bab iii. tinpus

Upload: yulia-dewi-asmariati

Post on 07-Jan-2016

238 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ojjlkj

TRANSCRIPT

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

1. Penyakit Akibat Kerja1. DefinisiMenurut WHO, Penyakit akibat kerja atau occupational disease the relationship to specific causative factors at work has been fully established and the factors concerned can be identified, measured and eventually controlled(keterkaitan dengan faktor penyebab spesifik dalam pekerjaan, sepenuhnya dipastikan dan faktor tersebut dapat diidentifikasi, diukur, dan dikendalikan).Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER. 01/MEN/1981 (pasal 1) penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Definisi yang digunakan dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEPTS.333/MEN/1989 tentang Pelaporan Penyakit Akibat Kerja merujuk pada ketentuan Permen Nakertrans No.PER.01/MEN/1981.Sedangkan menurut Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 (Pasal 1) tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Keppres No.22 Tahun 1993).Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Pasal 1, Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja (Keppres No.22 Tahun 1993).Menurut WHO, Penyakit yang timbul karena hubungan kerja atau work related disease adalah maybe partially caused by adverse working conditions. They maybe aggravated, accelerated or exacerbated by workplace exposures and may impair working capacity. Personal characteristic, environmental and socio cultural factors usually play a role as risk factors and are often more common than occupational disease. (Mungkin sebagian disebabkan oleh kondisi kerja yang kurang baik. Penyakit dapat diperberat, dipercepat atau kambuh oleh pemaparan di tempat kerja dan dapat mengurangi kapasitas kerja. Sifat perorangan, lingkungan dan faktor sosial budaya umumnya berperanan sebagai faktor resiko dan lebih umum dari pada penyakit akibat kerja).Terdapat 3 istilah untuk suatu kelompok penyakit yang sama yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan masing-masing memiliki dasar hukum perundang-undangan yang menjadi landasannya.Pada dasarnya penyakit akibat kerja dengan penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah sama. Perbedaan keduanya terdapat pada penyakit akibat kerja diatur oleh keputusan meteri No.01/MEN/1981, meliputi 30 jenis penyakit dengan dasar kesehatan kerja, sedangkan penyakit hubungan kerja diatur dalam keputusan presiden No.22/KEPRES/1993, meliputi 31 jenis penyakit dengan dasar dapat kompensasi ganti rugi.

Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:1. Golongan fisik Contohnya: suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.1. Golongan kimiawi Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan dan kabut. 1. Golongan biologisyaitu berupa bakteri, virus atau jamur.1. Golongan fisiologisdimana biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja.1. Golongan psikososialLingkungan kerja yang mengakibatkan stress.Faktor Penyebab terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja antara lain faktor manusia (pekerja), jenis pekerjaan yang dilakukan dan proses kerja (bahan baku, peralatan kerja dan lingkungan tempat kerja).

1. Kondisi yang Berhubungan dengan Penyakit Akibat KerjaKondisi yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja antara lain :1. Peraturan perundang-undangan mengenai penyakit akibat kerja telah cukup banyak. Ketentuan tersebut terdapat dalam undang-undang yang mengatur keselamatan kerja dan undang-undang yang mengatur jaminan sosial tenaga kerja beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Substansi yang diatur mencakup hal-hal mendasar seperti pengertian penyakit akibat kerja, cara diagnosis serta penggolongan penyakit dan ketentuan-ketentuan yang dengan tegas wajib dilaksanakan yaitu kewajiban melapor penyakit akibat kerja, jaminan sosial terhadap penyakit dimaksud, sanksi-sanksi, dan lain-lain. Masalah yang dihadapi adalah kepatuhan melaksanakan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

1. Upaya sosialisasi telah sering dilakukan, berbagai upaya penyuluhan dan pendidikan telah dilakukan. Upaya ini masih terbatas dan hasilnya tidak serta merta menjadikan perusahaan, pengusaha dan pekerja sepenuhnya patuh kepada ketentuan yang berlaku. Program sosialisasi bukan aktivitas sesaat melainkan harus terus dilaksanakan secara berkelanjutan. Masih banyak institusi yang bisa berpartisipasi dalam program sosialisasi serta demikian pula aneka media masih terbuka luas guna dimanfaatkan. Dari semua potensi dapat dipilih cara yang lebih efektif agar diraih hasil upaya yang sebaik-baiknya.

1. Data mengenai penyakit akibat kerja yang bersumber kepada aktivitas pengawasan dan juga pelaksanaan jaminan sosial terhadap penyakit akibat kerja sebagai suatu aspek dari jaminan kecelakaan kerja relatif sangat minim. Pertahun tercatat sekitar 100.000 kecelakaan kerja, angka kecelakaan ini pada umumnya terus meningkat, korban meninggal sebagai akibat kecelakaan kerja pertahunnya berkisar antara 1500 sampai 2000 orang. Data penyakit kerja relatif sangat minim yaitu kurang dari 1% dari jumlah kasus kasus kecelakaan kerja. Hal ini berbeda dengan temuan penelitian yang menunjukkan angka sakit dan keparahan yang jauh berbeda dengan data statistik operasional.

1. Profesi kedokteran kerja adalah dengan kompetensi khusus terhadap penyakit akibat kerja, yaitu okupasi. Kedokteran okupasi memiliki kolegium yang mempunyai mengatur kedokteran okupasi.

1. Penyakit akibat kerja masih sangat jarang dilaporkan karena keengganan pihak perusahaan atau pengurus perusahaan untuk melaporkannya. Perusahaan juga kuatir akan konsekuensi hukum yang mungkin dihadapi apabila yang bersangkutan melaporkan penyakit akibat kerja yang dialami oleh tenaga kerja atau pekerja di perusahaan tersebut.

1. Perlunya koordinasi antara otoritas pengawasan yang menjalankan penegakan hukum (law enforcement) dan institusi atau organisasi yang melakukan fungsi-fungsi pelayanan, penyuluhan, pelatihan, pendidikan dan penelitian sehubungan dengan penyakit akibat kerja.

Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja dan semua ketentuan yang berlaku bagi penyakit akibat kerja agar dapat diselenggarakan dengan baik serta penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja dapat terlaksana dengan baik pula, perlu terwujud kesepahaman dan pemahaman secara benar mengenai pengertian penyakit akibat kerja, metoda diagnosis penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, jenis penyakit akibat kerja, deteksi dini terhadap penyakit dimaksud, pencegahan serta penatalaksanaannya.Selain itu sangat penting peranan koordinasi yang sebaik-baiknya diantara unsur pengawasan dan penelitian yang bersangkutan. Di atas segalanya pendekatan inovatif dari semua pihak terkait dituntut untuk meningkatkan perannya dalam upaya promotif, preventif, kuratif,dan rehabilitatif medis terhadap penyakit akibat kerja serta juga dalam upaya sehubungan dengan pelaksanaan jaminan kecelakaan kerja yang penyakit akibat kerja termasuk dalam cakupannya.Upaya sosialisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit akibat kerja kepada semua pihak yang bersangkutan dan juga menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan tentang penyakit aibat kerja terutama bagi dokter pemeriksa atau dokter yang merawat tenaga kerja yang terkena penyakit akibat kerja, dokter penasehat dan pegawai pengawas ketenagakerjaan merupakan syarat mutlak guna mencapai sukses penanganan penyakit akibat kerja. Juga sangat penting masuknya penyakit akibat kerja dalam pendidikan dokter dan berkembangnya profesi kedokteranyang secara khusus berfokus kepada efek pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap kesehatan. Peran penelitian atau survei lapangan merupakan pintu masuk bagi diketahuinya problema penyakit akibat kerja yang sebenar-benarnya, temuan yang dihasilkan oleh penelitian/survei perlu dimanfaatkan seefektif mungkin bagi penatalaksanaan penyakit akibat kerja.

1. Penggolongan Penyakit Akibat KerjaPenggolongan Penyakit Akibat Kerja menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 diatur menurut jenis Penyakit Akibat Kerja. Secara teoritis penggolongan Penyakit Akibat Kerja dapat pula dibuat atas dasar faktor penyebab yaitu faktor fisik, biologis, fisiologis/ergonomis dan mental psikologis. Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja:1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan siliko tuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.1. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronchopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras.1. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronchopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, hennep dan sisal (bissinosis).1. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 1. Alvolitis allergika yang disebabkan faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.1. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun. 1. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.1. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun.1. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.1. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol dan keton.1. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.1. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.1. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).1. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.1. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi mengion.1. Penyakit yang disebabkan oleh penyebab-penyebab fisik, kimiawi atau biologis.1. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan produk atau residu dari zat tersebut.1. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.1. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.1. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi.1. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.1. Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat KerjaPenegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:1. Tentukan diagnosis klinisnyaDiagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit.Setelah diagnosis klinis ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.1. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:1. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis1. Lama menekuni pekerjaan tersebut 1. Bahan yang diproduksi 1. Materi (bahan baku) yang digunakan 1. Jumlah pajanannya 1. Pemakaian alat perlindungan diri 1. Pola waktu terjadinya gejala 1. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)1. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (Material Safety Data Sheet/MSDS), label, dan sebagainya.

1. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaantidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan terdapat data yang mendukung diagnosis, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat mendukung hipotesis bahwa pajanan tersebut memang menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).1. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

1. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang dapat mengubah keadaan pajanan misalnya penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat.Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan atau lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.1. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit. 1. Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab-penyakit. Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah

B. LukaLuka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).

C. Mekanisme Terjadinya LukaMenurut Taylor (1997) Klasifikasi luka berdasarkan mekanismenya dibedakan menjadi:1. Abrasi Merupakan perlukaan paling superfisial, dengan definisi tidak menebus lapisan epidermis. Abrasi yang sesungguhnya tidak berdarah karena pembuluh darah terdapat pada dermis. Kontak gesekan yang mengangkat sel keratinisasi dan sel di bawahnya akan menyebabkan daerah tersebut pucat dan lembab oleh karena cairan eksudat jaringan.

1. Kontusio atau memar Meskipun sering bersamaan dengan abrasi dan laserasi, memar murni terjadi karena kebocoran pada pembuluh darah dengan epidermis yang utuh oleh karena proses mekanis. Ekstravasasi darah dengan diameter lenih dari beberapa millimeter disebut memar atau kontusio, ukuran yang lenih kecil disebut ekimosis dan yang terkecil seukuran ujung peniti disebut petekie. Baik ekimosis dan petekie biasanya terjadi bukan karena sebab trauma mekanis.Kontusio disebabkan oleh kerusakan vena, venule, arteri kecil. Perdarahan kapiler hanya dapat dilihat melalui mikroskop, bahkan petekie berasal dari pembuluh darah yang lebih besar dari kapiler.

1. Luka gores/LaserasiLuka robek (laceration) adalah jenis kekerasan benda tumpul (blunt force injury) yang merusak atau merobek kulit (epidermis & dermis) dan jaringan dibawahnya (lemak, folikel rambut, kelenjar keringat & kelenjar sebasea). Cara terjadinya laserasi, yaitu : Arah kekerasan tegak lurus terhadap kulit sedangkan jaringan dibawah kulit terdapat tulang misalnya kepala yang terbentur pada sisi meja. Hal ini disebut luka retak (harus kita bedakan dengan luka iris (incissed wound). Arah kekerasan miring (tangensial) sehingga luka robek (laceration) dan terkelupas. Benda yang berputar menyebabkan luka yang sirkuler misalnya gilasan mobil. Patah tulang yang menembus kulit.Penyembuhan luka robek (laceration) sama dengan penyembuhan luka lecet (abrasion) & luka memar (contussion) tergantung dari 4 faktor, yaitu :1. Vaskularisasi.2. Keadaan umum penderita.3. Ukuran luka.4. Ada tidaknya komplikasi.Perbedaan antara antemortem dengan post mortem yaitu antemortem mengeluarkan banyak darah sedangkan post mortem hanya sedikit mengeluarkan darah. Kadang kita dapat menentukan arah kekerasan dengan memperhatikan bibir luka (flap).Berbeda dengan luka iris dimana pada luka gores jaringan yang rusak menyobek bukan mengiris.Laserasi dapat dibedakan dari luka iris :1. Garis tepi memar dan kerusakan memiliki area yang sangat kecil sehingga untuk pemeriksaanya kadang dibutuhkan bantuan kaca penbesar.1. Keberadaan rangkaian jaringan yang terkena terdapat pada daerah bagian dalam luka, termasuk pembuluh darah dan saraf .1. Tidak adanya luka lurus yang tajam pada tulang dibawahnya,terutama jika yang terluka daerah tulang tengkorak.1. Jika area tertutup oleh rambut seperti kulit kepala, maka rambut tersebut akan terdapat pada luka.

1. Luka Iris (Incisi) Adalah luka yang disebabkan oleh objek yang tajam, biasanya mencakup seluruh luka akibat benda-benda seperti pisau, pedang, silet, kaca, kampak tajam dll. Ciri yang paling penting dari luka iris adalah adanya pemisahan yang rapih dari kulit dan jaringan dibawahnya, maka sudut bagian luar biasanya bisa dikatakan bersih dari kerusakan apapun.

1. Luka potongAdalah luka iris yang kedalamannya lebih panjang. Luka potong tidak lebih berbahaya dibandingkan tikaman, sebagaimana ketidakdalaman luka tidak akan terlalu mempengaruhi organ vital, khususnya target utama nya adalah tangan dan muka.1. Luka tikam dan luka yang berpenetrasi Menikam biasanya dengan pisau, sering terjadi pada kasus pembunuhan dan pembantaian.Karakteristik dari alat tikam:1. Panjang, lebar dan ketebalan pisau1. Satu atau dua sisi1. derajat dari ujung yang lancip1. bentuk belakang pada pisau satu sudut (bergerisi/kotak)1. Bentuk dari pelindung pangkal yang berdekatan dengan mata pisau1. Adanya alur, bergerigi atau cabang dari mata pisau1. Ketajaman dari sudut dan khususnya ujung dari mata pisauKarakteristik luka tikam, dapat menerangkan tentang: 1. Dimensi senjata1. Tipe senjata1. Kelancipan senjata1. Gerakan pisau pada luka1. Kedalaman luka1. Arah luka1. Banyaknya tenaga yang digunakan

1. .Luka tusuk (Punctured Wound)Luka terjadi akibat adanya benda, sepertipeluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

1. Luka Bakar (Combustio),Adalah luka yang disebabkan oleh traumapanas, listrik, kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim.

D. Jenis-Jenis LukaLuka diklasifikasikan berdasarkan berbagai pertimbangan. Meskipun luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997). Selain itu jenis luka bisa dibedakan berdasarkan :1. Berdasarkan tingkat kontaminasia. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis ini adalah luka sekitar 1% - 5%.b.Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptic atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya lukaa. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.b. Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. c. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.d. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.3. Berdasarkan Ada/Tidaknya hubungan dengan dunia luarJenis-jenis luka dapat dibagi atas dua bagian, yaitu luka terbuka dan luka tertutup a. . Luka terbuka; terbagi pada luka tajam dan luka tumpuli) Luka tajam- Vulnus scissum adalah luka sayat atau luka iris yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.- Vulnus ictum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih daripada lebarnya.ii) Luka tumpul- Luka tusuk tumpul- Vulnus sclopetorum atau luka karena peluru (tembakan).- Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan, biasanya oleh karena tarikan atau goresan benda tumpul.- Vulnus penetratum- Vulnus avulsi- Fraktur terbuka- Vulnus caninum adalah luka karena gigitan binatang.b. Luka Tertutup- Ekskoriasi atau luka lecet atau gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing.- Vulnus contussum ( luka memar ); di sini kulit tidak apa-apa, pembuluh darah subkutan dapat rusak, sehingga terjadi hematom. Bila hematom kecil, maka ia akan diserap oleh jaringan sekitarnya. Bila hematom besar, maka penyembuhan berjalan lambat.- Bulla akibat luka bakar- Hematoma- Sprain ; kerusakan (laesi) pd ligamen- ligamen / kapsul sendi- Dislokasi ; terjadi pada sendi- sendi, hubungan tulang - tulang di sendi lepas / menjadi tdk normal sebagian- Fraktur tertutup- Laserasi organ interna/ Vulnus traumaticum; terjadi di dalam tubuh, tetapi tidak tampak dari luar. Dapat memberikan tanda-tanda dari hematom hingga gangguan sistem tubuh. Bila melibatkan organ vital, maka penderita dapat meninggal mendadak.4. Berdasarkan waktu penyembuhan lukaa. Luka akut : yaitu merupakan luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan Contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk, crush injury. Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit, skin grafting. .

Gambar luka akut

b. Luka kronis yaitu : luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita, dapat karena faktor eksogen dan endogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.

Gambat luka kronis

5. Berdasarkan Penampilan Klinisa.Nekrotik (hitam): Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin keringatau lembab.b.Sloughy (kuning): Jaringan mati yang fibrous.c.Terinfeksi (kehijauan): Terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksiseperti nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.d.Granulasi (merah): Jaringan granulasi yang sehat.e.Epitelisasi (pink): Terjadi epitelisasi.

E. Penyembuhan LukaTubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).Dalam proses penyembuhan luka, Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.a. .Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yangtidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkanterbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakinibersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhanluka yang terakhir(InETNA,2004:6).1. Prinsip Penyembuhan LukaAda beberapa prinsip dalam penyembuhan luka, yaitu:1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang.1. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,1. Respon tubuh secara sistemik pada trauma,1. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,1. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme,1. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri (Mansjoer,2000).2. Fase Penyembuhan LukaPenyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995). Menurut Kozier(1995), fase penyembuhan luka dapat dibagi menjadi :a. Fase InflamatoriFase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.b. Fase ProliferatifFase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.c. Fase MaturasiFase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih(Mansjoer,2000; InETNA, 2004).

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan LukaPenyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi salingberkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktorintrinsik dan faktor ekstrinsik(InETNA, 2004).Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalamproses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi danperfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,Arthereosclerosis).Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapatberpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi,stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA, 2004). 1. UsiaAnak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

2. Nutrisi Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.3. Infeksi Infeksi luka menghambat penyembuhan.4. Sirkulasi (hipovolemia) dan OksigenasiSejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.5. HematomaHematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.6. Benda asingBenda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (Pus).

7. IskemiaIskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.8. DiabetesHambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.9. Keadaan LukaKeadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.10. ObatObat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cederab. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahanc. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

G. Komplikasi LukaKomplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-beda.Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat, keterlambatanpembentukan jaringan granulasi, tidak adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasipost operatif dan adanya infeksi. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis jaringan lunak,dehiscence, eviserasi, keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi luka, perdarahan.

1. InfeksiInvasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.2. PerdarahanPerdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.3. Dehiscence dan EviscerasiDehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

H. Perawatan LukaPenyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering. Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern (Potter P. 1998).Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering(Thompson J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab (Potter P, 1998).Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya menggunakan normal saline (Dewi, 1999).Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan.Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. Dugaan tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu ataubeberapa jam setelah pembedahan ditutup.3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 3 hari. 4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan menutup selama 7 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan bengkak.6. Pembentukan bekas luka.7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih.8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid (Walker D,1996).Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka,pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensuci hamakan kulit. Untuk melakukanpencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptikseperti: 1. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).1. Halogen dan senyawanya1. Yodium , merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalamkonsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam.1. Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleksyodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tidak menguap.1. Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptikborok.1. Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidakmerangsang kulit dam mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung. Oksidansia : 1. Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkansifat oksidator.1. Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran daridalam luka dan membunuh kuman anaerob. Logam berat dan garamnya: 1. Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri danjamur.1. Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah,mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%). Derivat fenol :1. Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitaliaeksterna sebelum operasi dan luka bakar.1. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunanaridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi(Mansjoer, 2000).Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepatakan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat danmeningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairanyang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline.Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifatfisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyaikomposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ionNa+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004; ISO Indonesia,2000).

I. Pelaksanaan Perawatan LukaMerawat luka bertujuan untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit. Secara khusus tujuan perawatan luka adalah :1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membrane mukosa2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan3. Mempercepat penyembuhan4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat6. Mencegah perdarahan7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.8. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing9. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

Pembersihan LukaDaerah luka dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuangjaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004). Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :1.Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.2.Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.3.Berikan antiseptik4.Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesilokal. Bila diperlukan lakukan penutupan luka (Mansoer, 2000).

Penjahitan lukaLuka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jamboleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga prosespenyembuhan berlangsung optimal. Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaiankondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.Pada prinsipnya pemberian antibiotikpada luka bersih tidak diperlukan dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. Pengangkatan jahitan dilakukan bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatanjahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia,kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansoer, 2000).

Persiapan alat1. Set steril yang terdiri atas :a. Pembungkusb. Kapas atau kasa untuk membersihkan lukac. Tempat untuk larutand. Larutan anti septice. 2 pasang pinsetf. Gaas untuk menutup luka.2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf3. Gunting4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama5. Plester atau alat pengaman balutan6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien7. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester

Cara kerja1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan pasien..2. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil3. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.5. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.6. Angkat plester atau pembalut.7. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.8. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi pasien.9. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.10. Buka set steril11. Tempatkan pembungkus steril di samping luka12. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain.13. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.14. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.15. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain :a. Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluarb. Jika ada drain bersihakan sesudah insisic. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.16. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.17. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril.18. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut19. Amnkan balutan dengan plester atau pembalut20. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.21. Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.22. Cuci tangan23. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien.

Bahan yang Sering Digunakan dalam Perawatan Luka1. Sodium Klorida 0,9 %Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun(Lilley& Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline(Lilley& Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah.

2. Larutan povodine-iodine.Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan(Lilley& Aucker, 1999). Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu(Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel(Thompson J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka (Lilley& Aucker, 1999).

43