laporan pleno
DESCRIPTION
Tutorial Skenario c Blok 7TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIALSKENARIO C BLOK 7
TUTOR : DRG. NURSIAH NASUTION
DISUSUN OLEH
DEO RAFAEL ASNAWIE(04011381419146)
EGI NABILA(04011381419195)
MUHAMMAD ALDO GIANSYAH(04011381419144)
MUHAMMAD FAHMI(04011381419142)
MUHAMMAD RIZKY SURYA P.(04011381419157)
NINDY LAGUNDRY PUTRY(04011381419151)
NURUL YULI PERMATA S. (04011381419201)
RIA ANINDITA NOVARANI(04011381419155)
RIZKY VANIA OKA(04011381419152)
ROBERTUS ERI KANTONA(04011381419154)
SARASWATI ANNISA (04011381419196)VONDY HOLIANTO
(04011381419147)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya lah
kami dapat menyelesaikan laporan tutorial, dengan skenario C blok 7, ini dengan baik dan tepat
waktu. Laporan tutorial skenario C Blok 7 ini disusun dalam rangka memenuhi tuntutan tugas
Blok 7 yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
penyelesaian dan penyusunan laporan tutorial ini. Laporan ini membahas tentang hasil belajar
dan diskusi kami dalam tutorial 2 yang dengan menggunakan skenario C pada Blok 7.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
semua kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran
berikutnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Palembang, 19 Maret 2015
Tim Penyusun
3
A. SKENARIO
A, Seorang pemuda berusia 20 tahun, melakukan pendakian gunung bersama
teman-teman nya, sesama anggota mahasiswa pecinta alam. Karena merasa masih muda,
sehat dan sudah biasa melakukan pendakian, A mendaki dengan cepat tanpa berhenti
untuk penyesuaian fisiologis tubuh.
Ketika telah mencapai ketinggian 2200 m, A tiba-tiba merasakan sakit kepala
hebat, disertai dengan rasa lemah sekujur tubuh, dyspnea, drowsiness, dizziness¸ nausea,
dan vomitus.
Oleh teman-temannya, A dengan segera di papah turun gunung, dan dibawa ke
Puskesmas di Kaki gunung. Dokter Puskesmas segera memeriksa A dan memberikan
Oxygen.
Dokter mengatakan A mengalami Acute Mountain Sickness (AMS) karena
aklimatisasi yang tidak adekwat.
B. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Pendakian gunung: Berjalan ke atas gunung
2. Sakit kepala: Perasaan sakit di daerah kepala
3. Fisiologis tubuh: Keadaan fungsi tubuh yang normal
4. Drowsines : Kehilangan kesadaran
5. Dyspnea :Sesak Nafas
6. Vomitus: Sesuatu yang keluar dari gaster
7. Dizziness: Pusing
8. Nausea: Perasaan ingin muntah
9. Puskesmas: Pusat kesehatan masyarakat
10. Acute Mountain Sickness (AMS): Gejala yang dialami pendaki gunung ketika berada
di ketinggian
11. Aklimatisasi: Penyesuaian terhadap lingkungannya
12. Adekuat: Cukup
4
C. IDENTIFIKASI MASALAH
No. Kalimat O-P Prioritas
1.
A (Laki-laki, 20 th) melakukan pendakian
gunung dengan cepat tanpa berhenti untuk
penyesuaian fisiologis tubuh
- -
2.
Pada ketinggian 2200 m, tiba-tiba merasakan:
1) Sakit kepala hebat
2) Rasa lemah disekujur tubuh
3) Dyspnea
4) Drowsiness
5) Dizziness
6) Nausea
7) Vomitus
3.A segera dipapah turun gunung dan dibawa ke puskesmas di kaki gunung oleh teman-temannya
- -
4. Dokter puskesmas memberikan A oksigen. O VVV
5.Dokter mengatakan A mengalami AMS karena
aklimatisasiO VVV
D. ANALISIS MASALAH
1. A (Laki-laki, 20 th) melakukan pendakian gunung dengan cepat tanpa berhenti
untuk penyesuaian fisiologis tubuh
a. Bagaimana cara pendakian gunung yang benar?
1. Persiapkan Fisik dan Teknik Mendaki
Kesiapan fisik adalah modal utama dalam melakukan kegiatan mountaineering
(teknik hidup di alam bebas). Latihan fisik yang bertujuan meningkatkan daya tahan
dan kebugaran adalah menu utama. Ini dapat diperoleh dengan melakukan senam, lari
dan latihan beban secara rutin.
5
1) Senam aerobik ditambah bersepeda bertujuan untuk menjaga kebugaran dan daya
tahan. Lari terutama di siang jari dapat meningkatkan VO2MAX (kemampuan
paru-paru menyerap oksigen) mengingat oksigen di daerah ketinggian kadarnya
rendah.
2) Latihan beban seperti mengangkat barbel dan sejenisnya, berguna untuk
membentuk kekuatan otot dalam menghadapi medan yang berat, terutama otot-
otot yang banyak digunakan dalam mendaki gunung. Otot-otot itu adalah bahu,
punggung, pinggang dan kaki.
3) Penguasaan hidup di alam bebas meliputi survival, bivoac, tali temali, teknik
dasar, memasak, kesehatan lapangan, P3K, ilmu medan medan dan membaca peta
kompas mutlak harus dikuasai. Ditunjang dengan peralatan yang lengkap dan baik
akan menjamin keselamatan dan kenyamanan pendakian.
4) Tidak dapat ditinggalkan adalah dokumen perjalanan seperti surat izin instansi
terkait. Dalam perjalanan ada baiknya untuk mendekatkan diri dengan penduduk
sekitar, memberitahukan maksud kegiatan kita. Hal ini penting karena sekiranya
mendapat kesulitan maka penduduklah yang paling potensial untuk secepatnya
memberi bantuan.
2. Kuasai Teknik Berjalan
Mendaki gunung pada dasarnya adalah olahraga berjalan, di mana medan
yang dilalui sangat berbeda dengan yang kita lalui sehari-hari. Ditambah beban
yang ada dipunggung (Secara ideal umunya beban yang dapat dibawa adalah
30%-45% dari berat tubuh), maka kita dituntut untuk menguasai teknik menjaga
keseimbangan dan berjalan di pegunungan dengan benar.
Berjalan di pegunungan bukit yang curam memerlukan keseimbangan yang
prima. Gerakan mendadak seperti mengayun tangan dan melompat dapat
berakibat fatal. Hati-hati dengan terpaan angin, berjalanlah tenang dan tidak kaku.
Jangan memotong lintasan karena biasanya jalan setapak yang sudah ada
mengikuti kontur alam sehingga tidak curam walau berkelok-kelok. Hapalkan
lintasan tersebut agar mudah bila kehilangan arah atau pada saat kembali
nantinya. Teknik lain berjalan di daerah curam adalah dengan lintasan zig-zag
untuk menghemat nafas. Jangan memakai tumbuhan kecil yang ada di tebing
6
sebagai tumpuan karena biasanya banyak yang lapuk dan tidak cukup kuat untuk
menahan beban, cukup dipakai sebagai keseimbangan saja.
Pada saat turun kondisi badan biasanya sudah lelah ditambah posisi badan
yang seluruhnya mengarah ke bawah sehingga otot kaki mendapat beban ekstra,
kemungkinan terkilir dan tergelincir cukup besar. Kencangkan ujung kaki agar
ujung kaki tidak tergencet dan pergunakan tumit sepatu sebagai rem dan
tumpuan beban. Jangan berjalan doyong ke muka, usahakan berat tubuh tetap
ditengah. Cara lain adalah berjalan miring dengan tubuh dorong ke belakang
segera dapat mengantisipasi keadaan bila terpeleset.
Berjalan harus mengikuti suatu irama yang tetap dengan langkah-langkah
kecil. Langkah yang selalu lebar akan mempengaruhi keseimbangan karena berat
badan sering ditunjang oleh satu kaki saja. Pendaki gunung berjalan lebih
lambat dari ritme berjalan yang normal untuk menghemat nafas. Kesulitan
berbicara dengan teman selagi berjalan adalah pertanda berjalan terlalu cepat.
Lebih baik berjalan lambat dengan istirahat yang sedikit daripada berjalan cepat
dengan istirahat yang banyak pula.
Saat beristirahat duduklah berselonjor dengan kaki sedikit diangkat di
atas badan agar darah yang mengumpul di kaki dapat mengalir mormal
kembali. Hindari angin secara langsung karena udara dingin cepat
mengerutkan otot yang istirahat. Pori-pori yang terbuka akibat berkeringat
akan mengakibatkan exposure (kehilangan panas tubuh) bila terkena angin
(hawa dingin). Untuk menghindarinya usahakan untuk memakai jaket pada saat
beristirahat walaupun tubuh agak terasa panas.
Jangan terlalu lama istirahat karena otot yang mulai mengendur akan
memerlukan pemanasan kembali. Ukuran normal istirahat adalah sepuluh
menit setiap berjalan selama satu jam. Bila semkain lama anda membutuhkan
waktu istirahat lebih panjang dengan interval di bawah satu jam maka berarti anda
telah terlalu lemah. Selama istirahat perlu teknik pengaturan nafas untuk
menghilangkan kepenatan dengan gerakan-gerakan ringan, misalnya
menekuk badan ke muka ke belakang dan samping kiri kanan, mengambil
nafas sekuat kuatnya, ditahan sejenak kemudian dihembuskan melalui
7
mulut dengan berteriak. Teknik relaksasi seperti ini berguna untuk melepaskan
kepenatan dan stres selama perjalanan. Selama istirahat minumlah air hangat yang
cukup seimbang dengan keringat yang dikeluarkan. Tambahkan sedikit garam
untuk mengganti mineral yang keluar bersama keringat dan untuk otot. Makanlah
makanan kecil seperti biskuit dengan kadar hidrat arang yang tinggi untuk
menambah tenaga. Hal yang sering muncul
b. Bagaimana akibat (efek) dari pendakian gunung dengan cepat?
Jika pendaki gunung terlalu cepat mencapai suatu ketinggian, pendaki tersebut
akan menderita hipoksia dan akan memperlihatkan gejala-gejala yang disebut
penyakit gunung (mountain sickness). Gejala-gejala ini muncul setelah beberapa
jam setelah si pendaki mencapai ketinggian itu. Kumpulan gejala itu adalah sakit
kepala, sesak nafas (dada terasa terhimpit), tidak nafsu makan, batuk kering,
dilanjutkan dengan batuk berdahak, dahak berdarah, nafas terdengar ribut (suara
bergelembung dari dada), mual, muntah, diare, sakit perut, kemampuan mental dan
ketajaman berfikir menurun, badan terasa lemas, perasaan malas sekali, tidak dapat
tidur, tangan, muka, kuku dan bibir menjadi biru dan denyut jantung berdenyut lebih
cepat daripada biasanya. Biasanya gejala-gejala ini akan menghilang setelah
beristirahat selama 24 jam sampai 48 jam. Kalau ini tidak berhasil, maka
penanggulangan yang tepat adalah secepatnya turun dan mengurangi ketinggian.
Kalau sudah begitu umumnya gejala-gejala itu akan berkurang setelah turun sekitar
500 atau 600 meter dari ketinggian semula.
c. Bagaimana kondisi udara pada saat mendaki gunung?
Suhu udara gunung-gunung di Indonesia berkisar antara 12-7 derajat celcius.
Dengan perlengkapan yang baik, suhu udara seperti ini sebenarnya tidak terlampau
dingin. Semakin tinggi suatu daerah, semakin tipis kadar oksigennya. Ini
mempengaruhi aktivitas seorang pendaki gunung karena hipoksia (kekurangan
oksigen). Kapasitas kerja fisik akan menurun. Memang tidak semua pendaki gunung
akan mengalami hal yang sama, karena pengaruh kekurangaan oksigen itu tergantung
pada masing-masing individu, terutama kesegaran jasmaninya. Ada pendaki gunung
8
yang sudah terkena pengaruh pada ketinggian 200 meter, tetapi ada yang baru
merasakannya pada ketinggian 4000 meter.
d. Bagaimana fisiologis tubuh manusia pada ketinggian?
Pada saat berada di ketinggian, tekanan O2 menurun yang menyebabkan tubuh
akan melakukan kompensasi dengan memperbanyak frekuensi nafas (hiperventilasi).
Pada ketinggian tubuh juga akan mengalami kekurangan O2 (hipoksia) hal ini
menyebabkan penciutan pembuluh darah paru, yang menyebabkan kenaikan tekanan
pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal), Akibatnya cairan masuk kedalam paru
dan paru akan membengkak (edema yaitu kebocoran plasma darah kedalam jaringan
paru-paru) yang menyebabkan kantung-kantung udara tidak efektif lagi untuk
pertukaran oksigen dengan karbondioksida Gejala-gejala edema paru biasa muncul
setelah kira-kira ketinggian 3000 meter, yaitu 12 jam sampai 36 jam setelah si
penderita kekurangan oksigen. Semakin besar pengerahan tenaga di ketinggian yang
kurang oksigen itu, semakin berkembang edema paru.
2. Pada ketinggian 2200 m, tiba-tiba merasakan:
1) Sakit kepala hebat
2) Rasa lemah disekujur tubuh
3) Dyspnea
4) Drowsiness
5) Dizziness
6) Nausea
7) Vomitus
a. Bagaimana kondisi lingkungan pada saat ketinggian 2200 m?
b. Bagaimana perubahan fisiologis pada ketinggian 2200 m?
Efek Tekanan Oksigen Yang Rendah Terhadap Tubuh.
Semakin tinggi kemampuan seseorang mencapai ketinggian yang lebih tinggi
lagi pada penerbangan, pendaki gunung, dan luar angkasa, semakin penting kita
memahami efek dari ketinggian tempat dan rendahnya tekanan udara
9
(Guyton:2007). Ketinggian yang di makasud di sini adalah peninggian di atas 1500
m, karena di bawah itu pengaruhnya sangat kecil sekali bagi tubuh.
Ventilasi akan langsung meningkat pada altitude yang tinggi,
karena cemoreceptordi aorta dan arteri carotis terangsang oleh PO2 yang rendah
dan member sinyal ke otak untuk meningkatkan pernafasan, tidal volum dan
kecepatan bernafas. Ventilasi ini serupa dengan hyperventilasi di atas permukaan
laut, menyebabkan jumlah CO2 di alveoli berkurang karena pressure gradient.
Banyaknya CO2 yang keluar menyebabkan PCO2 darah menurun, dan Ph darah
meningkat.
Difusi paru tidak adala halangan, sehingga PO2 arterial (PaO2) sama dengan
PO2 alveolar (PalvO2), jadi PO2 arteria ini merefleksikan PO2 alveolar yang rendah.
Nyeri Telinga Pada Ketinggian
Prinsipnya bagian telinga dibagi menjadi 2, telinga bagian tengah dan telinga
bagian luar antara telinga bagian tengah dan bagian luar dipisahkan oleh gendang
telinga, dan telinga tengah berhubungan dengan hidung dan faring melalui tuba
eusthacius.
Pada saat kita naik pesawat, tekanan udara di luar akan sangat meningkat,
sehingga tekanan udara di telinga bagain luar juga meningkat (karena telinga
bagian luar berhubungan langsung dengan dunia luar), sementata tekanan udara di
telinga bagian tengah akan tetap, akibatnya gendang telinga akan tertarik ke dalam
(kearah telinga tengah) secara tiba-tiba, keadaan ini menimbulkan nyeri, jika
perbedaan tekanan udara ditelinga luar dan telinga tengah terlalu besar maka dapat
terjadi barotrauma, Barotrauma adalah kerusakan di bagian dalam telinga yang
disebabkan oleh tidak samanya tekanan udara di kedua gendang pendengar.
Gendang pendengar memisahkan saluran telinga dan telinga bagian dalam. Jika
tekanan udara di saluran telinga dari udara luar dan tekanan udara di telinga bagian
dalam timpang, gendang pendengar bisa cedera. Biasanya, eustachian tube, yang
menyambung telinga bagian dalam dan bagian belakang hidung, membantu
memepertahankan keseimbangan tekanan pada kedua gendang pendengar dengan
membolehkan udara luar memasuki telinga bagian dalam. Kalau tekanan udara
luar berubah tiba-tiba misalnya, selama pendakian atau turun kapal terbang atau
10
penyelaman laut dalam udara harus bergerak lewat eustachian tube untuk
menyamakan tekanan di telinga bagian dalam.
Jika eustachian tube sebagian atau betul-betul mampet karena luka, tumor,
infeksi, pilek, atau alergi, udara tidak bisa bergerak ke dalam dan keluar telinga
bagian dalam. Perbedaan tekanan dapat membuat gendang pendengar memar atau
malah pecah dan berdarah. Jika perbedaan tekanan sangat luar biasa, jendela
lonjong (pintu masuk ke dalam telinga bagian dalam dari telinga bagian tengah)
mungkin pecah, membolehkan cairan dari telinga bagian dalam bocor ke dalam
telinga bagian dalam. Kehilangan pendengaran atau kegamangan yang terjadi
selama turun pada penyelaman di laut dalam kebocoran seperti itu sering terjadi.
Gejala yang sama terjadi selama pendakian dimana gelembung udara sudah
terbentuk di telinga bagian dalam. Ketika perubahan mendadak pada tekanan
menyebabkan rasa sakit yang sangat di telinga, seringkali tekanan di telinga bagian
dalam bisa disamakan dan ketidaknyamanan dikurangi dengan beberapa manuver.
Jika tekanan luar berkurang, sewaktu pesawat naik ke atas, orang sebaiknya
mencoba bernafas dengan mulut terbuka, mengunyah permen karet, atau menelan.
Tindakan yang mana pun mungkin membuka eustachian tube dan membolehkan
udara dari telinga bagian dalam. Jika tekanan luar meningkat, sewaktu pesawat
turun atau melakukan penyelaman lebih dalam di air, orang sebaiknya menjepit
hidungnya agar tutup, menahan mulut tetap tertutup, dan mencoba mengeluarkan
udara dengan lembut lewat hidung. Hal Ini akan membuka paksa udara lewat
eustachian tube yang mampet.
Saturasi Hemoglobin Oleh Oksigen Diberbagai Ketinggian
Pada keadaan normal sekitar 97% oksigen yang di angkut dari paru ke
jaringan dibawa dalam campuran kimiawidengan hemoglobin di dalam sel darah
merah, sisanya sebanyak 3% dingakaut dalam bentuk terlarut dalam cairan plasma
dan sel darah (Guyton:2007), sedangkan pada ketinggian saturasi hemoglobin oleh
oksigen menurun pada ketinggian 10.000 meskipun yang di hirup adalah udara
biasa, saturasi oksigen arteri mengalami penurunan yang tidak signifikan yaitu
90%, di atas 10.000 kaki saturasi oksigen arteri baru mengalami penurunan yang
11
signifikan yaitu 70% pada ketinggian 20.000 kaki dan sangat berkurang pada
tempat yang lebih tinggi (lihat tabel.1).
Efek menghirup oksigen murni terhadap Po2 alveolus di berbagai ketinggian
Bila seseorang mengihirup oksigen murni sebagai penganti udara bebas, maka
sebagian ruangan di alveoli yang sebelumnya terisi oleh nitrogen sekarang menjadi
terisi oleh oksigen, pada ketinggian 30.000 kaki seorang penerbang dapat
mempunyai Po2 sebesar 139 mmhg bukan 18 mmhg seperti ketika menghirup
udara biasa, kurva kedua pada gambar.1 memperlihatkan saturasi oksigen
hemoglobin darah arteri pada bebagai ketinggian bila seseorang menghirup
oksigen murni, perhatikan bahwa saturasi tetap di atas 90% sampai penerbangan
naik kira-kira 39.000 kaki, kemudian menurun dengan cepat pada sampai kira-kira
50% pada ketinggian 47.000 kaki.
c. Bagaimana tekanan udara pada ketinggian 2200 m?
Udara mempunyai berat, dan berat paling tinggi adalah di permukaan laut,
dengan tekanan barometer 760 mmHg, pada ketinggian (>1500m), tekanan
barometer akan turun, tekanan parsial O2 (PO2) juga turun secara proposional,
sehingga tekanan oksigen selalu tetap dari waktu ke waktu, yaitu sedikitnya
20,93% dari tekanan barometrik total, pada permukaan laut PO2 bernilai sekitar
159 mmHg.
d. Bagaimana konsentrasi udara pada ketinggian 2200 m?
e. Bagaimana persentase unsur-unsur gas udara di ketinggian?
f. Bagaimana patofisiologi dari:
1) Sakit kepala hebat
2) Rasa lemah disekujur tubuh
3) Dyspnea
4) Drowsiness
5) Dizziness
6) Nausea
7) Vomitus
12
g. Mengapa terjadi sakit kepala yang hebat pada ketinggian 2200 m?
3. A segera dipapah turun gunung dan dibawa ke puskesmas di kaki gunung oleh teman-
temannya
a. Bagaimana pertolongan pertama yang optimal pada kasus ini?
b. Bagaimana mekanisme pemberian oksigen pada kasus ini? (egi)
c. Bagaimana cara membawa pemuda itu turun gunung pada kasus ini?
d. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?
4. Dokter puskesmas memberikan A oksigen
a. Mengapa dokter puskesmas memberikan Oksigen pada pemuda ini?
Karena pemuda ini mengelami hipoksia akibat naik di ketinggian tanpa aklimitisasi
terlebih dulu
b. Bagaimana mekanisme pemberian oksigen pada kasus ini?
c. Bagaimana akibat dari kekuarangan oksigen pada kasus ini?
Pemuda itu akan mengalami hipoksia
5. Dokter mengatakan A mengalami AMS karena aklimatisasi yang tidak adekwat
a. Bagaimana gejala dari AMS?
Gejala-gejala AMS muncul setelah beberapa jam setelah si pendaki mencapai
ketinggian itu. Gejala-gejala itu adalah sakit kepala, sesak nafas, tidak nafsu makan,
mual, muntah, diare, sakit perut, kemampuan mental dan ketajaman berfikir
menurun, badan terasa lemas, perasaan malas sekali, tidak dapat tidur, tangan, kuku
dan bibir menjadi biru dan denyut jantung berdenyut lebih cepat daripada biasanya.
b. Bagaimana patofisiologi dari AMS pada kasus ini?
c. Bagaimana komplikasi dari AMS?
AMS yang tidak segera ditangani akan menimbulkan komplikasi seperti HAPE
(High Altitude Pulmory Edema) dan HACE (High Altiduted Cerebral Edema)
d. Bagaimana tatalaksana dari AMS?
Penderita penyakit gunung dianjurkan untuk beristirahat agar kebutuhan tubuh
akan oksigen dapat dikurangi. Tetapi kalau usaha ini tidak berhasil, maka
13
penanggulangan yang tepat adalah menurunkan si penderita dari ketinggian. Cara lain
untuk mengatasinya ialah dengan bernafas dalam-dalam dan cepat agar oksigen
banyak yang masuk kedalam sistem pernafasan kita, tapi cara ini sangat melelahkan
dan lama-kelamaan akan menimbulkan pusing atau bahkan mual akibat pengaruh
kehilangan karbon dioksida.
Bila penderita kehilangan kesadaran disertai dengan gelembung busa putih atau
merah jambu di mulut atau hidung. Begitu gejala pertama muncul (pusing sekali dan
batuk-batuk) secepatnya lakukan evakuasi dengan membawa korban ketempat yang
lebih rendah. Jika kondisi ini sudah terjadi maka penanganan satu-satunya adalah
korban harus dibawa turun.
Sebelum melakukan pendakian sebaiknya lakukan proses Aklimatisasi terlebih
dahulu.
e. Bagaimana diagnose esensial pada penderita AMS?
f. Bagaimana aklimatisasi yang adekwat pada kasus ini?
g. Mengapa harus dilakukan aklimatisasi yang adekwat pada kasus ini?
Aklimatisasi yang kurang terhadap panas, terjadinya dehidrasi atau kekurangan
garam dalam tubuh, membuat seseorang peka sekali terhadap rasa panas. Untuk
menanggulangi ini, si penderita harus beristirahat di tempat yang teduh, lalu diberi
minum air dingin yang diberi garam atau tablet garam.
h. Bagaimana resiko medis yang ditimbulkan pada saat pendakian gunung?
1. Heat Cramps Heat Cramps
(Kram Karena Panas) adalah kejang otot hebat akibat keringat berlebihan,
yang terjadi selama melakukan aktivitas pada cuaca yang sangat panas. Heat
cramps disebabkan oleh hilangnya banyak cairan dan garam (termasuk natrium,
kalium dan magnesium) akibat keringat yang berlebihan, yang sering terjadi
ketika melakukan aktivitas fisik yang berat. Jika tidak segera diatasi, Heat Cramps
bisa menyebabkan Heat Exhaustion.
a. Gejalanya: - Kram yang tiba–tiba mulai timbul di tangan, betis atau kaki. Otot
menjadi keras, tegang dan sulit untuk dikendurkan, terasa sangat nyeri
b. Penanganannya:- Dengan meminum atau memakan minuman / makanan yang
mengandung garam
14
2. Heat Exhaustion Heat Exhaustion
(Kelelahan Karena Panas) adalah suatu keadaan yangterjadi akibat
terkena/terpapar panas selama berjam-jam, dimana hilangnya banyak cairan
karena berkeringat menyebabkan kelelahan, tekanan darah rendah dan kadang
pingsan. Jika tidak segera diatasi, Heat Exhaustion bisa menyebabkan Heat
Stroke.
a. Gejalanya: Kelelahan, Kecemasan yang meningkat, serta badan basah kuyup
karena berkeringat, Jika berdiri, penderita akan merasa pusing karena darah
terkumpul di dalam pembuluh darah tungkai, yang melebar akibat panas,
Denyut jantung menjadi lambat dan lemah, Kulit menjadi dingin, pucat dan
lembab, Penderita menjadi linglung/bingung terkadang pingsan
b. Penanganannya: Istirahat didaerah yang teduh, Berikan minuman yang
mengandung elektrolit
3. Heat Stroke
Heat Stroke adalah suatu keadaan yang bisa berakibat fatal, yang terjadi akibat
terpapar panasdalam waktu yang sangat lama, dimana penderita tidak dapat
mengeluarkan keringat yang cukup untuk menurunkan suhu tubuhnya. Jika tidak
segera diobati, Heat Stroke bias menyebabkan kerusakan yang permanen atau
kematian. Suhu 41° Celsius adalah sangat serius, 1 derajat diatasnya seringkali
berakibat fatal. Kerusakan permanen pada organ dalam, misalnya otak bisa segera
terjadi dan sering berakhir dengan kematian.
a. Gejalanya: Sakit kepala, Perasaan berputar (vertigo), Kulit teraba panas,
tampak merah dan biasanya kering, Denyut jantung meningkat dan bisa
mencapai 160-180 kali/menit , Laju pernafasan juga biasanya meningkat,
tetapi tekanan darah jarang berubah, Suhu tubuh meningkat sampai 40–41°
Celsius, menyebabkan perasaan seperti terbakar- Penderita bisa mengalami
disorientasi (bingung) dan bisa mengalami penurunan kesadaran atau kejang
b. Penanganannya: Pindahkan korban dengan segera ketempat yang sejuk, buka
seluruh baju luarnya, Bungkus korban dengan selimut yang sejuk dan basah.
Usahakan agar selimut tetap basah.Dinginkan korban hingga suhunya
15
mencapai 380 Celcius, Saat temperatur mencapai 380 celcius, ganti selimut
basah dengan yang kering, lanjutkan perawatan pada korban secara hati–hati.
4. Mountain Sickness (Penyakit Gunung)
Penyebab utamanya adalah penurunan kadar oksigen didalam darah karena
berada diketinggian tertentu. Faktor yang bisa menjadi penyebabnya adalah:
Kurangnya aklimatisasi (proses penyesuaian dua kondisi lingkungan yang
berbeda), Pergerakan mencapai ketinggian tertentu yang terlalu cepat
a. Gejala mountain sickness antara lain: Pusing, Nafas sesak, Tidak nafsu
makan, Mual terkadang muntah, Badan terasa lemas, lesu, malas, Jantung
berdenyut lebih cepat, Penderita sukar tidur, Muka pucat, kuku dan bibir
terlihat kebiru-biruan
b. Penanganannya :- Beristirahat yang cukup, pada umumnya gejala ini akan
hilang dengan sendirinya setelah beristirahat selama 24 s/d 48 jam, Jika
kondisi tidak membaik turunkan si-penderita dari ketinggian tersebut, sekitar
500 s/d 600 meter
5. Hypotermia
Hypotermia adalah suatu keadaan dimana kondisi tubuh tidak dapat
menghasilkan panas disertai menurunnya suhu inti tubuh dibawah 35oC. Hal
tersebut disebabkan beberapa faktor,diantaranya: Suhu yang ekstrim, Pakaian
yang tidak cukup sehingga mengenakan pakaian basah, Kurangnya makanan yang
mengandung kalori tinggi
a. Gejala Hypothermia antara lain: Menggigil, Dingin, pucat, kulit kering,
Bingung, sikap–sikap tidak masuk akal, lesu, ada kalanya ingin berkelahi,
Jatuh kesadaran, Bernapas pelan dan pendek, Denyut nadi yang pelan dan
melemah
b. Penanganannya: Cari perlindungan dari kondisi lingkungan yang dingin, misal
membuat Tenda, Lepaskan semua pakaian yang basah, Selimuti korban
dengan selimut atau sleeping bag kering. Atau jika ada safety blangket yang
diseliputi dengan aluminium, Baringkan korban dan hindarkan kontak
langsung dengan tanah, Jangan biarkan penderita tertidur yang berakibat
hilang kesadarannya, Beri penderita makanan/minuman hangat dan
16
mengandung hidrat arang. Jangan berikan minuman ber–alcohol, Evakuasi
secepatnya ke rumah sakit jika kondisi tidak membaik.
6. Edema Paru: Kebocoran plasma darah kedalam jaringan paru - paru
menyebabkan kantung-kantung udara tidak efektif lagi untuk pertukaran oksigen
dengan karbondioksida. Ini yang menyebabkan apa yang disebut edema paru.
Gejala-gejala edema paru biasa muncul setelah kira-kira ketinggian 3000
meter, yaitu 12 jam sampai 36 jam setelah si penderita kekurangan oksigen.
Semakin besar pengerahan tenaga di ketinggian yang kurang oksigen itu, semakin
berkembang edema paru. Untuk penanggulangan yang segera dilakukan adalah
beristirahat. Sepintas gejala-gejala edema paru mirip dengan penyakit gunung
yang akut (AMS: Acute Mountain Sickness). Gejala - gejala tersebut
adalah :Nafas terputus - putus (dada terasa terhimpit), mual, tidak nafsu makan,
batuk kering yang dilanjutkan dengan batuk berdahak, dahak berdarah, denyut
nadi sangat cepat ( 120 sampai 160 per menit ), nafas terdengar ribut ( suara
bergelembung dari dada ), serta kuku, muka, dan bibir kebiru - biruan ). Segera
turunkan penderita dari ketinggian. Bila penderita kehilangan kesadaran disertai
dengan gelembung busa putih atau merah jambu di mulut atau hidung. Begitu
gejala pertama muncul (pusing sekali dan batuk - batuk) secepatnya lakukan
evakuasi dengan membawa korban ketempat yang lebih rendah. Sebelum
melakukan pendakian sebaiknya lakukan proses Aklimatisasi terlebih dahulu.
7. Kepanasan: Rasa panas yang berlebihan disebut lejar panas (heat exhaustion)
dapat dialami oleh seseorang karena keadaan alam yang panas atau karena
fisiknya yang lemah. Keadaan ini menyebabkan urat-urat darah di bawah kulitnya
mengembang, sehingga aliran darah ke otak dan organ penting lainnya berkurang.
Timbul gejala-gejala: mual, pusing, haus, sakit kepala, kulit lembab dan dingin,
tidak sadar diri, panu, kadas, kurap dan mungkin urat nadi berdenyut keras.
17
Aklimatisasi yang kurang terhadap panas, terjadinya dehidrasi atau kekurangan
garam dalam tubuh, membuat seseorang peka sekali terhadap rasa panas. Untuk
menanggulangi ini, si penderita harus beristirahat di tempat yang teduh, lalu diberi
minum air dingin yang diberi garam atau tablet garam.
Terik matahari dapat membuat rasa panas yang luar biasa, menimbulkan gejala
yang disebut sengatan panas (heat stroke atau sun stroke, yaitu muka merah dan panas,
denyut urat nadi cepat, sakit kepala, lemah, dan malas). Tempatkan segera si penderita
ditempat yang sejuk, lalu dinginkanlah dengan cara merendam kepalanya dengan air,
segera minum dengan air dingin secara terus menerus.
8. Radang Dingin: Di gunung es, udara sangat dingin bias mempengaruhi otot sehingga
menyulitkan koordinasi tubuh, kalau ini terjadi si penderita akan sulit meyalakan korek
api, membuat simpul tali, atau memegang benda-benda kecil. Kalau tempratur kulit
menurun dibawah 10 derajat celcius, sentuhan rasa sakit di kaki atau lengan tidak terasa.
Begitu tempratur menurun lagi panyakit radang dingin atau Frostbite akan timbul.
Sebagai akibat membekunya air didalam sel-sel antara kulit dengan kapilar (pembuluh
darah terkecil).
Radang dingin ditandai oleh kulit yang pucat dan berwarna putih keabu-abuan.
Rasa sakit mula-mula muncul, tetapi kemudian mereda. Bagian yang terkena radang
dingin terasa dingin atau bahkan mati rasa. Dan akan terjadi pembekuan otot kemudian
18
ketulang, kalau tidak dihentikan pembekuan akan meluas. Sehingga satu-satunya jalan
untuk menghentikannya adalah memotong (amputasi) bagian yang terkena radang dingin
itu.
9. Buta Salju : Semakin tinggi suatu daerah, semakin besar pengaruh ultraviolet. Kalau
pengaruh ini berlangsung terus menerus, terutama digunung es, permukaan mata akan
terbakar dan jaringan kulit disekitarnya akan menyebabkan penyakit yang disebut Buta
Salju. Penyakit ini tidak timbul seketika, tetapi delapan sampai dua belas jam kemudian.
Mula -mula mata terasa perih dan kering, baru kemudian merasa seperti “terisi oleh
pasir”. Menggerakkan dan mengedip-ngedipkan mata akan terasa sakit, air mata banyak
bercucuran, kelopak mata merah dan bengkak. Buta salju akan menghilang sendiri
beberapa hari kemudian, dan yang terpenting adalah beristirahat, tutuplah mata dengan
kain bersih, jangan sekali-kali menggosok - gosok mata, karena dapat menyebabkan
iritasi dan infeksi.
10. Nyeri Telinga Pada Ketinggian
Prinsipnya bagian telinga dibagi menjadi 2, telinga bagian tengah dan telinga bagian luar
antara telinga bagian tengah dan bagian luar dipisahkan oleh gendang telinga, dan telinga
tengah berhubungan dengan hidung dan faring melalui tuba eusthacius.
Pada saat kita naik pesawat, tekanan udara di luar akan sangat meningkat, sehingga
tekanan udara di telinga bagain luar juga meningkat (karena telinga bagian luar berhubungan
langsung dengan dunia luar), sementata tekanan udara di telinga bagian tengah akan tetap,
akibatnya gendang telinga akan tertarik ke dalam (kearah telinga tengah) secara tiba-tiba,
keadaan ini menimbulkan nyeri, jika perbedaan tekanan udara ditelinga luar dan telinga
tengah terlalu besar maka dapat terjadi barotrauma, Barotrauma adalah kerusakan di bagian
dalam telinga yang disebabkan oleh tidak samanya tekanan udara di kedua gendang
pendengar. Gendang pendengar memisahkan saluran telinga dan telinga bagian dalam. Jika
tekanan udara di saluran telinga dari udara luar dan tekanan udara di telinga bagian dalam
timpang, gendang pendengar bisa cedera. Biasanya, eustachian tube, yang menyambung
telinga bagian dalam dan bagian belakang hidung, membantu memepertahankan
keseimbangan tekanan pada kedua gendang pendengar dengan membolehkan udara luar
memasuki telinga bagian dalam. Kalau tekanan udara luar berubah tiba-tiba misalnya, selama
19
pendakian atau turun kapal terbang atau penyelaman laut dalam udara harus bergerak lewat
eustachian tube untuk menyamakan tekanan di telinga bagian dalam.
Jika eustachian tube sebagian atau betul-betul mampet karena luka, tumor, infeksi, pilek,
atau alergi, udara tidak bisa bergerak ke dalam dan keluar telinga bagian dalam. Perbedaan
tekanan dapat membuat gendang pendengar memar atau malah pecah dan berdarah. Jika
perbedaan tekanan sangat luar biasa, jendela lonjong (pintu masuk ke dalam telinga bagian
dalam dari telinga bagian tengah) mungkin pecah, membolehkan cairan dari telinga bagian
dalam bocor ke dalam telinga bagian dalam. Kehilangan pendengaran atau kegamangan yang
terjadi selama turun pada penyelaman di laut dalam kebocoran seperti itu sering terjadi.
Gejala yang sama terjadi selama pendakian dimana gelembung udara sudah terbentuk di
telinga bagian dalam. Ketika perubahan mendadak pada tekanan menyebabkan rasa sakit
yang sangat di telinga, seringkali tekanan di telinga bagian dalam bisa disamakan dan
ketidaknyamanan dikurangi dengan beberapa manuver. Jika tekanan luar berkurang, sewaktu
pesawat naik ke atas, orang sebaiknya mencoba bernafas dengan mulut terbuka, mengunyah
permen karet, atau menelan. Tindakan yang mana pun mungkin membuka eustachian tube
dan membolehkan udara dari telinga bagian dalam. Jika tekanan luar meningkat, sewaktu
pesawat turun atau melakukan penyelaman lebih dalam di air, orang sebaiknya menjepit
hidungnya agar tutup, menahan mulut tetap tertutup, dan mencoba mengeluarkan udara
dengan lembut lewat hidung. Hal Ini akan membuka paksa udara lewat eustachian tube yang
mampet.
i. Bagaimana efek jangka panjang dari berada di ketinggian?
Jika pemuda itu sudah menderita gejala Acute Mountain Sickness (AMS) dan
tidak ditangani dengan cepat, akan muncul komplikasi seperti HAPE (High Altitude
Pulmory Edema) dan HACE (High Altiduted Cerebral Edema)
a. HAPE (High Altitude Pulmory Edema) adalah kasus dimana terdapat hasil
dari cairan yangterbentuk di paru-paru. Cairan ini mencegah pertukaran
oksigen yang efektif. Ketika kondisi
men j ad i l eb ih pa r ah , t i ngka t oks igen da l am a l i r an da r ah
be rku rag , yang menyebabkan sianosis, gangguan fungsi otak, dan
kematian (Schommer, 2011). Gejala HAPE ini meliputi sesak napas pada
saat istirahat, sesak di dada, batuk terus-menerus membesarkan cairan
20
putih, berair, atau berbusa, adanya kelelahan dan
kelemahan, perasaan sesak napas yang akan datang di malam hari, kebingungan,
dan perilaku irasional(Schommer, 2011).Kebingungan, dan perilaku
irasional adalah tanda-tanda bahwa oksigen tidak cukupmencapai otak.
Salah satu metode untuk pengujian diri sendiri untuk HAPE adalah
untuk memeriksa waktu pemulihan kita setelah pengerahan tenaga
b. HACE (High Altiduted Cerebral Edema) adalah hasil dari pembengkakan
jaringan otak dari kebocoran cairan. Untuk gejalanya sendiri HACE dapat
dilihat dari adanya sakit kepala, rasalemah, disorientasi, kehilangan koordinasi,
penurunan tingkat kesadaran, kehilangan memori, halusinasi & perilaku psikosis,
dan koma (Schommer, 2011).Gejala ini umumnya terjadi setelah seminggu
atau lebih pada daerah yang tinggi.Kasus berat dapat menyebabkan
kematian jika tidak ditangani dengan cepat. Turun ke tempatyang lebih rendah
dengan segera sekitar 600 meter ke bawah adalah upaya
menyelamatkannyawa yang d ipe r l ukan . Ada bebe rapa oba t yang
dapa t d igunakan un tuk pengoba t an d i l apangan , t ap i i n i memer l
ukan pe l a t i han yang t epa t da l am penggunaannya (Schommer , 20
11). Siapapun yang menderita HACE harus dievakuasi ke fasilitas
medis untuk tindak lanjut pengobatan
E. LEARNING ISSUES
Resiko di ketinggian
No. Subjek WIK WIDK WIHTP HIWL
1. Fisiologi
sistem
- Internet,
buku
21
respirasi
(Dorland,
Fisiologi
Guyton,
Fisiologi
Sherwood
Ebook,dll)
2. Ventilasi - -
Terjadi
Hiperventilas
i
Internet,
buku
(Dorland,
Fisiologi
Guyton,
Fisiologi
Sherwood,
Ebook,dll)
3.Difusi Gas
Definisi,
letak,
struktur
Mutasi,
penyebab
mutasi
-
Internet,
buku
(Dorland,
Fisiologi
Guyton,
Fisiologi
Sherwood,
Ebook,dll)
4. Trasnportasi gas di
perifer
- - Cara
membuat
Internet,
buku
(Dorland,
Fisiologi
Guyton,
Fisiologi
Sherwood,
22
Ebook,dll)
5. Tekanan Barometer Definisi
Tingkat
tekanan
barometer
diberbagai
ketinggian
Internet,
buku
(Dorland,
Fisiologi
Guyton,
Fisiologi
Sherwood,
Ebook,dll)
6.Fisiologi tubuh di
ketinggian
Jenis, penyebab,
pengobatan
Internet,
buku
(Dorland,
Fisiologi
Guyton,
Fisiologi
Sherwood,
Ebook,dll)
7.Acute Mountain
Sickness (AMS)
Gejala
yang
timbul
Mekanisme,
Komplikasi,
dan
Penatalaksanaan
Penyebab
Internet,
buku
(Dorland,
Fisiologi
Guyton,
Fisiologi
Sherwood,
Ebook,dll)
8. Resiko di ketinggian Macam Faktor re Internet,
buku
(Dorland,
Fisiologi
23
Guyton,
Fisiologi
Sherwood,
Ebook,dll)
F. KERANGKA KONSEP
(Kerangka konsep dilampirkan)
G. KESIMPULAN
Kelainan genetik (Sindrom Fragile X) yang di derita oleh anak-anak Tuan James dan
Nyonya Mary diwariskan dari riwayat kelainan yang di derita generasi sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
S, Stephen B. Intellectual Disability. Merck Manual Home Health Handbook. 2009.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ir.%20Victoria%20Henuhili,%20%20M.Si./
Penyusunan%20Sumber%20Belajar%20Genetika%20Berbasis%20Potensi%20Lokal
%20dalam%20Bentuk%20Modul%20Pembelajaran.pdf (Diakses Senin, 13 Oktober 2014)
(Diakses Senin, 13 Oktober 2014)
http://www.fragilex.org/fragile-x-associated-disorders/fragile-x-syndrome/ (Diakses Senin, 13
Oktober 2014)
http://ghr.nlm.nih.gov/condition/fragile-x-syndrome (Diakses Senin, 13 Oktober 2014)
http://www.nichd.nih.gov/health/topics/fragilex/conditioninfo/Pages/treatments.aspx (Diakses
Senin, 13 Oktober 2014)
24
http://medicastore.com/penyakit/926/Sindroma_Fragile_X.html (Diakses Senin, 13 Oktober
2014)
http://learn.genetics.utah.edu/content/disorders/. (Diakses Selasa, 14 Oktober 2014)
http://www.geneticalliance.org/diseases. (Diakses Selasa, 14 Oktober 2014)
http://www.psychologytoday.com/conditions/mental-retardation. (Diakses Selasa, 14 Oktober
2014)
http://www.webmd.com/children/intellectual-disability-mental-retardation?page=3. (Diakses
Selasa, 14 Oktober 2014)
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-3-8.pdf (Diakses Selasa, 14 Oktober 2014)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1182/1/10E00506.pdf (Diakses Selasa, 14
Oktober 2014)
http://eprints.undip.ac.id/1488/1/artikel_06_full_text_01.htm (Diakses Selasa, 14 Oktober 2014)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24617/4/Chapter%20II.pdf (Diakses Selasa, 14
Oktober 2014)
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/tutorials/menopauseintroduction/og259105.pdf (Diakses
Selasa, 14 Oktober 2014)
http://www.mc.vanderbilt.edu/documents/cancersurvivor/files/Menopause.pdf (Diakses Selasa,
14 Oktober 2014)
http://www.healthline.com/health/menopause/causes-early#Benefits3 (Diakses Selasa, 14
Oktober 2014)
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-KUSNADI/
BUKU_SAKU_BIOLOGI_SMA,KUSNADI_dkk/Kelas_XI/11._S._Reproduksi/
SISTEM_REPRODUKSI.pdf (Diakses Selasa, 14 Oktober 2014)
25