diagnosis tumor sinonasal

15
2.7. Diagnosis 2.7.1 Anamnesis Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan di hidung dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar bahan-bahan kimia karsinogen yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari kemungkinan faktor resiko. 1 Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan perluasannya. Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1 a. Gejala nasal Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada sekret, sering sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. 1,7,13 b. Gejala orbital Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. 1,7,14 c. Gejala oral Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali

Upload: mentaro

Post on 19-Jan-2016

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis Tumor Sinonasal

2.7. Diagnosis

2.7.1 Anamnesis

Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh sangat diperlukan dalam penegakkan

diagnosis keganasan di hidung dan sinus paranasal. Kurang lebih 9-12 % keganasan di hidung

dan sinus paranasal stadium awal bersifat asimptomatis. Riwayat terpapar bahan-bahan kimia

karsinogen yang dihubungkan dengan pekerjaan atau lingkungan perlu diketahui untuk mencari

kemungkinan faktor resiko.1

Gejala yang dikeluhkan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan

perluasannya. Gejala yang dikeluhkan dapat dikategorikan sebagai berikut:1

a. Gejala nasal

Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada sekret, sering sekret

yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang

hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya berbau karena

mengandung jaringan nekrotik.1,7,13

b. Gejala orbital

Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau penonjolan

bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.1,7,14

c. Gejala oral

Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum atau di

prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi geligi goyah.

Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi tidak sembuh meskipun gigi

yang sakit telah dicabut.1,4,7

d. Gejala fasial

Perluasan tumor akan menyebabkan penonjolan pipi, disertai nyeri, anesthesia atau

parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.1,4,7

e. Gejala intrakranial

Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat, oftalmoplegia

dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang keluar melalui hidung ini

terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus basis cranii. Jika perluasan sampai ke

fossa kranii media maka saraf otak lainnya bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi

trismus akibat terkenanya muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang

dipersarafi nervus maksilaris dan mandibularis.1,4,7

Page 2: Diagnosis Tumor Sinonasal

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Saat memeriksa pasien, pertama-tama perhatikan wajah pasien apakah terdapat asimetri

atau tidak. Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi

anterior dan posterior. Permukaan yang licin merupakan pertanda tumor jinak sedangkan

permukaan yang berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah merupakan pertanda tumor ganas.

Jika dinding lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila.

Pemeriksaan nasoendoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan tumor pada stadium

dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor ini jarang

bermetastasis ke kelenjar leher.1

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Biopsi

Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah

mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk

mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk mengkonfirmasi diagnosis apakah

tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang ukuran kecil, tumor dapat diangkat seluruhnya,

sedangkan untuk ukuran besar maka tumor hanya diambil sebagian untuk contoh pemeriksaan

tumor yang sudah diangkat.7

Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti inilah yang dijadikan gold

standart atau diagnosis pasti suatu tumor. Bila hasilnya jinak, maka selesailah pengobatan tumor

tersebut, namun bila ganas atau kanker, maka ada tindakan pengobatan selanjutnya apakah

berupa operasi kembali atau diberikan kemoterapi atau radioterapi.7

b. Pemeriksaan Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa fleksibel yang

ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat membantu untuk melihat area

sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan terevaluasi dengan baik melalui pemeriksaan

rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi dapat merupakan pemeriksaan penunjang sekaligus dapat

berfungsi sebagai media biopsi dan juga terapi bedah pada tumor sinonasal yang jinak.7

c. Pemeriksaan X-ray

Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran seperti udara..

Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT

scan.7

Page 3: Diagnosis Tumor Sinonasal

Gambar 3. Foto polos kepala tampak kista didalam sinus maksilaris

d. Pemeriksaan CT - Scan

Gambar 4. CT Scan Sinus Paranasal menunjukkan sebuah tumor yang berbentuk lobus

tajam sehingga terjadi peningkatan di kedua rongga hidung yang dapat meluas ke sinus etmoid,

sinus sphenoid dan nasofaring. Lesi menonjol ke dalam orbit kiri dan kedua sinus maksilaris.

CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang sinus paranasal.

Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati

kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan gejala persisten setelah

pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan

coronal dengan kontras. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang

traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai

tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotis.3

e. Pemeriksaan MRI

MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk membedakan daerah sekitar

tumor dengan jaringan lunak, membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat yang

menempati rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan temuan imaging

Page 4: Diagnosis Tumor Sinonasal

pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI image

terdepan untuk mengevaluasi foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan kanalis optik.

Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal berintensitas rendah yang normal

dari Meckel cave signal berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa pterygopalatine oleh

signal tumor yang mirip dengan otak.3,7

f. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)

PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam tubuh. Sejumlah

kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan

yang menggunakan lebih banyak energi. Karena kanker cenderung menggunakan energi secara

aktif, sehingga menyerap lebih banyak zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini

untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Sering digunakan untuk keganasan kepala dan

leher untuk staging dan surveillance. 3,7

g. Staging

Sistem TNM adalah suatu cara untuk melukiskan stadium kanker. Sistem TNM

didasarkan atas 3 kategori. Masing–masing kategori dibagi lagi menjadi subkategori untuk

melukiskan keadaan masing– masing pada T, N, dan M dengan memberi indeks angka dan

huruf, yaitu:

T = Tumor primer

a. Indeks angka : Tx, Tis, T0, T1, T2, T3, dan T4.

b. Indeks huruf : T1a, T1b, T1c, T2a, T2b, T3b, dst.

N = Nodus regional, metastase kelenjar limfe regional

a. Indeks angka : N0, N1, N2, dan N3.

b. Indeks huruf : N1a, N1b, N2a, N2b, dst.

M = Metastase jauh

Indeks angka saja : M0 dan M1.7

Tiap–tiap indeks angka dan huruf mempunyai arti sendiri–sendiri untuk tiap jenis atau

tipe kanker, jadi arti indeks untuk kanker mamma tidak sama dengan kulit. Untuk satu jenis

kanker tertentu tidak semua indeks harus dipakai. Rinciannya sebagai berikut :

Penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal menurut American Joint

Committee on Cancer (AJCC) 2010, yaitu:

Page 5: Diagnosis Tumor Sinonasal

Sinus Maksillaris 3,7,12

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi

dan destruksi tulang.

T2

Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga

palatum dan atau meatus media tanpa melibatkan dinding

posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid.

T3

Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus

maksilaris, jaringan subkutaneus, dinding dasar dan medial

orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.

T4a

Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa

pterigoid, fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus

sfenoidalis atau frontal.

T4b

Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater,

otak, fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi

maksilaris nervus trigeminal V2, nasofaring atau klivus.

Kavum Nasi dan Ethmoidal 3,7,12

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa

invasi tulang

T2

Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor

meluas dan melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks,

dengan atau tanpa invasi tulang

T3Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus

maksilaris, palatum atau fossa kribriformis.

T4a

Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita,

kulit hidung atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis

anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal.

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak,

Page 6: Diagnosis Tumor Sinonasal

fossa kranial medial, nervus kranialis selain dari V2,

nasofaring atau klivus.

Kelenjar Getah Bening Regional (N) 3,7

Nx Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 Pembesaran kelenjar ipsilateral ≤3 cm

N2

Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel

kelenjar ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau

kontralateral < 6 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm

N2bMetastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6

cm

N2cMetastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih

dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm

Metastasis Jauh (M) 3,7

Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Stadium Tumor Ganas dan Sinus Paranasal 3,7

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0

Iva T4a N0 M0

T4a N1 M0

Page 7: Diagnosis Tumor Sinonasal

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

IVb T4b Semua N M0

Semua T N3 M0

IVc Semua T Semua N M1

2.8. Penatalaksanaan

Pasien dengan kanker sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan

pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap pasien menerima rencana pengobatan yang

disesuaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama untuk tumor sinus

paranasal meliputi:

2.8.1. Pembedahan

Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif dengan reseksi bedah.

Pengobatan terapi bedah ini umumnya berdasarkan staging dari masing-masing tumor. Secara

umum, terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang, pembedahan

dengan margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan

struktur-struktur penting pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post

operatif sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus

eksisi paliatif ataupun debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang hebat, ataupun

untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga orbita, serta untuk drainase sinus

paranasalis yang mengalami obstruksi. Jenis reseksi dan pendekatan bedah yang akan dilakukan

bergantung pada ukuran tumor dan letaknya/ekstensinya.4,7

Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti

reseksi endoskopi nasal, transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau

kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Tumor tahap lanjut mungkin

membutuhkan tindakan eksenterasi orbita, total ataupun parsial maksilektomi ataupun reseksi

anterior cranial base, dan kraniotomi. Maksilektomi kadang-kadang direkomendasikan untuk

tatalaksana kanker sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti mata

yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull base surgery sering

direkomendasikan untuk keganasan pada sinus paranasal. Terapi ini mengharuskan untuk

membebaskan beberapa jaringan tambahan disamping dilakukannya maksilektomi. 1,7,13

Page 8: Diagnosis Tumor Sinonasal

Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan gangguan nutrsi,

adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan

keterlibatan arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral

tumor ke nervus optik dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik

adalah mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya perawatan di

rumah sakit lebih singkat.4,13

Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan

kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulitan menelan. Tujuan utama

dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan luka, penyelamatan/preservasi dan

rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan

berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.1,4,7

2.8.2. Radioterapi

Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada stadium I

dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai adjuvant

radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti

pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi dianggap sebagai terapi lokal

alternatif untuk operasi. Radioterapi melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk

menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi juga digunakan untuk

terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi radiasi yang diberikan dapat

berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun brachyterapi (radiasi internal). 2,9

2.8.3. Kemoterapi

Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain terapi

lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam tubuh adalah dengan

menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan

atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut kemoterapi dan diberikan dalam siklus (setiap obat

atau kombinasi obat-obatan biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan

kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi tambahan (baik sebagai adjuvant

maupun neoadjuvant), kombinasi dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai terapi

paliatif. Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi, ataupun

untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan

pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil PA margin

tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran perineural, ataupun penyebaran

ekstrakapsular pada metastasis regional.4

Page 9: Diagnosis Tumor Sinonasal

2.9. Komplikasi

Komplikasi keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan rekonstruksi. Beberapa

komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

a. Perdarahan

Untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior dan posterior dan arteri

sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi.4

b. Kebocoran cairan otak

Cairan otak dapat bocor dekat dengan basis cranii. Tanda dan gejala yang terjadi

termasuk rinorhea yang jernih, rasa asin dimulut, dan tanda halo. Perawatan konservatif

dengan tirah baring dan drainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari bersama

antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi pembedahan.4

c. Epifora

Hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh obstruksi pada aliran traktus

lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin perlu

dilakukan.4

d. Diplopia

Perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci untuk menghindari komplikasi ini. Jika

terjadi diplopia, penggunaan kacamata prisma merupakan terapi yang paling sederhana.4

2.10. Prognosis

Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi

prognosis keganasan pada sinonasal. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis

histologi, asal tumor primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status

batas sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak

lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang

tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.1,3

Angka ketahanan hidup 5 tahun berdasarkan penelitian Patel dkk, low-grade neoplasma

seperti esthesioneuroblastoma 78%, adeno- karsinoma 52%, karsinoma sel skuamos 44%,

undifferentiated carcinoma 37%, serta mucosal melanoma 18%.4

Walaupun demikian, pengobatan multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik

dalam mengontrol tumor primer dan akan meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar

75% untuk seluruh stadium tumor.1

Page 10: Diagnosis Tumor Sinonasal

BAB 3

KESIMPULAN

Karsinoma sinonasal adalah penyakit di mana sel-sel kanker ditemukan dalam jaringan

sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Pria terkena 1,5 kali lebih sering dibandingkan

wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari

keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung

sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada sinus ethmoidal dengan minoritas sisa neoplasma

ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.3

Paparan asap hasil sisa industri, terutama debu kayu, merupakan faktor resiko utama

yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40

tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Pasien

dengan tumor sinus paranasal biasanya dirawat oleh tim spesialis menggunakan pendekatan

holistik multidisiplin ilmu.4,7

Tingkat rata-rata ketahanan hidup bagi pasien dengan tumor sinus maksilaris sekitar 40%

selama 5 tahun. Tumor yang berada pada tahap awal memiliki angka kesembuhan hingga 80%.

Pasien dengan tumor yang dioperasi dan dilakukan terapi radiasi memiliki tingkat kelangsungan

hidup kurang dari 20%.3