bab ii baru
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abrasi
2.1.1 Definisi Abrasi
Abrasi adalah kerusakan yang dapat mengikis lapisan luar gigi. Kadang-
kadang juga memengaruhi bagian-bagian yang lebih dalam dari gigi. Abrasi gigi
disebabkan oleh sesuatu yang menggosok atau adanya gesekan terhadap gigi.
Menyikat terlalu keras adalah penyebab umum dari abrasi. Tusuk gigi atau
cengkeraman gigi palsu sebagian juga dapat menyebabkan abrasi (Tarigan S,
2013).
Abrasi adalah hilangnya struktur gigi secara patologis akibat dari keausan
mekanis yang abnormal. Berbagai hal dapat menyebabkan abrasi, tetapi bentuk
yang paling umum adalah’’ abrasi sikat gigi’’ yang membuat lekuk berbentuk’’
V’’ dibagian servikal dari permukaan vasial suatu gigi. Daerah abrasi biasanya
mengkilat dan kuning karena dentin yang terbuka sering kali bagian yang
terdalam dari alur peka terhadap ujung sonde. Sebagai tambahan pada kepekaan
dentin, maka komplikasi –komplikasi abrasi pada akhirnya adalah terbukanya atau
patahnya gigi (Langlais, 2000).
2.2 Erosi
2.2.1 Definisi Erosi
Erosi gigi merupakan proses demineralisasi yang memengaruhi jaringan
keras gigi seperti email dan dentin. Proses ini menyebabkan hilangnya struktur
gigi secara perlahan-lahan yang dikarenakan oleh asam. Erosi gigi bersifat
ireversibel (Tarigan S, 2013).
3
4
Faktor penyebab erosi gigi adalah asam yang berasal dari faktor luar
maupun faktor dalam. Asam itu dapat berasal dari makanan atau minuman asam,
polusi udara yang berasal dari industri-industri kimia, akibat gangguan
pencernaan atau dapat juga sebagai hasil metabolisme sisa makanan oleh kuman.
Jenis-jenis Erosi dibagi menjadi empat, yaitu (Tarigan S, 2013) :
a. Erosi dari Diet
- Mengkonsumsi makanan atau minuman yang asam dengan pH
yang rendah.
- Pemakaian obat asam dalam waktu yang lama.
1. Apabia mengnyah aspirin dan vitamin C.
2. Erosi iatrogen yaitu erosi yang timbul karena obat cair
mengandung besi yang asam.
3. Berkumur dengan perhidrol dan menyikat gigi dengan gel
fluoride yang asam.
b. Erosi terkait pekerjaan
- Misalnya pekerja pabrik dengan konsentrasi asam yang tinggi
seperti pabrik seng elekrolis. Lamanya terkena uadara dan
terbentuknya mulut menyebabkan uap asam masuk ke dalam
rongga mulut dan menyebabkan erosi.
c. Erosi endogen
- Serdawa dari asam lambung dan muntah menyebabkan erosi yang
luas pada penderita. Hal ini sering terjadi pada alkoholisme,
bulimia, dan anoreksia nervosa.
d. Erosi idiopatik
5
- Merupakan erosi dimana penyebabnya tidak diketahui yang
biasanya terjadipada orang bulimian (karena terus muntah).
Penelitian menunjukkan bahwa:
1. Kasar asam sitrun meningkat di dalam ludah yang
dirangsang.
2. Ludah lebih mukus.
3. Daerah sekeliling erosi ber-pH rendah.
2.2.3 Etiologi Erosi
a. Ekstrinsik
Erosi disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi asam yang terlalu
banyak. Seperti minum jus jeruk, minuman asam, terlalu banyak, makan buah
jeruk, apel asam atau yoghurt. Minuman asam di bawah pH normal rongga mulut
dapat menyebabkan demineralisasi gigi. Gula pada makanan dan minuman dapat
diubh menjadi asam yang kemudian akan mengerosi gigi (Tarigan S, 2013).
Saliva bekerja sebagai buffer, mengatur pH rongga mulut ketika asam
dikonsumsi. Asam-asam yang dapat melarutkan email gigi adalah asam yang
pHnya kurang dari 5,5. Ketika, pH saliva turun di bawah batas normal, email
kehilangan kalsium yang dapat menyebabkan tergoresnya lapisan luar email yang
beerlanjut ke dekalsifikasi email oleh asam. Asam sitrat merupakan komponen
yang bersifat paling erosif pada makanan dan minuman, karena dapat
digabungkan dengan kalsium sitrat yang dapat merusak email. Meskipun begitu,
apliaksi asam lemah berulang-ulang dan teratur di daerah itu. Hilangnya gigi
karena erosi dipercepat oleh atrisi dan abrisi. Penyikatan gigi setelah aplikasi
asam secara signifikan meningkatkan hilangnya jaringam gigi (Tarigan S, 2013).
b. Instrinsik
6
Erosi insrinsik disebut juga perimolisis, di mana asam lambung
berkontak dengan permukaan gigi. Biasanya terjadi pada orang dengan penyakit
anoreksia, bulimia, dan refluks gastrofaringeal yang disebabkan oleh produksi
asam yang berlebihan (Tarigan S, 2013).
2.3 Atrisi
2.3.1 Definisi Atrisi
Atrisi gigi adalah kehilangan permukaan gigi yang disebabkan oleh kontak
gigi-gelisi pada saat menggigit dan mengunyah. Secara umum, atrisi gigi adalah
suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan hilangnya suatu substansi gigi secara
bertahap pada permukaan oklusal dan proksimal gigi karena proses mekanis yang
terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan. Atrisi gigi ini dapat terjadi pada
insisal, oklusal dan proksimal dari gigi (Tarigan S, 2013). Atrisi dibagi atas 3
kategori (Pindborg, 1970 dalam Koerniati, 2006):
a. Atrisi Fisiologi merupakan keausan gigi yang dialami oleh semua
individu dan hal ini dianggap normal.
b. Atrisi intensif merupakan keausan gigi yang ekstrim atau berlebihan,
oleh karena itu beberapa sebab misalnya bruxism, kebiasaan makanan
yang keras atau kasar.
c. Atrisi patologis merupakan keausan satu gigi atau sekelompok gigi
yang letaknya tidak normal.
2.4 Gambaran Klinis Abrasi, Atrisi dan Erosi
1. Gambaran klinis abrasi sebagai berikut :
a. Biasanya terdapat pada daerah servikal gigi.
b. Lesi cenderung melebar daripada dalam.
c. Gigi yang sering terkena P dan C.
7
2. Gambaran klinis atrisi, sebagai berikut :
a. Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak
saat pemakaian.
b. Permukaan enamel yang rata dengan dentin.
c. Kemungkinan terjadinya fraktur pada tonjol gigi atau restorasi.
3. Gambaran klinis erosi, sebagai berikut :
a. Bentuk lesi cekung yang luas dan permukaan enamel yang licin.
b. Permukaan oklusal yang melekuk (insisal yang beralur) dengan
permukaan dentin yang terbuka.
c. Meningkatnya translusensi pada insisal
d. Permukaan restorasi amalgam yang bersih dan tidak terdapat tarnish
e. Rusaknya karakteristik enamel pada gigi anak- anak.
f. Sering ditemui enamel “cuff” atau ceruk pada permukaan servikal.
g. Terbukanya pulpa pada gigi desidui.
2.5 Mekanisme Terjadinya Keausan Gigi
Hilangnya substansi gigi seperti atrisi, erosi, abrasi, merupakan problem
dalam bidang kedokteran gigi sejak lama. Seringkali sulit untuk menentukan
secara pasti penyebab atrisi, erosi, atau abrasi karena manifestasi kerusakan
jaringannya sama, yaitu adanya proses keausan pada bagian oklusal gigi.
Dibutuhkan kejelian secara umum meliputi riwayat penyakit penderita, secara
umum, pekerjaan penderita, kebiasaan mengkonsumsi makanan dan kebiasaan
buruk seperti bruxism (kerot), menggigit-gigit pensil dan lain-lain (Glinka, 2008).
8
Grossman dalam Ganss (2006), membedakan penyebab atrisi, erosi, dan
abrasi sebagai berikut : atrisi dan abrasi terjadi akibat faktor fisik dalam kategori
mekanis yang berhubungan dengan pemakaian. Sedangkan penyebab terjadinya
erosi adalah bahan kimia.
Selama proses mastikasi, gigi pada mandibula dan maxilla bergesekan
secara terus-menerus dan berhadapan dengan partikel makanan yang keras di
dalam mulut, sehingga menyebabkan lapisan email terkikis (Glinka, 2008).
Erosi gigi dan karies gigi mempunyai kesamaan dalam jenis kerusakannya
yaitu terjadinya proses demineralisasi jaringan keras yang disebabkan oleh asam.
Namun demikian, asam penyebab erosi berbeda dengan asam penyebab karies
gigi. Erosi gigi berasal dari asam yang bukan sebagai hasil fermentasi bakteri,
sedangkan karies gigi berasal dari asam yang merupakan hasil fermentasi
karbohidrat oleh bakteri kariogenik dalam mulut. Erosi terjadi secara merata di
permukaan gigi, hal ini mungkin karena larutnya elemen anorganik email gigi
secara kronis (Glinka, 2008).
Proses erosi gigi dimulai dari adanya pelepasan kalsium email gigi, bila
hal ini terus berlanjut maka akan menyebabkan kehilangan sebagian elemen email
dan apabila telah sampai ke dentin maka penderita akan merasa ngilu (Glinka,
2008).
Reaksi kimia terlepasnya kalsium dari email gigi pada medium yang
bersifat asam, yaitu pada pH 4,5-6 merupakan reaksi orde nol. Adapun pengaruh
pH terhadap koefisien laju reaksi menunjukkan bahwa semakin kecil atau semakin
asam suatu media maka semakin cepat laju reaksi terlepasnya kalsium dari
permukaan email gigi. Reaksi kimia terlepasnya kalsium dari email gigi dalam
suasana asam ditunjukkan dengan persamaan reaksi berikut:
Ca10(PO4)6F2 Ca10(PO4)6F2 + 2n H+ N Ca2+ + Ca10 – nH20 – 2n(PO4)6F2
9
Demineralisasi yang terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan
terjadinya porositas pada permukaan email (Glinka, 2008).
2.6 Pencegahan dan Perawatan Atrisi, Abrasi dan Erosi
2.6.1 Abrasi
a. Perawatan
Untuk gigi abrasi tergantung oleh parahnya kerusakan gigi, yaitu :
1. Kerusakan gigi sudah melibatkan permukaan yang lebih dalam (gigi
sudah kehilangan semua email dengan dentin terbuka) hal pertama
yang perlu dilakukan adalah menghilangkan faktor yang menjadi
penyebab gigi abrasi dan sebaiknya dilakukan penambalan gigi
supaya tidak terasa ngilu.
2. Kerusakan gigi masih ringan cukup dengan menghilangkan faktor
atau mengubah kebiasaan yang menjadi penyebab gigi abrasi
(Nugroho, 2000).
b. Pencegahan
1. Gunakan sikat gigi lembut dan pasta gigi rendah abrasivitas.
2. Jangan menggosok gigi segera setelah makan, makanan yang
bersifat asam, karena mudah mengikis gigi.
3. Berkumur dengan air adalah lebih baik dari pada menyikat gigi
segera seteah makan atau minum yang bersifat asam (Tarigan S,
2013).
2.6.2 Erosi
a. Perawatan
1. Remineralisasi
Perawatan untuk gigi yang gerkena efek erosi sebaiknya dimulai
dengan menstimulasi stabilitas permukaan gigi diserati
remineralisasi. Pengontrolan sensitivitas gigi akibat erosi dan
kelarutan email yang telah berkurang dapat dibantu dengan pasta
gigi berfluor dan varnis fluor. Produk lain yang mengandung
10
amorphous calcium phospate dapat mempercepat remineralisasi dan
meningkatkan ketahanan terhadap demineralisasi (Tarigan S, 2013).
2. Retorasi
Mempertahankan fungsi estetis dari gigi permanen. Erosi yang
disebabkan oleh mengunyah atau mengisap permen asam biasanya
berefek pada permukaan oklusal dari gigi posterior. Gigi yang telah
erosi harus direstorasi untuk mempertahankan dimensi vertikal dan
lebar mesio-distal gigi, mengurangi sensitivitas simtomatik, dan
menjaga pulpa gigi supaya tetap vital (Tarigan S, 2013).
b. Pencegahan
1. mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang terlalu asam.
2. Mengkonsumsi minuman asam dengan cepat, mengggunakan pipet
dan jangan dikumur-kumur pada rongga mulut, misalnya susu, air,
teh dan kopi aman dikonsumsi asal tidak ditambah gula.
3. Makanan penutup sebaiknya makanan yang bersifat netral seperti
susu dan keju.
4. Hindari menggosok gigi langsung setelah mengkonsumsi asam
karena asam membuat permukaan gigi menjadi lunak sesaat.
Sebaiknya kumur-kumur dengan air putih dulu dan dilanjutkan
dengan sikat gigi 3 jam kemudian.
5. Menggosok gigi paling sedikit 2 kali sehari mengggunakan pasta
gigi berfluor.
6. Mengunyah permen karet bebas gula untuk menstimulasi aliran
saliva (Tarigan S, 2013).
2.6.3 Atrisi
a. Perawatan
1. Perawatan gigi dan mulut lakukan pemeriksaan secara berkala
kedokteran gigi, minimal 6 bulan sekali.
2. Crown / jaket gigi (Nugroho, 2000).
11
2.7 Senile Atropi
Atropi merupakan atropi yang secara fisiologis terjadi di usia tua. Secara
teoritis atropi merupakan suatu perubahanku anti tatif yaitu berkurangnya jumlah
sel-sel yang mengakibatkan ukuran jaringan atau organ jd berkurang. Atrofi yang
terjadi pada suatu alat tubuh menyebabkan alat tubuh mengecil. Dengan perkataan
lain alat tubuh tersebut melisut. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel
sel spesifik, yaitu sel sel parenchym yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut
mengecil. Jadi, bukan mengenai sel sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh
tersebut. Stroma tampaknya bertambah yang sebenarnya hanya relatif, karena
stroma tetap (Harry, 2000 ).
2.7.1 Proses Terjadinya Senile Atropi Pada Jaringan Lunak Mulut
a. Kelenjar saliva
Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan
suatu keadaan normal pada proses penuaan manusia. Manula
mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirehat, saat
berbicara, maupun saat makan. Keadaan ini disebabkan oleh adanya
perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur
yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya
sedikit (Abidin, 2011).
Xerostomia merupakan simtom, bukan suatu penyakit. Salah satu
penyebab xerostomia adalah kelainan dalam produksi saliva, adanya
penyumbatan atau gangguan pada kelenjar saliva sehingga menghambat
pengaliran saliva ke rongga mulut, Sjogren’sSyndrome dan efek negatif
dari radioterapi akibat pengobatan kanker. Selain itu, penyakit-penyakit
sistemis yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan
untuk perawatannya dapat menyebabkan xerostomia pada manula.
Xerostomia adalah salah satu faktor yang penyebab berkurangnya
sensitifitas taste buds, pasien tidak dapat memakai gigitiruan sebagian /
12
gigitiruan penuh, serta mengakibatkan sensasi mulut terbakar pada manula
(Abidin, 2011).
Fungsi utama dari saliva adalah pelumasan, buffer, dan
perlindungan untuk jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Jadi,
penurunan aliran saliva akan mempersulit fungsi bicara dan penelanan,
serta menaikkan jumlah karies gigi, dan meningkatkan kerentanan mukosa
terhadap trauma mekanis dan infeksi microbial (Abidin, 2011).
b. Lidah dan pengecapan
Orang tua biasanya mengeluh tidak adanya rasa makanan, ini dapat
disebabkan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat
berkurangnya jumlah pengecap pada lidah. Permukaan lidah ditutupi oleh
banyak papilla pengecap dimana terdapat empat tipe papilla yaitu papilla
filiformis, fungiformis, sirkumvalata, dan foliate. Sebagian papilla
pengecap terletak dilidah dan beberapa ditemukan pada palatum,
epiglottis, laring dan faring. Pada manusia terdapat sekitar 10,000 putik
kecap, dan jumlahnya berkurang secara drastis dengan bertambahnya usia.
Kesulitan untuk menelan (Dysphagia) biasanya muncul pada
manula dan perlu di berikan perhatian karena populasi manula semakin
meningkat setiap tahun. Dalam system pencernaan, terdapat beberapa fase
penting yang berkait erat dengan rongga mulut yaitu pengunyahan,
pergerakan lidah dan kebolehan membuka serta menutup mulut (bibir).
Sistem pencernaan di rongga mulut menunjukkan penurunan fungsi
dengan meningkatnya umur. Robbins dkk (cit. Al-Drees) menyatakan
bahwa fungsi penelanan (berkaitan dengan tekanan) menurun dengan
meningkatnya umur sehingga manula terpaksa bekerja lebih keras untuk
menghasilkan efek tekanan yang adekuat dan dapat menelan makanan,
seterusnya akan meningkatkan resiko untuk berkembangnya dysphagia.
13
Fungsi penelanan pasti akan mengalami penurunan pada manula
walaupun mempunyai rongga mulut yang sehat. Aksi pergerakan lidah
akan berubah dengan meningkatnya umur. Perubahan yang terjadi adalah
perlambatan dalam mencapai tekanan otot dan pergerakan yang efektif
pada lidah, gangguan pada ketepatan waktu kontraksi otot lidah sehingga
menganggu fungsi pencernaan di rongga mulut secara keseluruhannya (Al-
Drees, 2010).
Akibat gangguan pada sistem pencernaan dan kehilangan sensori
pengecapan sehingga menyebabkan kehilangan selera makan, manula
kehilangan berat badan merupakan keadaan umum yang sering terjadi
(Abidin, 2011).
c. Ligamen periodontal
Komponen jaringan ikat pada ligamen periodontal juga mengalami
perubahan akibat usia. Komponen serabut dan sel menurun sementara
struktur ligamen menjadi lebih tidak teratur. Perubahan lain pada struktur
ini termasuk penurunan kepadatan sel dan aktivitas mitosis, penurunan
produksi matriks organik, dan hilangnya asam mukopolisakarida.
Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dari usia pada lebar
ligamen periodontal ternyata bertentangan. Beberapa penelitian
melaporkan peningkatan sejalan dengan usia sementara yang lain
melaporkan penurunan. Bagaimanapun, sekarang telah dipastikan bahwa
lebar dari ligamen periodontal berhubungan dengan fungsi yang
dibutuhkan oleh gigi. Faktor perbedaan beban oklusal mungkin merupakan
penyebab hasil penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh sebab itu,
semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar proporsi beban
oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya ligamen periodontal
dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan seperti ini, gigi yang
goyang tidak mesti mempunyai pognosis yang buruk. Juga telah
dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan menurun sejalan dengan usia,
14
yang ikut berpengaruh pada penurunan lebar ligamen periodontal (Barnes
dkk, 2006).
2.8 Macam-Macam Atropi
Atropi dibagi menjadi beberapa macam diantaranya(Harry, 2000):
1. Atrofi setempat
Atrofi setempat dapat terjadi akibat keadaan keadaan tertentu.
2. Atrofi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas alat tubuh atau jaringan misalnya
inaktivitas otot otot mengakibatkan otot otot tersebut mengecil. Atrofi ini
disebut juga atrofi neurotrofik.
3. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus menerus atau desakan
yang lama dan mengenai suatu lat tubuh atau jaringan.
4. Atrofi endokrin
Atrofi endokrin terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya
bergantungkepada rangsang hormon tertentu. Atrofi ini akan terjadi
apabila hormon tersebut berkurang atauterhenti sama sekali.
2.9 Degenarasi Pulpa
Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang
dewasa. Penyebabnya adalah iritasi ringan yang persisten sewaktu muda.
Degenerasi pulpa tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun
kadang-kadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya
asimtomatis, gigi tidak mengalami perubahan warna dan pulpa dapat bereaksi
terhadap tes termal maupun elektrik. Namun, jika degenerasi pulpa total, misalnya
15
akibat trauma atau infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak memberikan
resspons terhadap rangsangan (Rasinta, 2004). Macam-macam degenerasi pulpa
(Rasinta, 2004):
1. Degenerasi hialain
Terjadi penebalan jaringan ikat pulpa karena penempelan karbohidrat.
2. Degenerasi amiloid
Terlihat gumpalan-gumpalan sel pada pulpa.
3. Degenerasi kapur
Terjadinya mineralisasi pada pulpa sehingga dapat terbentuk dentikel.
Mineralisasi ini dapat terjadi pada jaringan saraf, jaringan ikat, terutama
pada saluran akar. Dentikel terbagi menjadi 2 (Rasinta, 2004):
a) Dentikel asli, biasa terbentuk pada saluran akar pada masa
pembentukan gigi.
b) Dentikel palsu, terbentuk pada kamar pulpa karena degenersi sel pulpa
setelah pembentukan akar sempurna. Dentikel palsu ini terbagi lagi
menjadi dentikel bebas yang tidak ada hubungannya dengan dinding
kamar pulpa, dan dentikel lekat yang melekat pada dinding kamar
pulpa.
Dentikel ditemukan baik pada gigi susu maupun permanen. Pada
orang muda ditemukan dentikel antara 30-60%, sedangkan pada umur
di atas 50 tahun, 90%. Jika dentikel terjadi bersamaan dengan
pembentukan jaringan saraf pulpa, rasa sakit yang neuritis dapat timbul
(Rasinta, 2004). Macam:
1. Degenerasi kalsifik.
Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaringan pulpa
digantikan oleh bahan mengapur, yaitu terbentuk batu pulpa atau
dentikel. Kalsifikasi ini dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa
ataupun saluran akar, tapi umumnya dijimpai pada kamar pulpa.
Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti kulit
bawang, dan terletak tidak terikat di dalam badan pulpa. Dentikel
16
atau batu pulpa demikian dapat menjadi cukup besar untuk
memberikan suatu bekas pada kavitas pulpa bila massa mengapur
tersebut dihilangkan. Paa jenis kalsifikasi lain, bahan mengapur
terikat pada dinding kavitas pulpa dan merupakan suatu bagian
utuh darinya. Tidak selalu mungkin untuk membedakan satu jenis
dari jenis lain pada radiograf (Louis dkk., 1995).
Di duga bahwa batu pulpa dijumpai pada lebih dari 60%
gigi orang dewasa. Batu pulpa dianggap sebagai pengerasan yag
tidak berbahaya, meskipun rasa sakit yang menyebar (referred
pain) pad beberapa pasien dianggap berasal dari kalsifikasi ini
pada pulpa (Louis dkk., 1995).
2. Degenerasi atrofik.
Pada jenis degenerasi atrofik ini, yang diamati secara
histopatologis pada pulpa orang tua, dijumpai lebih sedikit sel-sel
stelat, dan cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang
sensitif daripada normal. Yang disebut atrofi retikular, adalah suatu
artifak yang dihasilkan oleh penundaan bahan fiksatif dalam
mencapai pulpa dan hendaknya tidak dikelirukan dengan
degenerasi atrofik (Louis dkk., 1995).
3. Degenerasi fibrus.
Bentuk degenerasi pulpa ini ditandai denganpergantian
elemen selular oleh jaringan penghubung fibrus. Pada pengambilan
dari saluran akar, pulpa demikian mempunyai penampilan khusus
serabut keras. Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk
membantu dalam diagnosis klinis (Louis dkk., 1995).
2.10 Faktor yang Mempengaruhi Senile Atropi
17
Proses penuaan dipicu oleh laju peningkatan radikal bebas dan system
penawaran racun yang semakin berubah seiring berjalannya usia. Factor yang
mempengaruhi proses penuaan ada 3, yaitu (Barnes, 2006):
1. Faktor genetic
a. Penuaan dini
b. Resiko penyakit
c. Intelegensia
d. Pharmakogenik
e. Warnakulit
f. Tipe/kepribadian seseorang
2. Faktor endogenic
a. Perubahan structural dan penurunan fungsional
b. Kemampuan/skill menurun
c. Kapasitas kulit untuk mensintesis vitamin D
3. Factor eksogenik (factor lingkungan dan gayahidup)
a. Diet/asupan zat gizi
b. Merokok
c. Obat
d. Penyinaran ultra violet
e. Polusi
Selain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang mempercepat/
memperlambat proses aging, yaitu:
1. Radikal-radikal bebas
Molekul-molekul terdiri dari atom dan elektron, dan electron biasanya
berpasangan.Terdapat kondisi dimana terdapat molekul-molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan, maka molekul-molekul inilah yang dikenal
sebagai radikal bebas. Elektron yang tidak mempunyai pasangan akan mencari
elektron lain untuk dijadikan pasangan, maka radikal bebas ini akan menyerang
molekul terdekat untuk mendapatkan elektron. Dengan demikian ia menyebabkan
18
kehancuran molekul lain. Bila menimpa DNA, terutama pada mitokondria di
dalam sel-sel, radikal itu menyebabkan mutasi-mutasi yang dapat memacu sel-sel
berlaku secara menyimpang. Lama kelamaan kerusakan karena radikal bebas ini
membuat tubuh menua dan mendapat berbagai penyakit (Dewi, 2002).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya radikal bebas,
antaranya adalah sinar matahari, zat kimia, zat pengawet, pewarna dan pelezat
makanan, polusi udara, dan pengobatan dengan sinar ultra violet jangka panjang.
Radikal bebas juga digenerasi dari tubuh manusia. Contohnya radikal bebas yang
tercipta sepanjang proses produksi energi oleh mitokondria yang menggunakan
oksigen sebagai bahan utamanya. Akhir dari proses metabolik tersebut akan
menghasilkan radikal bebas yang akan merusak sel-sel tubuh seterusnya
menyebabkan penuaan (Dewi, 2002).
2. Antioksidan
Antioksi dan adalah bahan kimia yang dapat memberikan sebuah elektron
yang diperlukan radikal bebas, tanpa menjadikan dirinya berbahaya. Secara
kimiawi antioksidan dirancang untuk menawarkan radikal bebas yang merusak,
menghentikan serangan radikal bebas sehingga degenerasi dihambat atau proses
penuaan diperlambat. Antara antioksidan yang terdapat dalam makanan yang
dapat menunda proses penuaan mencakup Vitamin B, Vitamin E, Vitamin C, Beta
Karoten, Khromium, Selenium,Kalsium, Zinc, Magnesium, danKoenzim Q-10.
Semuanya mempunyai cara kerja dan efek yang berbeda. \
Asam folat (vitamin B) yang terdapat pada sayuran hijau (dolasin), sangat
berperan dalam proses anti tua, mencegah kemerosotan fungsi mental dan
menghentikan kanker, yang lebih penting lagi dapat menyelamatkan kerusakan
arteri yang memicu serangan jantung dan stroke dengan merangsang enzim-enzim
untuk metabolisme homosistein sehingga dapat mencegah penyumbatan arteri.
Vitamin E merupakan vitamin larut terhadap lemak yang berfungsi dalam
menghambat aterosklerosis.
19
Vitamin E mempunyai peran dalam menghambat aterosklerosis dengan
memang kasoksidasi kolesterol LDL. Dengan demikian dapat mencegah
timbulnya kerusakan arteri dan timbulnya penyakit jantung. Vitamin C pula
merupakan salah satu bentuk vaksinasi melawan kanker, terutama kanker
lambung, esofagus, rongga mulut dan kemungkinan mulut rahim, rektum dan
payudara.
Vitamin C juga dapat membantu menyelamatkan arteri dengan mendorong
naiknya kolesterol HDL sehingga menghambat penyumbatan arteri, mencegah
penyakit asma dan bronchitis kronis serta mencegah katarak. Umumnya untuk
rongga mulut, vitamin C melawan penyakit periodontal yaitu gingiva mudah
berdarah dan sariawan (Dewi, 2002).
2.11 Proses Aging dan Perubahan Terjadi Pada TMJ
2.11.1 Proses Penuaan Terhadap Tempuro Mandibula Joint
Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang
terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari.
Proses menua dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan mengalami infeksi dan
tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya (Dimitroulis, 1998).
Proses menua merupakan proses alamiah yang terjadi secara terus –
menerus dalam kehidupan yang ditandai adanya perubahan anatomik,fisiologik,
dan biomekanik dalam sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel dan organ
tubuh. Proses menua akan menyebabkan temporo mandibula joint mengalami
keadaan sebagai berikut:
1. Terjadi kemunduran biologis , yang akan mengakibatkan gangguan yaitu
mulut mulai mengendor, dan kehilangan gigi.
20
2. Terjadi kemunduran kemampuan kognitif , misalnya penurunan fungsi
stogmatonathi sehingga mengakibatkan daya mengunyah tidak baik
(Dimitroulis, 1998).
Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai untuk
sekelompok gangguan yang mengganggu sendi temporomandibular, otot
pengunyah, dan struktur terkait yang mengakibatkan gejala umum berupa nyeri
dan keterbatasan membuka mulut. Biasanya pada praktek umum (general
practitioner) pasien dengan gangguan ini mengeluhkan gejala yang persisten atau
nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri pada gangguan temporomandibular
disertai suara click pada sendi rahang dan keterbatasan membuka mulut
(Dimitroulis, 1998).
Sekitar 60-70% populasi lansia mempunyai setidaknya satu gejala
gangguan temporomadibular .Tetapi, hanya seperempatnya yang menyadari
adanya gangguan tersebut. Lebih jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang
dengan satu atau dua gejala gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter.
Kelainan ini paling banyak dialami perempuan (1:4), dan sering terjadi pada awal
masa dewasa (Dimitroulis, 1998).
2.11.2 Etiologi gangguan temporomandibular joint yang terjadi pada lansia.
Persendian pada temperomandibular ini sama seperti persendian di daerah
tubuh lainnya, dimana dapat juga terjadi hal-hal seperti osteoarthritis, rheumatoid
arthritis dan jenis-jenis inflamasi lainnya didaerah persendian ini yang akan
menimbulkan sensasi nyeri juga. Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa
nyeri akibat inflamasi yang diakibatkan gesekan ujung-ujung tulang penyusun
sendi. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis (RA)
merupakan suatu penyakit autoimun dengan karakteristik sinovitis erosif simetris
sebagian besar pasien menunjukkan gejala penyakit kronik hilang timbul dan
apabila tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan persendian dan deformitas
sendi progresif yang berakhir pada disabilitas (Dimitroulis, 1998).
21
2.11.3 Faktor Risiko Gangguan Temporomandibular
Kelainan TMJ paling sering pada wanita dengan usia berkisar 30-50 tahun.
Faktor resiko lain:
Jaw clenching
Teeth grinding (bruxism)
Rheumatoid arthritis
Fibromialgia
Trauma wajah dan rahang
Kelainan congenital pada tulang wajah (Dimitroulis, 1998).
2.12 Teori Proses Menua
Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai proses menua(Mayfirra ,
2008), antara lain
1 . Teori stochastik
Proses menua disebabkan oleh penimbunan sisa-sisa dari lingkungan,
contohnya adalah mutasi somatik yang disebabkan oleh radiasi dan
kemungkinan bahan-bahan radioaktif yang tertimbun. Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan sintesis protein, kegagalan fungsi dan berakhir
kematian(Mayfirra , 2008)
2 . Teori cross linking
Adanya saling silang antara kolagen dan elastin yang menyebabkan
serabut tersebut kurang lentur, lebih rapuh, mudah terkoyak dan akhirnya
degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem vital tubuh mengalami
kemunduran fungsional dan meyebabkan gejala penuaan(Mayfirra ,
2008)
3 . Teori neuroendokrin
22
Teori ini menempatkan hormon sebagai pusat dari proses menua. Proses
menua tergantung peranan kelenjar hypofisis yang mengeluarkan hormon
DECO ( decreasing Oxygen Consumption) yang menstimulir
pengurangan konsumsi oksigen dan mengurangi usaha hormon tiroid
proses menua(Mayfirra , 2008).
4 . Teori imunologi
Kapasita fungsional sistem imun menyebabkan kemunduran dengan
bertambahnya umur, mereduksinya fungsi sel limfosit dan turunnya
resistensi terhadap infeksi penyakit(Mayfirra , 2008)
5 . Teori nutritional component
Kekurangan makanan menyebabkan perubahan fisiologis dan anatomis
yang selanjutnya menyebabkan kerusakan dan terbatasnya regenerasi sel
sehingga terjadi proses menua(Mayfirra , 2008).
6 . Teori sintesa protein
Proses ini disebabkan karena ganggua mekanisme sintesa protein,
dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Perubahan akivitas enzim
menyebabkan gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein
abnormal(Mayfirra , 2008)
7 . Teori radikal bebas
Radikal bebas bersifat sangat reaktif ini dapat merusak komponen sel dan
inti sel sehingga terjadi degenerasi(Mayfirra , 2008)
2.13 Penuaan Jaringan Rongga Mulut
2.13.1 Definisi Penuaan
23
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,2000)
2.12.2 faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan rongga mulut
Faktor- faktor yang mempengaruhi proses menua
Proses penuaan dipicu oleh laju peningkatan radikal bebas dan sistem
penawaran racun yang semakin berubah seiiring dengan berjalannya usia.
Faktor yang mempercepat proses penuaan :
1. Faktor genetik
Secara genetik, perempuan ditentukan oleh sepasang kromosom X.
Kromosom X ini ternyata membawa unsur kehidupan sehingga perempuan
berumur lebih panjang daripada laki – laki. Disamping itu juga ditemukan gen
khusus yang bertanggung jawab mengaktualkan proses penuaan. Bagi individu
yang mengemban gen tersebut, cenderung cepat menjadi tua (berusia 30-an
tampak seperti usia 80-an). Kelainan ini dikenal sebagai Sindrom Werner
(Damayanti, 2009).
2. Faktor endogenik
Perubahan stuktural dan fungsional
Kemampuan / skill menurun
Kapasitas kulit untuk mensintesis vitamin D (Damayanti, 2009).
3. Faktor eksogenik (factor lingkungan dan gaya hidup)
Diet / asupan zat gizi . Contohnya seperti kekurangan protein yang dapat
menyebabkan degenerasi jaringan ikat gingiva, membran periodontal
24
dan mukosa. Kekurangan protein juga dikaitkan dengan percepatan
kemuduran tulang alveolus.
Merokok
Obat
Penyinaran Ultra violet
Polusi (Damayanti, 2009).