laporan dk3 pemicu 3.docx

32
PLENO PEMICU 3 A. PEMICU 3 Bpk. Hasbul berusia 55 tahun datang berobat ke poliklinik umum dengan keluhan sulit buang air besar dan sering jika buang air besar mengeluarkan bercak darah. Dokter umum yang memeriksanya memutuskan untuk merujuk Bpk. Habul kepada seorang Ahli Penyakit dalam dan setelah dilakukan pemeriksaan, ditegakkan diagnosis bahwa ia mengidap Kanker Kolrektal. Diketahui dari anamnesis bahwa Bapak ini adalah seorang karyawan yang cukup sibuk dalam hal pekerjaannya dan diketahui kedua orang taunya meninggal akibat serangan jantung B. KLARIFIKASI DAN DEFINISI 1. Kolorektum : Bagian usus yang terletak 10 inci atau 25 cm sebelah distal disebelah distal dan termasuk distal 2. Anamnesis :Sejarah kasus pasien medis/psikiatris terutama dengan menggunakan ingatan pasien 3. Poliklinik : Balai pengobatan umum 4. Kanker : Istilah yang berlaku untuk sekelompok penyakit dimana sel tidak responsive terhadap pengendalian pertumbuhan yang normal 1

Upload: elsarestiana

Post on 21-Jan-2016

58 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

PLENO PEMICU 3

A. PEMICU 3

Bpk. Hasbul berusia 55 tahun datang berobat ke poliklinik umum dengan

keluhan sulit buang air besar dan sering jika buang air besar mengeluarkan

bercak darah. Dokter umum yang memeriksanya memutuskan untuk merujuk

Bpk. Habul kepada seorang Ahli Penyakit dalam dan setelah dilakukan

pemeriksaan, ditegakkan diagnosis bahwa ia mengidap Kanker Kolrektal.

Diketahui dari anamnesis bahwa Bapak ini adalah seorang karyawan yang

cukup sibuk dalam hal pekerjaannya dan diketahui kedua orang taunya

meninggal akibat serangan jantung

B. KLARIFIKASI DAN DEFINISI

1. Kolorektum : Bagian usus yang terletak 10 inci atau 25 cm sebelah distal

disebelah distal dan termasuk distal

2. Anamnesis : Sejarah kasus pasien medis/psikiatris terutama dengan

menggunakan ingatan pasien

3. Poliklinik : Balai pengobatan umum

4. Kanker : Istilah yang berlaku untuk sekelompok penyakit dimana sel

tidak responsive terhadap pengendalian pertumbuhan yang

normal

5. Diagnosis : Penentuan sifat penyakit atau membedakan satu penyakit

dengan yang lainnya. Penentuan jenis penyakit

berdasarkan tanda dan gejalanya.

C. KATA KUNCI

1. Laki-laki

2. Usia 55 tahun

3. Bercak darah

1

Page 2: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

4. Kanker kolorektal

5. Diagnosis

6. Serangan jantung

7. Sulit buang air besar

8. Aktivitas cukup sibuk

D. RUMUSAN MASALAH

Apa penyebab kanker kolorektal jika dianalisis secara biologi molekuler

E. ANALISIS MASALAH

2

KANKER KOLREKTAL

DIAGNOSIS MOLEKULER

MUTASI GEN

DEFINISI JENIS PENYEBAB MEKANISMEPENCEGAHAN

Page 3: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

F. HIPOTESIS

Kanker kolorektal yang diderita oleh Bapak Hasbul jika didagnosis

secara biologi molekuler disebabkan oleh mutasi gen dan dapat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan

G. PERTANYAAN DISKUSI

1. KANKER KOLREKTAL

a. Definisi

b. Epidemiologi

c. Karsinogenesis

d. Onkogenesis

e. Faktor penyebab

f. Pencegahan

g. Terapi

h. Gejala

i. Jenis

j. Faktor resiko

2. MUTASI GEN

a. Definisi

b. Jenis

c. Penyebab

d. Pencegahan

e. Mekanisme

3. DIAGNOSIS MOLEKULER

4. EKSPRESI GEN

3

Page 4: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

H. PEMBAHASAN

1. Kanker Kolorektal

A. Definisi

Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa

colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip,

oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker

colorectal. Polip colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak

menunjukkan gejala. Secara histopatologis, hampir semua kanker usus

besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat

mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat

menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti

ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe

pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati

karena colon mengalirkan darah ke sistem portal (Jurnal Kedokteran

Universitas Sumatera Utara)

B. Epidemiologi

Secara epidemiologis, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4

dalam hal kejadian, dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak

daripada perempuan dengan perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000

penduduk. Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara,

Australia, Selandia Baru dan sebagian Eropa. Kejadiannya beragam di

antara berbagai populasi etnik, ras atau populasi multietnik/multirasial.

Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat tajam

setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan

terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup.

Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari

seluruh pasien kanker di Amerika Serikat. Lebih dari 150.000 kasus baru,

terdiagnosis setiap tahunnya di AS dengan angka kematian pertahun

4

Page 5: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

mendekati angka 60.000. Di AS umumnya rata-rata pasien kanker

kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari 50% kematian terjadi

pada mereka yang berumur di atas 55 tahun.

Di Indonesia, seperti yang terdapat pada laporan registrasi kanker

nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan bekerja sama dengan Perhimpunan Patologi Anatomik

Indonesia, didapatkan angka yang agak berbeda. Hal yang menarik di

sini adalah kecenderungan untuk umur yang lebih muda dibandingkan

dengan laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun data

dari Bagian Patologi Anatomik FKUI didapatkan angka 35,265%.

C. Karsinogenesis

Pada kanker kolorektal terdapat 2 model perjalanan perkembangannya

atau biasa disebut dengan karsinogenesis yaitu antara lain :

- LOH (Loss of Heterozigocity)

Model LOH mencakup mutasi tumor gen supressor yang yang

meliputi gen : APC, DCC dan P53 serta aktifasi onkogen yaitu K-Ras,

contohnya adalah perkembangan polip adinoma menjadi karsinoma

- RER (Replication Error)

Model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1 dan

hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah HNPCC.

(Robbins. 2005. Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International

Edition. Pennsylvania: Elsevier)

D. Onkogenesis

Onkogenesis adalah proses transformasi ganas yang mengarah ke

pembentukan sebuah tumor (tumorigenesis). Hal ini ditandai dengan

perkembangan perubahan pada tingkat selular dan genetik yang pada

akhirnya sel reprogram untuk menjalani tak terkendalikan divisi sel,

sehingga membentuk keganasan massa. Onkogenesis gen abnormal

5

Page 6: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

yang diduga diaktifkan oleh zat kimia tertentu ketika gen tersebut mampu

membuat kunci dan gembok kimiawi yang paling palsu sehingga dapat

menipu sel-sel yang normal untuk terus tumbuh tanpa terkendali mnjadi

menjadi sel-sel kanker

(Sudarto Pringgoutomo, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi. Sagung Seto)

E. Faktor Penyebab

Kanker dapat terjadi karena mutasi pade gen-gen tertentu termasuk gen

penekan tumor p53. Setiap organisme berasal dari sel dimana sel ini

akan membelah diri. Ketika terjadi mutasi maka pembelahan sel tidak

dapat terkontrol dimana ketika sel yang seharusnya hanya membelah

menjadi dua akan membelah menjadi sepuluh atau ratusan. Mutasi pada

kanker sendiri merupakan mutasi multipel.

(Dawn B. Marks, dkk. 2000. Biokimia Kedoteran Dasar. Jakarta: EGC)

Perkembangan kanker kolon merupakan sebuah proses yang bertahap,

dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan

adenoma, perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna

dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi gen penekan tumor dan

DCC (deleted in colorectal cancer) memungkinkan perkembangan dari

formasi adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif

karsinoma. Berkembangnya kanker kolon diawali dengan alterasi

(perubahan) pada gen APC (Adenopoliposis coli). Gen ini menyandi

suatu protein yang berfungsi sebagai penekan tumor. untuk mengatur

pembelahan sel-sel epitel usus. Mutasi ini menyebabkan akumulasi

kerusakan genetik yang menghasilkan keganasan dan aktivasi onkogen

K-ras dan hilangnya gen penekan tumor DCC dan p53

6

Page 7: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

- Mutasi K

K-ras menyebabkan ketidakmampuannya dalam menghidrolisis

guanosin trifosfat (GTP) menjadi guanosin difosfat (GDP). Hal ini yang

menyebabkan pemecahan sel yang tidak terkontrol. Mutasi gen DCC

dan p-53 terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma kolorektal.

Terdapat 2 jalur utama dalam inisasi dan progresi dari tumor yaitu jalur :

loss of heterozygosity (LOH) dan jalur replication error (RER). Sekitar

80% dari karsinoma kolorektal merupakan mutasi dari jalur LOH,

sisanya merupakan mutasi jalur RER yaitu kesalahan pasangan sewaktu

replikasi DNA. Jalur RER diinisiasi oleh mutasi gen mismatch repair

(MMR) seperti hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2 , dan hMSH6

(Sorghum bicolor L. Moench) Administra-tion Inhibit Colon Cancer

Development in Balb/c Mice through Improvement of Colon

Microenvironment.

F. Pencegahan

Prevensi dapat dilakukan pada tiga taraf yaitu primer, sekunder, dan

tersier. Pada prevensi primer diupayakan untuk mencegah penyakitnya;

pada prevensi sekunder tujuannya adalah untuk meningkatkan

kemungkinan penyembuhan dengan penangnan pada stadium

pendahuluan atau stadium dini dan pada prevensi tersier diupayakan

untuk menyembuhkan secara lebih cepat dan lebih baik serta mencegah

timbulnya residif (kekambuhan).

G. Terapi

Pilihan terapi sangat tergantung pada stadium, posisi dan ukuran tumor

serta penyebarannya.

- Pembedahan/ operasi.

7

Page 8: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

Tindakan ini paling umum dilakukan untuk jenis kanker yang terlokalisir

dan dapat diobati.

- Radioterapi/ radiasi.

Tergantung pada letak/posisi dan ukuran tumor, radioterapi hanya

digunakan untuk tumor pada rektum, sehingga mempermudah

pengambilannya saat operasi. Radioterapi juga bisa diberikan setelah

pembedahan untuk membersihkan sel kanker yang mungkin masih

tersisa.

- Kemoterapi.

Kemoterapi menghancurkan sel kanker dengan cara merusak

kemampuan sel kanker untuk berkembangbiak. Pada beberapa kasus

kemoterapi diperlukan untuk memastikan kanker telah hilang dan tak

akan muncul lagi. Salah satu pilihan kemoterapi yang banyak digunakan

adalah Capecitabine (Xeloda®), kemoterapi berbentuk tablet yang

pertama di dunia. Capecitabine adalah tablet yang bekerja menyerang

sel kanker saja tanpa menimbulkan ketidaknyamanan dan bahaya seperti

pada kemoterapi infus konvensional.

- Terapi Fokus Sasaran (Targeted Therapy).

Salah satu jenis terapi fokus sasaran adalah antibodi monoklonal.

Antibodi ada dalam tubuh kita sebagai bagian dari sistem pertahanan

tubuh yang disebut sistem kekebalan (sistem imun) yang berfungsi

melawan penyebab penyakit seperti bakteri. Antibodi monoklonal dapat

bekerja dengan merangsang sistem kekebalan tubuh alamiah untuk

secara khusus menyerang sel kanker. Terapi ini dapat digunakan secara

tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Salah satu terapi antibodi

monoklonal adalah Bevacizumab (dipasarkan dengan nama Avastin®)

yang bekerja dengan cara menghambat pasokan darah ke tumor

sehingga menghambat pertumbuhan tumor, memperkecil ukuran tumor

dan mematikannya.

(World Health Organization)

8

Page 9: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

- Pendekatan Terapi Gen untuk Pengobatan Kanker

Secara umum, terapi gen dilakukan dengan cara meng-ganti atau

menginaktifkan gen yang tidak berfungsi, menam-bahkan gen

fungsional, atau menyisipkan gen ke dalam sel untuk membuat sel

berfungsi normal. Sel-sel kanker mempunyai tiga karakteristik yang

di-kontrol secara genetis untuk mempertahankan kelangsungan hidup

dan pertumbuhan:

Sel-sel kanker mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tidak

normal , sel-sel kanker tidak mati ketika tubuh mengisyaratkan hal itu,

sel-sel kanker melawan kerja sistem imun tubuh. Oleh karena itu

terapi gen untuk mengobati kanker didasarkan pada koreksi

kecepatan pertumbuhan, kontrol kematian sel dan membuat sistem

imun membunuh sel-sel kanker. Pendekatan lain untuk terapi gen

kanker adalah dengan strategi bunuh diri.

(Terapi Gen pada Penyakit Kanker Teresa Liliana Wargasetia, JKM. Vol.

4, No. 2, Februari 2005)

H. Gejala

Tanda dan gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen,

perdarahan dan symptomatik anemia (menyebabkan kelemahan, pusing

dan penurunan berat badan). Tumor yang berada pada kolon kiri

cenderung mengakibatkan perubahan pada defekasi sebagai akibat

iritasi dan respon refleks, mengecilnya ukuran feses dan konstipasi

karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan

obstruksi.

Terdapat dua jenis gejala daripada kanker kolortektal, yaitu antara lain:

- Gejala Subakut

Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare, pasien

mungkin memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap,

tetapi tumor seringkali menyebabkan pendarahan yang samar yang

9

Page 10: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

tidak disadari oleh pasien, kehilangan darah dalam jangka waktu

yang lama dapat menyebabkan anemia defisiensi besi,n pada wanita

menopause dan pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi,

maka kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan

yang tepat harus dilakukan, sakit perut bagian bawah biasanya

berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri yang mereda

setelah buang air besar. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah

penurunan berat badan dan demam. Meskipun kecil kemungkinannya

tetapi kanker kolorektal dapat menjadi tempat utama intersusepsi.

- Gejala Akut

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,

sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi,

maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Pasien yang

mengalami obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus (buang air

besar), kram perut dan perut yang menegang. Jika tidak diterapi akan

terjadi iskemia dan nekrosis kolon.

(Kumar V, Abbas KA, Fausto N. Robbins and Cotran Pathologic Basis of

Disease, Elsevier Saunders, 7th edition. 2005)

I. Jenis

Berdasarkan besarnya diferensiasi sel maka Broder (1920) membuat

klasifikasi dalam 4 tingkat yaitu :

- Grade I : Sel-sel anaplastik tak akan melebihi 25%

- Grade II : Sel-sel anaplastik terdapat antara 25-50%

- Grade III : Sel-sel anaplastik terdapat antara 50-75%

- Grade IV : Sel-sel anaplastik terdapat lebih dari 75%

Di samping klasifikasi yang berdasar atas diferensisasi sel maka dikenal

juga klasifikasi yang diajukan pleh Curthbert Dukes yang dibagi atas

penyebaran sel kanker yaitu :

10

Page 11: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

- Dukes A : Invasi ke dalam dinding usu, belum menembus

Prognosis hidup setelah 5 tahun 97%

- Dukes B : Invasi menembus dinding usus tanpa metastasis di

kelenjar limfe Prgonosis hidup setelah 5 tahun 80%

- Dukes C : Metastasis ke kelenjar limfe

C1 : Beberapa kelenjar limfe dekat tumpr primer, prognosis

hidup setelah 5 tahun 65%

C2 : Dalam kelenjar limfe jauh, prognosis hidup setelah 5

tahun 35%

- Dukes D : Ditemukan metastasis hati, prgonosis hidup setelah 5

tahun <5%

J. Faktor Resiko

Faktor resiko kanker kolorektal :

- Kebiasaan makanan yang salah (asupan makanan yang tinggi lemas

dan protein , rendah serat)

- Obesitas

- Pernah terkena kanker kolorektal sebelumnya

- Serajah keluarga

- Pernah memiliki polip di usus

- Umur

- Jarang melakukan aktivitas fisik seperti olahraga

(Bayle P, Langman JS. ABC of colorektal cancer. Epidemiology. BMJ

2000; 321: 805-808)

2. Mutasi Gen

A. Definisi

Mutasi adalah perubahan yang terjadi bahan genetik (DNA maupun

RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut myasi titik) maupun pada taraf

kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi.

11

Page 12: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi

dasar bagi kalangan pendukung evolusi mengenai munculnya variasi-

variasi baru pada spesies.

B. Jenis

Terdapat dua jenis mutasi gen, antara lain :

- Mutasi gen (Point mutation)

Mutasi gen ialah perubahan kimiawi pada satu atau beberapa

pasangan basa dalam satu gen tunggal yang menyebabkan

perubahan sifat individu tanpa perubahan jumlah dan susunan

kromosomnya. Mutasi gen dapat terjadi melalui berbagai cara,

diantaranya:

a) Penggantian/substitusi pasangan basa: terjadi karena penggantian

satu nukleotida dengan pasangannya di dalam untaian DNA

komplementer dengan pasangan nukleotida lain. Contoh; anemia

bulan sabit.

b) Insersi dan delesi; Insersi merupakan penyisipan atau

penambahan satu atau lebih nukleotida ke dalam rantai

polinukleotida. Delesi adalah pengurangan satu atau lebih

pasangan nukleotida pada suatu gen saat replikasi DNA.

- Mutasi Kromosom

Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada kromosom

yang disertai dengan perubahan struktur dan jumlah kromosom.

Mutasi kromosom dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu :

a) Perubahan struktur kromosom (aberasi kromosom)

Mutasi ini menyebabkan kerusakan (aberasi) pada bentuk

kromosom, diantaranya:

12

Page 13: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

- Translokasi adalah pemindahan sebagian dari segmen

kromosom ke kromosomlainnya yang bukan kromosom

homolognya.

- Duplikasi terjadi karena adanya segmen kromosom yang

mengakibatkan jumlah segmen kromosom lebih banyak dari

kromosom aslinya.

- Delesi adalah mutasi yang terjadi karena sebagian segmen

kromosom lenyap sehingga kromosom kekurangan segmen.

- Inversi adalah mutasi yang terjadi karena selama meiosis

kromosom terpilin dan terjadinya kiasma, sehingga terjadi

perubahan letak/kedudukan gen-gen.

b) Perubahan jumlah kromosom

Mutasi yang terjadi ditandai dengan perubahan jumlah

kromosom individual atau dalam jumlah perangkat kromosom.

- Euploid terjadi karena adanya penambahan atau

pengurangan perangkat kromosom (genom). Contoh:

haploid, diploid, triploid, tetraploid, poliploid.

- Aneuploid terjadi karena adanya perubahan salah satu

kromosom dari genom individu. Contoh; monosomik,

Nullisomik Trisomik dan Tetrasomik.

C. Penyebab

Penyebab mutasi gen terbagi menjadi 2, antara lain :

- Mutasi spontan (spontaneous mutation ) : mutasi yang tidak diketahui

penyebabnya , terjadi dengan frekuensi yang sangat kecil

- Mutasi karena induksi (induced mutation) : terjadi karena paparan fisik

atau kimia yang disebut mutagen

13

Page 14: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

D. Pencegahan

Pada dasarnya DNA memiliki mekanisme reparasi dirinya sendiri. Maka

untuk pencegahannya sendiri kita dapat menjauhi agen atau mutagen

penyebab dari mutasi, karena apabila mutasi sudah berlebihan maka

DNA tidak dapat memperbaiki diri sendiri. (Jom, Wim de. 2004. Kanker,

Apakah Itu?. Jakarta: Arcan)

E. Mekanisme

Meskipun tidak selalu, perubahan urutan asam amino pada suatu protein

dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi protein tersebut. Hal ini

karena pelipatan rantai polipeptida sebagai penentu struktur tiga dimensi

molekul protein sangat bergantung kepada interaksi di antara asam-asam

amino dengan muatan yang berlawanan. Contoh yang paling sering

dikemukakan adalah perubahan sifat biologi yang terjadi pada molekul

hemoglobin.

Hemoglobin pada individu dewasa normal terdiri atas dua rantai

polipeptida α yang identik dan dua rantai polipeptida β yang identik juga.

Namun, pada penderita anemia bulan sabit (sickle cell anemia) salah

satu asam amino pada polipeptida β, yakni asam glutamat, digantikan

atau disubstitusi oleh valin. Substitusi asam glutamat, yang bermuatan

negatif, oleh valin, yang tidak bermuatan atau netral, mengakibatkan

perubahan struktur hemoglobin dan juga eritrosit yang membawanya.

Hemoglobin penderita anemia bulan sabit akan mengalami kristalisasi

ketika tidak bereaksi dengan oksigen sehingga akan mengendap di

pembuluh darah dan menyumbatnya. Demikian juga, eritrositnya menjadi

lonjong dan mudah pecah.Seperti dikatakan di atas, perubahan urutan

asam amino tidak selalu menyebabkan perubahan sifat-sifat biologi

protein atau menghasilkan fenotipe mutan. Substitusi sebuah asam

amino oleh asam amino lain yang muatannya sama, misalnya substitusi

14

Page 15: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

histidin oleh lisin, sering kali tidak berpengaruh terhadap struktur molekul

protein atau fenotipe individu. Jadi, ada tidaknya pengaruh substitusi

suatu asam amino terhadap perubahan sifat protein bergantung kepada

peran asam amino tersebut dalam struktur dan fungsi protein.

Setiap perubahan asam amino disebabkan oleh perubahan urutan basa

nukleotida pada molekul DNA. Akan tetapi, perubahan sebuah basa pada

DNA tidak selamanya disertai oleh substitusi asam amino karena sebuah

asam amino dapat disandi oleh lebih dari sebuah triplet kodon (lihat Bab

X). Perubahan atau mutasi basa pada DNA yang tidak menyebabkan

substitusi asam amino atau tidak memberikan pengaruh fenotipik

dinamakan mutasi tenang (silent mutation). Namun, substitusi asam

amino yang tidak menghasilkan perubahan sifat protein atau perubahan

fenotipik pun dapat dikatakan sebagai mutasi tenang.

Mutasi yang terjadi pada sebuah atau sepasang basa pada DNA disebut

sebagai mutasi titik (point mutation). Mekanisme terjadinya mutasi titik ini

ada dua macam, yaitu (1) substitusi basa dan (2) perubahan rangka baca

akibat adanya penambahan basa (adisi) atau kehilangan basa (delesi).

Mutasi titik yang disebabkan oleh substitusi basa dinamakan mutasi

substitusi basa, sedangkan mutasi yang terjadi karena perubahan rangka

baca dinamakan mutasi rangka baca (frameshift mutation) seperti telah

disinggung sebelumnya pada bab X di pembahasan yang seperti

tercantum diatas.

Apabila substitusi basa menyebabkan substitusi asam amino seperti

pada kasus hemoglobin anemia bulan sabit, maka mutasinya dinamakan

mutasi salah makna (missense mutation). Sementara itu, jika substitusi

basa menghasilkan kodon stop, misalnya UAU (tirosin) menjadi UAG

(stop), maka mutasinya dinamakan mutasi tanpa makna (nonsense

mutation) atau mutasi terminasi rantai (chain termination mutation).

Substitusi basa pada sebuah triplet kodon dapat menghasilkan sembilan

kemungkinan perubahan triplet kodon karena tiap basa mempunyai tiga

15

Page 16: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

kemungkinan substitusi. Sebagai contoh, kodon UAU dapat mengalami

substitusi basa menjadi AAU (asparagin), GAU (asam aspartat), CAU

(histidin), UUU (fenilalanin), UGU (sistein), UCU (serin), UAA (stop), UAG

(stop), dan UAC (tirosin). Kita bisa melihat bahwa perubahan yang

terakhir, yakni UAC, tidak menghasilkan substitusi asam amino karena

baik UAC maupun UAU menyandi asam amino tirosin.

Mutasi substitusi basa dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu

transisi dan transversi. Pada transisi terjadi substitusi basa purin oleh

purin atau substitusi pirimidin oleh pirimidin, sedangkan pada transversi

terjadi substitusi purin oleh pirimidin atau pirimidin oleh purin.

Sementara itu, mutasi rangka baca akan mengakibatkan perubahan

rangka baca semua triplet kodon di belakang tempat terjadinya mutasi

tersebut. Akan tetapi, adisi atau pun delesi sebanyak kelipatan tiga basa

pada umumnya tidak akan menimbulkan pengaruh fenotipik mutasi

rangka baca. Demikian pula, seperti dikatakan pada Bab X adisi satu

basa yang diimbangi oleh delesi satu basa di tempat lain, atau

sebaliknya, akan memperbaiki kembali rangka baca di belakang tempat

tersebut. Selain itu, apabila adisi atau delesi terjadi pada daerah yang

sangat dekat dengan ujung karboksil suatu protein, maka mutasi rangka

baca yang ditimbulkannya tidak akan menyebabkan sintesis protein

nonfungsional. Dengan perkataan lain, mutasi tidak memberikan

pengaruh fenotipik.

Mutasi Spontan

Perubahan urutan basa nukleotida berlangsung spontan dan acak.

Tidak ada satu pun cara yang dapat digunakan untuk memprediksi saat

dan tempat akan terjadinya suatu mutasi. Meskipun demikian, setiap gen

dapat dipastikan mengalami mutasi dengan laju tertentu sehingga

memungkinkan untuk ditetapkan peluang mutasinya. Artinya, kita dapat

16

Page 17: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

menentukan besarnya peluang bagi suatu gen untuk bermutasi sehingga

besarnya peluang untuk mendapatkan suatu alel mutan dari gen tersebut

di dalam populasi juga dapat dihitung.

Terjadinya suatu peristiwa mutasi tidak dapat dikatakan sebagai

hasil adaptasi sel atau organisme terhadap kondisi lingkungannya.

Kebanyakan mutasi memperlihatkan pengaruh yang sangat bervariasi

terhadap tingkat kemampuan adaptasi sel atau organisme, mulai dari

netral (sangat adaptable) hingga letal (tidak adaptable). Oleh karena itu,

tidak ada korelasi yang nyata antara mutasi dan adaptasi. Namun,

pemikiran bahwa mutasi tidak ada sangkut pautnya dengan adaptasi

tidak diterima oleh sebagian besar ahli biologi hingga akhir tahun 1940-

an ketika Joshua dan Esther Lederberg melalui percobaannya pada

bakteri membuktikan bahwa mutasi bukanlah hasil adaptasi. Dengan

teknik yang dinamakan replica plating koloni-koloni bakteri pada kultur

awal (master plate) dipindahkan ke medium baru (replica plate)

menggunakan velvet steril sehingga posisi setiap koloni pada medium

baru akan sama dengan posisinya masing-masing pada kultur awal.

Medium baru dibuat dua macam, yaitu medium nonselektif seperti

pada kultur awal dan medium selektif yang mengandung lebih kurang

109 fag T1. Hanya koloni-koloni mutan yang resisten terhadap infeksi fag

T1 (mutan T1-r) yang dapat tumbuh pada medium selektif ini. Dari

percobaan tersebut terlihat bahwa koloni-koloni mutan T1-r yang tumbuh

pada medium selektif tidak terbentuk sebagai hasil adaptasi terhadap

kehadiran fag T1, tetapi sebenarnya sudah ada semenjak pada kultur

awal. Dengan demikian, teknik selektif semacam itu hanya akan

menyeleksi mutan-mutan yang telah ada sebelumnya di dalam suatu

populasi.

(Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC.

Jakarta)

17

Page 18: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

3. Diagnosis Molekuler

Diagnostik molekuler dapat dilakukan dengan beberapa metode. Di

antaranya adalah sebagai berikut :

- PCR (Polymerase Chain Reaction)

Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) memungkinkan kita

memperjelas rangkaian DNA secara enzimatis, dengan

menggunakan probe DNA sintetik pendek. Jika rangkaian diketahui,

dengan menggunakan dua oligonukleotid, kita dapat memperjelas

secara spesifik rangkaian DNA yang diapit oleh probe. Dari DNA yang

terdapat dalam satu sel, cukup DNA yang cocok untuk rangkaian

spesifik yang dapat digunakan untuk merangkai, untuk memprobe

dengan hibridisasi atau untuk mengklon. Metode ini memungkinkan

pemeriksaan secara langsung adanya mutasi dan dapat diterapkan

pada keadaan di mana jumlah DNA yang tersedia amat terbatas.

Dalam praktik, prosedur ini digunakan untuk memperjelas suatu

segmen DNA yang akan diperiksa, adanya mutasi selanjutnya

dideteksi dengan cara hibridisasi atau perangkaian langsung. Pada

teknik hibridisasi, ahli genetika menentukan apakah probe cocok atau

tidak berkenaan dengan rangkaian yang berhibridisasi tepat, dan

normal terhadap rangkaian yang telah diperjelas pada keadaan-

keadaan di mana pasangan yang tepat dapat dibedakan dari

pasangan lain yang tidak tepat.

- Antibodi Monoklonal

Antibodi monoclonal merupakan ‘clone’ antibody dengan spesifisitas

untuk penentu antigen tunggal. Antibody monoclonal berasal dari fui

limfosit tikus diimunisasi dengan sel myeloma tikus. Proses fusi

memungkinkan limfosit hibridisasi hasilnya tumbuh kontinu dalam

biakan jaringan. Degan proses pengenceran berseri dan pemilihan,

18

Page 19: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

‘clone’ tunggal limfosit (hibridoma) yang menghasilkan antibody

yang diinginkan dapat diisolasi dan cairan atas hasilnya akan

mengandung satu antibody yang dihasilkan oleh ‘clone’ tunggal itu.

Antibodi monoclonal mengenali setiap determinan antigen (bagian

dari makromolekul yang dikenali oleh sistem kekebalan tubuh /

epitope). Antibodi monoklonal menyerang molekul targetnya dan

bisa memilah antara epitope yang sama. Selain sangat spesifik,

antibody monoclonal juga memberikan landasan untuk perlindungan

melawan patogen. Antibodi monoclonal sekarang telah digunakan

untuk banyak masalah diagnostik seperti :

Mengidentifikasi agen infeksi

Mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto

Mengukur protein dan level drug pada serum

Mengenali darah dan jaringan

Mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon

kekebalan dan mengidentifikasi

Antibodi monoklonal dapat digunakan untuk melihat protein

tertentu dalam tubuh, misal antibodi monoklonal dikonjugasikan

dengan logam inert pasien yang dirontgen. Dari hasil rontgen

tersebut dapat dikenali protein tertentu yang terlibat dalam penyakit.

Cara ini  juga diterapkan dalam melihat metastasis sel kanker.

Antibodi monoklonal juga dapat diaplikasikan untuk identifikasi

penyakit yang lebih dikenal dengan imunologikal diagnostic. Deteksi

imunologik merupakan sistem deteksi yang sensitif, spesifik, dan

sederhana. Misal: membedakan DHF dan tifus.

4. Ekspresi Gen

19

Page 20: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

Produk-produk gen tertentu seperti protein ribosomal, rRNA, tRNA,

RNA polimerase, dan enzim-enzim yang mengatalisis berbagai reaksi

metabolisme yang berkaitan dengan fungsi pemeliharaan sel merupakan

komponen esensial bagi semua sel. Gen-gen yang menyandi

pembentukan produk semacam itu perlu diekspresikan terus-menerus

sepanjang umur individu di hampir semua jenis sel tanpa bergantung

kepada kondisi lingkungan di sekitarnya. Sementara itu, banyak pula gen

lainnya yang ekspresinya sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan

sehingga mereka hanya akan  diekspresikan pada waktu dan di dalam

jenis sel tertentu. Untuk gen-gen semacam ini harus ada mekanisme

pengaturan ekspresinya.

Pengaturan ekspresi gen dapat terjadi pada berbagai tahap, misalnya

transkripsi, prosesing mRNA, atau translasi. Namun, sejumlah data hasil

penelitian menunjukkan bahwa pengaturan ekspresi gen, khususnya

pada prokariot, paling banyak terjadi pada tahap transkripsi.

Mekanisme pengaturan transkripsi, baik pada prokariot maupun pada

eukariot, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori

utama, yaitu

(1) mekanisme yang melibatkan penyalapadaman (turn on and turn

off) ekspresi gen sebagai respon terhadap perubahan kondisi

lingkungan dan

(2) sirkit ekspresi gen yang telah terprogram (preprogramed circuits).

Mekanisme penyalapadaman sangat penting bagi mikroorganisme untuk

menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang seringkali terjadi

secara tiba-tiba. Sebaliknya, bagi eukariot mekanisme ini nampaknya

tidak terlalu penting karena pada organisme ini sel justru cenderung

merespon sinyal-sinyal yang datang dari dalam tubuh, dan di sisi lain,

sistem sirkulasi akan menjadi penyangga bagi sel terhadap perubahan

kondisi lingkungan yang mendadak tersebut.

20

Page 21: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

Pada mekanisme sirkit, produk suatu gen akan menekan transkripsi

gen itu sendiri dan sekaligus memacu transkripsi gen kedua, produk gen

kedua akan menekan transkripsi gen kedua dan memacu transkripsi gen

ketiga, demikian seterusnya. Ekspresi gen yang berurutan ini telah

terprogram secara genetik sehingga gen-gen tersebut tidak akan dapat

diekspresikan di luar urutan. Oleh karena urutan ekspresinya berupa

sirkit, maka mekanisme tersebut dinamakan sirkit ekspresi gen.

Mekanisme operon pada prokariotik, ekspresi gen pada prokariotik

dapat tergantung pada lingkungan dan mediumnya. Hal ini kami jelaskan

dalam mekanisme operon laktosa dan operon triptofan. Apabila

prokariotik berada pada medium yang kaya triptofan maka prokariot tidak

akan mensintesis triptofan, karena repressor akan aktif dan dapat

menghambat sintesis sedangkan apabila terdapat pada medium laktosa

maka prokariot akan mensintesis beta galaktosidase karena repressor

tidak aktif sehingga dapat terjadi sintesis.

(Yuwono, Triwibowo. 2007. Biologi Molekular. Erlangga)

I. KESIMPULAN

Hipotesis kami diterima yaitu “Kanker kolorektal yang diderita oleh

Bapak Hasbul jika didagnosis secara biologi molekuler disebabkan oleh

mutasi gen dan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.”

21

Page 22: LAPORAN DK3 Pemicu 3.docx

DAFTAR PUSTAKA

Bayle P, Langman JS. ABC of colorektal cancer. Epidemiology. BMJ 2000;

321: 805-808

Dawn B. Marks, dkk. 2000. Biokimia Kedoteran Dasar. Jakarta: EGC

Jom, Wim de. 2004. Kanker, Apakah Itu?. Jakarta: Arcan

Jurnal Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Kumar V, Abbas KA, Fausto N. Robbins and Cotran Pathologic Basis of

Disease, Elsevier Saunders, 7th edition. 2005

Robbins. 2005. Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International

Edition. Pennsylvania: Elsevier)

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta

Sudarto Pringgoutomo, dkk. 2002. Buku Ajar Patologi. Sagung Seto)

Teresa Liliana Wargasetia, JKM. Terapi Gen pada Penyakit Kanker. Vol.

4, No. 2, Februari 2005

Yuwono, Triwibowo. 2007. Biologi Molekular. Erlangga

22