tugas vii fitokimia

15
TUGAS VII FRAKSINASI dengan KROMATOGRAFI KOLOM (Ekstrak Psidium guajava) RIZKI YULIANTY 201210410311134 FARMASI D

Upload: rizliongyulianty

Post on 14-Jan-2016

131 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Fitokimia"FRAKSINASI 60 VIAL"

TRANSCRIPT

Page 1: TUGAS VII Fitokimia

TUGAS VIIFRAKSINASI dengan KROMATOGRAFI KOLOM

(Ekstrak Psidium guajava)

RIZKI YULIANTY201210410311134

FARMASI D

FARMASIFAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2015

Page 2: TUGAS VII Fitokimia

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Mahasiswa mampu melakukan fraksinasi suatu ekstrak menggunakan kromatografi kolom.

1.2 Tinjauan Pustaka

1.2.1 Tanaman Psidium guajava

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tumbuhan jambu biji

diklasifkasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

Daun jambu biji dikenal sebagai bahan obat tradisional untuk batuk dan diare. Jus jambu

biji "bangkok" juga dianggap berkhasiat untuk membantu penyembuhan penderita demam

berdarah dengue.

Terdapat beberapa kultivar, ada yang tak berbiji (jambu sukun). Kultivar yang terkenal

sebagai penghasil buah yang baik adalah jambu susu, buah besar, biji sedikit, daging buah

putih.

Tanaman mudah diperbanyak dengan biji, dengan cara okulasi dan dengan tunas berakar.

Perbanyakan dengan biji dilakukan dengan disemaikan lebih dahulu selama 3 bulan sampai 5

bulan. Jarak tanam dikebun adalah 6m sampai 7m. Panenan daun dapat dilakukan setelah

tanaman berumur 6 bulan sampai 9 bulan. Tanaman dibudidayakan mencapai tinggi 5m sampai

Page 3: TUGAS VII Fitokimia

6m. Tanaman dapat berproduksi baik pada berbagai macam tanah, pada ketinggian dibawah

1000m.

Kandungan senyawa Psidium guajava

Buah, daun, dan kulit batang pohon jambu biji mengandung tanin, sedang pada bunganya

tidak banyak mengandung tanin. Daun jambu biji juga mengandung zat lain kecuali tannin,

seperti minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam

guajaverin dan vitamin. Kandungan buah jambu biji (dalam 100 gr), yaitu Kalori 49 kal;

Vitamin A 25 SI; Vitamin B1 0,02 mg; Vitamin C 87 mg; Kalsium 14 mg; Hidrat Arang 12,2

gram; Fosfor 28 mg; Besi 1,1 mg; Protein 0,9 mg; Lemak 0,3 gram; dan Air 86 gram.

Daun jambu biji mengandung total minyak 6% dan minyak atsiri 0,365% [Burkill, 1997],

3,15% resin, 8,5% tannin, dan lain-lain. Komposisi utama minyak atsiri yaitu ±-pinene, ²-

pinene limonene, men- thol, terpenyl acetate, isopropyl alco- hol, longicyclene, caryophyllene,

²- bisabolene, caryophyllene oxide,²- copanene, farnesene, humulene, selinene, cardinene and

curcumene [Zakaria, 1994]. Minyak atsiri dari daun jambu biji juga mengandung nerolidiol,²-

sitosterol, ursolic, crategolic, dan guayavolic acids. Selain itu juga mengandung minyak atsiri

yang kaya akan cineol dan empat triterpenic acids sebaik ketiga jenis flavonoid yaitu;

quercetin, 3-L-4-4- arabinofuranoside (avicularin) dan 3-L-4-pyranoside dengan aktivitas anti

bakteri yang tinggi.

1.2.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan

dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner

denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat.

Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin

suatu cairan atau suatu gas.(Underwood, 1981).Cara-cara kromatografi dapat digolongkan

sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair.Jika fasa

diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi

partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem

kromatografi yaitu:

a) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):

kromatografi lapis tipis

Page 4: TUGAS VII Fitokimia

kromatografi penukar ion

b) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat

c) Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.

d) Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :

kromatografi gas–cair

kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa –

senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan

yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan fitokimia.Lapisan yang

memisahkan terdiri dari fase diam yang ditempatkan pada penyangga yang berupa pelat gelas,

logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa

bercak atau noda. Pelat atau lapisan ditaruh didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan

pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan).Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi).KLT

merupakan suatu sistem kromatografi yang pemakaiannya paling luas pada fitokimia karena

dapat diterapkan hampir pada setiap golongan senyawa, kecuali pada kandungan yang sangat

atsiri. Beberapa keuntungan dari metode KLT antara lain: hanya membutuhkan penyerap dalam

jumlah yang sedikit dan noda-noda yang terpisah dilokalisir pada pelat seperti pada lembaran

kertas dan hanya membutuhkan waktu yang lebih cepat serta diperoleh pemisahan yang lebih

baik. Waktu rata-rata untuk KLT dengan jarak pengembangan 10 cm pada silika gel adalah

sekitar 20-30 menit tergantung pada sifat fase gerak. Pemisahan yang sama dengan kertas

memerlukan waktu sekitar lima menit. Jarak pengembangan senyawa pada kromatogram

besarnya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.

Rf = Jarak garis depan dari titik awal

Jarak titik pusat bercak dari titik awal

Angka Rf berjangka antara nol koma nol dan hanya ditentukan dua desimal. hRf adalah

angka Rf dikalikan factor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka nol sampai 100, tetapi karena

Page 5: TUGAS VII Fitokimia

angka Rf mempunyai fungsi sejumlah faktor, angka ini dianggap sebagai petunjuk saja, harga

hRf lah yang dicantumkan untuk menunjukan letak suatu senyawa pada kromatogram.

Kromatografi Kolom merupakan kromatografi penyerapan zat penyerap, misalnya

aluminium oksida yang telah diaktifkan, silica gel, kiselgur kromatografi murni dalam keadaan

kering atau setalah dicampur dengan sejumlah cairan dimapatkan ke dalam tabung kaca atau

tabung kuarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar dengan ukuran

tertentu. Sejumlah sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada

puncak kolom dan dbiarkan mengalir dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan

oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan

mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak

turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom yang disebut

kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh faktor, misalnya daya serap zat

penyerap, sifat pelarut dan suhu dari system kromatografi. Kromatografi pembagian dilakukan

dengan cara mirip dengan kromatografi penyerapan. Kromatografi kertas sebagai penyerap

digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut atau tebal yang cocok. Pemisahan dapat

dilakukan dengan menggunakan pelarut tunggal dengan proses yang analog dengan

kromatografi penyerapan atau menggunakan dua pelarut yang tidak dapat bercampur dengan

proses analog dengan kromatografi pembagian. Perbandingan jarak perambatan suatu zat

dinyatakan sebagai Rf zat tersebut. Perbandingan jarak perambatan suatu zat dengan jarak

perambatan zat pembanding kimia dinyatakan sebagai Rr. Letak bercak yang diperoleh dari zat

yang dikromatografi dapat ditetapkan dengan cara berikut;

a). Pengamatan langsung, jika tampak dengan cahaya biasa atau dengan sinar UV.

b).Pengamatan dengan cahaya biasa atau dengan sinar UV setelah kertas disemprot dengan

pereaksi yang dapat memberikan warna pad bercak.

c). Menggunakan pencacah Geiger-muler atau otora diografik jika ada zat radioaktif.

d).Menempatkan potongan kertas pada medium perbiakan yang telah ditanami ntuk melihat

hasil stimulasi atau pertumbuhan bakteri. Alat yang digunakan berupa bejana kromatografi

raltahan korosi.

Page 6: TUGAS VII Fitokimia

1.3 Prosedur Kerja

1) Lakukan optimasi eluen dengan cara uji KLT terhadap ekstrak dengan mengganti-ganti

eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik. Eluen tersebut akan digunakan untuk

fraksinasi.

2) Siapkan ± 50 gram silica gel.

3) Siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml.

4) Silica gel dimasukkan ke dalam labu erlemeyer, kemudian ditambahan sedikit eluen,

kocok selama 15 menit.

5) Campuran butir (4) tersebut dituang kedalam kolom sampai setinggi 10 cm dari atas.

6) Tuangkan eluen ke dalam kolom sampai penuh, tutup dengan aluminium foil, biarkan

semalam.

7) Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan, kemudian ekstrak

ditambahkan sedikit pelarut (etanol/metanol) ad larut dicampur dengan silica gel sama

banyak, diaduk-aduk menggunakan gelas pengaduk sampai homogeny dan kering.

8) Eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5 cm diatas permukaan silica gel.

9) Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan ke dalam kolom (diatas

permukaan silica gel), lalu ditambah eluen kira-kira setinggi 3 cm. Eluen

dialirkan/diteteskan sambil dituangi eluen baru sampai kolom terisi penuh dengan eluen,

sementara penetesan tetap dilakukan. Kecepatan penetesan diatur.

10) Penempungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml.

11) Dilakukan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial (vial nomor 1, 10, 20, 30, 40, 50, 60).

Pada uji KLT, fase gerak yang digunakan adalah sama dengan fase gerak pada

kromatografi kolom.

12) Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya dapat digabung.

13) Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan pada vial

diantaranya (bila vial nomor 10 dan 20 berbeda, maka vial nomor 15 dilakukan uji KLT).

14) Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda pada uji KLT.

Page 7: TUGAS VII Fitokimia

HASIL

Proses penetesan pada saat fraksinasi

Penotolan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial ( vial ke 1, 10, 20, 30, 40, 50, 60)

Page 8: TUGAS VII Fitokimia

Hasil fraksinasi

Hasil nilai Rf;

Jumlah fraksi : 6, masing masing :

1. 1-4

2. 5-10

3. 11-20

4. 21-38

5.39-54

6.55-60

Page 9: TUGAS VII Fitokimia

Fraksi 1-6 dilihat pada uv 254 nm (cm)

1. 7,2cm8 cm

= 0,9 & 7,8 cm8 cm

= 0,98

2. 7,2cm8cm

= 0,9 & 7,8 cm8cm

= 0,98

3. 7,2cm8 cm

= 0,9 & 7,8 cm8 cm

= 0,98

4. 7,7 cm8cm

= 0,96 & 8 cm8 cm

= 1

5. 3 cm8 cm

= 0,38 & 7,8 cm8 cm

= 0,98 & 8 cm8 cm

= 1

6. 2 cm8 cm

= 0,25 & 3,3 cm8cm

= 0,41 & 7,8 cm8cm

= 0,98 & 8 cm8 cm

= 1

Fraksi 1-6 dilihat di uv 365nm (cm)

1. 5 cm8 cm

= 0,63 & 6 cm8 cm

= 0,75 & 6,5 cm8 cm

= 0,81 & 7,2cm8 cm

= 0,9

2.5,2cm8cm

= 0,65 & 6 cm8 cm

= 0,75 & 6,5cm8cm

= 0,81 & 7,1cm8cm

= 0,89 & 7,7 cm8cm

= 0,96

3. 6,3 cm8 cm

= 0,79 & 7,2cm8 cm

= 0,9 & 7,8 cm8 cm

= 0,98

4. 1,3 cm8cm

= 0,16 & 2,2 cm8cm

= 0,28 & 3,3 cm8cm

= 0,41 & 4,6 cm8cm

= 0,58 & 7 cm8 cm

= 0,88

5. 0,6 cm8 cm

= 0,08 & 1,2cm8 cm

= 0,15 & 2 cm8 cm

= 0,25 & 3 cm8 cm

= 0,38 & 3,3 cm8 cm

= 0,41 & 3,5 cm8 cm

=

0,44 & 3,8 cm8cm

= 0,48 & 7 cm8 cm

= 0,88 & 7,8 cm8cm

= 0,98

6. 2 cm8 cm

= 0,25 & 3,2 cm8 cm

= 0,4 & 3,7 cm8 cm

= 0,46 & 7,3 cm8 cm

= 0,91 & 7,7 cm8 cm

= 0,96

Page 10: TUGAS VII Fitokimia

PEMBAHASAN

Praktikum ini dilakukan bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan fraksinasi suatu

ekstrak menggunakan kromatografi kolom. Pertama, menuji ekstrak dengan mengganti-ganti

eluen sampai diperoleh pemisahan yang baik dilakukan dengan cara uji KLT. Kemudian

menyiapkan silica gel ± 50 gram dan eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml, silica gel dimasukkan

ke dalam labu erlemeyer dan ditambahkan sedikit eluen kemudian dikocok selama 15 menit.

Campuran tersebut dituang ke dalam kolom sampai batas yang sudah ditentukan lalu ditutup

dengan aluminium foil.

Kedua, menimbang ekstrak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan, kemudian ekstrak

ditambahkan sedikit pelarut etanol sampai larut dicampur dengan silica gel sama banyak, diaduk

sampai homogen dan kering. Kemudian dimasukkan ke dalam kolom (diatas permukaan silica

gel) lalu ditambah eluen kira-kira setinggi 3 cm. eluen diteteskan sambil dituangi eluen baru

sampai kolom terisi penuh sementara penetesan tetap dilakukan. Kecepatan diatur 2 detik 1 tetes.

Lakukan penampungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml.

Setelah itu, melakukan uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial antara lain vial ke 1, 10,20,

30, 40, 50, 60 dengan cara kromatografi kolom tetapi ketika eluen dalam vial habis, maka pada

vial 1, 10, 20, 30, 40, 50, 60 ditambahkan pelarut n-Heksana dan etanol secukupnya, sedangkan

pada vial yang lain hanya ditambahkan dengan pelarut n-Heksana.

Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya dapat digabung

menjadi satu fraksi. Jika mendapatkan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan pada vial

diantaranya, misalkan vial 1 dan 10 berbeda, maka vial ke 5 dilakukan uji KLT. Uji KLT

dihentikan bila vial tersebut sudah tidak memberikan noda.

Pada kelompok kami (kelompok 1 – 2) mendapatkan hasil fraksinasi sebanyak enam

fraksi antara lain;

1. vial ke 1 sampai ke 4 mempunyai fraksi yang sama dengan fraksi pada vial ke 1

Page 11: TUGAS VII Fitokimia

2. vial ke 5 sampai ke 10 mempunyai fraksi yang sama dengan fraksi pada vial ke 10

3. vial ke 11 sampai ke 20 mempunyai fraksi yang sama dengan fraksi pada vial ke 20

4. vial ke 21 sampai ke 38 mempunyai fraksi yang sama dengan fraksi pada vial ke 30

5. vial ke 39 sampai ke 54 mempunyai fraksi yang sama dengan fraksi pada vial ke 40 dan 50

6. vial ke 55 sampai ke 60 mempunyai fraksi yang sama dengan fraksi pada vial ke 60

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, 1989.

Gunardi, dkk., 2009

Handayani, 2008.

http://dibaliklayarkaca.blogspot.com/2010/06/kromatografi-lapis-tipis.html (Diakses 26 April

2015).

Mirray, Robert K et al. 2009. Biokimia Harper 27th edisi. Jakarta: Buku Kedokteran.

Satoto, 1988.

Serma dan Bernard, 2003

Sudarmadji, dkk., 1989.