137438991 demam berdarah dengue pada kehamilan
DESCRIPTION
Demam Berdarah Dengue Pada KehamilanTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Dengue adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus
dengue. Secara awam dimasyarakat dengue dikenal sebagai Demam Berdarah.
Padahal, penyakit yang juga disebut Break Bone Fever ( Demam Pematah Tulang ) ini
belum tentu berakibat menimbulkan petechiae dan demam. telah masa inkubasi 4-6
hari, pasien mengalami onset demam yang tiba-tiba, Demam yang dialami dapat
berupa demam biasa, demam dengue, dan Demam berdarah Dengue (Dengue
Hemorrhagic Fever- DHF). Bila infeksi parah pasien dapat mengalami Sindrom Syok
Dengue ( Dengue Shock Syndrome- DSS). Gejala umum infeksi dengue adalah
demam tinggi, fenomena pendarahan (petechiae), hepatomegali, dan syok. Juga
disertai sakit kepala, nyeri retroorbital, erupsi maculopapular dan nyeri punggung
yang disertai dengan myalgia dan arthralgia6
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sampai
saat ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia khususnya kota besar. DBD
merupakan penyakit endemis dengan jumlah kasus yang meningkat di awal dan akhir
musim penghujan dan disertai adanya ledakan kasus setiap 5 tahunnya yaitu pada
tahun 1988, 1993, dan 1998.1
Awal tahun sampai pertengahan tahun 2004, Indonesia menghadapi kasus
demam berdarah yang sangat meresahkan masyarakat dan juga berdampak pada
kepanikan petugas kesehatan di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lain
karena terjadi lonjakan pasien yang dirawat di sarana-sarana pelayanan kesehatan.
Jumlah kasus DBD di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai
64.000 (IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CRF
1,1 %).2
Infeksi virus Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang terdiri dari 4 serotipe yaitu :
DEN-!, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat
berupa keadaan asimtomatis hingga menimbulkan kematian. Demam simtomatik
dapat berupa: demam dengan tidak terdeferensiasikan, Demam Dengue (DD), dan
DBD yang dapat disertai syok (DSS) dan tanpa syok.2 DBD biasanya ditandai oleh
1
peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume plasma, hipotensi,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Penyakit ini sudah diketahui sejak beberapa
dekade yang lalu, tetapi patofisiologinya belum diketahui dengan pasti. Infeksi berat,
ditandai oleh renjatan dan atau pendarahan , merupakan penyebab utama kematian.1
Transmisi virus Dengue dapat terjadi pada berbagai usia dan keadaan, tidak
terkecuali pada kehamilan. Belum ada laporan mengenai angka kejadian DBD pada
kehamilan di Indonesia, namun beberapa laporan kasus dari berbagai negara telah
dipublikasikan. Penanganan DBD pada kehamilan mempunyai aspek khusus karena
berbagai perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan menyebabkan perlunya
modifikasi khusus dalam terapi cairan. 1
2
BAB 2
KASUS
Identitas
Nama : Ny. M
Pekerjaan : Ibu runah tangga
Nama suami : Tn. Y
Pekerjaan suami : Pegawai swasta
Alamat : Sasak Panjang, Parung
Umur : 28 tahun
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Kronologis
Tanggal 15-07-2013
S : Keluhan utama
Os mengeluh demam sejak 3 hari SMRS. Lalu berobat di klinik dan di diagnosa
dengan diagnosa DHF grade I. Panas dirasakan semakin meningkat tiap hari,
menggigil (+), nyeri kepala sebelah kanan, dan nyeri otot-otot kaki.Sakit perut
(-). Gerak janin (+).
Riwayat penyakit dan operasi terdahulu
Os belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi (-)
Asma (-)
Riwayat Penyakit jantung (-)
Operasi (-)
O : Status generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Gizi : cukup
Nadi : 88 x/menit
3
Suhu : 37,8oC
Tensi : 110/80 mmHg
Respirasi : 20 x/menit
Status general
Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)
THT : kesan tenang
Torak
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi +/+, wheezing -/-
Rumple Leed : (+)
Odema : (-)
Air kencing : jernih
Lab :
Pemeriksaan 16/07/013 17/07/13 18/07/1311:35:00
KIMIAAnalisa Gas DarahpH 7.45PCO2 26PO2 77Natrium (NA) 140Kalium (K) 3.2Kalsium Ion 0.57CACLHematokrit 51HCO3 18BE -5.1Saturasi O2 96TCO2 18.8GOT 81GPT 39Albumin 3.2Glukosa Sewaktu 98Urea N Darah 9Kreatinin 0.6Darah RutinWBC 7.15 7.63RBC 3.18HGB 10.8HCT 27.8PLT 127 127 129Waktu 2.3
4
PendarahanWaktu Pembekuan 8.15
A : Suspek demam ec DHF grade I hari ke 3
Pdx : DL/ 24 jam
Tx : - RL 12 tetes/menit
- Konsul IPD
- rawat bersama
Mx : observasi keluhan , perdarahan, vital sign
Tanggal 16-07-2013
S : Keluhan utama
Os mengeluh badannya panas.
O : Status generalis
Kondisi umum : baik
T : 130/80 mmHg
N : 84x/menit
R : 24x/menit
Suhu : 37,5 C
Status general
Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)
Torak
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi +/+, wheezing -/-
Ekstrimitas : odema (-)
Rumple Leed : (+)
Lab
WBC 8.1RBC 3.72HGB 12.2HCT 34.5PLT 136
5
A : Suspek demam ec DHF grade I hari ke 3
Pdx : DL/ 24 jam
Tx : - RL 12 tetes/menit
- DL / hari
Mx : observasi keluhan , perdarahan, vital sign,
Tanggal 16-07-2013
S : Nyeri perut (+) kadang-kadang, gerak janin (+)
Riwayat haid
Menarche umur 13 tahun. Siklus haid 28 hari. Lama haid rata-rata 3-5 hari. Haid
yang terakhir lupa
Riwayat perkawinan :
Menikah 1 kali, dengan suami sekarang 1 tahun.
Riwayat kehamilan : ini (G1P0A0 hamil 36-37 minggu)
Haid yang akhir lupa taksiran partus (-)
Pengawasan kehamilan dilakukan di dokter spesialis kandungan 3 kali, dan
pernah melakukan USG.
Gerak janin dirasakan saat umur kehamilan 16 minggu.
Riwayat penyakit dan operasi terdahulu
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi (-)
Asma (-)
Penyakit jantung (-)
Operasi (-)
O : Status generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Gizi : cukup
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,8 oC
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Respirasi : 20 x/menit
6
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 68 kg
Status general
Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)
THT : kesan tenang
Torak
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Odema : (-)
Air kencing : jernih
Status obstetric
Pemeriksaan luar :
Tinggi fundus uteri 4 jari bpx (27 cm), letak kepala dengan penurunan 4/5.
Djj 145x/menit, His (-)
Hiperpigmentasi areola mammae.
Pemeriksaan dalam :
Tidak dilakukan
Pemeriksaan panggul : normal
A : Kesimpulan : G1P0A0, 36-37 minggu, susp DHF grade I hari ke IV.
P : Pdx : USG, AT, DL, HbsAg
Tx : - Rob 2x I
- Terapi sesuai interna
Mx : observasi keluhan , vital sign, Djj, dan tanda-tanda inpartu
KIE : penderita dan keluarga
Tanggal 17-07-2013
S : Keluhan utama
Panas (-), Pilek (-), batuk (-), dahak (-), BAB dan BAK normal
Riwayat penyakit dan operasi terdahulu
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi (-)
7
Asma (-)
Riwayat Penyakit jantung (-)
Operasi (-)
O : Status present
Kondisi umum : baik
T : 110/75 mmHg
N : 88x/menit
R : 20x/menit
Suhu : afebris
Status general
Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)
Ekstremitas : odema (-)
Kulit : makula eritema di abdomen dan ekstremitas
Rumple Leed : (+)
Lab :
WBC 10.09RBC 4.15HGB 13.2HCT 37.8PLT 123
A : Febris dd/ DHF grade I hari ke V, G1P0A0 hamil 36-37 minggu.
Pdx : DL / 8 jam, CM/ CK tiap 3 jam, serologi DHF hari ke 7, tes widal
Tx : - RL 12 tetes/menit, minum 1,5 lt /hari
- Paracetamol 500 mg K/p
- Vitamin C 3 x 1
Mx : observasi keluhan , vital sign, perdarahan
VK
S : keluhan sakit perut bertambah, keluar air (-), gerak anak(+)
O : Status generalis
T: 100/70 mmHg, N: 84x/menit, R: 20x/menit, t ax: 36,8 C
Status general
8
Mata : anemi (-), ikterus (-)
Torak
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Odema : (-)
Air kencing : jernih
Status obstetric
Pemeriksaan luar :
Tinggi fundus uteri 3 jari bpx (28 cm), letak kepala penurunan 4/5.
Djj 148x/menit, His (-)
Hiperpigmentasi areola mammae.
Pemeriksaan dalam :
VT
Pembukaan 1 cm, eff 25%,sedang, letak medial, ketuban (+) jernih,
teraba kepala, penurunan Hodge I, tidak teraba bagian-bagian kecil/tali
pusat
Pemeriksaan panggul : normal
KTG : Baseline : 140 bpm
Variabilitas : 8-10 bpm
Akselerasi : (+)
Deselerasi : (-)
Kesimpulan : normal
Hasil USG : fetus tunggal hidup DJJ (+), gerak (+), nafas (+)
AFI cukup
Biometri janin ~ 34 W 6 D, EDC 15-3-2006, EFW : 2554 gr
BPD : 8,57
FL : 6,37
AC : 30,88
HC : 31,08
Doppler velocimetry A.umbilicalis S/D 2,19, PI 0,8, RI 0,54
A : Kesimpulan : G1P0A0, 36-37 minggu, DHF grade I hari ke V. PBB 2554 gr
9
P : Pdx : serologi DHF
Tx : - Terminasi kehamilan dengan misoprostol 50 mg@ 4 jam
- Percepat kala II dengan FE
Mx : observasi keluhan , vital sign, Djj, dan tanda-tanda inpartu
KIE : penderita dan keluarga
Lapor dr. SpOG
- Bila PBB 2500gr dan kondisi ibu FC II/I/stabil diusulkan terminasi
kehamilan dengan misoprostol 50 mg@ 4 jam ~ ACC tindakan oleh
interna terlebih dahulu
- Percepat kala II dengan FE
- Penanganan oleh chief a/n Dr PK SpOG
jawaban konsul dari interna
S : Keluhan utama
Os mengeluh sakit kepala, Panas (-), sesak nafas (-), berdebar (-)
O : Status present
Kondisi umum : baik
T : 110/70 mmHg
N : 86x/menit
R : 20x/menit
Suhu : afebris
Status general
Mata : anemi (-), ikterus (-), reflek cahaya (+)
Torak
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Ekstremitas : odema (-)
Lab :
WBC 10.09RBC 4.15HGB 13.2HCT 37.8PLT 123
10
A : Observasi febris dd/ DHF grade I hari ke V, G1P0A0 hamil 36-37 minggu.
Pdx : DL / 8 jam, serologi DHF hari ke 7, tes widal
Tx : - RL 12 tetes/menit, minum 1,5 lt /hari
- ACC terminasi kehamilan
- Paracetamol 500 mg K/p
post tindakan bila T> 100 mmhg
- Vitamin C 3 x 1
Mx : observasi keluhan , vital sign, perdarahan
S : Sakit perut (+) , keluar air (-), gerak janin(+), panas badan (+)-
O : KU baik, T: 110/60 mmHg, N: 84x/mnt, N: 20 x/ mnt, t rec : 37,7 C
Mata : anemi (-)
Cor/po : dbn
Abdomen :
His (+) 2-3x/10 mnt ~ 35 detik
Tinggi fundus uteri 3 jr bpx (28 cm), letak kepala 4/5, Djj (+)
156x/menit
VT
Pembukaan 1 cm, eff 40%, ketuban (+)
Teraba kepala, UUK melintang, penurunan Hodge I, tidakteraba
bagian-bagian kecil/tali pusat
A : G1P0A0 hamil 36-37 minggu, T/H, induksi misoprostol 50 mg susp. susp
DHF grade I hari ke V. TBJ 2554 gr, PS 3.
P : Pdx : serologi DHF
Tx : - Terminasi kehamilan dengan misoprostol 50 mg@ 4 jam
- Percepat kala II dengan FE
Mx : observasi keluhan , vital sign, Djj, dan tanda-tanda inpartu
KIE : penderita dan keluarga
S : keluhan sakit perut bertambah, keluar air (-), gerak janin(+), sesak nafas (-)
O : Status generalis
T: 110/60 mmHg, N: 88x/menit, R: 20x/menit, t ax: 36,7 C
11
Mata : anemi (-), ikterus (-)
Torak
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Odema : (-)
Air kencing : jernih
Status obstetric
Pemeriksaan luar :
Abdomen :
His (+) 3x/10 mnt ~ 35 detik
Tinggi fundus uteri 3 jari bpx (28 cm), letak kepala penurunan 4/5.
Djj 166x/menit
Hiperpigmentasi areola mammae.
Pemeriksaan dalam :
VT
Pembukaan 1 cm, eff 25%,sedang, letak medial, ketuban (+) jernih,
teraba kepala, denom belum jelas, penurunan Hodge I, tidak teraba
bagian-bagian kecil/tali pusat
Pemeriksaan panggul : normal
KTG : Baseline : 160 bpm
(Saat His Variabilitas : 6-8 bpm
Adekuat) Akselerasi : (-)
Deselerasi : (+)
Kesimpulan : Patologis
A : Kesimpulan : G1P0A0 hamil 36-37 minggu, susp DHF grade I hari ke V, TBJ
2554 gr, PS 3
P : - Pdx : (–)
- Tx : - resusitasi ~O2 4 lt/mnt
- usul SC cito
- Amoxcillin 2 gr IV
- siapkan darah
- Mx : observasi pre operasi
12
- KIE : penderita dan keluarga
Lapor dr SpOG
- ACC SC cito oleh SPOG
Telah dilakukan Sectio Caesarea Trans peritoneal Profunda (SCTP)
Pk. 23.20 lahir bayi laki laki, BB 2400 gr, Apgar Score 7-9
Anus (+), kelainan kongenital (-), sisa air ketuban sedikit, jernih
Ass : P1 Post SC hari ke-0, observasi febris suspek DHF grade I hari ke-5
- Pdx : (–)
- Tx :- Drip oxytocin 10 IU 12 jam post SC ~ 14 tetes/mnt
- Amoxicillin 3x1 gr amp
- Alinamin F 2x1 amp
- Vitamin C 2x 1 amp
- Terapi sesuai interna
- Mx : observasi 2 jam post SC, keluhan, vital sign, kontraksi uterus, dan
pendarahan
Tabel 2.1 Observasi 2 jam post SC
Jam Tekanan
Darah
Nadi
(x/mnt)
RR
(x/mnt)
Kontraksi
uterus
Perdarahan
aktif
12.30 110/70 82 18 +, baik Tidak ada
12.45 110/70 82 20 +, baik Tidak ada
13.00 110/70 84 18 +, baik Tidak ada
13.15 110/70 80 20 +, baik Tidak ada
13.30 110/70 80 20 +, baik Tidak ada
14.00 110/70 80 20 +, baik Tidak ada
14.30 110/70 80 20 +, baik Tidak ada
Tanggal 18-07-2013
S : Sesak (-), panas badan (-), Flatus +
O : KU baik, T: 110/70 mmHg, N: 68x/mnt, N: 18 x/ mnt, t ax : 37 C
Mata : anemi (-)
13
Thorax
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Tinggi fundus uteri 2 jr bpst
Kontraksi uterus (+) baik
Bising usus (+) baik
Luka operasi baik
Vagina : lochia +
Lab
WBC 7.88RBC 3.69HGB 11.3HCT 35.4PLT 91.6
A : P1 Post SC hari ke-1, observasi febris suspek DHF grade I hari ke-6
P : - Pdx : (–)
- Tx : - Amoxicillin 3x1 gr amp
- Asam mefenamat 3x500mg
- Vitamin C 2x 1 amp
- Mx :keluhan, vital sign, CM/CK, perdarahan
- KIE : penderita dan keluarga
Tanggal 19-07-2013
S : Sesak (-), panas badan (-)
O : KU baik, T: 110/75 mmHg, N: 55x/mnt, N: 20 x/ mnt, t ax : 37 C
Mata : anemi (-)
Thorax
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmones : vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Tinggi fundus uteri 2 jr bpst
14
Kontraksi uterus (+) baik
Bising usus (+) baik
Luka operasi baik
Vagina : lochia +
Lab
WBC 16.8RBC 3.04HGB 9.9HCT 28.4PLT 160
A : P1 Post SC hari ke-2, observasi febris suspek DHF grade I hari ke-7
P : - Pdx : cek DL tiap hari, serologi DHF
- Tx : - RL 14 tetes/menit
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Ranitidin 3x1 amp
- Amoxicillin 3x1 gr amp
- Vitamin C 1x 400 mg
- R/plg jika sudah tidak demam
- Mx : observasi keluhan, vital sign
- KIE : penderita dan keluarga
15
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan
Demam dengue / dengue fever (DF) adalah penyakit akut yang disebabkan oleh
infeksi salah satu dari empat serotipe virus dengue (DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4)
dan ditandai dengan : nyeri seluruh badan, nyeri kepala, demam, rash,
limphadenopati, dan lekopeni.2
Demam berdarah / Dengue hemorrhagic Fever (DHF) dan Dengue Shock Syndrome
(DSS) adalah manifestasi yang lebih serius dari penyakit ini dan biasanya dikaitkan
dengan infeksi serotipe virus yang berbeda dari infeksi yang pernah diderita
sebelumnya. DHF ini ditandai oleh adanya abnormalitas hemostatik dan
meningkatnya permiabilitas vaskuler yang mana bisa menimbulkan syok hipovolemik
dan kematian.2
2.2 Epidemiologi
Laporan-laporan epidemiologik pertama tentang DF dan DHF ini terjadi pada tahun
1779-1780 di Asia, Afrika, dan Amerika Utara. Terjadinya wabah yang hampir
bersamaan di ketiga benua tersebut menunjukkan bahwa virus-virus dan nyamuk
vektor tersebut sudah menyebar di seluruh dunia terutama di daerah tropik lebih dari
200 tahun. Sejak saat itu demam dengue masih dianggap ringan dan tidak merupakan
penyakit yang fatal bagi para pendatang di daerah tropis. Pandemi global dari demam
dengue ini dimulai di Asia Tenggara setelah perang Dunia II dan meningkat selama 15
tahun berikutnya. Penyakit ini cepat menyebar karena ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus.2
Di Indonesia, penyakit ini mulai menjadi masalah sejak 1973. Sampai Juli
1988, di DKI Jakarta didapati case fatality rate 1,1%, sedangkan untuk seluruh
Indonesia adalah 2,7%. Di French Giuana, Carles G. dkk., melaporkan sejak 1 Januari
1992 sampai 1 April 1998, didapati fatal death rate sehubungan DBD sebesar 13,6%
lebih tinggi dibanding angka rata-rata di bagian ginekologi 1,9%. Di Karachi,
Pakistan, Qureshi J.A. dkk., pada saat endemis dari Juni 1994 sampai dengan
September 1995, dari 145 kasus yang berobat ke Khan University Hospital, 43%
kasus berumur 20--30 tahun dan 75% laki-laki. Di Republik Dominika, Ventura A.K.
dkk., melaporkan infeksi dengue menjadi hiperendemis sehingga infection rate pada
16
ibu hamil 6% setiap minggu. Melihat data epidemiologi tersebut, DBD merupakan
suatu masalah yang cukup serius karena angka kematian yang cukup tinggi dan
terbanyak menyerang usia produktif. Angka ini cenderung meningkat sehingga kita
harus waspada terhadap peningkatan insiden kehamilan dengan DBD, yang dapat
dijumpai terutama saat hiperendemis.3
2.3. Patogenesis
Virus Dengue berasal dari monyet yang ditularkan ke manusia melalui vector
nyamuk. Virus ini merupakan Virus RNA positif berserat tunggal yang termasuk di
dalam anggota Flavivirus. Morfologik, virion dengue berbentuk sferis dengan
diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm sehingga diameter virion
kira-kira 50 nm. Selubung virion mempunyai peranan dalam fenomena hemaglutinasi,
netralisasi, dan interaksi antara virus dengan sel pada saat awal infeksi6
Pnyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, patogenesis DBD
masih kontroversial dan sedikit dimengerti. Berbagai teori telah dikemukakan oleh
para ahli, tetapi sampai saat ini belum ada yang dapat menjelaskan patogenesis DBD
secara pasti.
Sejauh ini, beberapa teori yang berkaitan dengan patogenesis DBD yaitu:3,5
a). Teori virulensi virus
Virus dengue secara genetik sangat bervariasi dan selalu berubah akibat proses seleksi
ketika virus bereplikasi, baik di tubuh manusia maupun nyamuk. Dengan demikian,
terdapat beberapa serotipe/strain virus yang memiliki virulensi lebih besar dari
serotipe/strain yang lain.Diantara serotipe dan diantara strain sendiri juga mempunyai
susunan protein yang berbeda Kurane I dkk. menyatakan bahwa berdasarkan data
epidemiologi, telah dipostulasikan bahwa respons imun terhadap virus dengue
berperan dalam patogenesis demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue.
Respons imun pejamu juga berperan dalam mengontrol infeksi demam dengue.
b). Teori Imunopatologi
Respon imun pada infeksi virus dengue mempunyai 2 aspek yaitu respon kekebalan
atau menimbulkan penyakit. Setelah mendapat infeksi virus dengue satu serotipe
maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka panjang, namun tidak
mampu memberi pertahanan terhadap jenis serotipe virus yang lain, sehingga jika lain
kali terinfeksi jenis virus dengan serotipe beda akan terjadi infeksi yang berat.. Teoti
17
ini disebut teori infeksi sekunder. Teori infeksi sekunder masih diyakini oleh para ahli
untuk menjelaskan patogenesis DBD. Berdasarkan teori ini, apabila dalam jarak
waktu 6 bulan sampai 5 tahun setelah terinfeksi virus dengue pertama kali penderita
kemudian mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotipe yang berbeda,
maka penderita tersebut akan memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita DBD
maupun sindroma syok dengue. Antibodi pre-infeksi yang berasal dari serotipe yang
lain tersebut dikenal sebagai antibody dependent enhacement (ADE). Ia dapat
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap interaksi tersebut, terjedi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan
hipovolemia dan syok.
Bagan 3.1. Peran Kelompok imun dalam Hemostasis infeksi dengue6
Interaksi antara Sistem Pertahanan Tubuh dan infeksi Virus. Akibat gigitan
vector Aedes aegpty, Virus dengue masuk dan menginfeksi jaringan tubuh. Di
dalam jaringan virus menginfiltrasi
sel-sel tubuh terutama pada sel-sel
retikulo endotelial dan sel endotel
pembuluh darah.
Pertahanan pertama tubuh
diperankan oleh Fixed makrofag yang
memang telah ada di dalam jaringan
(ex : Sel Kupffer dan histiosit ). Efek
yang mula-mula terjadi adalah dengan
pembesaran sel-sel ini dengan cepat.
Kemudian, banyak makrofag yang
18
sebelumnya terikat menjadi mobile. Jumlah makrofag yang termobilisasi secara dini
ini seringkali sangat banyak.
Kedua, terjadi migrasi neutrofil ke tempat peradangan akibat pelepasan
substansi kimia dan cytokine oleh makrofag dan jaringan yang rusak. Juga terjadi
migrasi monosit dimana nantinya akan berubah menjadi makrofag (histiosit) dalam
jaringan. Kedua sel darah putih ini bekerja dengan cara marginasi, diapedesis, gerak
kemotaktik, dan fagositosis7.
Sel-sel granulosit ini hanya dapat bekerja memfagositir sel-sel yang telah
terinfeksi oleh virus dengue dan debris sel sehingga pertahanan seluler ini menjadi
tidak efektif. Infeksi dengue yang merupakan infeksi sistemik menyebabkan hal
serupa terjadi di seluruh tubuh. Hal ini menyebabkan timbulnya Leukopenia6.
Pertahanan lebih lanjut dilakukan dengan dilepaskannya cytokine (IL-1 dan TNF)
yang dikeluarkan oleh makrofag. Zat ini merupakan suatu mediator yang mengubah
limfosit T menjadi sel-T teraktivasi (T-helper). Selanjutnya, Sel T-helper ini
19
Gambar 3.1. Peran sistem imun dalam Infeksi virus
menginduksi perubahan limfosit B menjadi sel Plasma yang akan memproduksi
Antibodi berupa immunoglobulin. Semua reaksi imunitas ini tergabung dalam
kompleks imun. Dimana reaksi kompleks imun ini yang menjadi kunci terhadap
patogenesis infeksi virus dengue6.
Bagan 3.2. Perjalanan interaksi virus dengan tubuh inang yang mengakibatkan
terjadinya perubahan dinamika sirkulasi.
Zat-zat mediator yang diproduksi oleh kompleks imun juga menginduksi terjadinya
peradangan, sehingga memperpanjang peradangan yang sudah ada. Efek dari
peradangan ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sehingga akan
berpengaruh pada dinamika sirkulasi. Beberapa Zat yang disebut Pirogen juga
menginduksi terjadinya febris (demam)8.
Sebagi tanggapan terhadap reaksi tersebut, terjadi :
1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyababkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma
dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombisit menurun. Apabila kejadian ini
berlanjut, akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi
sel trombosit muda dari sumsum tulang.
20
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang/mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan :
1. Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan plasma,
hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma pada DBD mengfakibatkan adanya
cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneal yang berlangsung singkat,
selama 24-48 jam
2. Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.
Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis, sehingga
menyebabkan ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan memungkinkan infeksi
berkembang menjadi berat. Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah neutrofil,
namun sebaliknya terjadi penurunan limfosit. Jumlah limfosit B relatif tetap,
sedangkan limfosit T (terutama T helper) menurun. Selain penurunan jumlah sel T,
terjadi penurunan fungsi imunitas seluler yang terlihat dari penurunan produksi IL-2
dan interferon. Untuk imunitas humoral jumlah imunoglobulin total relatif tetap,
namun didapatkan penurunan jumlah antibodi spesifik terhadap infeksi tertentu. Hal
itu akan berpengaruh terhadap respon imun selular yang diperlukan dalam pertahanan
terhadap infeksi virus.1
Hipotesis patogenasis infeksi Dengue menerangkan bahwa beratnya penyakit
dan manifestasi klinis ditentukan oleh banyaknya jumlah sel yang terinfeksi,
terjadinya kelelahan fagosit mononuklear, dan peningkatan respon imun humoral yang
menyebabkan kompleks imun secara berlebihan. 1
Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan hemodinamik.
Sirkulasi darah bibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta
dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang membesar pula. Volume
darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis dengan adanya hemodilusi.
Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan puncaknya terjadi pada kehamilan
12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi kebutuhan
transport zat asam. Walaupun terjadi peningkatan jumlah eritrosit secara keseluruhan,
akan tetapi peningkatan jumlah plasma jauh lebih besar, sehingga kondisi akhir yang
terjadi adalah anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat, demikian juga trombosit.
21
Segara setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan plasenta berhenti, sehingga
sirkulasi umum akan membebani kerja jantung. Setelah partus terjadi pula
hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum. Konsentrasi
trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat penting untuk
menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak selalu
lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.
Bunyavechevin et al pada tahun 1997 melaporkan pengamatan 3 kasus DBD
pada kehamilan pada saat antepartum, intrapartum, dan post partum. Gejala klinis
yang tampak selama masa antepartum tidak berbeda dengan DBD tanpa kehamilan
yaitu ditemukan hemokonsentrasi, trombositopenia dan hasil pemeriksaan serologis
positif.1
2.4. Diagnosis
2.4.1 Gejala klinis
1). Manifestasi klinis 4
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah dengue dengan kebocoran
plasma yang mengakibatkan syok atau sindroma syok dengue (SSD).
a). Demam Dengue
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan perasaan
lelah. Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut: Nyeri kepala, nyeri retro-
orbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung
positif), leukopenia.
b). Demam Berdarah Dengue
Adalah infeksi dengue dengan kecenderungan perdarahan, disertai dengan satu atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut6,11:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
22
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan
dari tempat lain.
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <
100.000/mm3)
Ditemukan bukti kebocoran plasma diakibatkan peningkatan permiabilitas kapiler,
yang ditandai oleh satu atau lebih gejala sebagai berikut6,11:
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standard sesuai dengan umur dan jenis
kelamin
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asistes, atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat perbedaan utama antara DD dan DBD ditemukan
adanya kebocoran plasma.
Infeksi virus dengue
asimtomatik simtomatik
demam berdarah denguedemam yang tidak demam dengue terdapat perembesandiketahui penyebabnya plasma
perdarahan perdarahan syok syok
(-) tidak lazim (-)
(+)
(+) (DSS)
DD DBD
Bagan 3.3. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue5
c). Sindroma Syok Dengue
23
Gambar 3.2. Petechiae
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi
dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.
2) Derajat klinis
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 3.1.4
Tabel 3.1. klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue10
DD/DBD Derajat Gejala LaboratoriumDD Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia.Lekopeni, trombositopenia, tidak ditemukan bukti kebocoran plasma.
DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif. Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.
DBD II Gejala di atas ditambah pendarahan spontan. Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.
DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah).
Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur.
Trombositopenia (<100.000 mm3), bukti ada kebocoran plasma.
*DBD derajat III dan IV disebut juga sindroma syok dengue(SSD)*Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2,5 cm2 (1 inci).
2.4.2 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien demam dengue adalah
melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang rumit, yang
berkembang saat ini adalah tes serologis (adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun IgG).4
Parameter laboratori:4,11
24
Leukosit, awalnya menurun/normal, pada fase akhir ditemui limfositosis relatif
disertai adanya limfosit plasma biru (LPB > 15%) yang pada fase syok akan
meningkat.
Trombositopenia harus ditemukan pada DD dan DBD
Kebocoran plasma hanya ditemukan pada DBD
Kelainan pembekuan darah dapat ditemukan sesuai dengan sesuai dengan derajat
penyakit
Hipoproteinemia dapat terjadi pada kebocoran plasma
Serum alanin-aminotransferase dapat meningkat (SGPT/SGOT)
Isolasi virus terbaik saat viremia (3-5 hari)
IgM terdeteksi hari ke 5, meningkat sampai minggu III, menghilang setelah 60-90
hari
IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder
mulai hari ke
Tabel 3.2. Pemeriksaan Laboratori Diagnosis Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue11
HariDemam
Jenis Pemeriksaan Catatan/Interprestasi
1-2 HematologiHb, Hct, Hitung lekosit, Hitung Trombosit
Biasanya normal
3 Hematologi Hemoglobin (Hb) Hematokrit (Hct) Hitung lekosit
Hitung trombosit
- Hemokonsentrasi (peningkatan Ht≥20%)
- Leukopenia- Limfositosis relatif (>45% dari total leuko atau >4% dari total limfosit)- Trombositopeni (<100.000/L) atau penurunan serial- Trombosit ,2/100 eri/LPB (min dilihat 10 lapang pandang)
4-7 Hematologi Hb Ht Hitung lekosit Hitung trombosit Hapus darah tepi
Imunoserologi Anti dengue IgM,IgG
Uji HI
Kimia
Waspadai DIC(PT >, APTT >, D-Dimer +, atau fibrin monomer +, Fibrinogen <)Indikasi pemberian darah:-FFP : perdarahan masif, APTT> 1,5 x N-Trombosit : bila perdarahan masif
Peningkatan IgM dan atau IgGIgM +, IgG - : inf. PrimerIgM +, IgG + : inf. sekunderIgM -, IgG + : Riwayat terpapar/ dugaan inf. sekunderIgM -, IgG - : Bukan infeksi Flavirus, ulang 3-5 hari bila curiga
≥ 1:2560 Inf. sekunder Flavivirus
25
SGOT/SGPT , albumin 8-10 Hematologi
Hb, Hct, Hitung lekosit, Hitung TrombositNormal pada fase penyembuhan
11-12 Imunoserologi Uji HI
Peningkatan titer > 4X≤ 1: 1280 Inf. Flavirus akut primer≤ 1: 2560 Inf. Flavirus akut sekunder
Rujukan:WHO regional Guidelines on Dengue/ DHF prevention and control (Regional publication 29/1999)Diagnosis laboratory DBD terkini (symposium penanganan DBD terkini; RS Persahabatan, Jkt, 3-3-04)
2.4.3 Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto roentgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Atesis dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG.4
2.5. Pengaruh Demam Berdarah Dengue terhadap Kehamilan
Beberapa laporan kasus dan pengamatan dari Indonesia, Pakistan, Thailand, dan
Malaysia, gejala-gejala klinis pada ibu hamil tersebut meliputi demam dan sakit
kepala, nyeri uluhati, muntah, peteki, tanda-tanda dehidrasi, hemokonsentrasi,
trombositopenia, dan pada tes serologi dijumpai antibodi IgM dan IgG terhadap virus
dengue. Selain itu, pada beberapa institusi dapat dilakukan isolasi virus seperti di
Frence Guiana oleh Carles G. dkk., dan Mississipi Medical Center, USA oleh Lusia
H.L. dkk. Chong KY dkk. melaporkan bahwa tidak ada bukti bahwa virus dengue
dapat menyebabkan efek teratogenik, aborsi, atau pertumbuhan janin yang terhambat
yang dikandung oleh ibu hamil yang menderita DBD. Beberapa kasus menjalani
pemeriksaan amniocentesis atau biopsi villi choriales dan dilakukan analisa
kromosom, namun tidak dijumpai kelainan. Alfa-fetoprotein di cairan amnion maupun
di serum maternal berada dalam batas normal. Adanya transmisi vertikal dari ibu ke
fetus menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita demam berdarah dengue atau
sindroma syok dengue pada saat terinfeksi virus dengue. 3
Figueiredo L.T. dkk., mengamati bahwa pada bayi yang dilahirkan tidak dijumpai
kelainan bawaan, lamanya kehamilan, Skor APGAR, berat badan janin, dan plasenta.
Pada serum bayi dijumpai antibodi IgG yang progesif menurun dan menghilang
26
setelah 8 bulan. Namun, menurut Marchette N.J. dkk., antibodi tersebut menghilang
setelah 10--12 bulan. Walaupun begitu, Chye J.K. dkk., melaporkan dua ibu hamil
mengalami demam berdarah dengue 4 sampai 8 hari sebelum inpartum. Satu ibu
mengalami kehamilan dengan pre-eklampsia berat disertai sindroma HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelets) dan memerlukan transfusi
darah lengkap, konsentrat trombosit, serta plasma beku segar. Bayi laki-lakinya saat
lahir menderita gangguan pernapasan dan perdarahan intracerebral kiri yang banyak
serta tidak terkontrol. Akhirnya, bayi meninggal pada hari ke-6 karena kegagalan
berbagai organ. 3
Virus dengue tipe 2 diisolasi dari darah bayi dan antibodi IgM spesifik terhadap virus
dengue terdeteksi dalam darah ibu tersebut. Ibu ke-2 mengalami keadaan klinis yang
lebih ringan. Dia melahirkan bayi perempuan yang mengalami trombositopenia dan
tidak memerlukan perawatan yang khusus. Virus Dengue tipe 2 ditemukan dalam
darah ibu dan antibodi IgM spesifik terhadap virus dengue dideteksi pada darah bayi
tersebut. Hal ini berarti bahwa demam berdarah dengue memiliki risiko yang potensial
menyebabkan kematian janin yang terinfeksi. Poli dkk., juga melaporkan gambaran
klinis bayi-bayi yang mengalami transmisi vertikal dari ibu pada saat menjelang akhir
kehamilan berupa demam, gangguan vasomotor, trombositopenia, dan hepatomegali.
IgM antibodi spesifik terhadap virus dengue ditemukan pada semua bayi. Berat-
ringannya keadaan penyakit bervariasi. Thaithumyanon P. dkk., juga melaporkan
trombositopenia pada bayi yang dilahirkan dari ibu hamil dengan DBD. Falker J.A.
dkk., melaporkan bahwa aktivitas anti-dengue dijumpai pada komponen lipid air susu
ibu (ASI) dan kolostrum. Konsentrasinya tidak menurun selama 10 bulan setelah
melahirkan. Disarankan pemberian ASI agar dapat melindungi bayi dari infeksi virus
dengue di daerah endemis 3
2.6 Pengaruh Kehamilan terhadap Demam Berdarah Dengue
Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis, sehingga menyebabkan
ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan memungkinkan infeksi berkembang
menjadi berat. Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah neutrofil, namun
sebaliknya terjadi penurunan limfosit. Jumlah limfosit B relatif tetap, sedangkan
limfosit T (terutama T helper) menurun. Selain penurunan jumlah sel T, terjadi
penurunan fungsi imunitas seluler yang terlihat dari penurunann produksi IL-2 dan
27
interferon. Untuk imunitas humoral jumlah imunoglobulin total relatif tetap, namun
didapatkan penurunan jumlah antibodi spesifikterhadap infeksi tertentu. Hal itu akan
berpengaruh terhadap respon imun selular yang diperlukan dalam pertahanan
terhadap infeksi virus.1
Selain perubahan sistem imun, pada kehamilan juga terjadi perubahan hemodinamik.
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta
dan uterus yang membesar dengan pembuluh darah yang membesar pula. Volume
darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologis dengan adanya hemodilusi.
Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dan puncaknya terjadi pada kehamilan
12 minggu. Eritropoesis dalam kehamilann juga meningkat untuk memenuhi
kebutuhan transport zat asam. Walaupun terjadi peningkatan jumlah eritrosit secara
keseluruhan, akan tetapi peningkatan jumlah plasma jauh lebih besar, sehingga
kondisi akhir yang terjadi adalah anemia relatif. Jumlah leukosit meningkat, demikian
juga trombosit. Segara setelah partus, sirkulasi darah antara uterus dan plasenta
berhenti, sehingga sirkulasi umum akan membebani kerja jantung.Setelah partus
terjadi pula hemokonsentrasi, dengan puncak pada hari ke-3 dan 5 postpartum.
Konsentrasi trombosit pada masa ini juga meningkat. Perubahan tersebut sangat
penting untuk menentukan persangkaan diagnosis infeksi Dengue yang mungkin tidak
selalu lengkap sesuai kriteria diagnosis DBD seperti pada orang normal.
2.7. Penatalaksanaan 3
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip utama adalah terapi suportif. Akan
tetapi, penanganan klinis yang tepat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman
pada umumnya akan menyelamatkan pasien DBD. Dengan terapi suportif yang
adekuat, angka kematian dapat diturunkan kurang dari 1%. Pemeliharaan volume
cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus
DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Bunyavejchevin S., dkk., melaporkan penatalaksanaan DBD dengan kehamilan
antepartum, intrapartum, dan masa nifas. Penatalaksanaan DBD dengan kehamilan
sebagai berikut:
28
2.7.1 Penatalaksanaan Antepartum
Setiap penderita DBD sebaiknya dirawat di tempat yang terpisah dengan penderita
lain dan seyogianya kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan
antepartum tanpa penyulit biasanya dilakukan secara konservatif, antara lain:
Tirah baring.
Makanan lunak. Bila tidak ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5--2
liter dalam 24 jam, air tawar ditambah garam saja.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis yaitu:
- Untuk demam tinggi dan sakit kepala diberikan dari golongan asetaminofen,
eukinin atau dipiron, tetapi pemakaian asetosal harus dihindari mengingat bahaya
perdarahan.
- Glukokortikosteroid merupakan pengobatan pertama untuk menaikkan jumlah
trombosit yang rendah, tetapi pada umumnya di Indonesia hal ini tidak dilakukan
karena terbukti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau
dengan kortikosteroid.
- Antibiotik dapat diberikan bila dicurigai infeksi sekunder.
Terapi cairan pengganti diberikan pada penderita sesuai derajat dehidrasi.
Transfusi trombosit jika diperlukan.
Para ahli hematologi umumnya tidak mengobati penderita dengan jumlah trombosit
di atas 20,000/mm3 atau bila tidak terjadi perdarahan spontan. Batas usia trombosit
yang ditransfusikan biasanya pendek.
Terhadap kehamilannya dilakukan pemantauan terhadap janin dan perawatan secara
konservatif.
Dilakukan pengawasan yang ketat terhadap tanda-tanda vital, Hb (hemoglobin), dan
Ht (hematokrit) setiap 4--6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya tiap
24 jam. Periode kritis timbulnya syok umumnya 24--48 jam perjalanan penyakit.
2.7.2 Penatalaksanaan Intrapartum
Penatalaksanaan ibu hamil aterm dengan DBD sama seperti antepartum, namun
terhadap kehamilannya sebagai berikut:
Obat-obat tokolitik dapat dipergunakan hingga periode kritis terlewati atau
trombosit kembali normal5. Obat-obat tokolitik umumnya menyebabkan takikardia
29
yang dapat menutupi keadaan status pasien. Magnesium Sulfat dapat menjadi obat
pilihan pada situasi ini karena tidak menyebabkan takikardia.
Jika proses melahirkan tidak dapat dihindarkan, rute vaginal lebih disukai daripada
abdominal. Kontraksi uterus setelah melahirkan akan menstrangulasi pembuluh-
pembuluh darah yang menyebabkan hemostasis walaupun gangguan koagulasi
masih terjadi. Transfusi trombosit diindikasikan pada proses melahirkan melalui
vagina bila jumlah trombosit di bawah 20,000/mm3.
Bila perlu dilakukan tindakan pembedahan, terutama pada saat inpartum perlu
diberikan konsentrat trombosit preoperatif dan konsentrat trombosit selama operasi
serta pasca operasi jika diperlukan5. Transfusi trombosit diindikasikan pada
pembedahan jika jumlah trombosit maternal di bawah 50,000/mm3. Tranfusi
trombosit pada saat insisi kulit dapat memberikan hemostasis yang cukup. Setiap
unit konsentrat trombosit yang ditransfusikan dapat meningkatkan hitung trombosit
hingga 10,000/mm3. Sebelum melakukan operasi, sebaiknya telah dilakukan
konsultasi dengan tim anastesi, neonatologis, dan ahli jantung.
Pemberian plasma beku segar (30 mL/kg/hari) dapat diberikan bila ada kelainan
koagulopati, namun harus hati-hati kemungkinan terhadap penumpukan cairan
tubuh yang berlebihan.
Beberapa teknik pembedahan seksiosesaria yang perlu diperhatikan pada pasien
dengan trombositopenia berat:
Jika pasien mengalami perdarahan yang secara klinis nyata, lebih baik gunakan
insisi kulit garis tengah (midline). Walaupun demikian, insisi Pfannenstiel masih
dapat dipertimbangkan.
Gunakan elektrokauter untuk menghentikan perdarahan.
Jahit uterus dengan dua lapis.
Tinggalkan flap kandung kemih terbuka untuk mencegah terbentuknya hematoma
yang dapat menuntun terjadinya abses dan demam.
Tutuplah peritoneum untuk mencegah perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah
yang terdapat pada tepi sayatan peritoneum, yang sering tidak terlihat dan dapat
terbentuk suatu ruangan untuk drainase subfascial.
Tempatkan drain subfascial dan tinggalkan sampai tidak ada cairan yang mengalir
keluar.
30
Sebaiknya gunakan staples kulit, walaupun dengan insisi Pfannenstiel. Ini
memungkinkan kita membuka sebagian dari insisi jika terbentuk hematoma
subkutis.
Tempatkan balutan kuat dengan tekanan di atas insisi dan tidak dibuka selama 48
jam, kecuali tanda-tanda perdarahan aktif ditemukan.
2.7.3 Penatalaksanaan Masa Nifas
Bila DBD terjadi pada masa nifas, penatalaksanaannya hampir sama dengan
antepartum (tirah baring, terapi cairan pengganti, simtomatis, pengawasan yang ketat
terhadap tanda-tanda vital, hemoglobin, hematokrit, dan trombosit). Demam berdarah
dengue jarang sebagai penyebab morbiditas demam nifas.
Bayi-bayi yang dilahirkan umumnya sehat bila ibunya tidak memderita komplikasi
selama kehamilan. Pemberian air susu ibu dapat memberi perlindungan pada bayi
terhadap infeksi demam berdarah dengue karena komponen lemak dari air susu ibu
dan colostrum memiliki aktivitas anti dengue.
2.8 Komplikasi
Thaithumyanon P. dkk., melaporkan seorang ibu hamil dengan DBD yang menjalani
bedah sesar mengalami perdarahan masif dan berkepanjangan (8 hari) dari luka serta
memerlukan berbagai tranfusi darah, trombosit, dan plasma beku segar. Chye J.K.
dkk., melaporkan seorang ibu hamil dengan demam berdarah dengue mengalami
preeklamsia berat dan sindroma HELLP memerlukan berbagai transfusi darah. Saat
lahir anaknya menderita gangguan pernapasan dan perdarahan hebat pada
intracerebral kiri 3.
Selain itu dapat pula terjadi sindrom renjatan dengue, koagulasi
intravaskuler diseminata, partus prematur serta kematian janin intrauterin 3.
2.9. Prognosis
Pada umumnya, kehamilan tanpa komplikasi kehamilan dengan demam berdarah
dengue adalah baik. Penanganan dini dan intensif sangat menentukan keberhasilan.
2.9 Pencegahan
Pencegahan terhadap perkembangbiakan nyamuk dan gigitan nyamuk betina Aedes
aegypti dan A. albopictus yang menggigit pada pagi serta sore hari merupakan upaya
menurunkan attack rate dan jumlah angka kesakitan. Pencegahan di Indonesia
31
terkenal dengan 3M, yaitu menutup, membuang/membilas, dan menimbun barang-
barang atau tempat yang kemungkinan menjadi sarang nyamuk, kelambu, fogging,
serta dengan repellent nyamuk (campuran Thanaka dan deet) dapat memberi
perlindungan 10 jam terhindar dari gigitan nyamuk tersebut. 3
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
32
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Hal pertama dan utama yang mendukung diagnosa kehamilan
dengan demam berdarah dengue adalah dari anamnesa didapatkan adanya keluhan
badan panas (demam). Panas dirasakan semakin meningkat tiap hari, menggigil (+),
nyeri kepala sebelah kanan, dan nyeri otot-otot di sekujur tubuh. Riwayat asma dan
sakit jantung (-). Kehamilan ini merupakan kehamilan yang pertama sejak menikah
dengan suaminya selama 1 tahun. Os lupa dengan hari pertama haid terakhirnya.
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan gejala dan tanda yang sesuai
dengan demam berdarah dengue yaitu Demam akut, dengan suhu tubuh tertinggi
37,7oC, Rumple leed (+), dan penurunan PLT sampai 91,6, Serologis DHF : Ig G (+)
dan Ig M (+). serta tanda kebocoran plasma,yaitu odema paru. Tinggi fundus uteri
sesuai dengan kehamilan 36-37 mg (trimester ketiga), djj (+).Dari pemeriksaan USG
fetus tunggal hidup DJJ (+), gerak (+), nafas (+), Biometri janin ~ 34 W 6 D, EDC 15-
3-2006, EFW : 2554 gr, juga dilakukan Doppler velocimetry A.umbilicalis dengan
hasil normal. Dari semua pemeriksaan diatas dapat disimpulkan diagnosa diagnosa
G1P1A0 hamil 36-37 minggu susp DHF grade I hari ke V TBJ 2554 gr, PS 3
4.2 Penatalaksanaan
Pada kasus ini awalnya diputuskan untuk dilakukan induksi persalinan. Namun karena
hasil KTG patologis, maka dilakukan seksio sesarea. Pemberian terapi cairan untuk
mengatasi demam berdarah denguenya dilakukan. Selain itu juga dilakukan observasi
tehadap adanya keluhan penderita baik itu demam dan keluhan lainnya. Saat pasien
pulang, diberikan KIE agar pasien lebih banyak beristirahat dirumah. Ibu juga
dijadwalkan untuk kontrol ke poli kebidanan 7 hari lagi untuk memantau
kesejahteraan ibu.
33
BAB 5
SIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus kehamilan dengan demam berdarah dengue, pada
seorang wanita berusia 28 tahun, Para 1, secara seksio sesaria karena CTG
patologis. Pasien kemudian dirawat dan observasi karena mengalami DBD grade
I . Diagnosis pasti DBD didapat dari hasil serologis DBD berupa Ig G (+) dan Ig
M (+).
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo D, & Nainggolan L. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Kehamilan. Dalam : MKI 2004; vol 54: no 4: 136-142.
2. Antara M. Kematian Ibu oleh karena Sindroma Syok Dengue. Dalam : Laporan Kematian Maternal, Januari 2006.
3. Suparmin, Halim B, Siddik D. Penatalaksanaan Kasus Kehamilan dengan Demam Berdarah Dengue. Medika [serial online] 2001. Available from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/pus-1.htm. Accessed Januari 21, 2006.
4. .Suwardewa TGA. Demam Dengue pada Kehamilan. Dalam : Kelainan Medis dan Bedah pada Obsteri, 2005.
5. Hadinegoro SR, & Satari HI. Demam Berdarah Dengue. Dalam : FKUI, 2005
6. Gubker DJ.dan Kuno G. Dengue and Dengue Hemorrhage Fever. CAB International; Colorado. 1997.
7. Harrison. Principles of Internal Medicine. USA. 2001
8. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC; Jakarta. 2001.
9. Suwondo BS. Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Dalam : Anestesia & Critical care, Mei 2005: vol 23: No 2: 1994-1997.
10. World Health Organization. Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis Treatment, Prevention and control. Geneva: WHO, 1997.
11. Guzman MG. Kouri G. Dengue: an update. Lancet infect Dis, 2002:vol 2: 33-42
35