bab 2 tinjauan pustaka - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/asli/bab2/2008-2-00465-sp bab...

45
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TANAH LUNAK Sebagian besar deposit tanah yang ada di Indonesia merupakan tanah lunak. Tanah jenis ini umumnya dapat ditemui di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Ketebalan tanah lunak pada ketiga wilayah di atas dapat mencapai lebih dari 30 m. Selain ketiga wilayah yang telah disebutkan di atas, tanah lunak juga tersebar di kawasan Indonesia lainnya walaupun dalam jumlah yang relatif lebih sedikit. Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik 1, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah) Tanah lunak merupakan tanah yang berkarakteristik buruk. Hal ini karena tanah lunak memiliki sifat kompresibilitas yang sangat tinggi. Salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat kompresibilitas pada tanah lunak adalah karena tanah jenis ini memiliki angka pori yang tinggi. Selain itu tanah jenis ini juga memiliki kadar air yang tinggi sehingga menyebabkan tanah lunak memiliki daya

Upload: vuphuc

Post on 12-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAH LUNAK

Sebagian besar deposit tanah yang ada di Indonesia merupakan tanah lunak. Tanah

jenis ini umumnya dapat ditemui di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.

Ketebalan tanah lunak pada ketiga wilayah di atas dapat mencapai lebih dari 30 m.

Selain ketiga wilayah yang telah disebutkan di atas, tanah lunak juga tersebar di

kawasan Indonesia lainnya walaupun dalam jumlah yang relatif lebih sedikit.

Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia

(Sumber: Panduan Geoteknik 1, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah)

Tanah lunak merupakan tanah yang berkarakteristik buruk. Hal ini karena tanah

lunak memiliki sifat kompresibilitas yang sangat tinggi. Salah satu faktor yang

menyebabkan tingginya tingkat kompresibilitas pada tanah lunak adalah karena

tanah jenis ini memiliki angka pori yang tinggi. Selain itu tanah jenis ini juga

memiliki kadar air yang tinggi sehingga menyebabkan tanah lunak memiliki daya

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

9

dukung yang sangat rendah dan memiliki masalah penurunan yang besar selama

dan setelah konstruksi dibangun. Untuk menangani permasalahan yang ada pada

tanah lunak, maka sebelum dilakukan pekerjaan konstruksi, terlebih dahulu perlu

dilakukan upaya perbaikan pada tanah jenis ini, diantaranya dengan menggunakan

material geosintetik untuk perkuatan pada dasar timbunan yang berada di atas

tanah lunak.

Tanah lempung jenuh air merupakan salah satu jenis tanah lunak yang umum

ditemui. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, jika tanah lunak (dalam hal ini

tanah lempung jenuh air) menerima beban, maka akan terjadi penurunan yang

relatif besar dalam suatu jangka waktu tertentu. Proses penurunan yang sebenarnya

sangat kompleks tersebut dapat disederhanakan dengan membaginya ke dalam tiga

kelompok, yaitu:

1. Penurunan segera (penurunan elastis)

Penurunan segera (penurunan elastis) terjadi pada saat beban diberikan. Pada

saat ini, beban pertama kali diterima oleh air pori sehingga timbul tegangan air

pori. Pada tanah yang berpermeabilitas rendah, untuk sementara tidak ada air

pori yang terdisipasi dan tanah disebut dalam keadaan undrained. Tanah akan

berdeformasi tanpa mengalami perubahan volume sedemikian sehingga

deformasi vertikal (penurunan) yang dialami oleh tanah diikuti dengan

pengembangan ke arah lateral. Menurut Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli (1956),

besarnya penurunan segera dapat dihitung dengan persamaan:

EqBS 01i ⋅µ⋅µ= ............................................................................................ (2.1)

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

10

Dimana:

Si = Penurunan segera

µ1 = Koefisien (terkait perbandingan antara H dan B)

µ0 = Koefisien (terkait perbandingan antara D dan B)

q = Tegangan pada bidang kontak antara beban dengan tanah dasar

B = Lebar timbunan ekivalen

E = Modulus Young

Besarnya nilai koefisien µ1 dan µ0 dapat ditentukan dengan menggunakan

grafik sebagaimana yang diberikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Koefisien µ0 dan µ1 (Janbu, Bjerrum, dan Kjaernsli; 1956)

(Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

11

2. Penurunan konsolidasi (penurunan primer)

Penurunan konsolidasi terjadi bersama dengan berlalunya waktu, yaitu terjadi

bersama-sama dengan terdisipasinya tegangan air pori. Akibatnya, penurunan

yang terjadi disertai dengan perubahan volume tanah. Tegangan air pori yang

timbul akan dipindahkan ke partikel tanah dalam suatu jangka waktu tertentu

menjadi tegangan efektif tanah. Kecepatan terjadinya konsolidasi bergantung

pada kecepatan keluarnya air pori yang merupakan fungsi dari permeabilitas

tanah dan batas-batas drainase. Besarnya penurunan konsolidasi dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan berikut:

a. Untuk tanah terkonsolidasi normal

'''log

e1CHS

0

0

0

c0c σ

σ∆+σ+

= ...................................................................... (2.2)

b. Untuk tanah terkonsolidasi berlebih

Jika (σ0' + ∆σ') ≤ σ0', maka besarnya penurunan konsolidasi adalah:

'''log

e1CHS

0

0

0

s0c σ

σ∆+σ+

= ...................................................................... (2.3)

Sedangkan jika σ0' < σp' < (σ0' + ∆σ'), besarnya penurunan konsolidasi

adalah sebagai berikut:

'''log

e1CH

''

loge1

CHSp

0

0

c0

0

p

0

s0c σ

σ∆+σ+

σ

+= ......................................... (2.4)

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

12

Dimana:

Sc = Penurunan konsolidasi

H0 = Tebal lapisan tanah

Cc = Indeks kompresi

Cs = Indeks swelling

e0 = Angka pori awal

σ0' = Tegangan efektif awal

σp' = Tegangan prakonsolidasi efektif awal

∆σ' = Perubahan tegangan efektif

3. Penurunan rangkak (penurunan sekunder)

Penurunan sekunder merupakan penurunan jangka panjang yang terjadi setelah

seluruh tegangan air pori terdisipasi dan tegangan efektif tanah telah konstan.

Deformasi ini terjadi akibat efek rangkak yang disebut drained creep. Besarnya

penurunan sekunder dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5).

p

p

p0s t

ttlog

e1CHS

∆+

+= α .............................................................................. (2.5)

Dimana:

Ss = Penurunan rangkak (sekunder)

H0 = Tebal lapisan tanah

Cα = Indeks kompresi penurunan sekunder

ep = Angka pori pada akhir konsolidasi

tp = Waktu ketika konsolidasi selesai

∆t = Selang waktu terjadinya penurunan sekunder

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

13

Gambar 2.3 Hubungan Antara Penurunan dan Waktu

(Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

Dengan demikian, maka penurunan total yang terjadi pada tanah setelah beban

kerja diberikan adalah sebagai berikut:

sci SSSS ++= .................................................................................................... (2.6)

Dimana:

S = Penurunan total

Si = Penurunan segera

Sc = Penurunan konsolidasi

Ss = Penurunan rangkak (sekunder)

Waktu

Penurunan segera

Penurunan sekunder

Penurunan konsolidasi

Penurunan

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

14

Besarnya ketiga macam penurunan ini sangat bergantung kepada tipe tanah, sifat-

sifat kompresibilitas, riwayat tegangan (stress history), besar dan kecepatan

pembebanan, dan berkaitan juga dengan perbandingan luas bidang pembebanan

terhadap ketebalan tanah kompresif tersebut. Tanah inorganik umumnya

mengalami penurunan seketika dan penurunan sekunder yang jauh relatif lebih

kecil dibandingkan dengan penurunan konsolidasi. Karena itu penurunan

konsolidasi disebut juga penurunan primer.

Gambar 2.4 Hubungan Gaya Terhadap Waktu Penurunan Total

(Sumber: Short Course on Geotechnical Engineering by GOUW Tjie Liong)

P

Gaya

Waktu

Air pori

Pegas

P

P

P

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

15

Berlangsungnya konsolidasi yang terjadi pada tanah lunak akibat beban kerja,

seperti timbunan, akan menurunkan tegangan air pori berlebih dan angka pori pada

tanah lunak sehingga kepadatan dan tegangan vertikal efektif tanah lunak akan

naik. Akibatnya, kuat geser tak terdrainase (undrained) tanah lunak dan faktor

keamanan akan naik. Peningkatan kuat geser pada tanah dasar merupakan fungsi

dari derajat konsolidasi, seperti ditunjukkan pada Persamaan 2.7. Oleh karena itu

kecepatan penimbunan harus dikontrol supaya terjadi konsolidasi yang cukup,

sehingga kuat geser yang diinginkan dapat tercapai. Metode ini harus

dipertimbangkan bila tinggi desain timbunan melebihi tinggi kritis yang dapat

dengan aman didukung oleh tanah dasar.

Ua ⋅σ∆⋅=τ∆ ..................................................................................................... (2.7)

Dimana:

∆τ = Perubahan kuat geser

a = Koefisien

∆σ = Perubahan tegangan

U = Derajat konsolidasi

Besarnya perubahan tegangan pada tanah dasar dapat diambil kira-kira sama

dengan beban timbunan. Untuk lempung yang terkonsolidasi normal, faktor a

berkisar antara 0,20 – 0,40. Kenaikan kuat geser penuh hanya akan terjadi tepat di

bawah areal timbunan paling tinggi dan menurun ke arah kaki timbunan. Perkiraan

yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 cukup memadai untuk keperluan analisa

stabilitas.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

16

Gambar 2.5 Kenaikan Kuat Geser Tanah Dasar Akibat Konsolidasi

(Sumber: Panduan Geoteknik 4, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah)

Peningkatan kuat geser pada tanah lunak berlangsung secara perlahan sejalan

dengan proses konsolidasi tanah lunak. Adapun waktu konsolidasi tanah dapat

dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.8).

v

2drv

CHTt = .......................................................................................................... (2.8)

Dimana:

Untuk U < 60 %, 2

v 100U

4T

π

= ........................................................................ (2.9)

Untuk U ≥ 60 %, ( )U100log933,0781,1Tv −−= ............................................. (2.10)

Kuat geser bertambah

Kuat geser tidak bertambah

Kuat geser tidak bertambah

Titik tengah dari lereng samping

Lebar ekivalen

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

17

Keterangan:

t = Waktu konsolidasi

Tv = Faktor waktu

Hdr = Panjang lintasan drainase air

Cv = Koefisien konsolidasi

U = Derajat konsolidasi

Nilai koefisien konsolidasi umumnya dapat diperoleh melalui pengujian di

laboratorium. Apabila pengujian tidak dilakukan, maka koefisien konsolidasi tanah

dapat didekati dengan menggunakan persamaan (Terzaghi; 1996):

vwv m

kCγ

= ....................................................................................................... (2.11)

Dimana:

Cv = Koefisien konsolidasi

k = Koefisien permeabilitas

γw = Berat isi air

mv = Koefisien kompresibilitas

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

18

2.2 GEOSINTETIK

Menurut Etimologi, kata “GEOSINTETIK” terdiri dari dua suku kata, yaitu

“GEO” yang berarti bumi/tanah dan “SINTETIK” yang berarti bahan

sintetik/buatan. Dengan demikian, maka geosintetik dapat didefinisikan sebagai

material yang terbuat dari bahan polimer yang digunakan pada konstruksi-

konstruksi yang berkaitan dengan bidang Geoteknik. Secara umum, geosintetik

dapat diklasifikasikan ke dalam sembilan kelompok, yaitu:

1. Geotextile

2. Geogrid

3. Geonet

4. Geomembrane

5. Geosynthetics clay liners

6. Geopipes

7. Geocomposites

8. Geofoam

9. Geo-others

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

19

Secara umum ada enam fungsi utama geosintetik yang dapat bekerja secara

mandiri ataupun berkolaborasi satu sama lain, yaitu:

1. Sebagai lapis pemisah (separation)

Geosintetik berfungsi untuk memisahkan dua jenis material yang berbeda

dalam karakteristik dan ukurannya, misalnya antara material timbunan dengan

tanah dasar yang lunak. Melalui fungsi separasi ini, diharapkan properti dan

karakteristik material timbunan akan tetap terjaga.

Gambar 2.6 Material Geosintetik Sebagai Lapis Pemisah

Geosintetik

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

20

2. Sebagai lapis perkuatan (reinforcement)

Gambar 2.7 Material Geosintetik Sebagai Lapis Perkuatan

Penggunaan material geosintetik yang mempunyai properti kuat tarik yang baik

dapat menstabilkan suatu konstruksi berbahan tanah. Tanah dikenal

mempunyai kemampuan yang baik terhadap pengaruh gaya tekan namun

lemah terhadap gaya tarik, dan geosintetik akan mengambil alih gaya tarik

yang harus dipikul oleh tanah.

3. Sebagai lapis filtrasi (filtration)

Melalui fungsi ini, air atau cairan dapat dengan mudah melewati material

geosintetik pada arah tegak lurus dengan bidang geosintetik, namun butiran-

butiran tanah akan tertahan. Oleh karena itu geosintetik harus mempunyai

ukuran bukaan pori yang cukup besar (sehingga air dapat lewat dengan mudah)

dan juga cukup kecil (sehingga butiran tanah akan tertahan).

TARIK = LEMAH TEKAN = KUAT

TARIK = KUAT

+

TANAH

GEOSINTETIK

TANAH DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

TARIK = KUAT TEKAN = KUAT

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

21

4. Sebagai lapis drainase (drainage)

Pada fungsi drainase ini, geosintetik digunakan sebagai media untuk

mengalirkan air searah dengan bidang geosintetik. Untuk itu, geosintetik yang

digunakan harus mempunyai koefisien transmissivity (pengaliran searah

bidang) yang cukup besar.

5. Sebagai lapis kedap (impermeable liner)

Geotekstil merupakan material yang porous, namun jika dikombinasikan

dengan cairan bitumen atau semen pada geotekstil nonwoven akan didapatkan

suatu lapisan yang cukup kedap air. Alternatif lain yang lebih umum digunakan

adalah menggunakan material geomembran.

6. Sebagai lapis pelindung (protection)

Umumnya fungsi ini diperlukan untuk melindungi suatu material atau lapisan

dari kerusakan akibat pengaruh benda-benda tajam. Jenis lapisan yang

umumnya perlu dilindungi adalah geomembran yang merupakan material

kedap air.

Stabilitas tanah disebabkan oleh adanya kuat geser tanah yang berasal dari gesekan

antara partikel tanah dan tegangan tekan pada tanah. Gaya penggerak yang

menyebabkan keruntuhan pada tanah harus dapat ditanggulangi oleh gaya

resistansi akibat kuat geser pada tanah di sepanjang bidang keruntuhan. Sebelum

terjadi kegagalan (failure) pada massa tanah, partikel-partikel tanah di sepanjang

bidang kelongsoran akan saling bergeser satu sama lain. Hal ini menyebabkan

terjadinya regangan tarik dan regangan tekan pada massa tanah di sepanjang

bidang kelongsoran yang terjadi.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

22

Pemanfaatan material perkuatan seperti geosintetik harus memperhatikan perilaku

tanah sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya agar material perkuatan yang

digunakan dapat bekerja bersama-sama dengan massa tanah dalam mencegah

kegagalan pada tanah. Karena sifat tanah yang lemah terhadap gaya tarik, maka

material perkuatan harus diletakkan pada arah dimana terjadi regangan tarik

sehingga timbul gaya tarik pada material perkuatan akibat deformasi yang terjadi

pada tanah. Gaya tarik yang timbul pada material perkuatan akan meningkatkan

stabilitas tanah dengan cara mengurangi gaya penyebab keruntuhan pada tanah dan

meningkatkan gaya resistansi pada tanah. Perilaku dari material perkuatan ini

dapat diilustrasikan pada Gambar 2.8.

Pada Gambar 2.8(a), regangan tekan dan regangan tarik akan timbul pada bidang

geser akibat bekerjanya gaya horizontal (Ph) pada massa tanah. Gaya horizontal

yang diberikan tersebut akan ditahan oleh gaya resistansi pada tanah (Pr) akibat

gaya gesek antar partikel tanah. Pada Gambar 2.8(b), deformasi geser yang terjadi

pada tanah menyebabkan timbulnya gaya tarik (Pr) pada material perkuatan.

Akibat gaya tarik yang timbul pada material perkuatan tersebut, maka akan timbul

gaya resistansi tambahan di sepanjang bidang geser. Adapun gaya resistansi

tersebut adalah:

1. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan disepanjang bidang geser

(Prsin θ)

Komponen gaya resistansi ini secara langsung akan mengurangi gaya geser

yang disebabkan oleh gaya horizontal (Ph).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

23

2. Komponen gaya tarik (Pr) pada material perkuatan yang bekerja dalam arah

tegak lurus terhadap bidang geser (Prcos θ)

Komponen gaya ini meningkatkan gaya tekan pada tanah disepanjang bidang

geser. Dengan adanya tambahan gaya tekan, maka gaya geser yang bertindak

sebagai gaya penahan juga akan mengalami peningkatan.

Gambar 2.8 Ilustrasi Perilaku Material Perkuatan pada Pengujian Direct Shear

(a) Regangan Tekan dan Regangan Tarik pada Saat Terjadi

Pergerakan pada Massa Tanah (b) Gaya pada Material Perkuatan

Meningkatkan Gaya Resistansi pada Saat Terjadi Pergerakan Massa

Tanah

(Sumber: Terram Design Guide)

Shearing soil

Shearing resistance: From soil alone: Pvtan φ Reduction in forces causing failure: Prsin θ Increase in forces resisting failure: Prcos θtan φ Total shearing resistance: Presisting = Pvtan φ + Pr(sin φ + cos θtan φ)

Pv

Ph

Soil, φ

Reinforcement

θ

Prcos θ

Prsin θ

Pr

(b)

Shearing soil

Shearing resistance: Presisting = Pvtan φ

Compressive strain

Tensile strain

Pv

Ph

Soil, φ

(a)

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

24

Gambar 2.9 Konsep Perkuatan Tanah dengan Material Geotekstil

Pada perkuatan geotekstil, deformasi yang terjadi pada geotekstil akibat beban

kerja menyebabkan geotekstil tertarik. Akibatnya, timbul reaksi berupa gaya tarik

pada geotekstil. Komponen vertikal dari gaya tarik geotekstil (Vg) ini akan

mengeliminasi sebagian dari beban yang bekerja, sehingga gaya yang harus dipikul

oleh tanah dasar menjadi lebih kecil. Mekanisme kerja perkuatan dengan geotekstil

ini dikenal dengan nama efek kurva (curvature effect). Tanpa analisa dengan

menggunakan metode elemen hingga sangat sulit untuk memperkirakan besarnya

deformasi yang terjadi pada geotekstil.

Geotekstil

P Vg

Hg Hg

Vg

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

25

2.3 TEKNIK PENINGKATAN STABILITAS TANAH DASAR PADA

KONSTRUKSI TIMBUNAN

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas tanah dasar

selama masa konstruksi timbunan berlangsung, yaitu:

1. Membangun timbunan secara bertahap

Pembangunan konstruksi timbunan secara bertahap dilakukan dengan

menimbun tanah dalam jangka waktu tertentu secara bertahap. Metode ini

bertujuan untuk mencegah kegagalan pada tanah dasar dengan cara

mengkonsolidasikan tanah dasar hingga timbunan berikutnya diberikan

sehingga stabilitas tanah dasar dapat ditingkatkan. Akan tetapi untuk tanah

dengan karakteristik drainase yang buruk, metode ini sangat jarang digunakan

secara mandiri karena metode ini memerlukan waktu konstruksi yang lama

sehingga seringkali tidak ekonomis jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi.

Gambar 2.10 Teknik Penimbunan dengan Metode Penimbunan Bertahap

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

26

2. Membangun timbunan dengan menggunakan berm

Penggunaan berm pada timbunan bertujuan untuk mencegah squeeze pada

tanah dasar dan meningkatkan area pembebanan sehingga dapat mengurangi

tegangan yang terjadi pada tanah dasar. Dengan demikian, maka stabilitas

tanah dasar dapat tetap terjaga. Akan tetapi metode ini memerlukan luas lahan

yang besar sehingga metode ini jarang untuk digunakan.

Gambar 2.11 Teknik Penimbunan dengan Menggunakan Berm

3. Membangun timbunan dengan menggunakan perkuatan pada dasar timbunan

Pemakaian sistem perkuatan pada dasar timbunan seperti geotekstil merupakan

metode yang paling ekonomis dan paling banyak digunakan akhir-akhir ini

karena metode ini dapat meminimalkan geometri timbunan (meminimalkan

luas area penimbunan dan memaksimalkan tinggi timbunan) serta mengurangi

masa pelaksanaan konstruksi timbunan.

Gambar 2.12 Teknik Penimbunan dengan Perkuatan Dasar Timbunan

Berm

Timbunan

Perkuatan geosintetik

Timbunan

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

27

2.4 ANALISA KESEIMBANGAN BATAS PADA TIMBUNAN DENGAN

PERKUATAN GEOTEKSTIL

Umumnya timbunan di atas tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar

dan berpeluang mengalami failure akibat kurangnya daya dukung tanah lunak

terhadap beban timbunan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk

memperbaiki kondisi tanah dasar yang ada adalah dengan menggunakan material

geosintetik seperti geotekstil yang digelar di atas tanah lunak sebelum pelaksanaan

konstruksi timbunan. Material geosintetik dalam hal ini berfungsi sebagai

perkuatan tanah (soil reinforcement). Perkuatan dasar timbunan di atas tanah lunak

hanya bekerja sementara hingga daya dukung tanah lunak meningkat sehingga

mampu mendukung beban yang ada di atasnya. Umumnya desain perkuatan tanah

sebagaimana yang digambarkan di atas dilakukan dengan menggunakan metode

limit equilibrium dimana analisa stabilitas baru dapat diterima jika faktor

keamanan yang dihasilkan menunjukkan hasil yang memuaskan (lebih besar dari

1). Analisa dengan menggunakan metode limit equilibrium meninjau tiga modus

stabilitas konstruksi timbunan di atas tanah lunak, yaitu stabilitas internal (internal

stability), stabilitas tanah dasar (foundation stability), dan stabilitas konstruksi

secara keseluruhan (overall stability).

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

28

Gambar 2.13 Model Keruntuhan pada Internal Stability (Hird dan Jewel; 1990)

(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the

Role of Geosynthetics)

Analisa stabilitas internal (internal stability) bertujuan untuk mencegah pergerakan

lateral pada konstruksi timbunan. Gaya lateral yang timbul harus dapat ditahan

oleh kaki timbunan. Oleh karena itu, stabilitas internal (internal stability) suatu

timbunan sangat dipengaruhi oleh kemiringan kaki timbunan itu sendiri.

Gambar 2.14 Keseimbangan Batas pada Stabilitas Internal

(Sumber: Stabilenka Design Guide)

Gaya lateral yang timbul pada analisa stabilitas internal diakibatkan oleh tegangan

lateral aktif akibat tanah timbunan. Secara matematis besarnya gaya lateral yang

timbul pada konstruksi timbunan diberikan oleh Persamaan (2.12).

n

1 Ea

Sliding plane Anchor zone

H

D Soft subsoil

T Finternal

γ c φ

cu γs

L = nH Reinforcing mat

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

29

2aa HK

21E ⋅γ⋅⋅= ............................................................................................ (2.12)

Dimana:

Ea = Tegangan lateral aktif

Ka = Koefisien tegangan lateral aktif

γ = Berat isi

H = Tinggi timbunan

Untuk timbunan tanpa perkuatan (unreinforced embankment) yang berada di atas

tanah lunak jenuh air tak terkonsolidasi, pada interface antara timbunan dan tanah

dasar akan timbul sebuah bidang geser. Bidang geser inilah yang akan

mengimbangi gaya lateral yang ada. Besarnya gaya geser yang timbul pada bagian

interface antara material timbunan dan tanah dasar ini dipengaruhi oleh nilai

kohesi tanah dasar yang dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.13).

HncF uinternal ⋅⋅= ............................................................................................... (2.13)

Dimana:

Finternal = Gaya internal

cu = Kohesi undrained

n = Kemiringan kaki timbunan

H = Tinggi timbunan

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

30

Sedangkan untuk timbunan dengan perkuatan (reinforced embankment), kuat geser

yang timbul pada area interface ditentukan berdasarkan besarnya gesekan antara

material timbunan dan material perkuatan geotekstil yang digunakan. Adapun

besarnya kuat geser yang timbul dapat ditentukan dengan Persamaan (2.14).

φ⋅γ⋅= tanH21nHFinternal .................................................................................... (2.14)

Dimana:

Finternal = Gaya internal

n = Kemiringan kaki timbunan

H = Tinggi timbunan

γ = Berat isi

φ = Sudut geser dalam

Dengan demikian, struktur timbunan dikatakan aman terhadap stabilitas internal

jika:

internala FESF ≤⋅ .................................................................................................. (2.15)

Dimana:

SF = Faktor keamanan

Ea = Tegangan lateral aktif

Finternal = Gaya internal

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

31

Apabila kondisi keseimbangan batas tidak tercapai, maka diperlukan adanya suatu

gaya tambahan untuk menahan gaya lateral yang timbul. Gaya tambahan ini

berasal dari material perkuatan (geotekstil) yang digunakan. Adapun besarnya kuat

tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan

Persamaan (2.16).

internala FESFT −⋅= ............................................................................................ (2.16)

Dimana:

T = Kuat tarik perlu geotekstil

SF = Faktor keamanan

Ea = Tegangan lateral aktif

Finternal = Gaya internal

Gambar 2.15 Model Keruntuhan pada Foundation Stability (Hird dan Jewel;

1990)

(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the

Role of Geosynthetics)

Akibat adanya beban timbunan, maka tanah dasar yang berupa tanah lunak akan

terdorong keluar. Hal inilah yang menjadi perhatian dalam analisa stabilitas tanah

dasar pada metode keseimbangan batas. Pada analisa keseimbangan batas untuk

foundation stability, modus keruntuhan yang terjadi adalah modus keruntuhan

translasi dimana bidang keruntuhan akan terjadi pada bidang WXYZ sebagaimana

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

32

yang ditunjukkan oleh Gambar 2.16. Pada bidang ini akan bekerja tekanan tanah

aktif (Ea) dan tekanan tanah pasif (Ep) yang besarnya dapat dihitung dengan

menggunakan Teori Rankine ataupun Teori Coulomb. Adapun asumsi yang

digunakan dalam analisa keseimbangan batas untuk foundation stability adalah

pada bidang WX dan YZ tidak bekerja gaya geser. Dengan demikian, secara

matematis besarnya kuat tarik material geotekstil yang diperlukan dapat dihitung

dengan menggunakan Persamaan (2.17).

Gambar 2.16 Keseimbangan Batas pada Stabilitas Pondasi

(Sumber: Stabilenka Design Guide)

( )SFGEET pa −−= ......................................................................................... (2.17)

Dimana:

DHDc2D21E u

2sa ⋅⋅γ+⋅⋅−⋅γ⋅= .................................................................. (2.18)

Dc2D21E u

2sp ⋅⋅+⋅γ⋅= ................................................................................ (2.19)

HncG u ⋅⋅= ..................................................................................................... (2.20)

L = nH

H

D

Soft subsoil

n

1

γ c φ

cu γs

T

Ea Ep G

Reinforcing mat

W

X

Z

Y

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

33

Keterangan:

T = Kuat tarik perlu geotekstil

Ea = Tegangan lateral aktif

Ep = Tegangan lateral pasif

G = Gaya geser

SF = Faktor keamanan

γs, γ = Berat isi

cu = Kohesi undrained

H = Tinggi timbunan

D = Tebal lapisan tanah dasar dimana terjadi keruntuhan

Gambar 2.17 Model Keruntuhan pada Overall Stability (Hird dan Jewel; 1990)

(Sumber: Proceeding of Seminar Road Construction in Indonesia with Special Reference to the

Role of Geosynthetics)

Analisa stabilitas keseluruhan (overall stability) pada metode keseimbangan batas

memfokuskan perhatian pada mekanisme keruntuhan struktur timbunan secara

keseluruhan, yaitu stabilitas tanah timbunan dan tanah dasar. Untuk kondisi

dimana tanah dasar terdiri dari tanah yang relatif homogen dengan kuat geser yang

rendah, model keruntuhan umumnya diasumsikan sebagai keruntuhan rotasi dan

dianalisa dengan menggunakan Bishop Simplified Method. Dengan demikian,

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

34

maka faktor keamanan pada analisa stabilitas keseluruhan suatu struktur timbunan

didefinisikan sebagai perbandingan antara momen penahan yang tersedia dengan

momen pendorong yang ada. Perhitungan dilakukan secara iterasi untuk sejumlah

mekanisme keruntuhan rotasi hingga diperoleh faktor keamanan terkecil. Oleh

karena itu perhitungan analisa stabilitas keseluruhan pada metode keseimbangan

batas umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer.

Faktor keamanan untuk timbunan tanpa perkuatan dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan:

( )

α

φα

φ−+

=sinW

SFtantan1cos

tanubWcb

SF ......................................................................... (2.21)

Dimana:

SF = Faktor keamanan

c = Kohesi

b = Lebar slice

W = Berat slice

u = Tegangan air pori

φ = Sudut geser dalam

α = Kemiringan slice pada bidang keruntuhan

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

35

Apabila faktor keamanan struktur timbunan tanpa perkuatan tidak mencukupi,

maka faktor keamanan struktur timbunan dapat ditingkatkan dengan menggunakan

perkuatan geotekstil pada dasar timbunan. Gaya yang timbul pada material

geotekstil akan meningkatkan momen penahan pada struktur timbunan sehingga

akan meningkatkan faktor keamanan timbunan secara keseluruhan. Besarnya

momen penahan tambahan yang terjadi pada struktur timbunan akibat adanya

perkuatan geotekstil pada dasar timbunan adalah:

yTMr ×= ........................................................................................................ (2.22)

Dimana:

Mr = Momen penahan tambahan akibat material geotekstil

T = Kuat tarik perlu geotekstil

y = Ordinat pusat kelongsoran

Sehingga besarnya kuat tarik geotekstil yang diperlukan sebagai perkuatan dasar

timbunan adalah:

( )

ySF

tantan1cos

tanubWcbsinWSF

T

∑∑

φα

φ−+−α

= .................................................. (2.23)

Dimana:

T = Kuat tarik perlu geotekstil

SF = Faktor keamanan

c = Kohesi

W = Berat slice

b = Lebar slice

u = Tegangan air pori

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

36

φ = Sudut geser dalam

α = Kemiringan slice pada bidang keruntuhan

y = Jarak antara resultan gaya tarik pada material geotekstil dengan pusat

kelongsoran

Walaupun perkuatan geotekstil pada dasar timbunan dapat memberikan gaya

penahan tambahan dalam arah horizontal sehingga faktor keamanan timbunan

meningkat, beban vertikal yang bekerja pada tanah dasar akibat timbunan tetap

dipikul oleh tanah dasar. Apabila daya dukung tanah dasar tidak mencukupi, maka

akan terjadi deformasi yang besar pada struktur timbunan. Besarnya daya dukung

timbunan di atas tanah lunak dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan

(2.24).

cuult NcQ = ....................................................................................................... (2.24)

Dimana:

Qult = Daya dukung batas

cu = Kohesi undrained

Nc = Faktor kapasitas daya dukung

Adapun nilai Nc diperoleh dari grafik yang dipublikasikan oleh Pilot (1976) seperti

pada Gambar 2.18.

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

37

Gambar 2.18 Faktor Kapasitas Daya Dukung (Pilot; 1976)

(Sumber: Stabilenka Design Guide)

2.5 METODE ELEMEN HINGGA

Metode elemen hingga (finite element method) merupakan metode perhitungan

yang didasarkan pada konsep diskretisasi, yaitu membagi sebuah elemen kontinu

menjadi elemen-elemen kecil, sehingga suatu sistem yang mempunyai derajat

kebebasan tidak terhingga dapat didekati dengan menggunakan sejumlah elemen

yang mempunyai derajat kebebasan tertentu. Dengan demikian, metode elemen

hingga merupakan suatu metode penyelesaian yang bersifat pendekatan

(hampiran). Dengan membagi sebuah elemen kontinu menjadi elemen yang

sekecil-kecilnya, maka penyelesaian yang diperoleh akan semakin akurat selama

elemen-elemen kecil tersebut dapat bekerja secara simultan. Metode elemen

hingga dapat digunakan untuk mencari distribusi beban yang bekerja pada suatu

elemen, seperti deformasi dan tegangan.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

38

2.6 PLAXIS

PLAXIS adalah sebuah paket program yang disusun berdasarkan metode elemen

hingga yang telah dikembangkan secara khusus untuk melakukan analisa

deformasi dan stabilitas dalam bidang Geoteknik. Prosedur pembuatan model

secara grafis yang mudah memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga

yang rumit dapat dilakukan dengan cepat, sedangkan berbagai fasilitas yang

tersedia dapat digunakan untuk menampilkan hasil komputasi secara mendetail.

Proses perhitungannya sendiri sepenuhnya berjalan secara otomatis dan didasarkan

pada prosedur numerik.

Pengembangan PLAXIS dimulai pada tahun 1987 di Universitas Teknik Delft

(Technical University of Delft) atas inisiatif Departemen Tenaga Kerja dan

Pengelolaan Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and

Water Management). Tujuan awal dari pembuatan Program PLAXIS adalah untuk

menciptakan sebuah program komputer berdasarkan metode elemen hingga dua

dimensi yang mudah digunakan untuk menganalisa tanggul-tanggul yang dibangun

di atas tanah lunak di dataran rendah Holland. Pada tahun-tahun berikutnya,

PLAXIS dikembangkan lebih lanjut hingga mencakup hampir seluruh aspek

perencanaan Geoteknik lainnya.

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

39

Pada PLAXIS, struktur Geoteknik pada kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan

dalam regangan bidang maupun secara axi-simetri. Model regangan bidang

digunakan untuk model geometri dengan penampang melintang yang kurang lebih

seragam, dengan kondisi tegangan dan kondisi pembebanan yang cukup panjang

dalam arah tegak lurus terhadap penampang tersebut. Perpindahan dan regangan

dalam arah tegak lurus terhadap penampang diasumsikan tidak terjadi atau bernilai

nol. Walaupun demikian, tegangan normal pada arah tegak lurus terhadap

penampang diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa. Model axi-simetri

digunakan untuk struktur berbentuk lingkaran dengan penampang melintang radial

yang kurang lebih seragam dan kondisi pembebanan mengelilingi sumbu aksial,

dimana deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan sama pada setiap arah radial.

Dalam model axi-simetri koordinat x menyatakan radius dan koordinat y

merupakan sumbu simetris dalam arah aksial. Koordinat x negatif tidak digunakan.

Penggunaan regangan bidang maupun axi-simetri akan menghasilkan model

elemen hingga dua dimensi dengan dua buah derajat kebebasan translasi pada

setiap titik nodalnya (arah x dan y).

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

40

Gambar 2.19 Contoh Permasalahan Regangan Bidang dan Axi-simetri

(Sumber: Manual PLAXIS)

Elemen tanah dalam Program PLAXIS dimodelkan sebagai elemen segitiga.

PLAXIS membagi elemen segitiga ke dalam dua jenis, yaitu elemen segitiga

dengan 6 titik nodal dan elemen segitiga dengan 15 titik nodal. Elemen segitiga

dengan 15 titik nodal menggunakan interpolasi ordo empat untuk menghitung

perpindahan dan integrasi numerik melibatkan 12 titik Gauss (titik tegangan).

Untuk elemen segitiga dengan 6 titik nodal, ordo interpolasi adalah dua dan

integrasi numerik melibatkan tiga buah titik Gauss. Dengan demikian, maka

analisa elemen hingga dengan menggunakan segitiga dengan 15 titik nodal akan

menghasilkan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan analisa dengan

y

x

x

y

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

41

menggunakan 6 titik nodal. Akan tetapi proses perhitungan akan lebih lambat jika

analisa dilakukan dengan menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal.

Gambar 2.20 Posisi Titik Nodal dan Titik Tegangan pada Elemen Tanah

(Sumber: Manual PLAXIS)

Dalam model analisa regangan bidang, gaya yang dihasilkan akibat adanya

perpindahan yang diberikan dinyatakan dalam gaya per satu satuan lebar dalam

arah tegak lurus terhadap penampang. Dalam model analisa axi-simetri, gaya-gaya

yang dihasilkan adalah gaya-gaya yang bekerja pada bidang batas yang

membentuk busur lingkaran sebesar 1 radian yang saling berhadapan. Untuk

memperoleh besarnya gaya yang bekerja pada model, maka gaya-gaya tersebut

harus dikalikan dengan faktor sebesar 2π. Seluruh keluaran lainnya pada model

axi-simetri diberikan per satu satuan panjang dan bukan per radian.

×

× ×

×

×

× × ×

×

× ×

×

×

×

×

● ●

● ● ●

● ● ●

● ● ●

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

42

PLAXIS selalu menghasilkan model elemen hingga dua dimensi dengan

berdasarkan pada suatu model geometri. Model geometri dibuat dalam bidang xy

yang berada dalam sistem koordinat global dimana arah z positif adalah arah yang

tegak lurus keluar dari bidang gambar.

Walaupun PLAXIS merupakan program dua dimensi, namun tegangan-tegangan

tetap diperhitungkan berdasarkan sistem koordinat Cartesius tiga dimensi. Dalam

suatu analisa regangan bidang, σzz adalah tegangan yang bekerja tegak lurus keluar

dari bidang gambar. Dalam analisa axi-simetri, x menyatakan koordinat radial, y

menyatakan koordinat aksial dan z menyatakan arah tangensial. Dalam kasus ini,

σxx menyatakan tegangan radial dan σzz menyatakan tegangan melingkar (hoop

stress).

Gambar 2.21 Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda Positif untuk Tegangan

(Sumber: Manual PLAXIS)

σyy

σyx

σyz

σzy

σzx

σzz

σxy

σxx σxz

y

x

z

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

43

Dalam seluruh data keluaran, gaya dan tegangan tekan, termasuk tegangan air pori

ditetapkan bernilai negatif, dan sebaliknya gaya dan tegangan tarik akan bernilai

positif. Gambar 2.21 menunjukkan arah-arah tegangan yang bernilai positif.

Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai rasio antara beban runtuh

dengan beban kerja. Namun demikian, untuk struktur tanah definisi di atas tidak

selalu dapat diaplikasikan. Sebagai contoh, pada struktur timbunan sebagian besar

beban yang bekerja diakibatkan oleh berat sendiri tanah dan peningkatan berat

tanah umumnya tidak mengakibatkan keruntuhan. Dengan demikian, definisi yang

lebih tepat untuk faktor keamanan adalah:

all

ultSFττ

= ........................................................................................................... (2.25)

Dimana:

SF = Faktor keamanan

τult = Kuat geser batas

τall = Kuat geser ijin

Rasio dari kekuatan tanah yang tersedia terhadap kekuatan minimum yang dihitung

untuk mencapai keseimbangan adalah faktor keamanan yang secara konvensional

digunakan dalam Mekanika Tanah. Dengan menerapkan kondisi standar dari

Coulomb, faktor keamanan dapat diperoleh dengan persamaan:

allnall

ultnult

tanctancSF

φσ+φσ+

= ........................................................................................ (2.26)

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

44

Dimana:

SF = Faktor keamanan

σn = Tegangan normal

call = Kohesi yang diijinkan

cult = Kohesi yang tersedia

φall = Sudut geser dalam yang diijinkan

φult = Sudut geser dalam yang tersedia

Prinsip di atas adalah dasar dari metode phi/c reduction yang digunakan dalam

PLAXIS untuk menghitung faktor keamanan global. Dengan pendekatan ini,

parameter tanah c dan tan φ direduksi dengan proporsi yang sama. Reduksi

parameter kekuatan diatur oleh faktor pengali total ΣMsf. Parameter ini akan

ditingkatkan secara bertahap hingga keruntuhan terjadi. Faktor keamanan

kemudian didefinisikan sebagai nilai ΣMsf saat keruntuhan terjadi, hanya jika saat

keruntuhan terjadi suatu nilai yang kurang lebih konstan telah diperoleh untuk

beberapa langkah pembebanan secara berturut-turut. Adapun penentuan faktor

keamanan dalam PLAXIS secara matematis dapat dinyatakan dengan:

r

ult

r

ult

tantan

ccMsf

φφ

==∑ .................................................................................... (2.27)

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

45

Dimana:

ΣMsf = Faktor keamanan pada PLAXIS

cult = Kohesi yang tersedia

φult = Sudut geser dalam yang tersedia

cr = Kohesi tereduksi

φr = Sudut geser dalam tereduksi

2.7 MATERIAL GEOSINTETIK DALAM PROGRAM PLAXIS

Dalam Program PLAXIS, material geosintetik yang berbentuk lembaran dan

fleksibel seperti geotekstil dan geogrid dimodelkan sebagai elemen geogrid.

Kekakuan aksial (EA) merupakan data input yang tersedia dalam Program

PLAXIS untuk mendefinisikan properti dari geotekstil atau geogrid yang akan

digunakan. Kekakuan aksial yang dimasukkan sebagai data input di dalam

Program PLAXIS dinyatakan dalam satuan gaya per satu satuan lebar. Kekakuan

aksial material geotekstil atau geogrid umumnya diketahui karena telah diberikan

oleh pihak manufaktur geosintetik. Jika kekakuan aksial tidak diketahui, maka

besarnya kekakuan aksial dapat ditentukan melalui grafik yang menggambarkan

korelasi antara perpanjangan yang dialami oleh material geotekstil atau geogrid

terhadap gaya yang diberikan dalam arah longitudinal. Kekakuan aksial merupakan

rasio antara gaya per satu satuan lebar dengan regangan aksial. Secara matematis

kekakuan aksial dinyatakan dalam Persamaan (2.28).

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

46

ε=

FEA ............................................................................................................. (2.28)

Dimana:

ll∆

=ε ............................................................................................................... (2.29)

Keterangan:

EA = Kekakuan aksial material geotekstil/geogrid

F = Kuat tarik material geotekstil/geogrid

ε = Regangan aksial material geotekstil/geogrid

∆l = Pertambahan panjang material geosintetik/geogrid akibat F

l = Panjang awal material geosintetik/geogrid

Elemen geogrid merupakan elemen garis dengan dua buah derajat kebebasan

translasi pada setiap titik nodalnya (ux, uy). Jika elemen tanah dimodelkan dengan

menggunakan elemen segitiga dengan 15 titik nodal, maka setiap elemen geogrid

didefinisikan dengan lima buah titik nodal, sedangkan elemen geogrid dengan tiga

titik nodal digunakan untuk elemen tanah dengan 6 titik nodal. Gaya aksial

dihitung pada setiap titik tegangan Newton-Cotes dan titik-titik tegangan ini

mempunyai lokasi yang sama dengan titik nodal. Posisi titik nodal dan titik-titik

tegangan dalam elemen geogrid ditunjukkan pada Gambar 2.22.

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

47

Gambar 2.22 Posisi Titik Nodal dan Titik Tegangan dalam Elemen Geogrid

dengan 3 dan 5 Buah Titik Nodal

(Sumber: Manual PLAXIS)

2.8 KORELASI EMPIRIS ANTAR PARAMETER UNTUK TANAH LEMPUNG

Untuk memperoleh parameter tanah yang diperlukan dalam desain struktur tanah,

ada tiga cara yang dapat ditempuh, yaitu melakukan pengujian langsung di

lapangan, melakukan pengujian laboratorium, ataupun dengan menggunakan

korelasi empiris antar parameter yang telah dipublikasikan oleh para ahli.

Umumnya parameter tanah diperoleh dari hasil pengujian laboratorium ataupun

dari hasil pengujian langsung di lapangan. Pemakaian korelasi empiris antar

parameter umumnya hanya digunakan apabila data tanah hasil pengujian di

laboratorium ataupun pengujian langsung di lapangan tidak tersedia ataupun untuk

melakukan verifikasi terhadap hasil pengujian yang telah dilakukan. Berikut ini

adalah beberapa korelasi empiris untuk tanah lempung yang diberikan oleh para

ahli:

× ● × ● × ●

× ● × ● × ● × ● × ●

● Titik nodal

× Titik tegangan

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

48

1. Hubungan antara konsistensi tanah dengan kohesi tanah undrained (cu)

Hamilton (1987) memberikan interval nilai kohesi tanah dalam kondisi

undrained berdasarkan konsistensi tanah. Adapun hubungan tersebut disajikan

pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23 Interval Nilai Kohesi Tanah dalam Kondisi Undrained

Berdasarkan Konsistensi Tanah (Hamilton; 1987)

(Sumber: Stabilenka Design Guide)

2. Korelasi antara modulus Young (Eu) dengan kohesi (cu) tanah

Ducan dan Buchignani (1976) memberikan hubungan antara modulus Young

dengan kohesi tanah pada kondisi undrained sebagai fungsi dari indeks

plastisitas tanah dan overconsolidation ratio. Adapun hubungan tersebut dapat

dilihat pada Gambar 2.24.

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

49

Gambar 2.24 Korelasi Antara Kohesi Tanah dan Modulus Young Tanah

dalam Kondisi Undrained Berdasarkan Nilai OCR dan Indeks

Plastisitas (Ducan dan Buchignani; 1976)

(Sumber: PLAXIS Standard Course)

Korelasi antara modulus elastisitas dengan kohesi tanah dalam kondisi

undrained juga diberikan oleh Termaat, Vermeer, dan Vergeer (1985). Secara

grafis, korelasi kedua parameter tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.25.

Adapun persamaan garis yang ada pada Gambar 2.25 diberikan oleh

Persamaan (2.31)

%Ic15000E

p

u50u = ............................................................................................ (2.30)

Dimana:

Eu50 = Modulus Young undrained

cu = Kohesi undrained

Ip = Indeks plastisitas

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

50

Gambar 2.25 Korelasi Antara Kohesi Tanah dan Modulus Young Tanah

dalam Kondisi Undrained Berdasarkan Nilai Indeks Plastisitas

(Termaat, Vermeer, dan Vergeer; 1985)

(Sumber: PLAXIS Standard Course)

3. Korelasi antara Poisson rasio (υ) dengan indeks plastisitas (IP) tanah

Untuk tanah yang terkonsolidasi normal, Wroth (1975) menyatakan bahwa

Poisson rasio tanah merupakan fungsi dari indeks plastisitas tanah. Adapun

hubungan antara kedua parameter tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar

2.26.

Gambar 2.26 Hubungan Antara Indeks Plastisitas dengan Poisson Rasio

(Wroth; 1975)

(Sumber: PLAXIS Standard Course)

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

51

4. Nilai kisaran parameter pada tanah lunak

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah dalam Pedoman Kimpraswil

No: Pt T-10-2002-B memberikan kisaran nilai parameter pada tanah lunak.

Adapun kisaran nilai yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Nilai Kisaran Parameter pada Tanah Lunak (Departemen

Pemukiman dan Prasarana Wilayah; 2002)

Parameter Tanah Lempung Lempung

Organik Gambut Berserat

Kadar air, ω % 20 – 150 100 – 500 100 – 4000 Berat isi total, ãb kN/m3 14 – 17 12 – 15 10 – 12 Kadar organik % < 25 25 – 75 > 75 Kohesi tak terdrainase, cu kPa 5 – 50 5 – 50 10 – 50 Batas cair, LL % 60 – 120 – – Indeks plastis, PI % 40 – 80 – – c' kPa 0 0 0 φ' 21 – 27 25 – 35 30 – 40 Cc – – 1 – 20 Cc/(1 + C0) 0,1 – 0,3 0,3 – 1,0 – Cv m2/th 1 – 10 5 – 50 10 – 100 Cá cm/dt (0,03 – 0,05)Cc (0,04 – 0,06)Cc 1 – 4

5. Hubungan antara perilaku drainase dengan koefisien permeabilitas (k) tanah

Menurut Casagrande dan Fedum (1940), hubungan antara koefisien

permeabilitas dan karakteristik pengaliran tanah diberikan pada Gambar 2.27.

Gambar 2.27 juga memberikan metode pengujian yang tepat dalam

menentukan koefisien permeabilitas tanah.

Page 45: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2008-2-00465-SP Bab 2.pdf · Gambar 2.1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia (Sumber: Panduan Geoteknik

52

Gambar 2.27 Interval Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah Berdasarkan Jenis

Tanah (Casagrande dan Fadum; 1940)

(Sumber: Soils and Foundations, Prentice Hall)

Drainage

Soil type

Good Poor Practically impervious

Clean gravel

Clean sands, clean sand and gravel mixtures

Very fine sands, organic and inorganic silts, mixtures of sand silt and clay, glacial till, stratified clay deposits, etc.

“Impervious” soils modified by effects of vegetation and weathering

“Impervious” soils (e.g., homogeneous clays below zone of weathering)

Direct determi-nation of k

Direct testing of soil in its original position – pumping test; reliable if properly conducted; considerable experience required

Falling-head permeameter; reliable; little experience required

Indirect determi-nation of k

Constant-head permeameter; little experience required

Falling-head permeame-ter unreliable; much experience required

Falling-head permeameter; fairly reliable; considerable experience necessary

Computation from grain-size distribution; applicable only to clean cohesionless sands and gravels

Computation based on results of consolidation tests; reliable; considerable experience required

102 101 100 10– 1 10– 2 10– 3 10– 4 10– 5 10– 6 10– 7 10– 8 10– 9

Coefficient of Permeability k (cm/s) (log scale)