laporan gi pemicu 4

Upload: elsa-restiana

Post on 19-Oct-2015

208 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

laporan modul Gastro

TRANSCRIPT

Laporan Diskusi Pemicu 4Modul Gastrointestinal

Kelompok DK 7Yosepha StephaniI11110034NajlaI11112001Dede Achmad BasofiI11112011Hendri WijayaI11112013Irvinia Rahmadyah I11112023Gita Amalia AsikinI11112032Dwi Lestiana PutriI11112034Elsa RestinaI11112057Andri HendratnoI11112058 Christina Wiyani PutriI11112070Kevin LeonardoI11112073

Fakultas Kedokteran Universitas TanjungpuraProgram Studi Pendidikan Dokter2014

BAB 1PENDAHULUAN1.1 PemicuSeorang pengacara FARHAT ABBUZ,SH 39 tahun datang dengan keluhan nyeri perut sejak 1 hari yang lalu. Nyeri pada ulu hati berpindah ke perut kanan bawah. Makin lama nyeri terasa di seluruh perut dan semakin berat diikuti dengan muntah dan mual. Bila berjalan terasa sakit di perut kanan bawah. Pasien juga mengeluh demam.Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri lepas (+), nyeri tekan (+), suhu 39oC, Tekanan darah 120/80 mmHg, HR 100x/menit.

1.2 Klasifikasi dan Definisia. Demam : suhu badan lebih tinggi daripada biasanya, umunya karena sakit.b. Nyeri lepas : rasa nyeri yang hebat, saat tekanan tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam pada titik Mc. Burny.

1.3 Kata Kuncia. Nyeri ulu hatib. Nyeri menjalarc. Suhu 39o Cd. Mual dan muntahe. Nyeri lepas (+)f. Nyeri tekan (+)

1.4 Rumusan Masalah Pria 39 th, dengan keluhan nyeri ulu hati yang berpindah ke perut kanan bawah diperberat dengan nyeri di seluruh perut disertai mual dan muntah.

1.5 Analisis Masalah

Pria 39 th

Ananmnesis:Nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari yang lalu.Nyeri seluruh tubuh.Suhu 39o, mual dan muntah.Pemeriksaan fisik:Nyeri tekan (+)Nyeri lepas (+)

DD:ColitisPeritonitisAppendiksitis

Pem. Penunjang

Diagnosis

Tatalaksana

Prognosis

1.6 Hipotesis Pria 39 tahun mengalami appendiksitis akut perforata.

1.7 Pertanyaan Diskusi1. Appendiksitisa. Definisi b. Etiologi c. Epidemiologi d. Menifestasi klinis e. Patofisiologi f. Diagnosis g. Diagnosis banding h. Klasifikasi i. Pemeriksaan penunjang j. Tatalaksana k. Komplikasi l. Pencegahan m. Faktor resiko n. Prognosis 2. Apa saja penyebab nyeri perut berdasarkan lokasi dan sifatnya? 3. Apa hubungan nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (+) pada kasus ini? 4. Mengapa terasa sakit di perut kanan bawah apabila berjalan? 5. Bagaimana hubungan demam dengan penyakit appendiksitis? 6. Mengapa semakin lama nyeri terasa di seluruh perut? 7. Mengapa terjadi mual dan muntah? 8. Jelaskan mengenai skor alvorado?

BAB 2PEMBAHASAN2.1 Appendiksitisa. Definisi Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.1 Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.2

b. Etiologi Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.2Patogenesis utamanya diduga karena obstruksi lumen, biasanya disebabkan oleh fekalit. Penyumbatan pengeluaran sekret mucus mengakibatkan terjadinya pembengkakan, infeksi, dan ulserasi. Peningkatan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteri terminalis appendikularis. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa ulserasi mukosa berjumlah sekitar 60 hingga 70 % kasus, lebih sering daripada sumbatan lumen. Penyebab ulserasi sendiri belum bnayak diketahui, walaupun sekarang diperkirakan disebabkan oleh virus. Akhir-akhir ini penyebab infeksi yang paling diperkirakan adalah Yersinia enterocolitica.3 Namun, sebagian kecil appendiks tidak memperlihatkan obstruksi lumen yang jelas, dan pathogenesis peradangan tetap tidak diketahui.4

c. Epidemiologi Apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua, dikarenakan bentuk anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut., tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia10 sampai 30 tahun.1 Menurut Craig, apendisitis perforata sering terjadi pada umur di bawah 18 tahun ataupun di atas 50 tahun. Insidensi apendisitis pada laki-laki lebih besar 1,4 kali dari perempuan. Rasio laki-laki dan wanita sekitar 2:1.5 Angka mortalitas akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa, di mana populasi laki-laki lebih banyak dibangdingkan perempuan. Angka mortalitas apendisitis sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki dan pada perempuan sekitar 10.000 jiwa.6 Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk apendisitis selama hidup mereka. Insidensi apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang. Walaupun alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui, faktor risiko yang potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula, riwayat keluarga, serta infeksi.

d. Menifestasi Klinis Pada buku Patologi Robbins dijelaskan bahwa manifestasi klinis dari appendiksitis adalah sebagai berikut4:1. Rasa tidak nyaman ringan di daerah periumbilikus2. Anoreksia, mual, dan muntah3. Nyeri tekan kuadran kanan bawah, yang dalam beberapa jam berubah menjadi rasa pegal.4. Demam dan leukositosis pada awal perjalanan penyakit.Apabila terjadi rupture appendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri tekan, dan spasme. Penyakit ini sering disertai oleh hilangnya rasa nyeri secara dramatis untuk sementara.3

e. Patofisiologi Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa menjadi langkah awal terjadinya appendicitis.4 Obstruksi intraluminal appendiks menghambat keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan.Appendicitis dimulai dengan proses eksudasi pada mukosa, sub mukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi kemerah-merahan dan ditutupi granular membran. Pada perkembangan selanjutnya, lapisan serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut supuratif. Edema dinding appendiks menimbulkan gangguan sirkulasi darah sehingga terjadi ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan pembuluh darah kongesti.7Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.2

f. Diagnosis Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.2Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah: Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney. Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.Pada tes laboratorium jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm, jumlah lekosit > 18.000 menunjukkan apendisitis perforasi.dengan pergeseran ke kiri (lebih dari 75 persen neutrofil) pada 75 persen kasus yang ada. 96 persen diantaranya leukositosis atau hitung jenis sel darah putih yang abnormal. Tetapi beberapa pasien dengan apendisitis memiliki jumlah leukosit yang normal. Pada urinalisis tampak sejumlah kecil eritrosit atau leukosit. Tak tampak kelainan spesifik pada foto polos abdomen. Barium enema mungkin dapat untuk diagnosis tetapi tundakan ini dicadangkan untuk kasus yang meragukan.13

g. Diagnosis Banding4,51. Gastroenteritis akut; gastroenteritis dengan adenitis mesenterium.2. Limfadenitis mesenterium pada anak.3. Kehamilan ektopik terganggu.4. Ruptur folikel ovarium saat ovulasi.5. Penyakit rongga panggul.6. Enteritis regional7. Peradangan divertikulum Meckel.

h. Klasifikasi Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik .21. Apendisitis akut.Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyerisamar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat2. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.53. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.54. Appendicitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.55. Appendicitis Infiltrat Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.56. Appendicitis Abses Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.57. Appendicitis Perforasi Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.58. Apendisitis kronik.Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

i. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karenapenegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria. Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alatbantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.10Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut : 4

ModalitasMakna Klinis

Foto polos Tidak bermakna dalam diagnosis, walaupun seringkali penemuan fecalith dapat dilakukan

USG AbdomenSensitivitas 86%, Spesifitas 81%

CT-ScanSensitititas 94%, Spesifisitas 95%

Magnetic Resonance ImagingBelum ada penelitian yang mengkaji, namun sangat jarang dilakukan

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat operator-dependent.11

j. Tatalaksana121. Puasakan2. Beri cairan intravena3. Ganti cairan yang hilang dengan memberikan garam normal sebanyak 1020 ml/kgBB cairan bolus, ulangi sesuai kebutuhan, ikuti dengan kebutuhan cairan rumatan 150% kebutuhan normal4. Beri antibiotik segera setelah diagnosis ditentukan: ampisilin (2550 mg/ kgBB/dosis IV/IM empat kali sehari), gentamisin (7.5 mg/kgBB/dosis IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB/dosis tiga kali sehari)5. RUJUK SEGERA kepada dokter bedah. Apendektomi harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah perforasi dan terbentuknya abses.

k. Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.2 Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.5 Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.

l. Pencegahan8,91. Pencegahan PrimerPencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian appendicitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain: a. Diet tinggi seratBerbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.b. Defekasi yang teraturMakanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturanpola aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.2. Pencegahan SkunderPencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi. a. Diagnosa Appendicitisb. Penatalaksanaan Medis3. Pencegahan Tersier Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

m. Faktor Resiko 1. UmurAppendicitis dapat terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa muda. Penelitia di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi pada usia 10-19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR) 23,3 per 10.000 penduduk. Hal ini berhubungan dengan hiperplasi jaringan limfoid karena jaringan limfoid mencapai puncak pada usia pubertas.22. Jenis KelaminPenelitian Omran et al (2003) di Kanada, Sex Specific Morbidity Rate (SSMR) pria : wanita yaitu 8,8 : 6,2 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4: 1.15 Penelitian Gunerhan (2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu 154,7 : 144,6 per 100.000 penduduk dengan rasio 1,07: 1.16 Kesalahan diagnosa appendicitis 15-20% terjadi pada perempuan karena munculnya gangguan yang sama dengan appendicitis seperti pecahnya folikel ovarium, salpingitis akut, kehamilan ektopik, kista ovarium, dan penyakit ginekologi lain.23. Ras4. Faktor AgentProses radang akut appendiks disebabkan invasi mikroorganisme yang ada di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan Eschericia coli, Splanchicus sp, Lactobacilus sp, Pseudomonas sp, dan Bacteriodes splanicus. Bakteri penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob 96% dan aerob 4%.75. Faktor EnvironmentUrbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan terjadi perubahan pola makan dalam masyarakat seiring dengan peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah serat.17 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran konsumsi rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Kebiasaan konsumsi rendah serat mempengaruhi defekasi dan fekalith menyebabkan obstruksi lumen sehingga memiliki risiko appendicitis yang lebih tinggi.2

n. Prognosis Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.14Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.14

2.2 Penyebab Nyeri Perut Berdasarkan Lokasi dan Sifatnya Lokasi dari nyeri abdomen bisa mengarah lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri tersebut. Walaupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan penjalaran dari tempat lain. Oleh karena itu nyeri yang dirasakan bisa merupakan lokasi asal nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.

Lokasi Nyeri Abdomen dan Kemungkinan Penyebab Nyeri TersebutLokasi Nyeri AbdomenPenyebab Nyeri

EpigastrumPankreatitis, ulkus duodenum, ulkus gaster, kolesistitis, kanker pancreas, hepatitis, obstruksi intestinal, apendisitis (gejala awal/0, abses subfrenikus, pneumonia, emboli paru, infark miokard

Hipokondrium kananKolesistitis, kolangitis, hepatitis, pancreatitis, abses subfrenikus, pneumonia, emboli paru, nyeri miokard

Hipokondrium kiriNyeri limpa karena limpoma, infeksi virus. Abses subfrenikus, ulkus gaster, pneumonia, emboli paru, nyeri miokard

PeriumbilikalisPankreatitis, kanker pancreas, obstruksi intestinal, aneurisma aorta, gejala awal apendisitis.

LumbalBatu ginjal, pielonefritis, abses perinefrik, Ca kolon

Inguinal dan suprapubikPenyakit di daerah kolon, apendisitis pada inguinalis kanan, penyakit diverticulosis sisi kiri, salpingitis, sistitis, kista ovarium, kehamilan ektopik

2.3 Hubungan Nyeri Tekan (+) dan Nyeri Lepas (+) pada Kasus Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.Psoas sign, mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes inidilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,kemudian paha ditahan. Tes ini dilakukan dengan cara pasien terlentang. Secara perlahan tungkai kanan pasien diekstensikan kearah kiri pasien sehingga menyebabkan peregangan m. psoas. Rasa nyeri pada maneuver ini menandakan tes positif.Obturator sign dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak dengan m. Obturator internus yang merupakan dinding panggulkecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisiterlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika.Positif dari nyeri hipogastrik pada peregangan m. Obturatorinternus yang menandakan iritasi pada daerah tersebut. Tesdilakukan dengan cara pasien berbaring terlentang, tungkai kanandifleksikan dan dilakukan rotasi interna secara pasif.

2.4 Terasa Sakit Di Perut Kanan Bawah Apabila BerjalanBila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.2Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.2

2.5 Hubungan Demam dengan Penyakit Appendisitis Bila terdapat bakteri intraperitoneal ataupun pada appendiks akan terjadi proses peradangan dan lekosit granuler (netrofil) akan melingkari daerah yang meradang untuk menyerang bakteri, kemudian dalam 24 jam netrofil akan diganti oleh lekosit agranuler (monosit) yang juga akan memakan bakteri. Monosit setelah memakan bakteri kemudian akan mensintesa substansi pirogen endogen yang dilepas ke sekitar daerah peradangan. Substansi pirogen tersebut ada yang masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan dibawa ke hipothalamus (pusat regulasi suhu).19 Di hipotalamus terdapat bagian anterior dan posterior yang memiliki fungsinya masing-masing untuk mempertahan temperatur normal tubuh. Hipotalamus anteror berperan sebagai termostat yang menjaga agar temperatur badan tetap konstan sedangkan pada hipotalamus posterior terletak set point yang berperan agar termostat tetap berada pada tingkat normal, yaitu 37,8C. Sebagai respon terhadap adanya substansi pirogen endogen yang dihasilkan oleh monosit tersebut, hipotalamus meningkatkan patokan termostat, sehingga terjadilah demam.20Suhu pasienpun 39C, hal ini terjadi karena terjadinya reaksi inflamasi pada tubuh pasien sehingga sistem pertahanan tubuh berupa lekosit, makrofag, dan sel mast akan bekerja. Biasanya, pada apendisitis yang telah mengalami perforasi terjadi kenaikan suhu tubuh.

2.6 Semakin Lama Nyeri Terasa Di Seluruh Perut Nyeri seluruh perutmerupakan proses proteksi dari omentum terhadap apendiks, sekum, maupun bagian ileum terminal mengalami perforasi dan inflamasi. Proteksi ini dilakukan dengan cara memperluas permukaan omentum dan penegangan m. recrtus abdominis, m. obliquus abdominis externus et internus, dan m. transversus abdominis.Nyeri pada organ visera di jalarkan melalui 2 jaras, yaitu; jaras alih visceral dan jaras langsung parietal, sehingga perjalanannya ganda. Nyeri viseral itu sendiri dialihkan berdasarkan segmen dermatom sehingga tidak memperhatikan dimana organ itu berada sekarang. Pada waktu embrio, mula-malunya apendiks berasal dari regio epigrastrium dan regio umbilikalis. Nyeri apendiks melewati serabut- serabut nyeri visceral yang berada di dalam gelondong saraf simpatis kemudian masuk ke medulla spinalis tepatnya di T-10 dan L-1 kemudian nyeri tersebut di alihkan ke sekeliling umbilicus dan epigastrium. Sedangkan nyeri parietal, jika ada penyakit organ visera, nyeri yang dirasakan langsung menyebar di peritoneum parietal, pleura/ pericardium. Permukaan parietal itu sendiri adalah kulit dimana banyak sekali saraf dari spinal perifer sehingga nyeri dinding parietal dari organ visera yang sakit dirasakan seperti menusuk. Oleh karena itu, jika sensasi dari nyeri visceral dan nyeri parietal terjadi makanya seakan-akan nyeri tersebut berjalan.21

2.7 Mual dan MuntahMual dan muntahterjadi karena apabila terjadi reaksi inflamasi pada apendiks, nervus vagus akan teraktivasi dan merangsang pusat muntah di medulla oblongata. Apabila terjadi rangsangan pada pusat muntah maka akan terjadi mekanisme muntah seperti pada umumnya.Muntah merupakan suatu cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya dari isinya ketika hampir semua bagian ats traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau bahkan terlalu terangsang.21Sinyal sensoris yang mencetuskan berasal dari distensi appendiks dan pertionitis. Impuls saraf kemudian ditranmisikan melalui serabut saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke berbagai nukleus yang tersebar di area postrema medulla oblongata otak yang semuanya bersama-sama disebut sebagai pusat muntah. Dari sini, impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah sesungguhnya ditranmisikan dari pusat muntah melalui jalur kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke traktus gastrointestinal melalui saraf vagus dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan abdomen.21Pada tahap awal iritasi atau distensi berlebihan gastrointestinal, antiperistaltik mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltik berati gerakan peristaltik ke arah atas traktus pencernaan. Hal ini dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak naik ke usus dengan kecepatan 2 sampai 3 cm/detik. Proses ini mendorong isi usus halus bagian bawah kembali ke duodenum dan lambung dalam waktu 3 sampai 5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas traktus gastrointestinal, terutama duodenum menjadi sangat teregang, peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya.21

2.8 Skor AlvoradoKemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.18

The Modified Alvarado ScoreSkor

GejalaPerpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah1

Mual-Muntah1

Anoreksia1

TandaNyeri di perut kanan bawah2

Nyeri lepas1

Demam diatas 37,5 C1

Pemeriksaan LabLeukositosis2

Hitung jenis leukosit shift to the left1

Total10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score: 1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut 8-10 : pasti apendisitis akut

BAB 3KESIMPULAN

Kesimpulan kelompok kami adalah hipotesis diterima yaitu Pria 39 tahun mengalami appendiksitis akut perforate.

DAFTAR PUSTAKA1. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 20053. Price, S. A., Wilson, L. Patofisiologi. Edisi 6. EGC, Jakarta, 2005, hlm. 448-449.4. Kumar, et al. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7. EGC, Jakarta, 2007, hlm. 660.5. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut Differential Diagnoses & Workup. Retrieved May 22, 2010, from eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-diagnosis. diakses 27 Februari 2014.6. World Health Organization, 2004. The World Health Report 2004.7. Tambunan, G., . Patologi Gastroenterologi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC, Jakarta, 1994.8. Ho.H.S., Appendectomy In: Wilmore D.W., Cheung L.Y., Harden A.L. et Acs Surgery, Principle & Practice: 2002, hlm. 815-823 9. Wilson J. D., Martin J. B., Fauci A. S., Kasper D. L. & et al, . Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Terjemahan Asdie A.H., et.al. Jakarta, 2007.10. Brunicardi FC. Schwartzs Manual of Surgery. 8th edition. London: McGraw-Hill. 2006. p. 784-9511. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3ed. Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27. 12. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: guidelines for the management of common childhood illnesses 2nd ed. 2013, hlm. 282.13. Schrock, Theodore R., 1982. (diterjemahkan oleh Med, Adji Dharma, Petrus Lukmanto, Gunawan). Ilmu Bedah: Handbook of Surgery. Ed.7. Jakarta : EGC.14. Sanyoto, D., 2007. Masa Remaja dan Dewasa. Dalam: Utama, Hendra, ed. Bunga Rampai Masalah Kesehatan dari dalam Kandungan sampai Lanjut Usia. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 297-300.15. Omran M, Mcleod R,. The Epidemiolgy of Appendicitis in Ontario, Kanada. Am J Epidemiol Volume 4. 2007.16. Gunerhan, Y., et al,. Epidemiological and demographic features of appendicitis and influences of several environmental factors. Turkish Journal of Trauma & Emergency Surgery, Volume 16, Issue 1 2008.17. Kusharto, C. Serat Makanan dan Peranannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan, November 2006.18. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 201019. Ery DE. Pathophysiology of peritonitis. In: Peritonitis. Edited by Donald EE. Fututra Publishing Company, Inc. New York. 1993:1-16.20. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC. 2011. h. 729.21. Guyton, Arthur. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOTERAN. Edisi ke 11. Jakarta:EGC, 2006.22.