laporan pendahuluan depresi[1]
DESCRIPTION
okeTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
DEPRESI
A. DEFINISI
Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat atau
kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau
(Townsend,1998:179). Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam
rentang respon emosi dari adaptif sampai maladaptif. Respon depresi merupakan
emosi yang mal adaptif (Keliat,1996:2).
B. JENIS-JENIS DEPRESI
Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):
1. Menurut gejalanya
Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang
menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya
seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya
kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang
kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas
dan sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan
yang abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau
halusinasi.
Depresi psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi yang
berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
Psikosis depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali disertai
gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini
menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini
dapat diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara
berlebihan gambaran ini disebut 'mania'.
Universitas Wiraraja Sumenep
Pemisahan diantara keduanya
Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak hanya
berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku orang
tersebut.
2. Menurut Penyebabnya
Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar seperti
kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.
Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor lain.
Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang disebabkan
penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol (depresi
'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini
(depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
tujuan perawatan.
3. Menurut arah penyakit
Depresi tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat
bilamana depresi dianggap mendasari gangguan fisik dan mental yang tidak
dapat diterangkan, misalnya rasa sakit yang lama tanpa sebab yang nyata atau
hipokondria atau sebaliknya perilaku yang tidak dapat diterangkan seperti
wanita lanjut usia yang suka mengutil.
Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan terhadap
suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu
menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang
menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan
penyesuaian kembali.
Depresi pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan emosional
dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih
Universitas Wiraraja Sumenep
labil dan mereka merasa sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu
berlangsung selama satu atau dua hari kemudian berlalu.
Depresi dan manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi. Namun,
kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik dan cacat
tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang terganggu. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi
pada orang tua.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Terdapat 2 teori untuk menjelaskan faktor pendukung terjadinya depresii
(Townsend,1998:181 - 183):
1) Teori Biologis
a. Genetik. Dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan
bahwa terdapat dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi.
Luasnya akibat pada pokoknya tampak menjadi lebih tinggi diantara
individu-individu yang memiliki hubungan keluarga dengan kelainan
tersebut daripada diantara populasi umum (DSM-III-R, 1987).
b. Biokimia. Ketidakseimbangan elektrolit tampak memainkan peranan
dalam penyakit depresif. Suatu kesalahan hasil metabolisme dalam
perubahan natrium dan kalium di dalam neuron (Gibbons, 1960).
Teori biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin norepinefrin,
dopamin, dan serotinin. Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami defisiensi
dalam individu dengan penyakit depresif (Janowsky et al, 1988).
2) Teori Psikososial
a. Psikoanalisa. Teori ini (Klein, 1934) melibatkan suatu ketidakpuasan
dalam hubungan awal ibu-bayi sebagai suatu predisposisi untuk penyakit
depresif. Kebutuhan bayi tidak terpenuhi, suatu kondisi yang digambarkan
sebagai suatu kehilangan. Respons berduka belum terpecahkan, dan
kemarahan dan permusuhan ditunjukkan kepada diri sendiri. Ego tetap
lemah, sementara superego meluas dan menjadi menghukum.
Universitas Wiraraja Sumenep
b. Kognitif. Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit
depresif terjadi sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses
pikir membantu perkembangan evaluasi diri individu. Persepsi merupakan
ketidakadekuatan dan ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa depan
merupakan suatu kepesimisan keputusasaan.
c. Teori Pembelajaran. Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa
penyakit depresif dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa ada kurang
kontrol atau situasi-situasi kehidupannya. Ini dianggap bahwa keyakinan
ini muncul dari pengalaman-pengalaman yang mengakibatkan kegagalan
(baik yang dirasakan atau yang nyata). Setelah sejumlah kegagalan,
individu merasa tidak berdaya untuk berhasil dalam usaha-usaha yang
keras, dan oleh karena itu berhenti mencoba. Pembelajaran
ketidakberdayaan ini digambarkan sebagai suatu predisposisi untuk
penyakit depresif.
d. Teori Kehilangan Objek. Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa
penyakit depresif terjadi jika pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak
orang terdekat selama 6 bulan pertama kehidupan. Proses ikatan
diputuskan, dan anak menarik diri dari orang lain dan lingkungan.
D. FAKTOR PENCETUS
Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):
1) Kehilangan keterikatan, yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena
elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi
pasien merupakan hal yang sangat penting.
2) Peristiwa besar dalam kehidupan sering dilaporkan sebagai pendahulu episode
depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-masalah yang dihadapi
sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan
depresi, terutama pada wanita.
Universitas Wiraraja Sumenep
4) Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik,
seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolik, dapat
mencetuskan gangguan alam perasaan.
E. PENGELOLAAN DEPRESI
1) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada usia lanjut :
a. Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti digoksin, L-dopa, steroid, penyekat beta dan anti
hipertensi lainnya, pemberian benzodiazepin jangka panjang, fenobarbiton,
dan pemakaian neuroleptik jangka lama dapat mengakibatkan depresi.
b. Neurobiologik
Perubahan neuroendokrinologik seperti hormon, neurotransmiter (serotonin,
dopamin, dll) menyebabkan usia lanjut rentan terhadap depresi. Depresi pada
usia lanjut dapat diakibatkan oleh proses neurodegeneratif, misalnya depresi
sebagai gejala dari demensia.
c. Psikososial
Kepribadian pasien sebelum sakit turut berperan dalam manifestasi gejala
depresi, misalnya orang yang pencemas semasa mudanya ketika
mengalami depresi di usia lanjut memperlihatkan gambaran depresi
neurotik yang menyolok.
Dukungan sosial yang buruk, kapasitas membina keakraban yang lemah
juga berperan dalam terjadinya depresi.
Berbagai peristiwa kehidupan seperti kematian pasangan, problem
keuangan yang berat, pindah rumah, peringatan peristiwa sedih, anak yang
cacat menanjak dewasa, dan sebagainya lebih sering terjadi pada pasien-
pasien usia lanjut dengan depresi dibandingkan dengan usia lanjut yang
sehat.
2) Gambaran Klinis Depresi Pada Usia Lanjut
Seorang usia lanjut yang mengalami depresi kebanyakan menyangkal
adanya mood depresi. Yang terlihat adalah gejala hilangnya tenaga (loyo),
hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri.
Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering tampil adalah ansietas (kecemasan),
Universitas Wiraraja Sumenep
preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri,
pikiran bunuh diri dan insomnia.
Gambaran klinik depresi pada pasien berusia lanjut (dibandingkan dengan pasien
yang lebih muda), adalah mereka lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya
disamping mengeluh tentang gangguan memori, dan umumnya cenderung
meminimalkan atau menyangkal mood depresinya. Hal lain yang tidak
menguntungkan adalah pasien usia lanjut umumnya kurang mau mencari
bantuan psikiater karena tak dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis
untuk gangguan depresi yang mereka alami.
3) Diagnosis Depresi
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai
dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan
seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama yaitu :
Mood terdepresi (suasana perasaan hati murung / sedih),
Hilang minat atau gairah,
Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti :
Konsentrasi menurun,
Harga diri menurun,
Perasaan bersalah,
Pesimis memandang masa depan,
Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri,
Pola tidur berubah,
Nafsu makan menurun.
Universitas Wiraraja Sumenep
Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi
Depresi Gejala
Utama
Gejala lain Fungsi Keterangan
Ringan 2 2 Baik Distress +
Sedang 2 3 atau 4 Terganggu Berlangsung
minimal 2
minggu
Berat 3 4 Terganggu
berat
Intensitas gejala
sangat berat
Sumber:Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2000
F. PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI
Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau
prosedur khusus untuk penapisan / skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah
satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression Scale (GDS)
yang terdiri atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini
dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja.
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus
dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :
1. Riwayat klinik / anamnesis
a. Riwayat keluarga
b. Gangguan psikiatri yang lampau
c. Kepribadian
d. Riwayat sosial
e. Ide / percobaan bunuh diri
f. Gangguan-gangguan somatik
g. Perkembangan gejala-gejala depresi
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena gejala-gejala
depresi sering disertai dengan penyakit fisik.
Universitas Wiraraja Sumenep
3. Pemeriksaan kognitif
Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia lanjut yang
menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan
pasien. Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi,
menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi
dan memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.
4. Pemeriksaan status mental
Penampilan dan perilaku
Mood / suasana perasaan hati
Pembicaraan
Isi pikiran
Gejala ansietas
Gejala hipokondriakal
5. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolik sekunder
akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya asupan cairan,
maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut :
Ureum dan elektrolit
Darah lengkap dan hitung jenis
Vitamin B12 dan Folat
Tes fungsi Tiroid
Foto dada
Lain-lain : serum sifilis,Electro Cardio Graphy ( ECG),Electro Encephalo
Graphy ( EEG), CT-scan dst.
6. Prognosis
Prognosis depresi pada usia lanjut tidaklah berbeda dengan
prognosis pada usia yang lebih muda. Umumnya pasien akan sembuh dan tetap
dapat berfungsi dengan baik jika depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik.
Hasil terapi yang kurang baik tampaknya berhubungan dengan episode awal
yang parah dan adanya komorbiditas dengan penyakit kronik.
Universitas Wiraraja Sumenep
7. Penatalaksanaan Depresi Pada usia Lanjut
a) Terapi fisik
1) Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan
jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan
terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai
dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan
sampai ada perbaikan gejala.
2) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh
diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang
efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat
nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory problem.Terapi
ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali),
dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan.
b) Terapi Psikologik
1) Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika
dilakukan bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik
pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavioursama
keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya
dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses
terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih
nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya
diri.
2) Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang
selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak
mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif.
Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode
ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus.
Universitas Wiraraja Sumenep
Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi
kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
3) Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit
depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting.
Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi
dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan
terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk
meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang menghambat
proses penyembuhan pasien.
4) Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif
baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis
okupasional) atau melalui tape recorder.Teknik ini dapat dilakukan
dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini
diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
8. Dukungan Keluarga dalam Kaitannya dengan Depresi
Keluarga memainkan suatu peranan yang signifikan dalam
kehidupan pada hampir semua orang lanjut usia (lansia). Ketika keluarga tidak
menjadi bagian kehidupan seseorang yang telah lansia, umumnya
menyebabkan orang tersebut tidak mempunyai tempat tinggal, atau ada
masalah-masalah yang telah berlangsung lama dan keterasingan. Sebaliknya,
kepercayaan yang umum, ketika orang lansia akan membutuhkan bantuan
keluarga menyediakan sekurang-kurangnya 80% dukungan / bantuan.
Dibandingkan dengan "kenyamanan di hari tua", keluarga saat ini menyediakan
kepedulian yang lebih luas selama periode waktu yang lama (Schmall, Pratt,
1993).
Walaupun anak yang telah dewasa adalah suatu sumber utama yang
memberi bantuan terhadap orangtua yang lansia, beberapa trend demografi dan
sosial mempunyai akibat / impak yang signifikan pada kemampuan anggota
Universitas Wiraraja Sumenep
keluarga dalam menyediakan dukungan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga
bertanggung jawab atas timbulnya depresi pada seseorang namun sudah jelas
bahwa banyak masalah depresi berkisar di seputar kesulitan dalam cara
anggota keluarga saling berkomunikasi dan saling berhubungan.
G. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN
ALAM PERASAAN
1. Pengkajian\
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Genetik
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan diteruskan
melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan alam perasaan pada kembar
monozigote dari dizigote.
2) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan dari perasaan marah
yang dialihkan pada diri sendiri. Diawali dengan proses kehilangan
terjadi ambivalensi terhadap objek yang hilang tidak mampu
mengekspresikan kemarahan marah pada diri sendiri.
3) Teori Kehilangan
Berhubungan dengan faktor perkembangan : misalnya kehilangn
orang tua pada masa anak, perpisahan yang bersifat traumatis dengan
orang yang sangat dicintai. Individu tidak berdaya mengatsi kehilangan.
4) Teori Kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu menyebabkan
seseorang mengalami depresi atau mania.
5) Teori Kognitif
Mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang
dipengaruhi oleh penilaian negative terhadap diri sendiri, lingkungan dan
masa depan.
6) Teori Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa depresi dilmulai dari kehilangan kendali
diri, lalu menjdi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah. Kemidian
Universitas Wiraraja Sumenep
individu timbul dengan keyakinan akan ketidakmampuam
mengendalikan kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan
respon yang adaptif.
7) Model Prilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya pujian
positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
8) Model Biologis
Mengemukakan bahwa depresi terjadi prubahan kimiawi, yaitu
defisiensi katekolamin, tidak berfungsi endokrin dan hipersekresi
kortisol.
b. Faktor Presipitasi
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan meliputi
faktor biologis, psikologis, dan social budaya. Faktor biologis meliputi
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai
penyakit fisik seperti infeksi, neoplasma dan ketidakseimbangan
metabolisme. Faktor psikologis meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk
kehilangan cinta, seseorang dan kehilangan harga diri. Faktor social budaya
meliputi kehilangan peran, perceraian, kehilangan pekerjaan
c. Perilaku dan Mekanisme Koping
Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada keadaan
depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol atau dapat terjadi agitasi.
Mekanisme koping yang digunakan pada reaksi kehilangan yang memanjang
adalah denial dan supresi, hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat.
2. Gangguan alam perasaan: depresi
a. Data subyektif:
1) Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering
mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi,
tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh
diri.
b. Data obyektif:
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat
Universitas Wiraraja Sumenep
dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien
tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis.
Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi
terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai
daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang
mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham Data Obyektifsa,
depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan
sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka
diganggu.
Koping maladaptif
1. Data Subyektif : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia,
tak ada harapan.
2. Data Obyektif : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat
mengontrol impuls.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
2. Tujuan khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1. Perkenalkan diri dengan klien
2. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap
empat
3. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih
banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan
sentuhan, anggukan
4. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan
keinginanny
Universitas Wiraraja Sumenep
5. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan
mudah dimengerti
6. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.
b. Klien dapat menggunakan koping adaptif
Tindakan:
1. Beri Data Obyektifrongan untuk mengungkapkan perasaannya dan
mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi
perasaan sedih/menyakitkan
3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
5. Beri Data Obyektifrongan kepada pasien untuk memilih koping yang
paling tepat dan dapat diterima
6. Beri Data Obyektifrongan kepada pasien untuk mencoba koping
yang telah dipilih
7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan
masalah.
c. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
Tindakan:
1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
2. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien
untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan
terkunci.
3. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
4. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh
peramat/petugas.
d. Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
Universitas Wiraraja Sumenep
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
e. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-
orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu,
aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka
agama).
6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
1. Diskusikan tentang obat (nama, Data Obyektifsis, frekuensi, efek
dan efek samping minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien,
obat, Data Obyektifsis, cara, waktu).
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Universitas Wiraraja Sumenep
DAFTAR PUSTAKA
Maramis, W. F. 1900. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Dalami, E. dkk. 2009. Askep Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Kaplan, H. I. dkk. 1997. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hawari, D. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Universitas Wiraraja Sumenep