isi case

39
BAB I PENDAHULUAN Glaukoma fakomorfik ( phaco = lensa; morph = bentuk) adalah istilah yang digunakan untuk glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens. Kejadian ini dapat disebabkan oleh penebalan lensa pada katarak lanjut, pembengkakan lensa yang prosesnya cepat, ataupun katarak traumatika. Ketiga penyebab ini dapat menyebabkan blokade pada pupil sehingga sudut mata tertutup. 1,2 Glaukoma fakomorfik lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang dibanding di negara maju. Penyebabnya adalah keterlambatan penanganan karena keterbatasan akses ke fasilitas operasi, atau kebiasaan pasien yang menunggu katarak sampai matur untuk dilakukan operasi. 1,2 Pembentukan katarak lanjut menyebabkan pembengkakan lensa atau intumesens, sehingga terjadi penyempitan progresif sudut iridokorneal. Pada mata tersebut, terbentuk glaukoma dengan hambatan pupil karena adanya perubahan ukuran dan posisi permukaan anterior lensa. Terhalangnya pupil ataupun luksasio diafragma lensa-iris dapat menyebabkan sudut mata tertutup. 3 Glaukoma dapat terjadi pada ras apapun, jenis kelamin apapun, dan lebih sering ditemukan pada pasien berusia lanjut dengan katarak senilis. Walaupun demikian, glaukoma juga dapat terjadi pada pasien dengan usia muda yang menderita katarak traumatika atau katarak intumesens yang berkembang secara cepat. 1

Upload: muhammad-agrifian

Post on 30-Sep-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Isi glaukoma

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANGlaukoma fakomorfik ( phaco = lensa; morph = bentuk) adalah istilah yang digunakan untuk glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh lensa intumesens. Kejadian ini dapat disebabkan oleh penebalan lensa pada katarak lanjut, pembengkakan lensa yang prosesnya cepat, ataupun katarak traumatika. Ketiga penyebab ini dapat menyebabkan blokade pada pupil sehingga sudut mata tertutup.1,2 Glaukoma fakomorfik lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang dibanding di negara maju. Penyebabnya adalah keterlambatan penanganan karena keterbatasan akses ke fasilitas operasi, atau kebiasaan pasien yang menunggu katarak sampai matur untuk dilakukan operasi.1,2Pembentukan katarak lanjut menyebabkan pembengkakan lensa atau intumesens, sehingga terjadi penyempitan progresif sudut iridokorneal. Pada mata tersebut, terbentuk glaukoma dengan hambatan pupil karena adanya perubahan ukuran dan posisi permukaan anterior lensa. Terhalangnya pupil ataupun luksasio diafragma lensa-iris dapat menyebabkan sudut mata tertutup.3Glaukoma dapat terjadi pada ras apapun, jenis kelamin apapun, dan lebih sering ditemukan pada pasien berusia lanjut dengan katarak senilis. Walaupun demikian, glaukoma juga dapat terjadi pada pasien dengan usia muda yang menderita katarak traumatika atau katarak intumesens yang berkembang secara cepat.

BAB IILAPORAN KASUS2.1 IDENTITAS PASIENNama: Ny. DJenis Kelamin: PerempuanUsia: 67 tahunAlamat: Jalan Kayu Manis IX Jakarta PusatPekerjaan: Ibu Rumah TanggaStatus Pernikahan: JandaPendidikan: SMAAgama: IslamNomor RM: 9617902.2 ANAMNESISAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Selasa, 27 Januari 2015 pada pukul 10.00 WIB di Poli Mata RSUD Budhi Asih. Keluhan Utama: Mata kanan dan kiri buram sejak 6 bulan yang lalu Keluhan Tambahan: Mata kanan dan kiri berair dan ada rasa perih Riwayat Penyakit SekarangNy. D datang ke Poli Mata RSUD Budhi Asih dengan keluhan penglihatan pada kedua matanya mulai buram sejak 6 bulan yang lalu. Penglihatan menurun dirasakan pasien turun secara perlahan. Pasien mengatakan seperti melihat kabut. Pasien juga mengatakan pandangannya menjadi lebih silau dan keluhan ini disertai dengan kedua mata pasien suka berair ketika pasien selesai membaca, mata kadang terasa gatal dan rasa perih pada kedua mata. Mata merah (-).Pasien menyangkal melihat lingkaran pelangi jika melihat lampu, pasien juga menyangkal penglihatannya menjadi double. Pasien juga menyangkal penglihatannya seperti terowongan. Keluhan lain seperti pusing, mual dan muntah juga disangkal pasien. Pasien mempunyai riwayat memakai kacamata baca yaitu mata kanan dan kiri + 2,00 sejak 7 tahun yang lalu. Pasien mengatakan sudah tidak enak memakai kacamata dan ingin membuat kacamata baru karena mata pasien cepat lelah setelah membaca.

Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien mempunyai riwayat DM (+) sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat Hipertensi (+) sudah sejak 25 tahun yang lalu. Riwayat asma (-), riwayat trauma pada mata (-), riwayat operasi (-), riwayat pengobatan sebelumnya (-), riwayat alergi obat (-). Riwayat Penyakit KeluargaPasien menyangkal adanya anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien atau memiliki riwayat penyakit glaukoma. Ayah pasien mempunyai riwayat DM. Riwayat PengobatanPasien rutin mengkonsumsi obat DM yaitu metformin dan glimepiride. Obat hipertensi yaitu amlodipine. Riwayat KebiasaanPasien tidak memiliki kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol dan minum kopi.2.3 PEMERIKSAAN FISIKA. Keadaan UmumKesan Sakit: Tampak sakit ringanKesadaran: Compos mentisStatus gizi: BaikTanda-tanda vitalTekanan Darah: 140/90 mmHgNadi: 84 x/menitSuhu: AfebrisPernapasan: 20 x/menitB. Status OphtalmologisOculi Dextra (OD)PemeriksaanOculi Sinistra (OS)

6/50 S - 2,50 C - 0,75 x 90 = 6/20 PH (-) Add + 2,50Visus6/45 S 1,25 C 0,75 x 90 = 6/20 PH (-) Add + 2,50

OrtoforiaKedudukan Bola MataOrtoforia

Pergerakan Bola Mata

Edema (-), Hiperemis (-). Entropion (-), Ektropion (-), Trikiasis (-), Distikiasis (-), Ptosis (-), Lagoftalmus (-), Nyeri Tekan (-), Benjolan (-)Palpebra SuperiorEdema (-), Hiperemis (-). Entropion (-), Ektropion (-), Trikiasis (-), Distikiasis (-), Ptosis (-), Lagoftalmus (-), Nyeri Tekan (-), Benjolan (-)

Edema (-), Hiperemis (-). Entropion (-), Ektropion (-), Trikiasis (-), Distikiasis (-), Nyeri Tekan (-), Benjolan (-)Palpebra InferiorEdema (-), Hiperemis (-). Entropion (-), Ektropion (-), Trikiasis (-), Distikiasis (-), Nyeri Tekan (-), Benjolan (-)

Hiperemis (-), Folikel (-), Papil (-), Lithiasis (-), Benjolan (-)Konjungtiva TarsalisHiperemis (-), Folikel (-), Papil (-), Lithiasis (-), Benjolan (-)

Injeksi Konjungtiva (-), Injeksi Siliar (-), Pterigium (-), Pinguekula (-), Subkonjungtiva Bleeding (-), Kemosis (-), Flikten (-)Konjungtiva BulbiInjeksi Konjungtiva (-), Injeksi Siliar (-), Pterigium (-), Pinguekula (-), Subkonjungtiva Bleeding (-), Kemosis (-), Flikten (-)

Jernih (+), Infiltrat (-), Edema (-), Keratik Presipitat (-), Sikatriks (-)KorneaJernih (+), Infiltrat (-), Edema (-), Keratik Presipitat (-), Sikatriks (-)

Dangkal (+), Jernih (+), Hipopion (-), Hifema (-), Sel (-), Flare (-)COADangkal (+), Jernih (+), Hipopion (-), Hifema (-), Sel (-), Flare (-)

Warna: Cokelat, Kripta: Normal, Rubeosis Iridis (-), Sinekia (-)IrisWarna: Cokelat, Kripta: Normal, Rubeosis Iridis (-), Sinekia (-)

Bulat (+), Isokor (+), Ireguler (-), RCL (+), RCTL (+)PupilBulat (+), Isokor (+), Ireguler (-), RCL (+), RCTL (+)

Keruh (+), Shadow Test (+), Lens Presipitat (-)LensaKeruh (+), Shadow Test (+), Lens Presipitat (-)

Jernih (-), Sulit dinilai (+)Vitreous HumorJernih (-), Sulit dinilai (+)

Refleks Fundus (+)Oftalmoskop: Papil sulit dinilai, ratio A/V sulit dinilai, refleks makula sulit dinilaiFundusRefleks Fundus (+ )Oftalmoskop: Papil sulit dinilai, ratio A/V sulit dinilai, refleks makula sulit dinilai

Palpasi: (N + 1)Tonometri : 20,2TIOPalpasi: (N + 1)Tonometri : 24,9

Gambaran mata dari slit lamp OD OS

Deskripsi: Gambaran mata tidak terlalu jelas, tetapi terlihat shadow test (+) pada kedua mata

Funduskopi OD OS

Deskripsi: OD: Bentuk papil lonjong, warna kuning, batas tidak dapat dinilai. Ratio A/V sulit dinilai, CD ratio sulit dinilai. Refleks makula sulit dinilai. OS: Bentuk papil lonjong, warna kuning, batas tidak dapat dinilai. Ratio A/V sulit dinilai, CD ratio sulit dinilai. Refleks makula sulit dinilai.2.4 RESUMENy. D datang ke Poli Mata RSUD Budhi Asih dengan keluhan penglihatan pada kedua matanya mulai buram sejak 6 bulan yang lalu. Penglihatan menurun dirasakan pasien turun secara perlahan. Pasien mengatakan seperti melihat kabut. Pasien juga mengatakan pandangannya menjadi lebih silau dan keluhan ini disertai dengan kedua mata pasien suka berair ketika pasien selesai membaca, mata kadang terasa gatal dan rasa perih pada kedua mata.Pasien mempunyai riwayat memakai kacamata baca yaitu mata kanan dan kiri + 2,00 sejak 7 tahun yang lalu. Pasien mengatakan sudah tidak enak memakai kacamata dan ingin membuat kacamata baru karena mata pasien cepat lelah setelah membaca. Keluhan lain seperti pusing, mual dan muntah juga disangkal pasien. Pasien mempunyai riwayat DM dan hipertensi.Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan:Oculi Dextra (OD)PemeriksaanOculi Sinistra (OS)

6/50 S - 2,50 C - 0,75 x 90 = 6/20 PH (-) Add + 2,50Visus6/45 S 1,25 C 0,75 x 90 = 6/20 PH (-) Add + 2,50

Dangkal (+)COADangkal (+)

Keruh (+), Shadow Test (+)LensaKeruh (+), Shadow Test (+)

Sulit dinilaiVitreous HumorSulit dinilai

Refleks Fundus (+)Oftalmoskop: Papil sulit dinilai, ratio A/V sulit dinilai, refleks makula sulit dinilaiFunduskopiRefleks Fundus (+)Oftalmoskop: Papil sulit dinilai, ratio A/V sulit dinilai, refleks makula sulit dinilai

Palpasi: (N + 1)Tonometri : 20,2TIOPalpasi: (N + 1)Tonometri : 24,9

2.5 DIAGNOSIS KERJA Katarak Imatur ODS Glaukoma Sekunder e.c. Intumesensi Lensa (Glaukoma Fakomorfik) Astigmatisme Miopia Compositus Presbiopia2.6. DIAGNOSIS BANDING Glaukoma Primer Sudut Tertutup ODS2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN Gonioskopi Perimetri2.8 PENATALAKSANAANMedikamentosa Timol 0,5 % Eye Drop 2 dd gtt I ODS Catarlent Eye Drop 4 dd gtt I ODSNon Medikamentosa Kacamata: OD: S - 2,50 C - 0,75 x 90 Add + 2,50OS : S 1,25 C 0,75 x 90 Add + 2,50 Kontrol kembali + 3 minggu untuk mengontrol tekanan bola mata atau jika ada keluhan pada mata pasien.Bedah Operasi katarak (Phacoemulsifikasi + IOL) ODS

2.9 PROGNOSISOD Ad Vitam: Ad bonam Ad Functionam: Dubia ad bonam Ad Sanationam: Dubia ad bonamOS Ad Vitam: Ad bonam Ad Functionam: Dubia ad bonam Ad Sanationam: Dubia ad bonam

BAB IIIANALISA KASUS Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat ditegakkan diagnosis pada pasien yaitu Katarak imatur ODS, glaukoma sekunder e.c. intumesensi lensa (glaukoma fakomorfik), astigmatisme miopia compositus dan presbiopia.Diagnosis ditegakkan atas dasar:Anamnesis1. UsiaBerdasarkan anamnesis, pasien berusia 50 tahun yang dapat dikategorikan sebagai katarak senile.2. Mata buramMata buram pada pasien terjadi karena proses kekeruhan pada lensa yaitu sudah terjadinya katarak yang mengakibatkan penglihatan pasien menjadi menurun. Selain karena katarak mata buram pada pasien juga adanya kelainan refraksi yaitu astigmatisme miopia compositus dan presbiopia.3. Mata seperti melihat kabutMata melihat kabut diakibatkan karena kekeruhan pada lensa sehingga cahaya yang masuk menjadi terhalang dan membuat penglihatan pasien seperti melihat asap/kabut.4. FotofobiaPasien katarak akan mengeluh silau karena cahaya yang masuk ke mata akan dipantulkan karena mengenai bagian lensa yang keruh. Akibat dari pemantulan cahaya inilah yang akan menimbulkan keluhan silau. Keluhan lebih silau akan dirasakan pada malam hari karena diakibatkan kondisi pupil yang lebih midriasis sehingga cahaya yang masuk akan lebih banyak dan lebih banyak pantulan yang terjadi.5. Mata berairLakrimasi (mata berair) bisa diakibatkan karena kelainan refraksi pada mata pasien sehingga membuat mata pasien cepat lelah ketika membaca dan menjadi berair. Pada katarak mata berair juga bisa diakibatkan karena keluhan silau dan membuat cahaya lebih banyak dipantulkan, sehingga kelenjar lakrimal akan memproduksi air mata lebih banyak sehingga timbul keluhan mata berair pada pasien.6. Mata terasa perihMata perih dapat disebabkan karena tekanan bola mata pasien yang meningkat atau karena mata pasien cepat lelah setelah membaca dan menjadi perih.

Pemeriksaan Oftalmologi1. Visus menurun (OD: 6/50 OS: 6/45)Penurunan visus pada kedua mata pasien diakibakan karena adanya kekeruhan pada lensa. Dengan pemeriksaan pinhole didapatkan hasil yang negatif pada kedua mata yang mengindikasikan terjadinya kelainan organik pada pasien.2. COA dangkalCOA dangkal terjadi akibat komplikasi katarak pada pasien yaitu glaukoma sekunder. Pada katarak imatur terjadi stadium intumesen yaitu dimana lensa menyerap banyak air sehinggal lensa menjadi lebih cembung dari mendorong COA sehingga COA menjadi lebih dangkal.3. Kekeruhan pada lensa dan shadow test positifShadow test merupakan suatu test untuk melihat bayangan iris pada lensa yang keruh. Pada mata kanan dan kiri pasien didapatkan hasil positif yang berarti tidak semua bagian lensa mengalami kekeruhan yang mengindikasikan katarak stadium imatur. 4. TIO yang meningkatTekanan bola mata yang meningkat terjadi karena komplikasi dari katarak yaitu glaukoma. Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan tetes mata Timol 0,5 % 2 dd gtt I ODS untuk menurunkan tekanan bola mata. Timol dapat menurunkan TIO hingga 20 %, pada pasien belum perlu diberikan obat sistemik karena TIO masih < 26 mmHg. Pasien juga diberikan catarlent 4 dd gtt I ODS karena catarlent bersifat hiperosmotik sehingga bisa menarik cairan dari lensa yang intumesen dan juga memperlambat pengeruhan lensa. Pasien juga diberikan kacamata karena ukuran kacamata yang sudah berubah walaupun visus pasien tidak dapat menjadi 6/6 lagi karena adanya kekeruhan pada lensa atau kelainan organik. Pasien juga di rencakanan operasi katarak yaitu Phacoemulsifikasi + IOL karena katarak yang sudah menimbulkan komplikasi yaitu glaukoma sudah merupakan indikasi dilakukannya operasi. Tindakan operasi untuk mengeluarkan lensa katarak merupakan terapi definitif pada glaukoma fakomorfik. Ekstraksi katarak pada glaukoma fakomorfik bertujuan untuk mencapai tajam penglihatan yang baik, menurunkan tekanan intraokuler, mencegah kerusakan saraf optik dan menghindarkan pasien dari keluhan sakit pada mata dan kepala.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA4.1 Anatomi LensaPada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang, dengan diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel, korteks dan nukleus. Ke arah mata anterior, lensa berhubungan dengan cairan bilik mata, dan ke arah mata posterior, lensa berhubungan dengan badan kaca.4

Gambar 1. Lapisan lensa

Di belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh zonula zinii (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus siliare. Zonula zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliare. Zonula zini melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.4Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya terdapat korpus vitreus. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran semipermeabel, yang melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator.4,5Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam proses metabolisme dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA, protein dan lipid.5 Substansi lensa terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamel-lamel panjang yang konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti, yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini akan berbentuk seperti huruf Y dilihat dengan slitlamp. Bentuk Y ini tegak di anterior dan terbalik di posterior huruf Y yang terbalik. 5

Gambar 2. Lamela lensa

Sebanyak 65% bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri dari alfa (), beta () dan delta () kristalin, sedang yang termasuk dalam water insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Seperti telah disinggung sebelumnya, tidak ada reseptor nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.54.2 Fungsi LensaLensa memiliki fungsi utama untuk memfokuskan berkas cahaya ke retina dengan mengubah-ubah daya refraksi agar sesuai dengan sinar yang datang sejajar atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa ini disebut sebagai akomodasi. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah kelengkungan lensa terutama kurvatur anterior.5Otot-otot siliaris relaksasi, serat zonula menegang, dan diameter anteroposterior lensa mengecil untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh. Dalam posisi tersebut, lensa diperkecil hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Sementara itu, untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi hingga tegangan zonula zinii berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologis antara korpus siliaris, sonula zinii, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina disebut sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.5

Gambar 3. Akomodasi Lensa

Pada fetus, lensa berbentuk hampir sferis dan lemah, sementara pada orang dewasa lensa lebih padat dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan hingga dewasa, dan proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih besar, lebih gepeng, berwarna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai grey reflex atau senile reflex, yang sering disangka katarak. Proses sklerosis ini menyebabkan lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dan biasanya dimulai pada umur 40 tahun.54.3 Anatomi Sudut Bilik Mata DepanSudut bilik mata depan dibentuk oleh tautan antara kornea dan iris perifer, yang diantaranya terdapat jalinan trabekular. Jalinan trabekular (trabecular meshwork) sendiri terdiri dari 3 bagian yaitu:1. Jalinan uveal (uveal meshwork), merupakan jalinan paling dalam dan meluas dari pangkal iris dan badan siliar sampai garis Schwalbe.2. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork), membentuk bagian tengah yang melebar dan meluas dari scleral spur sampai dinding lateral sulkus skleralis.3. Jalinan endothelial (juxtacanalicularatau endothelial meshwork), membentuk bagian luar dan terdiri dari lapisan konektif, merupakan bagian sempit yang menghubungan jalinan korneoskleral dengan kanalis sklemm. 6

Gambar 4. Anatomi sudut bilik mata depanKanal schlemn merupakan kapiler yang dimodufikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal shlemn. Dari kanal schlemn, keluar salura kolektor, 20 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episkelera dan vena siliaris anterior di badan siliar.4.4 Fisiologi Aqueous HumorAqueous Humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera okuli anterior (0,25 ml) dan posterior (0,06 ml) mata, yang berfungsi menjaga tekanan bola mata dalam batas normal dan juga untuk memberikan nutrisi dan oksigen pada kornea dan lensa. Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatan pembentukannya, yang bervariasi diurnal, adalah 1,5 2 L/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor akueus serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktatyang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Unsur pokok dari humor akueus normal adalah air (99,9%), protein (0,04%) dan lainnya dalam milimol/kg adalah Na+ (144), K+ (4,5), Cl- (110), glukosa (6,0), asam laktat (7,4), asam amino (0,5) dan inositol (0,1). 7

Gambar 5. Aliran aqueous humorTerdapat 2 jalur dalam sekresi Aqueous Humor, jalur pertama yaitu Conventional Route melalui sudut bilik mata depan sekitar 80 %, Aqueous Humor dihasilkan oleh badan siliar. Badan siliar terdiri atas 2 bagian yaitu Pars Plica dan Pars Plana. Pars Plica adalah 1/3 bagian depan dari Badan Siliar (2 mm). Prosesus siliaris melekat pada bagian ini dan mensekresi Aqueous Humor. Setelah itu Aqueous Humor masuk ke kamera okuli posterior lalu mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior (sekaligus, terjadi pertukaran diferensial komponen komponen dengan darah di iris), melalui jalinan trabekular ke kanal schlemn menuju saluran kolektor, kemudian masuk kedalam pleksus vena, ke jaringan sklera dan episklera juga ke dalam v.siliaris anterior di badan siliar. Saluran yang mengandung cairan camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjungtiva, yang dinamakan aqueous veins. Jalur kedua yaitu Unconventional Route (Uveoscleral Outflow) sekitar 20 %. Aqueous Humor keluar dari badan siliar menuju ruang suprakoroid yang terletak antara badan siliar dengan sklera. Lalu mengalir ke jaringan episklera dan mengalir ke sirkulasi vena dari badan siliar, koroid dan sklera. 64.5 Glaukoma FakomorfikDefinisiGlaukoma fakomorfik, seperti yang digambarkan oleh terminologinya (fako: lensa; morfik: bentuk) merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh perubahan bentuk lensa. Glaukoma sudut tertutup yang dapat terjadi secara akut, subakut, ataupun kronik oleh karena katrak matur atau intumesen. 7Patofisiologi Glaukoma fakomorfik dapat terjadi karena pupil terhalang oleh perubahan ukuran dan posisi permukaan anterior lensa yang mendorong lensa ke anterior sehingga menekan iris. Terhalangnya pupil atau luksasi diafragma lensa-iris dapat menyebabkan sudut bilik mata tertutup. Selain itu, glaukoma fakomorfik juga dapat disebabkan oleh mata hiperopia dengan lensa yang telah lebih besar dibandingkan dengan panjang aksial. Mata seperti ini memiliki bilik mata depan yang lebih sempit sehingga dapat mencetuskan glaukoma. 7,8Pada mata dengan glaukoma fakomorfik terdapat peningkatan tekanan intra okular yang patologis. Penyebabnya adalah bentuk lensa yang menebal atau intumesen. Penebalan ini dapat disebabkan oleh pembentukan katarak matur karena hidrasi korteks. Saat maturasi katarak berlangsung dan protein lensa denaturasi, terjadi hiperosmolaritas pada lensa yang mengakibatkan proses hidrasi lensa berlanjut, sehingga lensa menjadi tebal atau intumesen. Penebalan pada lensa tersebut menyebabkan kapsul lensa meregang, sehingga pada sebagian sisi lensa terjadi kalsifikasi, sementara di sisi lain menjadi flasid. Penyebab menebalnya atau intumesensi lensa yang lain adalah trauma tusuk pada kapsul lensa yang menyebabkan terjadinya hidrasi lensa. 8,9,10Penebalan lensa yang berlanjut dapat terjadi pada beberapa kondisi. Penderita dengan diabetes memiliki resiko terjadi penebalan lensa. Intumesensi lensa dapat terjadi akibat reaksi idiosyncratic terhadap obat sistemik seperti diuretik. Penderita dengan Persistent Hyperplasmic Primary Vitreus (PHPV) dapat terjadi glaukoma karena adanya ruptur pada kapsul lensa posterior sehingga membentuk katarak dengan cepat. Sementara itu, kontraksi membran fibrovaskular dapat mendorong diafragma lensa-iris ke depan dan membuat bilik anterior menjadi dangkal. Selain itu, trauma dan pseudo eksfoliation mengganggu sokongan dari zonula zinii sehingga terjadi pergeseran lensa ke anterior, dan membuat bilik mata depan menjadi dangkal.9,10Lensa yang tebal dapat menyebabkan penyempitan sudut iridotrabekular secara progresif. Hal ini meningkatkan tekanan intra okular, sehingga timbul tanda-tanda dan gejala serangan glaukoma akut sudut tertutup, atau disebut juga glaukoma fakomorfik sudut tertutup akut. Selama glaukoma fakomorfik belum menimbulkan neuropati optik, maka glaukoma tersebut adalah akut. 10EpidemiologiGlaukoma sudut tertutup yang dikarenakan katarak hipermatur lebih sering terjadi pada negara dengan tingkat prevalensi katarak yang lebih tinggi namun dengan penanganan yang tidak memadai. Glaukoma dapat terjadi pada ras apapun, jenis kelamin apapun, dan lebih sering ditemukan pada pasien usia lanjut dengan katarak senilis, namun juga dapat terjadi pada pasien usia muda yang menderita katarak traumatika atau katarak intumesen yang berkembang secara cepat. 8Faktor ResikoFaktor resiko terjadinya glaukoma fakomorfik yang tersering diketahui adalah usia (> 60 tahun). Semakin bertambahnya usia seseorang, kecenderungan untuk terjadinya katarak menjadi lebih sering, sehingga orang tersebut dapat memiliki sudut bilik mata yang lebih sempit. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa panjang aksial yang lebih pendek merupakan salah satu faktor resiko terbentuknya glaukoma fakomorfik, yaitu dengan panjang aksial 23,7 mm. 9Kedalaman bilik mata depan yang sempit dapat menjadi faktor resiko untuk terjadinya glaukoma sekunder. Selain itu, jenis kelamin mungkin dapat menjadi faktor resiko terjadinya glaukoma ini. Wanita menjadi faktor predominan dengan rasio wanita berbanding laki-laki adalah 3:1. 10

PenyebabBeberapa faktor predisposisi glaukoma fakomorfik adalah: Katarak intumesen Katarak traumatika Perkembangan katarak senilis yang cepatGlaukoma fakomorfik lebih umum terjadi pada mata hiperopik dengan lensa yang besar/cembung dan sudut bilik mata yang dangkal. Serangan akut sudut tertutup dapat dicetuskan oleh dilatasi pupil pada penerangan suram. Dilatasi sampai midposisi meregangkan iris perifer sehingga iris terdorong ke depan, dan terjadi kontak dengan jaringan trabekular, sehingga terbentuk blokade pupil. Sudut tertutup juga dapat dicetuskan oleh tekanan dari posterior lensa dan pembengkakan lensa. Kelemahan zonular akibat dari ekfoliasi, trauma atau faktor usia juga berperan dalam menyebabkan glaukoma fakomorfik.11GejalaGejala subyektif glaukoma fakomorfik :1. Nyeri kepala mendadak1. Mata merah1. Pandangan kabur dan melihat bayangan seperti pelangi di sekitar cahaya1. Mual dan muntah1. Penurunan tajam penglihatan yang telah dialami sejak sebelum serangan akut glaukomaGejala obyektif glaukoma fakomorfik :1. Tingginya tekanan intraokuler (TIO) lebih dari 35 mmHg1. Pupil mid dilatasi, ireguler.1. Edema kornea1. Injeksi konjungtiva dan silier1. Bilik mata depan yang dangkal, 5 hari merupakan faktor resiko yang signifikan untuk prognosis akhir tajam penglihatan dan glaukoma yang buruk.4.6 Glaukoma Sekunder1. Glaukoma Pigmentasi Sindrom ini erutama disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus siliaris. Granula pigmen terkelupas dari iris akibat friksi dengan serat-serat zonular dibawahnya sehingga terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap dipermukaan kornea posterior dan tersangkut di jaringan trabekular, mengganggu aliran keluar humor akueus. Sindrom ini terjadi paling sering pada pria miopik berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki kamera anterior yang dalam dengan sudut kamera anterior yang lebar. Terapi diberikan miotik dan iridotomi perifer dengan laser atau trabekuloplasti.122. Sindrom EksfoliasiPada sindrom eksfoliasi, dijumpai endapan-endapan bahan berserat mirip serpihan di permukaan lensa anterior (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat pajanan terhadap radiasi inframerah, yakni katarak grass blower), prosesus siliaris, zonula, permukaan posterior iris, longgar dikamera anterior dan dijaringan trabekular (disertai peningkatan pigmentasi).123. Glaukoma Akibat Kelainan LensaDislokasi LensaLensa kristalina dapat mengalami dislokasi akibat trauma atau secara spontan, mislnya pada sindrom Marfan. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada bukaan pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut. Dislokasi posterior ke dalam korpus vitreus juga berkaitan dengan glaukoma, walaupun mekanismenya belum jelas. Hal ini disebabkan kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik. Terapi pada dislokasi anterior dilakukan ekstraksi lensa segera setelah TIO terkontrol secara medis. Terapi pada dislokasi posterior yaitu lensa dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai glaukoma sudut terbuka primer.12Intumesensi LensaLensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami kelainan kataraktosa sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar batas kamera anterior yang menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut serta menyebabkan glaukoma sudut tertutup.Glaukoma Fakolitik Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma sekunder sudut terbuka dengan tanda-tanda dan gejala klinik glaukoma akut, sudut bilik mata terbuka lebar dan lensa dengan katarak hipermatur disertai masa seperti susu si dalam bilik mata depan. Didalam bilik mata depan terdapat efek Tyndal (fler=suar) sehingga gambaran menyerupai uveitis. Pada glaukoma fakolitik jarang ditemukan keratik presipitat dan sinekia posterior. Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke kamera anterior.Masa lensa yang terdapat di dalam bilik mata anterior mengundang serbukan sel radang, dan tidak terlihat adanya reaksi antibodi yang nyata.Jalinan trabekular menjadi edematosa dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak tekanan intraokular.4. Glaukoma Akibat Kelainan Traktus UvealisUveitisPada uveitis, tekana intraokular biasanya lebih rendah daripada normal karena korpus siliaris yang meradang kurang berfungsi dengan baik. Namun, juga dapat terjadi peningkatan tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan. Jalinan trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari kamera anterior, disertai edema sekunder atau kadang-kadang terlibat dalam proses peradangan yang secara spesifik diarahkan ke sel-sel trabekula (trabekulitis)Tumor Melanoma traktus uvealis dapat menimbulkan glaukoma akibat pergeseran korpus siliaris ke anterior yang menyebabkan penutupan sudut sekunder, keterlibatan langsung sudut kamera naterior , penyumbatan sudut filtrasioleh dispersi pigmen dan neovaskularisasi sudut.Sindrom iridokorneoendotel (ICE)Kelainan idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan bermanifestasi sebagai dekompensasi kornea, glaukoma dan kelainan iris.5. Glaukoma Akibat Trauma Cedera kontusio bola mata dapat disertai peningkatan dini tekanan intraokular akibat perdarahan kamera anterior (hifema). Darah bebas menyumbat jaringan trabekular, yang juga mengalami edema akibat cedera. Terapi awal biasanya terapi medis, terapi mungkin diperlukan tindakan bedah apabila tekanan tetap tinggi.126. Glaukoma Setelah Tindakan Bedah OkularGlaukoma sumbatan siliaris (Glaukoma maligna)Tindakan bedah mata yang mengalami peningkatan mencolok tekanan intraokular an penutupan sudut dapat menyebabkan glaukoma sumbatan siliaris. Segera setelah pembedahan, tekanan intraokular meningkat hebat dan lensa terdorong kedepan akibat humor akueus pada dan dibelakang korpus vitreum.12Sinekia Anterior PeriferSeperti pada trauma ke segmen anterior, tindakan bedah yang menyebabkan kamera anterior datar akan menyebabkan pembentukan sinekia anterior perifer. Diperlukan reformasi kamera secara dini dengan tindakan bedah apabila hal tersebut tidak terjadi secara spontan.127. Glaukoma Neovaskular Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut kamera anterior paling sering disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada sumbatan vena retina sentral stadium lanjut pada diabetes. Glaukoma timbul mula-mula disebabkan oleh sumbatan sudut oleh membran fibrovaskular tetapi kontraksi membran berikutnya menyebabkan penutupan sudut.8. Glaukoma Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma pada sindrom Sturge-Weber, yang juga dapat anomali perkembangan sudut dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi sudut akibat iskemia mata yang luas.9. Glaukoma Akibat Steroid Kortikosteroid topikal dan dan periokular dapat menimbulkan sejenis galukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarga dan akan memperparah peningkatan tekanan intraokular pada pra pengidap glaukoma sudut terbuka primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek tersebut tidak disadarai untuk jangk waktu lama. Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi glaukoma medis biasanya dapat mengontrol tekanan intraokularBAB IVKESIMPULAN

Glaukoma fakomorfik merupakan glaukoma sekunder yang disebabkan oleh kelainan pada lensa dan dapat menyerang ras apapun baik laki-laki maupun perempuan. Namun lebih sering ditemukan pada usia > 60 tahun dengan panjang aksial yang pendek dan perempuan lebih banyak terkena dari pada laki-laki. Glaukoma fakomorfik mudah terjadi pada pasien dengan katarak imatur. Katarak imatur dapat terjadi stadium intumesensi dimana lensa menebal dan mendorong iris ke dalam jaringan trabekula segingga sudut bilik mata tertutup dan akhirnya meningkatkan tekanan intraokuler. Peningkatan tekanan intraokuler ini menyebabkan pasien yang menderita glaukoma fakomorfik mengeluh nyeri yang akut, pandangan kabur, melihat bayangan seperti pelangi (halo) disekitar cahaya, mual dan muntah. Pasien secara umum mengalami penurunan visus sebeum episode akut dikarenakan adanya riwayat katarak.Glaukoma fakomorfik lebih sering terjadi pada mata hiperopik yang kecil dengan lensa yang besar/cembung dan sudut bilik mata depan yang dangkal. Penatalaksanaan glaukoma fakomorfik bertujuan untuk menurunkan tekanan intraokuler secara cepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada saraf optik, kornea dan untuk mencegah terbentuknya sinekia. Tatalaksana definitf pada kasus ini adalah ekstraksi katarak. Sebelum pembedahan, penatalaksanaan dapat menggunakan obat topikal, oral ataupun intravena, serta iridoplasti dan laser iridotomi perifer.

DAFTAR PUSTAKA1. Bhartiya S, Jain M, Kumar M. Phacomorphic Glaucoma : Management Strategies. Journal of Current Glaucoma Practice 2009;3(2):39-46.2. Prajna NV, Ramakrishnan R, Krishnadas R, et al. Lens induced glaucomasvisual results and risk factors for final visual acuity. Indian J Ophthalmol 2006;44(3):149-55.3. Wijana, Nana S.D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-6, Penerbit Abadi Tegal, Jakarta, 2006: 190-196.4. Ilyas, Sidarta, Ilmu Penyakit Mata, Ed 3. Cetakan ke 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. 5. Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta. 20006. Asbury T, Vaugham D. 2009. Bab 11 Glaukoma. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta : Widya Medika; p.220-397. Kaplowitz KB, Kapoor KG. An Evidence-Based Approach to Phacomorphic Glaucoma. Clinical and Experimental Opthalmology 2011.8. Mallay M, Shuba L, Kwan YH. Phacomorphic Glaucoma. Cattarac & refrac Surgerry Today. July 2008:65-79. Jogi R. Basic Ophthalmology. Fourth Edition. Chapter 12: Glaycoma. 2009. New Delhi: India.10. Salmon, J.R. 2007. Glaucoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. USA: McGraw-Hill, 212-228.11. Simmons, S.T., et al, 2007. Introduction to Glaucoma: Terminology, Epidemiology, and Heredity. In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 3-15.12. Skuta GL, Cantor LB, 2011. Introduction to Glaucoma: Terminology, Epidemiology amd Heredity. Dalam: BCSC Glaucoma, Section 10, 2011-2012. American Academy of Ophtalmology. 2011; h. 3-16

25