demam berdarah dengue

Upload: reza-adrian

Post on 30-Oct-2015

108 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

db

TRANSCRIPT

Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue Daniel Aditya (406112007)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan kuasa-Nya yang dilimpahkan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas referat ilmu penyakit dalam ini yang berjudul Demam Berdarah Dengue.Penulisan Tinjauan Kepustakaan ini saya susun dengan tujuan untuk menambah wawasan tentang Demam Berdarah Dengue serta memberi pengalaman dalam penulisan dan penyajian suatu karya ilmiah.Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Iman Firmansyah, Sp.PD yang telah memberi kesempatan dan membimbing saya sehingga dapat terselesainya tugas referat ini.Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Akhir kata, atas segala perhatian dan dukungannya, saya ucapkan terima kasih.

Jakarta, 20 Maret 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...............................................................................................................1Daftar Isi.........................................................................................................................2BAB I Pendahuluan....................................................................................................3BAB II Pembahasan......................................................................................................4 Definisi.............................................................................................................4 Etiologi.............................................................................................................4 Cara Penularan..................................................................................................5 Epidemiologi.....................................................................................................5 Patogenesis........................................................................................................6 Patofisiolgi........................................................................................................9 Gejala Klinis....................................................................................................10 Perjalanan Penyakit.........................................................................................11 Diagnosis.........................................................................................................14 Pemeriksaan Laboratorium.............................................................................15 Pemeriksaan Radiologis..................................................................................15 Pemeriksaan Antigen dan Antibodi Virus......................................................16 Diagnosis banding...........................................................................................16 Komplikasi.......................................................................................................17 Penatalaksanaan...............................................................................................17 Jenis Cairan......................................................................................................27 Indikasi Pulang Pasien DBD...........................................................................27 Pencegahan.......................................................................................................27 Prognosis...........................................................................................................28BAB III Kesimpulan.......................................................................................................29Daftar Pustaka.................................................................................................................30

BAB IPENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan kasus yang sering ditemui pada praktek dokter umum maupun di unit gawat darurat. Infeksi virus dengue memiliki beberapa manifestasi dari asimtomatik hingga kasus yang berat seperti syok yang dapat berakibat fatal. Indonesia merupakan salah satu negara endemis DBD dengan angka pelaporan kasus paling tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).Seperti penyakit tropik infeksi lainnya, penyakit DBD dipengaruhi oleh faktor host (manusia), agent (virus dengue), dan lingkungan. Keterkaitan antara hal-hal ini sangat kompleks sehingga DBD sangat sulit diberantas walaupun kasus DBD telah ada sejak abad ke-18 dan pemerintah Indonesia telah mengusahakan pengendalian vektor nyamuk.Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi ringan hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok. Diagnosis harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini tentu harus dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD belum ada yang spesifik dan hanya dilakukan teapi suportif yaitu dengan penggantian cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

BAB IIPEMBAHASAN

DEFINISIDemam Dengue (dengue fever) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda - tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.Demam Berdarah Dengue (dengue haemorrhagic fever), ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif dengan tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti petekie spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epitaksis. hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan maturasi megakariosit.Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) ialah penyakit DHF yang disertai dengan renjatan.

ETIOLOGIDemam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai genus Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah satu jenis serotipe tidak memberikan perlindungan yang memadai untuk serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan paling banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat.Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (biasanya menghisap darah manusia pada siang dan sore hari). Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Virus dengue merupakan virus RNA, berbentuk batang, mempunyai ukuran 40 nm, termolabil dan stabil pada suhu 70 C. Virus dengue disusun oleh protein struktural dan protein non struktural. Protein struktural terdiri dari protein C (Capsid), protein M (membrane) dan protein E (envelope). Protein C akan melindungi materi genetik virus dengue. Protein M akan melindungi protein C dan materi genetik virus dengue. Protein E terletak di membran virus dengue. Untuk kelangsungan hidup virus dengue memerlukan protein non struktural yaitu terdiri dari protein NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5.

CARA PENULARANTerdapat 3 faktor yang memegang peranan penting pada penularan virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara (Aedes aegypti). Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, maka nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang hidupnya.

EPIDEMIOLOGIInfeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ditemukan di Manila, Filipina, kemudian menyebar ke Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia.Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia pertama kali dicurigai berjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologik baru diperoleh pada tahun 1970. Demam Berdarah Dengue (DBD) pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh Swandana (1970) yang meningkat dan menyebar secara drastis ke seluruh DATI I di Indonesia.Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Demam Berdarah Dengue, yaitu :1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis4. Peningkatan sarana transportasiMorbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi beberapa vektor antara lain status imunitas penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Pola berjangkit virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban di setiap tempat tidak sama, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat.

PATOGENESISPatogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG antidengue. Replikasi virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala seperti DF. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut : 1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a dan C5a agaknya perannya dalam proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF. 2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular. 3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

Gambar 1. Hipotesis Infeksi Sekunder (menurut Suvatte, 1977)

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue. 2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit mononukleus. 3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi. 4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

PATOFISIOLOGISetelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravascular / kebocoran plasma (plasma leakage). Akibat berkurangnya volume plasma, maka terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi. DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.

GEJALA KLINISGejala klinis infeksi oleh virus dengue pada manusia bervariasi. Spektrum variasinya begitu luas mulai dari asimptomatik, demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat yaitu dengue syok sindrom. Masa inkubasi dengue berkisar 3-15 hari, dengan rata-rata 5-8 hari. Berat ringannya penyakit ini tergantung dari beberapa faktor seperti daya tahan tubuh, cepat lambatnya penanggulangan medis, perdarahan organ yang terjadi, tingkat virulensi virus.Gejala klinis DBD diawali dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari, disertai muka kemerahan dan gejala klinis lain yang sering ditemukan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri pada belakang bola mata terutama pada pergerakan mata atau bila mata ditekan, fotofobia, nyeri pada otot, sendi dan tulang (break bone fever), nyeri tenggorokan, mual, muntah, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri epigastrium dan nyeri dibawah lengkung iga kanan. Kurva demam yang bersifat bifasik (saddle back fever) tidak selalu ditemukan. Demam biasanya berlangsung 2-7 hari dan bila tidak disertai syok maka panas akan turun dan penderita akan sembuh sendiri.Bentuk perdarahan paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif, yaitu bila ditemukan 10 bintik perdarahan (petekie) dengan luas diameter 2,8 cm2 pada pembendungan aliran darah selama 5 menit, terdapat di lengan bawah bagian volar dan fossa cubiti. Gejala perdarahan biasanya mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, hematemesis, melena.Selain itu dapat juga ditemukan pembesaran hati terutama pada penderita yang mengalami syok, namun pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit. Pada dasarnya terdapat empat gejala utama pada DBD, yaitu demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.Manifestasi klinis DBD dibagi menjadi 4 derajat menurut WHO (1997), yaitu: Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan manifestasi perdarahan spontan satu-satunya ialah uji tourniquet positif. Derajat II:Gejala seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit atau manifestasi perdarahanlain. Derajat III:Didapatkan tanda-tanda dini renjatan / kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun / 2 cm Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5 demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang. Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus DBD mempunyai hasil positif.Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah arcus costae. Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yang dapat meningkatkan kecurigaan ke arah dengue.

Fase KritisAkhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma. Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan, organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.

Fase Penyembuhan (Recovery)Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung kongestif.

DIAGNOSISDiagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).Kriteria Klinis, yaitu:1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : Uji tourniquet positif Petekie, ekimosis, purpura Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi Hematemesis dan atau melena3. Pembesaran hati.4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.Kriteria Laboratoris, yaitu:1. Trombositopenia (trombosit 100.000 m atau kurang).2. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih.Dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosa klinis DBD.Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase penyakit (febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat.Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah leukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia uji torniquet positif.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Trombositopenia (trombosit < 100.000/ml) Hemokonsentrasi (kenaikan Ht 20%) Leukopenia Kadar albumin menurun sedikit dan bersifat sementara Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan Pada sebagian kasus disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik yaitu fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III Pada kasus berat dijumpai disfungsi hati, dijumpai penurunan kelompok vitamin K-dependent protrombin seperti, faktor V, VII, IX, dan X Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang Penurunan alfa antiplasmin (alpha-2 plasmin inhibitor) hanya ditemukan pada beberapa kasus Serum komplemen menurun Hiponatremia Serum aspartat aminotransferase (SGOT dan SGPT) sedikit meningkat Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada syok berkepanjangan.

PEMERIKSAAN RADIOLOGISPada foto toraks didapatkan efusi pleura terutama di sebelah hemitoraks kanan (DBD derajat III/IV dan sebagian besar derajat II). Pemeriksaan foto toraks sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat juga dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG).PEMERIKSAAN ANTIGEN DAN ANTIBODI VIRUSUntuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus (diagnostik pasti). Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue.Pada infeksi primer, antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari kelima seelah onset penyakit, yakni setelah jumlah virus dalam darah berkurang. Kadar IgM meningkat dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam 2 minggu dan menurun hingga tak terdeteksi lagi setelah 2-3 bulan. Antibodi IgG muncul beberapa hari setelah IgM dan pada infeksi primer, produksi IgG lebih rendah dibandingkan IgM, namun dapat bertahan beberapa tahun dalam sirkulasi, bahkan seumur hidup. Sedangkan pada infeksi sekunder, kadar IgG meningkat lebih banyak dibandingkan IgM dan muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM. IgG merupakan antibodi predominan pada infeksi sekunder.Salah satu metode pemeriksaan terbaru adalah pemeriksaan antigen spesifik virus dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder dengue. Pemeriksaan ini juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena itu, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.

DIAGNOSIS BANDINGDemam pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis dan malaria. Penyakit-penyakit darah seperti ITP (idiophatic thrombocytopenia purpura), leukemia stadium lanjut, anemia aplastik dapat pula memberikan gejala-gejala seperti DBD.

KOMPLIKASIEnsefalopati denguePada umumnya terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen, dapat disertai kejang.Gagal ginjal akutPada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml/kgBB/jam. Pada keadaan syok berat sering dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin, dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.Udema paruMerupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang berlebihan (overload). Pada waktu terjadi perembesan plasma, pemberian cairan sesuai kebutuhan tidak akan menyebabkan udem paru, tetapi bila cairan masih diberikan padahal sudah terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler, pasien akan mengalami distres pernapasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen.

PENATALAKSANAANTidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur intravena. Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok C).

Kelompok-APasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah: Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam. Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam. Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).

Kelompok-BPasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:1. Adanya warning signs2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural, berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.3. Perdarahan 4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok), neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik, overweight/ obese, bayi, dan usia tua7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah: Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin 0,9%, RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis. Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 510 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala. Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum cukup dan Ht menurun. Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan: Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam. Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

Kelompok-CPasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT 0,5 ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PADPI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalasanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria: Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi. Praktis dalam pelaksanaannya Mempertimbangkan cost effectiveness.Protokol ini terbagi menjadi 5 kategori:

Protokol 1 (Penanganan Tersangka DBD Dewasa tanpa Syok)

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD pada instalasi gawat darurat dan juga sebagai petunjuk memutuskan indikasi rawat.Seseorang yang tersangka menderita DBD di IGD dilakukan pemeriksaan Hemoglobin, Hematokrit, dan Trombosit, bila: Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 - 150.000, pasien dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit dan Trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke IGD. Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk rawat. Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2 (Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat)

Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid. Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan sesuai dengan rumus berikut:1500 + {20 x (BB dalam kg 20)}Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam: Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, Trombo dilakukan tiap 12 jam. Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan protokol penetalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.

Protokol 3 (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%)

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 mg/kgBB/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urine meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 mg/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 mg/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian. Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 mg/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urine menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 mg/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan cairan dikurangi menjadi 5 mg/kgBB/jam. Tetapi bila tidak menujukkan perbaikan maka cairan infus dinaikkan menjadi 15 mg/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditagani sesuai dengan protokol tatalaksana syndrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4 (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa)

Kasus DBD:Perdarahan Spontan dan Masif: - Epistaksis tidak terkendali- Hematemesis melena- Perdarahan otakSyok (-)Hb, Ht, Trombo, Leuko, Pemeriksaan Hemostasis (KID)Golongan darah

KID (+) KID (-) Transfusi komponen darah: Transfusi komponen darah: PRC (Hb < 10 g/dL) PRC (Hb < 10 g/dL) FFP FFP TC (Tromb.