuan. Beberapa implementasi

penyembuhan tersebut bukan hanya bersifat psikis, tetapi juga fisik,

mental, emosional hingga fisiologis. Tetapi penyembuhan yang diterap-

kanpun dilakukan dengan berbagai varian teknik, diantaranya teknik bela-

jar dan bermain yang dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal.

Dari beberapa jenis terapi yang telah diimplementasikan secara

meluas, ada yang melibatkan peran serta orang tua dan ada juga yang

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

1

Page 2: Makalah Autis 2013 Fix

tidak. Ada yang dapat dilakukan sendiri oleh orang tua dirumah dan ada

juga terapi yang memerlukan bantuan sejumlah ahli atau terapis. Inti dari

sejumlah terapi tersebut dimaksudkan untuk mengeliminir berbagai

symptom yang diperlihatkan oleh seorang anak autisme yang tentunya

dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkatan sindrom yang

disandang anak.

Yang terpenting, terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme

hendaknya tetap melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuan-

nya agar setiap orang tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang

dicapai anak autisma mereka dalam setiap fase terapi. Dengan kata lain,

orang tua tidak hanya memasrahkan perbaikan anak autisme kepada

para ahli atau terapis tetapi juga turut menentukan tingkat perbaikan yang

perlu dicapai oleh sianak. Dengan demikian, akan terbentuk suatu ikatan

emosional yang lebih kuat antara orang tua dengan anak autismenya dan

hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan emosional dan mental

si anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Yang melatar belakangi pembuatan askep yang berjudul autisme

yaitu adanya penugasan dari dosen mata kuliah keperawatan jiwa dan

keingintahuan kami mengenai konsep dasar dan askep autisme itu

sendiri.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apakah definisi dari autisme ?

1.2.2. Ada berapa pengelompokan autisme ?

1.2.3. Bagaiman etiologi autisme ?

1.2.4. bagaimana karakteristik autisme ?

1.2.5. Bagaimana penatalaksanaan autisme ?

1.2.6. bagaimana askep autisme ?

1.3. Tujuan

1. Tujuan umum

Pembaca dapat memahami mengenai konsep dasar dan askep

autisme.

2. Tujuan khusus

Setelah membaca askep ini, pembaca mampu :

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

2

Page 3: Makalah Autis 2013 Fix

1. Menjelaskan definisi dari autisme

2. Menjelaskan pengelompokan autisme

3. Menjelaskan penatalaksanaan autisme

4. Menjelaskan karakteristik autisme

5. Menjelaskan etiologi autisme

6. Menjelaskan askep autisme

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

3

Page 4: Makalah Autis 2013 Fix

BAB II

KONSEP TEORI

2.1. Definisi

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir

ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk

hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut

terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas

dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).

Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan

kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat

tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305)

Autisme adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan sistem

syaraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak ketika masa kanak –

kanak hingga masa – masa sesudahnya. Ironisnya, sindrom tersebut

membuat anak – anak yang menyandangnya tidak mampu menjalin

hubungan social secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin

komunikasi dua arah (Wijayakusuma, 2004)

2.2. Epidemiologi

Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autisme semakin tinggi.

Dua puluh tahun yang lalu hanya 2 sekitar 1 dari 10.000 anak kena autis.

Lima tahun yang lalu 1 dari 1000, satu tahun yang lalu 1 dari 166 anak,

dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap tahun timbul sekitar 9000 anak

autis baru (Dwinoto, 2008).Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta,

hingga saat ini belum diketahui persis jumlah anak autis namun

diperkirakan dapat mencapai 150 -200 ribu orang. Perbandingan laki dan

perempuan 4 : 1, namun pasien anak perempuan akan menunjukkan

gejala yang lebih berat.Sebagai sindrom, autisme dapat disandang oleh

semua anak dari berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survai dari

beberapa Negara menunjukkan bahwa 2 - 4 anak per 10.000 anak

berpeluang menyandang autis dengan rasio 3 : 1 untuk anak laki-laki dan

perempuan; anak laki-laki lebih rentan menyandang sindrom autisme

dibandingkan anak perempuan (Sari, 2009).Anak laki-laki memiliki

hormon testosteron yang mempunyai efek yang bertolak belakang

dengan hormon estrogen pada perempuan, hormon testosteron

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

4

Page 5: Makalah Autis 2013 Fix

menghambat kerja RORA (retinoic acid-related orphan receptor-alpha)

yang berfungsi mengatur fungsi otak, sedangkan estrogen meningkatkan

kinerja RORA (Darmawan, 2009)

2.3. Pengelompokan Autisme

Dr. Faisal Yatim mengelompokan autisme menjadi 3 kelompok,

yaitu :

1. Autisme Persepsi

Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme

internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir.

2. Autisme Reaksi

Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih besar

(6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki memasuki tahap berfikir logis.

Tetapi bisa juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama.

Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan

tertentu berulang – ulang dan kadang – kadang disertai kejang –

kejang.

3. Autisme yang Timbul Kemudian

2.4. Etiologi

Danuatmaja (2003) menyebutkan beberapa hal yang diduga

menjadi faktor penyebab terjadinya autisme, yaitu antara lain :

a. Gangguan Susunan Saraf Pusat

Ditemukan kelainan neuroanatomi (anatomi susunan saraf pusat)

pada beberapa tempat didalam otak anak autis. Banyak anak autis

mengalami pengecilan otak kecil, terutama pada lobus VI-VII. Seharus-

nya, dilobus VI-VII banyak terdapat sel purkinje. Namun, pada anak au-

tis jumlah sel purkinje sangat kurang. Akibatnya, produksi serotonin ku-

rang, menyebabkan kacaunya proses penyaluran informasi antar-otak.

Selain itu, ditemukan kelainan struktur pada pusat emosi di dalam

otak sehingga emosi anak autis sering terganggu. Penemuan ini mem-

bantu dokter menentukan obat yang lebih tepat. Obat-obatan yang ba-

nyak dipakai adalah dari jenis psikotropika yang bekerja pada susunan

saraf pusat. Hasilnya menggembirakan karena dengan mengkonsumsi

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

5

Page 6: Makalah Autis 2013 Fix

obat-obatan ini pelaksanaan terapi lainnya lebih mudah. Anak lebih mu-

dah untuk diajak bekerja sama.

b. Gangguan Sistem Pencernaan

Ada hubungan gangguan pencernaan dengan gejala autis. Tahun

1997, seorang pasien autis, Parker Beck, mengeluhkan gangguan pen-

cernaan yang sangat buruk. Ternyata, ia kekurangan enzim sekretin.

Setelah mendapat suntikan sekretin, Beck sembuh dan mengalami ke-

majuan yang luar biasa (Budhiman, 2002). Kasus ini memicu penelitian-

penelitian selanjutnya pada gangguan metabolism pencernaan.

Contoh Konkritnya adalah Peradangan Dinding Usus

Berdasarkan pemeriksaan endoskopi atau peneropongan

usus pada sejumlah anak autis yang memiliki pencernaan buruk

ditemukan adanya peradangan usus pada sebagian besar anak

(Budhiman, 2002). Dr. Andrew ahli pencernaan asal Inggris, men-

duga peradangan tersebut disebabkan virus, mungkin virus cam-

pak. Itu sebabnya, banyak orangtua yang kemudian menolak

imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) karena diduga menjadi

biang keladi autis pada anak. Temuan Wakefield diperkuat sejum-

lah riset ahli medis lainnya.

Namun teori ini hingga sekarang masih kontroversial menge-

nai vaksinasi MMR yang diberikan pada usia 15 bulan, juga teori

penggunaan antibiotik, stres, merkuri dan berbagai toksin yang

ada di lingkungan. Tetapi semua mungkin hanya merupakan

pemicu saja, yang bias terjadi pada anak yang sudah mempunyai

riwayat genetik. Di antara berbagai teori tersebut, teori yang

berhubungan dengan diet sampai sekarang masih ramai

dibicarakan (Sari, 2009).

c. Faktor genetika.

Ditemukan 20 gen yang terkait dengan autisme. Namun, gejala

autisme baru muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. bias saja

autisme tidak muncul, meski anak membawa gen autisme. Jadi perlu

faktor pemicu lain.Hasil penelitian terhadap keluarga dan anak kembar

menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembang-

an autisme. Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36 – 89 %,

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

6

Page 7: Makalah Autis 2013 Fix

sedang pada anak kembar dua telur 0 %. Pada penelitian terhadap

keluarga ditemukan 2,5 – 3 % autisme pada saudara kandung, yang

berarti 50 - 100 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi normal

(Masra, 2002)

d. Keracunan logam berat.   

Berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada rambut dan

darah ditemukan kandungan logam berat dan beracun pada banyak

anak autis. Diduga, kemampuan sekresi logam berat dari tubuh

terganggu secara genetik. Penelitian selanjutnya menemukan logam

berat seperti arsenik (As), antimoni (Sb), kadmium (Cd), raksa (Hg),

dan timbal (Pb) adalah racun otak yang sangat kuat. Tahun 2000, Sallie

Bernard, ibu dari anak autis, menunjukan penelitiannya, gejala yang

diperlihatkan anak-anak autis sama dengan keracunan merkuri.

Dugaan ini diperkuat dengan membaiknya gejala autis setelah anak-

anak mlakukan terapi kelasi (merkuri dikeluarkan dari otak dan tubuh

mereka) (Budhiman, 2002)

e. Alergi.

Beberapa penelitian menunjukkan keluhan autisme dipengaruhi

dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena manifestasi

alergi. Dari penelitian yang pernah dilakukan, dilaporkan bahwa

autisme berkaitan erat dengan alergi (Judarwanto, 2004).

Penelitian lain menyebutkan setelah dilakukan eliminasi makanan

beberapa gejala autisme tampak membaik secara bermakna. Hal ini

dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan

adanya perbaikan gejala pada anak autisme yang menderita alergi,

setelah dilakukan penanganan eliminasi diet alergi. Beberapa laporan

lain mengatakan bahwa gejala autisme semakin memburuk bila

manifestasi alergi muncul (Judarwanto, 2004).

f. Teori disfungsi metabolik.

Amino phenolik banyak ditemukan di berbagai makanan, dan

dilaporkan  bahwa komponen utamanya dapat menyebabkan terjadinya

gangguan tingkah laku pada pasien autis. Makanan yang mengandung

amino phenolic itu adalah : terigu (gandum), jagung, gula, coklat,

pisang, apel. Sebuah publikasi dari Lembaga Psikiatri Biologi

menemukan bahwa anak autis mempunyai kapasitas rendah untuk

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

7

Page 8: Makalah Autis 2013 Fix

menggunakan berbagai komponen sulfat sehingga anak-anak tersebut

tidak mampu memetabolisme komponen amino phenolic. Komponen

amino phenolic merupakan bahan baku pembentukan neurotransmiter;

jika komponen tersebut tidak dimetabolisme baik akan terjadi akumulasi

katekolamin yang toksik bagi saraf.

g. Teori infeksi kandida.

Ditemukan beberapa Strain candida di saluran pencernaan dalam

jumlah sangat  banyak saat menggunakan antibiotik yang nantinya

akan menyebabkan terganggunya flora normal anak. Laporan

menyebutkan bahwa infeksi Candida albicans berat bisa dijumpai pada

anak yang banyak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung

yeast dan karbohidrat, karena pada makanan tersebut Candida dapat

tumbuh subur. Makanan jenis ini dilaporkan menyebabkan anak

menjadi autis. Penelitian sebelumnya menemukan adanya hubungan

antara beratnya infeksi Candida albicans dengan gejala-gejala

menyerupai autis, seperti gangguan berbahasa, gangguan tingkah laku

dan penurunan kontak mata. (Adams and Conn, 1997). Tetapi Dr

Bernard Rimland, seorang peneliti terkemuka di bidang autis,

mengatakan bahwa sampai sekarang hubungan antara keduanya

kemungkinannya masih sangat kecil.

h. Teori kelebihan opiod dan hubungan gluten dan protein kasein.

Teori ini mengatakan bahwa pencernaan anak autis terhadap

kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah

sampai polipeptida. Polipeptida dari kedua protein tersebut terserap ke

dalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin di otak anak. Di

membran saluran cerna kebanyakan pasien autis ditemukan pori-pori

yang tidak lazim, yang diikuti dengan masuknya peptida ke dalam

darah. Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan

berikatan dengan reseptor opioid C dan D. Reseptor tersebut

berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet sangat ketat bebas

gluten dan kasein menurunkan kadar peptida opioid serta dapat

mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Dengan demikian

implementasi diet merupakan terobosan yang baik untuk memperoleh

kesembuhan pasien.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

8

Page 9: Makalah Autis 2013 Fix

Protein gluten terdapat pada terigu, sereal, gandum yang biasa

dipakai dalam pembuatan bir serta gandum hitam sedangkan protein

kasein ditemukan mempunyai aktivitas opiod saat protein tidak dapat

dipecah.

Dari penelitian Whiteley, Rodgers, Savery dan Shattock (1999), 22

anak autis mendapat diet bebas gluten selama 5 bulan dibandingkan

dengan 5 anak autis yang tetap diberi diet mengandung gluten dan 6

pasien autis yang digunakan sebagai kelompok kontrol. Setelah 3

bulan, pada diet bebas gluten terjadi perbaikan verbal dan komunikasi

non verbal, pendekatan afektif, motorik, dan kemampuan anak untuk

perhatian serta tidur jadi lebih baik. Sedangkan pada kelompok

makanan yang masih mengandung gluten justru semuanya memburuk.

Meskipun penelitian ini masih menggunakan jumlah pasien yang sangat

kecil, tapi cukup bisa diterima sampai sekarang.

Pentingnya penanganan diet pada pasien autis tak kalah

pentingnya dari farmakoterapi dan fisioterapi, untuk itulah masalah

alergi makanan pada anak dengan gangguan spektrum autisme harus

dilakukan secara holistik. 

2.5. Tanda dan Gejala

Secara umum ada beberapa gejala autisme, yang akan tampak

semakin jelas saat anak mencapai usia 3 tahun, yaitu :

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti

terhambat bicara, mengeluarkan kata-kata dalam bahasanya sendiri

yang tidak dapat dimengerti, echolalia, dan ssering meniru dan

mengulang kata tanpa ia mengerti maknanya.

2. Gangguan dalam interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata,

tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, dan lebih suka

bermain sendiri.

3. Gangguan pada bidang perilakuyang terlihat dan adanya perilaku yang

berlebih (excesive) dan kekurangan (deficient), seperti impulsive,

hiperaktif, repetitive, namun dilain waktu terkesan pandangan yang

sama dan monoton. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda

tertentu, seperti gambar, karet, dan lain-lain, yang dibawanya kemana-

mana.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

9

Page 10: Makalah Autis 2013 Fix

4. Gangguan pada bidang perasaan/emosi, seperti kurangnya empati,

simpati dan toleransi. Kadang-kadang tertawa dan marah sendiri tanpa

sebab yang nyata dan sering mengamuk tanpa kendali bila tidak

mendapatkan apa yang ia inginkan.

5. Gangguan dalam persepsi sensoris seperti mencium-cium dan

menggigit mainan atau benda, bila mendengar suara tertentu langsung

menutup telinga, tidak menyukai rabaan dan pelukan, dan seterusnya.

Gejala-gejala tersebut di atas tidak harus ada semua pada setiap

anak autisme, tergantung dari berat ringannya gangguan yang diderita

anak (Wardhani, 2008)

Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3) dengan minimal 2

gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3)

1) Gangguan kualitatif dalam interaksi social yang timbal balik. Minimal

harus ada dua gejala dari gejala – gejala dibawah ini :

a) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak

mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik

kurang tertuju.

b) Tak bias bermain dengan teman sebaya.

c) Tak ada empati

d) Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional

yang timbal balik.

2) Gangguan kuantitatif dalam bidang komunikasi, minimal harus ada

satu gejala dari gejala dibawah ini :

a) Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak

berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara

non-verbal

b) Bila anak bicara maka bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi

c) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang

d) Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat

meniru.

3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam

prilaku, minat dan kegiatan, minimal harus ada satu gejala dari gejala

dibawah ini :

a) Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang khas

dan berlebihan

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

10

Page 11: Makalah Autis 2013 Fix

b) Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas yang tak

ada gunanya

c) Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang

d) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda

4) Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan

dalam bidang:

a) Interaksi social

b) bicara dan berbahasa

c) cara bermain yang monoton dan kurang variatif

5) Bukan disebabkan oleh Rett Syndrome atau gangguan Disintegrasi

Masa Kanak

Handojo (2008) menyebutkan dari kelainan anatomis dan fungsi dari

bagian otak, maka timbulah gejala yang dapat kita amati. Baik ICD – 10

1993 (International Classification of Diseases) dari WHO maupun DSM – IV

(Diagnostic and Statistical Manual) 1995, dari grup Psikiatri Amerika,

keduanya menetapkan kriteria yang sama untuk autisme anak.

Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :

a. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara)

dan non verbal yang tidak atau kurang berkembang mereka

tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu dan istilah yang

didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi

potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan

kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial

abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan

berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan

bicara cukup bagus namun masih dipengaruhi, dapat

memperagakan kapasitas intelektual yang memadai. Anak

austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan

bakat orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan

waktu untuk bermain sendiri.

b. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang

mencolok, minat yang sempit, keasyikan dengan bagian-

bagian tubuh.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

11

Page 12: Makalah Autis 2013 Fix

c. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya,

menatap pada objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut

dan mencolok saat dewasa dimana anak tercenggang dengan

objek mekanik.

d. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan

anak untuk memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai

perubahan), anak menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan

dari suatu objek, dan dapat diramalkan .

e. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.

f. Kontak mata minimal atau tidak ada.

g. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan,

pengunyahan benda, dan menggosok permukaan

menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap

rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan

kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang

mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas pada

rangsangan lain.

h. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif

tampak pada emosional

i. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata

secara tepat) saat berbicara, pembalikan kata ganti pronomial,

berpuisi yang tidak berujung pangkal, bentuk bahasa aneh

lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk

berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan

kecakapan pada umur 2 tahun.

j. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam

retardasi secara fungsional.

k. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan

tangan dan mengedipkan mata, wajah yang menyeringai,

melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

2.6. Karakteristik

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini

dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik

dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

12

Page 13: Makalah Autis 2013 Fix

1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami

bahasa.

2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di

sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.

4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang

dikenali.

5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku

yang tertentu. Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat

beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi,

dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak

'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya

sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat

(echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi

umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit

memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu

terdapat individualitas yang unik dari individu-individu

penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan

pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan

peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child

Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan

5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :

1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan

2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk,

dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan

3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan

4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di

usia 24 bulan

5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada

usia tertentu

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak

tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan

autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan

evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog,

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

13

Page 14: Makalah Autis 2013 Fix

Pediatric, Terapi   Wicara , Paedagog dan profesi lainnya yang memahami

persoalan autisme.

2.7 Cara Mengetahui Autisme pada Anak Sejak Dini

Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan :

a. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.

b. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.

c. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah,

diteka, saat bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi

normal.

Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya.

a. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau

menjadi tegang bila diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak

bersemangat dalam permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye),

anak tidak berupaya menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada

bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi,

menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak

terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.

b. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-

benda, disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain

sebagai benda atau alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau

sebaliknya tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua

orang tuanya.

c. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak

merasa sangat terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari.

Bila anak akhirnya mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia

(mengulang-ulang apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah

beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang

aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas

(walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi

bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

Ciri yang khas pada anak yang austik :

a. Defisit keteraturan verbal.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

14

Page 15: Makalah Autis 2013 Fix

b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.

c. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau

dipikirkan orang lain).

Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:

a. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.

b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.

c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel

dan tidak imajinatif.Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3

tahun.

2.8 Penatalaksanaan Autisme

1. Terapi Perilaku

Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied

Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari

University of California Los Angeles (UCLA) (Rudy, 2007). Dalam terapi

perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif

setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak

ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak

berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali

maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut.

Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk

berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif

(atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan (Muhardi, 2009).

Dalam suatu penelitian dikatakan dengan terapi yang intensif  selama 1-2

tahun, anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan

fungsi adaptasinya lebih tinggi dibanding kelompok anak yang tidak

memperoleh terapi intensif.

Bahkan pada akhir terapi sekitar 42% dapat masuk ke sekolah

umum (Gamayanti, 2003). Menurut Sutadi (2003), walaupun tidak bisa

disembuhkan 100 persen, autis dapat dilatih melalui terapi sedini mungkin

sehingga ia bisa tumbuh normal. Alasannya karena hasil penatalaksa-

naan terapi setelah usia lima tahun akan berjalan lebih lambat.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

15

Page 16: Makalah Autis 2013 Fix

2. Terapi Biomedik

Terapi biomedik merupakan penanganan secara biomedis melalui

perbaikan metabolism tubuh serta pemberian obat-obatan oleh dokter

yang berwenang, vitamin dan obat yang dianjurkan adalah vitamin B6,

risperidone, dll (Veskarisyanti, 2008). Sedangkan menurut Handojo

(2008), obat- obatan yang dipakai terutama untuk penyandang autisme,

sifatnya sangat individual dan perlu berhati-hati. Dosis dan jenisnya

sebaiknya diserahkan kepada Dokter Spesialis yang memahami dan

mempelajari autisme (biasanya Dokter Spesialis Jiwa Anak). Baik obat

maupun vitamin hendaknya diberikan secara sangat berhati-hati, karena

baik obat maupun vitamin dapat memberikan yang tidak diinginkan.

Vitamin banyak dicampurkan pada nutrisi khusus, karena itu telitilah

lebih dahulu sebelum membeli dan memberikannya kepada penyandang

autisme. Terapi biomedik tidak menggantikan terapi‐terapi yang telah ada,

seperti terapi perilaku, wicara, okupasi dan integrasi sensoris. Terapi

biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan memperbaiki “dari

dalam”. Dengan demikian diharapkan bahwa perbaikan akan lebih cepat

terjadi (Muhardi, 2009).

3. Terapi Integrasi Sensori

Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk mengolah dan mengar-

tikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun ling-

kungan, dan kemudian menghasilkan respons yang terarah.

Disfungsi dari integrasi sensoris atau disebut juga disintegrasi

sensoris berarti ketidak mampuan untuk mengolah rangsang sensoris

yang diterima. Gejala adanya disintegrasi sensoris bisa tampak dari :

pengendalian sikap tubuh, motorik halus, dan motorik kasar. Adanya

gangguan dalam ketrampilan persepsi , kognitif, psikososial, dan

mengolah rangsang. Namun semua gejala ini ada juga pada anak dengan

diagnosa yang berbeda (Handojo, 2008).

4. Terapi Okupasi

Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam

perkembangan motorik halus. Gerak‐geriknya kaku dan kasar, mereka

kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

16

Page 17: Makalah Autis 2013 Fix

memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain

sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih

mempergunakan otot ‐otot halusnya dengan benar (Muhardi, 2009).

5. Psikoterapi

Psikoterapi merupakan terapi khusus bagi anak autisme yang

dalam pelaksanaannya harus meibatkan peran aktif dari orang tua.

Psikoterapi menggunakan teknik bermain kreatif verbal dan non verbal

yang memungkinkan orang tua lebih mendekatkan diri kepada anak

autisme mereka dan lebih mengenal lagi berbagai kondisi anak secara

mendetail guna membantu proses penyembuhan anak.

6. Terapi Diet

a. Diet bebas gluten dan bebas kasein. Pada umumnya, orangtua mulai

dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari

makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein. Gluten

adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput”

seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi

kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan

sejenis. Sedangkan jenis bahan makanan sumber kasein adalah susu

sapi segar (mengandung 80% kasein), susu skim, tepung susu, dan

produk olahan susu seperti, keju, mentega, margarine, krim, yoghurt,

es krim (Hariyadi, 2009).

Meskipun masih kontroversial namun teori adanya kelainan peptida di

otak yaitu ditemukannya gliodorphin dan casomorphin, adanya zat

tersebut pada penderita dapat dideteksi dengan pemeriksaan tes

peptida urin dimana ditemukan zat sejenis opioid yang merupakan

hasil pencernaan yang tidak sempurna dari gluten dan kasein

(Prabaningrum & Wardhani, 2008). Hal ini yang mendasari diet bebas

gluten dan kasein bagi penyandang autisme karena gluten dan kasein

dapat menjadi racun / toksik bila dikonsumsi (Veskarisyanti, 2008).

Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan

menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala. Pada

umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok

orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

17

Page 18: Makalah Autis 2013 Fix

Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet khusus biasanya

dapat dilihat dalam waktu antara 1‐3 minggu. Menghindari makanan

sumber gluten dan kasein meningkatkan perbaikan 65% anak autis.

Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada

kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi

makanan seperti sebelumnya (Muhardi, 2009). Hasil penelitian oleh

Ishak (2008), menyebutkan bahwa terdapat pengaruh pemberian diet

terhadap perkembangan anak autisme. Sedangkan menurut Hyman

(2010), tidak ada efek khusus pada perkembangan prilaku dengan

terapi diet bebas gluten dan kasein dikatakan juga diet gluten dan

casein tidak berkaitan dengan sifat agresif penderita autisme dan

kinerja usus mereka, dikarenakan banyak faktor yang

mempengaruhinya, sehingga harus diketahui terapi mana yang paling

sesuai dan efektif pada masing-masing anak.

Didalam penelitan Hyman (2010), responden penelitian tidak

mengalami perubahan dalam pola aktivitas dan frekuensi tidur. Anak-

anak menunjukkan peningkatan kecil dalam sosial, bahasa dan minat

setelah diberikan terapi  gluten dan kasein dan diukur gejala yang

timbul dengan Ritvo Freeman Real Life Rating Scale namun tidak

mencapai signifikansi statistic

b. Diet bebas zat aditif. Zat aditif terdiri dari  pewarna, penambah rasa

sintetis, aspartam, nitrat pada makanan, dan pestisida yang mungkin

ada dalam makanan dapat memperparah keadaan anak autis

(Hariyadi, 2009). Contoh bahan makanan yang mengandung zat aditif

adalah sosis, kornet, chicken nugget dan lain-lain. Beberapa zat

pewarna merusak DNA yang menyebabkan mutasi genetik.

Sedangkan zat penambah rasa seperti MSG dapat mempengaruhi

saraf otak (Sunartini, 2003).

c. Diet bebas fenol dan salisilat. Sejak The Feingold Diet (salah satu jenis

pengaturan pola makan) diperkenalkan banyak orang melihat bahwa

salisilat mempunyai efek buruk bagi penyandang autisme. Bahan

makanan yang harus dihindari adalah almond, apel, tomat, mangga

muda dan alpokat. Efek yang dimungkinkan dari bahan makanan yang

mengandung salisilat dapat memperberat kebocoran usus (Budhiman,

2002). Diet bebas fenol dimaksudkan untuk menghindari jenis bahan

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

18

Page 19: Makalah Autis 2013 Fix

makanan yang memerlukan ion sulfat untuk metabolisme karena dapat

memperburuk sistem pencernaan. Khusus bagi anak autisme, bahan

makanan ini berupa jus apel, jus jeruk, coklat, dan anggur merah

(Hariyadi, 2009).

d. Pemberian suplemen makanan. Selain pengaturan pola makan,

disarankan juga untuk mengkonsumsi berbagai suplemen bagi anak

autisme. Suplemen-suplemen tersebut adalah vitamin C, mineral Zn,

enzim, melatonin (semacam hormone untuk memperbaiki jam biologis

tubuh) dan kalsium (Budhiman, 2002).

Faisal Yatim pun memberikan tip – tip untuk mengelola penderita

anak autisme, berikut ini :

a. Menentukan terlebih dulu masalah penyimpangan perilaku dan

perilaku yang mana kira – kira yang perlu ditingkatkan

b. Menentukan berapa seringnya penyimpangan perilaku

tersebut

c. Menentukan apa faktor pencetus timbulnya penyimpangan

perilaku tersbut

d. Menentukan perubahan mana yang perlu untuk meningkatkan

atau mengurangi penyimpangan perilaku

e. Meyakinkan dan mengusahakan agar semua pihak yang

terlibat ikut peduli dengan program tersebut

f. Memeriksa dan mengusahakan agar semua program yang

direncanakan bisa berjalan dengan konsisten

g. Mengadakan penilaian program secara teratur dan jangan

terlalu mengharapkan hasilnya dalam waktu singkat

h. Mengadakan modifikasi atau menghentikan program setelah

hasil yang anda harapkan tercapai, ingat, beberapa jenis

kelainan perilaku tidak mudah untuk diubah. Salah seorang

ahli manganjurkan 3 bulan setelah program dilaksanakan baru

dilakukan penilaian apakah berhasil atau gagal

i. Memberikan permainan rutin dan tetep merupakan jenis

pengobatan bagi anak autisme, yang bisa mengurangi

kecemasan dan meningkatkan rasa aman dalam dunianya

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

19

Page 20: Makalah Autis 2013 Fix

j. Bergaul akrab dengan penderita, menuntun dalam berjalan,

misalnya waktu berekreasi juga dianjurkan oleh para

professional. Pengobatan secara psikologi dan bermain

termasuk yang dianjurkan.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

20

Page 21: Makalah Autis 2013 Fix

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas pasien

2. data subyektif dan obyektif

a. Kegagalan untuk membentuk hubungan antar pribadi, dicirikan oleh

sifat tidak responsif pada orang; kurangnya kontak mata dan sifat

responsif pada wajah, pengabaian atau keengganan terhadapa kasih

sayang dan kontak fisik. Pada awal masa kanak-kanak, ada kegagalan

untuk mengembangkan kerjasama dalam bermain dan persahabatan.

b. kelainan pada komunikasi (verbal dan non verbal), dicirikan oleh tidak

adanya bahasa atau jika dikembangkan, sering adanya struktur

gramatik yang tidak matang, penggunaan kata-kata yang tidak benar,

ekolalia atau ketidakmampuan untuk menggunakan batasan-batasan

abstrak. Ekspresi non verbal yang menyertai bisa menjadi tidak sesuai

atau tidak ada.

c. Respon-respon kacau terhadap lingkungan, dicirikan oleh perlawanan

atau reaksi-reaksi perilaku yang ekstrem terhadap peristiwa-peristiwa

kecil, kasih sayang yang mengganggu pikiran yang tidak normal

terhadap benda-benda aneh, perilaku - perilaku yang ritualisitik.

d. Rasa tertari yang ekstrem terhadap benda-benda yang bergerak (mis,

kipas angin, kereta api). Minat khusus terhadap musik, bermain-main

dengan air, kancing atau bagian dari tubuh.

e. Tuntutan yang tidak beralasan terhadap keharusan untuk mengikuti

kebiasaan sehari-hari dengan rincian yang tepat (Misalnya : menuntut

keharusan untuk selalu mengikuti rute yang sama apabila pergi

berbelanja).

f. Kesusahan yang terlihat terhadap perubahan-perubahan pada aspek-

aspek yang sepele dari lingkungan (misalnya : Apabila vas bunga

dipindahkan dari tempat biasanya).

g. Gerakan-gerakan tubuh stereotip (Misalnya : menjetik - jentikan tangan

atau memilin - milin tangan, berputar - putar, gerakan seluruh tubuh

yang kompleks).

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

21

Page 22: Makalah Autis 2013 Fix

3. Pemeriksaan penunjang :

Darah, urine dan faeces untuk mengetahui :

Gangguan pencernaan

Jamur/parasit / bakteri di dalam usus

Alergi makanan

Peptide / morphin dalam urine

Kelainan genetik

Kerusakan sel & pembuluh darah otak

auto imunitas

Mineral & logam berat (Pb, Cad, Hg, As, Ai)

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

22

Page 23: Makalah Autis 2013 Fix

3.2 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Umum

No.Diagnosa

keperawatan

Tujuan dan kriteria

hasilIntervensi Rasional

1. Kerusakan Interaksi

Sosial Berhubungan

Dengan Gangguan

konsep diri

Tujuan:

Jangka pendek

Pasien akan men-

demonstrasikan ke-

percayaan pada se-

orang pemberi pera-

watan

Jangka panjang

Pasien akan memu-

lai interaksi-interaksi

sosial (fisik, verbal,

nonverbal) dengan

pemberi perawatan

saat pulang

1) Kaji pola interaksi antara pasien

dan orang lain

2) Berikan informasi tentang sumber-

sumber dikomunitas

3) Berikan anak benda-benda yang

dikenal (misalnya mainan kesuka-

an

4) Sampaikan sikap yang hangat,

1) Dengan mengetahui pola

interaksi antara pasien dan

orang lain dapat menentukan

seberapa jauh kerusakan

interaksi sosial yang klien alami

serta memudahkan pemilihan

intervensi yang tepat

2) Informasi tentang sumber-

sumber komunikasi yang tepat

dapat membantu pasien atau

meningkatkan interaksi sosial

setelah pemulangan

3) Benda-benda ini memberikan

rasa aman dalam waktu-waktu

aman bila anak merasa distres

4) Karakteristik-karakteristik ini

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

23

Page 24: Makalah Autis 2013 Fix

Kriteria hasil :

i. Menunjukan

partisipasi

bermain

ii. Menunjukan

keterampilan

interaksi sosial

iii. Menunjukan

perkembangan

anak

iv. Menunjukan

keterlibatan

sosial

dukungan, dan kebersediaan keti-

ka pasien berusaha untuk meme-

nuhi kebutuhan-kebutuhan dasar-

nya.

5) Mulai dengan penguatan yang

positif pada kontak mata, perkenal-

kan secara berangsung-angsur de-

ngan sentuhan, pelukan.

meningkatkan pembentukan

dan mempertahankan hubung-

an saling mempercayai

5) Pasien autistik dapat merasa

terancam oleh suatu rangsang-

an yang gencar pada pasien ti-

dak terbiasa

2. Kerusakan komunkasi

verbal berhubungan

dengan Stimulasi

sensorik yang tidak

sesuai

Tujuan :

Jangka pendek

Pasien akan mem-

bentuk kepercayaan

dengan seorang

pemberi perawatan

1) Kaji dan dokumentasikan tentang

pasien menyangkut komunikasi

2) Instruksikan kepada pasien dan

1) Hasil pengkajian perihal komuni-

kasi klien diharapkan dapat me-

ngetahui karakteristik komunikasi

yang digunakan oleh pasien dan

seberapa jauh kerusakan komu-

nikasi yang klien alami.

2) Alat bantu bicara sejauh ini efektif

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

24

Page 25: Makalah Autis 2013 Fix

Jangka panjang

Pasien telah mem-

buat cara-cara

untuk mengkomuni-

kasikan (secara ver-

bal dan non verbal )

kebutuhan-

kebutuhan dan

keinginan –

keinginan kepada

staf dengan pelak-

sanaan

Kriteria hasil :

Pasien dapat me-

nunjukan kemam-

puan komunikasi

keluarga tentang penggunaan alat

bantu bicara

3) Gunakan posisi berhadapan, ber-

tatapan, untuk menyampaikan

ekspresi-ekspresi non verbal yang

benar

4) Berikan perawatan dalam sikap

yang rileks tidak terburu-buru,dan

tidak menghakimi.

untuk memudahkan pasien untuk

menyampaikan komunikasinya

3) Kontak mata mengekspresikan

minat yang murni terhadap dan

hormat kepada seseorang

4) Bentuk perawatan seperti ini me-

mungkinkan kita sebagai perawat

untuk memahami tindakan dan

komunikasi pasien serta dapat

melakukan perawatan secara

efektif

3. gangguan indentitas

pribadi berhubungan

dengan Stimulasi

sensorik yang tidak

Tujuan :

Jangka pendek

Pasien akan

menyebutkan

1) Bantu anak dalam menyebutkan

bagian-bagian tubuhnya

1) Dengan klien mengetahui bagian-

bagian tubuhnya setelah dilaku-

kannya kegiatan ini dapat me-

ningkatkan kewaspadaan anak

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

25

Page 26: Makalah Autis 2013 Fix

sesuai bagian-bagian tubuh

diri sendiri dan

bagian-bagian tubuh

dari pemberi

perawatan

Jangka panjang

Pasien akan

membentuk identi-

tas ego (ditunjukan

oleh kemampuan 

untuk mengenali

fisik dan emosi diri

terpisah dari orang

lain) saat pulang.

Kriteria hasil :

Menunjukan identi-

tas dengan meng-

ungkapkan pengu-

atan identitas priba-

2) Tingkatkan kontak fisik secara

tahap demi tahap menggunakan

sntuhan sampai kepercayaan anak

telah terbentuk

3) Beritahu orang tua tentang pen-

tingnya perhatian dan dukungan

mereka terhadap konsep diri yang

positif pada perkembangan anak-

nya

terhadap diri sebagai sesuatu

yang terpisah dari orang lain

2) Kontak fisik yang tergesa-gesa

dapat diinterprestasikan sebagai

suatu ancaman oleh pasien

3) Dukungan perhatian dan konsep

diri dari orang-orang terdekat

terutama orang tua dapat me-

ningkatkan pencapaian harga diri

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

26

Page 27: Makalah Autis 2013 Fix

di

4. Resiko tinggi terha-

dap mutilasi diri ber-

hubungan dengan

reaksi-reaksi yang

histeris terhadap

perubahan-perubahan

pada lingkungan

Tujuan:

Jangka Pendek

Pasien tampak te-

nang, mendemons-

trasikan perilaku -

perilaku alternatif

(misalnya : memulai

interaksi antara diri

dengan perawat)

sebagai respon

terhadap

kecemasan.

Jangka Panjang

Pasien tidak akan

melukai diri

Kriteria Hasil :

Menunjukan

penahanan mutilasi

1) Kaji respon pasien terhadap

lingkungan untuk menentukan jika

ada stresor yang dapat menye-

babkan tindakan mencederai diri

2) Tindakan untuk melindungi anak

apabila perilaku-perilaku mutilatif

diri, seperti mamukul-mukul/

membentur-benturkan kepala atau

perilaku-perilaku histeris lainnya

menjadi nyata

3) Gunakan alat-alat protektif untuk

mencegah tindakan mencederai

diri

1) Respon-respon yang pasien

tunjukkan terhadap efek-efek

lingkungan tertentu dapat

berpeluang terjadinya tindakan

mencederai diri yang dilakukan

oleh klien

2) Perawat bertanggung jawab

untuk menjamin keselamatan

pasien

3) Alat-alat yang bersifat protektif

sangat diperlukan untuk memi-

nimalisir cedera akibat tindakan

memukul-mukul kepala, sarung

tangan untuk mencegah

menarik-narik rambut, dan pem-

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

27

Page 28: Makalah Autis 2013 Fix

diri dengan mencari

bantuan ketika ingin

merasa mecederai

diri ,tidak membawa

peralatan untuk

mencederai diri

4) Bekerja pada dasar satu perawat

untuk satu anak

5) Tawarkan diri kepada anak selama

waktu-waktu meningkatnya anise-

tas

berian bantalan yang sesuai un-

tuk melindungi ekstremitas ter-

luka selama terjadinya gerakan-

gerakan histeris yang klien

lakukan.

4) Dengan prinsip satu perawat

satu anak dapat membentuk ke-

percayaan anak pada perawat

tersebut, lebih-lebih sulitnya

membangun komunikasi efektif

pada anak dengan autis

5) Ketika klien mengalami pening-

katan ansietas sangat penting

sekali sosok pendamping yang

dekat atau telah mendapat ke-

percayaan dari klien karena da-

pat menurunkan kebutuhan pa-

da perilaku-prilaku mutilasi diri

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

28

Page 29: Makalah Autis 2013 Fix

dan memberikan rasa aman

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

29

Page 30: Makalah Autis 2013 Fix

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Autisme adalah anak yang mengalami gangguan berkomunikasi dan

berinteraksi social serta mengalami gangguan sensoris,pola bermain dan

emosi. Penyebabnya karena antar jaringan otak tidak sinkron. Ada yang

maju pesat, sedangkan yang lainnya biasa-biasa saja. Penyebab autisme

sangat kompleks, tak lepas dari factor genetika dan lingkungan social.

Terapi penyembuhan yang diterapkan dilakukan dengan berbagai

varian tehnik, diantaranya tehnik belajar dan bermain yang dapat dilakukan

secara vebal maupun non verbal, dengan melibatkan orang tua dan ada juga

yang tidak.

Inti dari sejumlah terapi tersebut dimaksudkan untuk mengeliminir

berbagai symptom yang diperlihatkan oleh seorang anak autisme yang

tentunya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkatan sindrom yang

disandang anak.

Autisme masa kanak kanak adalah gangguan perkembangan yg

sangat kompleks. Prevalensi masih sedang meningkat dgn pesat, Timbulnya

gejala seringkali dicetuskan oleh penyebab organ biologis. Para Profesional

harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan supaya dapat bekerja

samamelakukan pengobatan yg tepat dan terpadu.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

30

Page 31: Makalah Autis 2013 Fix

DAFTAR PUSTAKA

Sacharin, r.m.1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. EGC: Jakarta

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Ilmu kesehatan anak volume 3.

FKUI : Jakarta.

Mary. C.T. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan

psikiatri. EGC : Jakarta.

Maramis, W.F. 2005. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Airlangga : Jakarta.

Ahira, Anne. 2009. Seputar Penyakit Autisme. Available at

http://www.anneahira.com/penyakit-autisme.htm diakses pada Minggu

15 September 2013 pukul 11.00 WIB.

Danuatmaja, B. (2004). Menu Autis. Jakarta: Pustaka Pembangunan

Swadaya Nusantara.

Budhiman, M. P. (2002). Langkah Awal Menanggulangi Autisme dengan

Memperbaiki Metabolisme Tubuh. Jakarta: Penerbit Majalah Nirmala.

Sari, I. D. (2009). Nutrisi Pada Pasien Autis. CDK (Cermin Dunia

Kedokteran) , 89-93.

Judarwanto, W. (2004). Alergi Makanan dan Autisme. Available at

http://putrakembara.org/fajarid.shtml diakses pada hari Minggu, 15

September 2013, pukul 11.12 WIB.

Wardhani, Y. F. (2008). Apa dan Bagaimana Autisme itu. In Apa dan

Bagaimana Autisme; Terapi Medis Alternatif (pp. 1-37). Jakarta:

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Handojo, Y. (2008). Autisme. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer Kelompok

Gramedia.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

31

Page 32: Makalah Autis 2013 Fix

Muhardi, A. (2009). Autisme. Retrieved November 4, 2010, available at

Autis.info: http://www.autis.info/ diakses pada hari Minggu, 15

September 2013 pukul 12.00 WIB.

Rudy, L. J. (2007). What is the Difference Between ABA, Discrete Trials,

dan "The Lovaas Method?". Available at http://autisme.about.com/od/

treatmentoptions/f/WhatisABA.htm diakses pada hari Minggu, 15

September 2013 pukul 12.10 WIB.

Gamayanti, I. (2003). Aspek Psikologis pada Anak Autis. Temu Ilmiah

Dietetik VI. Yogyakarta.

Sutadi, R. (2003). Autisme. Konferensi Nasional Autisme Indonesia.

Jakarta.

Makalah Asuhan Keperawatan pada Pasien“AUTISME”

32