bab iii

39
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Konsep Dasar kecemasan 3.1.1 Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang tidak jelas dan hebat (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Videbeck (2008) kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Kecemasan dapat juga diartikan suatu keadaan dimana seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktivitas sistem saraf otonom dalam merespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik (Carpenito, 2000). Kecemasan adaah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secsra interpersonal. Kecemasan berbeda dengan perasaan takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya dengan 9

Upload: antonius-agil

Post on 16-Jul-2016

219 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ANSIETAS

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Konsep Dasar kecemasan

3.1.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau ketakutan yang

tidak jelas dan hebat (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut Videbeck (2008)

kecemasan adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh

situasi. Kecemasan dapat juga diartikan suatu keadaan dimana seseorang

mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktivitas sistem saraf otonom dalam

merespon terhadap ancaman yang tidak jelas dan tidak spesifik (Carpenito, 2000).

Kecemasan adaah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan

dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki

objek yang spesifik. Ansietas dialami secara subyektif dan dikomunikasikan

secsra interpersonal. Kecemasan berbeda dengan perasaan takut yang merupakan

penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya dengan objek yang jelas.

Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Stuart, 2007)

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara

subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah

kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang

tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya

(Suliswati, 2005) Kecemasan adalah suatu perasaan subjektif mengenai

ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari

ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman (Hawari,

2006).

9

Page 2: BAB III

10

3.1.2 Tingkat Kecemasan

Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh

individu yaitu : (Suliswati, 2005).

1. Kecemasan ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari.

Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,

menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan

mampu memecahkan masalah secara efektif.

2. Kecemasan sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya,

terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan

sesuatu dengan arahan orang lain.

3. Kecemasan berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada

detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal

lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan

dan perlu banyak perintah atau arahan untuk terfokus pada area

lain.

4. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena

hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun

meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,

berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain,

penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak

10

Page 3: BAB III

11

mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan

disorganisasi kepribadian (Suliswati, 2005).

Gambar 2.1. RentangResponKecemasan

(Sumber : Stuart, 2007 : 145)

3.1.3 Faktor Predisposisi

Menurut Stuart ( 2007 ) faktor predisposisi atau penyebab

terjadinya kecemasan dapat dikembangkan dan dijelaskan dalam beberapa

teori sebagai berikut :

1. Teori Psikoanalitik

Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua

elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting

dan impuls primitive seseorang, sedangkan superego

mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-

norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi

tuntunan dari dua elemen yang bertentangan tersebut, danfungsi

kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2. Teori Interpersonal

Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga

11

Page 4: BAB III

12

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan,

kehilangan yang menimbulakan kelemahan spesifik. Orang dengan

harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan

kecemasan yang berat.

3. Teori Perilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi yaitu segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya

dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering

menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.

4. Teori Keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang

biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam

gangguan kecemasan antara gangguan kecemasan dengan depresi.

5. Teori Biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzoadiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur

kecemasan. Penghambat aminobutrik gamma neuroregulator

(GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme

biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana halnya

dengan endorfin. Selain itu juga telaah dibuktikan bahwa kesehatan

umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi

terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan

gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang

untuk mengatasi stressor.

12

Page 5: BAB III

13

3.1.4 Faktor Presipitasi

Menurut Stuart (2007) faktor presipitasi atau stresor pencetus

mungkin berasal dari sumber internal dan eksternal. Stresor pencetus dapat

dikelompokkan dalam dua kategori :

1. Ancaman terhadap integritas seseorang, meliputi ketidakmampuan

fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

2. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan

identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

3.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan yaitu:

1. Faktor Internal

a. Pendidikan dan Pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan, ini berarti bahwa semakin tinggi

pendidikan semakin tinggi pada tingkat pengetahuan dan

semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka akan

lebih mampu mengatasi masalah dan menggunakan koping

yang efektif dibandingkan dengan tingkat pengetahuan

rendah (Notoatmodjo, 2002). Tingkat intelegensi tinggi

akan mampu memecahkan berbagai kesulitan atau masalah

terutama kecemasan (Asa’ad, 2003).

b. Usia, Maturitas Perkembangan

Makin tua umur seseorang makin banyak pengalaman

hidupnya sehingga akan lebih konstruktif dalam

13

Page 6: BAB III

14

menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi. Ahli

teori perilaku memandang ansietas sebagai sesuatu yang

dipelajari melalui pengalaman individu. Sebaliknya,

perilaku dapat diubah melalui pengalaman baru. Perilaku

yang mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan

melalui pengalaman yang berulang. Ini tentunya lebih dapat

dilakukan oleh individu dalam usia yang lebih tua.

(Videbeck, 2008 ).

c. Status Kesehatan Jiwa dan Fisik

Kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata

sebagai predisposisi terhadap kecemasan (Stuart, 2007).

Jika status kesehatan buruk, energi yang digunakan untuk

menangani stimulus kurang akan dapat mempengaruhi

respon.PerkawinanSeseorang yang bersuami akan lebih

mempunyai rasa percaya diri dan ketenangan dalam

menghadapi masalah

2. Faktor Eksternal

a. Lingkungan

Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada

disekitar kita baik fisik, biologis, maupun sosial.

Lingkungan akan mengirim stimulus secara terus menerus

selama manusia hidup yang memerlukan penyesuaian. Bila

manusia tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan

tentunya akan menimbulkan suatu kecemasan ( Sunaryo,

2003 ).

14

Page 7: BAB III

15

b. Nilai-nilai Budaya dan Spiritual

Kepercayaan atau agama merupakan tempat mencari makna

hidup yang terakhir atau penghabisan. Agama sebagai suatu

keyakinan hidup yang masuk kedalam kontruksi

kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara

berfikir, bersikap, bereaksi, dan berperilaku. Agama dan

keyakinan serta norma-norma yang ada di masyarakat

tentunya akan mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi

terhadap stress dan kecemasan (Sunaryo, 2003 ).

c. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah sumber daya eksternal utama

dalam penyelesaian masalah dan sebagai moderator stress

kehidupan yang efektif. Dukungan sosial memfasilitasi

perilaku koping seseorang (Smeltzer dan Bare, 2001).

d. Pekerjaan

Wanita klimakterium yang mempunyai pekerjaan yang

penting dan memerlukan aktivitas dengan mengetahui

bahwa dirinya sudah tua dan tidak menarik lagi maka akan

merasa terganggu dengan perubahan bentuk tubuh terutama

yang mempunyai pekerjaan yang memerlukan penampilan

dan kegiatan yang prima, hal ini penyebab timbulnya

kecemasan dan mempengaruhi perannya di masyarakat

(Long, 2001).

15

Page 8: BAB III

16

3.1.6 Respon Kecemasan

Ada beberapa pendapat tentang respon kecemasan menurut beberapa

ahli diantaranya yaitu :

1. Respon kecemasan menurut Videeback (2008) Respon kecemasan

menurut Videebeck dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.1 Tingkat Respon Cemas

Tingkat Cemas

Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional

Ringan(1+)

Sedang (2+)

Berat (3+)

Ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah,penuh perhatian.

Ketegangan otot sedang,TTV meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering mondar mandir, memukulkan tngan, suara berubah, bergetar, nada suara tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit kepala, nyeri punggung.

Ketegangan otot berat, kontak mata buruk,hiperventilasi, keringat banyak,bicara cepat,

Lapang persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan gagal sedikit waspada dan memperhatikan banyak hal, mempertimbangkan informasi.

Lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, fokus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun.

Lapang persepsi terbatas, proses berfikir terpecah-pecah, sulit berfikir, penyelesaian masalah

Perilaku otomatis, sedikit tidak sabar, aktivitas menyendiri,terstimulasi tenang

Tidak nyaman,mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah,tidak sabar.

Sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri,

16

Page 9: BAB III

17

Panik (4+)

nada suara tinggi, tindakan serampangan, rahang menegang,menggertakkan gigi, berteriak, meremas tangan, gemetar, kebutuhan ruang gerak meningkat.

Ketegangan otot sangat berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormon stres dan neurotransmiter berkurang, wajah menyeringai, mulut ternganga.

buruk, tidak mampu mempertimbangkan informasi, hanya memperhatikan ancaman, preokupasi dengan pikiran sendiri, egosentris.

Persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis, terganggu, kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, fokus pada masalah sendiri, sulit memahami stimulus eksternal, halusinasi, waham, ilusi.

penyangkalan, ingin bebas.

Merasa terbebani,merasa tidak mampu, tidak berdaya, lepas kendali, mengamuk, putus asa, marah, sangat takut, mengharapkan hasil yang buruk, kaget, takut, lelah.

(Sumber Videbeck, 2008)

2. Respon kecemasan menurut Stuart, (2007)

Menurut Stuart respon kecemasan dapat dibagi sebagai berikut:

a. Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan

a) Kardiovaskuler

Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa

mau pingsan, tekanan darah menurun, pingsang, denyut nadi

menurun.

b) Pernafasan

Napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas dangkal,

pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-

engah.

17

Page 10: BAB III

18

c) Neuromuskuler

Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkeip-kedip,

insomnia, tremor, rigiditas, gelisah wajah tegang, kelemahan

umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.

d) Gastrointestinal

Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman

pada abdomen, mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

e) Traktus Urinarias

Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

f) Kulit

Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan),

gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat,

berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon Perilaku, Kognitif dan Afektif Terhadap Kecemasan

a) Perilaku

Gelisah ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang

koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari

hubungan interpersonal, menghalangi, melarikan diri dari

masalah, menghindar, hiperventilasi.

b) Kognitif

Perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam

memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, bidang

persepsi menurun, kreativitas menurun, produktivitas

menurun, bingung, sangat waspada, kesadaran diri meningkat,

18

Page 11: BAB III

19

kehilangan objektifitas, takut kehilangan kontrol, takut pada

gambaran visual, takut cidera atau kematian.

c) Afektif

Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, nervus,

3.1.7 Cara Pengukuran Kecemasan

Menurut Nursalam (2003) alat ukur kecemasan menggunakan

HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang terdiri atas 14 kelompok

gejala, masing-masing kelompok gejala diberi penilaian 0 – 4 dengan

penilaian sebagai berikut:

Nilai 0 : tidak ada gejala atau keluhan (tidak ada gejala sama sekali).

Nilai 1 : gejala ringan (satu gejala dari gejala yang ada).

Nilai 2 : gejala sedang (separuh dari gejala yang ada).

Nilai 3 : gejala berat (lebih dari separuh gejala yang ada).

Nilai 4 : gejala berat sekali (semua gejala yang ada).

Untuk penilaian total skor menurut Hidayat (2007) sebagai berikut:

Kurang dari 14 : tidak ada kecemasan

14 – 20 : kecemasan ringan

21 – 27 : kecemasan sedang

28 – 41 : kecemasan berat

42 – 56 : kecemasan berat sekali

Sedangkan untuk gejala kecemasannya menurut Hidayat (2007) adalah

sebagai berikut:

1. Perasaan Cemas

Cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

19

Page 12: BAB III

20

2. Ketegangan

Merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah terkejut,

mudah menangis, gemetar, gelisah.

3. Ketakutan

Pada gelap, pada orng asing, ditinggal sendiri, pada binatang

besar, pada keramaian lalu lintas, pada kerumunan orang banyak.

4. Insomnia

Sulit tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun

dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi

menakutkan.

5. Gangguan

KecerdasanSulit berkonsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat

buruk.

6. Perasaan Depresi

Hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,

bangun dini hari, perasaan berubah-ubah sepanjang hari.

7. Gejala Somatik / fisik

Sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan otot, gigi gemerutuk,

suara tidak stabil.

8. Gejala Sensorik

Tinitus, penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas,

perasaan ditusuk-tusuk.

9. Gejala Kardiovaskuler

Takikardia, berdebar-debar, nyeri didada, denyut nadi mengeras,

rasa lesu maupingsan, tekanan darah meningkat.

20

Page 13: BAB III

21

10. Gejala Pernapasan

Rasa tertekan didada, perasaan tercekik, sering menarik nafas,

sesak nafas.

11. Gejala Gastrointestinal

Mual-mual, kembung, sukar buang air besar, perut mules, sulit

menelan, tinja encer, penurunan berat badan.

12. Gejala Urogenital

Sering berkemih, tidak dapat menahan air seni, amenore, darah

hait berlebihan, hait lama.

13. Gejala Otonom

Mulut kering, wajah kemerahan, mudah berkeringat, kepala terasa

berat, kepala pusing, bulu-bulu berdiri.

14. Perilaku Saat Wawancara

Gelisah, tidak tenang, gemetar, muka tegang, muka merah, otot

tegang, nafas pendek dan cepat.

3.2 Konsep Pre Operasi

Konsep pre operasi adalah bagian dari keperawatan perioperatif dan

merupakan persiapan awal sebelum melakukan tindakan operasi. Dalam kosep pre

operasi membahas tentang pengertian pre operasi, persiapan pre operasi, indikasi

dan klasifikasi Pembedahan, dan factor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

pada pasien pre operasi.

3.2.1 Pengertian Pre Operasi

Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan

perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan

perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan

21

Page 14: BAB III

22

berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan

pembedahan (Mirianti, 2011).

Fase pre operasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat

dan berakhir ketika pasien dipindahkan kemeja operasi. Kesuksesan dalam

tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini

merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan

berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada fase ini akan berakibat fatal pada

tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi

fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan

suatu operasi (Smeltzer, 2002).

3.2.2 Persiapan Pre Operasi

Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya (Ilmu Bedah, 2010):

a. Persiapan fisik

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap

pasien sebelum operasi antara lain:

1) Status Kesehatan Fisik Secara Umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan

pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas

klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat

kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain

status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,

fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi,

dan lain- lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup

karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak akan

mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien

22

Page 15: BAB III

23

yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat

stabil dan pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid

lebih awal.

2) Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi

badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas,

kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan

nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi

sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup

untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat

mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca

operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat

di rumah sakit.

3) Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya

dengan input dan output cairan. Demikian juga kadar elektrolit

serum harus berada dalam rentang normal. Keseimbangan

cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana

ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi

metabolik obat- obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka

operasi dapat dilakukan dengan baik.

4) Pencukuran Daerah Operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk

menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan

pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi

23

Page 16: BAB III

24

tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/

menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.

Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak

memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada

pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)

harus dilakukan dengan hati- hati jangan sampai menimbulkan

luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan

kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih

nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada

jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.

5) Personal Hygiene

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan

operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber

kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang di

operasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan

untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan

lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi

kebutuhan personalhygiene secara mandiri maka perawat akan

memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.

6) Pengosongan Kandung Kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan

melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi

bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk

mengobservasi balance cairan.

7) Latihan Pra Operasi

24

Page 17: BAB III

25

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum

operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam

menghadapi kondisi pasca operasi, seperti: nyeri daerah

operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan-

latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi, antara

lain:

a) Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien

untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat

membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu

beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas

tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum.

Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif

dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal

ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan pasien.

b) Latihan Batuk Efektif

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi

klien terutama klien yang mengalami operasi dengan

anestesi general. Karena pasien akan mengalami

pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi

teranestesi. Sehingga ketikasadar pasien akan mengalami

rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa

banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif

25

Page 18: BAB III

26

sangat bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk

mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.

c) Latihan Gerak Sendi

Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting

bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera

melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk

mempercepat proses penyembuhan. Pasien/ keluarga

pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru

tentang pergerakan pasien setelah operasi. Banyak pasien

yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut

jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama

sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru

jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka

pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus)

sehingga pasien akan lebih cepat kentut/ flatus.

Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan

lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari

kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya

adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena

dan menunjang fungsi pernafasan optimal.

d) Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa

adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah

tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang

26

Page 19: BAB III

27

harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang

dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,

laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti EKG, dan

lain-lain.

Sebelum dokter mengambil keputusan untuk

melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan

berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit

pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang

diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk

dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk

menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani

operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan

berbagai macam pemerikasaan laboratorium terutama

pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa

pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,

hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan

radiologi berupa foto thoraks dan EKG.

e) Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu

dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan.

Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan

pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status

fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko

pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa

digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan

27

Page 20: BAB III

28

metode ASA (American Society of Anasthesiologist).

Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi

pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,

peredaran darah dan sistem saraf.

f) Inform Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan

penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting

terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan

tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien

maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan

medis, operasi sekecil apapunmempunyai resiko. Oleh

karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan

medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan

dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).

Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah

sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien

atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib

untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan

operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada

pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui

manfaat dan tujuan serta segala resiko dan

konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum

menandatangani surat pernyataan tersebut akan

mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala

macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta

28

Page 21: BAB III

29

pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum

menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/ keluarganya

berhak untuk menanyakan kembali sampai betul- betul

paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika

tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/ keluarga

setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak

sesuai dengan gambaran keluarga.

g) Persiapan Mental/ Psikis

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah

pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental

pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh

terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan

merupakan ancaman potensial maupun aktual pada

integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi

stres fisiologis maupun psikologis (Bobak, 2005). Contoh:

perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan

ketakutanmisalkan pasien dengan riwayat hipertensi jika

mengalami kecemasan sebelum operasi dapat

mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya

akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami

pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-

perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi dan

pernafasan, gerakan- gerakan tangan yang tidak terkontrol,

telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan

29

Page 22: BAB III

30

pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering

berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping

yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres.

Disamping itu perawat perlu mengkaji hal- hal yang bisa

digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi

masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya

orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor

pendukung/support system.

3.2.3 Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan

Menurut Smeltzer (2002), pembedahan mungkin dilakukan untuk berbagai

alasan. Alasan tersebut mungkin diagnostik, seperti ketika dilakukan biopsi atau

laparatomi eksplorasi; dapat juga kuratif, seperti ketika mengeksisi massa tumor

atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi; kemungkinan juga

reparative, seperti ketika harus memperbaiki luka multiple; mungkin juga

rekonstruktif atau kosmetik, seperti ketika melakukan mammoplasti atau

perbaikan wajah; atau mungkin paliatif, seperti ketika harus menghilangkan nyeri

atau memperbaiki masalah, sebagai contoh, ketika selang gastrostomi dipasang

untuk mengkompensasi terhadap ketidakmampuan untuk menelan makan.

Pembedahan juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat urgensinya,

dengan penggunaan istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukaan, elektif, dan

pilihan disajikan dalam table berikut ini:

30

Page 23: BAB III

31

Tabel 3.1 Kategori Pembedahan Didasarkan Pada UrgensinyaNo Klasifikasi Indikasi Contoh 1 Kedaruratan (pasien

membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa)

Tanpa ditunda Perdarahan hebat, obstruksi kandng kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, dan luka bakar sangat luas.

2 Urgen(pasien membutuhkan perhatian segera)

Dalam 24-30 jam Infeksi kandung kemih akut dan Batu ginjal atau batu pada uretra.

3 Diperlukaan (pasien harus menjalani pembedahan)

Direncanakan dalam beberapa minggu atau bulan

Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih, gangguan tiroid, dan Katarak.

4 Elektif (pasien harus dioperasi ketika diperlukan)

Tidak dilakukan pembedahan, tidak terlalu membahayakan

Perbaikan eskar, hernia sederhana, dan perbaikan vaginal.

5 Pilihan (keputusan terletak pada pasien)

Pilihan pribadi Bedah kosmetik.

(sumber: Smeltzer, 2002)

3.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Pre

Operasi.

Menurut Stuart (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada

pasien pre operasi antara lain :

a. Nyeri dan Ketidaknyamanan (Pain And Discomfort)

Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi

akibat pembedahan. Perawat bertugas memberikan informasi dan

meyakinkan kepada pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan

tanpa diberikan anastesi terlebih dahulu. Pada pembedahan akan

timbul reaksi nyeri pada daerah luka dan pasien merasa takut untuk

melakukan gerakan tubuh atau latihan ringan akibat nyeri padadaerah

31

Page 24: BAB III

32

perlukaan. Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada pasien pre

operasi.

b. Ketidaktahuan (Unknow)

Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah

suatu hal yang umum terjadi. Ini disebabkan karena kurangnya

informasi tentang pembedahan.

c. Kerusakan atau Kecacatan (Mutilation)

Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh

merupakan salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan amputasi

tetapi juga pada operasi-operasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh

pasien sebagai suatu yang sangat mengganggu body image.

d. Kematian (Death)

Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

ketika pasien mengetahui bahwa operasi yang akan dilakukan akan

mempunyai resiko yang cukup besar pada tubuh sehingga akan

menyebabkan kematian

e. Anestesi (Anesthesia)

Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak

akan sadar, tidur terlalu lama dan tidak akan bangun kembali. Pasien

mengkhawatirkan efek samping dari pembiusan seperti kerusakan pada

otak, paralisis, atau kehilangan kontrol ketika dalam keadaan tidak

sadar.

32