laporan pendahuluan efusi pleura

35
LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah Di susun Oleh : Erma Sugihartini 4006130056

Upload: erma-sugihartini

Post on 21-Jul-2016

95 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

Di susun Oleh :

Erma Sugihartini

4006130056

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA

BANDUNG

2014

LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA

I. Definisi

Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa

penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah berlebihan

dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain karena tuberkulosis, neo

plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti,

2003)

Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga pleural,

antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara

permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya

merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural

mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang

memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

II. KLASIFIKASI

1. Efusi pleura transudat

Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran

cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan

hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang

meningkat (atelektaksis akut).

Ciri-ciri cairan:

a. Serosa jernih

b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)

c. Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil

d. Protein < 3%

Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:

a. Payah jantung

b. Penyakiy ginjal (SN)

c. Penyakit hati (SH)

d. Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)

2. Efusi pleura eksudat

Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan

dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik

yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:

a. Berat jenis > 1.015 %

b. Kadar protein > 3% atau 30 g/dl

c. Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6

d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal

e. Warna cairan keruh

Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:

a. Kanker: karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic ke paru atau

permukaan pleura.

b. Infark paru

c. Pneumonia

d. Pleuritis virus

III. Etiologi

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada

dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan

sindroma vena kava superior

Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,virus),

bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor

dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. DiIndonesia 80% karena tuberculosis.

Penyebab lain dari efusi pleura adalah:

a. Gagal jantung

b. Kadar protein yang rendah

c. Sirosis

d. Pneumonia

e. Tuberculosis

f. Emboli paru

g. Tumor

h. Cidera di dada

i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin, nitrofurantoin,

bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).

j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.

IV. Patofisiologi dan pathway patofisiologi

Dalam keadaan  normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura

vicelaris, karena di antara  pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang  merupakan

lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas

antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui

bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat

terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid 

pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian

kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan

yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.

Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan

absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan

tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh

beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.

Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk

melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan

timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti

dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada

saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan

meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.

Kebanyakan terjadinya effusi  pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura

yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain  dapat juga dari robeknya pengkejuan

kearah saluran getah bening yang menuju  rongga pleura, iga  atau columna vetebralis.

Adapun bentuk  cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu 

berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah

bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml

cairan pleura bias  mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan

adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit

mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri

tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan

fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat ,

pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi

redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang

diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.

V. Tanda dan gejala

1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,setelah

cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderitaakan sesak napas

2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeridada

pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat,

batuk, banyak riak.

3. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi mpenumpukan

cairan pleural yang signifikan.

4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karenacairan

akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,

fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam

keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung(garis Ellis

Damoiseu)

5. Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani dibagian atas

garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan

mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler

melemah dengan ronki.

6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura

VI. Komplikasi

1. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)

2. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

3. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari

alveoli masuk ke vena pulmonalis)

4. Laserasi pleura viseralis

VII. Pemeriksaan penunjang

1. Rontgen dada

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk

mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

2. CT scan dada

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan

adanya pneumonia, abses paru atau tumor

3. USGdada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya

sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

4. Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan

pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui

torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara

sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

5. Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan

biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. 

Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,

penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

6. Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang

terkumpul.

7. Analisa cairan pleura

Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di

konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat

diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml,

sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura

sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya

sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis,

penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan

ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan

seperti:

a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase,

pH, dan glucose

b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan

terjadi infeksi bakteri

c. Pemeriksaan hitung sel

d. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan

cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan

oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan

cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis.

Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor lokal yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada

Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan

VIII. Penatalaksanaan medis

1. Aspirasi cairan pleura

Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan

dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan pula untuk

melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan

pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas

pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum

penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu

pernafasan penderita.

2. Water Seal Drainage

Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka

akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3. Penggunaan Obat-obatan

Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi

juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena

malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan

citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-

zat lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil

yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya

cairan pleura.

4. Thoracosintesis

Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD

atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg.

5. Radiasi

Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena

kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan

berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian

a. Identitas Pasien 

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat

rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan

dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama

1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari

pertolongan atau berobat ke rumah sakit.

2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak

nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam

dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang 

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda seperti

batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan

sebagainya. 

d. Riwayat Penyakit Dahulu 

Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,

pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk

mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang

disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain

sebagainya

f. Riwayat Psikososial 

g. Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta

bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

h. Pengkajian Pola Fungsi

Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehata adanya tindakan medis dan perawatan di

rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga

memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.

Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan

obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

i. Pola nutrisi dan metabolism

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran

tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,

Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien

dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak

nafas dan penekanan pada struktur abdomen.

Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi

pleura keadaan umumnya lemah.

j. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi

sebelum dan sesudah MRS.

Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest

sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur

abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

k. Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi

Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.

Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu 

oleh perawat dan keluarganya.

l. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh

terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat

Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang

ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan

lain sebagainya.

m. Pemeriksaan Fisik

1) Status Kesehatan Umum 

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara 

umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku

pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat

kecemasan dan ketegangan pasien.

2) Sistem Respirasi

Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,

iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.

Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari

posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya

dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >

250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada

yang tertinggal pada dada yang sakit.

Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya

tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa

garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi

duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di

bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan

makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari

parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari

atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.

3) Sistem Cardiovasculer

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada

linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.

Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan

kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill

yaitu getaran ictuscordis.

Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal

ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.

Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah

bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta 

adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut

menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi

ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-

35kali per menit.

Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah 

massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,

apakah hepar teraba.

Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan

suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).

5) Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan

GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma

Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.

Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, 

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial

Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan

pemerikasaan capillary refiltime

Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian

dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,

pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan

sistem transport O2.

Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam).

Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat

hidrasi seseorang,

2. Diagnosa keperawatan

1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),

gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan

napas

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru,

kerusakan membran alveolar kapiler

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan 

penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai

proses penyakit dan pengobatan

3. Rencana keperawatan

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas

NOC :

Respiratory status : Ventilation

Respiratory status : Airway patency

Aspiration Control

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada

NIC :

Airway suction

Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.

Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning

Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.

Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal

Gunakan alat yang steril sitiap melakukan

suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan

dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

tindakan Anjurkan pasien untuk

istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal

Monitor status oksigen pasien

Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion

Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.

Airway Management

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi

dada jika perlu Keluarkan sekret

dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perlu

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan

status O2

2. Pola Nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)

NOC :

Respiratory status : Ventilation

Respiratory status : Airway patency

Vital sign Status

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC :

Airway Management

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi

dada jika perlu Keluarkan sekret

dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berikan bronkodilator bila perlu

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen

Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

Pertahankan jalan nafas yang paten

Atur peralatan oksigenasi

Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi

pasien  Onservasi adanya

tanda tanda hipoventilasi

Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

Monitor kualitas dari nadi

Monitor frekuensi dan irama pernapasan

Monitor suara paru Monitor pola

pernapasan abnormal Monitor suhu, warna,

dan kelembaban kulit Monitor sianosis

perifer Monitor adanya

cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler

NOC :

Respiratory Status : Gas exchange

Respiratory Status : ventilation

NIC :

Airway Management

Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila

Vital Sign Status

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Tanda tanda vital dalam rentang normal

perlu Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi

dada jika perlu Keluarkan sekret

dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Lakukan suction pada mayo

Berika bronkodilator bial perlu

Barikan pelembab udara

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi

Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostals

Monitor suara nafas, seperti dengkur

Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot

Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot

diagfragma (gerakan

paradoksis) Auskultasi suara nafas,

catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama

auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea

NOC :

Nutritional Status : food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :

Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

Tidak ada tanda tanda malnutrisi

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

NIC :

Nutrition Management

Kaji adanya alergi makanan

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

Berikan substansi gula Yakinkan diet yang

dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

Berikan informasi tentang kebutuhan

nutrisi Kaji kemampuan

pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

BB pasien dalam batas normal

Monitor adanya penurunan berat badan

Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

Monitor lingkungan selama makan

Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan

Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

Monitor turgor kulit Monitor kekeringan,

rambut kusam, dan mudah patah

Monitor mual dan muntah

Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

Monitor makanan kesukaan

Monitor pertumbuhan dan perkembangan

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

NOC :

Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior

Kriteria Hasil :

Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

NIC :

Teaching : disease Process

Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat

Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

Hindari harapan yang kosong

Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat

Instruksikan pasien

mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit

RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA

Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,

IOWA Intervention Project, Mosby.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,

Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.