batu puteh case
TRANSCRIPT
LAND RECLAMATION CASE MALAYSIA V. SINGAPURA 2003
Anggota Kelompok :
Alviani Supriatna (110110080148)
Wendi Gunawan (110110080162)
Bambang Wibisono (110110080163)
Dwi Catur (110110080166)
Eryandi Nur (110110080167)
Rico Arizona (110110080176)
Eko Bhakti (110110080187)
Sechabudin (110110080200)
Tyan Savtyan (110110080213)
Fakta Hukum:
Pihak pihak dalam sengketa ini adalah Malaysia dan Singapura.
Pada 21 Desember 1979 pemerintah Malaysia menerbitkan peta resmi
berjudul “Laut Teritorial dan Landas Kontinen Malaysia” (kemudian
disebut ‘peta 1979’) yang turut menyertakan Pulau Batu Puteh/Pedra
Branca sebagai bagian dari wilayah Malaysia.
Pada 14 Februari 1980 Singapura dalam surat diplomatiknya menolak
klaim Malaysia atas Pulau Batu Puteh/Pedra Branca dalam peta 1979 tadi
dan meminta Malaysia untuk melakukan koreksi terhadap peta tersebut.
Setelah itu, terjadi pertukaran informasi dan beberapa pertemuan antar
pihak selama 1993-1994, dimana pada tanggal 6 Februari 1993 diangkat 1
pula topik mengenai kedaulatan atas pulau karang kecil yang terdapat di
dekat Pulau Batu Puteh/Pedra Branca yaitu Middle Rocks dan South
Ledge. Walaupun begitu, pertemuan-pertemuan tersebut belum berhasil
menemukan kesepakatan antar kedua pihak.
Akhirnya melihat tidak adanya kesepakatan yang bisa dicapai, kedua
belah pihak setuju untuk bersama-sama mengajukan permintaan ke ICJ
pada tanggal 24 Juli 2003 untuk menentukan apakah kedaulatan atas
Pulau Batu Puteh/Pedra Branca, Middle Rocks dan South Ledge menjadi
hak Malaysia atau Singapura.
Permasalahan Hukum:
Apakah kedaulatan atas Pulau Batu Puteh/Pedra Branca, Middle Rocks
dan South Ledge menjadi hak Malaysia atau Singapura?
2
Argumen Pihak-pihak:
Singapura memberikan argumen awal, bahwa Pulau Batu Puteh adalah
Terra Nullius, namun alasan tersebut langsung ditolak oleh ICJ mengingat
Pulau Batu Puteh
Kemudian Singapura kembali memberikan argumen, bahwa hak
kedaulatan mereka atas Pulau Batu Puteh didasari atas pembangunan
mercusuar dengan izin Kerajaan Inggris sejak tahun 1847, dimana
kemudian membentuk kefektifan penguasaan Singapura yang konsisten
atas pulau tersebut (a titre de souverain).
Malaysia berargumen bahwa mereka memiliki kepemilikan yang telah
lama berdiri di Pulau Batu Puteh, bahwa sejak pertengahan abad ke 15
Pulau Batu Puteh sudah menjadi bagian dari daerah kekuasaan
Kesultanan Johor. Dan dimana pembangunan mercusuar dari Singapura
tersebut merupakan dibawah kedaulatan teritorial Kesultanan Johor, dan
kedaulatan tersebut tidak mungkin ditandingi apabila aktivitas Singapura
berada dibawah izin Kesultanan Johor.
Sementara untuk Middle Rocks dan South Ledge, Singapura
beranggapan bahwa kedua pulau kecil tersebut adalah bagian dari Pulau
Batu Puteh, jadi siapapun yang kemudian memenangkan hak berdaulat
atas Pulau Batu Puteh, jadi seharusnya memiliki hak berdaulat atas
Middle Rocks dan South Ledge juga.
Malaysia di lain pihak, beranggapan bahwa Middle Rocks dan South
Ledge tidak memiliki bentuk kepulauan dengan dasar historis maupun
geografis, dan bahwa kedua pulau tersebut berada dibawah yurisdiksi
Johor/Malaysia.
Keputusan ICJ:
3
Dengan 12 suara berbanding 4, memutuskan bahwa hak kedaulatan atas
Pulau Batu Puteh/Pedra Branca menjadi milik Republik Singapura
Dengan 15 suara berbanding 1, memutuskan bahwa hak kedaulatan atas
Middle Rocks menjadi milik Malaysia.
Dengan 15 suara berbanding 1, memutuskan bahwa hak kedaulatan atas
South Ledge menjadi milik negara yang laut teritorialnya melingkup pulau
tersebut.
Dasar Pertimbangan:
Mengenai gelar penguasaan atas Pulau Batu Puteh oleh Kesultanan
Johor, Hakim menyadari sejak terbentuk tahun 1512, Kesultanan Johor
menjadi sebuah kerajaan yang berdaulat atas daerah-daerah di
semenanjung Malaya hingga pulau-pulau di selat Singapura, dimana
termasuk Pulau Batu Puteh. Dan mengingat Pulau Batu Puteh yang tidak
berpenghuni dan tidak mungkin dihuni (uninhabited and uninhabitable)
maka Kesultanan Johor tidak harus memperlihatkan kedaulatan secara
terus menerus.
Kemudian, Hakim memperhatikan adanya perjanjian antara penjajah
Inggris dan Belanda (Anglo Dutch treaty) yang membagi kawasan di selat
Singapura dan sekitarnya antara Kesultanan Johor dan Kesultanan Riau-
Lingga, tidak menjadikan kawasan tersebut beserta pulau di dalamnya
menjadi terrae nullius karena perjanjian tersebut hanya membagi wilayah
Kesultanan Johor yang utuh (semenanjung Malaya, selat Singapura dan
sekitarnya) menjadi dua, tanpa menyisakan lahan yang kosong tanpa
klaim di selat Singapura.
Maka kemudian, Hakim menyadari bahwa argumen Malaysia mengenai
gelar penguasaan Kesultanan Johor terhadap Pulau Batu Puteh adalah
sah.
4
Tapi dengan begitu bukan berarti secara otomatis kedaulatan Kesultanan
Johor tersebut turun menjadi kedaulatan Malaysia karena diperlukan
suatu perjanjian yang menyatakan demikian.
Berdasarkan hal tersebut, Hakim menyadari dan memperhatikan adanya
surat tertanggal 12 Juni 1953 dari Sekertariat Kolonial Singapura pada
Penasehat Inggris Sultan Johor tentang batas laut teritorial kolonial dari
sebuah pulau karang sekitar 40 mil dari Singapura atau yang disebut
Pedra Branca. Surat tersebut kemudian mendapatkan balasan pada
tanggal 21 September 1953 dari Sekertariat Negara Johor bahwa mereka
tidak memiliki niat untuk melakukan klaim hak milik atas Pedra Branca.
Maka kemudian, berdasarkan kefektifan penguasaan Singapura atas
Pulau Batu Puteh (a titre de souverain), tidak adanya perlawanan dari
Malaysia dan surat pernyataan dari Negara Johor tadi, Hakim
menganggap kedaulatan atas Pulau Batu Puteh telah menjadi milik
Singapura sejak 1980.
Namun demikian, Hakim beranggapan, keadaan dan fakta yang
diaplikasikan pada Pulau Batu Puteh diatas tidak dapat diaplikasikan pada
Middle Rocks karena tidak terdapat kefektifan penguasaan dari
Singapura.
Dan terakhir, Hakim mengingat kondisi pulau South Ledge yang
tenggelam saat surut (Low Tide Elevation), maka beranggapan pulau
tersebut menjadi hak dari negara yang laut teritorialnya merendam pulau
tersebut saat pasang/high tide.
5
Analisis:
Laut sejak zaman dahulu menjadi sumber keuntungan bagi negara-
negara, entah dalam fungsi komunikasi, transportasi ataupun mata
pencaharian. Berbagai fungsi dan kepentingan tadi menyebabkan
berkembangnya sebuah tatanan hukum yang digunakan untuk mengatur
interaksi antar bangsa dan negara di laut.
Dalam Kasus PEDRA BRANCA/PULAU BATU PUTEH, MIDDLE ROCKS
AND SOUTH LEDGE (MALAYSIA V SINGAPORE) kelompok kami
sependapat dengan keputusan PCA. Dimana penguasaan efektif menjadi
pedoman untuk menyelesaikan kasus sengketa Pulau Batu Puteh.
Walaupun Malaysia berargumen bahwa pulau tersebut merupakan
warisan dari Kesultanan Johor tapi tidak serta merta otomatis menjadikan
wilayah kedaulatan Malaysia, namun harus memperhatikan factor lain, di
sini adalah surat dari pemerintahan colonial Singapura kepada Penasehat
Johor pada tahun 1953 yang dibalas dengan pernyataan tidak ingin
memiliki Pulau tersebut. Hal inilah kemudian yang menjadi dasar untuk
menyerahkan kepada Singapura. Sementara untuk Middle Rocks karena
tidak ada keefektifan penguasaan dari Singapura maka jatuh ke Malaysia,
dan untuk Pulau South Ledge jatuh ke tangan Negara yang laut
teritorialnya mencakup pulau tersebut, karena pulau tersebut tenggelam
saat pasang.
6