bells palsy.doc

Upload: donna-novita-andriana

Post on 10-Mar-2016

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BELL'S PALSY (referat)Kamis, 28 Juni 2012PENDAHULUAN(1)Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya.Paralisis fasial idiopatik atau Bells palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell, dokter dari Skotlandia. Bells palsy sering terjadi setelah infeksi virus ( misalnya herpes simplex) atau setelah imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta penderita hipertensi Lokasi cedera nervus fasialis pada Bells palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum.Salah satu gejala Bells palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan bola mata yang sehat (lagoftalmos).DEFINISI(2)Bell's Palsy(BP) ialah suatu kelumpuhan akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebutBell's pals.Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dinginEPIDEMIOLOGI(3, 4)Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipatSedangkan di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan .ANATOMI(5)Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu :1.Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae (n.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah).2.Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.3.Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.4.Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.Nervus fasialis (N.VII) terutama merupakan saraf motorik yang menginervasi otot- otot ekspresi wajah. Di samping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dank ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang disarafinya.Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan daru 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar decenden dari saraf trigeminus (N.V). hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus.Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar di bagian leteral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons, di antara nervus V dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII memasuki meatus akustikus internus. Di sini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoid, dan bercabang untuk mersarafi otot- otot wajah.PATOFISIOLOGI(6)Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu proses yang dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris cold. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisaterletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucukan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagophtalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun disitu.ETIOLOGI(1)Penyebab adalah kelumpuhan n. fasialis perifer. Umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:A.IdiopatikSampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebabnya yang disebut bells palsy. Faktor-faktor yang diduga berperan menyebabkan Bells Palsy antara lain : sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur di tempat terbuka, tidur di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetic.B.Kongenitala.anomali kongenital (sindroma Moebius)b.trauma lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial .dll.)C.Didapata. Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)b. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan dll)c. Proses di leheryangmenekan daerah prosesus stilomastoideus)d. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster dll)e. Sindroma paralisis n. fasialis familialGEJALA KLINIK(1, 2)Manifestasi klinik BP khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa :Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos).Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar zXke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebutBell's signSudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.Selanjutnya gejala dan tanda klinik lainnya berhubungan dengan tempat/lokasi lesi :a.Lesi di luar foramen stilomastoideus Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.b.Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani) Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.c.Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis.d.Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum.Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksterna dan pina.e.Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d), ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.DIAGNOSA(4)A.Anamnesa-Rasa nyeri- Gangguan atau kehilangan pengecapan.-Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.-Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.B.Pemeriksaan FisikGerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :1.Mengerutkan dahi2.Memejamkan mata3.Mengembangkan cuping hidung4.Tersenyum5.Bersiul6.Mengencangkan kedua bibirC.Pemeriksaan Laboratorium.Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy.D.Pemeriksaan Radiologi.Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.DIAGNOSA BANDING(2)1.Infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom)Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah infeksi saraf wajah yang disertai dengan ruam yang menyakitkan dan kelemahan otot wajah.Tanda dan gejala RHS meliputi:Ruam merah yang menyakitkan dengan lepuh berisi cairan di gendang telinga, saluran telinga eksternal, bagian luar telinga, atap dari mulut (langit-langit) atau lidahKelemahan (kelumpuhan) pada sisi yang sama seperti telinga yang terkinfeksiKesulitan menutup satu mataSakit telingaPendengaran berkurangDering di telinga (tinnitus)Sebuah sensasi berputar atau bergerak (vertigo)Perubahan dalam persepsi rasa2.MillerFisher SyndromMiller Fisher syndrom adalah varian dariGuillain Barresyndrom yang jarang dijumpai.Miiler Fisher syndrom atau AcuteDisseminated Encephalomyeloradiculopatyditandai dengan trias gejala neurologis berupa opthalmoplegi, ataksia, dan arefleksia yang kuat. Pada Miller Fisher syndrom didapatakan double vision akibat kerusakan nervus cranial yang menyebabkan kelemahan otot otot mata . Selain itu kelemahan nervus facialis menyebabkan kelemahan otot wajah tipe perifer. Kelumpuhan nervus facialis tipe perifer pada Miller Fisher syndrom menyerang otot wajah bilateral. Gejala lain bisa didapatkan rasa kebas, pusing dan mual.TATA LAKSANA(1, 8)1.Istirahat terutama pada keadaan akut2.Medikamentosaa.Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit.b.Penggunaanobat- obatantivirus .Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.c.Perawatan mata:Air mata buatan: digunakan selama masa sadar untuk menggantikan lakrimasi yang hilang.Pelumas digunakan saat tidur: Dapatdigunakan selama masa sadar jika air mata buatan tidak mampu menyedikan perlindungan yang adekuat. Satu kerugiannya adalah pandangan kabur.Kacamata atau tameng pelindung mata dari trauma dan menurunkan pengeringan dengan menurunkan paparan udara langsung terhadap kornea3.FisioterapiSering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot yanglumpuh. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau dengan faradisasi.4.OperasiTindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal maupun intracranial.Tindakan operatif dilakukan apabila :tidak terdapat penyembuhan spontantidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisonKOMPLIKASI(2, 9,10)1.Crocodile tear phenomenon.Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis.Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.2.SynkinesisDalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri. selalu timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut,kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi.Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.3.Tic Facialis sampai Hemifacial SpasmeTimbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan.Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.PROGNOSIS(3, 6,7)Walaupun tanpa diberikan terapi, pasien Bells palsy cenderung memiliki prognosis yang baik. Dalam sebuah penelitian pada 1.011 penderita Bells palsy, 85% memperlihatkan tanda-tanda perbaikan pada minggu ketiga setelah onset penyakit. 15% kesembuhan terjadi pada 3-6 bulan kemudian.Sepertiga dari penderita Bells palsy dapat sembuh seperti sedia kala tanpa gejala sisa. 1/3 lainnya dapat sembuh tetapi dengan elastisitas otot yang tidak berfungsi dengan baik. Penderita seperti ini tidak memiliki kelainan yang nyata. 1/3 sisanya cacat seumur hidup.Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa.Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:1.Usia di atas 60 tahun2.Paralisis komplit3.Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh,4.Nyeri pada bagian belakang telinga dan5.Berkurangnya air mata.Pada penderita kelumpuhan nervus fasialis perifer tidak boleh dilupakan untuk mengadakan pemeriksaan neurologis dengan teliti untuk mencari gejala neurologis lain.Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa.Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial.Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.KESIMPULAN(1)Bells palsy adalah kelumpuhan akut dari nervus fasialis VII yangdapatmenyebabkan gangguan pada indera pengecapan , yaitu pada dua per tiga anterior lidah.Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa dan jarang pada anak.Diagnosis dapat ditegakkan secara klinik setelah kausa yang jelas untuk lesi n. fasialis perifer disingkirkan. Terapi yang dianjurkan saat ini ialah pemberian prednison, fisioterapi dan kalau perlu operasiDAFTAR PUSTAKA1.Djamil Y, A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.2009. hal 297-3002.Dr P Nara, Dr Sukardi,Bells Palsy, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy.pdf/ sPalsy.html (diakses tanggal 11 desember 2011)3.Danette C Taylor, DO, MS. 2011, Bell Palsy,http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#a0156 (diakses tanggal 22 Desember 2011).4.Annsilva, 2010, Bells Palsy, http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bells-palsy-case-report/ (diakses tanggal 11 desember 2011)5.Lumbantobing. 2007.Neurologi Klinik.Jakarta: Universitas Indonesia.6.Irga, 2009, Bells Palsy, http://www.irwanashari.com/260/bells-palsy.html, (diakses tanggal 12 Desember 2011)7.Weiner HL, Levitt LP. Ataksia. Wita JS, editor.Buku Saku Neurologi. Ed 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.Hal. 1748.Nurdin, Moslem Hendra, 2010,Bell Palsy,http://coolhendra.blogspot.com/2010/08/bell-palsy.html(diakses tanggal 12 desember 2011)9.Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81 210.Sidharta P. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Edisi ke-2.Jakarta: Dian Rakyat, 1985 : 311-17PendahuluanKelumpuhan pada muka adalah suatu bentuk kesulitan yang mempunyai suatu dampak besar atas seorang pasien. Kelumpuhan saraf fasialis mungkin terjadi secara kongenital, neoplastik atau diakibatkan oleh infeksi atau peradangan, trauma, racun, atau karena iatrogenic. Penyebab paling umum dari kelumpuhan nervus fasialis yang unilateral adalah Bell palsy, yang juga dikenal sebagai kelumpuhan nervus fasialis idiopatik. Bell palsy ditemukan sekitar 60-75% dari kasus yang terjadi secara unilateral akut.Pada tahun 1550, Fallopius mencatat satuan cahaya yang sempit pada tulang dimana saraf ketujuh dari nervus kranial terlewati. Pada tahun 1828, Charles Bell membuat perbedaan antara saraf kranial ketujuh dan kelima, ia mencatat bahwa saraf yang ketujuh telah terlibat pada sebagian besar fungsi motorik wajah dan saraf yang kelima terkait pada sebagian besar persepsi yang berhubungan dengan perasaan wajah.Bahkan hari ini, masih terjadi kontroversi antara perawatan dan etiologi dari Bell palsy. Tanda klinis dari Bell palsy bisa membantu mencari penyebab kelumpuhan pada muka yang meliputi serangan yang mendadak dari kelumpuhan pada muka secara unilateral (kurang dari 48 jam), ketiadaan tanda, gejala penyakit pada CNS dan ketiadaan tanda dan gejala dari telinga atau penyakit fossa posterior.

PatofisiologiInti saraf fasialis terdapat dalam reticular pons, bersebelahan dengan bilik jantung yang keempat. Radik dari nervus fasialis meliputi serabut motorik, solitarius dan nukleus saliva. Nervus intermedius meliputi serabut dari saliva dan nukleus solitarius berisi serabut yang berhubungan dengan perasaan dari lidah, mukosa dan post auricular kulit seperti halnya serabut parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah dan kelenjar lakrimal. Serabut saraf fasialis kemudian berjalan disekitar inti saraf kranial keenam lalu keluar melalui pons pada sudut cerebellopontine. Serabut yang melewati saluran indera auditorik internal bersama dengan vestibular saraf kranial kedelapan. Bagian yang paling dangkal dari saluran indera auditorik internal adalah segmen labirin. Ini merupakan penempatan yang umum dari lokasi tekanan pada saraf fasialis dalam Bell palsy.Saraf kranialis ketujuh berisi serabut parasimpatetik yang mempersarafi hidung, langit-langit mulut dan kelenjar lakrimal. Serabut parasimpatetik preganglionik yang berawal dari nukleus saliva yang bergabung dengan serabut nukleus solitarius yang akhirnya membentuk nervus intermedius. Serabut ini kemudian bersinaps dengan ganglion submandibular, yang mempersarafi kelenjar sublingual dan submandibular. Serabut dari nervus intermedius juga mempersarafi ganglion pterygopalatine, dimana terdapat serabut parasimpatetik yang mempersarafi hidung, langit-langit mulut dan kelenjar lakrimal.Saraf fasialis melalui foramen stylomastoid dalam tengkorak dan berakhir ke dalam zygomatik, bukkal, mandibular dan cabang dari cervical. Nervus ini mempersarafi otot-otot dari ekspresi muka, yang meliputi frontalis, orbicularis oculi, orbicularis oris, buccinator, dan platysma. Otot lain yang diinervasi oleh saraf fasialis meliputi stapedius, stylohyoid, abdomen digastric posterior, oksipitalis serta di daerah anterior dan posterior otot-otot auricular. Semua otot yang dipersarafi oleh saraf fasialis berasal dari arkus brachialis kedua.Lokasi dari kerusakan nervus fasialis pada penyakit Bell palsy terjadi di perifer. Dimana kerusakan berada di dekat atau di ganglion geniculate. Jika lesi berada di proksimal ganglion geniculate, maka terjadi kelumpuhan motorik dari gustatorik dan terjadi kelainan otonom. Lesi diantara ganglion geniculate dan asal chorda tympani menghasilkan efek yang sama kecuali pada kelenjar lakrimasi. Jika lesi terdapat pada foramen stylomastoid, mungkin hanya mengakibatkan kelumpuhan muka saja.Bell palsy disebabkan oleh edema dan iskhemia yang menghasilkan tekanan saraf fasialis yang berjalan sampai saluran tulang. Penyebab edema dan iskhemia masih diperdebatkan. Di masa lalu, pada keadaan dingin (misalnya angin dingin, pengaruh keadaan udara dingin, atau mengemudi dengan jendela yang terbuka) telah dipertimbangkan sebagai satu-satunya pemicu pada Bell palsy. Bagaimanapun, kebanyakan penulis percaya bahwa herpes simpleks virus (HSV) adalah penyebab yang hampir bisa dipastikan. Tapi hubungan antara HSV dan Bell palsy sangat sulit karena HSV ada dimana mana.Pada tahun 1972, Mccormick lebih dulu mengusulkan bahwa HSV bertanggung jawab atas kelumpuhan muka yang tidak diketahui. Ini telah didasarkan pada analogi bahwa pada HSV telah ditemukan sariawan dan ia menghipotesakan bahwa HSV tetap berada pada ganglion geniculate. Sejak itu, studi otopsi menunjukkan HSV berada di dalam ganglion geniculate pada pasien dengan Bell palsy. Murakami melakukan polymerase reaksi berantai (PCR) dalam pengujian HSV pada cairan endoneural nervus ketujuh pada pasien yang mengalami perawatan Bell palsy. Sebelas dari 14 pasien telah ditemukan HSV pada cairan endoneuralnya.Asumsi bahwa HSV merupakan agen etiologi pada Bell palsy adalah wajar. Jika ini adalah benar, kemudian virus hampir bisa dipastikan terdapat pada akson sensoris dan terletak pada sel-sel ganglion. Kadang-kadang virus akan timbul kembali, menyebabkan kerusakan lokal pada myelin. Jadi Bell palsy mungkin terjadi karena sekunder oleh virus dan atau reaksi autoimun yang menyebabkan saraf fasialis demyelinasi, yang menghasilkan kelumpuhan fasialis secara unilateral.

FrekuensiDi AmerikaInsiden dari Bell Palsy per tahun kira-kira 23 kasus dari 100,000.Pada orang dengan kencing manis mempunyai resiko sekitar 29% lebih tinggi dibanding pada orang tanpa kencing manis, mengukur kadar glukosa darah pada waktu mendiagnosa Bell palsy kadang-kadang tidak didapatkan peningkatan.

Di DuniaTerjadi paling tinggi pada suatu studi di Seckori, Jepang, pada tahun 1986 dan terjadi yang paling rendah di Sweden pada tahun 1971. Kebanyakan studi populasi menunjukkan frekuensi insiden pertahun sekitar 15-30 kasus dari 100,000.

Mortalitas dan MorbiditasMayoritas pasien yang menderita penyakit Bell palsy mempunyai neurapraksia atau blok konduksi saraf lokal. Pasien mungkin bisa mengalami penyembuhan saraf sempurna. Pasien dengan axonotmesis, dengan gangguan akson, mempunyai penyembuhan yang baik tetapi pada umumnya tidak sempurna. Faktor resiko yang berhubungan dengan hasil yang kurang baik pada Bell palsy meliputi :(1) usia lebih dari 60 tahun(2) kelumpuhan lengkap(3) penurunan indera perasa atau berhubungan dengan ludah pada salah satu sisi kelumpuhan (pada umumnya 10-25% dibandingkan dengan sisi pasien normal). Faktor lain yang berhubungan dengan hasil yang kurang baik meliputi nyeri pada auricular posterior dan penurunan lakrimasi.Pasien pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, kira-kira 80-90% pasien sembuh tanpa kerusakan rupa yang nyata dalam 6 minggu sampai 3 bulan. Pasien dengan usia 60 tahun atau lebih tua mempunyai kesempatan sembuh sempurna kira-kira 40% dan mempunyai resiko tinggi sequele. Pasien dengan usia muda sekitar 30 tahun hanya mempunyai suatu 10-15% kesempatan dengan keadaan sembuh sempurna dan sequele. Jika tidak sembuh dalam 4 bulan, maka kemungkinan pasien mempunyai sequele yang meliputi sinkinesis, keluar air mata terus menerus dan spasme hemifasial.Sinkinesis adalah suatu kontraktur yang abnormal dari otot muka baik sambil tersenyum atau menutup mata. Mungkin saja lemah dan mengakibatkan sulitnya menggerakkan dagu ketika pasien mengedip, menutup mata sambil tersenyum atau kontraktur di sekitar mulut sambil yang mengedip. Air mata diamati ketika pasien sedang makan.Spasme wajah merupakan salah satu komplikasi dari Bell palsy yang jarang terjadi. Biasanya terjadi kontraksi tonik singkat pada satu sisi muka. Spasme dipicu oleh stress, lelah atau ketika akan tidur. Kondisi bisa terjadi sekunder oleh karena tekanan akar saraf ketujuh oleh pembuluh darah yang menyimpang, tumor atau demyelinasi saraf. Paling umum terjadi pada usia 50 sampai 60 tahun dan kadang-kadang etiologi tidak ditemukan. Adanya hemispasme progresif pada muka dan ditemukannya kelainan saraf kranial menandai adanya kemungkinan suatu luka pada batang otak.Pasien diabetes 30% lebih mungkin sembuh sempurna dibanding pasien non diabetes yang hanya mempunyai kesembuhan parsial, biasanya Bell palsy sering kambuh pada pasien yang disertai diabetes.Bell palsy hanya meliputi 23% dari kelumpuhan muka secara bilateral. Mayoritas pasien dengan kelumpuhan muka secara bilateral mempunyai Guillain-Barr Sindrom (GBS), sarcoidosis, penyakit lyme, meningitis (neoplastik atau infeksi) atau neurofibroma bilateral (pada pasien dengan neurofibromatosis type 2).Rekurensi Bell palsy terjadi sekitar 10-15%. Mungkin berulang pada sisi ipsilateral atau kontralateral dalam kelumpuhan awal. Rekurensi pada umumnya dihubungkan dengan sejarah keluarga dari Bell palsy. Kira-kira 30% pasien dengan kelumpuhan muka ipsilateral yang timbul kembali ditemukan tumor saraf ketujuh atau tumor kelenjar parotis. Pasien dengan kelumpuhan muka ipsilateral yang timbul kembali perlu pemeriksaan MRI atau High-Resolution CT yang berfungsi untuk mengesampingkan infeksi atau neoplastik (misalnya, berbagai sklerosa, sarcoidosis) yang menyebabkan rekurensi.Jenis kelaminBell palsy dipengaruhi oleh jenis kelamin. Bagaimanapun, wanita-wanita muda yang lebih tua 10-19 tahun lebih memungkinkan terpengaruh dibanding orang pada kelompok usia yang sama.Wanita-Wanita hamil mempunyai 3,3 kali resiko yang lebih tinggi dibanding wanita yang tidak hamil, Bell palsy paling sering terjadi pada trimester yang ketiga.

UsiaYang paling rendah ditemukan pada usia yang lebih muda dibanding 10 tahun dan yang paling tinggi terdapat pada usia 60 tahun atau lebih .

Gejala KlinikBell palsy merupakan diagnosa yang berbeda. Hasil diagnosa harus dibuat atas dasar suatu sejarah yang seksama, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang jika diperlukan.Gejala Bell palsy :( Serangan akut kelumpuhan muka unilateral bagian atas dan bawah (diatas 48 jam)( Nyeri auricular bagian posterior( Gangguan air mata( Hiperacusis( Gangguan rasaKelumpuhan harus meliputi dahi dan menurunkan aspek dari wajah. Pasien boleh melaporkan ketidakmampuan untuk menutup mata atau untuk tersenyum pada sisi yang terpengaruh. Ia juga boleh melaporkan peningkatan air liur pada sisi kelumpuhan. Jika kelumpuhan melibatkan hanya pada bagian yang lebih rendah dari wajah, mungkin kerusakan pada pusat harus dicurigai (dengan kata lain, supranuclear). Jika pasien mengeluh kelemahan kontralateral atau diplopia dengan supranuclear pada kelumpuhan muka, maka stroke atau lesi intracerebral harus betul-betul dicurigai.Separuh pasien Bell palsy bisa mengeluh sakit pada auricular bagian posterior. Mungkin pasien pernah mengalami trauma.Sepertiga pasien bisa mengalami hyperacusis pada telinga ipsilateral dengan kelumpuhan, yang mana merupakan hal yang sekunder dari kelemahan otot stapedius.Satu dari keenam pengalaman pasien mengalami penurunan lakrimasi.Banyak pasien melaporkan rasa kebas pada sisi kelumpuhan. Beberapa penulis percaya bahwa ini adalah sekunder dari keterlibatan saraf trigeminal, sedangkan penulis lain membantah bahwa ini mungkn gejala yang berkaitan dengan ketiadaan mobilitas otot-otot muka dan bukan ketiadaan sensasi.Jika pasien mempunyai serangan kelumpuhan muka secara continue, kelemahan sisi kontralateral, sejarah trauma, infeksi atau peradangan, penyebab lain kelumpuhan muka harus betul-betul dipertimbangkan. Pasien yang mempunyai kelumpuhan muka secara bilateral harus dievaluasi adanya GBS, penyakit lyme dan meningitis.Kelumpuhan muka secara ipsilateral yang timbul kembali harus dicurigai adanya suatu tumor saraf ketujuh atau tumor kelenjar parotis. Jika pasien melaporkan serangan kehilangan pendengaran yang mendadak dan timbul sakit dengan serangan kelumpuhan muka, maka Ramsay hunt sindrome harus dipertimbangkan.Gejala yang berhubungan dengan neoplasma saraf ketujuh meliputi kelumpuhan pelan-pelan secara progresif, hiperkinesis pada muka, timbul sakit, rekurensi kelumpuhan dan keterlibatan saraf kranial lain. Tumor cerebellopontine bisa mempengaruhi saraf ketujuh, kedelapan dan kelima secara simultan. Pasien dengan suatu kelumpuhan yang progresif pada saraf muka yang lebih lama dari 3 minggu, maka harus dievaluasi untuk adanya neoplasma.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan awal pada pasien menunjukkan perataan dahi dan nasolabial yang melipat ke samping dihinggapi kelumpuhan.Ketika pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi dahi dengan kelumpuhan akan tertinggal.Ketika pasien diminta untuk tersenyum, wajah akan dikesampingkan ke arah lateralis dari kebalikan sisi kelumpuhan.Pasien tidaklah mampu menutup mata dengan sepenuhnya pada sisi yang terpengaruh. Pada penutupan mata, maka mata akan ke atas dan ke dalam pada sisi yang terpengaruh. Ini dikenal sebagai peristiwa Bell dan dipertimbangkan suatu respon normal.Suatu pengujian hati-hati pada kepala, telinga, mata, hidung dan kerongkongan (HEENT) harus dilaksanakan pada semua pasien dengan kelumpuhan muka.Saluran pada indera pendengar yang eksternal harus diperiksa adanya gelembung, suntikan, infeksi atau peradangan, atau trauma.Pasien mungkin merasakan penurunan sensasi peniti pada auricular bagian posterior.Pasien yang mempunyai kelumpuhan otot stapedius biasanya didapatkan hiperacusis.Dengan kelemahan atau kelumpuhan pada otot orbicularis oculi (inervasi saraf muka) dan fungsi normal otot levator (inervasi saraf oculomotor) dan otot Mueller (inervasi simpatis). Refleks air mata bisa juga tidak terlalu membantu dalam Bell palsy. Pengujian pada kornea dan rasa bisa juga dipertimbangkan.Pengujian mengenai ilmu penyakit saraf secara seksama pada pasien dengan kelumpuhan muka sangat perlu dilakukan. Lebih lanjut dilakukan pengujian seperti MRI otak, pungsi lumbal dan electromyography (EMG).

Diagnosis banding( Inflamasi akut demyelinasi poliradikuopati( Angiopati amiloid( Sirkulasi stroke bagian anterior( Arsenik( Trombosis arteri basilar( Tumor Kepala Benigna( Glioma batang otak( Penyakit Carotis dan Stroke( Serebral Aneurisma( Guillain-Barre Sindrome pada masa kanak-kanak( Intrakranial Hemorhagik( Low-Grade Astrocytoma( Penyakit lyme( Meningioma( Meningococcal meningitis( Berbagai Sklerosis( Mbius Sindrome( Neurofibromatosis type 2( Neurosarcoidosis( Neurosyphilis( Meningitis tuberculosa

Penyakit lain yang bisa dipertimbangkan: Retak Tengkorak fundamental Barotrauma Keracunan makanan Carcinomatosis Dipteri Kerusakan muka HIV Iatrogenic ( seperti otologik, neurotologik, dasar tengkorak atau operasi parotid) Idiopatik Infeksi atau peradangan Aneurisma intratemporal carotis interna Otitis eksterna malignant Meningitis Penyakit gondok Tumor parotid Ramsay hunt sindrome Sarcoma Teratoma Tetanus Pemberian Thalidomide Trauma Racun Gangguan vaskuler Vasculitis WegenerSerum titer dari HSV mungkin bisa diperoleh, tetapi tidak begitu membantu. Glukosa darah atau hemoglobin A1c mungkin diperoleh untuk menentukan pasien yang mempunyai penyakit diabetes yang tidak diagnosa.

Pemeriksaan PenunjangRadiologiJika sejarah dan pemeriksaan mendorong ke arah hasil diagnosa Bell palsy, maka pemeriksaan radiologi tidak begitu perlu, sebab kebanyakan pasien dengan Bell palsy sembuh dalam 8 sampai 10 minggu. Jika kelumpuhan tidak sembuh atau bertambah buruk, pemeriksaan radiologi mungkin bermanfaat.MRI pada pasien dengan Bell palsy bisa memperlihatkan gaambaran peningkatan saraf ketujuh pada atau dekat ganglion geniculate. Bagaimanapun, jika kelumpuhan lebih daari saatu minggu, kemungkinan adalah tinggi karena suatu neoplasma yang menghambat saraf kranialis ketujuh. Tumor yang menekan saraf kranialis meliputi schwannoma (yang paling umum), hemangioma, meningioma, dan sclerosing hemangioma.Jika pasien mempunyai suatu sejarah trauma, CT Scan tulang yang sementara mungkin diperlukan.Pemeriksaan lainBisa juga menggunakan peningkatan bunyi pada stetoskop test yang berfungsi untuk menilai fungsi dari otot stapedius. Schirmer blotting test untuk menilai fungsi dari air mata serta penggunaan benzen untuk mengetahui refleks nasolaakrimal.Brainstem auditory-evoked respone (BAER) berguna dalam mengukur respon transmisi melalui batang otak dan sangat efektif dalam mendeteksi khususnya luka retrocochlear. Bagaimanapun, ketika suatu pasien mengalami multiple kraniaal neuropati, dengan kata lain, CN VII dan VIII, maka penggunaan BAER mungkin bermanfaat.

Pemeriksaan mikroskopikSuatu tinjauan dalam 12 kasus otopsi pada pasien dengan Bell palsy yang dilakukan Peter Dycks menyatakan bahwa mayoritas kasus menunjukkan perubahan inflamasi di sekitar sel tulang dan dinding dari arteri. Lokasi keterlibatan yang umum adalah ganglion geniculate.

Perawatan di Rumah SakitSecara umum, seseorang yang menderita Bell palsy sesungguhnya mempunyai prognosis yang bagus. Terapi lebih ditujukan untuk meningkatkan fungsi dari nervus fasialis dan mengurangi kerusakan pada neuron.Obat yang paling sering di pakai adalaah dari jenis kortikosteroids. Bagaimanapun, penggunaan steroids masih kontroversi sebab kebanyakan pasien pulih tanpa perawatan.Dosis prednisone yang direkomendasikan adalah 1 mg/kg atau 60 mg/hari untuk 6 hari, yang diikuti tapering dose, dengan total 10 hari.

TerapiGol farmakoterapi adalah untuk mengurangi keadaan tidak sehat dan mencegah komplikasi.Kategori Obat :Korticosteroid, Prednisone dapat digunakan tetapi mempunyai banyak efek yang kurang baik yang mencakup cairan, hipokalemia, myopati, peptik ulser, sakit kepala (pseudotumor), ketidakteraturan haid, katarak, glaukoma dan dibetes melitus latent.Nama Obat : Prednisone (Deltasone, Orasone, Meticorten), Glucocorticoid yang bisa diserap oleh GIT. Merupakan anti-inflammatori dan immune-modulating efek serta mempunyai variasi daripada efek metabolisme.Dosis dewasa : 1 mg/kg atau 60 mg/oral untuk 7 hari, tappering dose dengan total pemberian obat selama 10 hari.Dosis anak-anak : 1 mg/kg atau 60 mg untuk 6 hari, tappering dose dengan total pemberian obat untuk total 10 hari.Kontraindikasi : Hipersensitivitas, diabetes yang taaak terkontrol, infeksi jamur sistemik, penyakit peptik ulser, tuberkulosis, osteoporosis, reaksi kurang baik dari kortikosteroid.Interaksi obat : Obat yang mempengaruhi enzim hepatik bisa meningkatkan clearance meliputi obat tidur, phenitoin dan rifampin, pasien dengan pemberian aspirin atau coumadin harus dimonitor akan terjadinya perdarahan pada gastro intestinal.Kehamilan : Pada umumnya aman.Tindakan pencegahan : pasien dengan resiko hiperglikemia, elektrolit yang abnormal, osteoporosis, nekrosis avascular, penyakit kejiwaan, dan myopati atau memperburuk kelemahan pada pasien dengan myasthenia gravis, discontinuitas prednisone tanpa tappering dose pada pasien dengan resiko adrenal crisis.

Terapi Antiviral, Acyclovir telah digunakan pada Bell palsy baik secara kombinasi dengan prednisone atau tidak.Nama Obat : Acyclovir (Zovirax), obat antiviral yang mempunyai sifat mencegahdan melawan terhadap HSV-1, HSV-2 dan VZV, yang selektif pada sel yang terinfeksi.Dosis dewasa : 800 mg/oral/5 kali/hari dalam 10 hariDosis anak-anak : > 2 tahun, 20 mg/kg untuk 10 hariKontraindikasi : HipersensitivitasInteraksi obat : Probenecid atau Zidovudine memperpanjang waktu paruh dan bisameningkatkan keracunan CNS.Kehamilan : Belum tentu aman.Tindakan pencegahan :Hati-hati pada renal failure atau ketika menggunakan obat-obatnefrotoksik.

KomplikasiKira-kira 30% pasien Bell palsy mengalami kelumphan sequelae, yang meliputi kesembuhan motorik yang tidak sempurna, regenerasi sensoris yang tidak sempurna dan kerusakan saraf parasimpatetik. Kesembuhan motorik yang tidak sempurna, biasanya mengenai ketidakcakapan mulut atau epiphora. Kesembuhan sensoris yang tidak sempurna bisa mengakibatkan dysgeusia (pengaburan rasa) atau ageusia (hilangnya rasa).Kerusakan saraf parasimpatetik menyebabkan fungsi kelenjar lakrimal yang menyimpang dari kebiasaan, dilaporkan terdapat pasien yang meneteskan air mata ketika sedang makan.

PrognosisOrang yang menderita Bell palsy mempunyai variasi kesembuhan dari yang sembuh sempurna sampai yang menderita kelumpuhan permanen dan sinkinesis.Sepertiga pasien memperoleh bisa kembali sembuh sempurna fungsi motorik mukanya tanpa sequele.Sepertiga pasien memperoleh kesembuhan fungsi motorik muka yang tidak sempurna. Tetapi tidak menunjukkan kelainan yang nyata.Sisa pasien dapat menderita kecacatan permanen dan kelainan wajah yang nyata