bab ii edit

Upload: arfiana-talita-asri

Post on 07-Jul-2015

192 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Anatomi dan Fisiologi Otot - Otot Mata 1

Otot ekstraokular terdiri dari enam yaitu empat muskulus rektus dan dua oblikus. Muskulus rektus Keempat muskulus rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi nervus optikus pada apeks posterior orbita. Mereka disebut sesuai insertionya ke dalam sklera pada permukaan medial, lateral, inferior, dan superior mata. Otot-otot itu panjangnya 40 mm, menjadi tendo 4-9 mm dari titik insertion, dan lebarnya 10 mm. Perkiraan jarak titik insertion dari limbus kornea adalah: rektus medialis 5 mm, rektus inferior 6 mm, rektus lateralis 7 mm, rektus superior 8 mm. Muskulus Obliquus M. obliquus superior adalah otot terpanjang dan tipis. Origonya di atas dan medial foramen optikum dan menutupi sebagian origo muskulus levator palpebrae superioris. Obliquus superior berbentuk fusiform langsing (panjang 40 mm) dan berjalan ke anterior berupa tendo ke trokhlea, atau katrolnya. Otot ini kemudian melipat balik dan berjalan ke bawah untuk tertambat berupa kipas pada sklera di bawah rektus superior. M. obliquus inferior berorigo pada sisi nasal dinding orbitaa tepat di belakang tepian inferior orbita dan lateral dari duktus nasolakrimalis. Ia berjalan di bawah rektus inferior, kemudian di bawah muskulus rektus lateralis untuk berinsertio pada sklera dengan tendon pendek. Insertionya itu ke dalam segmen posterotemporal bola mata, sedikit dia atas daerah macula. Panjang muskulus ini 37 mm Keenam otot ekstraokular berperan dalam menentukan posisi mata mengelilingi tiga sumbu rotasi. Kerja primer suatu otot adalah efek utama yang ditimbulkan oleh rotasi mata. Efek yang lebih kecil disebut efek kerja sekunder.

Gambar 1. Otot Ektraokular 5 Otot rektus medialis dan lateralis masing-masing menyebabkan aduksi dan abduksi mata, dengan efek ringan pada elevasi atau torsi. Otot rektus vertikalis dan oblikus memiliki fungsi rotasi vertikal dan torsional. Secara umum, otot rektus vertikalis merupakan elevator dan depresor utama pada mata, dan otot oblikus terutama berperan dalam gerakan torsional. Efek

vertikal otot rektus superior dan inferior lebih besar apabila mata dalam keadaan abduksi. Efek vertikal otot oblikus lebih besar apabila mata dalam keadaan aduksi. Tabel 1. Fungsi Otot Mata1 Otot Muskulus rektus lateralis (LR) Muskulus rektus medialis (MR) Muskulus rektus superior (SR) Muskulus rektus inferior (IR) Muskulus oblikus superior (SO) Muskulus oblikus inferior (IO) Kerja Primer Abduksi Aduksi Elevasi Depresi Intorsi Ekstorsi Kerja Sekunder Aduksi, intorsi Aduksi,ekstorsi Depresi, abduksi Elevasi, abduksi

Agar gerakan kedua mata dalam arah yang sama otot-otot agonis yang berkaitan harus menerima persarafan yang setara (hukum Hering). Tabel 2. Otot-Otot Pasangan Searah Dalam Posisi Menatap 3 Jurusan penglihatan kardinal Mata kanan Mata kiri 1. Ke atas kanan m. rektus superior m. obliqus inferior 2. Ke kanan m. rektus lateralis m. rektus medialis 3. Ke kanan bawah m. rektus inferior m. obliqus superior 4. Ke bawah kiri m. obliqus superior m. rektus inferior 5. Ke kiri m. rektus medialis m. rektus lateralis 6. Ke atas kiri m. obliqus inferior m. rektus superior

Gambar 2. Otot-Otot Pasangan Searah Dalam Posisi Menatap 6 Persarafan 1 Nervus okulomotorius (III) mensarafi muskulus rektus medialis, inferior, superior, dan muskulus obliquus inferior. Nervus abducens (VI) mensarafi muskulus rektus lateralis. Nervus trokhlearis (IV) mensarafi muskulus obliquus superior. Pendarahan 1 Pasokan darah ke otot ekstraokular berasal dari cabang-cabang muskular dari arteria oftalmika. Muskulus rektus lateralis dan obliquus inferior juga dipasok berturut-turut oleh cabang-cabang dari arteria lakrimalis dan arteria infraorbitalis.

Gambar 3. Persarafan Otot Mata 7 B. StrabismusI.

Definisi Deviasi mata yang tidak dapat diatasi oleh pasien. Sumbu-sumbu pandang mengambil posisi relatif satu sama lain berbeda dari yang diperlukan untuk keadaan normal. 3 Strabismus (mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian secara bersamaan. 2

II.

Etiologi Strabismus ditimbulkan oleh kelainan motorik, sensorik atau sentral. Kelainan sensorik disebabkan oleh penglihatan yang buruk, ptosis, katarak kongenital. Kelainan sentral akibat kerusakan otak. Kelainan sensorik dan sentral menimbulkan strabismus konkomitan atau non paralitik. Kelainan motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik. 1,4 Gangguan fungsi mata seperti pada kasus kesalahan refraksi berat atau pandangan yang lemah karena penyakit bisa berakhir pada strabismus. Ambliopia (berkurangnya ketajaman penglihatan) dapat terjadi pada strabismus, biasanya terjadi pada penekanan kortikal dari bayangan mata yang menyimpang. 4

III.

Pemeriksaan 1 I. Anamnesa :1. Riwayat keluarga: apakah keluarga yang lain memiliki keluhan yang sama ? 2. Usia onset: umur berapa keadaan tersebut timbul ? 3. Jenis onset : apakah timbul secara perlahan-lahan, mendadak, bersamaan dengan

penyakit lain ?4. Jenis deviasi: pada keadaan apakah pasien melihat deviasinya. Apakah saat

melihat dekat, jauh, atau bila mata lelah. Apakah deviasi tetap besarnya ?5. Fiksasai: apakah selalu sama mata yang berdeviasi. Apakah kedua mata

berdeviasi bergantian ?II.

Ketajaman penglihatan : kartu Snellen, gambar Allen 1

Gambar 4. Kartu Snellen 8III.

Penentuan kelainan refraksi 1 Dengan pemberian sikloplegia Anak-anak : sulfas atropine 1% tiga hari berturut 1 tetes sehari dan refraksi diperiksa pada hari ke empat Dewasa : homatropin 3%, 1 tetes tiap 15 menit 3 kali berturut-turut, pemeriksaan refraksi 1 jam setelah tetes terakhir.

IV.

Inspeksi 1 Apakah strabismus tetap, intermiten, bergantian, monokuler, berubah-ubah. Penentuan sudut strabismus (sudut deviasi) 1 A. Uji prisma dan penutupan 1. Uji penutupan: sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, di depan mata yang lain ditaruh penutup untuk menghalngi pandangannya. Apabila mata yang diamati bergerak untuk mengambil fiksasi, mata tersebut sebelumnya tidak melakukan fiksasi, dan terdapat deviasi manifest (strabismus). Arah gerakan memperlihatkan arah penyimpangan, misal mata bergerak ke luar apabila terdapat esotropia.

V.

Gambar 5. Uji Penutupan 92.

Uji membuka penutup: sewaktu penutup diangkat setelah uji penutup

dilakukan pengamatan pada mata yang sebelumnya tertutup tersebut. Apabila posisi mata tersebut beruubah, terjadi interupsi penglihatan binocular yang menyebabkan berdeviasi, dan terdapat heteroforia. Arah gerakan korektif memperlihatkan jenis heteroforianya. 3. Uji penutup berselang-seling: penutup ditaruh berselang-seling di depan mata yang pertama dan kemudian mata yang lain. 4. Uji penutup plus prisma: untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin tinggi di depan satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutupan berselang-seling.

Gambar 6. Uji Penutup Plus Prisma 9B. Uji batang Maddox: uji ini adalah suatu metode akurat untuk mengukur

penyimpangan apabila korespondensi retina normal. 1

Gambar 7. Maddox Rod 10C. Uji obyektif 1 1. Metode Hirschberg: pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya

dengan jarak sekitar 33 cm (13 inci). Pada mata yang berdeviasi akan terlihat desentrasi refleksi cahaya. Dengan memasukkan 18 untuk setiap millimeter desentrasi, dapat dibuat perkiraan sudut deviasi.

Gambar 8. Uji Hirshberg 112. Metode reflex prisma (uji Krimsky): pasien melakukan fiksasi terhadap

suatu cahaya. Sebuah prisma ditempatkan di depan mata yang berdeviasi, dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk membuat refleks cahaya terletak di tengah merupakan ukuran sudut deviasi.

Gambar 9. Uji Krimsky 12

VI.

Duksi (rotasi monokuler): dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti suatu sumber cahaya yang bergerak dalam semua arah pandangan. Setiap penurunan gerak rotasi mengisyaratkan adanya kelemahan bidang kerja otot yang bersangkutan. 1

VII.

Versi (gerakan mata konjugat): menyuruh mata pasien mengikuti suatu sumber cahaya di sembilan posisi diagnostik: primer lurus ke depan; sekunder kanan, kiri, atas, dan bawah; dan tersier atas dan kanan, bawah dan kanan, atas dan kiri, dan bawah dan kiri. Gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang lain dicatat sebagai suatu overaction atau underaction. Fikasasi dalam bidang kerja suatu otot yang paretik menimbulkan overaction otot pasanganya, karena diperlukan persarafan yang lebih besar untuk kontraksi otot yang underacting. Sebaliknya, fiksasi oleh mata normal akan menyebabkan otot yang lemah kurang bekerja. 1

Gambar 10. Sembilan Posisi Diagnostik 9VIII.

Gerakan disjungtif 1 Konvergensi: penting dalam mengevaluasi otot-otot ekstraokular pada strabismus. Otot-otot rektus medialis berkontraksi dan otot-otot rektus lateralis melemas di bawah pengaruh stimulasi dan inhibisi saraf. Untuk memeriksa konvergensi, sebuah benda kecil atau sumber cahaya secara perlahan dibawa mendekat ke jembatan hidung, usahakan sekuat mungkin jangan sampai bayangan terlihat ganda. Titik dekat konvergensi 5 cm (2 inci).

A.

Gambar 11. Konvergenis 13B.

Divergensi: kedua mata bergerak kea rah temporal.

IV.

Klasifikasi Deviasi Mata (Strabismus) 41.

Paralitik (nonkomitan) Sudut deviasi tidak sama untuk semua arah. Disebabkan hilangnya fungsi dari satu atau lebih dari satu otot mata luar. Paralise ini dapat total atau sebagian (parese).

2.

Nonparalitik (komitan) Sudut deviasi tetap untuk semua arah. a. Akomodatif, berhubungan dengan kelainan refraksi b. Nonakodatif, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi.

Deviasi ini dapat :

- Manifes (strabismus) = heterotropia - Laten, tersembunyi (heteroforia)

1. Strabismus, merupakan deviasi manifes, dimana tidak mungkin untuk melakukan penglihatan binokuler tugnggal. Fiksasi terjadi dengan satu mata dan tidak pernah dengan dua mata, pada waktu yang sama. Macam strabismus/ Heterotropia/ Squint a. b. c. d. Strabismus konvergens= esotropia= crossed eye= deviasi ke nasal Strabismus divergens= eksotropia= wall eye= deviasi ke temporal Hipertropia= deviasi mata ke atas Hipotropia= deviasi mata ke bawah Pada umumnya untuk deviasi yang vertikal, dikatakan hipertopia. Bila salah satu mata terletak lebih tinggi dari sebelahnya, disebut hipertopia dari mata yang letaknya lebih tinggi.

Gambar 12. Macam Strabismus 2. Heteroforia, keadaan dimana mata mempunyai kecenderungan untuk berdeviasi kesalah satu arah, yang dapat diatasi dengan penglihatan binokuler tunggal. Deviasinya laten, hanya dapat dilihat bila mata sebelahnya ditutup. Macam Heteroforia a. Esoforia b. Eksoforia c. Hiperforia d. Hipoforia e. Sikloforia : deviasi ke nasal : deviasi ke temporal : deviasi ke atas : deviasi ke bawah : gerakan memutar

- Sikloforia (+) : memutar ke temporal - Sikloforia (-) : memutar ke nasal1.1 Strabismus Paralitika (Nonkomitan, Inkomitan) 4

Tanda-tanda : 1. Gerakan mata terbatas, pada daerah otot yang lumpuh bekerja.

2.

Deviasi, kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh

bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak. 3. 4. Diplopia terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih Ocular torticollis (head tilting) nyata bila mata digerakkan kearah ini. Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang. 5. Proyeksi yang salah Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita. 6. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah. Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit. Diagnosa berdasarkan : 1. 2. 3. Keterbatasan gerak Deviasi Diplopia.

1.2 Esotropia Paralitikus = Abdusen Palcy = Noncomitant Esotropia Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma kepala, tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral, pasien hipertensi sistemik atau diabetes. Jarang ditemukan pada anak-anak, yang biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital dari m.rektus lateralis atau persarafannya. Tanda-tandanya :

gangguan pergerakan mata kearah luar diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong,

luar

dengan otot yang lumpuh

supresi, sehingga tidak timbul diplopia

penderita mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan

bayangan dari obyek yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina dikedua mata yang tidak bersesuaian (corresponderend). Pengobatan: Penderita diobati dahulu secara nonoperatif selama 6 bulan, menurut kausanya, kalau dapat dengan kerjasama beserta seorang ahli saraf. Bila terdapat diplopia, mata yang sakit ditutup untuk menghilangkan diplopia dan segala akibatnya. Adapula yang menutup mata yang sehat untuk menghilangkan diplopianya. Baik pada anak ataupun dewasa, bila setelah 6 bulan pengobatan belum ada perbaikan, baru dilakukan operasi, yaitu reseksi dari m.rektus lateralis atau reseksi dari m.rektus medialis, sebab bila dibiarkan terlalu lama dapat terjadi atrofi dari otot. Pada kelumpuhan total dari saraf N.III (N.Okulomotorius) didapatkan :

ptosis. bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas, mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah sedikit eksoftalmus, akibat paralise dari 3 mm rekti yang dalam keadaan pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh. ada crossed diplopia.

kenasal dan sedikit kearah bawah.

bahu pada sisi otot yang lumpuh.

normal mendorong mata kebelakang.

Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi: m.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m. sfingter pupil, mm.siliaris. bila ini semua lumpuh tinggal m.rektus lateralis, m.obliqus superior yang bekerja, karena itu mata berdeviasi kearah temporal sedikit kearah bawah dan intorsi (berputar kearah nasal). Pupil lebar tak ada akomodasi. Kelumpuhan m.rektus medialis : Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, cross diplopi. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi). Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit. Kelumpuhan m.rektus superior : Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi vertikal dan crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas bayangan mata yang sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas. Kelumpuhan m.rektus inferior : Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran, crossed, yang bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih rendah. Kelumpuhan m.obliqus superior : Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus yang vertikal, diplopia campuran, terutama vertikal dan homonim yang bertambah

hebat bila mata digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih rendah. Kelumpuhan m.obliqus inferior : Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal, diplopia campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.1.3 Strabismus Nonparalitik 4

Disini kekuatan duksi dari semua otot normal dan mata yang berdeviasi mengikuti gerak mata yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan yang sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi sekunder (deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek disebut fixing eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye. Dibedakan strabismus nonparalitika nonakomodatif akomodatif berhubungan dengan kelainan refraksi. 1. Strabismus Nonparalitik Nonakomodatif : Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot-otot. Mungkin disebabkan oleh: I. Insersi yang salah dari otot-otot yang bekerja horizontal II. Gangguan keseimbangan gerak bola mata, dapat terjadi karena gangguan yang bersifat sentral, berupa kelainan kwantitas rangsangan pada otot. Hal ini disebabkan kesalahan persarafan terutama dari perjalanan supranuklear, yang mengelola konvergensi dan divergensi. Kelainan ini dapat menimbulkan proporsi yang tidak baik antara kekuatan konvergensi dan divergensi. Dibedakan : 1. 2. 3. Kelebihan konvergensi : (convergence excess) pada penglihatan Kelebihan divergensi (divergence exess) : pada penglihatan dekat Kelemahan konvergensi : (convergence insufficiency) : pada jauh normal, pada penglihatan dekat timbul strabismus konvergens. normal. pada penglihatan jauh timbul strabismus divergens. penglihatan jauh normal, pada penglihatan dekat timbul strabismus divergens. 4. Kelemahan divergensi (divergence insufficiency) : pada penglihatan dekat normal, pada penglihatan jauh timbul strabismus konvergens.III. Kekurangan daya fusi : Kelainan daya fusi kongenital sering didapatkan. Daya fusi ini

berkembang sejak kecil dan selesai pada umur 6 tahun. Ini penting untuk penglihatan binokuler tunggal yang menyebabkan mata melihat lurus. Tetapi bila daya fusi ini terganggu secara kongenital atau terjadi gangguan koordinasi motorisnya, maka akan menyebabkan strabismus.

IV. Pada kasus yang idiopatis, kesalahan mungkin terletak pada dasar genetik. Eksotropik dan

esotropia sering merupakan keturunan autosomal dominan. Tidak jarang strabismus nonakomodatif tertutup oleh faktor akomodatif, sehingga bila kelainan refraksinya dikoreksi, strabismusnya hanya diperbaiki sebagian saja. Tanda-tanda : 1. 2. 3. 4. Kelainan kosmetik, sehingga pada anak-anak yang lebih besar Tak terdapat tanda-tanda astenopia. Tak ada hubungan dengan kelainan refraksi. Tak ada diplopia, karena terdapat supresi dari bayangan pada mata Pada strabismus yang monokuler, karena supresi dapat terjadi ambliopia ex anopsia. Bila deviasinya mulai pada umur muda dan sudut deviasinya besar, maka bayangan di makula yang terdapat pada mata yang fiksasi (fixing eye) terdapat di daerah luar makula pada mata yang berdeviasi (squiting eye). Jadi terdapat abnormal retinal correspondence (binocular fals projection). Pengobatan : Preoperatif dan Operatif A. Preoperatif : Pengobatan yang paling ideal pada setiap strabismus adalah bila tercapai hasil fungsionil yang baik, yaitu penglihatan binokuler yang normal dengan stereopsis, disamping perbaikan kosmetik. Hal ini sukar dicapai karena tergantung dari pada : 1. lamanya strabismus. 2. umur anak pada waktu diperiksa. 3. sikap orang tuanya. 4. kelainan refraksi. Sedapat mungkin ambliopia pada mata yang berdeviasi harus dihilangkan dengan: 1. Menutup mata yang normal (terapi oklusi = patching). Dengan demikian penderita dipaksa untuk memakai matanya yang berdeviasi. Biasanya ketajaman penglihatannya menunjukkan perbaikan dalam 4-10 minggu. Penutupan ini mempunyai pengaruh baik pada pola sensorisnya retina, tetapi tidak mempengaruhi deviasi. Sebaiknya terapi penutupan sudah dimulai sejak usia 6 bulan, untuk hindarkan timbulnya ambliopia. Pada anak berumur dibawah 5 tahun dapat diteteskan sulfas atropin 1 tetes satu bulan, sehingga mata ini tak dipakai kira-kira 2 minggu. Ada pula yang menetesinya setiap hari dengan homatropin sehingga mata ini beberapa jam sehari tak dipakai. Sedang pada anak-anak yang lebih besar, dilakukan penutupan matanya 2-4 jam sehari. Penetesan atau penutupan jangan dilakukan merupakan beban mental.

yang berdeviasi.

terlalu lama, karena takut menyebabkan ambliopia pada mata yang sehat ini.2. Pengobatan dengan cara penutupan, pada anak yang sudah

mengerti (3 tahun), harus dikombinasikan dengan latihan ortoptik untuk mendapatkan penglihatan binokuler yang baik. Kalau pengobatan preoperatif sudah cukup lama dilakukan, kira-kira 1 tahun, tetapi tak berhasil, maka dilakukan operasi.B. Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada umur 4-5 tahun, supaya bila

masih ada strabismusnya yang belum terkoreksi dapat dibantu dengan latihan. Prinsip operasinya :

reseksi dari otot yang terlalu kuat reseksi dari otot yang terlalu lemah.

2.

Strabismus Nonparalitika Akomodativa : 4 Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga berdasarkan akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi. Dapat berupa :

strabismus konvergens (esotropia) strabismus divergens (eksotropia).

Pemeriksaan yang dilakukan : 1. Pemeriksaan refraksi harus dilakukan dengan sikloplegia, untuk menghilangkan pengaruh dari akomodasi. 2. Pengukuran derajat deviasi dengan tes Hirschberg, tes Krismky, tes Maddox cross.3. Pemeriksaan kekuatan duksi, untuk mengukur kekuatan otot yang

bergerak pada arah horizontal (adduksi= m.rektus medialis; abduksi= m.rektus lateralis). Pengobatan : 1. koreksi dari kelainan refraksi, dengan sikloplegia. 2. hindari ambliopia dengan penetesan atropin atau penutupan pada mata yang sehat. 3. meluruskan aksis visualis dengan operasi (mata menjadi ortofori). 4. memperbaiki penglihatan binokuler dengan latihan ortoptik.1.4 Esotropia Nonakomodativa 4

Meliputi lebih dari setengahnya strabismus nonparalitika. Deviasinya sudah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama. Deviasinya sama kesemua arah dan tak terpengaruhi oleh akomodasi, tak ada hubungan dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan otot.

Penyebabnya mungkin insersi yang salah dari otot bekerja horizontal, kelainan persarafan supranuklear atau kelainan genetis. Pengobatan tindakan operatif ; a. resesi dari m.rektus medialis b. reseksi dari m.rektus lateralis1.5 Strabismus Konvergens Nonparalitik Akomodatif (Konkomitan Akomodatif) 4

:

Terapi penutupan secepat mungkin, disamping latihan ortoptik, sebelum dilakukan

Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat. Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan akomodasinya untuk melihat benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat. Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan penambahan akomodasi konvergensinya pun bertambah pula. Pada anak dengan hipermetrop ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat, disebabkan rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh. Pengobatan : 1. Koreksi refraksi dengan sikloplegia. Harus diberikan koreksi dari hipermetropia totalis, dan kacamata dipakai terus-menerus. Karena terdapat akomodasi yang berlebihan, juga dapat diberikan kacamata untuk dekat meskipun belum usia presbiopia, untuk mengurangi akomodasinya. Jadi diberikan kacamata bifokal. 2. Mata yang sehat ditutup atau ditetesi atropin untuk memperbaiki visus pada mata yang sakit, 1 tetes 1 bulan 1 kali dapat juga dengan homatropin setiap hari atau penutupan mata yang sehat. Kacamata harus diperiksa berulang kali, karena mungkin terdapat perubahan, sampai kelainan refraksinya tetap. 3. Latihan ortoptik harus dilakukan bersamaan dengan perbaikan koreksi untuk memperbaiki pola sensorik dari retina, sehingga memperbesar kemungkinan untuk dapat melihat binokuler. 4. Kalau setelah tindakan diatas esotropianya masih ada, dan kelainan deviasinya tidak begitu besar, dapat diberikan koreksi dengan prisma, basis temporal.

5. Bila semua tindakan tidak menghilangkan kelainan deviasinya, maka dilakukan operasi, untuk meluruskan matanya. 6. Setelah operasi, diteruskan latihan ortoptik untuk memperbaiki penglihatan binokuler. Pada esotropia untuk jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus eksternus, (otot yang lemah). Pada esotropi jarak dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot yang kuat). Untuk esotropi yang hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi jauh dekat, dilakukan operasi kombinasi.1.6 Strabismus Divergens Nonparalitik Akomodatif (Eksotropi Konkomitan Akomodatif)

Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering juga didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar. Dapat dimulai dengan : 1. Kelebihan divergensi 2. Kelemahan konvergensi. Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat, orang miopi hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga menimbulkan kelemahan konvergensi dan timbulah kelainan eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah, sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun dekat. Pengobatan : 1. Koreksi penuh dari miopinya, ditambah overkoreksi 0,5-0,75 dioptri untuk memaksa mata itu berakomodasi, kacamata ini harus dipakai terus-menerus. 2. Latihan ortoptik, untuk memperbaiki penglihatan binokuler, disamping terapi oklusi.3. Operasi, bila cara yang terdahulu tak memberikan pengobatan yang

memuaskan. Pada eksotropia hanya untuk jarak jauh, dilakukan dari m.rektus lateralis, sedang pada kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan eksotropia pada jarak dekat dilakukan reseksi dari m.rektus medialis. Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh dan dekat, dilakukan operasi kombinasi. Bila kelainan deviasinya tak begitu besar, dapat dicoba dulu dengan kacamata prisma basis nasal.2.1 Heteroforia 4

Heteroforia merupakan kelainan deviasi yang laten, mata mempunyai kecenderungan untuk berdeviasi kesalah satu arah, yang dapat diatasi oleh usaha otot, untuk mempertahankan penglihatan binokuler tunggal (fusi). Heteroforia

hanya dapat dilihat bila salah satu mata di tutup. Penyebab foria dibagi 2 yaitu refraktif dan nonrefraktif. 1. Penyebab refraktifa.

Hipermetropia: banyaknya akomodasi yang dibutuhkan untuk

penglihatan jauh dekat, supaya dapat melihat jelas, sehinggga juga terdapat kelebihan konvergensi, yang mengakibatkan esoforia. b. Miopia, terlalu sedikit akomodasi, konvergensi berkurang, yang meyebabkan eksoforia.2. Nonrefraktif, foria tampak pada keadaan anemia, histeria, infeksi lokal.

Pemeriksaan :1. Cover and uncover test untuk membedakan foria dari tropia

2. Kekuatan duksi, untuk mengetahui letak kelainan otot 3. Pemeriksaan refraksi dengan koreksinya, memakai sikloplegia 4. Mcam dan derajat foria Pengobatan : 1. Koreksi dari refraksi. Kacamata harus dipakai selama 2 bulan 2. Latihan prisma, untuk melatih otot-otot yang lemah 3. Kalau setelah 2 bulan tak ada perbaikan, diberikan kaca mata prisma, yang kekuatannya dibagi sama besar di kedua mata 4. Bila kacamata biasa dan kacamata prisma belum member hasil, lakukan operasi yaitu reseksi dari otot yang lemah atau resesi dari otot yang kuat. Tindakan operatif pada kelainan deviasi: 1. Resesi dilakukan untuk memperlemah otot yang terlalu kuat. Caranya: dibuat insisi konjungtiva diatas insersi otot. Ototnya diisolir dan dibersihkan. Kemudian cek ligamentnya dipotong pada tempat insersi. Otot ini kemudian dijahitkan lagi pada sklera, beberapa mm dibelakang tempat insersi yang asli, sesuai keperluannya. Operasi ini dapat dilakukan dengan narkose umum ataupun dengan anestesi lokal. 2. Reseksi dilakukan untuk memperkuat otot yang lemah. Caranya: konjungtiva diinsisi diatas insersi dari otot-otot. Ototnya diisolir dan dipotong dari sklera, 1 atau 2 dijahitkan pada otot itu, 4-10 mm dari insersi asalnya, yang kemudian dijahitkan lagi pada sklera asalnya. Sisa dari otot dipotong. Konjungtiva dijahit kembali. Setelah operasi strabismus selesai dilakukan, harus diteruskan dengan latihan ortoptik untuk memperbaiki penglihatan binokulernya. Dengan latihan ini Maddox rod test Moddox cross test

diusahakan menghilangkan supresi dengan merangsang fovea dari mata yang berdeviasi atau menghilangkan retinal korespondensi yang abnormal, dengan merangsang kedua macula secara serentak dengan gambar. Biasanya dipakai gambar dari derajat fusi II, sehingga gambar itu tampak sebagai gambar yang utuh.

Gambar 13. Reseksi 14