chapter iijjkk

32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006). Menurut Daviddof, persepsi adalah suatu proses yang dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari yang diinderanya itu. Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Anonim, 2009). Menurut Walgito, proses terjadinya persepsi tergantung dari pengalaman masa lalu dan pendidikan yang diperoleh individu. Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi Universitas Sumatera Utara

Upload: seediq-aristo-aurora

Post on 30-Jul-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter IIjjkk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan

kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka.

Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang

obyektif (Robbins, 2006). Menurut Daviddof, persepsi adalah suatu proses yang

dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang kemudian

diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari yang diinderanya

itu. Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita

menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara

pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang

diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian

diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian

dihasilkan persepsi (Anonim, 2009).

Menurut Walgito, proses terjadinya persepsi tergantung dari pengalaman masa

lalu dan pendidikan yang diperoleh individu. Proses pembentukan persepsi dijelaskan

oleh Feigi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli.

Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter IIjjkk

dengan interpretation, begitu juga berinteraksi dengan closure. Proses seleksi terjadi

pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses

penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting

dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun

menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi

berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap

informasi tersebut secara menyeluruh (Anonim, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2005), ada banyak faktor yang akan menyebabkan

stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi

dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah

faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang

terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

1. Faktor Eksternal

a. Kontras

Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik

warna, ukuran, bentuk atau gerakan.

b. Perubahan Intensitas

Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah

dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang.

c. Pengulangan (repetition)

Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak

termasuk dalam rentang perhatian kita, maka akan mendapat perhatian kita.

d. Sesuatu yang baru (novelty)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter IIjjkk

Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu

yang telah kita ketahui.

e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak

Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian

seseorang.

2. Faktor Internal

a. Pengalaman atau pengetahuan

Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang

sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh.

Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan

terjadinya perbedaan interpretasi.

b. Harapan (expectation)

Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus.

c. Kebutuhan

Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara

berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan

merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akan

merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah.

d. Motivasi

Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang termotivasi

untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu

yang negatif.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter IIjjkk

e. Emosi

Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang

ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan

semuanya serba indah.

f. Budaya

Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan

orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan

mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama saja.

2.2 Perilaku Hidup Sehat

Menurut Becker yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perilaku hidup sehat

adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk

mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya dimana perilaku ini mencakup

antara lain:

1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang adalah dalam

arti kualitas mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan kuantitas

menyatakan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

2. Olahraga teratur yang mencakup kualitas dan kuantitas dalam arti frekuensi dan

waktu yang digunakan untuk olahraga.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter IIjjkk

3. Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai

macam penyakit. Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif

bagi kesehatan manusia.

4. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan

menggunakan narkoba akhir-akhir ini cenderung meningkat. Sekitar 1%

penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasan sendiri.

5. Istirahat cukup, dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan dan

penyesuaian dengan lingkungan modern mengharuskan orang untuk bekerja keras

dan berlebihan sehingga kurang waktu istirahat.

6. Mengendalikan stres. Stress akan terjadi pada siapa saja, apalagi akibat tuntutan

hidup yang keras. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang. Stres

tidak dapat dihindari yang penting agar stres tidak mengganggu kesehatan,

dengan cara mengendalikan dan mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan positif.

7. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak berganti-

ganti pasangan, penyesuaian diri dengan lingkungan.

2.3 Teori yang Memengaruhi Persepsi

2.3.1 Health Belief Model

Menurut Edberg (2007), Health Belief Model (HBM) merupakan teori yang

paling luas digunakan. HBM dicetuskan pada tahun 1950-an berkat penelitian

psikolog sosial dari U.S Public Health Service (USPHS) yakni Godfrey Houchbaum,

Irwin Rosenstock, dan Stephen Kegeles.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter IIjjkk

HBM dalam promosi kesehatan harus memperhatikan komponen-komponen

atau konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang mempengaruhi

perilaku. Komponen-komponen model hubungan kesehatan dengan kepercayaan

(HBM) adalah:

1. Persepsi kerentanan. Derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah

kesehatan.

2. Persepsi keparahan. Tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi

masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah.

3. Persepsi manfaat. Hasil positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari

tindakan.

4. Persepsi hambatan. Hasil negatif yang dipercayai sebagai hasil dari tindakan.

5. Petunjuk untuk bertindak. Peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk

bertindak.

6. Efikasi diri. Kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan

tindakan.

2.3.2 Teori Stimulus-Organisme-Respon

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku

tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan

organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas

dan kepemimpinan akan berpengaruh pada perubahan perilaku seseorang atau

sekelompok orang. Menurut Hosland, et al (1953) dalam Notoatmodjo (2003)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter IIjjkk

mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses

belajar. Perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar yang terdiri dari:

1. Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Jika

stimulus ditolak maka stimulus tersebut tidak efektif. Tetapi bila stimulus

diterima maka ada perhatian dan stimulus efektif.

2. Apabila stimulus mendapat perhatian maka stimulus akan dilanjutkan pada

proses selanjutnya.

3. Setelah organisme mengolah stimulus tersebut hingga kesediaan untuk

bertindak akan diterima (bersikap)

4. Adanya dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan adanya efek tindakan

(perubahan perilaku).

Pada penelitian ini lebih dibahas mengenai tahap terbentuknya sebuah

komitmen dan dukungan kebijakan yang siap untuk direalisasikan.

2.4. Perilaku Merokok dan Alasan Merokok

2.4.1. Perilaku Merokok

Perilaku merokok merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai dalam

kehidupan sehari-hari. Tidak hanya dilakukan oleh orang tua, perilaku merokok juga

dilakukan oleh remaja bahkan anak kecil, baik itu dilakukan secara sembunyi-

sembunyi maupun terang-terangan. Perilaku merokok merupakan aktivitas subjek

yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui intensitas

merokok, tempat merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan

sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter IIjjkk

Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks

yang melibatkan beberapa tahap. Perilaku merokok pada remaja umumnya melalui

serangkaian tahapan yang ditandai oleh frekuensi dan intensitas merokok yang

berbeda pada setiap tahapnya dan seringkali puncaknya adalah menjadi tergantung

pada nikotin. Menurut Leventhal & Cleary (1980) yang dikutip oleh Tarigan (2008),

terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga seorang individu benar-benar

menjadi perokok, yaitu:

1. Tahap Preparation

Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan

mengenai merokok. Anak-anak mengembangkan sikap terhadap rokok dan

sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa merokok

itu. Sikap ini merupakan sesuatu yang penting dalam perkembangan kebiasaan

merokok nantinya. Dalam sebuah penelitian, pernyataan yang dimaksudkan

untuk mencoba rokok terbukti menjadi prediktor terbaik bagi terbentuknya

perilaku merokok selanjutnya. Tahap persiapan (prepatory stage) melibatkan

persepsi tentang apa yang dilibatkan dalam merokok dan apa fungsi merokok.

2. Tahap Initiation

Tahap initiation adalah tahap ketika seseorang benar-benar merokok untuk

pertama kalinya. Tahap ini merupakan tahap kritis bagi seseorang untuk menuju

tahap becoming a smoker. Pada tahap ini, seorang individu akan memutuskan

untuk melanjutkan percobaannya atau tidak. Meskipun rasa serak yang timbul

ketika pertama kali mencoba rokok merupakan faktor penting yang mendasari

keputusan ini, tampaknya tidak mungkin bahwa perbedaan individu dalam hal

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter IIjjkk

respon fisiologis terhadap rokok dan terhadap rasa panas dapat dipandang

sebagai alasan utama bagi mereka yang ingin berhenti dan tidak

menginginkannya. Hal tersebut memainkan peran penting dalam adaptasi

perilaku merokok.

3. Tahap Becoming a Smoker

Merokok empat batang rokok sudah cukup membuat orang untuk merokok pada

masa dewasa dan dapat membuat mereka jadi tergantung melalui percobaan

berulang dan pemakaian secara teratur. Dibutuhkan 2 tahun atau lebih untuk

menjadi seorang perokok berat (yang terus-menerus merokok) dihitung dari

waktu pertama kali merokok atau hanya kadang-kadang mencoba rokok, ini

adalah tahap becoming a smoker.

4. Tahap Maintenance of Smoking

Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri (self-

regulating) seseorang dalam berbagai situasi dan kesempatan. Merokok

dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa orang yang merokok merasa rileks saat

merokok karena mereka mengatribusikan semua gejala yang muncul saat

merokok ke dalam rokoknya. Alasan merokok bagi sebagian perokok adalah

untuk meringankan kecemasan dan ketegangan, sedangkan lainnya karena ingin

memunculkan efek stimulan (perangsang), iseng-iseng, dan merasa santai

(Psikologi Indonesia Forum, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter IIjjkk

2.4.2 Alasan-alasan Merokok

Menurut Sue Amstrong yang dikutip oleh Sihombing (2007) ada beberapa

alasan orang dewasa merokok:

1. Mereka benar-benar menikmatinya sewaktu merokok. Mereka bahkan tidak

mampu menahan diri meskipun menyadari bahwa kesehatannya dipertaruhkan

untuk kesenangan tersebut.

2. Mereka menjadi ketagihan terhadap nikotin dan tanpa nikotin hidup tersa

hampa.

3. Mereka menjadi terbiasa menghisap rokok agar dapat merasa santai.

4. Tindakan mengambil sebatang rokok, menyulutnya dengan pemantik api,

memandangi asap dan memegang sesuatu dalam tangannya telah menjadi

bagian dari perilaku sosial mereka dan tanpa itu mereka akan merasa hampa.

Dengan kata lain, merokok telah menjadi suatu kebiasaan.

5. Merokok adalah “penopang” bermasyarakat. Mereka mungkin seorang pemalu

yang perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan malunya

terhadap orang lain.

Menurut Sitepoe (2000) yang mengutip Conrad dan Miler menyatakan bahwa

seseorang akan menjadi perokok melalui:

1. Dorongan psikologis, merokok seperti rangsangan seksual, sebagai suatu ritual,

menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan, dan

menunjukkan kedewasaan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter IIjjkk

2. Dorongan fisiologis, adanya nikotin yang dapat mengakibatkan ketagihan

(adiksi) sehingga ingin terus merokok.

2.5. Rokok dan Unsur-unsur di Dalam Rokok

2.5.1. Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas yang berukuran panjang antara 70 hingga

120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter 10 mm berisi daun-daun

tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan

membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain (Jaya, 2009).

Di luar negeri bahan baku rokok hanya tembakau yang dikenal dengan istilah

rokok putih, sedangkan di Indonesia bahan baku rokok adalah tembakau dan cengkeh

atau disebut rokok kretek. Temperatur pada sebatang rokok yang sedang dibakar

adalah 9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 300C untuk ujung rokok yang

terselip diantara bibir perokok (Sitepoe, 2000).

2.5.2. Unsur-unsur di dalam rokok

Di dalam rokok terdapat tembakau sebagai faktor penyebab utama munculnya

penyakit. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis zat kimia, 63 diantaranya

karsinogen dan sejumlah kecil unsur beracun (Litin, 2002). Menurut Jaya (2009)

dalam bukunya Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok, menyatakan setiap jenis

dan merk rokok memiliki kadar kandungan zat kimia yang berbeda-beda. Namun

yang paling dominan adalah nikotin dan tar. Beberapa jenis racun yang terkandung

dalam sebatang rokok diantaranya:

1. Aceton merupakan bahan pembuat cat.

2. Naftalene adalah bahan untuk kapur barus.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter IIjjkk

3. Arsenik, sejenis racun yang dipakai untuk membunuh tikus.

4. Tar, bahan karsinogen penyebab kanker.

5. Methanol, bahan bakar roket.

6. Vinil Chlorida, bahan plastik PVC.

7. Fenol Butane, bahan bakar korek api.

8. Potassium Nitrat, bahan baku pembuatan bom dan pupuk.

9. Polonium-201, bahan radioaktif.

10. Ammonia, bahan untuk pencuci lantai.

11. DDT, digunakan untuk racun serangga.

12. Hidrogen Cianida, gas beracun yang digunakan di kamar eksekusi hukuman

mati.

13. Nikotin, zat yang menimbulkan kecanduan.

14. Cadmium, digunakan untuk aki mobil.

15. Carbon Monoksida, mengikat oksigen dalam darah sehingga darah tidak

menyuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Biasanya terdapat pada knalpot

kendaraan.

2.6. Bahaya Merokok Bagi Kesehatan

Tembakau yang ada pada rokok adalah produk konsumen yang secara unik

berbahaya dan mematikan. Penggunaan tembakau tidak hanya menyakiti mereka

yang mengonsumsinya tapi juga orang-orang lain yang terpapar asapnya (Crofton dan

Simpson, 2002). Penyakit-penyakit yang terpicu karena merokok dan bisa

menyebabkan kematian adalah:

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter IIjjkk

1. Penyakit Kardiovaskuler

Penyakit kardiovaskuler meliputi kondisi seperti tekanan darah tinggi, penyakit

jantung koroner, dan stroke. Satu-satunya efek kesehatan terpenting akibat

merokok adalah peranannya dalam menimbulkan penyakit kardiovaskuler.

2. Penyakit Kanker Paru

Karena penyimpanan tar tembakau sebagian besar terjadi di paru-paru, maka

kanker paru adalah jenis kanker yang paling umum disebabkan merokok. Tar

tembakau menyebabkan kanker bilamana merangsang tubuh untuk waktu yang

lama.

3. Penyakit Saluran Pernapasan

Merokok merupakan penyebab utama penykit paru-paru bersifat kronis dan

obstruktif misalnya bronkitis dan emfisema. Sekitar 85% dari penderita

penyakit ini disebabkan oleh rokok. Gejala yang ditimbulkan berupa batuk

kronis, berdahak, dan gangguan pernapasan.

4. Merokok dan Kehamilan

Wanita perokok selama kehamilan akan lebih besar mengalami keguguran,

kematian bayi atau bayi dengan berat badan rendah. Penelitian menunjukkan

adanya hubungan langsung antara merokok selama kehamilan dan risiko

sindrom kematian bayi secara mendadak.

5. Merokok dan Alat Perkembangbiakan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter IIjjkk

Merokok akan mengurangi akan terjadinya konsepsi (memiliki anak), fertilitas

pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga

akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita

perokok akan mengalami menopause lebih cepat dibandingkan dengan bukan

perokok.

6. Merokok dan Alat Pencernaan

Sakit maag lebih banyak dijumpai pada mereka yang merokok. Merokok

mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung bawah dan atas lambung

sehingga mempercepat terjadinya sakit maag.

7. Merokok Meningkatkan Tekanan Darah

Merokok sebatang per hari akan meningkatkan tekanan darah sistolik 10-

25mmHg serta menambah detak jantung 5-20 kali per 1 menit.

8. Merokok Memperpendek Umur

Penelitian di Amerika Serikat yang melibatkan 6813 pria, dibedakan menjadi

bukan perokok, perokok sedang, dan perokok berat. Pada perokok berat 50%

meninggal pada usia 47,5 tahun; 50% perokok sedang meninggal sesudah

berumur 56 tahun dan 50% bukan perokok meninggal pada usia 58 tahun.

Dengan kata lain merokok sama saja dengan memperpendek umur.

9. Merokok Bersifat Adiksi (Ketagihan)

Didalam rokok terdapat nikotin yang diklasifikasikan sebagai obat yang bersifat

kecanduan bila digunakan sehingga nikotin diklasifikasikan sebagai obat

adiktif.

10. Merokok Membuat Lebih Cepat Tua

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter IIjjkk

Rokok mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat, dan mengeriput

terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang

dijumpai dalam rokok mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan di

daerah terbuka, misalnya pada wajah. Wajah perokok menjadi tua dan jelek,

mengeriput, kecoklatan, dan berminyak.

11. Kanker Mulut

Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi, dan penyakit gusi.

12. Osteoporosis

Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen

darah perokok sebesar 15%, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih

mudah patah dan membutuhkan waktu 80% lebih lama untuk penyembuhan.

Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang.

13. Katarak

Merokok mengakibatkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50%

lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan kebutaan.

14. Kerontokan Rambut

Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit

seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada

mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan

2.7. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah mereka yang tidak merokok tetapi menghisap ETS

(Environmental Tobacco Smoke). ETS adalah asap rokok utama dan asap rokok

sampingan yang dihembuskan kembali oleh perokok. Bagi orang yang tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter IIjjkk

merokok, asap rokok selalu tidak menyenangkan, berbau, mengiritasi hidung dan

mata. Risiko menghirup asap rokok orang lain tidak sebesar menghirup asap rokok

sendiri, tetapi risikonya tetap bermakna (Crofton dan Simpson, 2002).

Berdasarkan kutipan Law dan Hackshaw dalam Crofton dan Simpson (2002),

34 penelitian mengenai kanker paru menunjukkan suatu kombinasi peningkatan

risiko 24% lebih tinggi kejadian kanker paru pada mereka yang terpajan asap rokok

dalam rumah. Karena adanya risiko ini, berbagai upaya dilakukan oleh banyak negara

untuk melindungi mereka yang bukan perokok dari asap rokok. Melalui perundangan

dan persuasi, makin banyak alat transportasi, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan

rumah menjadi kawasan tanpa asap rokok.

Sekitar 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap

rokok atau menjadi perokok pasif. Mereka pun rentan terkena berbagai penyakit

seperti bronkitis, kanker usus, kanker hati, stroke, dan berbagai penyakit akibat asap

rokok. Soewarno Kosen mengungkapkan bahwa banyak warga Indonesia terpapar

asap rokok karena 91,8% perokok merokok di rumah (Zulkifli, 2010).

2.8. Mitos dan Fakta Tentang Rokok dari Aspek Ekonomi

Adapun mitos dan fakta mengenai rokok yang dikutip dari Southeast Asia

Tobacco Control Alliance (SEATCA):

1. Mitos: Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah

besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter IIjjkk

Fakta: Penelitian dari World Bank telah membuktikan bahwa rokok merupakan

kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara

dari industri rokok (pajak dan sebagainya) mungkin saja berjumlah besar, tapi

kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh

lebih besar. Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya

penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari bekerja,

hilangnya produktifitas dan pemasukan, kematian prematur, dan juga membuat

orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk

membeli rokok. Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan

termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi

perokok pasif. Selain itu penderitaan juga bagi mereka yang harus kehilangan

orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini merupakan biaya tinggi

yang harus ditanggung.

2. Mitos: Mengurangi konsumsi rokok merupakan isu yang hanya bisa diatasi oleh

negara-negara kaya.

Fakta: Sekarang ini kurang lebih 80% perokok hidup di negara berkembang dan

angka ini sudah tumbuh pesat dalam beberapa dekade saja. Diperkirakan pada

tahun 2020, 70% dari seluruh kematian yang disebabkan rokok akan terjadi di

negara-negara berkembang, naik dari tingkatan sekarang ini yaitu 50%. Ini

berarti dalam beberapa dekade yang akan datang negara-negara berkembang

akan berhadapan dengan biaya yang semakin tinggi untuk membiayai

perawatan kesehatan para perokok dan hilangnya produktifitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter IIjjkk

3. Mitos: Pengaturan yang lebih ketat terhadap industri rokok akan berakibat

hilangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau dan pabrik rokok.

Fakta: Prediksi mengindikasikan dengan jelas bahwa konsumsi rokok global

akan meningkat dalam tiga dekade ke depan, walau dengan penerapan

pengaturan tembakau di seluruh dunia. Memang dengan berkurangnya

konsumsi rokok, maka suatu saat akan mengakibatkan berkurangnya pekerjaan

di tingkat petani tembakau. Tapi ini terjadi dalam hitungan dekade, bukan

semalam. Oleh karenanya pemerintah akan mempunyai banyak kesempatan

untuk merencanakan peralihan yang berkesinambungan dan teratur. Para

ekonom independent yang sudah mempelajari klaim industri rokok,

berkesimpulan bahwa industri rokok sangat membesar-besarkan potensi

kehilangan pekerjaan dari pengaturan rokok yang lebih ketat. Di banyak negara

produksi rokok hanyalah bagian kecil dari ekonomi mereka. Penelitian yang

dilakukan oleh World Bank mendemonstrasikan bahwa pada umumnya negara

tidak akan mendapatkan pengangguran baru bila konsumsi rokok dikurangi.

Beberapa negara malah akan memperoleh keuntungan baru karena konsumen

rokok akan mengalokasikan uangnya untuk membeli barang dan jasa lainnya.

Hal ini tentunya akan membuka kesempatan untuk terciptanya lapangan kerja

baru.

4. Mitos: Pemerintah akan kehilangan pendapatan jika mereka menaikan pajak

terhadap industri rokok karena makin sedikit orang yang akan membeli rokok.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter IIjjkk

Fakta: Bukti sudah jelas: perhitungan menunjukkan bahwa pajak yang tinggi

memang akan menurunkan konsumsi rokok tetapi tidak mengurangi pendapatan

pemerintah, malah sebaliknya. Ini bisa terjadi karena jumlah turunnya

konsumen rokok tidak sebanding dengan besaran kenaikan pajak. Konsumen

yang sudah kecanduan rokok biasanya akan lambat menanggapi kenaikan harga

(akan tetap membeli). Lebih jauh, jumlah uang yang disimpan oleh mereka

yang berhenti merokok akan digunakan untuk membeli barang-barang lain

(pemerintah akan tetap menerima pemasukan). Pengalaman mengatakan bahwa

menaikan pajak rokok, betapapun tingginya, tidak pernah menyebabkan

berkurangnya pendapatan pemerintah.

5. Mitos: Pajak rokok yang tinggi akan menyebabkan penyelundupan.

Fakta: Industri rokok sering beragumentasi bahwa pajak yang tinggi akan

mendorong penyelundupan rokok dari negara dengan pajak rokok yang lebih

rendah, yang ujungnya akan membuat konsumsi rokok lebih tinggi dan

mengurangi pendapatan prmerintah. Walaupun penyelundupan merupakan hal

yang serius, laporan Bank Dunia tahun 1999 Curbing the Epidemic tetap

menyimpulkan bahwa pajak rokok yang tinggi akan menekan konsumsi rokok

serta menaikan pendapatan pemerintah. Langkah yang tepat bagi pemerintah

adalah memerangi kejahatan dan bukannya mengorbankan kenaikan pajak pada

rokok. Selain itu ada klaim-klaim yang mengatakan bahwa industri rokok juga

terlibat dalam penyelundupan rokok. Klaim seperti ini patut disikapi dengan

serius.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter IIjjkk

6. Mitos: Kecanduan rokok sudah sedemikian tinggi, menaikan pajak rokok tidak

akan mengurangi permintaan rokok. Oleh karenanya menaikan pajak rokok

tidak perlu.

Fakta: Menaikan pajak rokok akan mengurangi jumlah perokok dan mengurangi

kematian yang disebabkan oleh rokok. Kenaikan harga rokok akan membuat

sejumlah perokok untuk berhenti dan mencegah lainnya untuk menjadi perokok

atau mencegah lainnya menjadi perokok tetap. Kenaikan pajak rokok juga akan

mengurangi jumlah orang yang kembali merokok dan mengurangi konsumsi

rokok pada orang-orang yang masih merokok. Anak-anak dan remaja

merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga rokok oleh

karenanya mereka akan mengurangi pembelian rokok bila pajak rokok

dinaikkan. Selain itu orang-orang dengan pendapatan rendah juga lebih sensitif

terhadap kenaikan harga, oleh karenanya kenaikan pajak rokok akan

berpengaruh besar terhadap pembelian rokok di negara-negara berkembang.

Model yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam laporannya Curbing the

Epidemic menunjukan kenaikan kenaikan harga rokok sebanyak 10% karena

naiknya pajak rokok, akan membuat 40 juta orang yang hidup di tahun 1995

untuk berhenti merokok dan mencegah sedikitnya 10 juta kematian akibat

rokok.

7. Mitos: Pemerintah tidak perlu menaikan pajak rokok karena akan kenaikan

tersebut akan merugikan konsumer berpendapatan rendah.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter IIjjkk

Fakta: Perusahaan rokok beragumen bahwa harga rokok tidak seharusnya

dinaikan karena bila begitu akan merugikan konsumen berpendapatan rendah.

Tetapi, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat berpendapatan rendah

merupakan korban rokok yang paling dirugikan. Karena rokok akan

memperberat beban kehidupan, meningkatkan kematian, menaikan biaya

perawatan kesehatan yang harus mereka tanggung dan gaji yang terbuang untuk

membeli rokok. Masyarakat berpendapatan rendah paling bisa diuntungkan oleh

harga rokok yang mahal karena akan membuat mereka lebih mudah berhenti

merokok, mengurangi, atau menghindari kecanduan rokok karena makin

terbatasnya kemampuan mereka untuk membeli. Keuntungan lain dari pajak

rokok yang tinggi adalah bisa digunakan untuk program-program kesejahteraan

masyarakat miskin.

8. Mitos: Perokok menanggung sendiri beban biaya dari merokok.

Fakta: Perokok membebani yang bukan perokok. Bukti-bukti biaya yang harus

ditanggung bukan perokok seperti biaya kesehatan, gangguan, dan iritasi yang

didapatkan dari asap rokok. Ulasan di negara-negara kaya mengungkapkan

bahwa perokok membebani asuransi kesehatan lebih besar daripada mereka

yang tidak merokok (walaupun usia perokok biasanya lebih pendek). Apabila

asuransi kesehatan dibayar oleh rakyat (seperti jamsostek) maka para perokok

tentunya ikut membebankan biaya akibat merokok kepada orang lain juga.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter IIjjkk

2.9. Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang

untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu

sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah

dan angkutan umum . Merokok itu adalah masalah yang sistemik yang memiliki sisi

humanisme. Masalah sistemik adalah ketika suatu sistem dalam arti institusi

pendidikan diberlakukan sebagai KTR maka seharusnya tidak ada orang yang

merokok di dalamnya. Namun pada kenyataannya, masih saja ada mahasiswa atau

karyawan yang merokok di lingkungan kampus. Sedangkan yang dimaksud dengan

humanisme yaitu merokok dan tidak merokok adalah suatu pilihan. Tidak jarang

orang yang merokok itu sebenarnya tahu akan bahaya rokok dan ketika kita hendak

menegur atau memberi sanksi yang kita tegur itu adalah teman-teman kita sendiri.

Terkadang ketika kita menegur, mereka malah mengabaikan (LPM Mercusuar

UNAIR, 2010).

Tujuan dari kawasan tanpa rokok adalah melindungi masyarakat dengan

memastikan bahwa tempat-tempat umum bebas asap rokok. Kawasan tanpa rokok

harus menjadi norma, terdapat empat alasan kuat untuk mengembangkan kawasan

tanpa rokok, yaitu untuk melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko

terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok,

untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih

normal, dan kawasan tanpa rokok mengurangi secara bermakna konsumsi rokok

dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang

terus merokok untuk mengurangi konsumsi rokoknya (Crofton dan Simpson, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter IIjjkk

Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok ini

adalah Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang serta beberapa

universitas juga telah menetapkan KTR yaitu Universitas Indonesia, Universitas

Gajah Mada, dan Universitas Airlangga. Seperti yang ditetapkan FCTC, beberapa

kajian tentang kawasan tanpa rokok membuktikan bahwa kawasan tanpa rokok cara

yang cukup efektif di dalam mengendalikan kebiasaan merokok atau mempengaruhi

dampak rokok terhadap kesehatan.

2.10. Kebijakan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok

Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau

lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support

Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama

dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health

Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik

untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran),

melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa

rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar

peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada

bungkus rokok.

Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak seperti

dinyatakan Depkes RI dalam Prabandari dkk (2009) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter IIjjkk

1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

a.Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam

upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun

sosial.

b. Pasal 11 setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk

mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-

tingginya.

c.Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang

mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan

membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan

lingkungan. Ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan

gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian

bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang kawasan tanpa rokok antara lain

fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak

bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum

serta tempat lain yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib

menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.

2. UU No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu pasal 1 dinyatakan

bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau

konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter IIjjkk

mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan

hidup manusia serta makhluk hidup lain.

3. UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen yaitu terdapat pada pasal:

a.Pasal 2 tentang perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian

hukum.

b. Pasal 3 menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan

menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam

berusaha dan meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan konsumen.

4. UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak terutama tentang:

a.Pasal 44 ayat 1 yaitu pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyeleng-

garakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak

memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.

b. Pasal 45 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang orang tua dan keluarga bertanggung

jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan.

Ayat 2 menyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak

mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), maka pemerintah wajib memenuhinya.

c.Pasal 59 menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya

berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter IIjjkk

khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,dan zat adiktif lainnya

(napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari

asap rokok dan penggunaan rokok.

5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang terdapat pada pasal 46 ayat 3

terutama yang menyatakan siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi

minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif serta promosi rokok

yang memperagakan wujud rokok.

6. Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran

udara yaitu pada pasal 2 yang menyatakan bahwa pengendalian pencemaran

udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak,

sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak

spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau

sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien.

7. PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yaitu:

a.Pasal 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi

kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok

bagi individu dan masyarakat dengan melindungi kesehatan masyarakat

terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan

kualitas hidup akibat penggunaan rokok, melindungi penduduk usia

produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk

inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok, meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter IIjjkk

kesadaran, kewaspadaan, kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap

bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok.

b. Pasal 3 tentang penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan

dilaksanakan dengan pengaturan kandungan kadar nikotin dan tar,

persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi

rokok, penetapan kawasan tanpa rokok.

c.Pasal 16 ayat 3 tentang iklan rokok pada media elektronik hanya dapat

dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.

d. Pasal 22 tentang tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat

yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan

anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa

rokok.

8. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang

kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan.

9. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang

lingkungan sekolah bebas rokok.

10. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No.

188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok.

a. Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas

pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,

tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat

lainnya yang ditetapkan. Ayat 2 menyatakan bahwa pimpinan atau

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter IIjjkk

penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

wajib menetapkan dan menerapkan KTR.

b. Pasal 4 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat

(1) fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat

anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum dilarang menyediakan

tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap

rokok hingga batas terluar.

c. Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal

3 ayat (1) tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus

untuk merokok. Ayat 2 menyatakan bahwa tempat khusus untuk merokok

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung

dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik.

Terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang

digunakan untuk beraktivitas.

jauh dari pintu masuk dan keluar.

jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

Selain itu berbagai organisasi non-pemerintah juga turut berpatisipasi dalam

menanggulangi masalah rokok, seperti Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok

(LM3), Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia (YKI), dan

Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok (KPKTR) Kota Semarang. Berbagai upaya

telah dilakukan oleh organisasi tersebut, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter IIjjkk

1. Menerbitkan buletin secara berkala mengenai bahaya merokok, perilaku

merokok, dan upaya berhenti merokok.

2. Menerbitkan buku secara berkala yang berkaitan dengan bahaya merokok,

perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

3. Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi, seperti

institusi pemerintah, swasta, dan pendidikan.

4. Mendukung dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan bahaya rokok dan

perilaku merokok.

5. Mendirikan klinik berhenti merokok seperti klinik yang didirikan Yayasan

Jantung Indonesia yang bekerjasama dengan Rumah Sakit jantung Harapan

Kita.

6. Advokasi Regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yaitu mendorong pemerintah

atau instansi yang terkait untuk membuat regulasi atau kebijakan yang mampu

melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

7. Kampanye yaitu melakukan sosialisasi dan menyadarkan kepada masyarakat

terhadap bahaya rokok baik bagi diri sendiri maupun masyarakat lain melalui

media-media yang efektif.

8. Membangun komunikasi dan komunitas dengan segenap elemen masyarakat

yang mempunyai rasa kepedulian terhadap perlindungan masyarakat dari

bahaya rokok.

2.11. Perubahan Perilaku Menurut WHO

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter IIjjkk

Adapun kaitan perubahan perilaku dengan komitmen mengenai kawasan

tanpa rokok seperti yang diuraikan oleh WHO dalam beberapa bentuk perubahan

perilaku, yaitu:

a. Perubahan Alamiah

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagaian perubahan itu disebabkan karena

kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat terjadi suatu perubahan

lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat

yang ada di dalamnya juga akan mengalami perubahan. Misalnya, kemajuan

teknologi di bidang industri rokok, dulu masyarakat untuk merokok

menggunakan daun kemudian berubah menggunakan kertas (rokok kretek).

b. Perubahan Terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

Misalnya, Pak Surko adalah perokok berat karena pada suatu saat ia terserang

batuk-batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi

rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok

c. Kesediaan untuk Berubah

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk

menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian

orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal

ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-

beda (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter IIjjkk

Di dalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku

yang sesuai dengan norma-norma kesehatan sangat diperlukan usaha-usaha yang

konkret dan positif. Salah satu strategi untuk perubahan perilaku tersebut menurut

WHO adalah menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Dalam hal ini

perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan

(berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh dengan adanya

peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang harus dipatuhi. Oleh karena itu

dibutuhkan komitmen dari penentu kebijakan (unsur pimpinan) dalam penegakkan

suatu aturan sebagai perubahan perilaku. Adanya persepsi dari unsur pimpinan

Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang kawasan tanpa rokok, yang dilihat dari segi

manfaat dan motivasi untuk bertindak dalam pengambilan suatu keputusan, maka

akan terbentuklah suatu komitmen yang kuat.

2.12. Kerangka Pikir Penelitian

Gambar 1. Kerangka Pikir

Skema di atas merupakan gabungan antara teori Health Belief Model (HBM)

dan Stimulus-Organisme-Respon. Adanya stimulus berupa isu kawasan tanpa rokok

kemudian akan memunculkan persepsi bagi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan

Masyarakat (konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang memengaruhi

Isu mengenaiKawasan TanpaRokok (KTR)

Persepsi unsurpimpinan FakultasKesehatan Masyarakattentang KTR

Komitmen unsurpimpinan FKM USUdan rancangankebijakan tentangkawasan tanparokok.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter IIjjkk

perilaku). Adanya persepsi yang positif berarti stimulus efektif, kemudian dilanjutkan

mengenai komitmen unsur pimpinan tentang kawasan tanpa rokok di FKM USU.

Kuatnya komitmen akan memunculkan pengambilan keputusan tentang kawasan

tanpa rokok sebagai rancangan kebijakan kesehatan dari perspektif unsur pimpinan

FKM.

Universitas Sumatera Utara