demam berdarah dengue pada kehamilan

62
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan Dengue adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus dengue. Secara awam dimasyarakat dengue dikenal sebagai Demam Berdarah. Padahal, penyakit yang juga disebut Break Bone Fever ( Demam Pematah Tulang ) ini belum tentu berakibat menimbulkan petechiae dan demam. telah masa inkubasi 4-6 hari, pasien mengalami onset demam yang tiba-tiba, Demam yang dialami dapat berupa demam biasa, demam dengue, dan Demam berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever- DHF). Bila infeksi parah pasien dapat mengalami Sindrom Syok Dengue ( Dengue Shock Syndrome- DSS). Gejala umum infeksi dengue adalah demam tinggi, fenomena pendarahan (petechiae), hepatomegali, dan syok. Juga disertai sakit kepala, nyeri retroorbital, erupsi maculopapular dan nyeri punggung yang disertai dengan myalgia dan arthralgia 6 Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya kota besar. DBD merupakan penyakit endemis dengan jumlah kasus yang meningkat di awal dan akhir musim penghujan dan disertai adanya ledakan kasus setiap 5 tahunnya yaitu pada tahun 1988, 1993, dan 1998. 1 1

Upload: srhubanbabu

Post on 13-Feb-2015

338 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

DBD dalam kehamilan

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Pendahuluan

Dengue adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus

dengue. Secara awam dimasyarakat dengue dikenal sebagai Demam Berdarah. Padahal,

penyakit yang juga disebut Break Bone Fever ( Demam Pematah Tulang ) ini belum

tentu berakibat menimbulkan petechiae dan demam. telah masa inkubasi 4-6 hari,

pasien mengalami onset demam yang tiba-tiba, Demam yang dialami dapat berupa

demam biasa, demam dengue, dan Demam berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic

Fever- DHF). Bila infeksi parah pasien dapat mengalami Sindrom Syok Dengue

( Dengue Shock Syndrome- DSS). Gejala umum infeksi dengue adalah demam tinggi,

fenomena pendarahan (petechiae), hepatomegali, dan syok. Juga disertai sakit kepala,

nyeri retroorbital, erupsi maculopapular dan nyeri punggung yang disertai dengan

myalgia dan arthralgia6

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai

saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya kota besar. DBD

merupakan penyakit endemis dengan jumlah kasus yang meningkat di awal dan akhir

musim penghujan dan disertai adanya ledakan kasus setiap 5 tahunnya yaitu pada tahun

1988, 1993, dan 1998.1

Awal tahun sampai pertengahan tahun 2004, Indonesia menghadapi kasus

demam berdarah yang sangat meresahkan masyarakat dan juga berdampak pada

kepanikan petugas kesehatan di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain karena

terjadi lonjakan pasien yang dirawat di sarana-sarana pelayanan kesehatan. Jumlah

kasus DBD di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai 64.000 (IR

29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CRF 1,1 %).2

Infeksi virus Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu :

DEN-!, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat

berupa keadaan asimtomatis hingga menimbulkan kematian. Demam simtomatik dapat

berupa: demam dengan tidak terdeferensiasikan, Demam Dengue (DD), dan DBD yang

dapat disertai syok (DSS) dan tanpa syok.2 DBD biasanya ditandai oleh peningkatan

permeabilitas kapiler, penurunan volume plasma, hipotensi, trombositopenia, dan

1

diatesis hemoragik. Penyakit ini sudah diketahui sejak beberapa dekade yang lalu, tetapi

patofisiologinya belum diketahui dengan pasti. Infeksi berat, ditandai oleh renjatan dan

atau pendarahan , merupakan penyebab utama kematian.1

Transmisi virus Dengue dapat terjadi pada berbagai usia dan keadaan, tidak

terkecuali pada kehamilan. Belum ada laporan mengenai angka kejadian DBD pada

kehamilan di Indonesia, namun beberapa laporan kasus dari berbagai negara telah

dipublikasikan. Penanganan DBD pada kehamilan mempunyai aspek khusus karena

berbagai perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan menyebabkan perlunya

modifikasi khusus dalam terapi cairan. 1

2

BAB 2

KASUS

Identitas

Nama : Yasmini IA KM

Pekerjaan : Pegawai swasta

Nama suami : IB GD Purbani

Pekerjaan suami : Mahasiswa

Tempat lahir : Buleleng

Alamat : Jl. Tk Pancoran GG Flamboyan 7 Denpasar Selatan

Umur : 26 tahun

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Nomor registrasi : 01018237

MRS : pk. 23.09 tgl 4-2-2006

Kronologis

Tanggal 4-2-2006

(23.00)

S : Keluhan utama

Os mengeluh Sesak nafas sejak sebelum MRS (4-2-2006). Os dirujuk daru RS

Darma Husada dengan keluhan panas sejak tanggal (1-2-2006) dengan diagnosa

DHF grade I. Panas dirasakan semakin meningkat tiap hari, menggigil (+), nyeri

kepala sebelah kanan, dan nyeri otot-otot kaki.Sakit perut (-). Gerak anak (+).

Riwayat penyakit dan operasi terdahulu

Riwayat MRS di RS swasta dan setelah 3 hari di infus Os merasa sesak

(dirujuk)

Diabetes Melitus (-)

Hipertensi (-)

Asma (-)

Riwayat Penyakit jantung (-)

Operasi (-)

3

O : Status present

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

Gizi : cukup

Nadi : 88 x/menit

Suhu : 37oC

Tensi : 110/80 mmHg

Respirasi : 28 x/menit

Status general

Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)

THT : kesan tenang

Torak

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi +/+, wheezing -/- irama tidak teratur

Rumple Leed : (+)

Odema : (-)

Air kencing : jernih

Lab :

Pemeriksaan 04/02/06 04/02/06 04/02/0611:35:00

KIMIAAnalisa Gas DarahpH 7.45PCO2 26PO2 77Natrium (NA) 140Kalium (K) 3.2Kalsium Ion 0.57CACLHematokrit 51HCO3 18BE -5.1Saturasi O2 96TCO2 18.8GOT 81GPT 39Albumin 3.2Glukosa Sewaktu 98Urea N Darah 9

4

Kreatinin 0.6Darah RutinWBC 7.15 7.63RBC 3.18HGB 10.8HCT 27.8PLT 127 127 129Waktu Pendarahan 2.3Waktu Pembekuan 8.15

A : Suspek RHD/MI/ FC III dd/ kardiomiopati peripartum, edema paru, VES

bigemini, DHF grade I hari ke 3

Pdx : DL/ 24 jam, EKG ulang, Echo, thorax foto

Tx : - MRS – ICCU / UPIJ

- RL 12 tetes/menit

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Furosemid 1 x 1 amp IV

- Kedacillin 3 x 1 gr IV

- rawat bersama

Mx : observasi keluhan , perdarahan, vital sign,

KIE : penderita dan keluarga

Tanggal 5-2-2006

(01.30)

S : Keluhan utama

Os mengeluh Sesak nafas dan mengeluh badannya panas.

O : Status present

Kondisi umum : baik

T : 130/80 mmHg

N : 84x/menit

R : 24x/menit

t ax : 37,5 C

t rec : 37,7 C

Status general

5

Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)

Torak

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi +/+, wheezing -/-

Ekstrimitas : odema (-)

Rumple Leed : (+)

Lab

WBC 8.1RBC 3.72HGB 12.2HCT 34.5PLT 136

A : Suspek RHD/MI/ FC III dd/ kardiomiopati peripartum, edema paru, VES

bigemini, DHF grade I hari ke 3

Pdx : DL/ 24 jam, EKG ulang, Echo, thorax foto

Tx : - RL 12 tetes/menit

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Furosemid 1 x 1 amp IV

- Kedacillin 3 x 1 gr IV

- DL / hari

Mx : observasi keluhan , perdarahan, vital sign,

KIE : penderita dan keluarga

Tanggal 5-2-2006

(10.00) jawaban konsul dari obgin

S : Nyeri perut (+) kadang-kadang, sesak berkurang, gerak anak (+)

Riwayat haid

Menarche umur 13 tahun. Siklus haid 28 hari. Lama haid rata-rata 3-5 hari. Haid

yang terakhir lupa

Riwayat perkawinan :

Menikah 1 kali, dengan suami sekarang 1 tahun.

Riwayat kehamilan : ini

6

Haid yang akhir lupa taksiran partus (-)

Pengawasan kehamilan dilakukan di dokter spesialis kandungan 3 kali, dan pernah

melakukan USG.

Gerak anak dirasakan saat umur kehamilan 16 minggu.

Riwayat penyakit dan operasi terdahulu

Diabetes Melitus (-)

Hipertensi (-)

Asma (-)

Penyakit jantung (-)

Operasi (-)

O : Status present

Keadaan umum : baik

Kesadaran : composmentis

Gizi : cukup

Nadi : 63 x/menit

Suhu : 36,8 oC

Tensi : 100/50 mmHg

Respirasi : 20 x/menit

Tinggi badan : 158 cm

Berat badan : 68 kg

Status general

Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)

THT : kesan tenang

Torak

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Odema : (-)

Air kencing : jernih

Status obstetric

Pemeriksaan luar :

Tinggi fundus uteri 4 jari bpx (27 cm), letak kepala dengan penurunan 4/5.

Djj 12. 11.12 , His (-)

7

Hiperpigmentasi areola mammae.

Pemeriksaan dalam :

Tidak dilakukan

Pemeriksaan panggul : normal

A : Kesimpulan : G1P0000, 36-37 minggu, T/H, susp. Kardiomiopati peripartum/ FC

III, susp DHF grade I hari ke IV.

P : Pdx : USG, AT, DL, HbsAg

Tx : - Rob 2x I

- Terapi sesuai interna

Mx : observasi keluhan , vital sign, Djj, dan tanda-tanda inpartu

KIE : penderita dan keluarga

Tanggal 6-2-2006

(10.00)

S : Keluhan utama

Panas (-), sesak nafas berkurang, Pilek (-), batuk (+), dahak (-), BAB sejak

kemarin belum, BAK (-),

Riwayat penyakit dan operasi terdahulu

Riwayat MRS di RS swasta dan setelah 3 hari di infus Os merasa sesak

(dirujuk)

Diabetes Melitus (-)

Hipertensi (-)

Asma (-)

Riwayat Penyakit jantung (-)

Operasi (-)

O : Status present

Kondisi umum : baik

T : 95/65 mmHg

N : 68x/menit

R : 20x/menit

t ax : afebril

t rec : 37,7 C

8

Status general

Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Foto : CTR 57 % pinggang jantung (-), perselubungan paru

meningkat

EKG : Sinus rithym, HR 65x/mnt, Axis N

Echo (dr Rina): MI-AI ringan (kemungkinan fungsional) usul terminasi

Ekstremitas : odema (-)

Kulit : makula eritema di abdomen dan ekstremitas

Rumple Leed : (+)

Lab :

WBC 10.09RBC 4.15HGB 13.2HCT 37.8PLT 123

A : Suspek edema paru dd/ overload cairan atau kardiomiopati peripartum FC

II,observasi febris dd/ DHF grade I hari ke V, ISPA, atau dehidrasi, G1P0000, 36-

37 minggu.

Pdx : DL / 8 jam, CM/ CK tiap 3 jam, serologi DHF hari ke 7, tes widal

Tx : - RL 12 tetes/menit, minum 1,5 lt /hari

- Paracetamol 500 mg K/p

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Furosemid 1 x 1 amp IV

- Ampicillin 3 x 1 gr

- Vitamin BC 3 x 1

Mx : observasi keluhan , vital sign, perdarahan

KIE : penderita dan keluarga

(16.00) VK IRD

9

S : keluhan sakit perut bertambah, keluar air (-), gerak anak(+), sesak nafas (-)

O : Status present

T: 100/70 mmHg, N: 84x/menit, R: 20x/menit, t ax: 36,8 C

Status general

Mata : anemi (-), ikterus (-)

Torak

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Odema : (-)

Air kencing : jernih

Status obstetric

Pemeriksaan luar :

Tinggi fundus uteri 3 jari bpx (28 cm), letak kepala penurunan 4/5.

Djj 12 12.12 , His (-)

Hiperpigmentasi areola mammae.

Pemeriksaan dalam :

VT (ARY) 16.00

Pembukaan 1 cm, eff 25%,sedang, letak medial, ketuban (+) jernih,

teraba kepala, denom belum jelas, penurunan Hodge I, tidak teraba

bagian-bagian kecil/tali pusat

Pemeriksaan panggul : normal

KTG : Baseline : 140 bpm

Variabilitas : 8-10 bpm

Akselerasi : (+)

Deselerasi : (-)

Kesimpulan : normal

Hasil USG : fetus tunggal hidup DJJ (+), gerak (+), nafas (+)

AFI cukup

Biometri janin ~ 34 W 6 D, EDC 15-3-2006, EFW : 2554 gr

BPD : 8,57

FL : 6,37

AC : 30,88

10

HC : 31,08

Doppler velocimetry A.umbilicalis S/D 2,19, PI 0,8, RI 0,54

A : Kesimpulan : G1P0000, 36-37 minggu, T/H, susp. Kardiomiopati peripartum/ FC

II, susp DHF grade I hari ke V. PBB 2554 gr, PS 3

P : Pdx : serologi DHF

Tx : - Terminasi kehamilan dengan misoprostol 50 mg@ 4 jam

- Percepat kala II dengan FE

Mx : observasi keluhan , vital sign, Djj, dan tanda-tanda inpartu

KIE : penderita dan keluarga

Lapor dr. PK SpOG

- Bila PBB 2500gr dan kondisi ibu FC II/I/stabil diusulkan terminasi

kehamilan dengan misoprostol 50 mg@ 4 jam ~ ACC tindakan oleh

interna terlebiha dahulu

- Percepat kala II dengan FE

- Penanganan oleh chief a/n Dr PK SpOG

(20.20)

jawabaan konsul dari interne

S : Keluhan utama

Os mengeluh sakit kepala, Panas (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

O : Status present

Kondisi umum : baik

T : 105/70 mmHg

N : 80x/menit

R : 20x/menit

t ax : afebril

Status general

Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)

Torak

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

11

Foto : CTR 57 % pinggang jantung (-), perselubungan paru

meningkat

EKG : Sinus rithym, HR 65x/mnt, Axis N

Echo (dr Rina): MI-AI ringan (kemungkinan fungsional) usul terminasi

Ekstremitas : odema (-)

Lab :

WBC 10.09RBC 4.15HGB 13.2HCT 37.8PLT 123

A : Suspek edema paru dd/ overload cairan atau kardiomiopati peripartum FC

II,observasi febris dd/ DHF grade I hari ke V, ISPA, atau dehidrasi, G1P0000, 36-

37 minggu.

Pdx : DL / 8 jam, serologi DHF hari ke 7, tes widal

Tx : - RL 12 tetes/menit, minum 1,5 lt /hari

- ACC terminasi kehamilan

- Paracetamol 500 mg K/p

post tindakan bila T> 100 mmhg

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Furosemid 1 x 1 amp IV

- Ampicillin 3 x 1 gr

- Vitamin BC 3 x 1

Mx : observasi keluhan , vital sign, perdarahan

KIE : penderita dan keluarga

(21.30)

S : Sakit perut (+) , keluar air (-), gerak anak (+), panas badan (+)-

O : KU baik, T: 110/60 mmHg, N: 84x/mnt, N: 20 x/ mnt, t rec : 37,7 C

Mata : anemi (-)

Cor/po : dbn

Abdomen :

12

His (+) 2-3x/10 mnt ~ 35 detik

Tinggi fundus uteri 3 jr bpx (28 cm), letak kepala 4/5, Djj (+) 13.12.12

VT (ARY)

Pembukaan 1 cm, eff 40%, ketuban (+)

Teraba kepala, UUK melintang, penurunan Hodge I, tidakteraba bagian-

bagian kecil/tali pusat

A : G1P0000, 36-37 minggu, T/H, induksi misoprostol 50 mg susp. Kardiomiopati

peripartum/ FC II, susp DHF grade I hari ke V. PBB 2554 gr, PS 3.

P : Pdx : serologi DHF

Tx : - Terminasi kehamilan dengan misoprostol 50 mg@ 4 jam

- Percepat kala II dengan FE

Mx : observasi keluhan , vital sign, Djj, dan tanda-tanda inpartu

KIE : penderita dan keluarga

(22.00)

S : keluhan sakit perut bertambah, keluar air (-), gerak anak(+), sesak nafas (-)

O : Status present

T: 110/60 mmHg, N: 88x/menit, R: 20x/menit, t ax: 36,7 C

Status general

Mata : anemi (-), ikterus (-)

Torak

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Odema : (-)

Air kencing : jernih

Status obstetric

Pemeriksaan luar :

Abdomen :

His (+) 3x/10 mnt ~ 35 detik

Tinggi fundus uteri 3 jari bpx (28 cm), letak kepala penurunan 4/5.

Djj 13 13.12

Hiperpigmentasi areola mammae.

13

Pemeriksaan dalam :

VT (ARY) 16.00

Pembukaan 1 cm, eff 25%,sedang, letak medial, ketuban (+) jernih,

teraba kepala, denom belum jelas, penurunan Hodge I, tidak teraba

bagian-bagian kecil/tali pusat

Pemeriksaan panggul : normal

KTG : Baseline : 160 bpm

(Saat His Variabilitas : 6-8 bpm

Adekuat) Akselerasi : (-)

Deselerasi : (+)

Kesimpulan : Patologis

A : Kesimpulan : G1P0000, 36-37 minggu, T/H, susp. Kardiomiopati peripartum/ FC

II, susp DHF grade I hari ke V, KTG Patologis, PBB 2554 gr, PS 3

P : - Pdx : (–)

- Tx : - resusitasi ~O2 4 lt/mnt

- usul SC cito

- Amoxcillin 2 gr IV

- siapkan darah

- Mx : observasi pre operasi

- KIE : penderita dan keluarga

Lapor dr. PK SpOG

- ACC SC cito oleh SPOG baru

(23.10)

Telah dilakukan Sectio Caesarea Trans peritoneal Profunda (SCTP)

Pk. 23.20 lahir bayi laki laki, BB 2400 gr, Apgar Score 7-9

Anus (+), kelainan kongenital (-), sisa air ketuban sedikit, jernih

Plasenta insersi fundus lahir komplit, kalsifikasi (-), hematoma (-), berat 500 gr, tali

pusat 55 cm

Ass : P0101 Post SC hari ke-0, ok. kardiomiopati peripartum dan observasi febris

suspek DHF grade I hari ke-5, KTG Patologis

- Pdx : (–)

14

- Tx : - MRS HCU

- Puasa 6 jam

- Drip oxytocin 10 IU 12 jam post SC ~ 14 tetes/mnt

- Drip Petidin – Ketorolac ~anestesi

- Amoxicillin 3x1 gr amp

- Alinamin F 2x1 amp

- Vitamin C 2x 1 amp

- Terapi sesuai interna

- Terapi sesuai anestesi (HCU)

- Mx : observasi 2 jam post SC, keluhan, vital sign, kontraksi uterus, dan

pendarahan

- KIE : penderita dan keluarga

Tabel 2.1 Observasi 2 jam post SC

Jam Tekanan

Darah

Nadi

(x/mnt)

RR

(x/mnt)

Kontraksi

uterus

Perdarahan

aktif

12.30 110/70 82 18 +, baik Tidak ada

12.45 110/70 82 20 +, baik Tidak ada

13.00 110/70 84 18 +, baik Tidak ada

13.15 110/70 80 20 +, baik Tidak ada

13.30 110/70 80 20 +, baik Tidak ada

14.00 110/70 80 20 +, baik Tidak ada

14.30 110/70 80 20 +, baik Tidak ada

Tanggal 7-2-2006

(07.15)

S : Sesak (-), panas badan (-), Flatus +

O : KU baik, T: 101/70 mmHg, N: 68x/mnt, N: 18 x/ mnt, t ax : 37 C

Mata : anemi (-)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

15

Abdomen :

Tinggi fundus uteri 2 jr bpst

Kontraksi uterus (+) baik

Bising usus (+) baik

Luka operasi baik

Vagina : lochia +

CM/CK : 750/800 dalam 6 jam

Lab

WBC 7.88RBC 3.69HGB 11.3HCT 35.4PLT 91.6

A : P0101 Post SC hari ke-1, Follow up kardiomiopati peripartum dan observasi

febris suspek DHF grade I hari ke-6

P : - Pdx : (–)

- Tx : - IV FD sesuai anestesi

- Amoxicillin 3x1 gr amp

- Alinamin F 2x1 amp

- Vitamin C 2x 1 amp

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Furosemid 1 x 1 amp IV

- Mx :keluhan, vital sign, CM/CK, perdarahan

- KIE : penderita dan keluarga

(14.00)

S : Sesak (-), panas badan (-)

O : KU baik, T: 108/68 mmHg, N: 72x/mnt, N: 20 x/ mnt(O2), t ax : 37 C

Mata : anemi (-)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

16

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Tinggi fundus uteri 2 jr bpst

Kontraksi uterus (+) baik

Bising usus (+) baik

Luka operasi baik

Vagina : lochia +

CM/CK : 400/800 dalam 6 jam

Lab

WBC 14,0RBC 3.82HGB 12.6HCT 35.5PLT 136Albumin 1.8

Masalah : Hipoalbumin

A : P0101 Post SC hari ke-1, Follow up kardiomiopati peripartum FC II dan

observasi febris suspek DHF grade I hari ke-6

P : - Pdx : Cek DL dan LFT

- Tx : - IV FD sesuai anestesi

- Amoxicillin 3x1 gr amp

- Alinamin F 2x1 amp

- Vitamin C 2x 1 amp

- ISDN 3 x5 mg

- Albumin 20% (2 flask)

- Mx :keluhan, vital sign, CM/CK, perdarahan

- KIE : penderita dan keluarga

Tanggal 8-2-2006

(07.15)

S : Sesak (-), panas badan (-)

O : KU baik, T: 92/59 mmHg, N: 55x/mnt, N: 20 x/ mnt, t ax : 37 C

Mata : anemi (-)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

17

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Tinggi fundus uteri 2 jr bpst

Kontraksi uterus (+) baik

Bising usus (+) baik

Luka operasi baik

Vagina : lochia +

CM/CK 1800/ 2000 dalam 24 jam

Lab

WBC 16.8RBC 3.04HGB 9.9HCT 28.4PLT 160

A : P0101 Post SC hari ke-2, Follow up kardiomiopati peripartum FC II dan

observasi febris suspek DHF grade I hari ke-7

P : - Pdx : cek DL tiap hari, serologi DHF

- Tx : - RL 14 tetes/menit

- Ranitidin 3x1 amp

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Amoxicillin 3x1 gr amp

- Vitamin C 1x 400 mg

- Mx : observasi keluhan, vital sign

- KIE : penderita dan keluarga

(17.15)

S : Sesak (-), panas badan (-)

O : KU baik, T: 92/65 mmHg, N: 65x/mnt, N: 20 x/ mnt, t ax : 37 C

Mata : anemi (-)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

18

Abdomen :

Tinggi fundus uteri 2 jr bpst

Kontraksi uterus (+) baik

Bising usus (+) baik

Luka operasi baik

Vagina : lochia +

Lab

WBC 16.8RBC 3.04HGB 9.9HCT 28.4PLT 160

A : P0101 Post SC hari ke-2, Follow up kardiomiopati peripartum FC II dan

observasi febris suspek DHF grade I hari ke-7

P : - Pdx : cek DL tiap hari

- Tx : - BPD ruangan ~ Bakung Barat (ACC bagian Cardio dan Anestesi)

- RL 14 tetes/menit

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Amoxicillin 3x1 gr amp

- Vitamin C 1x 400 mg

- Mx : observasi keluhan, vital sign

- KIE : penderita dan keluarga

Tanggal 9-2-2006

(12.40)

S : Keluhan (-) sesak(-)

O : KU baik, T: 100/80 mmHg, N: 80x/mnt, N: 20 x/ mnt

Mata : anemi (-)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

19

Tinggi fundus uteri 2 jr bpst

Kontraksi uterus (+) baik

Bising usus (+) baik

Luka operasi baik

Vagina : lochia +

Lab

WBC 17.24RBC 3.19HGB 10.1HCT 28.9PLT 286

A : P0101 Post SC hari ke-3, Follow up kardiomiopati peripartum FC II dan DHF

grade I hari ke-8

P : - Pdx : cek DL tiap hari

- Tx : - RL 14 tetes/menit

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Amoxicillin 3x500 mg

- Asam mefenamat 3x500mg

- Vitamin C 1x 400 mg

- Mx : observasi keluhan, vital sign

- KIE : penderita dan keluarga

Tanggal 10-2-2006

(07.30)

S : Keluhan (-) sesak(-) bengkak (-)

O : KU baik, T: 100/80 mmHg, N: 80x/mnt, N: 20 x/ mnt

Mata : anemi (-)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Tinggi fundus uteri 2 jr bpst

Serologi DHFcontrol +IgG +IgM +

20

Kontraksi uterus (+) baik

Bising usus (+) baik

Luka operasi baik

Vagina : lochia +

Lab

WBC 15.1RBC 3.09HGB 9.6HCT 28.3PLT 376

A : P0101 Post SC hari ke-4, Follow up kardiomiopati peripartum FC II dan DHF

grade I hari ke-9

P : - Pdx : cek DL tiap hari

- Tx : - RL 14 tetes/menit

- ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Amoxicillin 3x500 mg

- Asam mefenamat 3x500 mg

- Vitamin C 1x 400 mg

- BPL (bagian obgin)~hubungi bagian cardio

- Mx : kontrol poli kebidanan

- KIE : penderita dan keluarga

KB postpartum

Rawat luka operasi

ASI eksklusif

Tanggal 11-2-2006

(08.30)

S : Keluhan (-) sesak(-) bengkak (-)

O : KU baik, T: 100/60 mmHg, N: 88x/mnt, N: 20 x/ mnt

Mata : anemi (-)

Thorax

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

21

Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Edema -/-

Lab

WBC 11.4RBC 3.11HGB 9.8HCT 29.1PLT 495

A : Follow up kardiomiopati peripartum FC II

P : - Pdx : cek DL tiap hari

- Tx : - ISDN 3 x5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- BPL (bagian cardio)

- Mx : kontol poli jantung

- KIE : penderita dan keluarga

22

Tabel 2.2 Resume Hasil Pemeriksaan Laboratorium

PemeriksaanHasil

04/02/06 04/02/06 04/02/06 05/02/06 06/02/06 06/02/06 07/02/06 07/02/06 07/02/06 08/02/06 09/02/06 09/02/06 10/02/06 11/02/0611:35:00 9:35:00 11:13:00 11:39:00 6:15:00 13:11:00 6:50:00 9:57:17 11:24:00 5:53:00 5:57:00

Darah RutinWBC 7.15 7.63 8.1 10.09 7.88 14 16.8 17.24 15.1 11.4RBC 3.18 3.72 4.15 3.69 3.82 3.04 3.19 3.09 3.11HGB 10.8 12.2 13.2 11.3 12.6 9.9 10.1 9.6 9.8HCT 27.8 34.5 37.8 35.4 35.5 28.4 28.9 28.3 29.1PLT 127 127 129 136 123 91.6 136 160 286 376 495Waktu Pendarahan 2.3Waktu Pembekuan 8.15Analisa Gas DarahpH 7.45PCO2 26PO2 77Natrium (NA) 140 130.2 141.2Kalium (K) 3.2 3 3.39Kalsium Ion 0.57Ca 7.9Cl 103.2 97.4Hematokrit 51HCO3 18BE -5.1Saturasi O2 96TCO2 18.8SGOT 81 65.6SGPT 39 41Albumin 3.2 1,8 3Glukosa Sewaktu 98

23

Urea N Darah 9Kreatinin 0.6Serologi DHFcontrol +IgG +IgM +

24

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batasan

Demam dengue / dengue fever (DF) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh

infeksi salah satu dari empat serotipe virus dengue (DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4)

dan ditandai dengan : nyeri seluruh badan, nyeri kepala, demam, rash,

limphadenopati, dan lekopeni.2

Demam berdarah / Dengue hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome

(DSS) adalah manifestasi yang lebih serius dari penyakit ini dan biasanya dikaitkan

dengan infeksi serotipe virus yang berbeda dari infeksi yang pernah diderita

sebelumnya. DHF ini ditandai oleh adanya abnormalitas hemostatik dan

meningkatnya permiabilitas vaskuler yang mana bisa menimbulkan syok hipovolemik

dan kematian.2

2.2 Epidemiologi

Laporan-laporan epidemiologik pertama tentang DF dan DHF ini terjadi pada tahun

1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Terjadinya wabah yang hampir

bersamaan di ketiga benua tersebut menunjukkan bahwa virus-virus dan nyamuk

vektor tersebut sudah menyebar di seluruh dunia terutama di daerah tropik lebih dari

200 tahun. Sejak saat itu demam dengue masih dianggap ringan dan tidak merupakan

penyakit yang fatal bagi para pendatang di daerah tropis. Pandemi global dari demam

dengue ini dimulai di Asia Tenggara setelah perang Dunia II dan meningkat selama 15

tahun berikutnya. Penyakit ini cepat menyebar karena ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti dan Aedes albopictus.2

Di Indonesia, penyakit ini mulai menjadi masalah sejak 1973. Sampai Juli

1988, di DKI Jakarta didapati case fatality rate 1,1%, sedangkan untuk seluruh

Indonesia adalah 2,7%. Di French Giuana, Carles G. dkk., melaporkan sejak 1 Januari

1992 sampai 1 April 1998, didapati fatal death rate sehubungan DBD sebesar 13,6%

lebih tinggi dibanding angka rata-rata di bagian ginekologi 1,9%. Di Karachi,

Pakistan, Qureshi J.A. dkk., pada saat endemis dari Juni 1994 sampai dengan

September 1995, dari 145 kasus yang berobat ke Khan University Hospital, 43%

kasus berumur 20--30 tahun dan 75% laki-laki. Di Republik Dominika, Ventura A.K.

dkk., melaporkan infeksi dengue menjadi hiperendemis sehingga infection rate pada

25

ibu hamil 6% setiap minggu. Melihat data epidemiologi tersebut, DBD merupakan

suatu masalah yang cukup serius karena angka kematian yang cukup tinggi dan

terbanyak menyerang usia produktif. Angka ini cenderung meningkat sehingga kita

harus waspada terhadap peningkatan insiden kehamilan dengan DBD, yang dapat

dijumpai terutama saat hiperendemis.3

2.3. Patogenesis

Virus Dengue berasal dari monyet yang ditularkan ke manusia melalui vector

nyamuk. Virus ini merupakan Virus RNA positif berserat tunggal yang termasuk di

dalam anggota Flavivirus. Morfologik, virion dengue berbentuk sferis dengan

diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm sehingga diameter virion

kira-kira 50 nm. Selubung virion mempunyai peranan dalam fenomena hemaglutinasi,

netralisasi, dan interaksi antara virus dengan sel pada saat awal infeksi6

Pnyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, patogenesis DBD

masih kontroversial dan sedikit dimengerti. Berbagai teori telah dikemukakan oleh

para ahli, tetapi sampai saat ini belum ada yang dapat menjelaskan patogenesis DBD

secara pasti.

Sejauh ini, beberapa teori yang berkaitan dengan patogenesis DBD yaitu:3,5

a). Teori virulensi virus

Virus dengue secara genetik sangat bervariasi dan selalu berubah akibat proses seleksi

ketika virus bereplikasi, baik di tubuh manusia maupun nyamuk. Dengan demikian,

terdapat beberapa serotipe/strain virus yang memiliki virulensi lebih besar dari

serotipe/strain yang lain.Diantara serotipe dan diantara strain sendiri juga mempunyai

susunan protein yang berbeda Kurane I dkk. menyatakan bahwa berdasarkan data

epidemiologi, telah dipostulasikan bahwa respons imun terhadap virus dengue

berperan dalam patogenesis demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue.

Respons imun pejamu juga berperan dalam mengontrol infeksi demam dengue.

b). Teori Imunopatologi

Respon imun pada infeksi virus dengue mempunyai 2 aspek yaitu respon kekebalan

atau menimbulkan penyakit. Setelah mendapat infeksi virus dengue satu serotipe

maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka panjang, namun tidak

mampu memberi pertahanan terhadap jenis serotipe virus yang lain, sehingga jika lain

kali terinfeksi jenis virus dengan serotipe beda akan terjadi infeksi yang berat.. Teoti

26

ini disebut teori infeksi sekunder. Teori infeksi sekunder masih diyakini oleh para ahli

untuk menjelaskan patogenesis DBD. Berdasarkan teori ini, apabila dalam jarak

waktu 6 bulan sampai 5 tahun setelah terinfeksi virus dengue pertama kali penderita

kemudian mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe yang berbeda,

maka penderita tersebut akan memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita DBD

maupun sindroma syok dengue. Antibodi pre-infeksi yang berasal dari serotipe yang

lain tersebut dikenal sebagai antibody dependent enhacement (ADE). Ia dapat

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam sel mononuklear. Sebagai

tanggapan terhadap interaksi tersebut, terjedi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan

hipovolemia dan syok.

Bagan 3.1. Peran Kelompok imun dalam Hemostasis infeksi dengue6

Interaksi antara Sistem Pertahanan Tubuh dan infeksi Virus. Akibat gigitan

vector Aedes aegpty, Virus dengue masuk dan menginfeksi jaringan tubuh. Di

dalam jaringan virus menginfiltrasi

sel-sel tubuh terutama pada sel-sel

retikulo endotelial dan sel endotel

pembuluh darah.

Pertahanan pertama tubuh

diperankan oleh Fixed makrofag yang

memang telah ada di dalam jaringan

(ex : Sel Kupffer dan histiosit ). Efek

yang mula-mula terjadi adalah dengan

pembesaran sel-sel ini dengan cepat.

Kemudian, banyak makrofag yang

27

sebelumnya terikat menjadi mobile. Jumlah makrofag yang termobilisasi secara dini

ini seringkali sangat banyak.

Kedua, terjadi migrasi neutrofil ke tempat peradangan akibat pelepasan

substansi kimia dan cytokine oleh makrofag dan jaringan yang rusak. Juga terjadi

migrasi monosit dimana nantinya akan berubah menjadi makrofag (histiosit) dalam

jaringan. Kedua sel darah putih ini bekerja dengan cara marginasi, diapedesis, gerak

kemotaktik, dan fagositosis7.

Sel-sel granulosit ini hanya dapat bekerja memfagositir sel-sel yang telah

terinfeksi oleh virus dengue dan debris sel sehingga pertahanan seluler ini menjadi

tidak efektif. Infeksi dengue yang merupakan infeksi sistemik menyebabkan hal

serupa terjadi di seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan timbulnya Leukopenia6.

Pertahanan lebih lanjut dilakukan dengan dilepaskannya cytokine (IL-1 dan TNF)

yang dikeluarkan oleh makrofag. Zat ini merupakan suatu mediator yang mengubah

limfosit T menjadi sel-T teraktivasi (T-helper). Selanjutnya, Sel T-helper ini

Gambar 3.1. Peran sistem imun dalam Infeksi virus

28

menginduksi perubahan limfosit B menjadi sel Plasma yang akan memproduksi

Antibodi berupa immunoglobulin. Semua reaksi imunitas ini tergabung dalam

kompleks imun. Dimana reaksi kompleks imun ini yang menjadi kunci terhadap

patogenesis infeksi virus dengue6.

Bagan 3.2. Perjalanan interaksi virus dengan tubuh inang yang mengakibatkan

terjadinya perubahan dinamika sirkulasi.

Zat-zat mediator yang diproduksi oleh kompleks imun juga menginduksi terjadinya

peradangan, sehingga memperpanjang peradangan yang sudah ada. Efek dari

peradangan ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sehingga akan

berpengaruh pada dinamika sirkulasi. Beberapa Zat yang disebut Pirogen juga

menginduksi terjadinya febris (demam)8.

Sebagi tanggapan terhadap reaksi tersebut, terjadi :

1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang

menyababkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma

dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.

2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombisit menurun. Apabila kejadian ini

berlanjut, akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi

sel trombosit muda dari sumsum tulang.

29

3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang/mengaktivasi

faktor pembekuan.

Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan :

1. Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan plasma,

hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma pada DBD mengfakibatkan adanya

cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneal yang berlangsung singkat,

selama 24-48 jam

2. Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan

koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.

Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis, sehingga

menyebabkan ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan memungkinkan infeksi

berkembang menjadi berat. Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah neutrofil,

namun sebaliknya terjadi penurunan limfosit. Jumlah limfosit B relatif tetap,

sedangkan limfosit T (terutama T helper) menurun. Selain penurunan jumlah sel T,

terjadi penurunan fungsi imunitas seluler yang terlihat dari penurunan produksi IL-2

dan interferon. Untuk imunitas humoral jumlah imunoglobulin total relatif tetap,

namun didapatkan penurunan jumlah antibodi spesifik terhadap infeksi tertentu. Hal

itu akan berpengaruh terhadap respon imun selular yang diperlukan dalam pertahanan

terhadap infeksi virus.1

Hipotesis patogenasis infeksi Dengue menerangkan bahwa beratnya penyakit

dan manifestasi klinis ditentukan oleh banyaknya jumlah sel yang terinfeksi,

terjadinya kelelahan fagosit mononuklear, dan peningkatan respon imun humoral yang

menyebabkan kompleks imun secara berlebihan. 1

Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan hemodinamik.

Sirkulasi darah bibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta

dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang membesar pula. Volume

darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis dengan adanya hemodilusi.

Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan puncaknya terjadi pada kehamilan

12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi kebutuhan

transport zat asam. Walaupun terjadi peningkatan jumlah eritrosit secara keseluruhan,

akan tetapi peningkatan jumlah plasma jauh lebih besar, sehingga kondisi akhir yang

terjadi adalah anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat, demikian juga trombosit.

30

Segara setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan plasenta berhenti, sehingga

sirkulasi umum akan membebani kerja jantung. Setelah partus terjadi pula

hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum. Konsentrasi

trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat penting untuk

menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak selalu

lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.

Bunyavechevin et al pada tahun 1997 melaporkan pengamatan 3 kasus DBD

pada kehamilan pada saat antepartum, intrapartum, dan post partum. Gejala klinis

yang tampak selama masa antepartum tidak berbeda dengan DBD tanpa kehamilan

yaitu ditemukan hemokonsentrasi, trombositopenia dan hasil pemeriksaan serologis

positif.1

2.4. Diagnosis

2.4.1 Gejala klinis

1). Manifestasi klinis 4

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran

plasma yang mengakibatkan syok atau sindroma syok dengue (SSD).

a). Demam Dengue

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan

lelah. Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai

dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: Nyeri kepala, nyeri retro-

orbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung

positif), leukopenia.

b). Demam Berdarah Dengue

Adalah infeksi dengue dengan kecenderungan perdarahan, disertai dengan satu atau

lebih manifestasi klinis sebagai berikut6,11:

Uji bendung positif

Petekie, ekimosis, atau purpura

31

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan

dari tempat lain.

Hematemesis atau melena

Trombositopenia (jumlah trombosit <

100.000/mm3)

Ditemukan bukti kebocoran plasma diakibatkan peningkatan permiabilitas kapiler,

yang ditandai oleh satu atau lebih gejala sebagai berikut6,11:

Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standard sesuai dengan umur dan jenis

kelamin

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asistes, atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat perbedaan utama antara DD dan DBD ditemukan

adanya kebocoran plasma.

Infeksi virus dengue

asimtomatik simtomatik

demam berdarah denguedemam yang tidak demam dengue terdapat perembesandiketahui penyebabnya plasma

perdarahan perdarahan syok syok

(-) tidak lazim (-)

(+)

(+) (DSS)

DD DBD

Bagan 3.3. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue5

c). Sindroma Syok Dengue

Gambar 3.2. Petechiae

32

Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi

nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi

dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

2) Derajat klinis

Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui

klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 3.1.4

Tabel 3.1. klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue10

DD/DBD Derajat Gejala LaboratoriumDD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit

kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia.Lekopeni, trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma.

DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif. Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.

DBD II Gejala di atas ditambah pendarahan spontan. Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.

DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah).

Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.

DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.

Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.

*DBD derajat III dan IV disebut juga sindroma syok dengue(SSD)*Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm2 (1 inci).

2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien demam dengue adalah

melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit

plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse

Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang rumit, yang

berkembang saat ini adalah tes serologis (adanya antibodi spesifik terhadap dengue

berupa antibodi total, IgM maupun IgG).4

Parameter laboratori:4,11

33

Leukosit, awalnya menurun/normal, pada fase akhir ditemui limfositosis relatif

disertai adanya limfosit plasma biru (LPB > 15%) yang pada fase syok akan

meningkat.

Trombositopenia harus ditemukan pada DD dan DBD

Kebocoran plasma hanya ditemukan pada DBD

Kelainan pembekuan darah dapat ditemukan sesuai dengan sesuai dengan derajat

penyakit

Hipoproteinemia dapat terjadi pada kebocoran plasma

Serum alanin-aminotransferase dapat meningkat (SGPT/SGOT)

Isolasi virus terbaik saat viremia (3-5 hari)

IgM terdeteksi hari ke 5, meningkat sampai minggu III, menghilang setelah 60-90

hari

IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder

mulai hari ke

Tabel 3.2. Pemeriksaan Laboratori Diagnosis Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue11

HariDemam

Jenis Pemeriksaan Catatan/Interprestasi

1-2 HematologiHb, Hct, Hitung lekosit, Hitung Trombosit

Biasanya normal

3 Hematologi Hemoglobin (Hb) Hematokrit (Hct) Hitung lekosit

Hitung trombosit

- Hemokonsentrasi (peningkatan Ht≥20%)

- Leukopenia- Limfositosis relatif (>45% dari total leuko atau >4% dari total limfosit)- Trombositopeni (<100.000/L) atau penurunan serial- Trombosit ,2/100 eri/LPB (min dilihat 10 lapang pandang)

4-7 Hematologi Hb Ht Hitung lekosit Hitung trombosit Hapus darah tepi

Imunoserologi Anti dengue IgM,IgG

Uji HI

Kimia

Waspadai DIC(PT >, APTT >, D-Dimer +, atau fibrin monomer +, Fibrinogen <)Indikasi pemberian darah:-FFP : perdarahan masif, APTT> 1,5 x N-Trombosit : bila perdarahan masif

Peningkatan IgM dan atau IgGIgM +, IgG - : inf. PrimerIgM +, IgG + : inf. sekunderIgM -, IgG + : Riwayat terpapar/ dugaan inf. sekunderIgM -, IgG - : Bukan infeksi Flavirus, ulang 3-5 hari bila curiga

≥ 1:2560 Inf. sekunder Flavivirus

34

SGOT/SGPT , albumin 8-10 Hematologi

Hb, Hct, Hitung lekosit, Hitung TrombositNormal pada fase penyembuhan

11-12 Imunoserologi Uji HI

Peningkatan titer > 4X≤ 1: 1280 Inf. Flavirus akut primer≤ 1: 2560 Inf. Flavirus akut sekunder

Rujukan:WHO regional Guidelines on Dengue/ DHF prevention and control (Regional publication 29/1999)Diagnosis laboratory DBD terkini (symposium penanganan DBD terkini; RS Persahabatan, Jkt, 3-3-04)

2.4.3 Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila

terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.

Pemeriksaan foto roentgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan

(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Atesis dan efusi pleura dapat pula

dideteksi dengan pemeriksaan USG.4

2.5. Pengaruh Demam Berdarah Dengue terhadap Kehamilan

Beberapa laporan kasus dan pengamatan dari Indonesia, Pakistan, Thailand, dan

Malaysia, gejala-gejala klinis pada ibu hamil tersebut meliputi demam dan sakit

kepala, nyeri uluhati, muntah, peteki, tanda-tanda dehidrasi, hemokonsentrasi,

trombositopenia, dan pada tes serologi dijumpai antibodi IgM dan IgG terhadap virus

dengue. Selain itu, pada beberapa institusi dapat dilakukan isolasi virus seperti di

Frence Guiana oleh Carles G. dkk., dan Mississipi Medical Center, USA oleh Lusia

H.L. dkk. Chong KY dkk. melaporkan bahwa tidak ada bukti bahwa virus dengue

dapat menyebabkan efek teratogenik, aborsi, atau pertumbuhan janin yang terhambat

yang dikandung oleh ibu hamil yang menderita DBD. Beberapa kasus menjalani

pemeriksaan amniocentesis atau biopsi villi choriales dan dilakukan analisa

kromosom, namun tidak dijumpai kelainan. Alfa-fetoprotein di cairan amnion maupun

di serum maternal berada dalam batas normal. Adanya transmisi vertikal dari ibu ke

fetus menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita demam berdarah dengue atau

sindroma syok dengue pada saat terinfeksi virus dengue. 3

Figueiredo L.T. dkk., mengamati bahwa pada bayi yang dilahirkan tidak dijumpai

kelainan bawaan, lamanya kehamilan, Skor APGAR, berat badan janin, dan plasenta.

Pada serum bayi dijumpai antibodi IgG yang progesif menurun dan menghilang

35

setelah 8 bulan. Namun, menurut Marchette N.J. dkk., antibodi tersebut menghilang

setelah 10--12 bulan. Walaupun begitu, Chye J.K. dkk., melaporkan dua ibu hamil

mengalami demam berdarah dengue 4 sampai 8 hari sebelum inpartum. Satu ibu

mengalami kehamilan dengan pre-eklampsia berat disertai sindroma HELLP

(Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelets) dan memerlukan transfusi

darah lengkap, konsentrat trombosit, serta plasma beku segar. Bayi laki-lakinya saat

lahir menderita gangguan pernapasan dan perdarahan intracerebral kiri yang banyak

serta tidak terkontrol. Akhirnya, bayi meninggal pada hari ke-6 karena kegagalan

berbagai organ. 3

Virus dengue tipe 2 diisolasi dari darah bayi dan antibodi IgM spesifik terhadap virus

dengue terdeteksi dalam darah ibu tersebut. Ibu ke-2 mengalami keadaan klinis yang

lebih ringan. Dia melahirkan bayi perempuan yang mengalami trombositopenia dan

tidak memerlukan perawatan yang khusus. Virus Dengue tipe 2 ditemukan dalam

darah ibu dan antibodi IgM spesifik terhadap virus dengue dideteksi pada darah bayi

tersebut. Hal ini berarti bahwa demam berdarah dengue memiliki risiko yang potensial

menyebabkan kematian janin yang terinfeksi. Poli dkk., juga melaporkan gambaran

klinis bayi-bayi yang mengalami transmisi vertikal dari ibu pada saat menjelang akhir

kehamilan berupa demam, gangguan vasomotor, trombositopenia, dan hepatomegali.

IgM antibodi spesifik terhadap virus dengue ditemukan pada semua bayi. Berat-

ringannya keadaan penyakit bervariasi. Thaithumyanon P. dkk., juga melaporkan

trombositopenia pada bayi yang dilahirkan dari ibu hamil dengan DBD. Falker J.A.

dkk., melaporkan bahwa aktivitas anti-dengue dijumpai pada komponen lipid air susu

ibu (ASI) dan kolostrum. Konsentrasinya tidak menurun selama 10 bulan setelah

melahirkan. Disarankan pemberian ASI agar dapat melindungi bayi dari infeksi virus

dengue di daerah endemis 3

2.6 Pengaruh Kehamilan terhadap Demam Berdarah Dengue

Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis, sehingga menyebabkan

ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan memungkinkan infeksi berkembang

menjadi berat. Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah neutrofil, namun

sebaliknya terjadi penurunan limfosit. Jumlah limfosit B relatif tetap, sedangkan

limfosit T (terutama T helper) menurun. Selain penurunan jumlah sel T, terjadi

penurunan fungsi imunitas seluler yang terlihat dari penurunann produksi IL-2 dan

36

interferon. Untuk imunitas humoral jumlah imunoglobulin total relatif tetap, namun

didapatkan penurunan jumlah antibodi spesifikterhadap infeksi tertentu. Hal itu akan

berpengaruh terhadap respon imun selular yang diperlukan dalam pertahanan

terhadap infeksi virus.1

Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan hemodinamik.

Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta

dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang membesar pula. Volume

darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis dengan adanya hemodilusi.

Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan puncaknya terjadi pada kehamilan

12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilann juga meningkat untuk memenuhi

kebutuhan transport zat asam. Walaupun terjadi peningkatan jumlah eritrosit secara

keseluruhan, akan tetapi peningkatan jumlah plasma jauh lebih besar, sehingga

kondisi akhir yang terjadi adalah anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat, demikian

juga trombosit. Segara setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan plasenta

berhenti, sehingga sirkulasi umum akan membebani kerja jantung.Setelah partus

terjadi pula hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum.

Konsentrasi trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat

penting untuk menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak

selalu lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.

2.7. Penatalaksanaan 3

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip utama adalah terapi suportif. Akan

tetapi, penanganan klinis yang tepat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman

pada umumnya akan menyelamatkan pasien DBD. Dengan terapi suportif yang

adekuat, angka kematian dapat diturunkan kurang dari 1%. Pemeliharaan volume

cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus

DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan

cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan

melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

Bunyavejchevin S., dkk., melaporkan penatalaksanaan DBD dengan kehamilan

antepartum, intrapartum, dan masa nifas. Penatalaksanaan DBD dengan kehamilan

sebagai berikut:

37

2.7.1 Penatalaksanaan Antepartum

Setiap penderita DBD sebaiknya dirawat di tempat yang terpisah dengan penderita

lain dan seyogianya kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan

antepartum tanpa penyulit biasanya dilakukan secara konservatif, antara lain:

Tirah baring.

Makanan lunak. Bila tidak ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5--2

liter dalam 24 jam, air tawar ditambah garam saja.

Medikamentosa yang bersifat simptomatis yaitu:

- Untuk demam tinggi dan sakit kepala diberikan dari golongan asetaminofen,

eukinin atau dipiron, tetapi pemakaian asetosal harus dihindari mengingat bahaya

perdarahan.

- Glukokortikosteroid merupakan pengobatan pertama untuk menaikkan jumlah

trombosit yang rendah, tetapi pada umumnya di Indonesia hal ini tidak dilakukan

karena terbukti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau

dengan kortikosteroid.

- Antibiotik dapat diberikan bila dicurigai infeksi sekunder.

Terapi cairan pengganti diberikan pada penderita sesuai derajat dehidrasi.

Transfusi trombosit jika diperlukan.

Para ahli hematologi umumnya tidak mengobati penderita dengan jumlah trombosit

di atas 20,000/mm3 atau bila tidak terjadi perdarahan spontan. Batas usia trombosit

yang ditransfusikan biasanya pendek.

Terhadap kehamilannya dilakukan pemantauan terhadap janin dan perawatan secara

konservatif.

Dilakukan pengawasan yang ketat terhadap tanda-tanda vital, Hb (hemoglobin), dan

Ht (hematokrit) setiap 4--6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya tiap

24 jam. Periode kritis timbulnya syok umumnya 24--48 jam perjalanan penyakit.

2.7.2 Penatalaksanaan Intrapartum

Penatalaksanaan ibu hamil aterm dengan DBD sama seperti antepartum, namun

terhadap kehamilannya sebagai berikut:

Obat-obat tokolitik dapat dipergunakan hingga periode kritis terlewati atau

trombosit kembali normal5. Obat-obat tokolitik umumnya menyebabkan takikardia

38

yang dapat menutupi keadaan status pasien. Magnesium Sulfat dapat menjadi obat

pilihan pada situasi ini karena tidak menyebabkan takikardia.

Jika proses melahirkan tidak dapat dihindarkan, rute vaginal lebih disukai daripada

abdominal. Kontraksi uterus setelah melahirkan akan menstrangulasi pembuluh-

pembuluh darah yang menyebabkan hemostasis walaupun gangguan koagulasi

masih terjadi. Transfusi trombosit diindikasikan pada proses melahirkan melalui

vagina bila jumlah trombosit di bawah 20,000/mm3.

Bila perlu dilakukan tindakan pembedahan, terutama pada saat inpartum perlu

diberikan konsentrat trombosit preoperatif dan konsentrat trombosit selama operasi

serta pasca operasi jika diperlukan5. Transfusi trombosit diindikasikan pada

pembedahan jika jumlah trombosit maternal di bawah 50,000/mm3. Tranfusi

trombosit pada saat insisi kulit dapat memberikan hemostasis yang cukup. Setiap

unit konsentrat trombosit yang ditransfusikan dapat meningkatkan hitung trombosit

hingga 10,000/mm3. Sebelum melakukan operasi, sebaiknya telah dilakukan

konsultasi dengan tim anastesi, neonatologis, dan ahli jantung.

Pemberian plasma beku segar (30 mL/kg/hari) dapat diberikan bila ada kelainan

koagulopati, namun harus hati-hati kemungkinan terhadap penumpukan cairan

tubuh yang berlebihan.

Beberapa teknik pembedahan seksiosesaria yang perlu diperhatikan pada pasien

dengan trombositopenia berat:

Jika pasien mengalami perdarahan yang secara klinis nyata, lebih baik gunakan

insisi kulit garis tengah (midline). Walaupun demikian, insisi Pfannenstiel masih

dapat dipertimbangkan.

Gunakan elektrokauter untuk menghentikan perdarahan.

Jahit uterus dengan dua lapis.

Tinggalkan flap kandung kemih terbuka untuk mencegah terbentuknya hematoma

yang dapat menuntun terjadinya abses dan demam.

Tutuplah peritoneum untuk mencegah perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah

yang terdapat pada tepi sayatan peritoneum, yang sering tidak terlihat dan dapat

terbentuk suatu ruangan untuk drainase subfascial.

Tempatkan drain subfascial dan tinggalkan sampai tidak ada cairan yang mengalir

keluar.

39

Sebaiknya gunakan staples kulit, walaupun dengan insisi Pfannenstiel. Ini

memungkinkan kita membuka sebagian dari insisi jika terbentuk hematoma

subkutis.

Tempatkan balutan kuat dengan tekanan di atas insisi dan tidak dibuka selama 48

jam, kecuali tanda-tanda perdarahan aktif ditemukan.

2.7.3 Penatalaksanaan Masa Nifas

Bila DBD terjadi pada masa nifas, penatalaksanaannya hampir sama dengan

antepartum (tirah baring, terapi cairan pengganti, simtomatis, pengawasan yang ketat

terhadap tanda-tanda vital, hemoglobin, hematokrit, dan trombosit). Demam berdarah

dengue jarang sebagai penyebab morbiditas demam nifas.

Bayi-bayi yang dilahirkan umumnya sehat bila ibunya tidak memderita komplikasi

selama kehamilan. Pemberian air susu ibu dapat memberi perlindungan pada bayi

terhadap infeksi demam berdarah dengue karena komponen lemak dari air susu ibu

dan colostrum memiliki aktivitas anti dengue.

2.8 Komplikasi

Thaithumyanon P. dkk., melaporkan seorang ibu hamil dengan DBD yang menjalani

bedah sesar mengalami perdarahan masif dan berkepanjangan (8 hari) dari luka serta

memerlukan berbagai tranfusi darah, trombosit, dan plasma beku segar. Chye J.K.

dkk., melaporkan seorang ibu hamil dengan demam berdarah dengue mengalami

preeklamsia berat dan sindroma HELLP memerlukan berbagai transfusi darah. Saat

lahir anaknya menderita gangguan pernapasan dan perdarahan hebat pada

intracerebral kiri 3.

Selain itu dapat pula terjadi sindrom renjatan dengue, koagulasi

intravaskuler diseminata, partus prematur serta kematian janin intrauterin 3.

2.9. Prognosis

Pada umumnya, kehamilan tanpa komplikasi kehamilan dengan demam berdarah

dengue adalah baik. Penanganan dini dan intensif sangat menentukan keberhasilan. 3

2.9 Pencegahan

Pencegahan terhadap perkembangbiakan nyamuk dan gigitan nyamuk betina Aedes

aegypti dan A. albopictus yang menggigit pada pagi serta sore hari merupakan upaya

40

menurunkan attack rate dan jumlah angka kesakitan. Pencegahan di Indonesia

terkenal dengan 3M, yaitu menutup, membuang/membilas, dan menimbun barang-

barang atau tempat yang kemungkinan menjadi sarang nyamuk, kelambu, fogging,

serta dengan repellent nyamuk (campuran Thanaka dan deet) dapat memberi

perlindungan 10 jam terhindar dari gigitan nyamuk tersebut. 3

41

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Hal pertama dan utama yang mendukung diagnosa kehamilan

dengan demam berdarah dengue adalah dari anamnesa didapatkan adanya keluhan

badan panas (demam). Panas dirasakan semakin meningkat tiap hari, menggigil (+),

nyeri kepala sebelah kanan, dan nyeri otot-otot kaki. Selain gejala-gejala tersebut, os

juga mengeluh sesak nafas, batuk, dan jantung berdebar. Riwayat asma dan sakit

jantung (-). Kehamilan ini merupakan kehamilan yang pertama sejak menikah dengan

suaminya selama 1 tahun. Os lupa dengan hari pertama haid terakhirnya.

Dari pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan gejala dan tanda yang sesuai

dengan demam berdarah dengue yaitu Demam akut, dengan suhu tubuh tertinggi

37,7oC, Rumple leed (+), dan penurunan PLT sampai 91,6, Serologis DHF : Ig G (+)

dan Ig M (+). serta tanda kebocoran plasma,yaitu odema paru. Selain itu, os juga

didiagnosa kardiomiopati peripartum dengan adanya keluhan sesak nafas dan batuk.

Pemeriksaan fisik Ronchi basah (+) dan iregularitas dari ritme jantung. Hal ini

diperkuat dengan hasil dari pemeriksaan penunjang berupa gambaran EKG : ventrikel

ekstra sistol (VES) bigemini, Echocardiografi : MI/AI ringan (et causa suspek

fungsional), rontgen : CTR 57%, pinggang jantung (-) dan perselubungan paru

meningkat. Besar fundus uteri sesuai dengan kehamilan 36-37 mg (trimester ketiga),

djj (+).Dari pemeriksaan USG fetus tunggal hidup DJJ (+), gerak (+), nafas (+),

Biometri janin ~ 34 W 6 D, EDC 15-3-2006, EFW : 2554 gr, juga dilakukan Doppler

velocimetry A.umbilicalis dengan hasil normal. Dari semua pemeriksaan diatas dapat

disimpulkan diagnosa diagnosa G1P0000, 36-37 minggu, T/H, susp. Kardiomiopati

peripartum/ FC III, susp DHF grade I hari ke V, KTG Patologis, PBB 2554 gr, PS 3

4.2 Penatalaksanaan

Pada kasus ini awalnya diputuskan untuk dilakukan induksi persalinan. Namun karena

hasil KTG patologis, maka dilakukan seksio sesarea. Pemberian terapi cairan untuk

mengatasi demam berdarah denguenya dilakukan di HCU, mengingat ia juga

42

mengalami odema paru dan kardiomiopati peripartum. Selain itu juga dilakukan

observasi tehadap adanya keluhan penderitea baik itu demam dan keluhan sesak

napasnya. Saat pasien pulang, diberikan KIE agar pasien lebih banyak beristirahat

dirumah. Ibu juga dijadwalkan untuk kontrol ke poli kebidanan dan poli jantung 7 hari

lagi untuk memantau kesejahteraan ibu.

43

BAB 5

SIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus kehamilan dengan demam berdarah dengue, pada

seorang wanita berusia 26 tahun, Para 0101, yang melahirkan anak pertamanya di

RS Sanglah secara seksio sesaria karena KTG patologis. Pasien sempat dirawat di

HCU karena mengalami DBD grade I , kardiomiopati peripartum hari ke 3-4 dan

edema paru. Diagnosis pasti DBD didapat dari hasil serologis DBD berupa Ig G

(+) dan Ig M (+).

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Widodo D, & Nainggolan L. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Kehamilan. Dalam : MKI 2004; vol 54: no 4: 136-142.

2. Antara M. Kematian Ibu oleh karena Sindroma Syok Dengue. Dalam : Laporan Kematian Maternal, Januari 2006.

3. Suparmin, Halim B, Siddik D. Penatalaksanaan Kasus Kehamilan dengan Demam Berdarah Dengue. Medika [serial online] 2001. Available from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/pus-1.htm. Accessed Januari 21, 2006.

4. .Suwardewa TGA. Demam Dengue pada Kehamilan. Dalam : Kelainan Medis dan Bedah pada Obsteri, 2005.

5. Hadinegoro SR, & Satari HI. Demam Berdarah Dengue. Dalam : FKUI, 2005

6. Gubker DJ.dan Kuno G. Dengue and Dengue Hemorrhage Fever. CAB International; Colorado. 1997.

7. Harrison. Principles of Internal Medicine. USA. 2001

8. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC; Jakarta. 2001.

9. Suwondo BS. Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Dalam : Anestesia & Critical care, Mei 2005: vol 23: No 2: 1994-1997.

10. World Health Organization. Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis Treatment, Prevention and control. Geneva: WHO, 1997.

11. Guzman MG. Kouri G. Dengue: an update. Lancet infect Dis, 2002:vol 2: 33-42

45