(369414123) chapter i.docx

45
Universitas Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulan- kumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari hukum ialah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera didalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. 1 Oleh karena itu, setiap kesalahan yang diperbuat oleh seseorang, tentunya harus ada sanksi yang layak untuk diterima si pembuat kesalahan, agar terjadi keseimbangan dan keserasian didalam kehidupan sosial. Untuk mengatur kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang mengikat setiap anggota masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum agar masyarakat dapat hidup damai, tenteram dan

Upload: laila-mayangsari

Post on 07-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

yaya

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangHukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulan- kumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari hukum ialah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera didalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.1

Oleh karena itu, setiap kesalahan yang diperbuat oleh seseorang, tentunya harus ada sanksi yang layak untuk diterima si pembuat kesalahan, agar terjadi keseimbangan dan keserasian didalam kehidupan sosial.Untuk mengatur kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang mengikat setiap anggota masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum agar masyarakat dapat hidup damai, tenteram danaman.

Demikian pula bagi pasien, sebagai anggota masyarakat tentunya juga memerlukan kaidah-kaidah yang dapat menjaganya dari perbuatan tenagakesehatan yang melanggar aturan ketertiban tenaga kesehatan itu sendiri.

1 Soeparto, Pitono,dkk, Etik Dan Hukum Dibidang Kesehatan, Surabaya: AirlanggaUniversity, 2008, hal 129

Universitas Sumatera Utara

Disinilah hukum diperlukan untuk mengatur agar tenaga kesehatan menaati peraturan yang telah ditentukan oleh profesinya. Tanpa sanksi yang jelas terhadap pelanggaran yang dilakukannya, sebagai manusia biasa tentunya tenaga kesehatan pun dapat bersikap ceroboh. Oleh karena itu, bila memang seorang tenaga kesehatan terbukti melakukan malpraktek yang berakibat fatal terhadap pasien, tentunya perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat diberlakukan kepadaprofesi ini.2Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.3

Malpraktek atau malpraktek medik adalah istilah yang sering digunakan orang untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang berprofesididalam dunia kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan.

Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.4

2 Isfandyarie,Anny, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005, hal 46-473 Ibid, hal 484 Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Kedokteran EGC, 1999, hal 87

Sedangkan menurut Veronica, malpraktek medik adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan profesinya.5Banyak persoalan malpraktek, atas kesadaran hukum pasien diangkatmenjadi masalah pidana. Menurut Maryanti, hal tersebut memberi kesan adanya kesadaran hukum masyarakat terhadap hak-hak kesehatannya.6

Bidan sebagai salah satu profesi yang termasuk dalam tenaga kesehatan seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentangTenaga Kesehatan, tentu tidak lepas dari permasalahan ini.

Profesi bidan, seperti juga profesi-profesi lain yang merupakan tenaga kesehatan adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Peranan bidan dalam masyarakat cukup besar, terutama bagi ibu atau wanita hamil untuk dapat memberikan bimbingan, nasehat dan bantuan baik selama masa kehamilan, melahirkan hingga pasca melahirkan. Bidan juga dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum atau dengan kata lain tidak terbatas pada ibu atau wanita hamil saja, apabila tidak terdapat dokter atau tenaga kesehatan lain yang berwenang untuk melakukan pengobatan pada wilayah tersebut. Seperti yang tercantum dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, yang berbunyi: Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagiibu dan anak sesuai dengan kemampuannya.

5 Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 226 Ibid, hal 9

Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu saja mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di bidang kesehatan, bidan tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu atau wanita hamil yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu saja mengharapkan agar bidan tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk terjadi yang dapat membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya.Namun seringkali terjadi dalam prakteknya, perawatan atau tindakan yang dilakukan oleh bidan terhadap pasiennya justru menimbulkan akibat atau dampak yang negatif bahkan membahayakan kesehatan sang pasien. Misalnya perawatan atau tindakan yang dilakukan oleh bidan untuk membantu seorang ibu atau wanita yang hamil justru mengakibatkan sang ibu atau sang bayi menjadi cacat. Pasien yang mengalami hal ini, tentu saja merasa dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh bidan tersebut. Hal inilah yang seringkali dijadikan dasar untuk menuntut bidan dengan alasan malpraktek.Salah satu contoh kasus malpraktek yang dilakukan oleh bidan adalah kasus Kuret Ngatemi. Dalam kasus Kuret Ngatemi ini, usus Ngatemi sebagai korban putus sepanjang 10 cm dan kandungannya menjadi rusak, sehingga mengakibatkan saluran pembuangan Ngatemi terpaksa dipindahkan ke bagian perutnya. Abdul Mutalib sebagai suami karena merasa dirugikan, ia menggugat secara perdata terhadap dokter dan bidan dari Rumah Sakit Bersalin Kartini

yang menangani operasi pembersihan kandungan (kuret) istrinya kepada

Pengadilan Negeri Belawan.7

Namun sayangnya, pada kasus Kuret Ngatemi tersebut tidak dilakukan penuntutan secara pidana, akan tetapi hanya dilakukan gugatan secara perdata. Padahal dalam kasus Kuret Ngatemi ini seharusnya dilakukan penuntutan secara pidana, karena akibat dari perbuatan dokter dan bidan yang menangani operasi pembersihan kandungan (kuret) Ngatemi ini mengakibatkan Ngatemi sebagai korban menjadi cacat.Seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat yang semakin menyadari haknya, maka tuntutan malpraktek ini semakin sering kita jumpai.

B. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dibahas penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Apa saja faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinyatindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan?

2. Bagaimana penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan menurut hukum pidana?

7 Mariyanti, Ninik, , Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana Dan Perdata, Jakarta: Bina Aksara 1988,hal 75-76

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:1. Untuk dapat mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan mengenai malpraktek yang dilakukan oleh bidan.2. Untuk dapat mengetahui dan memahami apa faktor-faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan, upaya-upaya pencegahannya serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan3. Untuk dapat mengetahui dan memahami kriteria penentuan terjadinya tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidanMelalui penulisan ini, manfaat penulisan yang dapat diambil dari skripsi ini antara lain agar dapat memberi masukan dan ilmu pengetahuan khususnya mengenai tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini, didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penelusuran di perpustakaan USU. Penulisan mengenai penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Karena itu keaslian penulisan ini dapat di pertanggungjawabkan. Walaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini

semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Malpraktek

Ada berbagai macam pendapat dari para sarjana mengenai pengertian malpraktek. Masing-masing pendapat itu diantaranya adalah sebagai berikut:a. Veronica menyatakan bahwa istilah malparaktek berasal dari malpractice yang pada hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban- kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter.8b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti badpractice, atau praktek buruk yang berkaitan dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandung ciri-ciri khusus. Karena malpraktek berkaitan dengan how to practice the medical science and technology, yang sangat erat hubungannya dengan sarana kesehatan atau tempat melakukan praktek dan orang yang melaksanakan praktek. Maka Hermien lebih cenderung untuk menggunakan istilah maltreatment.9

c. Danny Wiradharma memandang malpraktek dari sudut tanggung jawab dokter yang berada dalam suatu perikatan dengan pasien, yaitu dokter tersebut melakukan praktek buruk.10

8 Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 209 Ibid,10 Ibid,

d. Ngesti Lestari mengartikan malpraktek secara harfiah sebagai

pelaksanaan atau tindakan yang salah.11

e. Amri Amir menjelaskan malpraktek medis adalah tindakan yang salah oleh dokter pada waktu menjalankan praktek, yang menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan kehidupan pasien, serta menggunakan keahliannya untuk kepentingan pribadi.12f. Sedangkan menurut Ninik Mariyanti, malpraktek sebenarnya mempunyai

pengertian yang luas, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:13

1) Dalam arti umum : suatu praktek yang buruk, yang tidak memenuhi standar yang telah ditentukan oleh profesi.2) Dalam arti khusus (dilihat dari sudut pasien) malpraktek dapat terjadi didalam menentukan diagnosis, menjalankan operasi, selama menjalankan perawatan, dan sesudah perawatan.g. Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama.14Beberapa sarjana sepakat untuk merumuskan penggunaan istilah medical

malpractice (malpaktek medik) sebagaimana disebutkan dibawah ini :

a. John D. Blum memberikan rumusan tentang medical malpractice sebagai

a form of professional negligence in which measerable injury occurs to a

11 Ibid,12 Amir, Amri, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta; Widya Medika, 1997, hal 5313 Mariyanti, Ninik, op. cit, hal 3814 Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, op.cit, hal 87

plaintiff patient as the direct result of an act or ommission by the defendant practitioner (malpraktek medik merupakan bentuk kelalaian profesi dalam bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada pasien yang mengajukan gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter).15b. Black Law Dictionary merumuskan malpraktek sebagai any professionalmisconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in professional or judiacry duties, evil practice, or illegal or immoral conduct (perbuatan jahat dari seorang ahli, kekurangan dalam keterampilan yang dibawah standar, atau tidak cermatnya seorag ahli dalam menjalankan kewajibannya secara hokum, praktek yang jelek atau ilegal atau perbuatan yang tidak bermoral).16

Dari beberapa pengertian tentang malpraktek medik diatas semua sarjana sepakat untuk mengartikan malpraktek medik sebagai kesalahan tenaga kesehatan yang karena tidak mempergunakan ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan sesuai dengan standar profesinya yang akhirnya mengakibatkan pasien terluka atau cacat atau bahkan meninggal dunia.Dari berbagai pengertian mengenai malpraktek yang dikemukakan oleh beberapa sarjana diatas, terlihat bahwa sebagian orang mengaitkan malpraktek medik sebagai malpraktek yang dilakukan oleh dokter. Hal ini mungkin disebabkan karena kasus-kasus yang muncul ke permukaan atau yang diajukan ke pengadilan adalah kasus-kasus yang dilakukan oleh dokter. Selain itu dalam

15 Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 2116 Ibid,

berbagai literatur, permasalahan malpraktek ataupun permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan, yang dijadikan sebagai patokan adalah profesi dokter.Akan tetapi menurut penulis, malpraktek medik tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dari kalangan profesi dokter saja. Tetapi juga dapat dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi di bidang pelayanan kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan.Didalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu dalam pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari :a. Tenaga medis

b. Tenaga keperawatan c. Tenaga kefarmasiand. Tenaga kesehatan masyarakat e. Tenaga gizif. Tenaga keterapian fisik g.Tenaga keteknisan medis.Orang-orang yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan mungkin saja melakukan tindakan malpraktek medis. Jadi tidak hanya profesi dokter saja. Misalnya tenaga keperawatan yang terdiri dari perawat dan bidan. Mereka juga mungkin melakukan tindakan malpraktek medis karena perawat maupun bidan juga sama seperti dokter yang profesinya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

2. Jenis-Jenis Malpraktek

Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.17a. Malpraktek Etik

Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan.b. Malpraktek Yuridis

Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).181) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)

Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.

17 Ibid., hal 3118 Ibid, hal 33

Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:19a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.

b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat melaksanakannya.c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukanSedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:20a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat).

b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis). c. Ada kerugiand. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.e. Adanya kesalahan (schuld)

Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:21a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.

19 Ibid,20 Ibid,21 Ibid,hal 34

b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan.c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar.

Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitor yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga kesehatan itulah yang harus membutikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut.Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.

2) Malpraktek Pidana

Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut.Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu:22

a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa insikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis.c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.3) Malpraktek Administratif

Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya,

22 Ibid , hal 35

menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.3. Teori-Teori Malpraktek

yaitu:23

Ada tiga teori yang menyebutkan sumber dari perbuatan malpraktek

a. Teori Pelanggaran Kontrak

Teori pertama yang mengatakan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah karena terjadinya pelanggaran kontrak. Ini berprinsip bahwa secara hukum seorang tenaga kesehatan tidak mempunyai kewajiban merawat seseorang bilamana diantara keduanya tidak terdapat suatu hubungan kontrak antara tenaga kesehatan dengan pasien. Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien baru terjadi apabila telah terjadi kontrak diantara kedua belah pihak tersebut.Sehubungan dengan adanya hubungan kontrak pasien dengan tenaga kesehatan ini, tidak berarti bahwa hubungan tenaga kesehatan dengan pasien itu selalu terjadi dengan adanya kesepakatan bersama. Dalam keadaan penderita tidak sadar diri ataupun keadaan gawat daruratmisalnya, seorang penderita tidak mungkin memberikan persetujuannya.

Apabila terjadi situasi yang demikian ini, maka persetujuan atau kontrak tenaga kesehatan pasien dapat diminta dari pihak ketiga, yaitu keluarga penderita yang bertindak atas nama dan mewakili kepentinganpenderita. Apabila hal ini juga tidak mungkin, misalnya dikarenakan

23 Mariyanti,Ninik, op cit, hal 44

penderita gawat darurat tersebut datang tanpa keluarga dan hanya diantar oleh orang lain yang kebetulan telah menolongnya, maka demi kepentingan penderita, menurut perundang-undangan yang berlaku, seorang tenaga kesehatan diwajibkan memberikan pertolongan dengan sebaik-baiknya. Tindakan ini, secara hukum telah dianggap sebagai perwujudan kontrak tenaga kesehatan-pasien.b Teori Perbuatan Yang Disengaja

Teori kedua yang dapat digunakan oleh pasien sebagai dasar untuk menggugat tenaga kesehatan karena perbuatan malpraktek adalah kesalahan yang dibuat dengan sengaja (intentional tort), yang mengakibatkan seseorang secara fisik mengalami cedera (asssult and battery)c. Teori Kelalaian

Teori ketiga menyebutkan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah kelalaian (negligence). Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan yang dikategorikan dalam malpraktek ini harus dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian yang dimaksud harus termasuk dalam kategori kelalaian yang berat (culpa lata). Untuk membuktikan hal yang demikian ini tentu saja bukan merupakan tugas yang mudah bagi aparat penegak hukum.Selain dikenal adanya beberapa teori tentang sumber perbuatan malpraktek, yang apabila ditinjau dari kegunaan teori-teori tersebut tentu saja sangat berguna bagi pihak pasien dan para aparat penegak hukum, karena dengan

teori-teori tersebut pasien dapat mempergunakannya sebagai dasar suatu gugatan dan bagi aparat hukum dapat dijadikan dasar untuk melakukan penuntutan. Ada juga teori yang dapat dijadikan pegangan untuk mengadakan pembelaan apabila ia menghadapi tuntutan malpraktek. Teori-teori itu adalah:24a. Teori Kesediaan Untuk Menerima Resiko (Assumption Of Risk)

Teori ini mengatakan bahwa seorang tenaga kesehatan akan terlindung dari tuntutan malpraktek, bila pasien memberikan izin atau persetujuan untuk melakukan suatu tindakan medik dan menyatakan bersedia memikul segala resiko dan bahaya yang mungkin timbul akibat tindakan medik tersebut.Teori ini mempunyai arti yang sangat besar bagi seorang tenaga kesehatan, selama tindakan tenaga kesehatan itu bertujuan untuk indikasi medis.b. Teori Pasien Ikut Berperan Dalam Kelalaian (Contributory Negligence) Adalah kasus dimana tenaga kesehatan dan pasien dinyatakan olehpengadilan sama-sama melakukan kelalaian.

c. Perjanjian Membebaskan Dari Kesalahan (Exculpatory Contract)

Cara lain bagi tenaga kesehatan untuk melindungi diri dari tuntutan malpraktek adalah dengan mengadakan suatu perjanjian atau kontrak khusus dengan penderita, yang berjanji tidak akan menuntut tenaga kesehatan atau rumah sakit bila terjadi misalnya kelalaian malpraktek.

24 Ibid, hal 56

Teori pembelaan ini bersifat spekulasi karena berhasil tidaknya tenaga kesehatan menggunakan pembelaannya, yang dalam hal ini berupa perjanjian khusus dengan pasien, hasinya sangat tergantung pada penilaian pengadilan.d. Peraturan Good Samaritan

Menurut teori ini,seorang tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan gawat darurat dengan tujuan murni (setulus hati) pada suatu peristiwa darurat dibebaskan dari tuntutan hukum malpraktek kecuali jika terdapat indikasi terjadi suatu kelalaian yang sangat mencolok.e. Pembebasan Atas Tuntutan (Releas)

Yaitu suatu kasus dimana pasien membebaskan tenaga kesehatan dari seluruh tuntutan malpraktek, dan kedua belah pihak bersepakat untuk mengadakan penyelesaian bersama.Teori pembelaan yang berupa pembebasan ini, hanya dapat dilaksanakan sepanjang kesalahan tenaga kesehatan tersebut menyangkut tanggungjawab perdata (masuk kategori hukum perdata), misalnya wanprestasi, sebab dalam kasus ini hanya melibatkan kedua belah pihak yang saling mengadakan kontrak atau janji saja. Dalam hal ini apabila mereka ternyata dapat bersepakat untuk menyelesaikan bersama dengan damai, itu lebih baik, karena sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian kasus perdata, yaitu adanya suatu perdamaian antara kedua belah pihak.

Tetapi apabila kesalahan tenaga kesehatan itu termasuk dalam kategori hukum pidana (tanggung jawab pidana) misalnya terjadi kelalaian berat sehingga mengakibatkan meninggalnya pasien, maka teori ini tidak dapat diterapkan, sebab bicara hukum pidana berarti bicara tentang hukum publik, yang menyangkut kepentingan umum bersama. Oleh karena itu apabila telah terbukti tenaga kesehatan telah melakukan malpraktek, maka hukum harus tetap diberlakukan padanya, karena kalau tidak, berarti kita tidak mendidik kepada masyarakat pada umumnya untuk sadar terhadap hukum yang berlaku, sehingga selanjutnya akan sangat sulit untuk menegakkan hukum itu sendiri. Disamping itu, kalau teori ini diterima dalam kasus pidana dikhawatirkan tiap perbuatan malpraktek seorang tenaga kesehatan tidak akan ada sanksi hukumnya, sehingga dapat mengurangi tanggung jawab dan sikap hati-hatinya seorang tenaga kesehatan di dalam menjalankan tugasnya.f. Peraturan Mengenai Jangka Waktu Boleh Menuntut (Statute Of

Limitation)

Menurut teori ini tuntutan malpraktek hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya relatif lebih pendek daripada tuntutan-tuntutan hukum yang lain.g. Workmens Compensation

Bila seorang tenaga kesehatan dan pasien yang terlibat dalam suatu kasus malpraktek keduanya bekerja pada suatu lembaga atau badan usaha yang sama, maka pasien tersebut tidak akan memperoleh ganti rugi dari

kasus malpraktek yang dibuat oleh tenaga kesehatan tersebut. Hal ini disebabkan menurut peraturan workmens compensation, semua pegawai dan pekerja menerima ganti rugi bagi setiap kecelakaan yang terjadi di situ, dan tidak menjadi persoalan kesalahan siapa dan apa sebenarnya penyebab cedera atau luka.Akan tetapi walaupun dengan adanya teori-teori pembelaan tersebut, tidak berarti seorang tenaga kesehatan boleh bertindak semaunya kepada pasien. Walaupun terdapat teori-teori pembelaan tersebut, juga harus dilihat apakah tindakan tenaga kesehatan telah sesuai dengan standar profesi. Apabila tindakan tenaga kesehatan tersebut tidak sesuai dengan standar profesi, maka teori-teori pembelaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembelaan baginya.Misalnya pada peraturan good Samaritan yang menyebutkan bahwa seorang tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan gawat darurat pada peristiwa darurat dapat dibebaskan dari tuntutan hukum malpraktek. Walaupun terdapat peraturan good samaritan ini, seorang tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan gawat darurat pada peristiwa darurat tetap harus memberikan pertolongannya dengan sepenuh hati berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Apabila dalam memberikan pertolongan gawat darurat, seorang tenaga kesehatan hanya memberikan pertolongan yang sekedarnya dan tidak sungguh- sungguh dalam menggunakan pengetahuan dan keahliannya, jika terjadi sesuatu hal yang membahayakan kesehatan atau nyawa orang yang

ditolongnya itu, maka tenaga kesehatan tersebut tetap dapat dituntut secara hukum.

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi mengenai penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan ini penulis melakukan penelitian hukum normatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang- undangan. Penelitian ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doktrinal research), yaitu penelitian yang menganalisis berdasarkan hukum yang tertulis dalam buku. Selain itu penulis juga menganalisis sebuah kasus yang berkaitan dengan malpraktek yang dilakukan oleh bidan.Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsep, teori dan doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan telaahan penelitian ini, juga dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi:

1. Bahan hukum primer, yaitu KUHP, Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, dan Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan.2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti pendapat dari kalangan pakar hukum dan buku-buku mengenai malpraktek dan kebidanan.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain, yang dapat dilihat sebagai berikut:Bab I : Pendahuluan

Terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.Bab II : Pengaturan Mengenai Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan

Membahas tentang berbagai macam pengaturan mengenai malpraktek yang dilakukan oleh bidan. Baik yang berupa peraturan non hukum yaitu kode etik bidan, maupun yang berupa peraturan hukum yaitu UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,Hukum Pidana, Hukum Perdata, Peraturan Pemerintah No.32Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, dan Keputusan Menteri Kesehatan

No.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.

Bab III : Faktor Penyebab Terjadinya Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan

Dan Upaya Pencegahannya

Memberikan pemahaman mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan, upaya-upaya pencegahannya serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan.Bab IV : Penyelesaian Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan

Dalam Perawatan Pasiennya

Merupakan pembahasan pokok dari penulisan ini yang terdiri dari kriteria penentuan terjadinya tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan serta uraian kasus dan analisis kasus.Bab V : Kesimpulan Dan Saran