laporan diskusi pemicu 2

43
LAPORAN DISKUSI PEMICU 2 MODUL P2K2 Disusun Oleh: Kelompok Diskusi 3 Gapar I11111001 Nur’Azmi Ayuningtyas I11111009 Prisa Dwicahmi I11111010 Scholastyka Febrylla I11111012 Ismi Wulandari AS I11111013 Michael Raja Pradana Sitorus I11111016 Yuniar Harris Prayitno I11111039 Riska Dwi Kusuma I11111043 Muhammad Rheza I11111056 Fitrianto Dwi Utomo I11111064 Sri Purwanti I11111065 Jenny Ismyati I11111066 M. Jahari Supianto I11111075 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Upload: prisa-dwicahmi

Post on 11-Aug-2015

236 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

LAPORAN DISKUSI

PEMICU 2

MODUL P2K2

Disusun Oleh:

Kelompok Diskusi 3

Gapar I11111001

Nur’Azmi Ayuningtyas I11111009

Prisa Dwicahmi I11111010

Scholastyka Febrylla I11111012

Ismi Wulandari AS I11111013

Michael Raja Pradana Sitorus I11111016

Yuniar Harris Prayitno I11111039

Riska Dwi Kusuma I11111043

Muhammad Rheza I11111056

Fitrianto Dwi Utomo I11111064

Sri Purwanti I11111065

Jenny Ismyati I11111066

M. Jahari Supianto I11111075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2012

Page 2: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan

berkat, rahmat, dan hidayah-Nya lah, laporan diskusi modul P2K2 ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya.

Pembuatan laporan ini berguna untuk memenuhi tugas terstruktur modul

Modul P2K2 dalam semester Genap pada program studi Pendidikan Kedokteran

Universitas Tanjungpura.

Pada proses penulisan laporan ini sampai dengan selesainya, penulis

banyak mendapatkan bantuan berupa dorongan dari semua pihak, maka pada

kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Nawangsari, selaku koordinator penanggung jawab modul.

2. dr. Rini Andriani, Sp. A, selaku narasumber dalam modul ini.

3. dr. Delima Fajar Liana selaku fasilitator.

4. Orang tua penulis yang selalu memberi semangat dan doa.

5. Teman-teman penulis yang telah memberi banyak saran dan dorongan

bagi penulis.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Besar harapan kami agar laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para

pembacanya. Namun demikian, seperti kata pepatah “ tak ada gading yang tak

retak ”, kami menyadari bahwa masih ada beberapa kekurangan dalam makalah

ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua. Amin.

Pontianak, 18 Juli 2012

Penulis

ii

Page 3: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

DAFTAR ISI

Cover.................................................................................................................. i

Kata Pengantar................................................................................................... ii

Daftar Isi............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1. Pemicu............................................................................................. 1

1.2. Kata Kunci...................................................................................... 1

1.3. Rumusan Masalah........................................................................... 1

1.4. Analisis Masalah............................................................................. 1

1.5. Hipotesis......................................................................................... 2

1.6. Pertanyaan Diskusi.......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3

2.1. Tanda Vital Normal pada Anak...................................................... 3

2.2. Kadar Cairan Tubuh Normal.......................................................... 3

2.3. Komposisi Cairan Pengganti........................................................... 4

2.4. Dehidrasi......................................................................................... 11

2.5. Penanganan Diare........................................................................... 11

2.6. Syok................................................................................................ 12

2.7. Transfer O2 dalam Darah................................................................. 24

2.8. GCS pada anak................................................................................ 24

BAB III KESIMPULAN.................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 27

iii

Page 4: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pemicu

Pak Mamat tinggal di pemukiman padat di pinggiran kali Ciliwung.

Selama musim penghujan ini, rumah Pak Mamat terendam banjir akibat

tersumbatnya aliran kali oleh sampah. Dalam 4 hari menderita muntah-

muntah dan diare. Pagi ini si anak dijumpai dalam keadaan tak sadar,

bibirnya kering dan pucat, serta kulitnya dingin. Anak tersebut tampak

masih bernafas lemah dan cepat. Pak Mamat meminta pertolongan anda

untuk membawa anaknya ke rumah sakit.

1.2. Kata Kunci

a. Anak usia 4 tahun tidak sadar.

b. Denyut nadi radialis lemah (150 kali/menit).

c. Kulit dingin, basah, bibir kering dan pucat.

d. Muntah-muntah dan diare selama 4 hari.

e. Bernafas lemah dan cepat.

1.3. Rumusan Masalah

Pertolongan pertama pada balita dengan keluhan dehidrasi berat yang

berujung pada penurunan kesadaran akibat dari muntah dan diare.

1

Page 5: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

1.4. Analisis Masalah

1.5. Hipotesis

Anak usia 4 tahun mengalami syok hipovolemik karena dehidrasi berat

akibat diare akut.

1.6. Pertanyaan Diskusi

a. Berapa ukuran tanda vital normal pada anak?

b. Berapa kadar cairan tubuh yang normal di dalam tubuh?

c. Apa pertolongan pertama pada balita dengan dehidrasi berat?

d. Bagaimana penanganan diare berdasarkan tingkatannya?

e. Apa yang dimaksud dengan syok?

f. Apa saja jenis dan mekanisme syok?

g. Apa saja tanda dan gejala syok?

h. Bagaimana transfer O2 di dalam tubuh?

i. Bagaimana efek oksigenasi jaringan pada orang yang mengalami syok?

j. Bagaimana GCS pada anak?

2

Page 6: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tanda Vital Normal pada Anak

KELOMPOK USIA

RESPIRATORY RATE

HEART RATE

TEKANAN DARAH SISTOLIK

BERAT BADAN (KG)

Newborn 30-50 120-60 50-70 2-3Infant (1-12 bulan)

20-30 80-140 70-100 4-10

Toddler (1-3 tahun)

20-30 80-130 80-110 10-14

Pre-schooler (3-5 tahun)

20-30 80-120 80-110 14-18

Schoolage (6-12 tahun)

20-30 70-110 80-120 20-42

Adolescent ( 13+ tahun)

12-20 55-105 110-120 >50

*)

1. Heart rate, tekanan darah sistolik, dan respiratory rate cenderung

meningkat selama demam atau stress.

2. Respiratory rate pada kelompok infants harus dihitung pada hitungan

penuh 60 detik.

2.2. Kadar Cairan Tubuh Normal

Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada bayi prematur

jumlahnya sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari

berat badan, sebelum pubertas sebesarr 65-70% dari berat badan, orang

dewasa sebesar 50-60% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel lemak

lebih rendah daripada kandungan air di dalam sel otot, sehingga cairan tubuh

total pada orang yang gemuk (obes) lenih rendah dari mereka yang tidak

gemuk (Sudoyo Aru W, dkk.2009).

Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan

ekstrasel dan cairan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan

3

Page 7: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

tubuh total atau sebesar 36% dari berat badan pada orang dewasa. Volume

cairan ekstrasel sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24% dari

berat badan pada orang dewasa. Cairan ekstrasel dibagi dalam dua

subkompartemen yaitu cairan interstisium dan intravascular(plasma). Cairan

interstisium sebesar 30% dari cairan tubuh dan 18% dari berat badabn pada

orang dewasa dan cairan intravascular (plasma) sebesar 10% dari cairan

tubuh total atau 6% dari berat badan pada orang dewasa.Cairan ekstrasel dan

cairan intasel dibatasi oleh membrane sel(lipid-soluble), merupakan

membrane semipermeabel yang bebas dilewati oleh air akan tetapi tidak bisa

dilewatioleh solute yang ad dikedua kompartemen tersebut kecuali urea.

Cairan interstisium dan cairan intravascular dibatasi oleh membrane

permeable yang bebasdilewati oleh air dan solute kecuali albumin. Albumin

hanya terdapat di intravascular (Sudoyo Aru W, dkk.2009).

Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solut berupa kation

dan anion(eletrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan

fungsi sel. Ada dua kation yang penting, yaitu natrium dan kalium. Keduanya

mempengaruhi tekanan osmotic cairan ekstrasel dan intrasel dan langsung

berhubungan dengan fungsi sel. Kation dalam cairan ekstrasel adalah natrium

(kation utama), kalium kalsium dan magnesium. Untuk menjaga netralitas

(elektronetral) di dalam cairan ekstrasel terdapat anion-anion seperti klorida,

bikarbonat dan albumin. Kation utama cairan intrasel adalah kalium dan

anion utama adalah fosfat (Sudoyo Aru W, dkk.2009).

2.3. Diare

2.2.1. Definisi Diare

Diare adalah Frekuensi dan kosistensi feses yang abnormal

(Dorland,2010).

2.2.2. Etiologi Diare

a. Infeksi

Diare merupakan gejala infeksi yang disebabkan oleh

berbagai organisme bakteri, virus dan parasit, yang sebagian

4

Page 8: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

besar ditularkan melalui air yang terkontaminasi feses. Infeksi

sering terjadi pada keadaan kekurangan air bersih untuk

minum, memasak dan mencuci. Rotavirus dan Escherichia coli

adalah dua penyebab paling umum dari diare di negara

berkembang.

b. Gizi Buruk

Anak-anak yang meninggal karena diare pada umumnya

mengalami kekurangan gizi, yang membuat mereka lebih

rentan terhadap diare. Pada setiap tahapan diare nantinya akan

menyebabkan kekurangan gizi yang lebih buruk. Diare

merupakan penyebab utama kekurangan gizi pada anak di

bawah lima tahun.

c. Sumber

Air yang terkontaminasi feses manusia, misalnya dari

limbah, tangki septik dan jamban, menjadi perhatian khusus.

Kotoran hewan juga mengandung mikroorganisme yang dapat

menyebabkan diare.

d. Penyebab lain

Penyakit diare juga dapat menyebar dari individu ke

individu lainnya, terutama pada sanitasi yang buruk. Makanan

merupakan penyebab utama diare bila diolah atau disimpan

dalam kondisi tidak higienis. Air dapat mengkontaminasi

makanan selama irigasi. Ikan dan makanan laut dari air yang

tercemar juga dapat menyebabkan penyakit.

2.2.3. Klasifikasi Diare

2.2.4. Tatalaksana Diare

a. Diare tanpa dehidrasi:

1) Berikan cairan yang adekuat dan lanjutkan pemberian diet

sesuai usia (jangan batasi nutrisi).

2) Tingkatkan asupan cairan untuk mengompensasi

kehilangan cairan: dapat menggunakan cairan rehidrasi

5

Page 9: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

oral. Cairan tambahan 10 ml/kg untuk tiap episode muntah

atau diare atau berikan 60-120 ml jika <10 kg , 120-240 ml

jika >10 kg.

b. Diare dengan dehidrasi ringan hingga sedang seta toleransi

cairan:

1) Cairan rehidrasi oral 50-100 ml/kg selama 2-4 jam untuk

mengganti perkiraan defisit cairan, serta cairan rehidrasi

oral tambahan untuk mengganti kehilangan cairan yang

sedang terjadi.

2) Berikan cairan rehidrasi oral dalam jumlah sedikit dan

frekuensinya sering (misalnya, 5 ml aliquot tiap 1-2 menit

dapat memberikan 150-300 ml/jam).

3) Seiring membaiknya dehidrasi dan ketidak seimbangan

elektrolit, dapat diberikan volume yang lebih besar dalam

interval yang lebih panjang.

4) Dapat diberikan makanan padat karena pemberian makan

sedini mungkin meningkatkan hasil akhir.

5) Bayi: lanjutikan menyusui, tambahkan dengan cairan

rehidrasi oral.

6) Jika muntah, pikirkan untuk memasang NGT: pemberian

cairan secara kontinu secara perlahan.

7) Observasi sampai tanda dehidrasi menghilang: nilai

kembali kesadaran secara teratur.

c. Diare dengan dehidrasi berat

1) Terapi intravena pada dehidrasi berat (syok/prasyok).

2) NS 20 ml/kg bolus IV; bila perlu, ulangi bolus.

3) Kemudian berikan cairan rehidrasi oral 100 ml/kg sama 4

jam atau D5W o,45 NSIV pada 2 kali rumatan.

4) Rehidrasi awal dapat dilanjutkan degan menyusui dan

pemberian makan sesuai usia.

5) Ganti kehilangan cairan.

6

Page 10: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

2.4. Dehidrasi

2.4.1. Definisi Dehidrasi

Dehidrasi adalah suatu keadaan yang terjadi akibat kahilangan

cairan tubuh secara berlebihan (Dorland, 2010).

2.4.2. Klasifikasi Dehidrasi

Secara umum, klasifikasi dehidrasi adalah sebagai berikut:

a. Dehidrasi ringan (defisit < 5% dari Berat Badan)

Keadaan umum sadar baik, rasa haus +, sirkulasi darah nadi

normal, pernapasan biasa, mata agak cekung,, turgor biasa,

kencing biasa dan suara serak (Sudoyo Aru W, dkk.2009).

b. Dehidrasi sedang (defisit 5-10% dari Berat Badan)

Keadaan umum gelisah, rasa haus ++, sirkulasi nadi cepat

(120-140), pernapasan agak cepat, mata cekung, turgor agak

berkurang dan kencing sedikit (Sudoyo Aru W, dkk.2009).

c. Dehidrasi Berat (deficit > 10% dari Berat Badan)

Keadaan umum apatis/koma, rasa haus +++, nadi > 140,

pernapasan cepat dan dalam, mata cekung sekali, turgor kurang

sekali, kencing tidak ada dan kesadaran menurun (Sudoyo Aru

W, dkk.2009).

Klasifikasi dehidrasi pada anak yang mengalami diare:

Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan

Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari

tanda di bawah ini:

1. Letargi/tidak sadar

2. Mata cekung

3. Tidak bisa minum

atau malas minum

4. Cubitan kulit perut

kembali sangat

Beri cairan untuk diare

dengan dehidrasi berat.

7

Page 11: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

lambat(>2 detik)

Dehidrasi ringan atau

sedang

Terdapat dua atau lebih

tanda di bawah ini:

1. Rewel, gelisah

2. Mata cekung

3. Minum dengan

lahap, haus

4. Cubitan kulit

kembali lambat.

1. Beri anak cairan

dan makanan untuk

dehidrasi ringan

2. Setelah rehidrasi,

nasihati ibu untuk

penanganan di

rumah dan kapan

kembali segera.

3. Kunjungan ulang

dalam waktu 5 hari

jika tidak

membaik.

Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda

untuk diklasifikasikan

sebagai dehidrasi ringan

atau berat

1. Beri cairan dan

makanan untuk

menangani diare di

rumah

2. Nasihati ibu kapan

kembali segera

3. Kunjungan ulang

dalam waktu 5 hari

jika tidak

membaik.

2.5. Pertolongan pertama pada balita dengan dehidrasi berat

Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat

yang diikuti dengan terapi rehidasi oral. Mulai berikan cairan intravena

segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum.

Larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula larutan

Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika

larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat

8

Page 12: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan

digunakan (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai tabel berikut ini:

Pertama, berikan 30

ml/kg dalam:

Selanjutnya, berikan

70 ml/kg dalam:

Umur < 12 bulan 1 jam* 5 jam

Umur ≤ 12 bulan 30 menit* 21/2 jam

*ulangi kembali jika denyut nadi radial masih lemah atau tidak teraba

2.6. Syok

2.6.1. Definisi Syok

Syok adalah gangguan fisik atau mental yang mendadak.

Keadaan gangguan metabolic dan hemodinamik yang sangat berat

dan ditandai dengan kegagalan system srkulasi untuk

mempertahankan perfusi organ vital yang adekuat. Keadaan ini

dapat disebabkan oleh bolume darahyang tidak adekuat(syok

hipovolemik) fungsi jantung tidak adekuat (syok kardiogenik) atau

tonus vasomotor tidak adekuat (syok neurogenik dan syok septic).

Disebut juga circulatory collapse. (Dorland, 2010)

Syok adalah hipoperfusi sistemik yang disebabkan oleh

penurunan, baik curah jantung maupun volume darah yang beredar

secar efektif. Kemudian akan muncul hipotensi, diikuti dengan

gangguan perfusi jaringan serta hipoksia sel (Kumar, Robbins,

Cotran, 2011).

Syok bukanlah suatu diagnosa. Syok merupakan suatu sindrom

klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan

berbagai manifestasi hemodinamik, tetapi, petunjuk yang umum

adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Keadaan hipoperfusi ini

memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-

sisa metabolit pada tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan

menggeser metabolisme dari jalur oksidatif ke jalur anaerob, yang

9

Page 13: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

mengakibatkan pembuangan asam laktat. Kekacauan metabolisme

yang progresif menyebabkan syok menjadi berlarut-larut, yang

pada puncaknya akan menyebabkan kemunduran sel dan kerusakan

multisistem. Syok bersifat progresif dan terus memburuk (Guyton,

Hall; 2007).

2.6.2. Klasifikasi Syok

Syok dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori umum:

kardiogenik, hipovolemik, septic dan anafilaktik. Mekanisme yang

mendasari syok kardiogenik dan hipovolemik hampir jelas pada

dasarnya keduanya melibatkan curah jantung yang rendah (Kumar,

dkk; 2011).

a. Syok Kardiogenik disebabkan oleh kegagalan pompa miokard.

Syok ini dapat disebabkan oleh kerusakan miokard instrinsik

(infark), aritmia ventrikel, kompresi ekstrinsik (tamponade)

jantung atau obstruksi pada aliran keluar darah ( emboli paru )

b. Syok Hipovolemik disebabkann oleh kehilangan volume darah

atau plasma. Hal tersebut dapat disebbkan oleh pendarahan,

kehilangan caran akibat luka bakar atau trauma.

c. Syok Septic disebabkan oleh infeksi mikroba sistemik. Syok ini

paling sering terjadi dalam kasus infeksi gram negative, tetapi

terdapat pula terjadi pada gram positiff dan jamur.

d. Syok Anafilaktik diawali oleh suatu respon ipersensitivitas

umum yang diperantarai immunoglobulin E yang disertai

vasodilatasi sistemik dan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah. Dalam contoh ini, vasodilatasi meluas menyebabakan

kapasitas pembuluh darah meningkat mendadak yang tidak

dapat diisi secara memadai oleh volume darah yang biasanya

beredar. Oleh karena itu, terjadi hipoperfusi jaringan dan

anoksia sel.

10

Page 14: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

2.6.3. Tanda dan Gejala Syok

Tanda Syok:

a. Nadi Cepat dan Lemah.

Akibat adanya kekurangan pasokan darah dari jantung, maka

respon pertama yang diberikan oleh sistem sirkulasi adalah

meningkatkan kecepatan pemompaan oleh jantung. Tujuannya

untuk mempertahankan perfusi jaringan sehingga otomatis

frekuensi nadi akan bertambah cepat dan dalam keadaan syok

nadi bisa berdenyut lebih dari 100 kali/menit. Penurunan

jumlah darah yang sangat banyak ini juga akan mengakibatkan

penurunan tekanan darah sehingga nadi korban menjadi lemah

dan halus.

b. Nadi Cepat dan Dangkal.

Ketika syok terjadi maka organ tubuh akan segera merespon

dengan mengirimkan sinyal ke otak bahwa oksigen yang

diperoleh oleh organ tubuh tersebut berkurang. Dan otak

dengan segera merespon dan memerintahkan paru-paru untuk

bekerja semakin cepat dalam memproduksi oksigen. Nah,

semakin parahnya syok maka nafas korban akan semakin cepat,

sulit, dangkal dan terkadang tidak teratur. Seperti halnya

jantung (tanda no.1), ketika terjadi syok, maka kerja paru-paru

akan semakin meningkat.

c. Kulit Pucat, Dingin dan Lembab.

Tubuh kita memiliki sistem pertahanan sendiri, dalam

keadaan darurat peredaran darah akan diarahkan menuju alat

tubuh yang paling penting seperti jantung, otak dan lainnya.

Hal ini akan menimbulkan dampak pada suhu dan warna kulit

yaitu akan menjadi dingin dan pucat juga bisa membuat kulit

lembab.

d. Wajah.

11

Page 15: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

Seperti halnya kulit, wajah juga akan menjadi pucat sebagai

tanda kekurangan darah dan oksigen. Terjadi sianosis pada

bibir, lidah dan cuping telinga.

e. Mata.

Ketika syok, akan terjadi pelebaran pada manik mata dan

pandangannya hampa.

f. Perubahan Keadaan Mental.

Kurangnya pasokan oksigen ke otak sangat berpengaruh

besar dengan fungsi dan kerja otak. Bila pasokan oksigen ini

berkurang walau hanya sedikit, maka akan terjadi perubahan

mental seperti gelisah, ingin berkelahi dan adakalanya ini

merupakan gejala yang pertama kali terlihat.

Gejala Syok:

Jika tanda-tanda syok di atas terjadi pada seseorang, maka

selanjutnya gejala yang timbul pada diri korban adalah:

a. Mual, bisa juga disertai dengan muntah,

b. Haus,

c. Lemah,

d. Pusing (Vertigo), 

e. Tidak Nyaman dan takut, terkadang pada beberapa korban

pengamatan inilah yang mungkin pertama kali ditemukan.

2.6.4. Mekanisme Syok

Syok merupakan suatu gngguan progresif yang jika tidak

diperbaiki akan menyebabkan kematian kecuali jika kerusakan

massif dan segera meniimbulkan kematian ( misalnya pendarahan

massif akibat robekan aneurisma aorta ), syok cenderung

berkembang memalui 3 tahapan umum. Taapan ini paling jelas

dikenali dalam syok hipovolemik, tetapi lazim pula untuk bentuk

syok lainnya (Kumar, dkk; 2011).

12

Page 16: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

a. Tahapan awal nonprogresif yaitu selama tahapan ini

mekanisme kompensasi reflex akan diaktifkan dan perfusi

organ vital dipertahankan. Pada tahap ini beragam

neurohumoral membantu mempertahankan curah jantung dan

tekanan darah. Mekanisme ini meliputi reflek baroresptor,

pelepasan katekolamin aktivasi poros reni angiotensin,

pelepasan hormon anti diuretic dan perangsangan simpatis

umum (Kumar, dkk; 2011).

b. Tahap progresif

Tahap progresif ditandai dengan hipoperfusi jaringan dan

awal manifestasi dan memburuknya ketidakseimbangan

sirkulasi dan metabolik (Kumar, dkk; 2011).

c. Tahap ireversibel

Kegagalan mekanisme tubuh menyebabkan syok terus

berlanjut sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi

organ-organ lain (disfungsi multi organ), cadangan fosfat

energi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hati,

sedang sintesa ATP baru hanya 2%/jam, sehingga tubuh akan

kehabisan energi. Pada keadaan ini kematian akan terjadi

meskipun sistem sirkulasi dapat diperbaiki. Diagnosis renjatan

ireversibel adalah retrospektif, artinya diagnosis dibuat sesudah

penderita meninggal akibat kerusakan yang ekstensif dari

organ-organ tubuh yang menyebabkan kerusakan multi organ

dan kematian. Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak

terukur, nadi tidak teraba, koma dalam, anuria, dan tanda-tanda

kegagalan organ-organ lain (A. Latief Azis; 2005).

2.6.5. Syok Hipovolemik

Hipovolemia adalah berkurangnya volume darah. Perdarahan

adalah penyebab paling sering hipovolemik. Perdarahan akan

menurunkan tekanan pengisian sirkulasi, dan, sebagai akibatnya,

13

Page 17: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

menurunkan aliran balik vena. Sebagai hasilnya, curah jantung

menurun di bawah normal dan dapat timbul syok (Guyton, Hall;

2007).

Syok hipovolemik terjadi sebagai akibat berkurangnya volume

darah intravaskular. Jenis syok ini merupakan yang paling banyak

dijumpai dan merupakan penyebab kematian utama anak. Di

negara berkembang penyebab utama hipovolemia adalah diare akut

dan demam berdarah dengue, sedang di negara maju penyebab

utama hipovolemia adalah perdarahan akibat trauma (A. Latief

Azis; 2005).

Kehilangan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload

ventrikel sehingga terjadi penurunan isi sekuncup dan curah

jantung sehingga terjadi penurunan hantaran oksigen ke jaringan

tubuh. Pada renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan

cardiac output juga terjadi pengurangan hemoglobin, sehingga

transport oksigen ke jaringan semakin berkurang (A. Latief Azis;

2005).

Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar,

tonus pembuluh darah, dan sistem pompa jantung. Gangguan dari

salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya renjatan.

Bila terjadi hipovolemi maka mekanisme kompensasi yang terjadi

adalah melalui (A. Latief Azis; 2005):

a. Baroreseptor

Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tegangan

dalam pembuluh darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah,

maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun,

sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga

berkurang, sehingga akan terjadi:

1) Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibitory center.

2) Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor.

14

Page 18: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi

vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor ini terdapat di sinus

karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan

dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan

baroreseptor perifer yang paling berperan dalam pengaturan

tekanan darah.

b. Kemoreseptor

Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila

tekanan darah menurun sampai 60 mmHg. Bila tekanan darah

menurun di bawah 60 mmHg maka yang bekerja adalah

kemoreseptor, yang terangsang apabila terjadi hipoksia dan

asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah

vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.

c. Cerebral Ischemic Receptor

Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40 mmHg maka

akan terjadi sympathetic discharge massif. Respon dari respon

di otak ini lebih kuat dari respon reseptor primer.

d. Respon Humoral

Bila terjadi hipovolemia/hipotensi maka tubuh akan

mengeluarkan hormon-hormon stres seperti epinefrin,glukagon,

dan kortisol yang merupakan hormon yang mempunyai efek

kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran hormon ini

adalah tejadi takikardia, vasokonstriksi, dan hiperglikemia.

Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah

perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi

ADH oleh hipofisis posterior juga meningkat sehingga

pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.

e. Retensi air dan garam oleh ginjal

Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi

pengeluaran renin oleh aparatus yukstaglomerulus yang

merubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I

15

Page 19: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

ini oleh angiotensin convertizing enzyme diubah menjadi

angiotensin II yang mempunyai sifat:

1) Vasokonstriktor kuat

2) Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga

meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus ginjal

3) Meningkatkan sekresi vasopresin

f. Autotransfusi

Autotransfusi adalah suatu mekanisme di dalam tubuh untuk

mempertahankan agar volume dan tekanan darah tetap stabil.

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah

cairan intravaskular yang keluar ke ekstravaskular atau

sebaliknya. Hal ini tergantung pada keseimbangan antara

tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik intravaskular dan

ekstravaskular serta pada keadaan dinding pembuluh darah.

Pada keadaan hipovolemi maka tekanan hidrostatik

intravaskular akan menurun maka akan terjadi aliran cairan dari

ekstravaskular ke intravaskular sehingga tekanan darah dapat

dipertahankan. Bila proses hilangnya cairan tubuh cepat maka

proses ini tidak akan mempu menaikkan tekanan darah.

Akibat dari semua ini maka akan terjadi:

1) Vasokonstriksi yang luas

Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembuluh

darah skeletal, sphlanchnic dan kulit, sedang pada

pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi

vasokonstriksi, bahkan aliran darah pada kelenjar adrenal

meningkat sampai 300% sebagai usaha kompensasi tubuh

untuk meningkatkan respon katekolamin pada renjatan.

Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer

menjadi dingin dan kulit menjadi pucat.

2) Sebagai akibat vasokonstriksi maka tekanan diastolik akan

meningkat pada fase awal, sehingga tekanan nadi

16

Page 20: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

menyempit, tapi bila proses berlanjut keadaan ini tidak

dapat dipertahankan dan tekanan darah akan semakin

menurun sampai tidak terukur.

3) Takikardia

4) Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolisme

anaerobik dan terjadi asidosis metabolik.

5) Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat

sehingga kesempatan pertukaran O2 dan CO2 ke dalam

pembuluh darah lebih lama dan akibatnya terjadi perbedaan

yang lebih besar antara tekanan O2 dan CO2 arteri dan vena.

2.6.6. Efek Oksigenasi Jaringan pada Pasien Syok

Apabila pemberian bantuan pernapasan oksigen pada pasien

syok tidak adekuat, baik dari segi tekanan maupun kuantitas

oksigen, pasien syok akan sangat berpotensial untuk mengalami

keracunan oksigen.

a. Keracunan Oksigen Akut

Ketika menghirup oksigen yang bertekanan sangat tingg,

dapat timbul PO2 jaringan yang sangat tinggi pula. Hal ini dapat

merusak berbagai jaringan tubuh. Misalnya, ketika menghirup

oksigen pada tekanan 4 atmosfer (PO2 = 3040 mmHg), sebagian

besar orang akan mengalami kejang otak yang diikuti koma

setelah 30 hingga 60 menit. Kejang-kejang sering timbul tanpa

didahului tanda-tanda peringatan, sehingga dapat

mengakibatkan kematian.

Gejala-gejala lain keracunan oksigen akut adalah rasa mual,

kedutan pada otot-otot, pusing, gangguan penglihatan, mudah

tersinggung, dan disorientasi.

b. Keracunan Oksigen Kronik.

Seseorang dapat terpajan pada tekanan oksigen 1 atmosfer

dengan hampir tidak mengalami keracunan oksigen akut pada

17

Page 21: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

sistem saraf. Namun, hanya setelah terpajan tekanan oksigen 1

atmosfer selama 12 jam, baru kemudian terjadi pembengkakan

di saluran paru, edema paru, dan atelektasis akibat kerusakan

pada lapisan bronki dan alveoli. Alasan mengapa efek ini

terjadi dalam paru dan bukan di jaringan lain adalah bahwa

ruang udara paru secara langsung terpajan oleh tekanan oksigen

yang tinggi, sementara penghantaran oksigen ke jaringan lain

tetap dalam PO2 yang hampir normal karena adanya sistem

dapar oksigen-hemoglobin.

2.7. Mekanisme Transfer O2 dalam Darah

Bila oksigen telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru, oksigen

diangkut ke kapiler jaringan perifer hampir seluruhnya dalam bentuk

gabungan dengan hemoglobin. Adanya hemoglobin di dalam sel darah merah

memungkinkan darah untuk mengangkut 30 sampai 100 kali jumlah oksigen

yang dapat diangkut dalam bentuk oksigen terlarut di dalam cairan darah

(plasma) (Guyton, Hall; 2007).

Dalam sel jaringan tubuh, oksigen bereaksi dengan berbagai bahan

makanan untuk membentuk sejumlah besar karbon dioksida. Karbon dioksida

ini masuk ke dalam kapiler jaringan dan diangkut kembali ke paru. Karbon

dioksida, seperti oksigen, juga bergabung dengan bahan-bahan kimia dalam

darah yang meningkatkan pengangkutan karbon dioksida 15 hingga 20 kali

lipat (Guyton, Hall; 2007).

Telah ditekankan bahwa gas dapat bergerak dari satu tempat ke tempat

lain dengan cara difusi, dan pergerakan ini selalu disebabkan oleh perbedaan

tekanan parsial dari tempat pertama ke tempat berikutnya. Dengan demikian,

oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru karena tekanan

parsial oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar daripada PO2 dalam darah

kapiler paru. Dalam jaringan tubuh lainnya, PO2, yang lebih tinggi dalam

darah kapiler daripada dalam jaringan menyebabkan oksigen berdifusi ke

dalam sel-sel di sekitarnya (Guyton, Hall; 2007).

18

Page 22: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

Sebaliknya, bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk

karbon dioksida, tekanan karbon dioksida (PcO2) intrasel meningkat ke nilai

yang tinggi, sehingga menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam

kapiler jaringan. Setelah darah mengalir ke paru, karbon dioksida berdifusi

keluar dari darah masuk ke dalam alveoli karena PcO2 dalam darah kapiler

paru lebih besar daripada dalam alveoli. Sehingga, pengangkutan oksigen dan

karbon dioksida, oleh darah bergantung pada difusi keduanya dan aliran

darah (Guyton, Hall; 2007).

2.7.1. Difusi Oksigen dari Alveoli ke Darah Kapiler Paru

Bagian atas dari Gambar 40-1 melukiskan alveolus paru yang

berbatasan dengan kapiler paru, yang memperlihatkan difusi

molekul-molekul olisegen atara udara alveolus dan darah paru. PO2

dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata 104 mmHg, sedangkan

PO2 darah vena yang masuk kapiler paru pada ujung arterinya, rata-

rata hanya 40 mmHg karena sejumlah besar oksigen dikeluarkan

dari darah ini setelah melalui jaringan perifer. Oleh karena itu,

perbedaan tekanan awal yang menyebabkan okisgen berdifusi ke

dalam kapiler paru adalah 104 – 40, atau 64 mmHg. Pada bagian

bawah gambar, terdapat kurva yang memperlihatkan peningkatan

PO2 yang cepat dalam darah sewaktu darah melewati kapiler; PO2

19

Page 23: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

darah meningkat hampir sebanding dengan peningkatan yang

terjadi pada udara alveolus sewaktu darah telah melewati sepertiga

pajang kapiler, yang menjadi hampir 104 mmHg.

2.7.2. Transpor Oksigen dalam Darah Arteri

Kira-kira 98 persen darah dari paru yang memasuki atrium kiri,

mengalir melalui kapiler alveoulus dan menjadi teroksigenasi

sampai PO2 kira-kira 104 mmHg. Sekitar dua persennya lagi

melewati aorta melalui sirkulasi bronkial, yang terutama menyuplai

jaringan dalam pada paru dan tidak terpapar dengan udara paru.

Aliran darah ini disebut “aliran pintas”, yang berarti darah yang

memintas daerah pertukaran gas. Pada waktu meninggalkan paru,

PO2 darah pintas hampir sama dengan darah vena sistemik normal,

kira-kira 40 mmHg. Ketika darah ini bercampur dalam darah vena

paru dengan darah yang teroksigenasi dari kapiler alveolus;

campuran darah ini disebut campuran darah vena, dan menyebakan

PO2 darah yang masuk ke jantung kiri dan dipompa ke dalam aorta,

menjadi turun sampai sekitar 95 mmHg.

2.7.3. Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke dalam Cairan

Interstisial

Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, PO2 dalam kapiler

masih 95 mmHg. Namun, seperti terlihat pada Gambar 40-3, PO2

dalam cairan intersitisial yang mengelilingi sel jaringan rata-rata

hanya 40 mmHg. Dengan demikian, terdapat perbedaan tekanan

awal yang sangat besar yang menyebabkan oksigen berdifusi

secara cepat dari darah kapiler ke dalam jaringan – begitu cepatnya

20

Page 24: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

sehingga PO2 kapiler turun hampir sama dengan tekanan dalam

interstisium, yaitu 40 mmHg. Oleh karena itu, PO2 darah yang

meninggalkan kapiler jaringan dan memasuki vena sistemik juga

kira-kira 40 mmHg.

2.7.4. Difusi Oksigen dari Kapiker Perifer ke Sel Jaringan

Oksigen selalu dipakai oleh sel. Oleh karena itu, PO2 intrasel

dalam jaringan perifer tetap lebih rendah daripada PO2 dalam

kapiler perifer. Juga, pada beberapa keadaan, ada jarak fisik yang

sangat besar antara kapiler dan sel. Oleh karena itu, PO2 intrasel

normal berkisar dari 5 mmHg sampai 40 mmHg., dengan rata-rata

(dengan pengukuran langsung pada hewan tingkat rendah) 23

mmHg. Karena pada keadaan normal hanya dibutuhkan tekanan

oksigen sebesar 1 sampai 3 mmHg untuk mendukung sepenuhnya

proses kimiawi dalam sel yang menggunakan oksigen, maka kita

dapat melihat bahwa PO2 intra sel yang rendah, yaitu 23 mmHg,

lebih dari cukup dan merupakan suatu faktor pengaman yang besar.

2.7.5. Transpor Oksigen dalam Bentuk Terlarut

Pada keadaan PO2 arteri normal, yaitu 95 mmHg, sekitar 0,29

mililiter oksigen dilarutkan dalam setiap 100 mililiter cairan darah,

dan bila PO2 darah turun menjadi 40 mmHg dalam kapiler jaringan,

hanya 0,12 mililiter oksigen yang tetap terlarut. Dengan kata lain,

0,17 mililiter oksigen secara normal diangkut dalam keadaan

terlarut ke jaringan leh setiap 100 mililiter darah. Jumlah ini

sebanding dengan kira-kira 5 mililiter oksigen yang diangkut oleh

hemoglobin sel darah merah. Oleh karena itu, oksigen yang

diangkut ke jaringan dalam bentuk terlarut normalnya berjumlah

sedikit, hanya kira-kira 3 persen dari jumlah total, bila

dibandingkan dengan 97 persen yang diangkut oleh hemoglobin.

Selama kerja berat, bila pelepasan oksigen oleh hemoglobin ke

jaringan meningkat tiga kali lipat, maka jumlah relatif yang

diangkut dalam bentuk terlarut turun menjadi 1,5 persen. Bila

21

Page 25: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

seseorang menghirup oksigen pada PO2 alveolus sangat tinggi,

jumlah yang diangkut dalam bentuk terlarut dapat menjadi

berlebihan, sehingga terkadang terjadi kelebihan yang serius dalam

jaringan, dan mengakibatkan “keracunan oksigen”. Ini seringkali

menyebabkan konvulsi otak dan bahkan kematian (Guyton, Hall;

2007).

2.8. GCS pada anak

Skala Koma Glasgow Modifikasi untuk Bayi (Lalani dan Schneeweiss, 2011)

Aktivitas Respon Terbaik Nilai

Membuka mata Spontan

Terhadap pembicaraan orang

Terhadap nyeri

Tidak membuka mata

4

3

2

1

Verbal Berceloteh

Rewel, menangis

Menangis jika nyeri

Melenguh jika nyeri

Tidak bersuara

5

4

3

2

1

Motorik Pergerakan spontan normal

Menarik diri jika disentuh

Menarik diri jika nyeri

Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal

Tidak ada

6

5

4

3

2

1

BAB III

22

Page 26: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

KESIMPULAN

Pertolongan pertama kepada balita dengan syok berat akibat dehidrasi

berat adalah dengan resuitasi cairan, mengoreksi gangguan elektrolit, dan

penanganan etiologinya.

DAFTAR PUSTAKA

23

Page 27: LAPORAN DISKUSI pemicu 2

Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik. 2008. Pedoman Pelayanan Kesehatan

Anak di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Guyton, Arthur C ; John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kumar, Vinay, Ramzi S. cotran dan Stanley L. Robbins.2007. Buku Ajar Patologi

Robbins ed 7, Vol 1. Jakarta : EGC

Sudoyo Aru W, dkk.2009.Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid 1 Edisi V. Jakarta

Pusat : InternaPublishing.

Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif

Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM,

Jakarta, 14 Agustus 1999.

http://www.rainbowrehab.com/RainbowVisions/article_downloads/articles/Art-TECH-

GComaScale.pdf

http://www.rnceus.com/psvt/psvtvs.html

24