laporan pleno pemicu 3

Upload: aprindodonatus

Post on 02-Jun-2018

280 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    1/22

    LAPORAN PLENO PEMICU 3

    MODUL SARAF DAN JIWA

    KELOMPOK DK 3

    Muhammad Arif Tri Hapsoro I11110019

    Ismi Wulandari AS. I11111013

    Agustinus Vincent I11111018

    Venny Hillery Wahyuni I11111021

    Inayah I11111027

    Made Dwi Pratiwi I11111031

    Iqnasia Windy Novitasari I11111059

    Andika Indra Purwantoro I11111061

    Alvin Pratama Jauharie I11111063

    Sri Purwanti I11111065

    Muhammad Subhan I11111074

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS TANJUNGPURA

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    2/22

    1. PEMICU

    Ny. B, 43 tahun, datang ke unit gawat darurat dengan keluhan utama susah bernafas

    dan kelemahan lengan dan tungkai kedua sisi yang semakin memberat sejak 5 hari

    yang lalu. Lima hari yang lalu pasien mulai merasakan kesemutan di ujung jari kaki

    dan tangan, yang semakin berangsur naik ke lengan dan tungkai atas. Kesemutan ini

    semakin naik dan pasien mulai merasakah kelemahan sejak 4 hari yang lalu.

    Tiga hari yang lalu pasien mulai mengeluh tersedak pada saat menelan air dan lengan

    serta tungkai sudah tidak dapat diangkat. Pasien dibawa oleh keluarganya ke rumah

    sakit karena sulit bernafas.Sejak dua minggu yang lalu pasien sering mengalami

    buang air besar dan perut terasa mulas. Pasien sering merasa gelisah, selalu kuatir dan

    berdebar-debar sejak dua minggu yang lalu karena menunggu pengumuman kelulusan

    ujian penerimaan pegawai negeri.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80

    mmHg, frekuensi nadi 120 kali/menit, frekuensi pernapasan 12 kali/menit dengan

    pola abdominal. Kekuatam motorik lengan dan tungkai 0. Refleks biseps, triseps,

    patella dan Achilles tidak dapat ditimbulkan (negatif). Tidak ada refleks patologis.

    Pasien merasa parestesi di ujung-ujung tangan dan kaki.

    2. KLASIFIKASI DAN DEFINISI

    Parestesi : Sensai kulit abnormal, seperti rasa terbakar/menusuk - nusuk yang

    terjadi tanpa stimulus dari luar.

    3. KATA KUNCI

    Susah bernapas

    Kelemahan lengan dan tungkai

    Kesemutan yang berangsur naik

    Gangguan BAB dan perut mulas

    Tersedak saat menelan air

    Refleks tendon negatif

    Gelisah

    4. RUMUSAN MASALAH

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    3/22

    Ny. B, 43 tahun mengeluh susah bernapas dan kelemahan lengan & tungkai kedua sisi

    dengan riwayat kesemutan di ujung jari kaki dan tangan yang berangsur naik

    5. ANALISIS MASALAH

    6. HIPOTESIS

    Ny. B, 43 tahun mengalami Gullain Barre Syndrome tipe AMSAN

    7. PERTANYAAN DISKUSI

    1. Apa yang dimaksud GBS?

    2. Bagaimana etiologi dan epidemiologi GBS?

    3. Bagaimana Patologi GBS dan Patofisiologi GBS?

    4. Apa saja Klasifikasi GBS?

    5. Bagaimana Manifestasi klinis GBS?

    6. Bagaimana kriteria diagnosis pada GBS?

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    4/22

    7. Bagaimana pemeriksaan penunjang GBS?

    8. Bagaimana tata laksana , prognosis dan komplikasi GBS?

    9.

    Apakah ada hubungan diare dan sakit perut pada pasien dengan infeksi bakteri C.

    jejuni?

    10.Bagaimana pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis tendon?

    11.

    Mengapa pasien mengeluh tersedak dan tungkai tidak dapat diangkat?

    12.mengapa pasien mengeluh susah bernapas?

    13.bagaimana tata laksana yang tepat pada ibu ini?

    14.bagaimana pemeriksaan kekuatan motorik?

    15.bagaimana pemeriksaan sensorik ekstremitas?

    16.bagaimana diagnosis dan prognosis pada ibu ini?

    8. PEMBAHASAN

    1. Pengertian GBS

    Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang polineuropati

    demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut, polyneuritis

    idiopatik akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry, dansindroma Landry

    Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem sarafperifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut. GBS

    termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer.1

    2. Etiologi dan Epidemiologi GBS

    GBS tersebar diseluruh dunia terutama di negaranegara berkembang dan

    merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai

    pada dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun.

    Lebih sering dijumpai pada lakilaki dari pada perempuan. Puncak yang agak

    tinggi terjadi pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga

    berkembang pada setiap golongan usia. Sekitar setengah dari korban

    mempunyai penyakit febris ringan 2-3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris

    biasanya berasal dari pernapasan atau gastrointestinal.1

    Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 sampai 1,9/100.000 penduduk per

    tahun lebih dari 50% kasus biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas

    atas. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin

    bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    5/22

    meninggal, meskipun dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80%

    penderita sembuh sempurna atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa

    kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal.

    Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang

    lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10%

    diantaranya beresiko mengalami relaps.1

    Etiologinya tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons autoimun sangat

    mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom tersebut

    berasal dari virus. Tetapi tidak ada virus yang dapat diisolasi sejauh ini. GBS

    paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau

    gastrointestinal) 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis.

    Pada beberapa keadaan, dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Ini

    juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus, primer, reaksi imun dan beberapa

    proses lain, atau sebuah kombinasi proses. Salah satu hipotesis menyatakan

    bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun yang menyerang saraf

    tepi.1

    3. Patologi dan Patofisiologi GBS

    1. PatologiPada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan

    saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi.

    Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat,

    kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari

    kesebelas, proliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada mielin,

    akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari

    keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan

    mielin disebabkan oleh makrofag yang menembus membran basalis dan

    melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson.2

    2. Patofisiologi

    Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

    mempresipitasinya terjadi demielinisasi akut pada Guillain-Barre Syndrome

    masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa

    kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    6/22

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    7/22

    4. Klasifikasi GBS

    Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:

    1. Acute I nf lammatory Demyeli nating Polyradiculoneuropathy3

    Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

    adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan

    gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah

    kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang

    paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan

    bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi

    segmental makrofag.

    2. Acute Motor Axonal Neuropathy

    3

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    8/22

    Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim

    panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga

    65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada

    kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya,

    ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan

    dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis

    yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi

    mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan melalui interneuron

    spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.

    3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy3

    Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit

    akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik

    dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot.

    Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

    4. M il ler F isher Syndrome3

    Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,

    arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial

    palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua

    menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan

    imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI,

    dan dorsal root ganglia.

    5. Acute Neuropatic panautonomic3

    Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada

    SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan

    tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait

    disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual,

    disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering

    terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan,

    kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom

    termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset berhubungan

    dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.

    6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaffs (BBE)3

    Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan

    onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    9/22

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    10/22

    Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien

    melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama

    perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu,

    punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan.

    Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.

    Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama

    perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa

    terbakar, kesemutan, atau sensasi shock like dan sering lebih umum di

    ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan

    tanpa batas waktu pada 5-10% pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa

    dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic,

    nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya,

    tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).

    5. Perubahan otonom4

    Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan

    parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat

    mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing,

    Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan

    sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.

    6. Pernapasan4

    Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan

    atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai

    berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel.

    Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada

    hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit

    mereka. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong

    diagnosa: Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi

    peningkatan pada LP serial; jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada

    peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50

    MN/mm3).

    Gambaran elektro diagnostik yang mendukung diagnosa adalah perlambatan

    konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar

    kurang 60% dari normal.

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    11/22

    6. Kriteria Diagnosis

    Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological

    and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS).6

    Gejala utama

    1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas

    dengan atau tanpa disertai ataxia

    2.

    Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

    Gejala tambahan

    1.

    Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

    2. Biasanya simetris

    3. Adanya gejala sensoris yang ringan

    4.

    Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

    5. Disfungsi saraf otonom

    6. Tidak disertai demam

    7.

    Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

    Pemeriksaan LCS

    1. Peningkatan protein

    2. Sel MN < 10 /ul

    Pemeriksaan elektrodiagnostik

    1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

    Gejala yang menyingkirkan diagnosis

    1. Kelemahan yang sifatnya asimetri

    2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

    3.

    Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

    4. Gejala sensoris yang nyata

    7. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan Penunjang pada sindrom Gullain Barre adalah sebagai berikut: 6

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    12/22

    1. Pemeriksaan LCS

    Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 11,5

    g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961)

    disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan

    cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil

    apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu

    pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan

    menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic

    dissociation).

    2. Pemeriksaan EMG

    Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal,

    kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir

    minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya

    perbaikan.

    3. Pemeriksaan MRI

    Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan

    kira-kira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan

    memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar.

    8. Tata laksana, prognosis dan komplikasi dari GBS

    Tata laksana7

    Tidak ada obat untuk Guillain-Barre Syndrome. Pengobatan ditujukan untuk

    mengurangi gejala, mengobati komplikasi, dan mempercepat pemulihan.

    Pada tahap awal dari penyakit, pengobatan yang disebut apheresis atau

    plasmapheresis dapat diberikan. Perawatan ini melibatkan menghapus atau

    memblokir protein (antibodi) yang menyerang sel-sel saraf. Pengobatan lain

    membantu mengurangi peradangan. Ketika gejala yang parah terjadi,

    pengobatan di rumah sakit akan dibutuhkan. Pengobatan yang lainnya

    berfokus untuk mencegah komplikasi:

    Pengencer darah dapat digunakan untuk mencegah pembekuan darah.

    Jika diafragma lemah, napas bantuan atau bahkan tabung pernapasan

    dan ventilator mungkin diperlukan.

    Nyeri diobati dengan obat nyeri atau obat-obatan lainnya.

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    13/22

    Posisi tubuh yang tepat atau tabung makan dapat digunakan untuk

    mencegah tersedak saat makan jika otot-otot yang digunakan untuk

    menelan yang lemah.

    Terapi fisik membantu menjaga sendi dan otot yang sehat.Prognosis

    7

    Pemulihan dapat terjadi berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan

    setahun. Kebanyakan orang bertahan dan pulih sepenuhnya. Kelemahan ringan

    dapat bertahan bagi beberapa orang. Hasil akhir mungkin akan baik bila gejala

    hilang dalam waktu 3 minggu pasca sindroma.

    Komplikasi7

    1. Kesulitan bernapas (gagal napas)

    2.

    Kontraktur sendi atau kelainan bentuk lainnya

    3. Deep vein thrombosis(gumpalan darah yang terbentuk ketika

    seseorang tidak aktif atau terbatas hanya pada tempat tidur)

    4.

    Peningkatan risiko infeksi

    5. Tekanan darah rendah atau tidak stabil

    6. Kelumpuhan yang bersifat permanen

    7.

    Pneumonia

    8. Kerusakan kulit (ulkus)

    9. Aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru-paru

    9. Hubungan diare dan sakit perut pada pasien dengan infeksi bakteri C. jejuni

    Kram perut yang akut, diare hebat yang dapat disertai dengan darah, sakit

    kepala, malaise, dan demam merupakan beberapa manifestasi klinis dari

    Campylobacter jejuni. Biasanya penyakitnya dapat sembuh dengan sendiri

    dalam waktu 5-8 hari, tetapi kadang-kadang berlangsung lebih lama. Isolat

    Campylobacter jejunibiasanya rentan terhadap eritromisin, dan pemberian

    terapi mempersingkat lamanya pengeluaran bakteri dalam feses. Sebagian

    besar kasus dapat sembuh sendiri tanpa terapi antimikroba.8

    10. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis tendon

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    14/22

    Jenis-jenis reflek

    1.

    Reflek biseps

    Reflek biseps didapat melalui

    peregangan tendon biseps pada

    saat siku pada keadaan fleksi.

    Pegang lengan pasien yang

    disemifleksikan sambil

    menempatkan ibu jari di atas

    tendon otot biseps. Ibu jari

    kemudian diketok ; hal ini

    mengakibatkan gerakan fleksi

    lengan bawah. Pusat reflek ini

    terletak di C5-C6.

    2.

    Reflek triseps

    Untuk menimbulkan reflek

    triseps, pegang lengan bawah

    pasien difleksikan setengah

    (semufleksi). Setelah itu,

    diketok pada tendom insersi

    m.triseps, yang berada sedikit

    di atas olekranon. Sebagai

    jawaban, ini lengan bawah

    mengadakan gerakan ekstensi. Lengkung refleks melalui nervus radialis yang

    pusatnya terletak di C6-C8..

    3.

    Reflek brakhioradialis

    Lengan bawah difleksikan serta dipronasikan

    sedikit. Kemudian ketok pada prosessus

    stiloideus radius. Sebagai jawaban lengan

    bawah akan berfleksi & bersupinasi. Lemgkung

    reflek melalui nervus radialis, yang pusatnya

    terletak di C5-C6.

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    15/22

    4.

    Reflek patella

    Reflek patella ditimbulkan

    dengan cara mengetok

    tendon patella tepat di

    bawah patella. Pasien

    dalam keadaan duduk atau

    tidur telentang. Jika pasien

    telentang, pengkaji

    menyokong kaki untuk

    memudahkan refleksasi

    otot. Kontraksi quadriseps

    dan ekstensi lutut adalah respon normal.

    5. Reflek trisep sure (Reflek tendo achilles)

    Tungkai bawah difleksikan sedikit, kemudian kita pegan kaki pada ujungnya

    untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu tendo

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    16/22

    achilles diketok. Hal ini mengakibatkan berkontraksinya m. Trisep sure dan

    memberikan gerakan gerak plantar fleksi pada kaki. Lengkung ini melalui S1,

    S2.

    Reflek Patologis

    1.

    Klonus

    Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini di sebut klonus.

    Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba, dapat mengakibatkan dua atau

    tiga kali gerakan sebelum selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada

    penyakit SSP terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu istirahat di mana

    tendon menjadi longgar tetapi aktivitas menjadi berulang-ulang. Tidak terus-

    menerus klonus dihubungkan dengan keadaan normal tetapi reflek hiperaktif

    tidak dipertimbangkan sebagai keadaan patologis. Klonus yang teru-menerus

    indikasi adanya penyakit SSP dan membutuhkan evaluasi dokter.

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    17/22

    2. Respons babinsky

    Reflek yang diketahui jelas, sebagai indikasi

    adanya penyakit SSP yang mempengaruhi

    traktus kortikospinal, disebut respon babinski.

    Bila bagian lateral telapak kaki seseorang

    dengan SSP utuh digores, maka terjadi kontraksi

    jari kaki dan menarik bersama-sama.

    Pada pasien yang mengalami penyakit SSP pada

    sistem motorik, jari-jari kaki menyebar dan

    menjauh. Keadaan ini normal pada bayi tetapi

    bila ada pada orang dewasa keadaan ini

    abnormal. Beberapa variasi refleks-refleks lain memberi informasi. Dan yang

    lainnya juga perlu diperhatian tetapi tidak memberi informasi yang teliti.

    Reflek Babinski Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah

    jari melalui sisi lateral, orang noramla akan memberikan respon fleksi jari-jari

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    18/22

    kaki dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol

    kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.

    Normal pada bayi masih ada.

    Reflek Oppenheim Lakukan goresan pada sepanjang tepi depan tuilang tibia

    dari atas ke bawah, dengan kedua jari telunjuk dan tengah., jika posistidf maka

    akan timbul reflek seperti babinski

    Reflek gordon.Lakukan goresan / memencet otot gastrocnemius . jika posistif

    maka akan timbul reflek seperti babinski

    Reflek schaefer Lakukan pemencetan pada tendo achiles. Jika positif maka

    akan timbul reflek seperti babinski Reflek chaddock Lakukan goresan

    sepanjang tepi lateral punggung kaki di luar telapak kaki, dari tumit ke depan.

    Jika posistif maka akan timbul reflek seperti babinski

    Reflek gonda : memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepasnya

    sekonyong-konyong.

    3.

    Reflek hoffmann tromer

    Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa, kemusian ujung jari tangan

    pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan penderita. Kita

    lihat respon jari tangan penderita, yaitu fleksi jari-jari yang lain, aduksi dari

    ibu jari. Reflek positif bilateral bisa dijumpai pada 25 % orang normal,

    sedangkan unilateral hoffmann indikasi untuk suatu lesi UMN .

    11. Mengapa pasien mengeluh tersedak dan tungkai tidak dapat diangkat?10

    Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial

    III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    19/22

    sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias,

    Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.

    Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai

    yang terkena. Keluhan tersedak pada pasien diakibatkan kerusakan yang terjadi

    pada LMN nervus IX-X. Kedua nervus inilah yang berperan penting dalam proses

    menelan.

    Tungkai pasien yang tidak dapat diangkat terjadi karena proses sebagai berikut:

    Apabila kerusakan telah terjadi hingga tahap kerusakan akson, maka kekuatan

    motorik pasien akan sangat berkurang hingga 0 dan tungkai pasien tidak dapat

    digerakkan lagi.

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    20/22

    12. Mengapa pasien mengalami sesak napas?11

    Keluhan sesak napas pasien mungkin terjadi karena Guillain-Barre Syndrome

    itu sendiri. Bila sudah terjadi peradangan pada Guillain-Barre Syndromedan

    mempengaruhi saraf diafragma dan dada dan ada kelemahan pada otot-otot,

    maka orang tersebut mungkin akan mengalami sesak napas dan

    membutuhkan bantuan pernapasan.

    13. Bagaimana tata laksana yang tepat pada pasien ini?

    1.

    Tatalaksana Suportif GBS12

    Tatalaksana suportif diperlukan untuk mengantisipasi dan menangani

    akibat dari imobilisasi dan keterlibatan saraf yang mengurus tanda vital.

    Manajemen suportif meliputi:

    a. Pengukuran kapasitas vital. Jika kapasitas vital 12-15 ml/kgBB maka

    diperlukan intubasi, sedangkan kapasitas 15-19 ml/kgBB memerlukan

    intubasi apabila terdapat paralisis bulbar.

    b. Spirometri insentif untuk mencegah atelektasis.

    c. Pembersihan bronkus dan bantuan batuk.

    d.

    Rontgen toraks satu kali per minggu atau lebih sering.

    e. Pemeriksaan albumin, natrium, nitrogen urea, dan kalsium serum

    setiap dua minggu.

    f. Pemeriksaan urinalisis setiap minggu

    g. Profilaksis emboli paru menggunakan 5000 unit heparin dua kali

    sehari.

    h. Pemeriksaan peristaltik

    i.

    Profilaksis perdarahan gastrointestinal menggunakan antasida yang

    mengandunmagnesium 30-120 ml atau sukralfat.

    j. Profilaksis dekubitus dengan perubahan posisi secara berkala dan

    penggunaan matras antidekubitus

    k.

    Tidak menggunakan antibiotik profilaksis. Infeksi paru atau saluran

    kemih ditatalaksana dengan antibiotik setelah ada hasil kultur dan

    resistensi kecuali terdapat septicemia.

    l.

    Pemberian diet kaya serat melalui tube nasogastrik apabila prosesmenelan terganggu.

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    21/22

    m. Tatalaksana nyeri, gangguan tidur, dan komplikasi psikiatri

    n. Pembatasan flebotomi antekubital apabila direncanakan

    plasmafaresis.

    2. Terapi utama

    Kombinasi metilprednisolon intravena (0,5 gram/hari) dan

    immunoglobulin intravena (0.4 gram/kg berat badan/hari) selama lima

    hari. 13

    14. Prognosis Pasien14

    Prognosisnya baik. Walaupun 2-12% pasien meninggal akibat komplikasi

    yang berhubungan dengan GBS. Angka kematian kurang dari 5 % pada

    managemen perawatan medis yang baik. Penyebab kematian termasuk

    sindrom gangguan pernapasan akut, sepsis, pneumonia penyakit tromboemboli

    vena dan serangan jantung.

    Data survei menunjukkan bahwa pasien berusia 60 tahun atau lebih memiliki

    resiko kematian 6 kali lipat dari orang yang berusia 40-59 tahun dan 157 kali

    lipat dari pasien yang lebih muda dari usia 15 tahun. Laki-laki memilikitingkat kematian 1,3 kali lebih besar daripada wanita.

    Kebanyakan pasien (hingga 85%) dengan GBS mencapai pemulihan penuh

    dan fungsional dalam waktu 6-12 bulan. Pemulihan maksimal 18 bulan.

    Perkiraan menunjukkan 15-20% dari pasien mengalami defisit residual

    moderat, dan 1-10% sisanya mengalami kecacatan.

    Pasien mungkin mengalami kelemahan terus-menerus, areflexia,

    ketidakseimbangan, atau kehilangan sensori. Sekitar 7-15% dari pasien

    mengalami gejala sisa neurologis permanen termasuk footdrop bilateral,

    pengecilan otot tangan intrinsik, ataksia sensorik, dan dysesthesia. Pasien juga

    mungkin menunjukkan perbedaan jangka panjang dalam intensitas nyeri,

    kelelahan, dan gangguan fungsional dibandingkan dengan kontrol yang sehat.

    9. KESIMPULAN

    Ny. B, 43 tahun mengalami Gullain Barre Syndrome tipe AMSAN

  • 8/10/2019 Laporan Pleno Pemicu 3

    22/22

    10. DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Price, Sylvia A; Lorraine. 2006.Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses

    Penyakit Ed 6. Jakarta : EGC.

    2.

    Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. 2000. Sindroma Guillain Barre:

    Neurologi Klinis Dasar. Cetakan kedelapan. Jakarta: Dian Rakyat

    3. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:

    Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis. Departement

    of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus;2003.

    4. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome,

    http://www.americanfamilyphysician.com.

    5.

    National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Guillan-Barre

    Syndrome. 2009.Available from : URL :

    http://www.ninds.nih.gov/disorders/gbs/gbs.htm#Publications. [diakses

    tanggal 17 Desember 2013].Last update ; 2009.

    6. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi

    Klinis Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

    7.

    Price, Sylvia A; Lorraine. 2006.Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses

    Penyakit Ed 6. Jakarta : EGC.8. Brooks, Geo F., et al 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &

    Adelberg. Edisi 23. Jakarta: EGC

    9. Lumbantobing, S.M. 2006.Neurologi Klinik Pemerikaan Fisik dan Mental.

    Jakarta : FKUI

    10. Ropper H A, Brown H R. Adams and Victor, Principles of Neurological 8th

    edition. United States of America; 2005. p.1117-27

    11.

    Walling AD, Dickson G. 2013. Guillain-Barre syndrome.Am Fam Physician.Pg 87:191-197

    12. Hughes RAC et al. Practice parameter:immunotherapy for Guillain-Barre

    Syndrome: Report of the quality standards subcommitee of the American

    Academy of Neurology. Neurology 2003; 61:736

    13. Seneviratne, Udaya. Guillain Barre syndrome. Postgrad Med Journal

    2000;76:774-782.

    14. Andary,MichaelT.\2012. Guillain-Barre Syndrome. Di unduh dari :

    http://emedicine.medscape.compada tanggal 18 Desenber 2013 pukul 18.08

    http://emedicine.medscape.com/http://emedicine.medscape.com/http://emedicine.medscape.com/