bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2008-2-00480-ti bab...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Diagram Sebab-Akibat (Causes and Effect Diagram)
Diagram sebab-akibat atau lebih dikenal dengan istilah “Diagram
Fishbone” pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa pada tahun
1953. Menurut Turner (2000, p281), Diagram sebab-akibat adalah suatu
diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat atau suatu
diagram yang meringkaskan pengetahuan mengenai kemungkinan sebab-
sebab terjadinya variasi dan permasalahan lainnya. Diagram ini digunakan
untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas
(akibat).
Diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan
sebagai berikut :
• membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
• membantu membangkitkan ide untuk solusi dari suatu masalah.
• membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut.
42
2.2 Peta Kerja
2.2.1 Definisi Peta Kerja
Menurut Sritomo (1995, p123), peta kerja adalah suatu alat yang
menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Peta kerja juga
merupakan alat komunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja
ini kita bisa mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk
memperbaiki suatu metode kerja.
2.2.2 Jenis - Jenis Peta Kerja
Pada dasarnya menurut Sritomo (1995, p125-151) peta kerja dapat
dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Peta Kerja Keseluruhan
Peta kerja keseluruhan merupakan peta kerja yang digunakan untuk
menganalisa kerja secara keseluruhan. Peta kerja keseluruhan yang umum
dipakai adalah :
• Peta Proses Operasi (Operation Process Chart)
Merupakan peta kerja yang mencoba menggambarkan urutan kerja
dengan jalan membagi pekerjaan tersebut menjadi elemen-elemen
operasi secara detail.
43
• Peta Proses Produk Banyak (Multi Product Process Chart)
Merupakan peta kerja yang dibuat untuk memberikan gambaran
pekerjaan dari banyak produk secara mendetail untuk setiap
produknya.
• Peta Aliran Proses (Flow Process Chart)
Merupakan peta kerja yang menggambarkan semua aktivitas baik yang
produktif maupun tidak produktif yang terlibat dalam proses
pelaksanaan kerja.
• Diagram Aliran (Flow Chart)
Merupakan peta kerja yang serupa dengan peta aliran proses hanya
saja penggambarannya dilakukan diatas layout kerja yang ada.
2. Peta Kerja Setempat
Peta kerja setempat merupakan peta kerja yang digunakan untuk
menganalisa kerja setempat. Peta kerja setempat yang umum dipakai
adalah :
• Peta Pekerja dan Mesin (Man and Machine Process Chart)
Merupakan peta kerja yang memberikan informasi tentang hubungan
waktu siklus pekerja dan waktu operasi mesin yang ditangani.
44
• Peta Tangan Kiri dan Kanan (Left and Right Hand Chart)
Merupakan peta kerja yang digunakan untuk menganalisa gerakan
tangan kiri atau kanan dari pekerja secara mendetail dengan
menggunakan gerakan dasar therblig.
2.3 ABC Analysis
Menurut Vincent Gaspersz (2005, p273), klasifikasi ABC atau sering
disebut analisis ABC, merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material
dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per
periode waktu (harga per unit material dikalikan volume penggunaan dari
material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang umum digunakan
dalam analisis ABC adalah satu tahun.
Analisis ABC dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain, bukan
hanya berdasarkan kriteria biaya, tetapi tergantung pada faktor-faktor penting
apa yang menentukan material itu.
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan
suatu material, yaitu :
- nilai total uang dari material,
- biaya per unit dari material,
- kelangkaan atau kesulitan memperoleh material,
45
- ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan
untuk membuat material tersebut,
- panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak
pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya,
- ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material tersebut,
- risiko penyerobotan atau pencurian material,
- biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material,
- kepekaan material terhadap perubahan desain.
Analisis ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum pareto di mana
sekitar 80% dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh
20% material inventori. Penggunaan analisis ABC adalah untuk menetapkan :
- Frekuensi perhitungan inventori (cycle counting), di mana material kelas
A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventorinya
dibandingkan material kelas B dan C.
- Prioritas rekayasa (engineering), di mana material kelas A memberikan
petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya
ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.
- Prioritas pembelian, di mana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan
pada bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan penggunaan dalam jumlah
tinggi (high usage).
46
- Keamanan, di mana analisis ABC dapat digunakan sebagai indikator dari
material mana yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan
terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.
- Sistem pengisian kembali (replenishment systems), di mana analisis ABC
akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan.
- Keputusan investasi, di mana material kelas A menggambarkan investasi
yang lebih besar dalam inventori sehingga perlu lebih berhati-hati dalam
membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman
terhadap material kelas A dibandingkan dengan material kelas B dan C.
Prosedur dalam analisis ABC adalah sebagai berikut :
- Tentukan volume penggunaan per periode waktu (biasanya demand per
tahun) dari material-material yang akan diklasifikasikan.
- Gandakan (kalikan) volume penggunaan per periode waktu (demand per
tahun) dari setiap material dengan biaya per unitnya guna memperoleh
nilai total penggunaan biaya per periode waktu (per tahun) untuk setiap
material.
- Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material untuk
memperoleh nilai total penggunaan biaya keseluruhan.
- Tentukan persentase nilai total penggunaan biaya dari setiap material
dengan membagi nilai total penggunaan material biaya setiap material
dengan nilai total penggunaan biaya keseluruhan.
47
- Urutkan material dalam rank persentase nilai total penggunaan biaya
dengan urutan menurun dari terbesar sampai terkecil.
- Klasifikasikan material-material ke dalam kelas A, B, dan C berdasarkan
kriteria persentase yang telah ditentukan.
2.4 Kapasitas Produksi
2.4.1 Definisi Kapasitas Produksi
Menurut Vincent Gaspersz (2005, p203), kapasitas produksi
merupakan suatu kemampuan dari fasilitas produksi untuk mencapai jumlah
kerja tertentu dalam periode waktu tertentu dan merupakan fungsi dari
banyaknya sumber – sumber daya yang tersedia dalam periode waktu tertentu
serta merupakan fungsi dari banyaknya sumber – sumber daya yang tersedia,
seperti peralatan, mesin, personel, ruang, dan jadwal kerja.
2.4.2 Metode Pengukuran Kapasitas Produksi
Menurut Vincent Gaspersz (2005, p208), terdapat tiga metode dalam
pengukuran kapasitas produksi yang ada yaitu :
1. Theoretical Capacity (Maximum Capacity atau Design Capacity)
Merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufaktur
yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal seperti tiga
shift per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin, dan
lainnya. Jadi kapasitas ini diukur berdasarkan jam kerja yang tersedia
48
untuk melakukan suatu pekerjaan, tanpa suatu kesempatan untuk berhenti
atau beristirahat.
2. Demonstrated Capacity (Actual Capacity atau Effective Capacity)
Merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan
pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di
waktu lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata
berdasarkan beban kerja normal.
3. Rated Capacity (Calculated Capacity atau Nominal Capacity)
Merupakan penyesuaian dari kapasitas teoritis dengan faktor produktivitas
yang telah ditentukan oleh demonstrated capacity. Kapasitas ini
didapatkan dengan menggandakan waktu kerja yang tersedia dengan
faktor utilisasi dan efisiensi.
Menurut Mikell P.Groover (2001, p525), rumus untuk menentukan
rata-rata kapasitas produksi per jam adalah :
HS50D
R ap ××=
Di mana :
Rp = rata-rata tingkat produksi per jam (unit/jam)
Da = rata-rata tingkat permintaan selama setahun (unit/tahun)
S = jumlah shift kerja dalam 1 minggu (shift/minggu)
H = jumlah jam kerja dalam 1 shift (jam/shift)
49
Angka 50 berarti jumlah minggu dalam 1 tahun (angka ini bisa diubah
menjadi 52).
2.5 Identifikasi Distribusi Data
2.5.1 Uji Kebaikan Suai (Goodness of Fit)
Menurut Walpole (1995, p325), Uji kebaikan suai (Goodness of Fit)
digunakan untuk menentukan apakah suatu populasi memiliki sebaran teoritik
tertentu yang didasarkan pada seberapa baik kesesuaian antara frekuensi yang
teramati dalam data contoh dengan frekuensi harapan yang didasarkan pada
sebaran yang dihipotesiskan. Terdapat beberapa jenis pengujian yang dapat
digunakan pada goodness of fit yaitu Chi-Square Test, Kolmogorov-Smirnov
Test, dan Anderson-Darling Test.
Menurut White (1975, p338), mengemukakan bahwa sebaiknya
menggunakan kolmogorov-smirnov test dalam uji kebaikan suai dikarenakan
secara statistikal akan lebih baik dibandingkan dengan chi-square test.
2.5.2 Uji Hipotesis
Menurut Walpole (1995, p288), uji hipotesis adalah suatu uji yang
dilakukan dengan menggunakan pernyataan atau dugaan mengenai satu atau
lebih populasi. Dalam hal ini digunakan dua macam hipotesis yaitu hipotesis
nol yaitu hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak (H0) dan
hipotesis alternatif yaitu suatu hipotesis yang diharapkan untuk diterima
50
apabila hipotesis awal ditolak (H1). Suatu hipotesis awal akan ditolak apabila
nilai dari x hitung jatuh di wilayah kritis. Dan hipotesis awal akan diterima
apabila nilai dari x hitung jatuh di wilayah penerimaan.
2.5.3 Pola Distribusi Data Statistik
Menurut Harrel (2000, p120-121), frequency distribution merupakan
distribusi kelompok data dalam interval atau kelas berdasarkan frekuensi dari
kejadian. Distribusi frekuensi dapat dibagi dua yaitu :
1) Discrete Frequency Distribution
Merupakan distribusi yang terbatas pada nilai tertentu dan hanya
sekumpulan frekuensi yang terbatas saja yang ditampilkan. Sebagai
contoh dari discrete frequency distribution adalah jumlah orang yang
datang ke suatu sistem pada interval waktu tertentu (poisson distribution)
dan distribusi binomial.
2) Continuous Frequency Distribution
Merupakan rentang nilai antara sample dari suatu nilai berada. Suatu data
dapat dikatakan memiliki continuous frequency distribution apabila data
tersebut dapat mewakili interval nilai yang sudah ditentukan. Contoh dari
distribusi ini adalah normal distribution, exponential distribution, dan
uniform distribution.
51
2.6 Pengertian Linear
Pada dasarnya persamaan linear merupakan hubungan antara beberapa
variabel tak gayut (Variabel Independen) dengan sebuah variabel gayut
(Variabel Dependen), dimana apabila dilakukan penambahan yang sama di
satu pihak, maka akan menimbulkan efek yang konstan bagi pihak lainnya.
Atau ada pendapat praktis yang mengatakan bahwa persamaan linear adalah
suatu bentuk persamaan yang bila digambarkan pada grafik akan berbentuk
garis lurus.
Tetapi hubungan beberapa faktor dalam ilmu ekonomi dan ilmu sosial
lainnya banyak sekali yang bersifat tidak linear. Karena itu, bila akan
menggunakan teknik Linear Programming ataupun Integer Linear
Programming, hubungan-hubungan yang tidak linear akan disubsitusikan
potongan-potongannya sehingga menghasilkan suatu hubungan yang linear.
2.7 Pandangan Umum Terhadap Linear Programming
Linear Programming mulai diperkenalkan dan dipakai sekitar tiga
puluh tahun yang lalu. Semula teknik ini dipakai untuk merencanakan dan
memecahkan masalah logistik pada Angkatan Udara Amerika Serikat
(USAF). Teknik ini kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan
jaman. Saat ini Linear Programming dipergunakan oleh berbagai pihak
seperti ilmiawan dan para pengusaha ataupun teknokrat. Lingkup
pemakaiannya pun bertambah luas sampai kepada pemecahan masalah
52
produksi, alokasi sumber-sumber, transportasi, pembebanan mesin, dan
sebagainya.
Perkembangan yang pesat dalam dunia teknologi juga bermanfaat bagi
Linear Programming. Masalah optimalisasi yang menggunakan banyak
variabel sekarang dapat dikerjakan dengan bantuan komputer. Manfaat yang
diperoleh dengan menggunakan komputer tentu saja selain didapatkan hasil
lebih yang sempurna dan benar; juga waktu yang diperlukan sangat singkat.
Linear Programming adalah suatu teknik matematika dalam
menentukan alokasi sumber-sumber untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Jadi Linear Programming berhubungan dengan masalah memaksimumkan
atau meminimumkan suatu fungsi linear yang disajikan dalam bentuk
ketidaksamaan linear. Dalam penggunaan teknik ini terdapat beberapa
kesulitan yang ditemui antara lain :
• Kesulitan dalam menetapkan suatu sasaran yang spesifik. Apakah
maksimasi laba atau minimasi biaya. Kadang-kadang tujuan seseorang
atau suatu organisasi berubah-ubah untuk suatu jangka waktu tertentu.
Untuk jangka pendek mungkin suatu organisasi (perusahaan) ingin
meminimasi biaya, tetapi untuk jangka panjang bertujuan memaksimasi
laba, sehingga diperlukan perhitungan-perhitungan yang berbeda.
• Kadang-kadang sekalipun telah ditentukan tujuan yang spesifik, sukar
diketahui faktor-faktor pembatas secara pasti dan tepat. Padahal faktor
53
pembatas ini memegang peranan penting dalam penggunaan teknik Linear
Programming.
• Kadang-kadang sekalipun sudah ditentukan tujuan yang spesifik dan
faktor-faktor pembatas yang akan dipakai dalam perhitungan, namun
faktor-faktor pembatas itu tidak diekspresikan sebagai ketidaksamaan
linear.
• Banyaknya variabel-variabel yang tidak terhingga, kadang-kadang
menyulitkan pemakai teknik ini untuk memilih variabel mana yang
relevan (relevant variable).
2.8 Persoalan Optimasi dan Persoalan Programming
Pada dasarnya persoalan optimasi adalah persoalan untuk membuat
nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum
dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Biasanya
pembatasan-pembatasan tersebut meliputi tenaga kerja (man), uang (money),
material yang merupakan input, serta waktu ruang. Optimasi memegang peran
penting dalam proses mendesain suatu sistem. Dengan optimasi desain suatu
sistem bisa menghasilkan ongkos yang lebih murah atau keuntungan yang
lebih tinggi, menurunkan waktu proses dan sebagainya.
Persoalan Programming, pada dasarnya berkenaan dengan penentuan
alokasi yang optimal dari sumber-sumber yang langka (limited resources)
54
untuk memenuhi suatu tujuan (objective). Misalnya bagaimana
mengkombinasikan beberapa sumber yang serba terbatas seperti tenaga kerja,
material, mesin, tanah, pupuk, air, sehingga diperoleh output yang maksimal.
Persoalan Linear Programming ialah suatu persoalan untuk
menentukan besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga
nilai fungsi tujuan yang linear menjadi optimum (minimum atau maksimum)
dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada yaitu pembatasan
mengenai inputnya. Pembatasan-pembatasan ini pun harus dinyatakan dalam
ketidaksamaan yang linear (linear inequalities).
Suatu persoalan dapat dikatakan persoalan Linear Programming
apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Tujuan (objective) yang akan dicapai harus dapat dinyatakan dalam bentuk
fungsi linear. Fungsi ini disebut fungsi tujuan (objective function).
2. Harus ada alternatif pemecahan (feasible solution). Pemecahan yang
membuat nilai fungsi tujuan optimum (laba yang maksimum, biaya yang
minimum, dan sebagainya) yang harus dipilih.
3. Sumber-sumber tersedia dalam jumlah yang terbatas (bahan mentah
terbatas, modal terbatas, ruangan untuk menyimpan barang terbatas, dan
sebagainya). Pembatasan-pembatasan harus dinyatakan di dalam bentuk
ketidaksamaan yang linear (linear inequality).
55
Pada dasarnya persoalan Linear Programming dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Cari x1, x2, ..., xj, ..., xn
Sehingga Z = c1x1 + c2x2 + ... + cjxj + ... + cnxn = OPTIMUM
(maksimum atau minimum)
Dengan Persamaan = a11x11 + a12x12 + ... + aijxj + ... + a1nxn < = > h1
= a21x1 + a22x2 + ... + a2jxi + ... + a2nxn < = > ha
= a11x1 + a12x2 + ... + aijxj + ... + ainxn < = > hi
= am1x1 + am2x2 + ... + amjxj + ... + amnxn < = > hm
xj ≥ 0, j = 1, 2, ..., n
Keterangan :
Terdapat n macam barang yang akan diproduksi, masing-masing sebesar x1,
x2, ..., xj, ..., xn.
xj = banyaknya produksi barang yang ke j, j = 1, 2, ..., n
cj = harga per satuan barang ke j, disebut ”price”.
Terdapat m macam bahan mentah, masing-masing tersedia h1, h2, hi, ..., hm.
hi = banyaknya bahan mentah ke i, i = 1, 2, ..., m.
aij = banyaknya bahan mentah ke i yang dipergunakan untuk memproduksi 1
satuan barang ke j.
xj unit memerlukan aijxj unit bahan mentah i.
Interpretasi mengenai aij, cj, dan hi sangat tergantung kepada interpretasi dari
pada xj.
56
2.9 Integer Linear Programming
Pada dasarnya integer linear programming merupakan bentuk khusus
dari model linear programming, hanya saja beberapa atau semua variabelnya
(x1, x2, ..., xn) memiliki nilai integer (bulat) dan diskrit. Integer linear
programming memiliki beberapa tipe yaitu :
1. Mixed Integer Linear Programming
Adalah suatu tipe integer linear programming di mana beberapa variabel
keputusan (tapi tidak semua) diharuskan mempunyai solusi integer.
Bentuk formulasi :
Objective Function : max atau min Z = cx + hy
Subject to : Ax + Gy ≤ or = or ≥ b
x ≥ 0
y ≥ 0 dan integer
2. Pure Integer Linear Programming
Adalah suatu tipe integer linear programming di mana semua variabel
keputusan diharuskan mempunyai solusi integer.
Bentuk formulasi :
Objective Function : max atau min Z = cx + hy
Subject to : Ax + Gy ≤ or = or ≥ b
x, y ≥ 0 dan integer
57
3. Binary Integer Linear Programming
Adalah suatu tipe integer linear programming di mana variabel
keputusannya memiliki nilai integer satu atau nol.
Bentuk formulasi :
Objective Function : max atau min Z = cx + hy
Subject to : Ax + Gy ≤ or = or ≥ b
x, y ≥ { }1,0
Berbeda dengan model linear programming yang dapat dipecahkan
dengan berbagai metode (seperti simplex method) untuk memperoleh solusi
optimal, untuk integer linear programming tidak mampu diperoleh solusi
yang diharapkan (optimal). Hal ini disebabkan karena jumlah variabel yang
besar dan waktu pemecahan yang lama.
2.9.1 Metode Pemecahan Solusi Integer Linear Programming
Terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan model integer linear
programming yaitu :
1. Metode round off
Metode ini merupakan metode solusi yang mudah dan sering disarankan
untuk digunakan dengan cara pembuatan nilai solusi pecahan menjadi
nilai integer (pembulatan).
58
2. Metode branch and bound
Metode ini merupakan teknik solusi yang tidak terbatas hanya untuk
permasalahan integer linear programming saja. Tetapi juga merupakan
pendekatan solusi yang dapat diterapkan untuk berbagai macam
permasalahan yang berbeda. Prinsip yang mendasari pendekatan branch
and bound yaitu bahwa total set solusi yang feasible dapat dibagi menjadi
subset solusi yang lebih kecil. Subset-subset ini selanjutnya dapat
dievaluasi secara sistematis sampai solusi yang terbaik ditemukan.
Penerapan pendekatan branch and bound pada masalah integer linear
programming digunakan bersama-sama dengan metode simpleks yang
normal.
2.10 Analisis Post Optimal
Begitu solusi untuk suatu masalah model linear programming ataupun
integer linear programming telah ditentukan, mungkin kita cenderung untuk
berhenti menganalisis model tersebut. Namun, sesungguhnya analisis yang
lebih jauh atas solusi optimal akhir justru dapat menghasilkan informasi yang
lebih berguna. Analisis atas solusi optimal untuk mendapatkan informasi
tambahan dikenal sebagai analisis post optimal (postoptimality analysis).
59
Solusi optimal dari suatu model linear programming ataupun integer
linaer programming dapat dianalisis dengan dua cara yaitu :
1. Dual Model
Bentuk asli dari suatu model linear programming ataupun integer linear
programming disebut primal model. Dual adalah suatu bentuk alternatif
model yang berisi informasi mengenai nilai-nilai sumber yang biasanya
membentuk batasan model.
2. Analisis Sensitivitas (Sensitivity Analysis)
analisis yang dilakukan adalah menganalisis dampak yang terjadi pada
solusi optimal atas perubahan-perubahan yang terjadi pada koefisien-
koefisien batasan model maupun fungsi tujuan.
2.11 Konsep Persediaan (Inventory)
Menurut Teguh Baroto (1997, p52), persediaan adalah segala sumber
daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan
permintaan. Persediaan adalah komponen, material, atau produk jadi yang
tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan atau dijual. Definisi lain dari
persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process),
barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan
dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persedian biasanya
merepresentasikan antara 20% sampai 60% dari ‘assets’.
60
2.11.1 Terminologi Persediaan
Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima
kategori, yaitu sebagai berikut :
1. Bahan mentah (raw material), yaitu barang-barang berwujud atau bahan
mentah yang diperoleh dari sumber alam, atau dibeli dari pemasok, atau
diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam proses
produksinya sendiri.
2. Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts)
yang diperoleh dari perusahan lain atau hasil produksi sendiri untuk
digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
3. Barang setengah jadi (work in process), yaitu barang-barang keluaran dari
tiap operasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih
kompleks daripada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut
untuk menjadi barang jadi.
4. Barang jadi (finished good), yaitu barang-barang yang telah selesai
diproses dan siap untuk didistribusikan ke konsumen.
5. Bahan pembantu (supplies material), yaitu barang-barang yang diperlukan
dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan
komponen barang jadi.
61
Sedangkan demand environment dapat dilkasifikasikan menjadi dua
kategori utama yaitu :
1. Deterministic atau stochastic
Permintaan dikatakan deterministic jika permintaan dari tiap item
persediaan diketahui secara pasti, sedangkan jika permintaan dari tiap item
persediaan tidak diketahui secara pasti (random future demand) maka
permintaan dikatakan bersifat stochastic.
2. Independent demand atau dependent demand
Independent demand adalah permintaan akan suatu item yang merupakan
keluaran (output) produk dari proses transformasi. Independent demand
berupa produk jadi atau komponen yang dibutuhkan untuk proses
transformasi di luar perusahaan. Sedangkan dependent demand adalah
permintaan oleh item yang lain, untuk memproduksi item lainnya (adanya
saling ketergantungan antar item).
2.11.2 Penyebab, Fungsi, dan Tujuan Persediaan
Menurut Teguh Baroto (1997, p53), penyebab timbulnya persediaan
adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian.
3. keinginan untuk melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan
keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
62
Adapun fungsi dari persediaan antara lain :
1. Fungsi independensi
Persediaan bahan diadakan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang
tidak pasti dan tidak dapat diduga secara tepat, demikian pula dengan
pasokan dari pemasok sehingga agar proses produksi dapat berjalan tanpa
tergantung kepada hal tersebut, maka persediaan harus mencukupi.
2. Fungsi ekonomis
Adakalanya memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan
lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai
permintaan sehingga segala macam biaya yang terlibat dapat menjadi
lebih ekonomis.
3. Fungsi antisipasi
Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau
pasokan.
4. Fungsi fleksibilitas
Untuk proses produksi yang terdiri dari beberapa tahapan proses,
ketersediaan persediaan akan menjadi faktor penolong untuk kelancaran
proses produksi.
63
Tujuan dari persediaan antara lain :
1. mengurang lead time (enggang waktu),
2. memperlancar laju produksi,
3. melindungi persediaan pada saat permintaan di luar perkiraan.
2.11.3 Sistem Persediaan
Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana
mengelola masukan-masukan (input) yang sehubungan dengan persediaan
menjadi output, di mana untuk itu diperlukan umpan balik agar output
memenuhi standar tertentu. Tujuan dari sistem ini adalah untuk menetapkan
dan menjamin tersedianya item-item persediaan secara optimal dalam
kuantitas dan waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimasi biaya
total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya
pemesanan, dan biaya kekurangan persediaan.
Variabel keputusan yang dihasilkan dalam sistem ini diklasifikasikan
menjadi variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Variabel kuantitatif
mencakup :
1. Berapa banyak barang yang akan dipesan atau dibuat.
2. Kapan pemesanan atau pembuatan harus dilakukan.
3. Berapa jumlah persediaan pengaman (safety stock).
4. Bagaimana mengendalikan persediaan.
64
Sedangkan variabel kualitatif mencakup :
1. Jenis barang apa yang dimiliki.
2. Di mana barang tersebut berada.
3. Berapa jumlah barang yang sedang dipesan.
4. Siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item.
2.11.4 Biaya Dalam Sistem Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul
sebagai akibat persediaan. Biaya-biaya tersebut antara lain :
1. Biaya pembelian (purchase cost)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang, besarnya sama
dengan harga perolehan persediaan itu sendiri atau harga belinya.
2. Biaya pemesanan (ordering cost)
Adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pemesanan ke
pemasok, yang besarnya biasanya tidak dipengaruhi oleh jumlah
pemesanan. Biaya ini meliputi biaya pemrosesan pesanan, biaya ekspedisi,
upah, biaya telepon/fax, biaya dokumentasi/transaksi, biaya pengepakan,
biaya pemeriksaan, dan biaya lainnya yang tidak tergantung jumlah
pesanan.
3. Biaya penyiapan (set up cost)
Adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi.
Biaya ini meliputi biaya persiapan peralatan produksi, biaya
65
mempersiapkan (set up) mesin, biaya mempersiapkan gambar kerja, biaya
persiapan tenaga kerja langsung, biaya perencanaan dan penjadwalan
produksi, dan biaya-biaya lainnya yang tidak tergantung pada jumlah item
yang diproduksi.
4. Biaya penyimpanan (holding cost)
Adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan/penyimpanan material,
semi finished product, sub assembly, atau barang jadi. Biaya ini
tergantung dari lamanya penyimpanan dan jumlah yang disimpan
sehingga biasanya dinyatakan dalam biaya per unit per periode. Biaya ini
meliputi biaya kesempatan, biaya sewa gudang, biaya asuransi dan pajak,
biaya administrasi dan pemindahan, biaya kerusakan dan penyusutan,
biaya keusangan, dan biaya lainnya yang besarnya bersifat variabel
tergantung pada jumlah item.
5. Biaya kekurangan persediaan (stockout cost)
Adalah biaya yang timbul jika perusahaan kehabisan barang saat ada
permintaan. Biaya ini dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu biaya
backorder (biaya timbul karena terjadi keterlambatan dan pelanggan mau
menunggu) dan biaya lost sale (biaya timbul karena pelanggan lari ke
perusahaan lain). Biaya ini pada dasarnya sulit diukur karena berhubungan
dengan good will perusahaan sehingga digunakan beberapa pedoman
untuk menghitungnya yaitu kuantitas yang tidak dapat dipenuhi, waktu
pemenuhan, dan biaya pengadaan darurat.
66
Gambar 2.1 mengilustrasikan pengaruh dari kelima komponen biaya
dalam sistem persediaan yaitu sebagai berikut.
Gambar 2.1 Pengaruh Komponen Biaya Dalam Sistem Persediaan
2.12 Model Sistem Persediaan Independent Demand
Pemecahan dari model kasus sistem persediaan secara umum
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Kasus pengulasan periodik
Terima pesanan baru dengan jumlah yang dinyatakan berdasarkan jumlah
pesanan pada interval waktu yang sama.
2. Kasus pengulasan kontinu
Ketika tingkat persediaan mencapai titik pemesanan ulang, ajukan pesanan
baru dengan ukuran yang sama dengan jumlah pesanan.
Order quantity
Annual Cost
Holding Cost Curve Total Cost Curve
Order (Setup) Cost Curve
Minimum total cost
Optimal Order Quantity (Q*)
67
Pada dasarnya model sistem persediaan independent demand
dibedakan menjadi dua kategori utama yaitu deterministik (dapat bersifat
statis ataupun dinamis) dan probabilistik (dapat bersifat stasioner ataupun
nonstasioner).
Model sistem persediaan independent demand kategori deterministik
ini biasanya dikenal dengan istilah lot sizing models yang dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Static Lot Sizing Models
Artinya jika laju permintaan bersifat seragam atau konstan sepanjang
periode waktu.
2. Dynamic Lot Sizing Models
Artinya laju permintaan diketahui secara pasti (lumpy demand) tetapi
bervariasi sepanjang periode waktu.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 mengenai
klasifikasi dari lot sizing models ini.
68
Gambar 2.2 Klasifikasi Lot Sizing Models
Pada dasarnya model sistem persediaan statis deterministik jarang
terjadi dalam kehidupan nyata, tetapi kita dapat memandang situasi ini sebagai
kasus penyederhanaan di mana menurut Hamdy A Taha (1997, p5), secara
informal, kita dapat mengatakan bahwa suatu variabel dapat dipandang
(mendekati) deterministik jika nilai standar deviasinya (s) ”secara wajar” kecil
dibandingkan dengan nilai rata-ratanya (mean). Sebaliknya, jika standar
deviasinya terlalu besar maka kita harus memandang variabel tersebut bersifat
probabilistik.
2.12.1 Model Economic Order Quantity (EOQ Model)
69
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Ford Harris pada tahun
1915 dan diformulasikan oleh Wilson sehingga disebut dengan model
economic order quantity (EOQ model). Konsep utama dari model economic
order quantity (EOQ model) adalah membuat keseimbangan antara biaya
pesan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (holding cost). Terdapat
beberapa asumsi yang digunakan dalam EOQ model yaitu :
- Merupakan item tunggal dalam sistem persediaan.
- Permintaan diketahui secara pasti (deterministik) dan bersifat konstan.
- Lead time diketahui secara pasti dan bersifat konstan.
- Tidak ada stockout (shortage).
- Semua kuantitas yang dipesan datang pada waktu yang sama (infinite
replenishment rate).
- Ordering cost/set up cost dan holding cost diketahui dan bersifat tetap.
70
Gambar 2.3 mengilustrasikan model economic order quantity (EOQ
model) sistem persediaan independent demand.
Gambar 2.3 Model Economic Order Quantity
Persamaan EOQ model :
R.PCQRH
2Q
LdM
Rd
NT
QRN
FPRC2Qatau
HRC2Q
*
**
+⋅+⋅=
++=
×=
=
=
=
×××
=××
=
Cost Total
Cost Purchase Total Cost Ordering AnnualCost Carrying AnnualCost Total
days/year Working
days/year Working
71
Keterangan :
Q* = Jumlah pesanan ekonomis (optimal order quantity)
N = Jumlah pesanan per tahun (expected number of orders)
T = Rentang waktu antar pesanan (expected time between orders)
R = Permintaan per tahun
C = Setup (order) cost per order
H = Holding (carrying) cost per unit per year
P = Purchase cost of an item
F = Annual holding cost as a fraction of unit cost
d = Permintaan per hari
M = Average demand during lead time
L = Lead time
2.12.2 Penentuan Safety Stock Dengan Service Level Tertentu
Bila permintaan aktual yang terjadi selama lead time lebih tinggi
daripada yang diperkirakan atau terjadi keterlambatan pengiriman produk,
maka akan terjadi kehabisan persediaan (stock out). Tanpa adanya safety
stock, kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan dapat mencapai 50%
atau lebih selama masa lead time tersebut.
Adapun tujuan dari penentuan safety stock dengan service level
tertentu adalah untuk mengurangi risiko kekurangan persediaan tersebut.
72
Berikut ini merupakan formula untuk mencari nilai safety stock :
MSSB +=
Atau
(Z) SFdeviasistandar SS ×=
Di mana :
B = Titik pemesanan kembali (reorder point)
SS = Safety stock
M = Rata-rata (mean) permintaan selama waktu tunggu (average demand
during lead time)
SF (Z) = konstanta nilai service factor dengan asumsi data berdistribusi
normal (konstanta diperoleh dari tabel statistik berdistribuasi normal
dan secara ringkas dapat dilihat pada tabel 2.1)
Tabel 2.1 Data Safety Factor
Safety Factor (Z) %
CSF
%
Stockout Standar Deviasi
80 20 0,84
84 16 1
85 15 1,04
90 10 1,28
95 5 1,65
96 4 1,75
97 3 1,88
73
2.13 Validasi Model
Agar suatu model dapat digunakan untuk merepresentasikan sistem
nyata, maka diperlukan suatu tahapan untuk mengetahui kesesuaian antara
model dengan sistem nyata yang direpresentasikan. Tahapan tersebut
dinamakan dengan tahapan validasi. Validasi adalah suatu proses untuk
menentukan apakah suatu model konseptual telah mencerminkan sistem
dalam kehidupan nyata atau tidak. Beberapa teknik yang dapat dilakukan
seperti melihat animasi, membandingkan dengan actual system,
membandingkan dengan model lain, menguji dengan data historis, dan
lainnya.
Untuk melakukan uji validitas model, menurut Sugiyono (1999, p117)
dapat menggunakan t-test (uji t untuk nilai tengah) berdasarkan Ronald E
Walpole (1992, p305). Berikut ini bentuk pengujian validitas model yaitu :
• Tentukan hipotesis nolnya (H0) bahwa 0μ μ=
• Tentukan hipotesis alternatifnya (H1) bahwa 0μ μ<
• Tentukan taraf nyata (α ) dan tentukan wilayah kritiknya dengan
mengunakan tabel nilai kritis sebaran t
• Lakukan perhitungan terhadap thitung dengan menggunakan rumus :
nS
Xt 0
hitungμ−
=
−
• Buatlah keputusan jika jatuh di luar wilayah kritik berarti model valid.