tumor mata kongenital
DESCRIPTION
sdfdfdddTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Orbita merupakan struktur kavitas yang mampu menampung volume
sebesar 30 ml berbentuk buah pear seperti yang dijelaskan oleh Whitnall
dikarenakan struktur orbita yang tampak lebar di pintu anterior dan menyempit
ke arah posterior.1 Rongga orbita terdiri dari struktur-struktur yang penting
dalam fungsi okular dan struktur tulang yang melindinginya. Secara anatomis
orbita terdiri dari komponen berupa: bola mata, otot-otot ekstraokuler, jaringan
lemak, fascia, pembuluh darah, saraf, ganglia simpatetik, glandula lakrimalis,
kartilago trochlearis. Terdapat tujuh tulang yang membentuk struktur orbita,
antara lain: sisi medial dibatasi oleh tulang yang membentuk dinding luar sinus
ethmoid dan sphenoid, sisi superior dibatasi oleh glandula lakrimalis, sisi lateral
dibatasi oleh os zigoma, frontal dan sphenoid dan sisi inferior dibatasi oleh sinus
maksilaris.2
Orbita merupakan area yang kecil dengan sedikit ruang kosong sehingga
jika terdapat massa (space occupying lesion) yang meningkatkan volume orbita
akan bermanifestasi klinis sebagai proptosis (penonjolan bola mata) dan atau
gangguan visus dan gangguan otot ekstraokular.2 Tumor orbita adalah tumor
yang menyerang rongga orbita (tempat bola mata) sehingga merusak jaringan
lunak mata, seperti otot mata, saraf mata dan kelenjar air mata. Tumor orbita
dapat berupa tumor primer ataupun sekunder yang merupakan penyebaran dari
struktur sekitarnya, atau metastase dari tumor lain. Insidensi tumor orbita sebagai
tumor sekunder lebih sering dijumpai dibandingkan dengan tumor orbita primer.1
Penyebab tumor orbita adalah multifaktorial. Salah satu diantaranya
adalah faktor genetik yang terbukti ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan
tumor. Sekitar 90% kasus tumor orbita pada anak-anak bersifat jinak, sedangkan
10% diantaranya bersifat keganasan. Lesi jinak yang paling sering dijumpai
berupa kistik (dermoid atau kista epidermoid). Sedangkan pada kasus keganasan
kasus yang paling sering dijumpai berupa rhabdomyosarcoma.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi Orbita
Tulang-tulang orbita terbentuk dari mesenkim disekitar vesikel optik
awal. Terdapat dua macam proses pembentukan tulang selama proses
pembentukan orbita, yaitu endokondral dan intramembranous. Tulang-tulang
endokondral diawali dari tulang rawan, sedangkan tulang-tulang
intramembranous terbentuk dari jaringan ikat.3,4
Dinding orbita awal terbentuk dari sel-sel kranial neural crest. Pada
pembentukkan awal, proses disebelah lateral nasal bermigrasi dan bergabung
dengan proses yang berjalan dari sisi maxilla untuk membentuk dinding media,
inferior dan lateral orbita. Dari sisi superior, kapsul forebrain membentuk atap
orbita. Seiring dengan membesarnya volume ruang orbita, terjadi juga penebalan
dan pemadatan jaringan ikat orbita.
Secara embriologis, tulang pertama yang terbentuk adalah os maxillaris,
yaitu terbentuk pada minggu keenam kehamilan. Os maxillaris merupakan tipe
tulang intramembranous, terbentuk dari elemen-elemen jaringan ikat pada daerah
gigi taring. Pusat penulangan sekunder mengikuti proses didaerah orbitonasal
dan premaxilla. Os frontal, os zygomaticus dan os palatinus terbentuk melalui
proses penulangan intramembranous pada sekitar minggu ketujuh kehamilan.3,4
Berbeda dengan tulang yang lain, os sphenoidalis berasal dari proses penulangan
endochondral dan intramembranous. Ala parva os sphenoidalis dan ala magna os
sphenoidalis, membentuk pemisah spasial dan temporal. Ala parva os
sphenoidalis dan canalis opticus mulai terbentuk pada minggu ketujuh melalui
proses penulangan endochondral, sedangkan ala magna os sphenoidalis mulai
terbentuk pada minggu kesepuluh. Ala parva dan ala magna os sphenoidalis
menyatu pada minggu keenam belas. Beberapa minggu sesudahnya, os
sphenoidalis menyambung dengan os frontalis. Seluruh proses penulangan orbita
telah selesai pada saat lahir, kecuali bagian apex orbita. Sedangkan otot
ekstraokuler berasal dari myocytes pada preotic region. Otot rektus lateral, rektus
2
superior dan levator palpebra superior mulai tampak pada minggu kelima. Otot
obliqus superior dan rektus medial tampak pada minggu keenam, diikuti oleh
otot obliqus inferior dan rektus inferior. Pada saat yang bersamaan dengan
perkembangan otot-otot ekstraokuli ini, akson-akson syaraf efferen dari nervus
cranialis III, IV dan VI yangmempersyarafi otot-otot tersebut juga mulai
terbentuk. Di usia kehamilan 7 bulan, jaringan lemak mulai tampak didalam
orbita.5,6,7
Gambar 2.1 Perkembangan orbita pada minggu ketujuh kehamilan
2.2 Anatomi Orbita
2.2.1 Topografi Orbita
Orbita berbentuk piramida mengarah ke posterior, dengan canalis optikus
sebagai puncaknya. Dinding orbita terbentuk dari tujuh tulang, antara lain :
frontalis, zygomaticus, maxillaris, ethmoidalis, sphenoidalis, lacrimalis dan
palatinus. Volume tiap orbita berkembang seiring dengan usia. Pada saat lahir,
volume orbita kurang lebih 10,3 mm3. Volume ini akan menjadi dua kali lipat
pada tahun pertama, menjadi kurang lebih 22,3 mm3 dan kemudian terus
berkembang mencapai ukuran kurang lebih 39,1 mm3 pada usia 6-8 tahun. Pada
orang dewasa, volume orbita diperkirankan kurang lebih 59,2 mm3 pada pria dan
52,4 mm3 pada wanita. Margin terdepan orbita (rima orbita / orbital entrance)
memiliki ukuran tinggi kurang lebih 35 mm dan lebar kurang lebih 45 mm,
3
sedangkan bagian terlebarnya terletak kurang lebih 1 cm dibelakang rima orbita
dengan kedalaman yang bervariasi antara 40 - 45 mm.
Gambar 2.2.1 Orbita
Orbita digambarkan sebagai piramid berdinding empat yang
berkonvergensi ke arah belakang. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak
paralel dan dipisahkan oleh hidung. Pada setiap orbita, dinding lateral dan medial
membentuk sudut 45 derajat. Tujuh tulang pembentuk orbita antara lain:
- Os frontalis
- Os Spenoidal
- Os Zygomaticus
- Os Palatinum
- Os Maxila
- Os Ethmoidales
- Os Lakrimalis
4
.
Gambar. Potongan horizontal tulang kepala melalui orbita, memperlihatkandindinding medial
yang paralel, sementara dinding lateral membentuk sudut 4
Orbita berbentuk buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya.
Lingkaran anterior lebih kecil sedikit dari pada lingkaran di bagian dalam
tepiannya yang merupakan pelindung yang kuat. Volume orbita kira-kira 30cc
dan bola mata hanya menempati seperlima bagian ruangan, selebihnya diisi
lemak dan otot. Pada bagian anterior, terdapat septum orbitae (pemisah antara
palpebra dan orbita). Orbita berisi:
- Otot penggerak bola mata
- N. Optikus
- Glandula Lakrimalis
- Lemak
Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di
bawah, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoid di medial. Dasar orbita yang tipis
mudah rusak oleh trauma langsung terhadap bola mata sehingga menimbulkan
'fraktur blow-out' dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi
pada sinus ethmoidalis dan sphenoid dapat mengikis dinding medialnya yang
setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai orbita. Defek pada atapnya
5
(misal : neurofibromatosis) dapat berakibat timbulnya pulsasi pada bola mata
yang berasal dari otak.
Atap orbita tersusun dari kedua palatum orbital os frontalis dan ala parva
os sphenoidalis. Fossa glandula lakrimalis terletak dibagian atap, membujur
antero-lateral dibelakang prosesus zygomaticus os frontalis. Dibagian tengah
terdapat fossa trochlearis, tempat melekatnya trochlea, yang merupakan pulley
untuk pergerakkan otot oblikus superior.2,3
Dinding medial orbita tersusun dari empat buah tulang, yaitu : prosesus
frontalis os maksilaris, os lakrimalis, palatum orbita os ethmoidalis dan ala parva
os sphenoidalis. Os ethmoidalis merupakan penyusun terbanyak pada bagian ini.
Fosa lakrimalis tersusun atas prosesus frontalis os maksilaris dan os lakrimalis.
Dibagian bawah, os lakrimalis ini membentuk canalis nasolakrimalis, yang
tembus sampai meatus inferior nasal. Pada dinding medial ini jg terdapat bagian
yang tipis dan belubang-lubang, yang disebut lamina papyracea.2,3
Gambar dinding medial orbita
Dasar orbita terbentuk dari tiga tulang, antara lain : atap sinus maksilaris
dari os maksilaris, os alatines, dan palatum orbitalis os zygomaticus. Sulkus
infraorbitalis membujur dibagian dasar, mengecil kearah anterior. Selain itu juga
terdapat foramen infraorbita, yang terletak pada tepi os maksilaris. Lantai orbita
ini elevasinya menurun skitar 20o dari posterior ke anterior. Pada sisi ini juga
6
terdapat origo dari otot oblikus inferior, satu-satunya otot ekstraokuli yang tidak
berorigo di apex orbita.2,3
Gambar Dasar Orbita
Dinding lateral orbita merupakan bagian paling tebal dang paling kuat,
yang tersusun dari dua tulang, yaitu os zygomaticus dan ala magna os
sphenoidalis. Pada bagian lateral, terdapat tuberkel whitnall, yang merupakan
tempat melekatnya ligamen otot rektus medialis, ligamen suspensorium dari bola
mata, ligamen palpebra lateralis, aponeurosis otot levator, dan ligamen
whitnall.2,3
7
2.2.2. Foramen dan Fisura pada Orbita
Dinding orbita ditembus oleh beberapa foramen dan fisura yang penting,
antara lain:
Foramen Ethmoidalis
Arteri ethmoidalis anterior dan superior melewati foramen ethmoidalis yang
berada di dinding medial orbita sepanjang sutura frontoethmoidalis. Foramen ini
merupakan jalur potensial dalam penyebaran infeksi dan neoplasma dari sinus-
sinus.2,3,4
Fisura Orbitalis
8
Superior Fisura orbitalis superior ini memisahkan ala parva dan ala magna dari
os sphenoidalis. Fisura ini juga dilalui nervus cranialis III, IV, VI, cabang
pertama (ophthalmic division) dari nervus V, dan serabut saraf simpatis.
Sebagian besar drainase dari vena ophthalmica superior melalui orbita melewati
fisura ini menuju sinus cavernosa.2,3,6
Fisura Orbitalis
Inferior Fisura orbitalis inferior dibentuk oleh os sphenoidalis, os mxillaris dan
os palatina. Fisura ini terletak antara dinding lateral dan lantai orbita. Fisura ini
dilalui oleh cabang kedua (maxillaris division) nervus cranialis V, nervus
zygomaticus, dan cabang-cabang vena ophthalmikus inferior yang menuju
plexus pterigoideus. Nervus infraorbita keluar dari cranium melalu foramen
rotundum, berjalan melalui fossa pterigopalatina kemudian masuk ke orbita
melalui canalis infraorbita, dan muncul di permukaan maxilla, 1cm di bawah tepi
inferior orbita. Nervus infraorbita ini menyampaikan rangsang dari palpebra
inferior, pipi, bibir atas, gigi atas dan ginggiva. Pada blow out fracture dasar
orbita, sering menyebabkan kebas pada daerah distribusi nervus infraorbita.2,3
Canalis Zygomaticofacial dan Zygomaticotemporal
Canalis zygomaticofacial dan zygomaticotemporal dilalui pembuluh darah dan
cabang nervus zygomaticus. Canalis ini melalui dinding lateral orbita ke arah
pipi dan fosa temporalis.
Canalis Nasolacrimalis
Canalis nasolacrimalis berjalan dari fosa saccus lacrimalis ke meatus inferior, di
balik concha inferior nasal. Canalis ini dilalui oleh ductus nasolacrimal, yang
berjalan dari saccus lacrimalis ke mukosa hidung.2,3,6
Canalis Opticus
Panjang canal opticus sekitar 8-10mm, berada pada ala parva os sphenoidalis,
dipisahkan dari fisura orbitalis superior oleh struktur tulang penyangga optikus.
Canalis ini dilalui nervus opticus, arteri ophthalmicus dan saraf simpatis. Bagian
ujung kanalis ini adalah foramen opticus, yang memiliki ukuran kurang dari
6,5mm pada dewasa. Canalis opticus dapat melebar seiring dengan pembesaran
nervus, misal pada kasus glioma. Pada trauma tumpul, dapat mengakibatkan
9
fraktur canalis opticus, hematom apex orbita, ataupun kerusakkan saraf karena
terpotong pada foramen opticus.
2.3. Vaskularisasi dan Persyarafan
2.3.1. Vaskularisasi
Suplai darah ke orbita terutama berasal dari arteri oftalmica, yang mana
merupakan salah satu cabang dari arteri carotis interna. Sebagian kecil suplai
darah berasal dari arteri carotis externa melalui cabang maxilaris dan facialis.
Arteri oftalmica berjalan di bawah nervus optikus di intracranial melewati
duramater sepanjang canalis optikus dan kemudian memasuki orbita. Cabang-
cabang utama arteri oftalmica antara lain :
- Cabang-cabang ke arah otot ekstraokuli
- Arteri retina sentralis (kearah nervus optikus dan retina)
- Arteri ciliaris posterior (cabang yang panjang kearah segmen aterior bola mata
dan cabang yang pendek menuju choroid)
Cabang terminal arteri oftalmica ini berjalan ke arah depan dan bertemu dengan
cabang-cabang arteri carotis externa dari daerah wajah dan orbita, lalu kemudian
membentuk anastomose yang sangat banyak.2,3
Vena oftalmica superior merupakan drainase utama dari orbita. Vena ini
bermula dari kuadran superonasal orbita dan kemudian menuju ke posterior
melalui fisura orbita superior dan bermuara ke sinus cavernosus. Seringkali pada
pemindaian axial CT-scan, vena oftalmica superior ini tampak sebagai suatu
struktur yang melintang di darah superior orbita. Pada daerah anterior, banyak
didapatkan anastomose dengan vena dari daerah wajah, dan begitu pula di
daerah posterior didapatkan banyak anastomose dengan pleksus pterygoideus.2,3
10
Gambar 2.3.1. Percabangan arteri carotis.
2.3.2. Persyarafan
Enam dari dua belas syaraf (nervus II– VII) langsung mempersyarafi
mata dan jaringan sekitarnya. Inervasi sensoris area periorbita disyarafi oleh
cabang ophthalmica dan cabang maxillaris nervus V. Cabang ophthalmica nervus
V berjalan kedepan dari ganglion di sisi dinding lateral sinus cavernosus, dimana
dia akan pecah menjadi tiga cabang utama, frontalis, lacrimalis dan nasociliaris.
Cabang frontalis dan lacrimalis memasuki orbita melalu fisura orbita superior, di
atas annulus zinn dan berjalan kedepan melalui jaringan lemak di luar konus otot
untuk mempersyarafi kantus medialis (cabang supratrochlear), kelopak mata atas
(cabang lakrimalis dan supratrochlear) dan kening (cabang supraorbita). Cabang
nasociliaris memasuki orbita melalui fisura orbitalis superior didalam annulus
zinn, kemudian masuk kedalam konus untuk selanjutnya mempersyarafi mata
melalui cabang-cabang ciliaris. Setelah melewati ganglion ciliaris, cabang
pendek dari ciliaris ini kemudian masuk menembus sklera. Sedangkan cabang
11
panjang dari ciliaris, setelah melewati ganglion ciliaris, kemudian memasuki
sklera dan terus kearah depan untuk mempersyarafi iris, kornea dan otot
ciliaris.2,6
Gambar 2.3.2. Percabangan nervus V (Trigeminus)
Nervus cranialis III, IV dan VI mempersyarafi motorik otot-otot
ekstraokuli. Nervus III dan VI berjalan langsung menuju kerucut otot melalui
bagian superior dan lateral fisura orbita superior, di luar foramen okulomotorius.
Nervus III sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian superior dan
bagian inferior. Bagian superior nervus III (oculomotorius) mempersyarafi
musculus rektus superior dan muskulus levator palpebra. Bagian inferior dari
nervus III mempersyarafi muskulus rektus inferior, rektus medial, dan obliqus
inferior. Nervus VI (abducens) mempersyarafi muskulus rektus lateral. Nervus
cranialis IV adalah satu-satunya yang memasuki orbita tanpa melewati kerucut
otot, nervus ini memasuki orbita dari bagian posterior lalu menyilang muskulus
levator palpebra dan kemudian mempersyarafi muskulus obliqus superior.2,6
Inervasi parasimpatis, yang mana mengendalikan akomodasi, konstriksi
pupil dan stimulasi glandula lakrimalis, memiliki jalur alur perjalanan yang lebih
rumit. Serabut syaraf parasimpatis merupakan cabang pendek dari nervus ciliaris
posterior yang bersynap di ganglion ciliaris.2,6
12
Inervasi simpatis mengendalikan dilatasi pupil, vasokonstriksi, kontraksi
otot polos kelopak mata, orbita dan hidrosis. Serabut syaraf ini tidak bersynap
pada ganglion ciliaris, berjalan mengikuti arteri yang menyuplai darah pada
pupil, kelopak mata, dan orbita serta berjalan ke anterior besama dengan cabang
panjang dari nervus ciliaris. Adanya gangguan pada jalur serabut simpatis ini
mengakibatkan keadaan yang disebut Horner Syndrome, meliputi ptosis kelopak
mata atas, elevasi kelopak mata bawah, miosis, anhidrosis dan vasodilatasi.2,6
2.4. Tumor Orbita Kongenital
2.4.1. Definisi
2.4.2. Epidemiologi
2.4.3. Etiologi
2.4.4. Klasifikasi
2.4.5. Patofisiologi
2.4.6. Manifestasi Klinis
2.4.7. Tatalaksana
2.4.8. Pemeriksaan Penunjang
Tumor-tumor orbita sering tampak dengan konstelasi tanda-tanda
mengarah kepada lesi desak ruang di tulang yang membatasi orbita. Manifestasi
gejala tumor orbita ini termasuk edema kelopak mata yang tampak memenuhi
rongga orbita; ptosis atau retraksi; proptosis atau perubahan letak bola mata
nonaksial; hiperopia aksial atau astigmatisme dapatan; bendungan vaskuler atau
limfatik yang menyebabkan kemosis konjungtiva; hiperemia atau glaukoma
sekunder; dismotilitas atau kelumpuhan saraf cranial II, III, IV, V, atau
VI; lipatan korioretina; edema saraf optik atau atrofi; dan penglihatan
ganda atau hilangnya penglihatan. Sebagai tambahan untuk melengkapi
pemeriksaan oftalmoskopi, pencitraan yang tepat, termasuk ultrasonografi,
tomografi terkomputerisasi/computed tomography (CT) dan pencitraan resonansi
magnetik/magnetic resonance imaging (MRI), memberikan informasi yang
berharga mengenai lokasi dan ciri-ciri khas radiografik dari lesi yang ada.
13
Seringkali usia pasien, jenis kelamin, ras, kondisi klinis, dan gambaran
radiografik dapat mendekatkan kepada diagnosis banding. Biopsi insisi atau
eksisi dapat diupayakan untuk memastikan diagnosis.
2.4.1. Tumor Orbita Primer
2.4.1.1 Lesi-lesi Kistik
Dermoid merupakan tumor yang umum terdapat pada anak-anak tetapi
terdapat juga pada orang dewasa. Lokasi kista dermoid biasanya berada diorbita
superotemporal, tetapi dapat juga berada ditempat lain, yaitu didaerah
superonasal. Permukaan tumor halus. Jenis kista ini tidak disertai rasa sakit. Pada
umumnya dermoid tidak menyebabkan eksoftalmos, karena terletak dianterior
septum orbita. Kadang-kadang terdapat pedikel dibelakang septum dan melekat
dengan perioseteum orbita. Hal ini menyababkan kelainan pada tulang, dan dapat
terlihat secara radiologis. Pada pengangkatan tumor dilanjurkan agar membuang
pedikel tersebut guna mencegah kekambuhan. Secara mikroskopis, tumor
berbentuk padat bercampur dengan komponen kista, berisi materi seperti keju.
Pada gambar Histologisdinding kista terdiri dari epitel skuamosa berlapis, dan
kista berisi kelenjar keringat, folikel rambut dan kelenjar sebasea. Lumen dari
kista berisi dari sisa –sisa keratin dan rambut. Sering terjadi ruptur pada kista
dandapat menyebabkan inflamasi.
14
Hampir semua kista orbita adalah benigna. Lesi-lesi kistik dapat timbul
dari abnormalitas perkembangan atau dari sinus yang berdekatan atau kranium.
Kebanyakan kista orbita kongenital adalah koristoma yang dikenal sebagai kista
dermoid atau kista epidermoid. Kista-kista ini adalah tumor orbita yang paling
umum dijumpai pada anak-anak, terhitung sejumlah 30–46% dari tumor-
tumor orbita yang dieksisi dalam kelompok umur ini. Kista-kista ini timbul
dari sarang sel-sel ektoderma yang terperangkap di dalam sutura tulang
orbita, paling sering sutura frontozigomatikus, saat penutupan tuba neural[2].
Kista dermoid atau epidermoid sering muncul sebagai massa yang tegas, halus,
dan bersifat mobile sepanjang pinggir orbita superotemporal. Pencitraan kista
dermoid dan epidermoid menunjukkan lesi kistik berbatas tegas dengan
sklerosis, erosi, dan remodeling tulang sekitarnya. Lesi-lesi ini seringkali dapat
dieksisi tanpa kesulitan (Gambar 2.2.2).
Gambar 2.4.1.1 Eksisi bedah kista dermoid pada pasien usia 2 tahun
Pemeriksaan patologis akan menunjukkan sebuah kista yang dibatasi
epitelium skuamosa berlapis dan diisi dengan keratin. Kista dermoid berisi
dermal appendages, termasuk kelenjar rambut dan sebasea, sedangkan kista
epidermoid tidak memiliki elemen-elemen tersebut. Kista dermoid dan
epidermoid jarang ruptur in vivo, tetapi bila terjadi, seringkali karena trauma,
terjadilah suatu reaksi inflamasi yang kuat, mengakibatkan gambaran klinis
yang mirip dengan inflamasi orbita idiopatik atau selulitis orbita. Tipe lain
tumor orbita kongenital adalah teratoma orbita, suatu tumor kistik
15
kongenital yang langka yang berasal dari ketiga lapisan germinal embrionik yang
jarang ganas. Kista dapatan termasuk kista coklat, kista perdarahan, dan
kista kelenjar lakrimal. Kista coklat paling sering dikaitkan dengan
limfangioma. Kista kelenjar lakrimal, yang dikenal sebagai dacryops, terbentuk
ketika saluran ekskretoris kelenjar lakrimal terhalang. Selain itu, abses bakteri
atau kista larva mungkin timbul dalam orbit selama infeksi.
Pada orang dewasa, lesi orbital kistik sering timbul dari sinus
terdekat dan herniasi ke dalam orbit. Mucocele atau mucopyocele timbul
dari ostium sinus yang terobstruksi menyebabkan sinusitis kronis. Pada
anak-anak, penyumbatan saluran nasolakrimal kongenital, seringkali hasil
dari katup Hasner Imperforata, dapat membentuk suatu massa kistik berisis air
mata yang dikenal sebagai dacryocystocele. Dacryocystocele tampak sebagai
sebagai massa kistik yang lembut berwarna kebiruan di bawah tendon canthal
medial, dan probing awal dianjurkan untuk mencegah dacryocystitis.
Dacryocystocele sering dikaitkan dengan dacryocele hidung yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas atas dan memerlukan marsupialization bedah
segera. Jarang, herniasi congenital isi intrakranial dikenal sebagai cephalocele,
termasuk meningocele dan encephalocele, dapat melibatkan orbit melalui celah
orbital atau defek pada tulang.
Teratoma berbeda dengan dermoid dalam strukturnya. Tumor tidak hanya
berisi jaringan ektoderm saja, tetapi juga mesoderm. Biasanya tumor berbentuk
kista dengan eksoftalmos yang luar biasa besarnya. Tumor sudah ada saat
kelahiran. Pembedahan eksentrasi kadang-kadang masih dapat dilakukan yaitu
berupa pengangkatan tumor dengan tetap membiarkan bola mata di rongga
orbita.
16
Gambar Teratoma
2.4.1.2 Tumor-tumor Vaskuler
Lesi-lesi vaskular adalah tumor orbital kedua yang paling umum pada
anak-anak dan tumor orbital yang paling umum pada orang dewasa. Ada
beberapa perdebatan untuk klasifikasi dan penamaan tumor ini. Hemangioma
kapiler (hemangioendotelioma jinak) adalah tumor orbital vaskuler yang
paling umum pada anak-anak. Tumor ini bervariasi dalam hal lokasi dan
presentasi, meskipun umumnya muncul dalam beberapa bulan pertama
kehidupan, tumbuh selama 6-12 bulan, dan kemudian berinvolusi selama
beberapa tahun ke depan. Hemangioma kapiler superfisial melibatkan dermis
muncul sebagai lesi merah terang atau "nevi stroberi." Tumor subdermal
mungkin muncul sebagai massa biru di kelopak mata. Adanya banyak
hemangioma kapiler dapat menyebabkan penyerapan platelet dan
trombositopenia, sebuah fenomena yang dikenal sebagai sindrom Kasabach-
Merritt. Karena tumor ini sering berinvolusi, manajemen biasanya melibatkan
pembatasan efek amblyogeniknya (deprivasional, strabismik, dan
astigmatik). Steroid intralesi dan reseksi bedah terbatas merupakan terapi
andalan. Baru-baru ini pemberian sistemik propranolol oral telah menunjukkan
hasil yang menjanjikan dalam pengobatan hemangioma kapiler infantile.
Hemangioma kapiler merupakan tumor jinak. Penampakannya berupa
nodul merah, di palbebra disebut strawberry birthmark.Tumor cenderung
membesar pada bulan –bulan pertama setelah kelahiran, dengan cara infiltratif ke
jaringan sekitarnya. Tumor dapat meluas, multipel sampai mengenai daerah
kepala dan leher. Perjalanan penyakit hemangioma kapiler tumbuh dengan pesat
menjelang enam bulan kehidupan dan mengecil setelah anak berumur 1 tahun.
Pertumbuhan hemangioma lebih sesuai dikatakan sebagai pertumbuhan
hemartroma dari pada pertumbuhan neoplasma. Involusi sempurna, 30% akan
terjadi pada umur 3 tahun, 60% pada umur 4 tahun, 76% pada umur 7 tahun. Bila
tumor hanya mengenai daerah orbita tanpa lesi di palpabra, maka persangkaan
terhadap hemangioma didapat dari warna kebiru –biruan yang terjadi di palpebra
atau konjungtiva. Pada perabaan tumor akan terasa lunak seperti busa.
17
Daerah predileksi sering terjadi di daerah superonasal. Gambaran
mikroskopis tumor terbentuk nodul padat berisi sel proliferasi sel endotel jinak
dan berlumen. Dengan meningkatnya umur rongga vaskuler ini menjadi ektatik
dan skarifikasi terjadi spontan atau akibat pengobatan. Pengobatan hanya
dilakukan atas indikasi disfungsi okular atau deformitas kosmetik yang terlalu
luar. Pengobatan steroid dapat dilakukan untuk mengurangi besarnya tumor.
Radiasi dengan dosis rendah dikatakan cukup berhasil mengobati hemangioma.
Tindakanpembedahan, injeksi zat sklerosing, krioterapi hendaknya dibatasi
sedapat mungkin.
Gambar Hemangioma kapiler
Hemangioma kavernosa adalah tumor orbita jinak yang paling umum
pada orang dewasa, dengan wanita paruh baya yang paling sering terkena.
Hemangioma kavernosa biasanya muncul dengan tanda-tanda orbital. Pencitraan
menunjukkan massa berbatas tegas dengan komunikasi vaskuler sistemik
yang terbatas dan sedikit peningkatan kontras. Tumor ini dapat intrakonal,
dan eksisi bedah dengan hati-hati mungkin diperlukan jika tumor ini
melemahkan fungsi okular
18
Gambar Orbitotomi lateral dengan flap tulang pada eksisi hemangioma kavernosa. Cryoprobe digunakan untukmembantu mengeluarkan massa tumor
Limfangioma di orbita memiliki frekuensi yang lebih sedikit dari
hemangioma, tetapi pertumbuhannya sangat ekstensif. Pada anak –anak
pertumbuhan tumor ini lebih buruk karena seringnya terjadi infeksi sekunder.
Gambaran histologi limfangioma memperlihatkan dinding yang tipis, limfoid
dengan beberapa folikel limfa banyak didapat di antara dinding rongga. Pada
tumor ini sering terjadi pendarahan ke dalam rongga, sehingga sukar
membedakannya dari hemangioma.
`
`
`
2.4.1.3 Tumor-tumor MesenkimalDermolipoma, atau lipodermoid, adalah tumor jinak kongenital biasanya
terlihat di lateral bola mata. Tumor ini biasanya unilateral, halus, dan
kuning. Secara histologi, ada campuran kolagen dan jaringan adiposa
dikelilingi oleh epitel skuamosa berlapis. Tumor ini biasanya tidak memerlukan
19
eksisi dan mungkin terkait dengan sindrom Goldenhar. Histiocytomas fibrosa
adalah tumor orbital langka yang mungkin jinak atau ganas. Tumor jinak
biasanya dapat direseksi tanpa pengulangan. Sebuah tumor fibrosa soliter
adalah tumor mesenkimal yang jarang melibatkan orbit, bila hal itu melibatkan
orbit, biasanya indolen, berkapsul baik, dan sering bisa direseksi en bloc. Banyak
ahli patologi yang percaya bahwa tumor fibrosa soliter berkaitan erat dengan
hemangioperisitoma dari sudut pandang sifat biologis dan klinis. Displasia
fibrosa adalah genetik tapi osteodistrofi nonfamilial yang dapat mempengaruhi
tulang kraniofasial, termasuk orbit. Osteoma bersifat jinak, tumor tulang
yang lambat progresif yang dapat menyerang orbit dari sinus paranasal.
2.4.1.4 Tumor Myomatous
Rhabdomyosarcoma merupakan tumor ganas primer yang paling umum
ditemui pada anak-anak. (rata-rata diderita oleh anak usia 7-8 tahun). Proptosis
merupakan salah satu manifestasi klinis yang sering terjadi secara tiba-tiba dan
bersifat progresif yang membutuhkan tatalaksana segera. Terdapat perubahan
warna kemerahan pada palpebra yang tidak disertai oleh peningkatan suhu lokal
atau demam sistemik seperti yang terjadi pada kasus selulitis.
Rhabdomyosarcoma intraorbita diklasifikasikan sedikit berbeda dan memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang menyerang ekstraorbita
(angka harapan hidup >5 tahun pada hampir dari 92% kasus. Biasanya massa
teraba didaerah kuadran nasal atas. Tindakan biopsi sebaiknya segera dilakukan
untuk membuat diagnosis. Diagnosis dapat dibantu dengan ultrasonografi, CT
scan atau tomografi. Kadang –kadang biopsi sukardilakukan, walaupun demikian
diagnosis sering diketahui pada waktu pencarian metastasis dengan pemeriksaan
aspirasi sum –sum tulang.Gambaran mikroskopik dibagi dalam 3 kategori :
embrional, alveolar, pleomorfik. Pengobatan rabdomiosarkoma adalah
kombinasi dari pembedahan, radiasi, dan sitostatika. Kombinasi antara radiasi
sebesar 5000 –6000 rad, dengan sitostatika dan eksenterasi, menunjukkan angka
keberhasilan yang lebih baik dari pada angka keberhasilan yang dicapai oleh
pembedahan eksenterasi saja.
20
2.4.1.5 Tumor-tumor Neurogenik
Tumor neurogenik orbital timbul dari saraf optik atau saraf orbital
perifer. Glioma saraf optik (juga dikenal sebagai astrositomas pilositik juvenil)
adalah jinak, tumor saraf optic yang tumbuh lambat. Meskipun paling sering
intraorbital, mereka dapat mempengaruhi kiasma dan traktus optikus. Biasanya
timbul pada usia antara 2 dan 6 tahun, sejumlah 2-3% dari semua tumor orbital
pediatrik. Anak perempuan lebih sering terkena daripada anak laki-laki pada
rasio 3:2. Dua puluh lima persen pasien dengan glioma saraf optik memiliki
neurofibromatosis tipe I, dan 15% pasien dengan neurofibromatosis tipe I akan
berkembang menjadi glioma saraf optik. CT atau MRI akan menunjukkan ciri
pembesaran fusiform saraf optik. Penatalaksanaan meliputi observasi, reseksi
bedah, dan terapi radiasi atau kemoterapi. Tumor ini sering stabil dan
mungkin berinvolusi; dengan demikian, observasi sering dilaksanakan.
Reseksi bedah mengakibatkan hilangnya penglihatan tetapi mungkin
diperlukan bila tumor mengancam kiasma atau menyebabkan proptosis
signifikan dan paparan kornea. Neurofibroma adalah tumor jinak yang timbul
dari saraf tepi dan mengandung akson, sel-sel Schwann, dan fibroblas.
Neurofibroma pleksiform dapat melibatkan orbit dan kelopak mata dan dapat
menyebabkan ptosis berbentuk S.
Glioma dan maningioma berasal dari saraf optik, neurilemmoma
danneurofibroma berasal dari saraf perifer. Nonkromafin paraglioma atau tumor
badan karotis, granular sel mioblastoma, alveolar softpart sarcoma, diduga
berasal dari saraf, sangat jarang ditemukan. Neurofibroma adalah jenis tumor
saraf yang terbanyak ditemukan. Tumor ini merupakan proliferasi endoneural
matriks dengan dominasi dari sel schwann, yang berada diselubung saraf.
21
Neurofibroma tipe fleksiforn tumbuh infiltratif dan dapat terjadi pada penyakit
von recklinghausen. Biasanya tipe ini dimulai pada masa anak –anak,
pengangkatannya sangatsukar. Disamping dilakukan eksenterasi, sebaiknya
vermiform cords diangkat, karena tumor ini dapat kambuh lagi. Neurofibroma
yang berbentuk soliter biasanya bila terjadi pada ornag dewasa maka
prognosisnya lebih baik. Tumor ini berkapsul, pengangkatannya tidak
menyebabkan masalah karena dapat diangkat intoto.
Glioma
Glioma biasanya ditemui pada anak-anak pada dekade pertama pada
kehidupannya. Kurang lebih seperempat dari penderita glioma disertaipenyakit
neurofibroma. Gejala klinisnya memperlihatkan bahwa pada penderita terdapat
proptoss, kelainan saraf optik, cafe aulait spot yang ganda di tubuh. Gejala ini
sangat karateristik untuk penyakit glioma. Diagnosa dapat dibuat dengan CT
scan X –ray standart. Penggunaan USG akan memperlihatkan hilangya gambar
saraf optik yang karateristik. Gambar CT scan akan memperlihatkan pembesaran
saraf optik. Dengan X –ray standar kadang – kadang terlihat pembesaran kanal
optik. Bila terdapat pembesaran kanal sebaiknya dilanjutkan dengan foto
tomografi untukmenilai kemungkinan ekstensi ke intrakranial. Gambaran
mikroskopis glioma memperlihatkan tumor berisi sel astrosit dengan diferensiasi
baik. Pertumbuhan tumor ini invasif dan apabila disertaipenyakit
neurofibromatosis, tumore dapat berproliferasi sampai ruangsubaraknoid.
Glioma tanpa neurofibroma biasanya hanya tumbuh disekitar saraf mata. Pada
anak –anak tumor tidak bergenerasi ganas, keganasan pada glioma hanya terjadi
pada orang dewasa. Pengobatan masih kontroversial. Hal ini disebabkan masih
adanya dugaan bahwa tumor merupakan suatu pertumbuhan hemartoma. Oleh
22
ophthalmology basic and Clinial Science Course American Academic of
Opththalmology dikemukakan pengobatan glioma sebagai berikut :
1. Dapat dilakukan pembedahan. Untuk pemeriksaan histologik, biopsi
dapat dilakukan melalui medial bola mata dengan disinsersi rektus
medial. Pembedahan orbitotomi lateral dilakukan bila ingin mengangkat
satu segmen saraf optik.
2. Dilakukan operasi intrakranial bila tumor berada tumor berada di
intrakranial, kanal optik, atau bila ingin memperoleh lapang operasi yang
luas.
3. Diberikan radiasi bila tumor tidak mungkin untuk diangkat lagi atau
pertumbuhannya sangat agresif.
4. Tidak dianjurkan pembedahan bilamana intrakranial sudah meningkat.
Meningioma
Tumor berasal dari sel meningoepitelial lapisan araknoid. Lapisan
araknoid ini berada dirongga orbita, dan merupakan pembungkus serabut saraf
optik. Meningioma intra orbita yang berasal dari selubung saraf optik disebut
meningioma primer intra orbita, sedangkan yang berasal dari invasi intrakranial
disebut meningioma sekunder intra orbita. Meningioma merupakan tumor yang
tumbuh lambat progresif, umumnya terjadi pada wagnita dewasa muda.
Meningioma mempunyai sifat keganasan lokal, tidak bermetastasis. Selain dari
pada itu meningioma mempunyai sifat menjalar melalui lubang –lubang kranial
sehingga tumor dapat memasuki daerah intrakranial atau sebaliknya meningioma
intrakranial dapat memasuki intraorbita. Foto orbita dapat dilakukan secara rutin,
tetapi kadang –kadang tidak memberikan gambar yang karateristik. Dengan USG
gambar saraf optik akibat tumor yang mengelilingi saraf tersebut menjadi tidak
karateristik lagi. Dan sebaiknya diperiksa dengan CT scan. Terapi adalah
pembedahan, tetapi sukar menghindari komplikasi trauma saraf optik.
Sebaliknya bila fungsi saraf optik dipertahankan tanpa melakukan pengangkatan
tumor secara total pada saat operasi, kemungkinan tumor akan tumbuh kembali.
Angka keberhasilan tergantung dari pengangkatan adekuat.
23
2.4.2 Tumor Orbita Sekunder
Tumor orbita sekunder dapat berasal dari kelopak mata yaitu karsinoma
sel basal, sel skuamosa dan kelenjar sebasea yang menyebar secara lokal
kedalam orbita anterior. Selain itu dapat juga berasal dari hidung dan sinus
paranasal.
2.4.3 Tumor Orbita Metastase
Tumor-tumor metastase mencapai orbita melalui penyebaran hematogen,
karena orbita tidak memiliki saluran limfe. Metastase biasanya berasal dari
payudara pada wanita dan prostat pada pria. Pada anak-anak tumor metastase
paling sering terjadi adalah neuroblastoma. Banyak tumor metastase di orbita
respon terhadap radiasi dan komoterapi. Tumor kecil yang terlokalisasi dan
simtomatik kadang –kadang dapat di eksisi secara total maupun parsial.
Neuroblastoma pada anak berusia kurang dari 11 bulan memiliki prognosis yang
relatif baik. Orang dewasa yang mengalami tumor metastase diorbita memiliki
usia harapan hidup yang sangat sempit.
2.5 Etiologi Tumor Orbita
- Mutasi gen pengendali pertumbuhan (kehilangan kedua kromosom dari satu
pasang alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14)
- Malformasi congenital
- Kelainan metabolism
- Penyakit vaskuler
- Inflamasi intraokuler
- Neoplasma. dapat bersifat ganas atau jinak Neoplasma jinak tumbuh dengan
batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi menekan jaringan
disekitarnya dan biasanya tidak mengalami metastasis
- Trauma
2.6 Patofisiologi
24
Tumor orbita dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor
genetik yang diyakini ikut berpengaruh terhadap tumbuhnya tumor. Sebagian
besar tumor orbita pada anak-anak bersifat jinak dan karena perkembangan
abnormal. Tumor ganas pada anak-anak jarang, tetapi bila ada akan
menyebabkan pertumbuhan tumor yang cepat dan prognosisnya jelek.
Tumor Orbita meningkatkan volume intraokular dan mempengaruhi
masa. Meskipun masa secara histologis jinak, itu dapat mengganggu pada
struktur orbital atau yang berdekatan dengan mata. Dan bisa juga dianggap ganas
apabila mengenai struktur anatomis. Ketajaman visual atau kompromi lapangan,
diplopia, gangguan motilitas luar mata, atau kelainan pupil dapat terjadi dari
invasi atau kompresi isi intraorbital sekunder untuk tumor padat atau perdarahan.
Tidak berfungsinya katup mata atau disfungsi kelenjar lakrimal dapat
menyebabkan keratopati eksposur, keratitis, dan penipisan kornea.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi
tumor melalui nervus optikus ke otak, melalui sklera ke jaringan orbita dan sinus
paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada
fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke dalam badan kaca.
Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan pendarahan. Warna iris tidak
normal.
2.7 Manifestasi klinis
Nyeri orbital: jelas pada tumor ganas yang tumbuh cepat, namun juga
merupakan gambaran khas 'pseudotumor' jinak dan fistula karotid-kavernosa.
Proptosis: pergeseran bola mata kedepan adalah gambaran yang sering dijumpai,
berjalan bertahap dan tak nyeri dalam beberapa bulan atau tahun (tumor jinak)
atau cepat (lesi ganas). Pembengkakan kelopak: mungkin jelas pada
pseudotumor, eksoftalmos endokrin atau fistula karotid-kavernosa. Palpasi: bisa
menunjukkan massa yang menyebabkan distorsi kelopak atau bola mata,
terutama dengan tumor kelenjar lakrimal atau dengan mukosel.Pulsasi:
menunjukkan lesi vaskuler; fistula karotidkavernosa atau malformasi
arteriovenosa, dengarkan adanya bruit. Gerak mata: sering terbatas oleh sebab
mekanis, namun bila nyata, mungkin akibat oftalmoplegia endokrin atau dari lesi
25
saraf III, IV, dan VI pada fisura orbital (misalnya sindroma Tolosa Hunt) atau
sinus kavernosus. Ketajaman penglihatan: mungkin terganggu langsung akibat
terkenanya saraf optik atau retina, atau tak langsung akibat kerusakan vaskuler.
2.8 Penatalaksanaan
Tumor jinak: memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan
merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan, dipikirkan pendekatan konservativ.
Apabila terjadi eksisi atau pembedahan, akan dilakukan perawatan di rumah
sakit, yaitu :
Tirah baring dan aktivitas dibatasi agar pasien tidak mengalami
komplikasi pada bagian tubuh lain. tirah baring dilaksanakan kurang lebih 5 hari
setelah operasi atau tergantung pada kebutuhan klien.
Bila kedua mata dibalut, perlu bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya untuk mencegah cidera.
Jika terdapat gelombang udara di dalam mata, posisi yang dianjurkan
harus dipertahannkan sehingga gas mampu memberikan tamponade yang efektif
pada robekan retina. Pasien tidak boleh terbaring telungkup. Dilatasi pupil harus
dipertahankan untuk mempermudah pemeriksaan paska operasi (atropin).
(Sidarta, Ilyas. 2009) Tumor ganas: memerlukan biopsi dan radioterapi.
Limfoma juga bereaksi baik dengan khemoterapi. Terkadang lesi terbatas (misal
karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan reseksi radikal. (Dr. Syaiful Saanin,
Neurosurgeon)
2.9 Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan radiologik : untuk melihat ukuran rongga orbita, terjadinya
kerusakan tulang, terdapat perkapuran pada tumor dan kelainan foramen
optik.
- Pemeriksaan ultrasonografi : untuk mendapatkan kesan bentuk tumor,
konsistensi tumor, teraturnya susunan tumor dan adanya infiltrasi tumor.
- CT-scan : untuk menentukan ganas atau jinak tumor, adanya vaskularisasi
pada tumor dan terjadinya perkapuran pada tumor.
26
- Arteriografi : untuk melihat besar tumor yang mengakibatkan bergesernya
pembuluh darah disekitar tumor, adanye pembuluh darah dalam tumor.
(Sidarta, ilyas. 2005)
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan sifat menurut Sidarta, ilyas (2002), Tumor mata dapat
dibedakan menjadi 3 berupa tumor primer, biasanya tumor jinak pada orbita
dengan gejala-gejala seperti gangguan pergerakkan bola mata, gangguan
penglihatan, gangguan lapang pandangan, pembendungan darah dalam orbita,
adanya perubahan fundus mata. Tumor sekunder, adalah tumor yang berasal dari
tempat-tempat yang berhubungan dengan rongga orbita dan terjadi perluasan
tumor ke dalam rongga orbita misalnya dari sinus, rongga otak atau kelopak
27
mata. Tumor metastasis, biasanya tumor ini dapat menjadikan metastasis ke hati,
paru-paru dan tulang.
Etiologi tumor orbita kongenital adalah mutasi gen pengendali
pertumbuhan (kehilangan kedua kromosom dari satu pasang alel dominan
protektif yang berada dalam pita kromosom 13q14) dan malformasi kongenital.
Manifestasi klinis tumor orbita congenital adalah adanya massa
menonjol (proptosis) atau pergeseran kedudukan bola mata, terdapat reaksi yang
mirip dengan proses inflamsi berupa kemosis konjungtiva, hiperemis, oedema,
nyeri orbita. Adanya gangguan visus dan gangguan fungsi otot ekstraokular.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan antara lain CT Scan, USG,
pemeriksaan radiologis, dan arteriografi.
Tatalaksana pada kasus tumor orbita jinak umumnya berupa eksisi,
namun bila kehilangan penglihatan merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan,
dipikirkan pendekatan konservatif. Sedangkan untuk kasus tumor ganas:
memerlukan pendekatan berupa biopsi dan radioterapi. Pada umumnya, untuk
kasus limfoma bereaksi baik dengan kemoterapi. Untuk kasus lesi terbatas (misal
karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan reseksi radikal.
DAFTAR PUSTAKA
1. The foundation of The American Academy of Ophthalmology.
Ophthalmic pathology and Intraocular tumors Sections 4. 2001-2002.
HAL 191
2. Bruce, James. 2007.Lecture notes oftamologi hal 44-45. Erlangga
Medical Series:Jakarta.
3. Carpenito ,Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed
10.Jakarta:EGC
28
4. Istiqomah,Indriana N.2005.Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Jakarta:EGC
5. Sidarta, ilyas.2002.Dasar teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata.
Fakultas Kedokteran UI:Jakarta.
6. Sidarta, ilyas.2002.Ilmu penyakit mata Edisi ke-2 hal. 88-89. Sagung
seto:Jakarta.
7. Sidarta, ilyas.2005. Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata hal 179-180.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.
8. Sidarta, ilyas.2009.Ikhtisar ilmu penyakit mata hal 297-301. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.
9. Voughan, Dale.2000.Oftalmology Umum. Jakarta: Widya Medika
10. Wilkinson,Judith M.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengsn
zintervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.Jakarta:EGC
11. Medscape. Orbital Tumor. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1218892-overview. Revisiterakhir
14 Oktober 2013.
12. Holland-Frei Cancer Medicine. Adult Ophthalmic Oncology: Orbital
Diseases. In: Kufe DW, Pollock RE, Weichselbaum RR, et al., editors.
Edisi ke-6. Hamilton: BC Decker; 2003. Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK13668/.
13. Skull Base Institute. Orbital tumors. Available at
http://www.skullbaseinstitute.com/head-and-neck-tumors/orbital-tumors-
endoscopy.html.
14. The Merck Manual. Tumors of the Orbit. Available at
http://www.merckmanuals.com/professional/eye_disorders/orbital_diseas
es/tumors_of_the_orbit.html. Revisi terakhir April 2014.
15. University of Texas: MD Anderson Cancer Center. Eye Cancer: Cancers
of the Orbit. Available at http://www.mdanderson.org/patient-and-cancer-
information/cancer-information/cancer-types/eye-cancer/orbit.html.
29