laporan praktikum fitokimia kolom cepat

25
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA KROMATOGRAFI KOLOM CEPAT 13 Maret 2014 Ditulis oleh : Wayan Chintia Yunita (125070500111003) Fahmi Zulma Arwani (115070500111021) Muvidatul Hasanah (125070501111011) Enik Fithrotun Ni’mah (125070500111033) Afrikh Nur Azizah (125070500111023) Lina Zahrotus Sajidah (125070500111013) Ridzky Ayu S. (125070505111003) PROGRAM STUDI FARMASI

Upload: enik-fithrotun-nimah

Post on 26-Nov-2015

138 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

KROMATOGRAFI KOLOM CEPAT

13 Maret 2014

Ditulis oleh :

Wayan Chintia Yunita(125070500111003)Fahmi Zulma Arwani(115070500111021)Muvidatul Hasanah(125070501111011)Enik Fithrotun Nimah(125070500111033)Afrikh Nur Azizah(125070500111023)Lina Zahrotus Sajidah(125070500111013)Ridzky Ayu S.(125070505111003)

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Tujuan PercobaanTujuan percobaan ini adalah mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak dengan menggunakan kromatografi kolom cepat.

1.2. Tinjauan PustakaKromatografi KolomSalah satu prinsip dasar di balik pemisahan komponen dalam kromatografi cair (LC) diilustrasikan pada Gambar . 1 seperti dibawah ini (Cannell, 2006).

Pemisahan terjadi melalui distribusi selektif dari komponen antara fase mobil dan fase stasioner (diam). Namun, ada sejumlah factor yang berkaitan dengan sifat fisik dan kimia dari mobile dan stasioner fase, serta zat terlarut mengendalikan berbagai interaksi antara zat terlarut dan dua fase, yang terlibat dalam proses pemisahan. Jumlah dari kemungkinan interaksi antara zat terlarut dan fase diam (adsorben) tergantung pada ukuran partikel dari fase stasioner besar dari luas permukaan fase diam, semakin banyak jumlah interaksi. Sebuah fase stasioner dengan luas permukaan yang tinggi cenderung memberi peningkatkan pemisahan. Keseimbangan antara zat terlarut dan fase stasioner disebut konstanta distribusi, yang tergantung pada senyawa kimia alami dari sistem tersebut (Cannell, 2006).Adsorpsi adalah salah satu mode kromatografi cair dasar yang mengandalkan proses adsorpsi untuk efek pemisahan. Molekul-molekul analit dipertahankan oleh interaksinya dengan permukaan fase diam (Gambar 1). Oleh karena itu, pemisahan didasarkan (terutama) pada perbedaan antara afinitas adsorpsi molekul analit untuk permukaan dari fase diam. Tingkat adsorpsi molekul analit ke fase diam diatur oleh sejumlah faktor , misalnya, ikatan hidrogen, gaya van der Waals, interaksi dipol-dipol, asam-basa, kompleksasi dan lain-lain. Kriteria rinci yang mengontrol proses adsorpsi di LC telah digariskan oleh Kazakevich dan McNair dalam publikasi berbasis web mereka. Retensi yang diamati zat terlarut adalah paling umum akibat dari kombinasi dari interaksi ini yang bagaimanapun, bersifat reversible. Pilihan stasioner yang tepat fase serta fase gerak sangat penting untuk mendapatkan pemisahan komponen secara optimum, memaksimalkan pemulihan zat terlarut, dan menghindari adsorpsi ireversibel zat terlarut pada bahan kemasan (Cannell, 2006).Ukuran Pengecualian (Size Exclusion) teknik ini sering disebut sebagai kromatografi ukuranpengecualian, size-exclusion chromatography (SEC) atau kromatografi permeasi-gel, gel-permeation chromatography (GPC) ketika pelarut organic digunakan. Jika pelarut berair digunakan, itu disebut sebagai kromatografi filtrasi gel, Gel Filtration Chromatography (GFC). Prinsip dasar dari SEC atau GPC adalah pemisahan molekul sesuai dengan volume hidrodinamiknya. Fase stasioner yang digunakan adalah partikel nonadbsorbsi berpori dengan pori-pori sekitar dengan ukuran yang sama, sebagai gugus efektif dalam larutan, molekul untuk dipisahkan. Molekul besar tidak bisa masuk matriks , ukuran yang sedang dapat masuk ke bagian dari matriks, dan yang kecil dapat secara bebas masuk ke matriks. Fungsi dari matriks adalah untuk member penurunan aksesibilitas secara terus menerus untuk meningkatkan ukuran molekul. Tidak ada interaksi antara zat terlarut dan fase diam, dan pemisahan terjadi berdasarkan ukuran molekul dan bentuk molekul analit. Gambar 2 menggambarkan proses dasar yang terlibat dalam kromatografi ini (Cannell, 2006).

Ada banyak jenis fasa diam tersedia untuk LPLC. Deskripsi karakteristik fisik dari bahan kemasan biasanya terdiri dari ukuran partikel, bentuk, porositas, dan luas permukaan. Untuk LPLC, ukuran partikel biasanya antara 10 dan 200 m, sedangkan untuk HPLC antara 2-10 m. Partikel dapat berbentuk tidak teratur atau benar-benar bulat. Porositas partikel merupakan rasio volume permukaan pori dengan volume total partikel. Di commercial packing, ukuran, bentuk, dan porositas dapat menyebar melalui berbagai atau dikendalikan dalam rentang yang sangat sempit. Fase stasioner dari jenis yang sama juga dapat bervariasi dari produsen ke produsen (Cannell, 2006).Kolom dapat dikembangkan oleh sampel dengan menggunakan berbagai metode. Fase gerak dapat mengalir di bawah gravitasi, dengan menerapkan nitrogen tekanan pada inlet, vakum di outlet (misalnya, VLC) atau memompa fase gerak melalui kolom di berbagai tekanan (misalnya, kromatografi flash, FC). Dalam semua kasus ini, gradien pelarut perlu diterapkan, meskipun pelarut isokratik sering pilihan yang digunakan (Cannell, 2006).Gradien sering metode pilihan di LPLC karena sederhana dalam menggunakan dan kualitas pemisahan. Jika komposisi pelarut dalam langkah gradien dipilih dengan benar sesuai dengan kebutuhan yang merubah polaritas, Fraksinasi yang sangat baik dari senyawa alami dapat dicapai. Ini tidak seperti kromatografi pertukaran ion, di mana langkah gradien yang tidak diinginkan. Dengan HPLC sistem elusi gradien modern, gradien kompleks dapat diprogram. Secara umum, untuk LPLC, 1-3 kolom volume setiap langkah pelarut yang diperlukan. Langkah gradien dihasilkan dengan hanya menyiapkan berbagai fase gerak terdiri dari polar / nonpolar pelarut rasio bervariasi. Selama operasi kolom, kolom inlet reservoir diisi ulang dengan pelarut baru. Untuk setiap elusi gradien halus, pembuat gradien dapat digunakan (Cannell, 2006).Secara umum, hasil yang baik dapat dicapai dengan gravitasi elusi dimana ukuran partikel lebih besar dari 60 m. Ukuran partikel yang lebih kecil menghasilkan tekanan balik, yang tidak memungkinkan eluen melewati kolom pada laju aliran yang diinginkan. Gravitasi elusi mudah untuk menjalankan dimana fase gerak dituangkan di atas kolom terbuka dan dibiarkan mengalir secara alami di bawah gravitasi. Sebuah waduk pelarut dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas, dan aliran. Tingkat dapat dikontrol dengan menyesuaikan katup outlet (Gambar 3) (Cannell, 2006).

Tekanan positif dapat diterapkan pada bagian atas kolom untuk mempercepat laju aliran dan mencapai resolusi yang lebih baik di LPLC (Gambar 5). teknik ini disebut FC dan menggunakan ukuran partikel dalam kisaran 40-60 m. laju aliran yang akurat dapat dicapai dengan menggunakan katup pelepas jarum. kaca kolom yang digunakan di FC harus dari ketebalan dinding yang tepat dan kuat cukup untuk menahan tekanan (Cannell, 2006).Alternatif untuk menerapkan tekanan pada bagian atas kolom adalah untuk menerapkan vakum pada akhir kolom. Teknik ini disebut VLC (Gambar 4). Operasi ini mirip tetapi lebih sulit untuk mengontrol fase gerak mengalir. Namun, teknik ini lebih aman daripada FC. Penggunaan umum dari ini teknik adalah pemurnian cepat dari senyawa tertentu dari sampel, terutama campuran reaksi. Dalam isolasi produk alam, teknik ini adalah digunakan untuk fraksinasi awal nonpolar atau ekstrak agak polar. Sampel ditpakai pada adsorben dalam gelas sintered dan campuran dielusi dengan fase gerak langsung ke botol vakum. Umumnya, TLC untuk silika tanpa pengikat di dalamnya (Silica Gel 60H) digunakan untuk mengeringkan kolom (Cannell, 2006).Ekstrak Sangitan (Sambucus javanica)Sangitan (Sambucus javanica Reinw ex Blume) merupakan tanaman asli Indonesia, menyukai tempat-tempat basah dan banyak ditemukan tumbuh liar di tepi-tepi rawa, padang rumput, jalan setapak sekitar sawah atau ditanam penduduk sebagai tanaman hias pekarangan, kadang-kadang ditanam sebagai tanaman pagar. Umumnya tanaman ini menyukai tempat-tempat yang tidak terlalu kering atau terlalu lembab di dataran rendah sampai ketinggian 1.000 mdpl. Sangitan (Sambucus javanica Reinw ex Blume) merupakan tanaman perdu, tahunan, tegak, tinggi 1-4 m, batang bulat, berkayu dengan percabangan yang banyak (Dalimartha, 2005). Daun sangitan (Sambucus javanica Reinw ex Blume) termasuk daun majemuk menyirip gasal ganda dua tidak sempurna, memiliki 5-11 anak daun yang letaknya menyirip. Helaian anak daun bertangkai, berbentuk elips memanjang sampai lanset, panjang 4-8 cm, lebar 1.5-3 cm, ujung runcing, tepi gerigi, gundul tidak berambut, warna permukaan atas hijau tua, dan permukaan bawah daun hijau muda. Ukuran bunga kecil-kecil, berwana putih, kelopak kecil berlekuk malai rata,keluar dari ujung ranting dan berbau harum. Buahnya buah batu yang menyerupai buni, diameter 3-4 mm, buah yang masak berwarna hitam dapat dimakan. Jumlah biji 1-3 buah. Sangitan (Sambucus javanica Reinw exBlume) dapat diperbanyak dengan setek atau biji (Hutapea, 1994).Bagian yang dapat digunakan sebagai obat adalah seluruh bagian tanaman yang dijemur sampai kering jika akan disimpan. Sangitan (Sambucus javanica Reinw ex Blume) disebut kelak nasi (Melayu), kerak nasi (Sunda), abur(Aceh), babalat (Bengkulu), brobos kebo (Jawa), dan halemaniri (Tidore). Klasifikasi tanaman sangitan (Sambucus javanica Reinw ex Blume) dapat di uraikan sebagai berikut: divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas dicotiledoneae, bangsa rubiales, suku caprifoliaceae, marga sambucus, dan jenis Sambucus javanica Reinw exBlume (Hutapea, 1994). Manfaat tanaman sangitan yaitu seluruh bagian tanaman berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), menghilangkan bengkak akibat terkena pukulan, keram/kejang pada kaki, nyeri pada tulang, dan bengkak/edema (timbunan cairan dalam jaringan) di kaki, dan melancarkan sirkulasi. Akar berkhasiat meredakan kolik (antipasmodik) dan menghilangkan pembengkakan akibat terbentur, tulang patah (fraktur), rematik, pegal linu, sakit kuning, badan bengkak karena timbunan cairan pada penyakit ginjal, beri-beri, disentri, radang saluran napas kronis (bronkitis kronis), dan eripelas (infeksi kulit akut yang disebabkan oleh Streptococcus sp). Buah berkhasiat peluruh kencing, pembersih darah, pencahar dan perangsang muntah. Bunga digunakan untuk pengobatan kulit terbakar sinar matahari, bercak hitam di wajah (freckles), dan menghaluskan kulit (Dalimartha, 2005). Tumbuhan ini mengandung minyak atsiri, sianogenik glukosida, asam ursolik, asitosterol, KNO3, minyak essensial, sitosterol , a-amyrin palmitat, dan tanin. Buah sangitan (Sambucus javanica Reinw ex Blume) mengandung saponin dan flavonida (Dalimartha, 2005).Berdasarkan literatur (Wagner, 2001) senyawa golongan flavonoid memiliki nilai Rf sebesar 0,71 dan memiliki warna kuning pada noda yang melalui proses KLT.Berdasarkan literature, tanaman Sambucus javanica mengandung flavonoid, minyak atsiri, KNO3, triterpenoid (sitosterol, asam ursolat dan amyrin palmitat), glukosida sianogen (L(+)-mandelonitril-D-glukosida atau sambunigrin), saponin, dan tannin. Daun dan akar sangitan mengandung saponin dan tannin, sedangkan buahnya mengandung saponin dan flavonoid. Sangitan mengandung glikosida yang bersifat sedatif bagi rahim, oleh karena itu wanita yang hamil dilarang minum air rebusan tanaman ini (Tjitrosoepomo, 1994).Berdasarkan literature lain, menyebutkan hal yang hampir sama yaitu pada tanaman Sambucus javanica terdapat senyawa flavonoida yaitu bisa terdapat pada akar, batang, dan daun (Thomas, 2006).Sangitan (Sambucus javanica Reinw) termasuk family Caprifoliaceae, dikenal dengan nama daerah sangitan atau kerak nasi. Tanaman ini banyak ditemukan tumbuh liar di pinggir-pinggir jalan. Tanaman ini mengandung flavonoid, minyak atsiri, KNO3, triterpenoid (-sitosterol, asam ursolat dan -amyrin palmitat), glukosida sianogen (L(+)-mandelonitril-D-glukosida atau sambunigran), saponin dan tannin. Daun dan akar sangitan mengandung saponin dan tannin, sedangkan buahnya mengandung saponin dan flavonoid. Disamping itu, menurut data Departemen Kesehatan (DEPKES), tanaman ini juga mengandung sambunigran dan glukosida, (Afifah, 2005).

BAB IIALAT, BAHAN, DAN POSEDUR KERJA

2.1. Alat dan BahanAlat yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.1. Gelas ukur 10 ml sebanyak 1 buah2. Pipet tetes sebanyak 2 buah3. Aluminium foil4. Chamber sebanyak 1 buah5. Kertas saring secukupnya6. Kaca penutup untuk chamber dengan ukuran yang mampu menutupi mulut chamber sebanyak 1 buah7. Lampu UV sebanyak 1 unit8. Tabung reaksi sebanyak 11 buah9. Kolom kromatografi sebanyak 1 buah10. Vaccum pump sebanyak 1 unit11. Pipa kapiler sebanyak 1 buah dengan ukuran 10 L12. Plat silica gel dengan ukuran 1,5 cm x 10 cm sebanyak 1 lembar13. Penggaris sebanyak 1 buah14. Pensil 2B kayu (bukan jenis mekanik) sebanyak 1 buah15. Rak tabung reaksi sebanyak 1 buah16. Cawan porselen sebanyak 2 buah17. Neraca analitik digital sebanyak 1 unit18. Botol vial sebanyak 1 buah19. Tissue secukupnya20. Spatel sebanyak 1 buah21. Batang pengaduk sebanyak 1 buah

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.1. Ekstrak Sambucus javanica2. Silica gel 60 GF2543. Silica gel 60 4. N-heksana5. Etil asetat6. N-butanol7. Asam asetat glacial8. Akuades9. Methanol 10. Reagen (uap ammonia)

2.2. Prosedur KerjaSilica gel GF254EkstrakDitimbang sebanyak 15 gDiratakan pada kolom cepat dengan cara ditekan pelan-pelan hingga ketinggian silica dari tinggi kolomDinyalakan vakumDimasukkan n-heksana 20 mlDinyalakan vakum dan ditampung tetesan n-heksana sampai habis

Ditimbang sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakanDilarutkan dalam methanol 2 mlDitambahkan silica Kristal (silica gel 60) hingga keringDimasukkan ke dalam kolomDinyalakan vakum

Ditambahkan satu lapis fase diamDinyalakan vakumDitambahkan n-heksana 10 ml, dinyalakan vakum dan ditampung tetesan n-heksana sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (9:1), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (8:2), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (7:3), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (6:4), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (5:5), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (4:6), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (3:7), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (2:8), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan n-heksana:etil asetat (1:9), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksiDitambahkan etil asetat 10 ml, dinyalakan vakum dan ditampung tetesan sampai habis dalam tabung reaksi

Hasil tampungan

Dilakukan KLT dengan menggunakan eluen n-butanol : asam asetat glacial : air = 4:1:5

Hasil

Proses KLTEluen n-butanol: asam asetat glasial:air=4:1:5Hasil

Disiapkan n-butanol 4 mL, asam asetat glacial 1 mL, dan aquadest 5 mLDimasukkan dalam chamberDimasukkan kertas saring sebagai indikator eluen telah jenuh Ditutup chamber hingga jenuhDitotolkan cairan hasil tampungan 3 kali pada KLT dengan pipa kapilerDiamati secara visual dengan penampakan noda pada KLTDiamati plat KLT pada UV 254 nmDiberi reagen (uap ammonia)Dihitung Rf

2.3. Perhitungan EluenPerhitungan eluen yang digunakan pada percobaan ini baik pada kromatrografi kolom cepat maupun pada saat kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut.1. n-heksana : etil asetat = 9:1n-heksana = x 10 ml = 9 mletil asetat = x 10 ml = 1 ml

2. n-heksana : etil asetat = 8:2n-heksana = x 10 ml = 8 mletil asetat = x 10 ml = 2 ml

3. n-heksana : etil asetat = 7:3n-heksana = x 10 ml = 7 mletil asetat = x 10 ml = 3 ml4. n-heksana : etil asetat = 6:4n-heksana = x 10 ml = 6 mletil asetat = x 10 ml = 4 ml5. n-heksana : etil asetat = 5:5n-heksana = x 10 ml = 5 mletil asetat = x 10 ml = 5 ml6. n-heksana : etil asetat = 4:6n-heksana = x 10 ml = 4 mletil asetat = x 10 ml = 6 ml

7. n-heksana : etil asetat = 3:7n-heksana = x 10 ml = 3 mletil asetat = x 10 ml = 7 ml

8. n-heksana : etil asetat = 2:8n-heksana = x 10 ml = 2 mletil asetat = x 10 ml = 8 ml

9. n-heksana : etil asetat = 1:9n-heksana = x 10 ml = 1 mletil asetat = x 10 ml = 9 ml

10. n-butanol : asam asetat glacial : air = 4:1:5n-butanol = x 10 ml = 4 mlasam asetat glacial = x 10 ml = 1 mlair = x 10 ml = 5 ml

BAB IIIHASIL PENGAMATAN

Penimbangan

Silica gel 60 GF254

Berat cawan porselen kosong62,225 gram

Berat silica gel 60 GF25415,0634 gram

Berat silica gel 60 GF25469,1985 gram (sisa sesudah ditambahkan ke dalam kolom kromatografi)

Berat silica gel 60 GF254 sisa69,1985 gram 62,225 gram = 6,9735 gram

Berat silica gel 60 GF254 yang dipakai dalam kolom kromatografi 15,0634 gram 6,9735 gram = 8,0899 gram

Ekstrak Sambucus javanica

Berat ekstrak yang digunakan

Berat ekstrak yang ditimbang0,0795 gram

Persen Kesalahan

Hasil identifikasi dengan kromatografi lapis tipis, yaituHasilPada uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan isolat yang diperoleh dengan cara kromatografi kolom cepat ekstrak Sambucus javanica, tidak tampak adanya noda setelah dilihat dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan juga setelah ditambahkan penampak noda dengan uap amonia

BAB IVPEMBAHASAN

4.1. Analisa ProsedurPada praktikum kolom cepat ini, akan dilakukan berbagai tahapan prosedur yang mana masing-masing prosedur mempunyai tujuan atau fungsinya tersendiri. Pertama, silica gel ditimbang sebanyak 15 gram dalam cawan porselen menggunakan timbangan digital (neraca analitik). Silica gel sendiri berfungsi sebagai fase diam dalam kolom cepat.Kemudian disiapkan alat kolom cepat dengan menghubungkan antara vakum dengan labu fitrat lalu alat dihubungkan dengan sumber listrik. Hal tersebut dilakukan agar terjadi kesinambungan antara alat satu dengan alat yang lain. Setelah alat terangkai, silica gel dimasukkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit lalu dipasangkan pada labu filtrat. Vakum dinyalakan dan silica gel ditekan menggunakan botol vial secara perlahan hingga merata di dalam kolom. Itu bertujuan agar silica gel rapat dan bisa menjadi fase diam yang rata permukaannya. Lalu, Vakum dimatikan kemudian langkah diatas diulangi hingga ketinggian silica mencapai tinggi kolom. Setelah itu ditambahkan n-heksana sebanyak 10 ml ke dalam kolom, di vakum, dan ditunggu hingga turun. Hal ini dilakukan untuk pengkondisian kromatografi kolom sebelum dilakukan fraksinasi ekstrak. Ekstrak sangitan (Sambucus javanica) ditimbang sebanyak 0,0795 gram di dalam cawan porselen menggunakan timbangan digital. Silica gel ditimbang sebanyak 8,0899 gram dalam cawan porselen menggunakan timbangandigital.Kemudian ekstrak dilarutkandalam methanol 2 ml dan diaduk hingga homogen menggunakan batang pengaduk. Hal tersebut dilakukan agar ekstrak yang akan digunakan akan melarut. Ekstraktersebut ditambahkan serbuk silica kering dan diaduk hingga homogen dan ekstrakmenjadi kering kembali. Sebelum dilakukan fraksinasi, disiapkan 11macam eluen yangakan digunakan, seperti pada tabel berikut:FraksiVolume eluen yang digunakan (ml)

n-heksanaEtilasetat

110-

291

382

473

564

655

746

837

928

1019

11-10

Ekstrak kering dimasukkan ke dalam kolom hingga rata dengan dinyalakan vakum. Kemudian ditambahkan satu lapis fase diam dan kertas saring, lalu vakum dinyalakan. Penambahan kertas saring bertujuan agar menjaga kerataan dari silica gel supaya tidak terjadi cekungan. Eluen pertama yaitu n-heksana sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam kolom, dinyalakan vakum dan ditampung tetesan n-heksana pada tabung reaksi 1 sampai habis. Setelah itu, ditambahkan eluen kedua yaitu n heksana:etil asetat (9:1), dinyalakan vakum dan ditampung tetesan pada tabung reaksi 2 hingga habis. Hal yang sama dilakukan pada eluen ketiga hingga kesebelas dan masing-masing hasilditampung pada masing masing tabung reaksi (tabung reaksi 1-11). Hal tersebut dilakukan agar didapatkan ekstrak dari ekstrak sangitan dengan harapan komponen didalamnya akan berbeda kadarnya karena pelarut yang digunakan memiliki perbandingan jumah dan sifat pelarut yang berbeda-beda. Untuk menguji keberadaan flavonoid maka dilakukan metode pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Pada praktikum ini digunakan dua kromatografi, yaitu kromatografi kolom cepat dan kromatografilapis tipis. Setelah didapatkan 11 fraksi, dilakukan identifikasi senyawa menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Eluen yang digunakan adalah n-butanol:asam asetat glacial:air dengan perbandingan 4 : 1 : 5 sebanyak 10 ml. telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sebagai fase diamnya digunakan silika gel GF254 karena silica gel cepat daya adsorbsinya dan menggunakan fase gerak n-butanol : asam asetat glasial : air ( 4 : 1 : 5 ). Fase gerak dicampur, didiamkan, dan akan terbentuk dua lapis larutan yang saling memisah, diambil fase yang atas (butanol). Eluen merupakan campuran yang tidak saling tercampur karena adanya perbedaan kepolaran yang digunakan untuk elusi. Dan sebagaimana n-butanol, asam asetat dan air mempunyai kepolaran yang berbeda. n- butanol merupakan eluen yang bersifat semipolar, asam asetat dan air merupakan eluen yang bersifat polar. Adapun urutan kepolarannya yaitu air > n-butanol > asam asetat. Setelah itu, kertas saring disiapkan dan dimasukkan ke dalam chamber dengan dilingkarkan pada dinding chamber dengan tetap ada celah pada dinding untuk melihat. Eluen yang telah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam chamber dan chamber lalu ditutup dan dibiarkan hingga jenuh (eluen naik membasahi seluruh bagian kertas saring). Lalu, dilakukan penotolan masing-masing fraksi pada lempeng KLT. Disiapkan lempeng KLT, diberi tanda batas bawah (1,5cm) dan batas atas(0,5 cm), ini bertujuan agar ada jarak pembatas eluen naik membawa senyawa yang diinginkan dan mempermudah hitungan nilai Rf. Masing-masing fraksiditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 3 kali penotolan menggunakan pipa kapiler. Masing-masing lempeng KLT dimasukkan ke dalam chamber dan diamati totolan tersebut hingga naik mencapai tanda batas atas.Setelah sampai tanda batas atas, lempeng KLT diambil menggunakan pinset dan dibiarkan kering pada lemari asam. Noda yang tampak diamati secara visual, kemudian menggunakan UV 254 untuk melihatnoda lebih jelas ada tidaknya senyawa yang berpindah.

4.2. Analisa HasilPada praktikum ini, setelah melalui proses kromatografi kolom dilakukan uji dengan menggunakan KLT. Pemisahan senyawa flavonoid dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan suatu metode pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan ialah plat silika gel yang bersifat polar, sedangkan eluen yang digunakan sebagai fase gerak bersifat sangat polar karena mengandung air. Kepolaran fase diam dan fase gerak hampir sama, tetapi masih lebih polar fase gerak sehingga senyawa flavonoid yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen, karena senyawa flavonoid bersifat polar. KLT yang digunakan terbuat dari silika gel dengan ukuran 20 cm x 20 cm GF254. Penggunaan bahan silika karena pada umumnya silica digunakan untuk memisahkan senyawa asam-asam amino, fenol, alkaloid, asam lemak, sterol dan terpenoid. Plat KLT silika gel GF254 diaktifasi dengan cara dioven pada suhu 100C selama 1 jam untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat KLT (Sastrohamidjojo, 2007).Eluen yang dipakai dalam KLT ialah eluen campuan n-butanol : asam asetat glasial : air (BAA) (4:1:5) yang mampu memberikan pemisahan terbaik. Karena dari komposisinya, eluen tersebut bersifat sangat polar sehingga bisa memisahkan senyawa flavonoid yang juga bersifat polar. Eluen yang baik ialah eluen yang bisa memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak yang ditandai dengan munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak berekor dan jarak antara noda satu dengan yang lainnya jelas (Harborne, 1987).Sinar UV merupakan suatu alat yang digunakan untuk identifikasi ada tidaknya senyawa hasil dari KLT. Metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa flavonoid yang didapat dari hasil pemisahan senyawa dengan KLT. Pemakaian kuersetin saat melihat hasil isolasi dengan sinar UV sebagai pembanding rutin dikarenakan kuersetin merupakan senyawa yang paling luas penyebarannya dan 25% terdapat pada tumbuhan. Flavonol merupakan salah satu jenis flavonoid yang paling banyak ditemukan dalam bunga maupun daun tumbuhan, hanya sedikit sekali yang ditemukan pada bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah. Flavonol terdiri atas kuersetin, kaemferol, dan mirisetin. Kuersetin umumnya merupakan komponen terbanyak dalam suatu tanaman. Spot flavonoid pada pelat KLT menghasilkan kuning-coklat bintik latar belakang putih bila direaksikan dengan uap amoniak. Flavonoid dapat muncul sebagai bintik gelap dengan latar belakang hijau berpendar bila diamati pada sinar UV 254 nm pada pelat berisi indikator UV-fluorescent (seperti silika gel GF254). Jika di bawah sinar UV 365 nm,warna spot flavonoid tergantung strukturnya, bisa biru gelap atau biru fluoresen dan pada sinar UV 254 nm berwarna kuning memendar. Akan lebih jelas dan intensif setelah disemprot dengan pereaksi seperti amoniak. Namun pada praktikum ini hasil tidak nampak baik saat diuji dengan sinar UV maupun uap amoniak. Hal ini dimungkinkan karena sampel uji bukan golongan flavonoid.Sifat kimia dari permukaan silika gel termasuk dalam kelompok silanol. Gugus-gugus hidroksil adalah pusat aktif dan berpotensi dapat membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan senyawa yang dikromatografi. Dengan demikian, secara umum, semakin kuat potensi ikatan senyawa hidrogen, semakin kuat itu akan disimpan oleh silika gel. Sebagai contoh, senyawa polar yang mengandung asam karboksilat, amina, atau amida yang sangat teradsorpsi pada silika gel. senyawa nonpolar, seperti terpene atau senyawa lain dengan gugus fungsionalnya kurang polar mengandung sedikit ikatan hidrogen sehingga tidak teradsopsi kuat pada silika gel. Seberapa kuat suatu senyawa yang diberikan akan bertahan dan tergantung pada polaritas dari fase gerak. Semakin kuat potensi ikatan hidrogen dari pelarut, semakin baik sebagai eluen untuk mengelusi senyawa polar teradsorpsi pada silika gel kolom. Demikian pula, pelarut nonpolar sangat akan digunakan untuk kromatografi senyawa nonpolar. Contoh pelarut non polar berguna untuk kromatografi gel silica termasuk heksana dan diklorometana, sedangkan pelarut polar akan termasuk etil asetat dan metanol.Jika dilihat dari proses KLT dengan menggunakan perbandingan eluen n-butanol : asam asetat glasisal : air yaitu 4 : 1 : 5, saat menotolkan hasil dari kromatografi kolom cepat dan di visualkan dengan UV, yang terlihat hanya bekas totolan yang tidak memunculkan warna gelap pada panjang gelombang 254 nm di bagian totolan. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam hasil dari kromatografi kolom cepat (pada perbandingan n-heksana : etil asetat = 5 : 5) tidak menunjukkan adanya flavonoid. Jadi pada saat hasil KLT dilakukan identifikasi dengan visual UV dan di uapkan dengan ammonia, tidak terlihat adanya noda. Kemungkinan dalam ekstrak tidak ditemukan flavonoid, sehingga sebelum dilakukan kromatografi cepat, perlu dilakukan pengujian terhadap ekstrak tersebut mengenai ada tidaknya flavonoid di dalam ekstrak yang digunakan tersebut.

BAB VSIMPULAN

Berasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa fraksinasi ekstrak dengan menggunakan kolom cepat dilakukan untuk memperoleh senyawa yang diinginkan sesuai dengan eluen yang digunakan dalam kromatogafi kolom cepat. Hasil dari kromatografi kolom cepat selanjutnya dilakukan identifikasi dengan menggunakan KLT sehingga diperoleh nilai Rf-nya dan diketahui jenis senyawa yang diperoleh. Pada hasil percobaan tidak diperoleh flavonoid yang berada di dalam ekstrak Sambucus javanica baik dengan menggunakan 11 jenis perbandingan eluen (n-heksana dan etil asetat) kemungkinan karena flavonoid dalam ekstrak tidak ada.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, E. dan Tim Lentera. 2005. Tanaman Obat Utuk Mengatasi Hepatitis. Jakarta. PT AgroMedia Pustaka.Cannell, R. J. P. 1998. Natural Product Isolation. New Jersey. Humana Press.Cannell, R. J. P. 2006. Natural Product Isolation Second Edition. New Jersey. Humana Press.Dalimartha, S. 2005. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta. Penebar Swadaya.Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Jilid II. Bandung. Penerbit ITB.Hutapea, J. R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Jakarta. Departemen Kesehatan RI.Sastrohamidjojo. H. 2001. Kromatografi. Yogyakarta. Liberty. Thomas. 2006. Taiwanese Native Medicinal Plants Phytopharmacology and Therapeutic Values. New York. Taylor & Francis. Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Jakarta. UI-Press.Wagner, H. 2001. Plant Drug Analysis. Jerman. Springer.

LAMPIRAN