bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2007-1-00351-mtif-bab 2.pdf ·...

35

Click here to load reader

Upload: trinhkiet

Post on 07-Mar-2019

265 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

6

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Persamaan Integral

Pengintegrasian (integration), bersama dengan pendiferensiasian

(differentiation), merupakan konsep matematika yang menjadi jantung dari kalkulus.

Berdasarkan Microsoft Encarta Premium 2006 Dictionary Tools, mengintegrasikan (to

integrate) berarti “membawa seluruhnya, bagian per bagian, menjadi sebuah bentuk

utuh; menyatukan; untuk mengindikasikan jumlah total ...” Secara matematik,

pengintegrasian dilambangkan dengan:

∫=b

adxxfI )( Pers. (2.1)

yang berarti integral dari fungsi f(x) dengan variabel bebas x, dievaluasi berdasarkan

batas x = a dan x = b. Fungsi f(x) dalam pers. (2.1) disebut integran (integrand).

Berdasarkan definisi yang diberikan oleh kamus bahasa, “arti” dari pers. (2.1)

adalah nilai total atau penjumlahan (summation) dari f(x) dx dalam jangkauan x = a

hingga b. Berdasarkan faktanya, simbol ∫ sebenarnya merupakan sebuah huruf kapital

S yang diberi sentuhan gaya yang ditujukan untuk menandakan hubungan tertutup antara

pengintegrasian dan penjumlahan.

Gambar 2.1 berikut merupakan sebuah penggambaran secara grafik dari konsep

tersebut. Untuk fungsi yang terletak di atas sumbu x, integral yang dinyatakan oleh pers.

(2.1) mengacu kepada area di bawah kurva f(x) antara x= a dan b.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

7

Gambar 2.1 Penggambaran secara grafik dari integral f(x) antara batas x = a dan b. Integral tersebut ekivalen dengan daerah di bawah kurva

Fungsi yang diintegrasikan akan memiliki satu dari tiga bentuk khusus berikut

ini:

• Sebuah fungsi kontinu sederhana, seperti sebuah polinomial, sebuah eksponensial,

atau sebuah fungsi trigonometri.

• Sebuah fungsi kontinu yang rumit, yang sulit atau tidak mungkin diintegralkan

secara langsung..

• Sebuah fungsi yang ditabulasikan, di mana nilai-nilai dari x dan f(x) diberikan pada

sejumlah titik tertentu (diskrit), sebagaimana seringkali terjadi pada kasus dengan

data lapangan atau data hasil eksperimen.

Pada kasus pertama, integral dari sebuah fungsi sederhana mungkin dapat

dievaluasi secara analitik menggunakan kalkulus. Untuk kasus kedua, solusi analitik

seringkali tidak praktis, dan terkadang mustahil, untuk diperoleh. Dalam hal ini,

demikian juga dengan kasus ketiga dari data diskrit, metode pendugaan/perkiraan harus

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

8

digunakan.

Pendekatan berorientasi visual digunakan untuk mengintegrasikan data

tertabulasi dan fungsi yang rumit pada masa sebelum komputer ditemukan. Sebuah

pendekatan berdasarkan intuisi yang sederhana adalah dengan menempatkan fungsi

tersebut pada sebuah kisi-kisi (grid) (Gambar 2.2) dan menghitung jumlah kotak-kotak

yang digunakan sebagai penduga dari daerah tersebut. Jumlah tersebut dikalikan dengan

daerah di mana setiap kotak memberikan sebuah perkiraan kasar mengenai daerah total

di bawah kurva. Perkiraan ini dapat diperhalus, dengan usaha tambahan, menggunakan

sebuah kisi-kisi yang lebih baik.

Gambar 2.2 Penggunaan dari sebuah kisi-kisi (grid) untuk menaksir sebuah integral

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

9

Pendekatan yang masuk akal lainnya adalah dengan membagi daerah tersebut

menjadi bagian-bagian berbentuk vertikal, atau strips, dengan tinggi yang setara dengan

nilai fungsi pada titik tengah setiap bagian (Gambar 2.3). Daerah dari persegi panjang

tersebut dapat kemudian dihitung dan dijumlahkan untuk memperkirakan.jumlah total

dari daerah tersebut. Pada pendekatan ini, diasumsikan bahwa nilai pada titik tengah

setiap bagian memberikan sebuah pendugaan yang sah dari rata-rata tinggi dari fungsi

untuk setiap strip. Sebagaimana dengan metode kisi-kisi, perkiraan yang diperhalus

adalah mungkin dengan menggunakan lebih banyak (dan lebih tipis) strips untuk

menaksir integral tersebut.

Gambar 2.3 Penggunaan dari persegi panjang atau strips untuk menaksir sebuah integral

2.2. Metode dan Integrasi Numerik

Walaupun pendekatan sederhana yang demikian memiliki sarana untuk

pendugaan yang cepat, teknik numerik alternatif juga tersedia untuk tujuan yang sama.

Tidak mengejutkan, cara yang paling sederhana dari metode ini mirip dalam hal jiwa

dari teknik nonkomputer.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

10

Integrasi numerik atau metode kuadratur (quadrature) tersedia untuk

memperoleh integral-integral. Metode-metode ini, yang mana lebih mudah untuk

diimplementasikan dibandingkan dengan pendekatan kisi-kisi, sangat mirip jiwanya

dengan metode strip. Yaitu, tinggi fungsi dikalikan dengan lebar strip dan dijumlahkan

untuk memperkirakan integral tersebut. Bagaimanapun, melalui pemilihan yang cerdas

dari faktor pembobot (weighting factor), perkiraan yang dihasilkan dapat dibuat lebih

akurat dibandingkan dengan metode strip yang sederhana. Sebagaimana dalam metode

strip sederhana, integrasi numerik menggunakan data pada titik-titik tertentu. Karena

informasi berbentuk tabel sudah berbentuk demikian, maka hal itu dapat cocok dengan

banyak dari pendekatan-pendekatan numerik. Sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 2.4,

tabel tersebut dapat kemudian

dievaluasi dengan sebuah metode

numerik.

Gambar 2.4 Aplikasi dari sebuah metode integrasi numerik: (a) Fungsi kontinu yang rumit. (b). Tabel nilai diskrit dari f(x) yang dihasilkan dari sebuah fungsi. (c). Penggunaan salah satu metode numerik (metode strip) untuk menaksir integral yang berdasarkan kepada titik-titik diskrit. Untuk sebuah fungsi berbentuk tabel, data sudah dalam bentuk tabel (b); untuk itu, langkah (a) tidak diperlukan

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

11

2.3. Integrasi Romberg

Pada subbab 2.1., diketahui bahwa fungsi-fungsi yang akan diintegrasikan secara

numerik memiliki dua bentuk yang khas: sebuah tabel berisi nilai-nilai atau sebuah

fungsi. Bentuk dari data memiliki pengaruh terhadap pendekatan yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi integralnya. Untuk informasi berbentuk tabel (yang tidak dibahas

dan digunakan dalam skripsi ini), kita dibatasi oleh jumlah dari titik-titik yang diberikan.

Berlawanan dengan hal itu, Jika sebuah fungsi tersedia, maka kita dapat menghasilkan

sebanyak mungkin nilai dari f(x) yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat akurasi yang

dapat diterima (seperti gambar 2.4).

Integrasi Romberg merupakan teknik yang digunakan dalam integrasi numerik

untuk menganalisis kasus di mana fungsi yang akan diintegrasikan tersedia. Teknik ini

memiliki keunggulan untuk menghasilkan nilai-nilai dari fungsi untuk mengembangkan

skema yang efisien bagi pengintegrasian secara numerik. Integrasi Romberg didasarkan

pada ekstrapolasi Richardson (Richardson’s extrapolation), yang mana merupakan

metode untuk mengkombinasikan dua perkiraan integral secara numerik untuk

memperoleh nilai ketiga, yang lebih akurat. Integrasi Romberg merupakan algoritma

komputasi untuk mengimplementasikan ekstrapolasi Richardson melalui sebuah cara

yang sangat efisien. Teknik ini bersifat rekursif dan dapat digunakan untuk

menghasilkan sebuah perkiraan integral dalam batas toleransi kesalahan (error

tolerance) yang sudah ditentukan terlebih dahulu.

Integrasi Romberg didasarkan pada aplikasi beturut-turut (rekursif) dari aturan

trapesium (trapezoidal rule). Walau bagaimanapun, melalui manipulasi secara

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

12

matematik, hasil yang superior dapat dicapai dengan sedikit usaha.

2.3.1. Ekstrapolasi Richardson

Ekstrapolasi Richardson merupakan metode yang menggunakan dua

perkiraan dari sebuah integral untuk mengkomputasi pendugaan ketiga, yang

lebih akurat.

Perkiraan dan kesalahan (error) yang diasosiasikan dengan aturan

trapesium multi-aplikasi (multiple-application trapezoidal rule) dapat

digambarkan secara umum sebagai

)()( hEhII += Pers. (2.2)

di mana I adalah nilai yang sebenarnya dari integral tersebut, I(h) adalah

pendugaan dari sebuah aturan trapesium dengan aplikasi bersegmen n dengan

lebar langkahnya h = (b – a)/n, dan E(h) adalah kesalahan pemotongan

(truncation error). Jika kita membuat dua perkiraan yang berbeda menggunakan

lebar langkah h1 dan h2 dan memiliki nilai yang sebenarnya untuk error-nya,

)()()()( 2211 hEhIhEhI +=+ Pers. (2.3)

Sekarang ingat bahwa error dari aturan trapesium multi-aplikasi dapat

diperkirakan sebagai

"12

)(2

3

fnabEa

−−= Pers. (2.4)

Dengan n = (b - a)/h menjadi

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

13

"12

2 fhabE −−≅ Pers. (2.5)

Jika diasumsikan bahwa "f adalah konstan, tidak dipengaruhi oleh lebar

langkah. Pers. (2.5) dapat digunakan untuk menentukan bahwa rasio dari kedua

error adalah

22

21

2

1

)()(

hh

hEhE

≅ Pers. (2.6)

Perhitungan ini memiliki efek penting dalam penghilangan bagian "f dari

perhitungan. Dengan demikian, hal itu memungkinkan kita untuk menggunakan

informasi yang dinyatakan oleh pers. (2.5) tanpa terlebih dahulu mengetahui

turunan kedua dari fungsi tersebut. Untuk melakukan hal itu, kita ubah pers. (2.6)

menjadi

2

2

121 )()( ⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛≅

hhhEhE Pers. (2.7)

yang mana dapat disubstitusikan ke dalam pers (2.3):

)()()()( 22

2

2

121 hEhI

hhhEhI +≅⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+ Pers. (2.8)

yang dapat disederhanakan menjadi

221

212 )/(1

)()()(hh

hIhIhE−

−≅ Pers. (2.9)

Hasilnya, kita telah mengembangkan sebuah perkiraan dari error pemotongan

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

14

dalam hal pendugaan integral dan lebar langkahnya. Perkiraan ini dapat

disubstitusikan ke dalam

)()( 22 hEhII += Pers. (2.10)

untuk menghasilkan sebuah pendugaan integral yang telah diperbaiki:

)]()([1)/(

1)( 12221

2 hIhIhh

hII −−

+≅ Pers. (2.11)

Hal ini menunjukkan (Ralston dan Rabinowitz, 1978) bahwa error dari

pendugaan ini adalah O(h4). Hasilnya, kita telah mengkombinasikan dua

perkiraan aturan trapesium dari O(h2) untuk menghasilkan sebuah penduga yang

baru dari O(h4). Untuk kasus khusus di mana intervalnya dibagi dua (h2 = h1/2),

persamaan ini menjadi

)]()([12

1)( 1222 hIhIhII −−

+≅ Pers. (2.12)

atau, dibentuk menjadi,

)(31)(

34

12 hIhII −≅ Pers. (2.13)

Pers. (2.4) memberikan sebuah cara untuk mengkombinasikan dua aplikasi

dari aturan trapesium dengan error O(h2) untuk menghitung penduga ketiga

dengan error O(h4). Pendekatan ini adalah sebuah subhimpunan dari sebuah

metode yang lebih umum untuk mengkombinasikan integral-integral dari O(h4)

pada basis dari tiga penduga aturan trapesium. Kedua penduga tersebut dapat,

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

15

dalam perubahannya, dikombinasikan untuk menghasilkan sebuah nilai yang

lebih baik dengan O(h6). Untuk kasus khusus di mana penduga trapesium yang

asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan

yang digunakan untuk keakuratan O(h6) adalah

lm III151

1516

−≅ Pers. (2.14)

di mana Im dan Il masing-masing adalah penduga yang lebih (more) dan kurang

(less) akurat. Dengan cara yang sama, dua hasil O(h6) dapat dikombinasikan

untuk menghitung sebuah integral O(h8) menggunakan

lm III631

6364

−≅ Pers. (2.15)

2.3.2. Algoritma Integrasi Romberg

Perhatikan bahwa koefisien dari masing-masing persamaan ekstrapolasi

(Pers. (2.13), Pers. (2.14), dan Pers. (2.15)) bertambah hingga mendekati satu.

Hasilnya, mereka merepresentasikan faktor-faktor pembobot yang, sejalan

dengan meningkatnya akurasi, menempatkan bobot yang secara relatif lebih

besar pada penduga integral superior. Formulasi-formulasi tersebut dapat

diekspresikan dalam bentuk yang umum yang cocok untuk diimplementasikan

pada komputer:

14

41

1,1,11

, −

−≅ −

−−+−

kkjkj

k

kj

III Pers. (2.16)

di mana Ij + 1,k – 1 dan Ij,k – 1, masing-masing adalah integral yang lebih dan kurang

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

16

akurat, dan Ij,k adalah integral yang diperbaiki. Indeks k menandakan tingkat dari

pengintegrasian, di mana k = 1 mengacu kepada penduga aturan trapesium yang

asli, k = 2 mengacu kepada O(h4), k = 3 kepada O(h6), dan seterusnya. Indeks j

digunakan untuk membedakan antara penduga yang lebih akurat (j + 1) dan

penduga yang kurang akurat (j). Sebagai contoh, untuk k = 2 dan j = 1, pers. 2.16)

menjadi

34 1,11,2

2,1

III

−≅ Pers. (2.17)

yang ekivalen dengan pers. (2.13).

Gambar 2.5 Penggambaran secara grafik dari barisan penduga integral f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 – 900x4 + 400x5 dari a = 0 hingga b = 0,8, yang dihasilkan menggunakan

integrasi Romberg. (a) Iterasi pertama. (b) Iterasi kedua. (c) Iterasi ketiga

Bentuk umum yang direpresentasikan oleh pers. (2.16) merupakan hasil

karya Romberg, dan aplikasi sistematik untuk mengevaluasi integralnya dikenal

dengan nama Integrasi Romberg. Gambar 2.5 merupakan penggambaran secara

grafik dari barisan penduga integral yang dihasilkan menggunakan pendekatan

ini. Setiap matriks mengacu kepada sebuah iterasi tunggal. Kolom pertama

mengandung evaluasi terhadap aturan trapesium yang menggambarkan Ij,i, di

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

17

mana j = 1 adalah untuk sebuah aplikasi bersegmen tunggal (lebar langkahnya

adalah b – a), j = 2 adalah untuk sebuah aplikasi dengan segmen dua (lebar

langkahnya adalah (b – a)/2), j = 3 adalah untuk sebuah aplikasi bersegmen

empat (lebar langkahnya adalah (b – a)/4), dan seterusnya. Kolom matriks

lainnya dihasilkan oleh pengaplikasian pers. (2.16) secara sistematis untuk

memperoleh penduga yang lebih baik dari suatu integral secara berturut-turut.

Sebagai contoh, iterasi pertama (Gambar 2.5a) melibatkan perhitungan

penduga aturan trapesium bersegmen satu dan dua (I1,1 dan I2,1). Pers. (2.16)

kemudian digunakan untuk mencari elemen I1,2 = 1.367467, yang merupakan

sebuah error dari O(h4).

Sekarang, kita harus memeriksa untuk menentukan apakah hasil ini

cukup untuk keperluan kita. Sebagaimana dengan metode pendugaan lainnya,

sebuah kriteria pengakhiran (termination) atau penghentian (stopping)

dibutuhkan untuk menentukan keakuratan dari suatu hasil. Salah satu metode

yang dapat digunakan untuk tujuan ini adalah sebagai berikut

%100inisaatperkiraan

sebelumnyaperkiraaninisaatperkiraana

−=ε Pers. (2.18)

atau

%100,1

1,2,1

k

kka I

II −−=ε Pers. (2.19)

di mana aε adalah sebuah penduga dari persen error relatif. Hasilnya,

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

18

sebagaimana telah dilakukan sebelumnya pada proses iterasi lainnya, kita

membandingkan penduga yang baru dengan nilai sebelumnya. Ketika pergantian

antara nilai yang lama dan baru sebagaimana direpresentasikan oleh aε , berada

di bawah kriteria error sε yang telah ditentukan sebelumnya, maka perhitungan

dihentikan. Untuk gambar 2.5a, evaluasi ini menandakan perubahan sebanyak

21,8% terhadap hasil iterasi pertama.

Tugas dari iterasi kedua (Gambar 2.5b) adalah untuk memperoleh penduga

O(h6)—I1,3. Untuk itu, sebuah penduga aturan trapesium tambahan, I3,1 = 1,4848,

ditentukan. Kemudian penduga tersebut dikombinasikan dengan I2,1

menggunakan pers. (2.16) untuk menghasilkan I2.2 = 1,623467. Hasilnya, pada

gilirannya, dikombinasikan dengan I1,2 untuk menghasilkan I1,3 = 1,640533. Pers.

(2.17) dapat diaplikasikan untuk menentukan bahwa hasil tersebut

merepresentasikan sebuah perubahan sebanyak 1.0% ketika dibandingkan

dengan hasil I1,2 sebelumnya.

Iterasi ketiga (Gambar 2.5c) melanjutkan proses tersebut dengan cara yang

sama. Pada kasus ini, sebuah penduga trapesium ditambahkan ke dalam kolom

pertama, dan kemudian pers. (2.16) diaplikasikan untuk menghitung secara

berturut-turut integral yang lebih akurat sepanjang diagonal yang lebih rendah.

Setelah hanya tiga kali iterasi, karena mengevaluasi sebuah polinomial berordo

lima, hasilnya (I1,4 = 1,640533) adalah tepat.

Integrasi Romberg lebih efisien dibandingkan dengan aturan trapesium

dan aturan Simpson (tidak dibahas dalam skripsi ini). Sebagai contoh, untuk

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

19

menentukan integral yang ditunjukkan oleh f(x) = 0,2 + 25x – 200x2 + 675x3 –

900x4 + 400x5 dari a = 0 hingga b = 0,8, aturan Simpson 1/3 membutuhkan

sebuah aplikasi dengan segmen sebanyak 256 untuk menghasilkan sebuah

penduga dari 1,640533. Penaksiran yang lebih baik mustahil dilakukan karena

error yang disebabkan oleh pembulatan angka (di belakang koma). Berlawanan

dengan hal itu, integrasi Romberg mencapai hasil yang tepat (hingga tujuh angka

yang signifikan) dengan menggunakan aturan trapesium bersegmen satu, dua,

empat, dan delapan; yaitu, dengan pengevaluasian fungsi sebanyak 15 kali saja.

Perlu diingat bahwa integrasi Romberg dirancang untuk kasus di mana

fungsi yang akan diintegrasikan sudah diketahui. Hal ini disebabkan karena

pengetahuan fungsi tersebut mengijinkan pengevaluasian yang dibutuhkan untuk

implementasi pertama dari aturan trapesium.

2.4. Kuadratur Gauss dan Gauss-Legendre

Kuadratur Gauss merupakan pendekatan metode numerik yang digunakan untuk

mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh persamaan Newton-Cotes, yaitu di mana

persamaan Newton-Cotes ini (contoh: aturan trapesium) melakukan pendugaan terhadap

suatu integral dengan berdasarkan kepada fungsi bernilai genap. Akibatnya, nilai dasar

yang digunakan dalam persamaan ini sudah ditentukan sebelumnya atau bersifat tetap.

Sebagai contoh, seperti pada gambar 2.6, aturan trapesium didasarkan kepada

pengambilan daerah pendugaan di bawah garis lurus yang menghubungkan nilai fungsi

pada akhir interval integrasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung area ini adalah

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

20

( ) ( ) ( )2

bfafabI

+−≅ Pers. (2.20)

di mana a dan b adalah batas integrasi dan b – a adalah jarak/lebar dari interval integrasi.

Karena aturan trapesium harus melewati titik akhir, maka akan muncul kasus-kasus

seperti gambar 2.6 di mana rumus tersebut menghasilkan error yang tinggi.

Gambar 2.6 (a) Penggambaran secara grafik dari aturan trapesium sebagai daerah di bawah garis lurus yang menghubungkan titik-titik akhir. (b) Sebuah pendugaan integral yang lebih baik yang diperoleh dengan cara mengambil area di bawah garis lurus yang melewati dua titik yang ada di antaranya. Dengan memposisikan titik-titik tersebut dengan bijak, maka error positif dan negatif menjadi berimbang, dan sebuah pendugaan integral yang lebih baik akan dihasilkan.

Sekarang, seandainya halangan titik dasar yang tetap tersebut dihilangkan dan

kita dengan bebas menempatkan titik-titik tersebut dengan bijak, maka kita dapat

menghasilkan sebuah garis lurus yang akan menyimbangkan error positif dan negatif.

Seperti gambar 2.6, kita akan melihat sebuah pendugaan integral yang telah diperbaiki.

Kuadratur Gauss adalah nama untuk sebuah teknik untuk mengimplementasikan

strategi tersebut. Rumus kuadratur Gauss ini disebut rumus Gauss-Legendre. Rumus

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

21

Gauss-Legendre dikembangkan dengan menggunakan teknik yang dapat menurunkan

rumus integrasi numerik seperti aturan trapesium yang menggunakan metode koefisien

tak tertentu.

2.4.1. Metode Koefisien Tak Tertentu

Metode koefisien tak

tertentu memberikan sebuah

pendekatan yang memiliki

perangkat untuk menurunkan teknik

integrasi lainnya seperti kuadratur

Gauss.

Gambar 2.7 Dua integral yang dievaluasi dengan tepat oleh aturan trapesium: (a)

sebuah konstan dan (b) sebuah garis lurus.

Sebagai contoh, pers. (2.20) dinyatakan sebagai

( ) ( )bfcafcI 10 +≅ Pers. (2.21)

di mana c adalah konstan. Ingat bahwa aturan trapesium akan menghasilkan hasil

yang tepat ketika fungsi yang diintegrasikan adalah sebuah konstan atau garis

lurus. Dua persamaan sederhana yang menggambarkan kasus tersebut adalah y =

1 dan y = x. Keduanya diilustrasikan pada gambar 2.7. Karena itu, persamaan

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

22

berikut akan menjadi

( )

( )∫

−=+

2/

2/10 1ab

abdxcc

dan

( )

( )∫

−=

−+

−−

2/

2/10 22ab

abdxx

abc

abc

atau, dengan mengevaluasikan integral,

abcc −=+ 10

dan

022 10 =−

+−

−ab

cab

c

Berikut adalah dua persamaan dengan dua variabel yang tidak diketahui yang

dapat diselesaikan dengan

210

abcc

−==

yang mana, ketika disubstitusikan kembali ke dalam pers. (2.21), sehingga

memberikan

( ) ( )bfab

afab

I22−

+−

=

yang sama dengan aturan trapesium.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

23

2.4.2. Penurunan Rumus Gauss-Legendre Dua Titik

Seperti halnya penurunan aturan trapesium di atas, tujuan kuadratur

Gauss adalah untuk menentukan koefisien dari sebuah persamaan dari bentuk

( ) ( )1100 xfcxfcI +≅ Pers. (2.22)

di mana c adalah koefisien yang tidak diketahui. Walau bagaimanapun,

berlawanan dengan aturan trapesium yang menggunakan titik-titik akhir a dan b

yang tetap, argumen fungsi x0 dan x1 yang tidak tetap pada titik akhir, namun

tidak diketahui (Gambar 2.8). Dengan demikian, kita sekarang memiliki empat

variabel yang tidak diketahui yang harus dievaluasi, dan akibatnya, kita

membutuhkan empat kondisi untuk menentukan variabel yang tidak diketahui

tersebut secara tepat.

Gambar 2.8 Penggambaran secara grafik dari variabel x0 dan x1 untuk pengintegrasian dengan menggunakan kuadratur Gauss

Seperti halnya aturan trapesium, kita dapat memperoleh dua dari kondisi

tersebut dengan mengasumsikan bahwa pers. (2.22) cocok dengan integral dari

sebuah konstan dan sebuah fungsi linier secara tepat. Kemudian, untuk sampai

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

24

pada kedua kondisi lainnya, kita hanya melanjutkan argumen ini dengan

mengasumsikan bahwa kondisi ini juga cocok dengan integral dari sebuah fungsi

parabolik (y = x2) dan fungsi kubik (y = x3). Dengan melakukan hal itu, kita

menentukan keempat variabel yang tidak diketahui dan sebagai pertukarannya

menurunkan sebuah rumus integrasi linier dua titik yang tepat untuk kubik-

kubik. Keempat persamaan yang akan diselesaikan adalah

( ) ( ) 211

11100 ==+ ∫− dxxfcxfc Pers. (2.23)

( ) ( ) 01

11100 ==+ ∫− dxxxfcxfc Pers. (2.24)

( ) ( )321

1

21100 ==+ ∫− dxxxfcxfc Pers. (2.25)

( ) ( ) 01

1

31100 ==+ ∫− dxxxfcxfc Pers. (2.26)

Pers. (2.24) hingga pers. (2.26) dapat diselesaikan secara simultan dengan

110 ==cc Pers. (2.27)

...5773503.03

10 −=−=x Pers. (2.28)

...5773503.03

11 ==x Pers. (2.29)

yang mana bisa disubstitusikan ke dalam pers. (2.22) untuk menghasilkan rumus

Gauss-Legendre dua titik

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

25

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛ −≅

31

31 ffI Pers. (2.30)

Dengan demikian, kita sampai pada hasil yang menarik bahwa

penambahan yang sederhana nilai fungsi pada 3/1=x dan 3/1−

menghasilkan sebuah pendugaan integral yang memiliki keakuratan ordo ketiga.

Ingat bahwa batas integrasi pada pers. (2.23) hingga (2.26) adalah dari -1

hingga 1. Hal ini dilakukan untuk menyederhanakan perhitungan dan untuk

rumus tersebut seumum mungkin. Sebuah penggantian sederhana terhadap

variabel dapat digunakan untuk menerjemahkan batas lainnya dari integrasi ke

dalam bentuk ini. Hal ini dilakukan dengan mengasumsikan bahwa sebuah

variabel baru xd dihubungkan dengan variabel asli x dengan cara yang linier,

sebagaimana dalam

dxaax 10 += Pers (2.31)

Jika batas bawah, x = a, sama dengan xd = -1, nilai ini dapat disubstitusikan ke

dalam pers. (2.31) untuk menghasilkan

( )110 −+= aaa Pers (2.32)

Dengan cara yang sama, batas atas, x = b, sama dengan xd = 1, untuk

memberikan

( )110 aab += Pers (2.33)

Pers. (2.32) dan (2.33) dapat diselesaikan secara simultan menjadi

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

26

20aba +

= Pers (2.34)

dan

21aba −

= Pers (2.35)

yang dapat disubstitusikan ke dalam pers. (2.31) untuk menghasilkan

( ) ( )

2dxababx −++

= Pers. (2.36)

Persamaan ini dapat diturunkan untuk memberikan

ddxabdx2−

= Pers. (2.37)

Pers. (2.36) dan (2.37) dapat disubstitusikan untuk x dan dx, masing-masing, dalam

persamaan yang akan diintegrasikan. Penyubstitusian ini secara efektif

mengubah interval integrasi tanpa mengubah nilai dari integrasi tersebut.

2.4.3. Rumus dengan Jumlah Titik yang Lebih Banyak

Lebih jauh dibandingkan rumus dua titik dideskripsikan dalam subbab

sebelumnya, versi jumlah titik yang lebih banyak dapat dikembangkan dalam

bentuk umum

( ) )(...)( 111100 −−+++≅ nn xfdxfcxfcI Pers. (2.38)

di mana n adalah jumlah dari titik. Nilai untuk c dan x untuk (≤) enam titik

dirangkum dalam tabel 2.1.

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

27

Karena kuadratur Gauss memerlukan evaluasi fungsi pada titik dengan

jarak yang tidak seragam pada interval integrasi, hal ini tidak ditujukan untuk

kasus fungsi yang tidak diketahui. Oleh karena itu, metode ini tidak cocok untuk

permasalahan teknik yang berhubungan dengan data berbentuk tabel.

Bagaimanapun, ketika fungsinya diketahui, keefisienannya dapat menjadi sebuah

keuntungan. Hal ini sangat benar ketika sejumlah besar evaluasi integral harus

dilakukan.

Tabel 2.1 Faktor pembobot c dan argumen fungsi x yang digunakan dalam Gauss-Legendre

2.4.4. Analisis Error untuk Gauss-Legendre

Error dari rumus Gauss-Legendre dispesifikasikan secara umum oleh

(Carnahan et al., 1969)

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

28

( )[ ]( ) ( )[ ]

( ) ( )ξ223

432

!2232!12 +

+

++

+= n

n

t fnn

nE Pers. (2.39)

di mana n adalah jumlah titik dikurangi satu dan f(2n + 2)(ξ) adalah turunan ke (2n

+ 2) dari fungsi setelah perubahan terhadap variabel dengan ξ terletak di suatu

tempat pada interval -1 hingga 1. Perbandingan terhadap pers. (2.38) dengan tabel

2.1 menandakan kelebihan dari kuadratur Gauss dibandingkan dengan rumus

Newton-Cotes, menyediakan turunan dengan ordo yang lebih tinggi yang tidak

meningkat secara nyata dengan meningkatnya n.

2.5. Metode Simulasi Monte Carlo

Metode simulasi Monte Carlo merupakan sebuah kelas dari algoritma komputer

untuk melakukan simulasi terhadap sifat-sifat dari sistem kefisikaan dan

kematematikaan. Metode simulasi Monte Carlo sangat penting dalam perkomputasian

fisika dan bidang terapan yang berhubungan. Metode ini sudah teruji dalam

menyelesaikan persamaan integro-diferensial yang mendefinisikan bidang radiasi, dan

metode ini telah digunakan dalam perhitungan global illumination yang menghasilkan

citra yang terlihat nyata dari model buatan berdimensi tiga, untuk penerapan pada

permainan video, arsitektur, desain, film yang dihasilkan dengan komputer, efek khusus

dalam film, bidang bisnis, ekonomi, dan bidang lainnya. Metode ini terutama sangat

berguna untuk sistem pembelajaran dengan sejumlah besar derajat bebas berpasangan,

seperti cairan, material tidak teratur, dan benda padat yang berpasangan sangat kuat.

Lebih jauh, metode Monte Carlo berguna untuk memodelkan fenomena dengan

ketidakpastian yang signifikan pada input, seperti penghitungan dari resiko pada bisnis.

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

29

Yang menarik, metode Monte Carlo tidak memerlukan bilangan acak yang sejati agar

berjalan dengan baik. Banyak dari teknik-teknik yang sangat berguna menggunakan

barisan bilangan acak palsu (pseudo-random sequences) yang bersifat deterministik

(tanpa keacakan), membuatnya mudah untuk diuji dan melakukan simulasi ulangan.

Satu-satunya kualifikasi yang dibutuhkan untuk membuat simulasi yang baik adalah

agar barisan bilangan pseudo-random itu terlihat “cukup acak” dalam beberapa hal.

Gambar 2.9 Hasil plotting menggunakan R Language terhadap 1000 bilangan pseudo-random

Proses membuat bilangan tersebut tampak acak disebut proses pseudo-random,

sebuah proses yang terlihat acak tetapi tidak. Barisan pseudo-random secara khusus

memperlihatkan keacakan secara statistik yang dihasilkan oleh sebuah proses komputasi

yang seluruhnya bersifat deterministik/tanpa keacakan. Apa arti dari hal ini tergantung

pada penerapannya, namun secara khusus hal tersebut harus melewati sebuah tes

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

30

statistik berseri. Menguji apakah bilangan-bilangan tersebut terdistribusi secara seragam

atau mengikuti distribusi lainnya yang diinginkan ketika jumlah elemen yang cukup

besar dari barisan tersebut dipertimbangkan, merupakan salah satu yang paling

sederhana dan yang paling umum.

Sebuah algoritma Monte Carlo merupakan metode Monte Carlo yang digunakan

untuk mencari solusi dari permasalahan matematik (yang mungkin memiliki banyak

variabel) yang tidak mudah untuk dihitung dengan integral kalkulus atau metode

numerik lainnya. Keefisienannya secara relatif meningkat dibandingkan dengan metode

numerik lainnya bila dimensi dari permasalahan tersebut meningkat. Karena perulangan

dari algoritma dan sejumlah besar perhitungan dilibatkan, Monte Carlo merupakan

sebuah metode yang cocok untuk melakukan perhitungan dengan komputer, dengan

menggunakan banyak teknik dari simulasi komputer.

Bagian ini akan menjelaskan tentang teori probabilitas di balik integrasi Monte

Carlo. Oleh karena itu akan digunakan contoh hypercube C = [0,1)d dengan unit dimensi

d. Integrannya adalah sebuah fungsi f( xr ) yang diasumsikan real dan tidak negatif dan

tentunya dapat diintegrasikan terhadap C. Dengan demikian akan didefinisikan sebagai

berikut:

...,3,2,1)( == ∫ mxdxfIC

dmm

rr Pers (2.40)

sehingga I1 adalah integral yang dibutuhkan. Perlu diingat bahwa Im tidak selalu harus

tertentu (finite) untuk m ≥ 2. Dalam Monte Carlo, diasumsikan bahwa titik-titik integrasi

sebanyak N dipilih secara bebas, dari distribusi peluang seragam terhadap C. Hal itu

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

31

berarti bahwa himpunan titik X = { Nxxx rrr ...,,, 21 } di mana integrasi didasarkan,

diasumsikan menjadi sebuah anggota yang khas dari kelompok himpunan titik-titik

tersebut, sedemikian rupa sehingga distribusi peluang N yang dikombinasikan menunjuk

ke kelompok himpunan titik-titik tersebut bersifat seragam, bebas, dan bersitribusi

identik.

1),...,,,( 21 =NN xxxP Pers. (2.41)

Rata-rata dari kelompok himpunan di atas akan diambil, diasumsikan bahwa

sebuah himpunan titik dari X telah dihasilkan, dan nilai-nilai dari integran f( xr ) sudah

dihitung. Hal ini dilambangkan dengan fj ≡ f( xr j), j = 1, 2 , ... , N. Dari sini kita dapat

menghitung analogi diskrit dari integral Im yang dapat dihitung dalam waktu linier:

∑=

=N

j

mjm fS

1)( Pers. (2.42)

Penduga Monte Carlo dari integral tersebut menjadi

111 SN

E = Pers. (2.43)

Nilai harapan E1 dari himpunan kelompok titik-titik di atas adalah

∫∑ ===dC

d

ii Ixdxff

NE 11 )(1 rr Pers. (2.44)

yang mana merupakan integral yang dibutuhkan. Ini adalah basis dari metode Monte

Carlo. Kegunaannya terlihat jika kita menghitung ragam dari E1

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

32

)(1)( 212

21

21

21 II

NEEE −=−=σ Pers. (2.45)

Karena nilai di atas menurun sejalan dengan N-1, metode Monte Carlo sebenarnya

konvergen untuk N yang besar. Ingat bahwa O(N0), hubungan 21E , dan 2

1E saling

menghilangkan: hal ini merupakan sebuah fenomena biasa dalam pendugaan ragam jenis

ini.1 Ragam 21)(Eσ diduga dengan penduga error ordo pertama

213222

11 SN

SN

E −= Pers. (2.46)

sehingga kita memiliki

( ) ( )21

212

221343

22 4841 IIIIIII

NE −+−−=σ Pers. (2.47)

yang mana penduganya adalah

( )41

212

22

213

24

374 4841 SSNSSNSSNSN

NE −+−−= Pers. (2.48)

yang juga dapat dihitung dalam waktu linier; maka kita memiliki

( ) ( )4224

−+= NOEE σ Pers. (2.49)

Galat dari metode Monte Carlo ini adalah

1 Perlu diketahui bahwa apa yang diduga adalah rata-rata dari squared error, bukan error itu sendiri, dan

penguadratan dan perataan tidak menyebabkan perubahan. Karena itu, inilah alasan mengapa penduga

berordo dua dikatakan relevan.

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

33

( )∑∫=

−=N

ii

Cn xf

Ndxxf

d 1

1)(ε Pers. (2.50)

Jika nilai N besar, maka

( ) ( )2/1

⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−= ∫ ∫ dxdxxfxf

s dc Cnε Pers. (2.51)

2.6. Metode Simulasi Quasi-Monte Carlo

Dalam analisis numerik, sebuah metode quasi-Monte Carlo merupakan metode

untuk perhitungan integral (atau permasalahan lainnya) yang didasarkan pada barisan

bilangan dengan ketidakcocokan/ketidaksesuaian yang rendah (low-discrepancy

sequences). Hal inilah yang membedakan metode quasi-Monte Carlo dengan metode

Monte Carlo yang menggunakan barisan bilangan acak palsu (pseudo-random).

Gambar 2.10 Hasil plotting menggunakan R Language terhadap 1000 bilangan quasi-random menurut barisan Sobol (Sobol sequence)

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

34

Monte Carlo dan quasi-Monte Carlo dinyatakan dengan cara yang sama.

Masalahnya adalah untuk menduga fungsi f sebagai rataan dari fungsi yang dievaluasi

pada sehimpunan titik-titik x1, ... , xN.

∫ ∑=

≈dC

N

i

xfN

duuf1

)(1)( Pers. (2.52)

di mana C adalah kubus dengan dimensi d, Cd = [0,1] x ... x [0,1]. Sehingga masing-

masing xi adalah sebuah vektor dari elemen sebanyak d. Dalam metode Monte Carlo, xi

adalah bilangan-bilangan pseudo-random. Dalam metode quasi-Monte Carlo, himpunan

tersebut adalah akibat dari sebuah barisan low-discrepancy atau disebut dengan bilangan

quasi-random.

Error pendugaan dari metode di atas dibatasi dengan sebuah syarat yang

proporsional terhadap ketidaksesuaian (discrepancy) dari himpunan x1, ... , xN, oleh

pertidaksamaan Koksma-Hlawka.

( ) ( ) ( ) ( )NNHKC

N

iN xDfVdxxfxf

N d

=

•≤→ ∫∑1

1 Pers. (2.53)

di mana ( )NN xD∗ adalah discrepancy dan ( )fVHK adalah variasi (Hardy Krause).

Discrepancy adalah ukuran simpangan dari keseragaman suatu barisan titik-titik dalam

dD ]1,0[= . Discrepancy menyebabkan galat dalam metode quasi-Monte Carlo.

Discrepancy suatu barisan secara khusus yang digunakan untuk metode quasi-Monte

Carlo dibatasi oleh sebuah waktu konstan

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

35

( )NN dlog Pers. (2.54)

Sebagai perbandingan, dengan peluang bernilai satu, discrepancy yang diharapkan dari

barisan acak seragam (seperti yang digunakan dalam metode Monte Carlo) memiliki

ordo konvergensi

N

N2loglog Pers. (2.55)

menurut hukum dari algoritma teriterasi.

Hal ini memperlihatkan bahwa keakuratan dari metode quasi-Monte Carlo

meningkat lebih cepat dibandingkan dengan metode Monte Carlo. Walau bagaimanapun,

menurut Morokoff and Caflisch (1995, p218-230), keuntungan dari quasi-Monte Carlo

masih di bawah harapan dibandingkan dengan teorinya. Namun, masih menurut

penelitian Morokoff and Caflisch, metode quasi-Monte Carlo dapat menghasilkan hasil

yang lebih akurat dibandingkan dengan metode Monte Carlo dengan jumlah titik yang

sama. Morokoff and Caflisch menambahkan bahwa keuntungan dari quasi-Monte Carlo

jauh lebih baik jika integrannya halus (smooth) dan jumlah dimensi d dari integral

adalah kecil.

Untuk memperjelas, katakanlah terdapat sebuah fungsi D(x) dari himpunan titik

yang bertambah dengan ketidakseragamannya. D(x) = 0 terjadi jika himpunan titik

tersebut seragam sempurna dalam semua pernyataan, situasi yang ideal yang tidak

pernah dapat diperoleh untuk himpunan titik apapun. Metode quasi-Monte Carlo

didasarkan pada penggunaan himpunan titik x yang mana D(x) memiliki beberapa nilai s

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

36

(sangat banyak) yang lebih kecil dari s , nilai yang mungkin diharapkan untuk titik

yang bebas, terdistribusi identik, dan seragam yang sebenarnya.

Bagaimana menggunakan himpunan titik quasi-random setelah kita

memperolehnya? Hal yang pasti adalah dengan terlebih dahulu menentukan di kelompok

manakah himpunan quasi-random dari titik x menjadi anggota yang khas. Distribusi

dengan banyak titik dari himpunan titik PN yang demikian tidak lagi merupakan

kesatuan yang sederhana, yang akan berarti kebebasan dari titik-titik tersebut di dalam

himpunan titiknya. Karena itu, kita tulis distribusi dengan banyak titik sebagai

( ) ( )NNNN xxxsFN

xxxsP rrrrrr ,...,,;11,...,,; 2121 −= Pers. (2.56)

di mana kita telah mengantisipasi sebuah faktor 1/N sebelum korelasi dengan banyak

titik FN. FN(s; ...) harus simetris total; selain itu kita harus memiliki

( ) ( ) 1121121 ,,...,,;,...,,; +++∫= kd

kkC

kKk xdxxxxsFxxxsF rrrrrrrr Pers. (2.57)

Untuk memenuhi syarat minimum bahwa integral quasi-Monte Carlo haruslah tidak

bias, kita harus memiliki

( ) 1; 11 =xsP r Pers. (2.58)

sehingga

( )∫ =C

d xdxxsF 0,; 2212rrr Pers. (2.59)

Hal ini membangun sifat-sifat dari kelompok himpunan titik x yang mana

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

37

seharusnya pendugaan yang dilakukan didasarkan. Kita akan mengindikasikan sifat

alamiah quasi-Monte Carlo mengenai penduga dengan menggunakan (q). Berikut adalah

penduga pertama dari integral

( ) ∑=

=N

ij

q fN

E1

11 Pers. (2.60)

Penjumlahan akan berjalan dari 1 hingga N. Berdasarkan rataan (q) terhadap kelompok

quasi-random yang telah didiskusikan di atas, kita kemudian memiliki

( )( )

( ) 111 ;)( JxdxsPxfE d

Cq

q == ∫rrr Pers. (2.61)

sebagaimana sebelumnya: berdasarkan fakta bahwa distribusi satu titik adalah seragam,

pendugaan quasi-Monte Carlo memang tidak bias sebagaimana yang dimiliki oleh

metode Monte Carlo. Perbedaan yang jelas antara kedua metode tersebut tampak pada

pendugaan error ordo satu. Kita definisikan

( ) ( )jiji xxsFxx rrrr ,;1, 2+=α Pers. (2.62)

kemudian kita memiliki

( )( )( ) ( ) ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+−= ∫ 212212

21

11N

OffIN

E qq ασ Pers. (2.63)

di mana

( ) ( ) ( )∫ ∫=C

dd xdxdxxxfxfff 2121211221 , rrrrrr αα Pers. (2.64)

dan lainnya.

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

38

Keuntungan dari metode quasi-Monte Carlo sekarang menjadi jelas: jika kita

dapat memastikan bahwa 12α > 1, yaitu saat 1xr dan 2xr “dekat” pada suatu pengertian,

maka error quasi-Monte Carlo akan lebih kecil dibandingkan metode Monte Carlo.

Sebuah himpunan titik quasi-Monte Carlo yang baik adalah himpunan titik yang mana

setiap titiknya saling menolak untuk beberapa perluasan.

Pendugaan error ordo pertama secara sederhana

( ) ∑∑==

−=N

iijji

N

ii

q ffN

fN

E1

31

222

11 α Pers. (2.65)

Mudah untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya

( )( )

( )( )( ) )( 2212

−+= NOEE qq

q

q σ Pers. (2.66)

ragam dari penduga ( )qE2 dapat dievaluasi menjadi

( )( ) ( ∫∫∫∫ +−−= kliklkiijjiijjiiq ffffffff

NE αααασ 22234

3

22 441

) ( )42 44 −+−+ ∫∫ NOfffffff kljkijlkjiiliklki ααααα Pers. (2.67)

yang mana penduga yang bersesuaian adalah

( )⎜⎜⎝

⎛−−= ∑∑∑

===

N

iijji

N

iijji

N

ii

q ffNffNfNN

E1

222

1

32

1

4374 41 αα

∑∑==

++N

iiliklki

N

ikliklki fffNfffN

1

2

1

2 44 αααα

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

39

⎟⎟⎠

⎞− ∑

=

N

ikljklkji ffff

14 αα Pers. (2.68)

2.6.1. Barisan Sobol (Sobol Sequence)

Barisan Sobol (Sobol sequence) dihasilkan dari sebuah himpunan

bilangan pecahan biner khusus sepanjang w bit, jiv dengan i = 1, 2, ... , w dan j =

1, 2, ... , d. Bilangan jiv disebut direction numbers.

Untuk menghasilkan direction numbers untuk dimensi j, digunakan

sebuah polinom primitif (tidak dapat disederhanakan lagi) terhadap bidang F2

dengan elemen {0, 1}. Polinom primitif tersebut dalam dimensi j akan menjadi

( ) 111

1 ++++= −− xaxaxxp q

qqj K Pers. (2.69)

Direction numbers tersebut dalam dimensi j dihasilkan menggunakan

hubungan q berulang berikut

( )qjqi

jqi

jqiq

ji

ji

ji vvvavavav 2112211 −−+−−−− ⊕⊕⊕⊕⊕= K Pers. (2.70)

di mana i > q. ⊕ menandakan operasi XOR. Bilangan wjv 21 ⋅ , wjv 22 ⋅ , ... , wjqv 2⋅

masing-masing dapat berupa bilangan integer ganjil lebih kecil dari 2, 22, ... , dan

2q. Barisan Sobol jnx ( ∑ =

=w

ii

ibn0

2 , ∈ib {0, 1}) dalam dimensi j dihasilkan oleh

jww

jjjn vbvbvbx ⊕⊕⊕= K2211 Pers. (2.71)

Sebuah polinom primitif yang berbeda harus digunakan untuk

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-1-00351-MTIF-Bab 2.pdf · asli didasarkan kepada pembagian terus-menerus dari lebar langkah, persamaan yang

40

menghasilkan barisan Sobol di masing-masing dimensi.