laporan_final_komersialisasi co2_pri_2014_kelompok_28 edit tinjauan pustaka tekim dan bab 5 dikit

72

Click here to load reader

Upload: bhama-andy

Post on 31-Aug-2015

23 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

wikwiw

TRANSCRIPT

H

LAPORAN AKHIR

TK4091/ TF4101/TI4001/ MR4001

PROYEK REKAYASA INTERDISIPLIN

PEMANFAATAN KARBON DIOKSIDA

KELOMPOK 28

Ketua

:

Dear Ahmad Adhomul Amal S 13411024

Anggota:

Amelia Panca 13011091

Bhama Andy Pradana Sutarno 13011103

Bill Harison 13311087

Natsir Habibullah 13311101

Fadil Pradipta Arendra 13411002

Depriyanto 13411102

Kharisma Aprilia Lestari 14411033

Dosen Pengajar:

[Hari Depriyanto]

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014

ABSTRAK

Abstrak berupa ringkasan keseluruhan laporan ditulis dengan format: font Calibry ukuran 10 dan spasi 1 dan tidak boleh lebih dari 1 (satu) halaman.

DAFTAR ISI

Contents

2

ABSTRAK

3

DAFTAR ISI

3

DAFTAR GAMBAR

5

DAFTAR TABEL

6

BAB 1PENDAHULUAN

6

1.1Latar Belakang Masalah

6

1.2Rumusan Masalah

6

1.3Tujuan Perancangan

6

1.4Ruang Lingkup Perancangan

7

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

7

2.1Sesuai Topik

7

2.2Sesuai Topik

7

2.3Lain lain

8

BAB 3FORMULASI MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI

8

3.1Pemaparan Situasi Masalah

12

3.2Identifikasi Akar Masalah

14

3.4Pendefinisian Sistem Relevan

15

3.5Penetapan Formulasi Masalah

21

3.6Alternatif Solusi Rancangan

22

BAB 4PEMILIHAN RANCANGAN

22

4.1Deskripsi Alternatif Rancangan

22

4.2Identifikasi Kriteria Pemilihan Alternatif

23

4.3Analisis Pemilihan Alternatif Rancangan

23

4.4Rancangan Terpilih

24

Deskripsi

24

nilai penulis berikan untuk menyatakan bahwa dua sub-kriteria yang penulis bandingkan penulis anggap memiliki tingkat kepentingan yang sama.

25

BAB 5RANCANGAN SISTEM

25

5.1Deskripsi Proses

25

5.2Process Flow Diagram (PFD)

25

5.3Spesifikasi Detil Alat

26

5.4Plant Layout

27

BAB 6INSTRUMENTASI DAN PENGENDALIAN SISTEM

27

6.1Identifikasi Sistem Instrumentasi dan Pengendalian Peralatan Utama

27

6.2Sistem Instrumentasi Detil

28

BAB 7ANALISIS KEEKONOMIAN

28

7.1Identifikasi Kebutuhan Modal Investasi

28

7.2Identifikasi Komponen Struktur Biaya

28

7.3Analisis Biaya

28

7.4Analisis Cost Benefit

29

BAB 8PENUTUP

30

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gunakan fasilitas insert Table / Figures pada MS. Word untuk membuat Daftar Isi.

Gunakan fasilitas insert caption untuk penulisan gambar dan tabel

DAFTAR TABEL

Gunakan fasilitas insert Table / Figures pada MS. Word untuk membuat Daftar Isi.

Gunakan fasilitas insert caption untuk penulisan gambar dan tabel

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pemanasan global menurut Agen Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat adalah peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi baik yang lalu maupun yang sedang terjadi saat ini. Peristiwa ini disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor alam dan aktivitas manusia. Faktor alam yang menyebabkan terjadinya pemanasan global diantaranya perubahan iklim, gas metan, dan letusan gunung berapi. Sedangkan aktivitas manusia yang menyebabkan terjadinya pemanasan global ialah polusi kendaraan bermotor, polusi pembakaran batu bara, dan sebagainya. Penyebab-penyebab tersebut tentunya meningkatkan suhu bumi melalui emisi gas yang dikeluarkan ke bumi. Semakin besar persentase emisi gas yang dikeluarkan, maka semakin besar peluang untuk terjadi pemanasan global. Berikut merupakan diagram yang menggambarkan persentase emisi gas untuk setiap sektor.

Figure 1 Emisi Gas Per Sektor

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa penyebab pemanasan global paling banyak disebabkan oleh emisi CO2, yaitu sebesar 72% dari total seluruh gas. Selain itu, lima sektor industri yang menyebabkan emisi gas penyebab pemanasan global terbesar diantaranya tenaga listrik, proses industry, bahan bakar transportasi, produk pertanian, dan proses pemulihan bahan bakar fosil. Oleh karena itu, pemanasan global dapat diatasi melalui pengurangan emisi gas CO2 yang dihasilkan dari proses-proses yang telah disebutkan sebelumnya.

PT Pertamina merupakan sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Kebutuhan minyak dan gas rakyat Indonesia tentunya sangat bergantung dari kinerja PT Pertamina. Oleh karena itu, PT Pertamina memiliki sejumlah lapangan minyak dan gas dalam melakukan penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Dalam proses penambangan gas tentunya dihasilkan gas alam yang diinginkan beserta zat sisa, salah satunya ialah CO2 (Karbon dioksida). Berikut merupakan data operasional penggunaan CO2 yang dihasilkan dari lapangan migas PT Pertamina.

Figure 2 Data Operasional Penggunaan CO2 (sumber : PT Pertamina, 2014)

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa lapangan migas gundih sudah menggunakan seluruh CO2 yang dihasilkan. Sedangkan, tiga lapangan migas sisanya, yaitu merbau, cilamaya, dan subang belum menggunakan hasil CO2 secara optimal. Penggunaan CO2 untuk ketiga lapangan migas tersebut masih kurang dari 30%. Oleh karena itu, emisi CO2 yang dihasilkan dari eksplorasi gas di ketiga lapangan migas tersebut masih dibuang secara bebas ke udara.

Pembuangan emisi gas CO2 ke udara tentunya memberikan dampak buruk terhadap bumi dan PT Pertamina sendiri. Dampak buruk terhadap bumi yang dihasilkan ialah memperbesar potensi terjadinya pemanasan global sebab semakin tipisnya selimut atmosfer akibat terkena emisi gas CO2. Di sisi lain, dampak buruk terhadap PT Pertamina ialah memburuknya reputasi PT Pertamina akibat kurang baiknya performa perusahaan dalam menjaga lingkungan. Oleh karena itu, saat ini PT Pertamina sedang memikirkan upaya pemanfaatan dan komersialisasi CO2 sehingga mampu mengurangi emisi gas CO2 yang dibuang ke udara.

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah :

Bagaimana bentuk pengolahan CO2 untuk industri yang terpilih nantinya ?

Bagaimana bentuk perancangan proses pemurnian gas CO2 untuk industri terpilih ?

Bagaimana sistem instrumentasi proses pemurnian gas CO2 untuk industri terpilih ?

Bagaimana analisis keekonomian dari hasil perancangan sistem pemurnian gas CO2 untuk industri terpilih ?

Tujuan Perancangan

Adapun tujuan perancangan yang dilakukan ialah sebagai berikut.

Memberikan rekomendasi bentuk pemanfaatan dan komersialisasi CO2 bagi PT Pertamina.

Memberikan analisis kelayakan dari rekomendasi bentuk pemanfaatan dan komersialisasi CO2 bagi PT Pertamina.

Ruang Lingkup Perancangan

Adapun ruang lingkup perancangan ialah sebagai berikut.

Target pasar dalam perancangan proses pemurnian gas CO2 ialah wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Karbon Dioksida

Senyawa karbon dioksida yang memiliki rumus molekul CO2 merupakan senyawa yang bersifat tidak mudah terbakar, tidak bewarna dan berbau pada fasa cair maupun gas. Senyawa ini terdapat di atmosfer dan terdistribusi secara merata dengan komposisi rata-rata sebesar 0,036% atau 360 ppm (Olivier dkk., 2013). CO2 dihasilkan melalui proses pembakaran bahan bakar berbasis hidrokarbon serta hasil respirasi makhluk hidup (Shakhashiri, 2008).

Senyawa CO2 pada keadaan kering bersifat relatif inert. Meski begitu, pada keadaan dengan kadar air yang tinggi, CO2 akan bereaksi dengan air membentuk senyawa asam karbonat. Hal ini menyebabkan dalam melakukan pengolahan CO2 dengan kadar air tinggi diperlukan peralatan yang tahan korosi (Olivier dkk., 2013). Gas CO2 merupakan salah satu dari green house gasses pada atsmofer, yaitu gas yang dapat menyebabkan peluruhan lapisan ozon di atmosfer. Senyawa yang tergolongkan ke dalam kelompok green house gasses dapat menjadi katalis bagi reaksi peluruhan ozon (O3) menjadi oksigen (O2) (Olivier dkk., 2013).

Saat ini, sebagian besar kebutuhan energi di dunia dipenuhi dari bahan bakar fosil berbasis hidrokarbon. Bahan bakar jenis ini menghasilkan emisi gas CO2 ke udara. Hal ini mengakibatkan kadar gas CO2 di atmosfer meningkat dari tahun ke tahunnya. Menurut data yang diperoleh dari tulisan Shakhashiri (2008), konsentrasi gas CO2 di udara meningkat sebesar 1 ppm setiap tahunnya. Data sumber penghasil emisi gas CO2 beserta jumlahnya ditampilkan pada Tabel...

Tabel... Data Jumlah Gas CO2 yang dihasilkan dari berbagai Sektor Industri

ProsesJumlah Sumber Penghasil Emisi CO2Jumlah Gas CO2 yang diemisikan (juta Ton gas CO2/tahun)

Bahan Bakar Fosil

Pembangkit listrik

Produksi sement

Refinery industry

Indsutri logam

Industri petrokimia

Industri migas

Sektor industri lain4.942

1.175

638

269

470

Tidak ada data

9010.539

932

798

646

379

50

33

Biomassa

Bioteknologi dan Bioenergi30391

Total788713466

Sumber: Metz, B.; dkk.,Carbon Dioxide Capture and Storage, Cambridge University Press, New York, 2005.

CO2 memiliki aplikasi yang sangat luas dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sektor di industri, mulai dari industri makanan, industri welding, hingga industri cairan pemadam api. Selain itu, CO2 dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi minyak atau enchancce oil recovery (EOR) dan bahkan diolah menjadi bahan kimia yang berguna seperti karbonat, karbamat, serta pupuk urea. Pada Gambar ... ditampilkan berbagai alternatif pemanfaatan CO2 (DNV,2011)

Gambar ..... Alternatif Pemanfaatan CO2.

Sumber: DNV.2011.Carbon Dioxide Utilization, Research and Innovation Position Paper

Salah satu bentuk pemanfaatan CO2 yang paling banyak diminati adalah pemanfaatan CO2 untuk industri pangan yang dikenal sebagai food grade CO2. Meski begitu terdapat spesifikasi khusus CO2 yang harus dipenuhi agar dapat digunakan dalam industri pangan. Spesifikasi food grade CO2 ditampilkan dalam Tabel

Tabel Spesifikasi Food Grade CO2

ItemsRequirement

CO2 Purity 99.9% (v/v)

OdorNo foreign odor

Odor and Taste in WaterNo foreign odor and taste

Water 20 ppmv

Total Sulfur 0.1 ppmv

Total Hydrocarbon Content (as CH4) 50 ppmv (CH4 30 ppmv )

Oxygen 30 ppmv

Ammonia 2.5 ppmv

Nitrogen oxides (NO/NO2) 2.5 ppmv

Carbon Monoxide 10 ppmv

Carboxyl Sulfide 0.1 ppmv

Hydrogen sulfide 0.1 ppmv

Sulfur Dioxide 0.1 ppmv

AcidityAcceptable

Phosphine 0.3 ppmv

Total Non-Volatile Residue 10 ppmv

Total Non-Volatile Organic Residue 5 ppmv

Acetaldehyde 0.2 ppmv

Aromatic Hydrocarbons, Benzene 0.2 ppmv

Appearance in WaterNo color or turbidity

Sumber: Yuhua, K., dkk. 2005.Purification of CO2 Food Grade.National Key Industrial Base for Gas Purification Catalyst: Wuhan.Berpikir Sistem

2.2.1 Definisi Sistem

Sistem merupakan kumpulan komponen terorganisasi yang saling bergantungan dan berinteraksi membentuk perilaku unik mengikuti suatu aturan tertentu yang mengikat dalam mencapai tujuan dengan cara melakukan proses transformasi input yang berasal dari lingkungan menjadi output yang akan dikirim kembali ke lingkungan (PT Pertamina, 2014). Menurut Daellenbach & McNickle (2005), secara singkat suatu hal dapat disebut sebagai sistem apabila terdiri dari hal-hal berikut, yaitu :

Memiliki komponen-komponen sistem

Memiliki tujuan sistem

Setiap komponen sistem melakukan interaksi satu sama lain.

Berikut merupakan ilustasi dari sistem.

Figure 3 Ilustrasi Sistem (sumber : bahan kuliah prof Bermawi)

Adapun contoh dari sistem ialah sistem tata surya, sistem keluarga, sistem pemasaran, dan sebagainya. Sedangkan contoh dari bukan sistem ialah database mahasiswa, kumpulan peralatan mandi, dan sebagainya.

2.2.2 Pelaku Sistem

Dalam berpikir sistem, terdapat empat buah pelaku sistem, diantaranya :

Problem ownersProblem owner merupakan pihak yang merasakan kekecewaan terhadap suatu situasi dan memiliki kontrol terhadap aspek-aspek tertentu dalam situasi permasalahan. Sebagian besar problem owner merupakan decision maker. Adapun contoh dari problem owner dalam permasalahan ini ialah Direktur PT Pertamina.

Problem usersProblem users merupakan pihak yang menjalankan keputusan yang sudah dibuat oleh problem owner. Adapun contoh dari problem users dalam permasalahan ini ialah Staff Produksi PT Pertamina.

Problem customersProblem customers merupakan pihak yang merasakan dampak dari keputusan yang sudah dijalankan oleh problem users. Adapun contoh dari problem customers dalam permasalahan ini ialah industri food grade.

Problem analystProblem analyst merupakan pihak yang melakukan penelitian terhadap masalah yang dirasakan oleh problem users dan bertujuan mencari solusi dari permasalahan yang dirasakan. Adapun contoh dari problem analyst dalam permasalahan ini ialah kelompok 28.

2.2.3 Tahapan Perancangan Sistem

Berikut merupakan tahapan perancangan sistem.

Figure 4 Tahapan Perancangan Sistem (sumber : Daellenbach & McNickle, 2005)

Berdasarkan gambar di atas terlihat ada tiga tahapan besar dalam melakukan perancangan sistem. Tiga tahapan besar dalam merancang sistem ialah formulasi masalah, membuat model, dan implementasi. Formulasi masalah terdiri dari dari tiga tahap, yaitu menyimpulkan situasi masalah, mengidentifikasi masalah untuk keperluan analisis, dan mendeskripsikan sistem relevan. Sedangkan proses pemodelan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu membangun model matematis, membangkitkan solusi yang mungkin, mengecek validitas dan performa, dan melakukan sensitifitas solusi. Sedangkan proses implementasi terdiri dari beberapa langkah, yaitu implementasi rencana, melakukan kontrol terhadap solusi, implementasi solusi, dan mengikuti penggunaan solusi.

2.2.4 Formulasi Masalah

2.2.4.1 Rich Picture Diagram

Rich Picture Diagram merupakan diagram yang menggambarkan situasi permasalahan berupa representasi dalam bentuk kartun (Daellenbach & McNickle, 2005). Keunggulan yang didapat dari penggambaran rich picture diagram ialah adanya kemudahan untuk merepresentasikan situasi keadaan daripada terlalu panjang dalam bentuk text. Berikut merupakan contoh rich picture untuk permasalahan dilemma untuk bekerja dengan menggunakan sepeda.

Figure 5 Contoh Rich Picture Diagram (sumber : Daellenbach & McNickle, 2005)

2.2.4.2 Diagram Fishbone

Diagram fishbone sering disebut sebagai diagram ishikawa sebab diagram ini diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1968. Diagram fishbone merupakan diagram yang menunjukkan penyebab-penyebab dari sebuah kejadian yang spesifik. Diagram ini terdiri dari dua bagian, yaitu kepala ikan dan tulang ikan. Kepala ikan menunjukkan gejala yang terjadi dari suatu kejadian. Sedangkan tulang ikan menunjukkan penyebab-penyebab dari kategori yang dimungkinkan berpengaruh. Adapun kategori-kategori tersebut dapat berupa orang, metode, mesin, bahan baku, lingkungan, dan sebagainya. Output yang dihasilkan dari diagram ini ialah diketahuinya akar permasalahan dari suatu kejadian. Berikut merupakan contoh dari fishbone.

Figure 6 Contoh Fishbone (Sumber : id.wikipedia.org)

2.2.4.3 Analisis Gap

Analisis gap merupakan metode yang dilakukan untuk membantu suatu lembaga dengan membandingkan performansi aktual dan performansi potensi. Tujuan analisis ini ialah mengidentifikasi gap antara alokasi optimis dan integrasi input, serta ketercapaian sekarang. Analisis gap biasa dilakukan dalam bentuk tabel. Adapun data-data yang perlu diisi ialah kondisi ideal, kondisi saat ini, gap, dan sudut pandang pemangku kepentingan.

2.2.4.4 Sepuluh Komponen Formulasi Masalah

Berikut merupakan sepuluh komponen formulasi masalah beserta definisinya.

Table 1 Sepuluh Komponen Formulasi Masalah

FORMULASI MASALAH DEFINISI

1Pengambil KeputusanPengambil keputusan (decision maker) merupakan pihak yang merasakan kekecewaan terhadap kondisi sekarang dan berupaya mengubahnya untuk mencapai target yang diinginkan.

2TujuanTujuan dapat diartikan sebagai akhir dari setiap upaya yang dilakukan.

3Kriteria KeputusanKriteria keputusan ialah standar atau prinsip yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

4Ukuran KinerjaUkuran kinerja merupakan cara untuk mengukur kinerja sistem..

5KonteksProblem Owner : pihak yang merasakan kekecewaan terhadap suatu situasi dan memiliki kontrol terhadap aspek-aspek tertentu dalam situasi permasalahan.Problem User : pihak yang menjalankan keputusan yang sudah dibuat oleh problem owner.Problem Customer : pihak yang merasakan dampak dari keputusan yang sudah dijalankan oleh problem usersProblem Analyst : pihak yang melakukan penelitian terhadap masalah yang dirasakan oleh problem users dan bertujuan mencari solusi dari permasalahan yang dirasakan.

a. Tuntutan Sistem & Lingkungan (stakeholder)

b. Kendala Sistem (Parameter sistem & Parameter Lingkungan)Parameter merupakan sesuatu yang besarnya tetap.

6

Struktur MasalahCause Effect Diagram merupakan diagram fishbone yang bertujuan untuk mencari akar permasalahan dari gejala permasalahan yang dirasakan. Teknik yang digunakan dalam metode ini ialah dengan mencari gejala permasalahan, lalu gejala permasalahan akan dicari penyebabnya berdasarkan kategori-kategori tertentu sehingga didapat akar permasalahan.

5W+1H merupakan tools yang bertujuan mencari akar permasalahan dari suatu kejadian dengan mengidentifikasi melalui pertanyaan apa, siapa yang melakukan, dimana, kapan, siapa objeknya, dan bagaimana.

a. Cause Effect Diagram

b. 5W+1H

7Input TerkendaliInput terkendali (decision variable) merupakan variabel yang akan diatur besarnya oleh sistem.

8Input Tak TerkendaliInput tak terkendali merupakan variabel yang tidak dapat diatur besarnya oleh sistem.

9Alternatif SolusiAlternatif solusi merupakan solusi yang mungkin dibangkitkan dari formulasi masalah yang dilakukan

10PETA PEMECAHAN MASALAH

Influence DiagramInfluence diagram merupakan diagram yang menunjukkan proses transformasi sistem.

2.2.5 Sistem Relevan

Sistem Relevan merupakan sistem yang menggambarkan komponen, batasan, keterkaitan antar subsistem, proses transformasi, input dan output dari keseluruhan sistem yang diamati (Daellenbach & McNickle, 2005). Kegunaan sistem relevan ialah mendefinisikan cangkupan sistem yang akan dipandang. Dalam sistem relevan terdapat tiga are aistem penting, yaitu narrow sistem, wider sistem, dan environtment. Narrow system merupakan sistem terkecil yang menjadi fokus utama permasalahan. Sedangkan wider system ialah sistem yang lebih luas dari narrow system. Sedangkan environtment merupakan daerah di luar sistem.

Sebelum mendefinisikan sistem relevan, sebaiknya dilakukan identifikasi sistem. Identifikasi sistem merupakan proses pengelompokan menjadi input, output, komponen, atau irrelevant. Adapun peraturan pengelompokan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Table 2 Aturan Identifikasi Sistem

2.2.6 Influence Diagram

Influence diagram merupakan diagram yang berguna untuk mendeskripsikan proses transformasi sistem (Daellenbach & McNickle, 2005). Dalam proses pembuatan influence diagram terdapat beberapa konvensi penting sebagai berikut.

Figure 7 Konvensi Penting Influence Diagram

2.3 Analitical Hierarcial Process2.4 Pengolahan dan Pemurnian CO2

2.4.1 CO2 Removal Process

Pada proses produksi gas alam dari reservoir gas, terdapat unit penghilang CO2. CO2 yang tedapat di gas alam yang akan diproses menjadi LNG dapat membeku pada proses pencairan gas alam pada temperatur yang sangat rendah dapat mencapai -161oC. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya terbentuknya lapisan CO2 pada unit penukar panas di sistem likuifaksi serta penyumbatan sehingga dapat mengurangi efisiensi dari pabrik LNG. Selain itu gas CO2 juga dapat menyebabkan korosi pada peralatan dan sistem perpipaan pada proses pengolahan gas alam menjadi LNG (Ebenezer, 2005). Oleh karena itu umpan gas alam yang akan dilolah menjadi LNG memiliki spesifikasi tertentu yang harus dipenuhi .

Teknologi penghilangan gas CO2 terdapat berbagai macam proses diantaranya absorpsi dengan chemical solvents atau physical solvents, adsorption hybrid process, dan pemisahan dengan membran. Salah satu yang paling umum digunakan adalah pemisahan gas CO2 dari gas alam dengan menggunakan proses absorbsi dengan pelarut (Alvis dkk., 2012) Teknologi ini pula yang saat ini digunakan pada unit CO2 removal di Pertamina Subang.

Pada plant CO2 removal, absorber yang digunakan yaitu metil dietanol amin (MDEA). Proses yang terjadi adalah sebagai berikut :

MDEA + H2O + CO2 ( MDEAH+ + HCO3-

Dimana proses ini merupakan proses eksoterm, sehingga pada keadaan 1 dibutuhkan Temperature setinggi-tingginya, dan tekanan serendah-rendahnya. Sebaliknya, pada keadaan 2 dibutuhkan temperatur serendah-rendahnya dan tekanan setinggi-tingginya. Skema proses absorpsi gas CO2 oleh absorber MDEA ditunjukkan pada Gambar...

Gambar .... Skema Proses CO2 Removal di Pertamina Subang

Sumber: Pertamina EP,Presentasi CO2Removal Pertamina Plant Subang, Pertamina Subang, 2014

Unit CO2 removal mengolah gas alam dengan laju alir sebesar 99 MMSCFD dan menghasilkan gas CO2 dengan laju alir 21,7 MMSCFD dan gas alam yang telah terpisah dari gas CO2 dengan laju alir sebesar 79,7 MMSCFD. Kolom absorpsi yang digunakan terdiri dari 3 packed bed denga total ketinggian bed sebesar 19,5 meter. Gas yang akan diolah diumpankan dari bagian bawah kolom absorpsi sedangkan pelarut MDEA akan diumpankan dari bagian atas kolom. Gas alam yang telah diolah atau treated gas akan keluar dengan spesifikasi yag diinginkan. Pada proses absorpsi yang berlangsung di unit CO2 removal di Pertamina Subang, kadar CO2 dalam aliran gas alam akan berkurang dari 23% menjadi hanya 5 % (Pertamina EP, 2014).

Larutan MDEA yang telah menyerap gas CO2 kemudian dipanaskan terebih dahulu oleh pemanas sebelum kemudian dipisahkan dengan gas CO2 pada kolom LP Flash. Pada LP flash, MDEA akan dipisahkan dengan gas CO2 yang terabsorp untuk diregenerasi kembali ke dalam kolom absorber. Sementara gas CO2 yang terpisah dari pelarut MDEA akan dialirkan ke CO2 KO drum. Kolom LP Flash terdiri dari satu bed dengan ketinggian 5 meter (Pertamina EP, 2014).

Unit CO2 removal ini juga dilengkapi dengan sweet gas KO Drum yang digunakan untuk memisahkan fasar cair dengan gas alam yang telah diolah serta CO2 KO Drum untuk memisahkan gas CO2 yang telah dipisahkan dari gas alam dengan cairan yang tersisa. Gas yang telah diolah maupun gas CO2 yang sudah dipisahkan dialirkan dulu ke pendingin berupa finfan cooler sebelum dikondensasikan di sweet gas KO Drum untuk gas yang telah diolah dan CO2KO Drum (Pertamina EP, 2014). 2.4.2 CO2 Purification Process

2.4.2.1 CO2 Pre Treatment

Pada proses pengolahan awal, gas CO2 umpan yang berasal dari hasil pemisahan gas alam dimurnikan terlebih dahulu dari pengotor berupa gas berfraksi karbon berat (C4+) serta gas komponen sulfur berupa hidrogen sulfida ( H2S dan carbonil sulfida (COS). Gas C4+ perlu dipisahkan untuk memenuhi spesifikasi gas CO2 yang diinginkan. Gas H2S dan COS perlu dipisahkan dari gas CO2 karena dapat menyebabkan korosi (Zhao dkk., 2013).

Gas COS pada suatu aliran gas dapat terbentuk akibat terjadinya reaksi antara H2S dengan CO2 yang terdapat dalam aliran gas. Saat ini terdapat dua teknologi yang umum digunakan untuk memisahkan gas COS dari suatu aliran gas, yaitu adsorpsi , absorpsi, hydrogenertion, oksidasi, fotolisis dan hidrolisis . Proses pemisahan gas COS biasanya dilakukan dalam suatu kolom atau reaktor unggun Keberadaan fraksi karbon berat dapat pada aliran gas dapat mengurangi umur operasi kolom unggun yang digunakan. Sebelum aliran gas masuk ke kolom berunggun pemisah gas COS, fraksi karbon berat pada gas harus dipisahkan terlebih dahulu. (Archer dan Watson, 2001).

Teknologi yang paling umum digunakan adalah teknologi hidrolisis karena memiliki kelebihan yaitu temperatur reaksi yang rendah sehingga tidak memerlukan konsumsi energi yang besar, tidak memerlukan suplai hidrogen, dan cocok dalam mengolah gas COS dalam kadar yang tinggi. Selain itu, teknologi ini mudah dioperasikan dan hanya sedikit sekali menghasilkan reaksi samping. Reaksi hidrolisis dilaksanakan dalam reaktor unggun berkatalis. Katalis yang umumnya digunakan adalah karbon aktif dan oksida logam (Siriwardane dkk., 2001).

Selain gas COS, terdapat gas dalam bentuk sulfur lain yang perlu dihilangkan adalah gas H2S. TProses pemisahan gas H2S dapat dilakukan dengan dengan berbagai metode diantaranya kondensasi, reaksi oksidasi, catalytic combustion, acid gas treatment dan absorpsi. Teknologi absorpsi merupakan teknologi yang paling sering digunakan karena kehandalan dan efisiensi yang baik serta dapat dilakukan dalam rentang temperatur yang lebar. Salah satu absorben yang umum digunakan adalah absorben ZnO. Absorben Zn) merupakan absorben oksida logam yang paling banyak digunakan karena memiliki konstanta kesetimbangan reaksi desulfurisasi yang tinggi serta memiliki kestabilan termal yang tinggi dibanding yang absorben lain (Garces dkk., 2010)

Proses absorpsi gas H2S dengan oleh ZnO dilakukan dalam kolom absorbsi berunggun. Gas yang akan dibersihkan dari H2S diumpankan dari bagian bawah kolom dan sepanjang kolom yang mengandungn katalis ZnO akan terjadi reaksi sebagai berikut:

Katalis ZnO yang telah bereaksi dengan senyawa H2S akan terdeaktivasi dan berubah menjad ZnS. Oleh karena itu diperlukan proses regenerasi katalis ZnO. Proses regenerasi katalis ZnO dilakukan dengan mengalirkan udara ke dalam reaktor pada temperatur 500 oC. Senyawa ZnS yang telah terbentuk akan bereaksi dengan oksigen dalam udara dan berubah kembali menjadi ZnO.2.4.2.2 Catalitic Oxidation Process

Proses catalytic oxidation merupakan proses penghilangan senyawa pengotor berupa hidrokarbon fraksi ringan, senyawa organik, carbon monoxide (CO) dan gas hidrogen dengan reaksi antara dengan gas oksigen, yaitu:

CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O

C6H6 + 15/2 O2 6 CO2 + 3 H2O

CxHy + (x+ y/4) O2 x CO2 + y/2 H2O

CxHyO2 + (x+y/4-1) O2 x CO2 + y/2 H2O

2 CO + O2 2 CO22 H2 + O2 2 H2O

Metode ini dapat dengan efektif menghilangkn senyawa hidrokarbon karena konversi reaksi pembakaran hidrokarbon dengan oksigen berada pada rentang 96%-100%. Pemisahan hidrokarbon dengan metode CATOX juga dapat meningkatkan kemurnian gas CO2 yang dihasilkan karena reaksi yang berlangsung menghasilkan gas CO2. Selain itu, dari reaksi ini juga dihasilkan air yang dapat dipisahkan dengan metode kompresi dan kondensasi serta menggunakan silica bed dryer. Reaksi pada metode CATOX akan berlangsung dengan optimum pada temperatur di atas 350oC, tetapi karena reaksi pembakaran dengan oksigen merupakan reaksi eksoterm, pemanasan umpan reaktor CATOX tidak perlu dilakukan. (Schedler, 2013) Umpan oksigen yang digunakan ke reaktor yang paling baik adalah campuran 95% oksigen karena akan menghasilkan gas CO2 dengan kemurnian tinggi dan sedikit pengotor N2 (Yuhua dkk., 2005). Contoh skema proses pemurnian CO2 menggunakan metode CATOX ditunjukkan pada Gambar..

Gambar.... Contoh Skema Pemurnian Gas CO2 dengan Metode CATOX

Sumber: Schedler, J.2013.Catalytic CO2 Refining, International Industrial Seminar Messer Benelux2.4.2.3 Distilasi Kriogenik

Proses pemisahan distilasi merupakan pemisahan dengan memanfaatkan perbedaan titik didih. Teknologi ini digunakan untuk memisahkan gas CO2 dengan pengotor berupa gas N2. Titik didih N2 yang lebih tinggi dibanding CO2 menyebabkan N2 akan keluar pada produk bagian atas. Proses distilasi kriogenik dilakukan pada temperatur rendah karena titik didih gas N2 dan gas CO2 yang akan dipisahkan berada di bawah 0oC. Keunggulan utama dari metode ini adalah kemurnian gas CO2 yang dihasilkan dapat mencapai kemurnian 99,9%. Selain itu, pada metode ini tidak perlu digunakan absorben (Abbas dkk., 2013). Contoh skema proses distilasi kriogenik untuk pemurnian CO2 ditampilkan pada Gambar....

Gambar... Skema Distilasi Kriogenik CO2

Sumber: http://www.netl.doe.gov/research/coal/energy-systems/gasification/gasifipedia/coal-derived-chem diakses tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19.49

2.5 Instrumentasi dan Kontrol

2.6 Analisis Kelayakan Investasi

Keberhasilan sebuah perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dan invesatsi dalam membangun usaha baru. Menurut Suad dan Suwarsono (2008:16)Investasi adalah untuk memaksimumkan nilai pasar dan modal sendiri. Ada 6 jenis bentuk investasi yang dinyatakan Gunawan, 2007 yaitu pendirian usaha baru, melakukan perluasan usaha atau perluasan keuangan, merehabilitasi mesin yang telah menurun efisiennya, membangun kembali mesin-mesin (rebuilding), mengubah saluran distribusi, dari distribusi lewat perantara menjadi distribusi melalui agen/cabang milik perusahaan sendiri, melakukan penelitian-penelitian untuk: menemukan proses yang lebih efisien, menciptakan produk-produk baru, dan memperbaiki sistem informasi manajemen.

Banyak aspek yang harus diperhatikan dalam menilai suatu invetasi, salah satunya aspek finansial yang seringkali menjadi aspek utama untuk beberapa pihak. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis akan meninjau aspek finansial dalam perencanaan proyek yang akan dilaksanakan. Studi kelayakan dari aspek finansial dapat diteliti dari penilaian aliran kas dari suatu investasi. Metode yang digunakan dalam penilaian aliran kas suatu investasi adalah: 1) metode payback period, 2) net present value, dan 3) internal rate of return menurut Suliyanto (2010:195).

2.6.1 Metode Payback PeriodPayback period merupakan metode yang digunakan untuk menghitung lama periode yang diperlukan untuk mengembalikan modal yang telah diinvestasikan dari aliran kas masuk. Apabila aliran kas masuk setiap tahunnya jumlahnya sama maka payback period (PP) dari suatu investasi dapat dihitung dengan cara membagi jumlah investasi dengan aliran kas masuk tahunan menurut Suliyanto (2010:196).

Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period (PP) sebagai berikut:

Semakin pendeknya waktu pengembalian, maka semakin layak proyek dilaksanakan.

2.6.2 Metode Net Present ValueMetode Net Present Valuemerupakan metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang dari aliran kas masuk bersih (proceeds) dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (outlays).

Rumus yang digunakan untuk menghitung Net Present Value (NPV) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

k = suku bunga (discount rate)

At = aliran kas pada periode t

n = periode yang terakhir di mana aliran kas diharapkan

Kriteria penilaian:

- jika NPV > 0, maka usulan proyek dilaksanakan

- jika NPV < 0, maka usulan proyek tidak dilaksanakan

- jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek dilaksanakan ataupun tidak dilaksanakan

2.6.3 Metode Internal Rate of Return Metode ini digunkaan untuk menghitung tingkat bunga yang dapat menyamakan antara nilai sekarang dari semua aliran kas masuk dengan aliran kas keluar dari suatu investasi proyek (Suliyanto, 2010:211).

Rumus yang digunakan untuk menghitungRumus IRR untuk interpolasi adalah:

Keterangan:

P1 = tingkat bunga pertama

P2 = tingkat bunga kedua

C1 = NPV ke-1

C2 = NPV ke-2

Kriteria penilaiannya adalah jika IRR yang didapat ternyata lebih besar Rate of return yang ditentukan maka investasi dapat diterima.

FORMULASI MASALAH DAN ALTERNATIF SOLUSI

Pemaparan Situasi Masalah

Untuk memudahkan pemaparan situasi masalah, penulis menggunakan tools, yaitu Rich Picture Diagram. Rich Picture Diagram merupakan diagram yang menggambarkan permasalahan dengan cara menggambarkannya melalui bentuk kartun yang unik sehingga pembaca lebih mudah memahami permasalahan yang sedang dihadapi. Berikut adalah penggambaran permasalahan yang penulis buat dengan menggunakan Rich Picture Diagram adalah sebagai berikut :

Gambar 1 Rich Picture Diagram

Berdasarkan Rich Picture Diagram di atas, dapat dijelaskan situasi permasalahan sebagai berikut.

PT Pertamina merupakan sebuah perusahaan BUMN yang bertugas mengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Kebutuhan minyak dan gas rakyat Indonesia tentunya sangat bergantung dari kinerja PT Pertamina. Oleh karena itu, PT Pertamina memiliki sejumlah lapangan minyak dan gas dalam melakukan penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia. Dalam penambangan gas tentunya dihasilkan gas alam yang diinginkan beserta zat sisa, salah satunya ialah CO2 (Karbon dioksida).

Karbon dioksida (CO2) adalah sejenis senyawa kimia yang memiliki sifat, diantaranya tidak berasa, tidak berwarna, tidak mudah terbakar, dan gas yang dapat dicairkan. Gas CO2 merupakan salah satu greenhouse gas yang memberikan kontribusi hingga lebih dari 80 % dari total gas yang diemisikan ke atmosfir. Namun, keberadaan gas CO2 dalam jumlah besar dapat menjadi penyebab utama pemanasan global. Oleh karena itu, emisi CO2 yang dibuang ke udara selalu diusahakan untuk tidak terlalu banyak.

Saat ini, data pemanfaatan CO2 di beberapa lapangan migas cenderung sangat minim. Hal ini ditunjukkan melalui data operational capacity di beberapa lapangan migas, yaitu Merbau, Cimalaya, dan Subang, yaitu secara berturut-turut sebesar 0.18%, 0.1%, dan 0,193% (Pertamina, 2014). Keadaan ini membuat manager produksi PT Pertamina bepikir keras mencari pasar dan teknologi yang tepat untuk memisahkan dan mengolah gas CO2 sehingga menjadi sesuatu yang lebih menambah nilai (value added) karena emisi gas CO2 yang dibuang begitu saja tentunya membahayakan lingkungan dan mengakibatkan opportunity lost pada gas CO2. Pemisahan dan pengolahan gas CO2 yang tepat tentunya mampu menambah pendapatan (revenue) perusahaan sehingga perusahaan mampu bertahan.

Selanjutnya, berdasarkan studi literatur yang dilakukan, didapatkan tiga buah alternatif pengolahan dan pemanfaatan gas CO2 sehingga mampu menambah pendapatan perusahaan dan mengurangi risiko terjadinya pemanasan global. Adapun tiga buah alternatif tersebut ialah pemanfaatan CO2 dalam makanan (food grade), pemanfaatan CO2 dalam industry (non-food grade), dan pemanfaatan CO2 sebagai Enhance Oil Recovery (EOR). Ketiga jenis pemanfaatan tersebut selanjutnya akan dianalisis berdasarkan berbagai faktor, diantaranya keadaan pasar, teknologi, keselamatan, kelayakan investasi, kebutuhan sumber daya manusia, dan sebagainya.

Selanjutnya,untuk mendetilkan lagi permasalahan yang ada maka akan dilakukan analisis gap untuk mengetahui permasalahan yang berasal dari sudaut pandang yang berbeda. Adapun sudut pandang yang digunakan dalam membuat analisis gap diantaranya Direktur PT Pertamina, Manager Pengolahan PT Pertamina, dan Manager Produksi PT Pertamina. Berikut adalah analisis Gap yang penulis buat :

Table 3 Analisis Gap

Kondisi EksistingGapKondisi IdealSudut Pandang Stakholder

Pertamina masih menjadi penyumbang fenomena pemanasan global melalui emisi CO2 yang dihasilkan dari pemisahan gas alam.Tingkat komersialisasi CO2 yang minim sehingga masih dilepas ke udara.Pertamina harus mengurangi emisi gas CO2 ke udara.Direktur PT Pertamina

Gas CO2 yang dihasilkan masih bercampur dengan zat lain.Perusahaan belum memiliki teknologi yang memadai dalam mengolah gas CO2 hasil eskplorasi minyak dan gas.Gas CO2 memiliki tingkat kemurnian sesuai dengan produk yang akan dirancang.Manager Pengolahan PT Pertamina

Infrastruktur yang diperlukan untuk mengolah CO2 belum memadai.Perusahaan belum memiliki infrastruktur yang memadai dalam proses pengolahan CO2Kondisi infrasutruktur harus memadai sesuai kebutuhan proses.Manager Pengolahan PT Pertamina

Kapasitas operasional di Merbau, Cimalaya, dan Subang baru sekitar 30%. sedangkan untuk Gundih sudah 100%Belum adanya penggunaan kapasitas operasional secara optimal di Merbau, Cimalaya, dan Subang.Kapasitas operasi untuk ketiga tempat tersebut harus ditingkatkan minimal sampai 80% dalam jangka waktu 3 tahun ke depan.Manager Pengolahan PT Pertamina

Keadaan pasar untuk komersialisasi gas CO2 hasil pengolahan belum diketahui.Belum adanya riset pasar yang dilakukan PT Pertamina dalam komersialisasi gas CO2 hasil olahan.Keadaan pasar untuk komersialisasi gas CO2 hasil olahan sudah tersegmentasi secara jelasManager Produksi PT Pertamina

Dari deskripsi gap yang penulis telah lakukan, setidaknya terdapat tiga stakeholder yang mempunyai kepentingan disana. Dari kesemua permasalahan yang dialami oleh masing-masing stakeholder penulis mencoba merangkumnya menjadi tiga permasalahan pokok yang paling menonjol. Adapun ketiga permasalahan tersebut adalah :

Permasalahan mengenai komersialisasi CO2 hasil pemisahan gas alam yang masih minim.

Belum adanya teknologi dan infrastruktur yang mendukung pengolahan CO2.Belum optimalnya kapasitas operasional di lapangan gas yang dimiliki pertamina.

Dari ketiga permasalahan tersebut, penulis memilih untuk tidak mengangkat ketiga permasalahanya. Untuk itu penulis akan mencoba menganalisis ketiga permasalahan tersebut dan mencoba memilih satu dari tiga permasalahan untuk diselesaikan lebih lanjut.

Dimulai dari permasalahan ketiga mengenai kurang optimalnya kegiatan operasional di lapangan minyak, permasalahan optimalisasi kegiatan operasional tidak lagi relevan dengan isu yang diangkat. Peningkatan kegiatan operasional justru mengacu pada permasalahan peningkatan produktifitas pengelolaan gas bukan pada komersialisasi CO2. Untuk itu penulis memutuskan untuk tidak mengangkat permasalahan ini.

Bergerak menuju permasalahan kedua, permasalahan inti mengenai infrastruktur dan teknologi bukan berada pada permasalahan pembiayaan. Permasalahan infrastruktur justru karena belum adanya rencana komersialisasi sehingga infrastruktur dan teknologinya memang belum diadakan. Untuk itu, penulis menyimpulkan permasalahan utama dan pokok adalah justru karena belumn adanya rencana komersialisasi CO2 sehingga permasalahan kedua justru muncul.

Selain itu, komersialisasi CO2 secara besar-besaran dapat mengurangi jumlah gas CO2 yang dilepas di udara. Hal ini tentu menjadi sebuah prestasi tersendiri perusahaan karena mampu mengurangi emisi gas yang dapat meningkatkan pemanasan global. Dengan jumlah komersialisasi yang tinggi berarti perusahaan ikut serta dalam melestarikan lingkungan sehingga dapat menjadi citra lebih perusahaan.

Identifikasi Akar Masalah

Pada proses identifikasi masalah, penulis menggunakan tools fishbone analysis untuk mencari akar permasalahan yang menyebabkan suatu masalah tersebut terjadi. Berikut adalah fishbone diagram yang telah penulis buat untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang ada.

Gambar 2 Diagram Cause and EffectBerdasarkan diagram cause and effect di atas, masalah berupa sympthom ialah adanya hasil sampingan CO2 dari eksplorasi gas yang belum termanfaatkan. Hal ini telah ditunjukan melalui data pemanfaatan CO2 dari beberapa lapangan migas pertamina, yaitu merbau, cimalaya, dan subang. Pemanfaatan CO2 hasil eksplorasi gas di lapangan migas tersebut tidak sampai 50%. Kemudian, gejala permasalahan tersebut akan dicari akar permasalahannya berdasarkan empat aspek, yaitu metode, teknologi, infrastruktur, dan pasar.

Permasalahan dari aspek metode ialah proses pemisahan CO2 dari gas alam yang berbiaya tinggi. Biaya pemisahan gas CO2 yang tinggi disebabkan oleh belum ada mekanisme pemisahan CO2 dari gas alam yang efektif dan efisien. Di sisi lain, permasalahan dari aspek teknologi ialah masih banyak CO2 yang bercampur dengan gas lain. Hal ini disebabkan oleh belum adanya teknologi yang memadai guna memurnikan dan mengolah CO2 dari hasil eksplorasi gas.

Permasalahan dari aspek infrastruktur ialah belum adanya infrastruktur yang mendukung dalam pengolahan CO2 hasil eksplorasi gas. Di sisi lain, permasalahan dari aspek pasar ialah belum diketahuinya demand potensial dari CO2. Hal ini tentunya disebabkan oleh belum ditemukan target pasar yang spesifik. Target pasar yang belum spesifik tentunya disebabkan oleh belum ada terget pasar yang baik dalam melakukan segmentasi pasar. Segmentasi pasar yang baik tentunya berujung pada diketahuinya demand potensial gas CO2 hasil pengolahan sehingga menjadi dasar bagi pertamina di dalam memilih teknologi dan mekanisme untuk pemurnian dan pengolahan gas CO2 yang tepat.

Permasalahan dari aspek market berujung pada belum ditemukanya target pasar yang spesifik dan kemampuan pasar dalam menyerap gas CO2. Hal itu menjadi krusial mengingat permasalahan yang ada pada saat ini adalah ketika limbah CO2 yang dihasilkan dari pemisahan gas alam tersebut masih banyak dan selama ini masih dibuang begitu saja. Untuk itu belum adanya target pasar yang baik ialah akar permasalahan di dalam kasus ini.

3.3 Pendefinisian Sistem Relevan

Berikut adalah diagram sistem relevan yang penulis buat.

Dari sistem relevan di atas, terlihat bahwa narrow system yang dipilih pada iterasi ini adalah Divisi Produksi. Narrow System tersebut terdiri dari unit pemisahan gas alam dan unit pengolahan CO2. Divisi Produksi dipilih karena Divisi Produksi CO2 yang diakan dikomersialisasi tersebut merupakan hasil dari interaksi dari unit pemisahan gas alam dan unit pengolahan CO2. Kadar kemurnian CO2 sangat dipengaruhi dari gas material input. Gas alam yang masuk tersebut kemudian akan dipisahkan di unit pemisahan yang selanjutnya menjadi gas dan limbahnya berupa CO2. Gas CO2 limbah tersebut kemudian akan mejadi input bagi unit Pengolahan CO2 menjadi produk jadi yang kemudian dipasarkan ke konsumen. Narrow system tersebut memiliki wider system yang berupa perusahaan secara keseluruhan.

Dari sistem relevan tersebut terdapat sebuah aliran proses yang mengubah input menjadi output. Input gas alam yang berasalah dari lingkungan di luar sistem akan masuk ke dalam narrow system untuk diproses menjadi produk jadi. Produk jadi yang dihasilkan dari narrow system berupa produk CO2 yang telah diolah dan siap dijual ke konsumen. Selain input, ada juga beberapa parameter yang juga mempengaruhi narrow system. Beberapa parameter tersebut adalah biaya-biaya yang dibutuhkan seperti biaya utilitas dan biaya-biaya transportasi. Selain itu, terdapat juga regulasi pemerintah yang juga mempengaruhi narrow system yang dimiliki.

Penetapan Formulasi Masalah

Berikut adalah formulasi permasalahan yang telah penulis buat :

Sistem Relevan : Divisi Produksi Gas Pertamina

Table 4 Formulasi Masalah Iterasi 2

FORMULASI MASALAH

1Pengambil KeputusanDirektur Pertamina

Pengambil keputusan (decision maker) merupakan pihak yang merasakan kekecewaan terhadap kondisi sekarang dan berupaya mengubahnya untuk mencapai target yang diinginkan. Pengambil keputusan tidak lain merupakan problem owner yang memiliki wewenang terhadap pemilihan alternatif solusi, yaitu Direktur Pertamina.

Pada iterasi sebelumnya, pengambil keputusan adalah manajer pengolahan, namun setelah ditinjau kembali, pengambil keputusan tertinggi berada pada Direktur Pertamina yang memiliki wewenang lebih dalam pengambilan kebijakan.

2TujuanMaksimasi volume pemanfaatan CO2 hasil sampingan dari eksplorasi gas alam di lapangan migas Pertamina.

Tujuan dapat diartikan sebagai akhir dari setiap upaya yang dilakukan. Dalam kasus ini, tujuannya ialah memaksimasi volume pemanfaatan CO2 hasil sampingan dari eksplorasi gas alam di lapangan migas Pertamina yang mencakup pemilihan jenis pemanfaatan, perancangan proses pengolahan, pemilihan teknologi, perancangan storage, perancangan proses distribusi hasil olahan CO2 dan aspek pendukung lainnya, yang mendatangkan keuntungan terbesar bagi perusahaan.Dalam iterasi sebelumnya, tujuan yang dibuat adalah Merancang rencana komersialisasi CO2 limbah eksplorasi gas yang mendatangkan keuntungan terbesar bagi perusahaan. Tujuan tersebut terlalu rinci dengan menspesifikan jenis industri yang dimasuki, padahal industri yang akan dimasuki tersebut merupakan permasalahan yang akan dicari solusinya. Selain itu, tujuan tersebut belum mengangkat isu lingkungan yang memang menjadi fokus banyak perusahaan.

3Kriteria KeputusanProfit hasil pemanfaatan CO2, yang mencakup biaya operasional, payback period, dan interest rate of return (IRR)

Tingkat kemurnian CO2, yang dipengaruhi oleh teknologi dan infrastruktur

Tingkat kebutuhan pasar

Kriteria keputusan ialah standar atau prinsip yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini, kriteria yang dipertimbangkan ialah besarnya profit yang didapat, tingkat kemurnian CO2 yang dihasilkan, dan besarnya tingkat kebutuhan pasar atas olahan gas CO2 untuk menentukan alternative terbaik.

Adanya perubahan kriteria keputusan, yaitu pada awalnya kriteria keputusan hanya mengacu pada profit sedangkan setelah dipertimbangkan selain profit juga dipertimbangkan tingkat kemurnian CO2 dan tingkat kebutuhan pasar akan hasil pengolahan CO2.

4Ukuran KinerjaBiaya operasional 60% dari total biaya.

Payback period 7 tahun

IRR 15%

Teknologi sudah proven.

Infrastruktur mudah dibangun

Jumlah permintaan tinggi.

Ukuran kinerja merupakan cara untuk mengukur kinerja sistem. Dalam hal ini, kinerja diukur melalui penurunan dari kriteria keputusan yang berjumlah 7 poin diatas, disini tentunya sudah mempertimbangkan dampak-dampak yang dihasilkan dari komersialisasi CO2.

Perubahan ukuran kinerja terjadi karena perubahan krteria keputusan.

5Konteks

a. Tuntutan Sistem & Lingkungan (stakeholder)Problem Owner : Direktur Pertamina

Pihak yang merasakan kekecewaan terhadap kenyataan yang sekaligus memiliki kontrol terhadap permasalahan. Oleh karena itu, dalam kasus ini problem owner ialah Direktur Pertamina. Direktur Pertamina merupakan seorang yang berkuasa terhadap pemilihan teknologi dan pengambilan kebijakan di dalam proses pengolahan CO2 di perusahan.

Pada iterasi sebelumnya, problem owner adalah manajer pengolahan. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian nomor satu, problem owner yang lebih tepat adalah Direktur Pertamina

Problem User : Staff Pengolahan

Pihak yang menjalani keputusan yang telah dibuat dan oleh problem owner. Dalam hal ini, problem user ialah staff pengolahan. Staff pengolahan merupakan pihak yang menjalani proses pengolahan CO2 di lapangan migas.

Sama dengan iterasi satu.

Problem Customer : Customer pengguna hasil olahan CO2

Pihak yang terkena dampak dari keputusan yang dibuat oleh problem user. Dalam hal ini, problem customer pihak yang nantinya akan menggunakan hasil olahan CO2.

Pada iterasi satu, problem Customer adalah pelanggan yang akan membeli hasil olahan CO2 yaitu industri pupuk. Namun setelah di telaah kembali, problem Customer tidak dapat dispesifikan terhadap suatu industri karena alternatif solusi yang merupakan pemilihan industri yang menjadi target pemasaran CO2 belum ditemukan, sehingga problem Customer yang tepat dalam hal ini adalah pihak yang akan menggunakan hasil olahan CO2.

Problem Analyst : Kelompok 28

Pihak yang melakukan analisis masalah dan mengembangkan solusi yang diajukan kepada problem owner. Dalam hal ini, kelompok 28 akan melakukan pengembangan model dan teknologi yang tepat untuk menyeleseikan permasalahan problem owner

Sama dengan iterasi satu.

b. Kendala Sistem (Parameter sistem & Parameter Lingkungan)

6

Struktur Masalah

a. Cause Effect DiagramTERLAMPIR

b. 5W+1HWhat?

Adanya hasil sampingan CO2 yang melimpah hasil dari pemisahan gas alam yang belum termanfaatkan dengan maksimal.

Terdapat sedikit perubahan dari iterasi satu, karena ternyata diketahui bahwa pertamina telah memanfaatkan hasil sampingan yang berupa CO2 dengan menjualnya pada beberapa industri yang ada, namun pemanfaatan tersebut belum maksimal.

When?

Saat ini

Why?

Belum ditemukan alternatif yang tepat untuk mengkomersialisasi atau memanfaatkan CO2 hasil sampingan pemisahan gas alam.

Where?

Di lapangan migas pertamina

Who?

PT Pertamina

How?

Dengan memanfaatkan CO2 hasil sampingan pemisahan gas alam untuk alternatif pemanfaatan yang menghasilkan keuntungan terbesar bagi perusahaan.

Pada iterasi satu, how lebih dispesifikan pada industri pupuk, padahal industri pupuk itu sendiri masih merupakan salah satu dari alternatif solusi. Oleh karena itu, how yang tepat adalah pemanfaatan yang memberikan keuntungan terbesar bagi perusahaan.

7Input TerkendaliHarga Jual CO2 murniTingkat Kemurnian CO2 yang diinginkan konsumenJenis proses pengolahan.Teknologi pengolahan.Terdapat penambahan input terkendali yaitu jenis proses pengolahan yang akan digunakan serta teknologi yang akan dipakai.

8Input Tak TerkendaliBiaya utilitas dan maintenanceBiaya transportasi

Biaya tak terduga

Demand CO2 murni

Cadangan gas di reservoir

Regulasi pemerintah

Kadar gas CO2 pada gas yang dihasilkan di reservoir

9Alternatif SolusiHasil CO2 yang dimurnikan, dijual ke berbagai industri dengan kualitas food grade.

Hasil CO2 yang dimurnikan, dijual ke berbagai industri non-food grade selain pupuk.

Hasil CO2 digunakan kembali oleh perusahaan.

Terdapat penambahan dalam alternatif solusi, yaitu penggunaan kembali CO2 oleh PT. Pertamina.

10PETA PEMECAHAN MASALAH

Influence DiagramTERLAMPIR

Alternatif Solusi Rancangan

Pada sub bab ini diringkaskan berbagai alternatif solusi perancangan yang ditawarkan dari hasil iterasi pada sub bab 4.4Catatan: Bab ini merupakan perbaikan dari Laporan Kemajuan 1 dan 2

PEMILIHAN RANCANGAN

Deskripsi Alternatif Rancangan

Pada proses pencarian solusi permasalahan komersialisasi CO2, penulis mencoba memberikan tiga buah alternatif pilihan solusi yang dapat diimplementasikan. Ketiga alternative tersebut adalah sebagai berikut :

Pemanfaatan CO2 untuk industri makanan (food grade). Pemanfaatan CO2 untuk industri makanan akan memerlukan tingkat pemurnian yang tinggi. Selain tingkat pemurnian, komersialisasi CO2 sebagai food grade biasanya akan menyerap pasar yang cukup besar mengingat banyak sekali makanan terutama kue-kuean yang memerlukan CO2 sebagai bahan pengembang.

Industri Non-Food GradeUntuk industry non-food grade biasanya tidak terlalu membutuhkan tingkat kemurnian yang tinggi. Contoh untuk industry non-food grade misalkan untuk welding atau untuk bahan baku APAR.

EOR

Pemanfaatan CO2 sebagai EOR biasanya membantu untuk me-recovery dan untuk membantu proses yang ada pada pengolahan minyak bumi

Identifikasi Kriteria Pemilihan Alternatif

Dari pe.njabaran rumusan masalah yang telah dilakukan pada iterasi sebelumnya yaitu masalah komersialisasi CO2, dapat diketahui bahwa perlu ditentukan terlebih dahulu pasar yang akan menjadi target komersialisasi gas CO2. Yang dimaksud pasar di sini berupa jenis pemanfaatan CO2 yang akan dipilih, apakah dijual untuk industri foodgrade, industri non-foodgrade, atau digunakan kembali oleh perusahaan. Untuk menentukan pilihan pemanfaatan gas CO2 tersebut, maka pendekatan AHP digunakan untuk mendapatkan alternatif terbaik.

Sebelum menggunakan pendekatan AHP, maka perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria pemilihan solusi yang digunakan. Kriteria tersebut yaitu:

Harga Jual

Harga jual merupakan salah satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk menilai apakah alternatif pilihan yang tersedia layak untuk dipilih atau tidak, karena untuk melakukan pengolahan CO2 itu sendiri akan membutuhkan banyak biaya, mulai dari investasi awal, biaya produksi, hingga biaya inventori dan distribusi. Oleh karena itu, agar proyek pemanfaatan CO2 ini dapat bertahan dalam waktu yang lama, maka pemanfaatan CO2 tersebut harus memberikan keuntungan bagi perusahaan, minimal terdapat keuntungan yang dapat digunakan kembali untuk menutupi biaya-biaya yang ada. Untuk ketikga alternatif, yaitu pemanfaatan kembali CO2 oleh perusahaan dengan harga jual mengikuti harga pasaran. Untuk itu perlu dilakukan upaya efisiensi untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

Tingkat Permintaan Pasar

Sama halnya dengan harga jual, tingkat permintaan pasar juga penting untuk dievaluasi. Harga jual dengan tingkat permintaan pasar merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan karena meskipun harga jual CO2 untuk pasar tertentu tinggi, namun permintaan CO2 dari pasar tersebut ternyata rendah maka penjualan CO2 tersebut tidak akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi perusahaan atau bahkan terdapat kemungkinan bahwa hasil penjualan tersebut tidak dapat menutupi biaya yang dibutuhkan untuk mengolah CO2 sebelum dijual. Oleh karena itu, kriteria harga jual masih belum cukup untuk mengevaluasi alternatif pilihan sehingga perlu juga dipertimbangkan aspek tingkat permintaan pasarnya sehingga dapat diketahui pasar mana yang akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan dari hasil penjualan CO2.

Jarak/Lokasi Pasar

Lokasi pasar juga perlu dipertimbangkan. Lokasi pasar yang dimaksud merupakan perkiraan lokasi pelanggan yang berupa sejauh mana jarak pelanggan dengan tempat penyimpanan CO2 yang siap untuk dipasarkan. Hal ini dimasukkan ke dalam kriteria penilaian karena jarak/lokasi pasar sangat mempengaruhi ongkos distribusi. Oleh karena itu, aspek ini secara tidak langsung juga mempangaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan dari hasil penjualan CO2.

Tingkat Persaingan

Faktor terakhir yang perlu dipertimbangkan dan dievaluasi untuk memilih alternatif solusi adalah tingkat persaingan untuk pasar tertentu. Tingkat persaingan tersebut dapat dievaluasi dengan melihat seberapa banyak jumlah pesaing yang menjual produk yang sama untuk satu jenis pasar. Dalam hal ini, untuk ketiga alternatif, tingkat persaingan dapat diasumsikan minimal karena pemanfaatan CO2 untuk ketiga alternatif merupakan penggunaan kembali CO2 oleh perusahaan sehingga tingkat persaingan yang akan dievaluasi tidak lagi tingkat persaingan untuk pasar CO2, akan tetapi untuk pasar produk utama perusahaan yang berupa gas dan minyak dimana saat ini PT. Pertamina telah cukup menguasai pasar dalam bidang tersebut.

Analisis Pemilihan Alternatif Rancangan

Gunakah metode analisis hasil keputusan (analytical hierarchy process) untuk meghitung skor masing-masing kriteria dari setiap rancanganRancangan Terpilih

Dalam penilaian yang penulis lakukan, penulis menggunakan kerangka acuan penilaian umum untuk AHP. Kerangka acuan ini penulis jadikan pertimbangan berapa nilai yang penulis berikan untuk pemilihan alternative. Acuan tersebut terdiri dari nilai 1 sampai nilai 9 sebagai berikut.

Penjelasan untuk setiap nilai yang tertera pada acuan adalah sebagai berikut.

No.NilaiDeskripsi

1Nilai 1

nilai penulis berikan untuk menyatakan bahwa dua sub-kriteria yang penulis bandingkan penulis anggap memiliki tingkat kepentingan yang sama.

2Nilai 3

nilai penulis berikan saat salah satu dari dua sub-kriteria yang penulis bandingkan dianggap lebih penting namun tingkat kepentingannya tidak terlalu tinggi.

3Nilai 5

nilai penulis berikan saat salah satu dari dua sub-kriteria yang penulis bandingkan dianggap lebih penting dan nilai kepentingannya sudah signifikan.

4Nilai 7

nilai ini menunjukkan bahwa salah satu dari dua sub-kriteria yang penulis bandingkan menunjukkan tingkat kepentingan yang tinggi. Sub-kriteria ini bisa memberikan dampak yang besar pada hasil perancangan penulis.

5Nilai 9

nilai ini menunjukkan bahwa kepentingan dari sub-kriteria tersebut bersifat mutlak dan menjadi sub-kriteria yang paling berpengaruh pada hasil perancangan penulis. Pemberian nilai tersebut menunjukkan bahwa sub-kriteria tersebut menjadi salah satu fokus utama penulis dalam melakukan perancangan proyek ini.

6Nilai 2, 4, 6, dan 8

nilai tersebut diberikan saat penulis melihat adanya perbedaan kepentingan, namun penulis tidak dapat secara pasti seberapa jauh tingkat kepentingan diantara dua sub-ktiteria yang dibandingkan. Sehingga nilai genap ini menunjukkan nilai rata-rata perbedaan kepentingan anatara dua sub-kriteria. Misalnya untuk memberikan nilai 2 terjadi saat penulis melihat adanya perbedaan kepentingan antara dua sub-kriteria namun belum terdefinisikan seberapa perbedaan tingkat kepentingan dari nilai 1 ke nilai 3.

Berdasarkan acuan diatas, penulis telah memberikan nilai pada setiap sub-kriteria yang dibandingkan untuk memilih alternative terbaik. Alternative terbaik yang dipilih ialah alternative dengan nilai tertinggi. Berikut hasil penilaian untuk setiap alternative.

Food gradeHarga jual tinggiTingkat permintaan pasarJarak pelangganTingkat persainganTotal Nilai

0.220341690.5501213530.0786971630.150839794

0.6939279570.5695405780.0909090910.6909739550.57759835

EOR0.0528161450.097390070.8181818180.0598868230.13863586

Industri non-food grade0.2532558980.3330693520.0909090910.2491392220.28376579

Berdasarkan tabel diatas, alternative dengan nilai tertinggi ialah pengolahan CO2 untuk industri food grade dengan nilai 0,5579835. Kedua untuk non-food grade dan ketiga untuk EOR.

Dengan demikian, penulis memilih alternative pengolahan CO2 untuk industri food grade. Hal tersebut dikarenakan untuk wilayah kota Bandung yang dikenal sebagai kota kuliner memiliki tingkat kebutuhan hasil pengolahan CO2 yang cukup tinggi untuk industri makanan. Meskipun tingkat kemurnian yang dibutuhkan relative tinggi yaitu mencapai 99% namun harga jual produknya relative mahal sehingga bisa memberikan keuntungan bagi pihak Pertamina.

RANCANGAN SISTEM

Deskripsi Proses

Proses pemurnian gas CO2 menggunakan teknologi distilasi kriogenik yang didukung dengan teknologi CATOX, H2S absorbtion, dan teknologi hidrolisis. Teknologi hidrolisis digunakan untuk menghilangkan senyawa COS dalam aliran gas COS yang dapat menyebabkan korosi. Teknologi H2S absortion dilakukan dengan senyawa ZnO untuk menghilangkan senyawa pengotor H2S yang juga dapat menyebabkan korosi. Teknologi CATOX digunakan untuk menghilangkan pengotor berupa senyawa hidrokarbon fraksi ringan.

Bahan baku CO2 diperoleh dari hasil pengolahan gas alam di Pertamina EP Subang. Umpan tersebut dialirkan dalam bentuk gas melalu sistem perpipaan. Pertama-tama, gas CO2 yang masuk dipisahkan dari pengotor senyawa hidrokarbon berupa kondensat menggunakan activated carbon filter. Terdapat dua unit activated carbon filter yang dirangkai secara paralel dan bekerja secara bergantian untuk mengakomodir perlunya dilakukan pergantian filter. Selanjutnya gas CO2 akan dialirkan menuju unit penghilangan COS berupa reaktor hidrolisis. Senyawa CO2 akan direaksikan dengan air yang terdapat pada aliran gas CO2. Setelah dari unit pemisahan COS, gas CO2 dialirkan menuju kolom absorben ZnO untuk memisahkan senyawa H2S dari aliran gas CO2. Katalis ZnO yang digunakan perlu diregenerasi dengan mengalirkan udara ke dalam kolom.

Gas CO2 yang sudah tidak mengandung pengotor zat sulfur akan dihilangkan kandungan air yang terbentuk dari reaksi H2S dengan ZnO. Penghilangan air dilakukan dengan metode kompresi-kondensasi hingga konsentrasi air rendah. Setelah konsentrasi air pada aliran gas rendah, aliran gas tersebut akan dihilangkan kadar airnya dengan menggunakan air dryer. Air dryer yang digunakan berisi unggun berupa silica gel sebanyak dua buah yang dirangkai secara bergantian untuk memudahkan proses pergantian silica gel.

Setelah dihilangkan kadar airnya, gas CO2 akan dialirkan ke kolom distilasi pertama untuk menghilangkan sebagian besar pengotor berupa gas nitrogen dan beberapa fraksi karbon ringan. Produk bawah dari hasil distilasi merupakan CO2 cair yang telah siap dialirkan sebagai produkSelanjutnya, gas CO2 dialirkan menuju reaktor CATOX untuk pemisahan senyawa hidrokarbon ringan yang masih tersisa dari aliran gas CO2. Pemisahan hidrokarbon dilakukan dengan melakukan reaksi pembakaran hidrokarbon dengan gas oksigen 99,5%. Hasil pembakaran hidrokarbon di reaktor CATOX akan menghasilkan air dalam kadar rendah yang perlu dipisahkan dengan menggunakan silica bed air dryer. Selanjutya gas CO2 akan kembali didistilasi untuk memperoleh CO2 dalam bentuk cair dengan kemurnian tinggi. Produk bawah dari kolom distilasi kedua akan digabung dengan produk bawah dari kolom distilasi pertama sebagai produk CO2 yang siap dijual.

Utilitas air pendingin disuplai dari air proses hasil pengolahan air tanah. Air tanah telah terlebih diolah pada unit pengolahan air untuk digunakan sebagai air untuk kebutuhan kantor dan kantin serta air untuk kebutuhan proses. Air tanah dibersihkan dengan multimedia filter lalu aliran dibagi menjadi dua aliran air, satu aliran air untuk kebutuhan pendukung pengoperasian (kantor, kantin, toilet dll.) dan satu aliran untuk kebutuhan proses (air pendingin atau air umpan boiler). Air yang digunakan untuk kebutuhan proses akan diolah lebih lanjut pada unit injeksi bahan kimia untuk menghilangkan alkalinitas dan kandungan logam yang dapat menyebabkan terbentuknya kerak. Air proses yang telah diolah akan ditampung pada process water tank dan dapat digunakan sebagai air pendingin atau air proses.

Oksigen yang digunakan pada reaktor CATOX dialirkan dari tangki penampung oksgien cair yang diperoleh dari supplier. Oksigen cair tersebut harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk reaksi pada reaktor CATOX. Refrijeran yang digunakan pada proses ini adalah NH3 yang disuplai dari unit refrijerasi. Jumlah kebutuhan utlitas ditampilkan Tabel...

Tabel.... Kebutuhan Utilitas Operasi Pabrik

Jenis utilitasKeperluansatuan

Air pendingin80m3/jam

Air pendukung10000kg/jam

Rerijeran17729.28GJ/tahun

Listrik981.05KWs

WWT30m3/jam

Lengkapi penjelasan dengan block flow diagram (BFD) dan perhitungan neraca massa dan energi. Tujuan utama perhitungan neraca massa dan energi adalah untuk mendapatkan kebutuhan umpan setiap waktu (ton/hari atau satuan lain), kebutuhan utilitas, perolehan produk, dan limbah yang dihasilkan. Jangan lupa menyertakan laju alir pada setiap aliran di BFD.Process Flow Diagram (PFD)

Pada sub bab ini buat process flow diagram (PFD) yang mencakup rangkaian alat utama. Lengkapi kondisi operasi (P,T) pada setiap aliran)

Spesifikasi Detil Alat

Pada bagian ini pilih salah satu alat utama untuk dideskripksikan secara detil. Untuk topik sampah bagian yang didetilkan adalah bagian REAKTOR (gasifikasi, pirolisis, atau digester). Detil peralatan mencakup:

Bentuk dan ukuran dimesi alat (gambar penampang)

Material bahan

Kondisi operasi

Plant Layout

Pada sub bab ini perkirakan bagaimana pabrik akan dilayout. Lengkapi dengan pekiraan dimana lokasi Muster (Assembly) Point, Control Room, dan Office.

INSTRUMENTASI DAN PENGENDALIAN SISTEM

Identifikasi Sistem Instrumentasi dan Pengendalian Peralatan Utama

Suatu plant tidak akan berfungsi dengan baik tanpa didukung oleh sistem instrumentasi dan kontrol. Instrumentasi dan kontrol dalam suatu plant berperan sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk memudahkan manusia dalam melakukan pengukuran, analisa, serta kontrol dari plant tersebut. Instrumentasi merupakan sekumpulan perangkat atau piranti yang digunakan untuk pengukuran dan pengendalian sistem, sedangkan sistem instrumentasi adalah sistem yang mengintegrasikan semua komponen instrumentasi sehingga menjadi satu kesatuan sistem kontrol yang handal. Sementara kontrol sendiri merupakan suatu kegiatan pengendalian perangkat instrument pada sistem tersebut agar proses dapat berjalan seperti yang diharapkan. Dalam kasus CO2 purification plant ini, tentunya tidak akan bisa lepas dari adanya sistem instrumentasi dan kontrol. Oleh karena itu pada bab ini akan dibahas mengenai sistem instrumentasi yang diperlukan serta bagaimana kontrol terhadap sistem instrumentasi tersebut.

Sistem instrumentasi biasanya memiliki elemen-elemen fungsional sebagai berikut:

Measured medium

Medium yang digunakan sebagai objek pengukuran, seperti aliran fluida, temperatur, level, tekanan, dll

Primary sensing element (PSE) atau sensor

Elemen yang menerima energi objek pengukuran. Elemen ini juga merupakan elemen pertama yang berhubungan langsung dengan objek pengukuran. Biasanya energi yang di terima elemen tersebut akan menghasilkan suatu respon yang dapat dijadikan parameter pengukuran. Respon tersebut seperti perubahan deformasi bentuk, perubahan resistansi listrik, dll.

Variable conversion element (VCE)

Elemen yang mengubah suatu besaran fisis dari objek pengukuran menjadi bentuk besaran fisis lainnya. Bentuk konversi yang biasanya dilakukan yaitu mengubah besaran fisis (hasil dari sensing elemen) ke besaran listrik atau pneumatik.

Variable manipulation element (VME)

Elemen yang memanipulasi sinyal variabel fisik untuk menghasilkan sinyal instrumen yang diinginkan;

Data transmission element (DTE)

Elemen yang mengirim data dari elemen satu ke elemen lain.

Data presentation element (DPE);

Elemen yang berfungsi sebagai presentasi data

ObserverPengamat dari unit DPE yaitu operator (manusia).

Sistem instrumentasi utama yang diperlukan pada CO2 purification plant ini antara lain :

Sensing Elemen

Terdapat beberapa sensor yang diperlukan dalam CO2 purification plant ini antara lain :

Flow Transmitter (FT)

Flow transmitter merupakan instrument yang digunakan untuk mengukur laju aliran dalam suatu pipa aliran. Fluida yang diukur dapat berupa fluida cair maupun gas. Dalam kasus CO2 purification plant ini, flow transmitter yang digunakan adalah orifice meter karena aliran fluida yang diukur terbilang besar yaitu untuk lokasi Subang CO2 yang di absorb sebesar 27 MMSCFD. Begitu pula untuk lokasi-lokasi lain di Indonesia, seperti di Natuna, dimana potensi CO2 yang besar menyebabkan orifice cocok untuk mengukur aliran besar ini. Penggunaan flowmeter ini nantinya seperti pada metering sistem untuk custody transfer.

Dalam pemilihan flowmeter untuk aliran CO2, perlu diperhatikan physical properties dari CO2 tersebut, dimana untuk CO2 murni mempunyai nilai kritis pada 304 K (88 F) dan 7,415 kPa (1,071 psia). Faktor faktor lain seperti faktor kompresibilitas juga perlu dipertimbangkan. Berikut area pengukuran yang baik untuk CO2 di dalam pressure entalphy diagram nya :

Gambar 6.1 CO2 pressure enthalpy diagram (Sumber : Pipeline Rules of Thumb Handbook)

Temperature Transmitter (TT)

Instrument ini merupakan instrument untuk mengukur temperatur dan telah dilengkapi dengan pengkondisi sinyal, sehingga hasil pembacaannya dapat langsung dikirimkan ke komputer ataupun controller. Penggunaan temperatur transmitter pada CO2 purification plant ini seperti pada bagian heat exchanger untuk pendinginan gas CO2 pada proses liquifier.

Pressure Transmitter (PT)

Pressure transmitter digunakan untuk mendeteksi tekanan statik dari fluida. Pressure transmitter yang digunakan adalah pressure transmitter menggunakan satu diafragma atau single elemen sensor. Dalam aplikasinya nanti, pressure transmitter akan digunakan untuk mengukur tekanan upstream dan downstream pada control valve.

Level Transmitter (LT)

Level transmitter digunakan untuk mendeteksi ketinggian cairan atau padatan di dalam tanki. Dalam proses ini, salah satu level transmitter yang digunakan adalah level transmitter yang memanfaatkan teknologi ultrasonik dengan mengukur waktu dari gelombang yang dipantulkan pada tangki.

ControllerDCS

DCS atau Distributed Control System merupakan arsitektur dari control system. Kontrol dari tiap elemen tidak terpusat, tetapi terdistribusi melalui sub sistem kecil yang mengontrol komponen dalam sub sistem. Dalam proses pengontrolan, DCS dihubungkan dengan sensor (input) dan aktuator (output).

Dalam kasus CO2 purification plant ini, dimana plant melibatkan banyak proses yang berkaitan, kami mempertimbangkan untuk memakai DCS dalam pengontrolannya.

PLC

PLC atau Programmable Logic Controller merupakan salah satu pengontrol yang terdiri dari modul input, prosesor atau CPU, dan modul output. PLC biasa digunakan untuk pengontrolan sistem yang membutuhkan akurasi tinggi, sehingga dibutuhkan sistem kontrol yang mendetail. Dalam CO2 purification plant ini, kami mempertimbangkan untuk memakai PLC pada sistem safety.

ActuatorControl Valve (PCV)

Control valve merupakan aktuator berupa katup yang dapat dikontrol secara otomatis. Control valve digunakan dalam mengontrol suatu aliran dengan mengatur bukaan katup yang sesuai dengan perintah dari controller. Dalam CO2 purification plant ini Control valve yang akan digunakan yaitu berbentuk globe valve dengan karakteristik linear.

Check valve

Check valve merupakan valve yang digunakan untuk membuat aliran fluida hanya mengalir ke satu arah saja atau agar tidak terjadi reversed flow/back flow. Back flow ini biasa terjadi pada aliran setelah pompa, sehingga dapat merusak kinerja dari pompa. Karena pada plant ini terdapat banyak heat exchanger, maka dibutuhkan pompa untuk mengalirkan cairan pendingin tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan check valve untuk CO2 purification plant ini.

Pressure Relief valve

Pemasangan valve ini lebih bertujuan untuk keperluan safety. Alat ini secara otomatis akan melepaskan tekanan fluida apabila dalam aliran yang dikondisikan, nilai tekanan aliran tersebut melebihi nilai maksimum tekanan alat ini.

Compressor

Kompressor digunakan untuk menaikan tekanan gas yang dialirkan agar sesuai dengan kebutuhan proses.

Pompa

Pompa digunakan dalam mengalirkan cairan pendingin untuk heat exchanger.

Sistem Instrumentasi Detil

Dari sistem instrumentasi yang telah dipilih didalam sub-bab sebelumnya, berikut detail mengenai sistem instrumentasi dan kontrol nya.

Instrumentasi Detil

Pengontrolan proses pada CO2 purification plant ini terdiri atas pengontrolan terhadap pressure temperatur dan flow. Pengontrolan didasarkan pada kondisi yang harus dicapai pada setiap proses serta batas kritis komoditi serta kemampuan peralatan pada proses tersebut. Aktuator yang digunakan yaitu berupa control valve. Bukaan valve tersebut akan dikontrol berdasarkan nilai yang diberikan kontroller akibat dari pembacaan sensor temperatur, tekanan, ataupun flow. Seperti pada pengontrolan temperatur, pengontrolan dilakukan dengan mengatur kecepatan aliran air yang melalui heat exchanger. Temperatur output yang terbaca dikirimkan ke controller kemudian didapatkan nilai manipulated variable yang akan menentukan bukaan valve pada aliran air. Untuk keperluan recovery temperatur air digunakan cooling tower dan water tank sebagai tempat penampungannya. Untuk menggerakan control valve, digunakan tenaga pneumatik yang dihasilkan dari udara yang dikompresi. Sistem pipa aliran udara ini terpisah dengan aliran CO2.

Dalam pengontrolan proses ini, sistem berprilaku dinamik sebelum mencapai set pointnya. Oleh karena itu digunakan PID controller dalam mengantisipasi respon dinamik ini. Salah satu variabel yang sangat penting untuk dikontrol pada CO2 purification plant ini yaitu temperatur. Dimana temperatur akan sangat mempengaruhi fasa CO2 yang akan berpengaruh pada proses.

Algoritma kontrol PID

Proportional Control

Karakteristik dari mode kontrol proportional adalah cenderung mendekatkan respon sistem ke set point yang telah ditentukan oleh kontroler. Penggunaan kontrol proportional akan mengakibatkan beberapa efek pada respon sistem,yaitu respon akan mendekati nilai set point, slope pada respon akan semakin meningkat, namun masih terdapat error offset.

Integral Control

Kontrol integral ini dipengaruhi oleh nilai time integral (Ti). Nilai time integral ini mengacu pada respon sistem pada waktu-waktu sebelumnya. Pemberian parameter Ti ini akan berakibat pada grafik sistem. Jika terlalu lamban, maka sistem akan semakin lama menuju set point, dan sebaliknya.

Derivative Control

Kontrol derivative ini dipengaruhi oleh time derivative. Pemberian time derivative (Td) akan memberi pengaruh yang cukup terlihat pada grafik respon. Kontrol derivative ini merupakan algoritma kontrol yang mengacu pada prediksi respon yang akan datang.

Identifikasi Safety Instrument System

Dalam proses purifikasi CO2 ini, digunakan beberapa kompressor untuk menaikan tekanan gas. Anti surge control digunakan untuk mencegah terjadinya pressure surges atau ketidak stabilan tekanan yang masuk ke dalam compressor. Alat ini dapat mencegah rusaknya compressor akibat ketidakstabilan tersebut. Antisurge control mendaur ulang aliran udara yang tidak stabil.

Gambar 6.3 Antisurge controlSistem metering untuk Custody transferSistem metering sebagai titik custody transfer sangatlah penting dalam proses jual beli. Dalam kasus ini aliran fluida yang akan diukur adalah CO2. Hal yang sangat perlu diperhatikan pada pengukuran aliran CO2 adalah sensitifitas perubahan densitasnya terhadap temperatur. Sehingga dalam pengukurannya perlu diberikan perhatian khusus terhadap penurunan atau kenaikan temperatur pada element-element pengukuran. Terdapat pendekatan kenaikan 0.9% volume untuk setiap C kenaikan temperatur. Sementara itu pengaruh perubahan densitas terhadap perubahan tekanan tidak begitu mempengaruhi pengukuran.

Di Industri, pengukuran aliran CO2 yang telah ada saat ini menggunakan orifice ataupun turbine meter. Terdapat beberapa kelebihan ataupun kekurangan pada masing-masing alat, namun yang paling banyak digunakan adalah orifice meter.

Tabel 6.1 Pertimbangan pemilihan metering CO2

Oleh karena karakteristik CO2 yang sensitif, maka diperlukan beberapa komponen utama dalam sistem metering (custody transfer) ini.

Flow meter

Orifice plate merupakan flowmeter yang digunakan secara luas untuk berbagai aliran fluida. Sesuai dengan tabel diatas, penggunaan orifice akan menghasilkan pembacaan yang lebih baik untuk fluida yang sensitif terhadap perubahan densitas.

Density meter

Penggunaan density meter digunakan sebagai unit eksternal sehingga mudah untuk di isolasi dari aliran flow. Tujuannya yaitu untuk memudahkan dalam proses kalibrasi, maintenance, dan inspeksi. Kurangnya sensitifitas densitas CO2 terhadap perubahan kecil tekanan (relatif terhadap sensitifitasnya dengan temperatur) memungkinkan untuk meletakkan density meter ini pada bagian upstream orifice.

Microprocessor

Mikroprosesor digunakan untuk memasukan algoritma perhitungan konversi pengukuran flowrate (aliran volume) menjadi mass flowrate. Hasil dari pengukuran pun dapat ditampilkan secara real-time.

Persamaan Orifice Flow

API Manual dari Petroleum Measurement Standards, Chapter 14, Section 3 (serta API 2530, AGA Report No. 3, ANSI/API 2530-1985, dan GPA 8185-85) memberikan formulasi yang telah diterima secara luas dalam perhitungan mass flowrate. Persamaan 38 pada publikasi ini, Equation for Mass Flow Rate when Density of Fluid Flowing is Known, dapat dilihat pada gambar 6.4 dibawah.

Gambar 6.4 Persamaan CO2-rich mixture pada pengukuran orifice. Sumber : API Manual of Petroleum Measurement Standards, 2nd Edition, September 1985.Dimana ;

qm merupakan mass flowrate.

K dan Y adalah flow coefficient dan faktor koreksi. Flow coefficient, K, ditentukan oleh viskositas fluida. Sedangkan faktor koreksi, Y, merupakan rasio dari tekanan differensial orifice terhadap tekanan statis dan spesific heat ratio.merupakan output dari pembacaan density meter.

merupakan differensial pressure ketika melewati orifice.

ANALISIS KEEKONOMIAN

Identifikasi Kebutuhan Modal Investasi

Pada sub bab ini didetilkan dan dihitung apa saja komponen CAPEX (Capital Expenditure)

Identifikasi Komponen Struktur Biaya

Pada sub bab ini didetilkan dan dihitung apa saja komponen OPEX (Operational Expenditure)

Analisis Biaya

Pada sub bab ini dianalisis berapa biaya produksi per unit. Jelaskan secara rinci komposisi untuk setiap komponen biaya produksi yang dapat dipisahkan. Analisa dilakukan terhadap komponen mana saja yang dapat direduksi

Analisis Cost Benefit

Analisis dilakukan pada komponen:

NPV (Net Present Value)

IRR (Internal Rate Return)

Payback period

Analisis sensitivitas

PENUTUP

Berikan kesimpulan ringkas terhadap hasil rancangan yang sudah dibuat

Berikan refleksi dari kelompok terkait penerapan pola berpikir sistem dan kerjasama multidisiplin dalam mengerjakan proyek rancangan sistem imi

Berikan saran-saran yang membangun terkait perbaikan pelaksanaan kelas Proyek Rekayasa Interdisiplin di masa mendatang

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Z., Mexher T., Abu-Zahra, R. M.2013.CO2 Purification Part I: Purification requirement review and selection of impurities deep removal technologies.Elsevier: AmsterdamArcher, P. J.; Watson, S. J.2001.Carbonyl Sulfide (COS) Removal from Propane.Pearl Development Co. : Colorado.Alvis R. S.; Hatcher, N. A.; Weiland, R. H.2012.CO2 Removal from Syngas Using PiperazineActivated MDEA and Potassium Dimethyl Glycinate. Optimized Gas Treating Inc: Houston.Dewi, dan Yadnya. 2013. Studi Kelayakan Investasi dari Aspek Finansial Untuk Pendirian Salon Naya Denpasar. Bali.

DNV.2011.Carbon Dioxide Utilization, Research and Innovation Position Paper.Dumitriu, A.B.; Fortes, M. M. P.; Tzimas, E., Sveen, T. 2013. Carbon Capture and Utilization Workshop. European Union: Luxembourg.Ebenezer, S. A.,Removal of Carbon Dioxide from Natural Gas for LNG Production, Semester Project Work, NTNU, Norwegia, 2005.

Garces, H. F., dkk.2010.Low Temperature H2S dry-desulfurization with zinc oxide.Elsevier: Amsterdam. Iijima, M.; Penulisjo, T.; Takashina, T.; Oguchi, A. 2003. Fuel Gas CO2 Recovery Utilization, Disposal, and Business Development. Mitshubishi Heavy Industries: Jepang.

Intergovernmental Panel on Climate Change,1995. Climate Change 1994,IPCC, Cambridge University Press, London.Kubek, D.I.; Polla, E.; Wilcher, F.P. Purification and Recovery Options for Gasifications. USA.

Metz, B.; dkk.,Carbon Dioxide Capture and Storage, Cambridge University Press, New York, 2005.Oliver, J. G. J. Dkk. 2013.Trends in Global CO2 Emissions: 2013 Report,PBL Netherlands Environmental Assessment Agency: Netherland.Schedler, J.2013.Catalytic CO2 Refining, International Industrial Seminar Messer BeneluxShakhashiri 2008.Carbon Dioxide.Chemical of the WeekShimekit, B. dan Mukhtar, H. Natural Gas Purification Technologies Major Advances for CO2 Separation and Future Directions. Universiti of Teknologi PETRONAS: Malaysia.

Siriwardane, R. V., dkk.2001.Durable Zinc Oxide-Based Regenerable Sorbents for Desulfurization of Syngas in a Fixed Bed Reactor,Research Triangle Institute:Morgantown.

Pertamina. Pemanfaatan & Komersialisasi Gas CO2 dari Lapangan Migas Pertamina.[Power Point Slides).Pertamina EP,Presentasi CO2Removal Pertamina Plant Subang, Pertamina Subang, 2014.Yuhua, K., dkk. 2005.Purification of CO2 Food Grade.National Key Industrial Base for Gas Purification Catalyst: Wuhan.Zhao S. dkk.2013.The Hydrolysis of Carbonyl Sulfide at Low Temperature: A Review.University of Science and Technology Beijing:Beijing.http://id.wikipedia.org/wiki/Pertamina diakses pada tanggal 27 September 2014 pukul 00.35

http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksida diakses pada tanggal 27 September 2014 pukul 00.36

http://www.google.com/imgres?imgurl=&imgrefurl=http%3A%2F%2Fenglish.people.com.cn%2F90002%2F98666%2F99044%2F6830157.html&h=0&w=0&tbnid=kMXPNOytVl_kAM&zoom=1&tbnh=216&tbnw=233&docid=3yjMl75zOECUjM&tbm=isch&ei=TItHVNqpMMiNuAS9-4GgAg&ved=0CAQQsCUoAA diakses pada tanggal 22 Oktober 2014 pukul 18.53.

http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Diagram_ishikawa.JPG (diakses pada tanggal 24 Oktober 2014 pukul 23.46).

http://www.netl.doe.gov/research/coal/energy-systems/gasification/gasifipedia/coal-derived-chem diakses tanggal 26 Oktober 2014 pukul 19.492

1

_1234567891.unknown

_1234567892.unknown

_1234567890.unknown