118793421-poa-ikm-2012-docx

Upload: angset

Post on 18-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

    (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

    gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat

    hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari

    1000 meter di atas permukaan air laut.1

    Penyakit Demam Berdarah Dengue ini pertama kali ditemukan di Filipina

    pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia, DBD

    pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologi baru

    diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969.

    Kemudian DBD berturut dilaporkan di Bandung dan Jogjakarta (1972). Epidemi

    pertama di luar pulau Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan

    Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemi

    dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah

    menyebar ke seluruh (27) propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di

    banyak kota besar, bahkan sejak tahun1975 penyakit ini telah terjangkit di daerah

    pedesaan.2

    Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah

    Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat

    dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada

    tahun 1988 yaitu 27,09 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 57.573

    orang, 1.527 orang dilaporkan meninggal dari 201 daerah tingkat II. Setelah epidemi

    tahun 1988, insiden DBD cenderung menurun, yaitu 12,7 (1990) dan 9,2 (1993) per

    100.000 penduduk.2

    Berdasarkan data pihak Dinas Kesehatan Kota Padang per Januari 2010,

    sedikitnya 277 warga terserang DBD dan dirawat intensif di sejumlah rumah sakit serta

    puskesmas. Untuk daerah terparah (endemis) didominasi wilayah pinggiran, seperti

    Kuranji, Nanggalo dan Koto Tangah. Pada tahun 2009, kasus DBD di Padang cukup

  • memprihatinkan. Total penderita mencapai 1.586 orang dan delapan orang diantaranya

    meninggal dunia.3

    Peningkatan mobilitas penduduk karena semakin banyaknya sarana

    transportasi, kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperluan sehari-hari,

    dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD, mempermudah

    penyebaran penyakit ini.4

    Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai

    negara bervariasi. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain umur penduduk,

    kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus, prevalensi serotipe virus Dengue, dan

    kondisi metereologis.5

    Puskesmas Andalas sebagai unit pelaksana fungsional berfungsi sebagai

    pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat di bidang

    kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan yang

    penting dalam menurunkan angka kejadian penyakit DBD. Di wilayah kerja Puskesmas

    Andalas, berdasarkan data ditemukan kasus DBD sebanyak 217 kasus pada tahun 2007.6

    Pada tahun 2008 jumlah ini berkurang menjadi 102 kasus, tahun 2009 ditemukan 140

    kasus, tahun 2010 ditemuka 76 kasus, tahun 2011 ditemukan 141 kasus, dan tahun 2012

    sampai dengan bulan Agustus ditemukan 104 kasus.7-11

    Akan tetapi, mengingat jumlah

    penduduk di wilayah kerja Puskesmas yakni 77.572 jiwa, maka jumlah kasus yang

    terdapat pada tahun 2012 ini belum memenuhi indikator Indonesia Sehat 2010 yang

    menghendaki angka kesakitan DBD sebanyak 2 kasus per 100.000 penduduk.12

    Berdasarkan data di atas dan mengingat pentingnya masalah DBD sebagai suatu

    penyakit menular di masyarakat, dalam hal ini masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

    Andalas, maka penulis tertarik untuk menemukan solusi mengenai upaya untuk

    menurunkan angka kejadian DBD pada Kecamatan Padang Timur, khususnya melalui

    upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

    1.2 Perumusan Masalah

    Mengidentifikasi masalah tingginya angka kejadian DBD di Kecamatan Padang

    Timur sebagai wilayah kerja Puskesmas Andalas dan upaya peningkatan kesadaran

    masyarakat guna menurunkan angka kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas

    Andalas.

  • 1.3 Tujuan Penulisan

    - Mengidentifikasi masalah yang ada di Puskesmas Andalas.

    - Menetapkan prioritas masalah yang ada di Puskesmas Andalas.

    - Menganalisis penyebab masalah tingginya angka kejadian DBD di Kecamatan

    Padang Timur.

    - Menentukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak

    dari DBD sekaligus menurunkan angka kejadian DBD di Padang Timur.

    1.4 Manfaat Penulisan

    Dengan penulisan makalah ini, penulis mampu mengidentifikasi masalah

    kesehatan dan menentukan prioritas masalah serta dapat mencari solusi yang tepat

    sehingga nantinya dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Andalas, serta penulisan

    makalah ini juga dapat menjadi media pembelajaran bagi kami dalam merancang suatu

    perencanaan di Puskesmas. Selain itu, diharapkan makalah ini dapat memberikan

    masukan kepada pihak puskesmas dalam upaya menurunkan angka kejadian DBD di

    Kecamatan Padang Timur.

  • BAB II

    GAMBARAN UMUM PUSKESMAS

    2.1. Sejarah Puskesmas

    Puskesmas Andalas didirikan pada tahun 1975. Pertama kali dipimpin

    oleh Dr. Tamrin dengan 6 orang pegawai yang terdiri dari 1 orang bidan, 1 orang perawat, 1

    orang tenaga sanitasi, 1 orang pembantu bidan, 1 orang pembantu perawat dan 1 orang

    tenaga tata usaha dengan 11 program pokok. Wilayah kerja Puskesmas Andalas setelah

    pemekaran kota Padang menjadi 11 kecamatan, Alai masuk ke Padang Utara dan 3 buah

    Pustu di bawah Puskesmas Alai menjadi milik Puskesmas Andalas, sehingga pegawai

    Puskesmas Andalas juga bertambah menjadi 15 orang.9

    2.2. Keadaan Geografis

    Puskesmas Andalas terletak di kelurahan Andalas dengan luas 8.15 km2 dengan

    batas-batas sebagai berikut:10

    - sebelah utara : Kecamatan Padang Utara, Kuranji

    - sebelah selatan : Kecamatan Padang Selatan

    - sebelah barat : Kecamatan Padang Barat

    - sebelah timur : Kecamatan Lubuk Begalung, Pauh

    Puskesmas Andalas meliputi 10 kelurahan sebagai wilayah kerjanya. Kesepuluh

    kelurahan tersebut adalah:10

    1. Kelurahan Sawahan

    2. Kelurahan Jati Baru

    3. Kelurahan Jati

    4. Kelurahan Sawahan Timur

    5. Kelurahan Simpang Haru

    6. Kelurahan Andalas

    7. Kelurahan Kubu Marapalam

    8. Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah

    9. Kelurahan Parak Gadang Timur

    10. Kelurahan Ganting Parak Gadang

  • Gambar 1. Peta wilayah kerja Puskesmas Andalas

    2.3. Keadaan Demografis

    Data kependudukan Kecamatan Padang Timur sebagai wilayah kerja Puskesmas

    Andalas adalah:

    Tabel 1. Distribusi Penduduk menurut Kelurahan Tahun 201110

    NO KELURAHAN JUMLAH

    1 Kelurahan Sawahan

    6387

    2 Kelurahan Jati Baru 6707

    3 Kelurahan Jati 10134

    4 Kelurahan Sawahan Timur

    5360

    5 Kelurahan Simpang Haru 5835

    6 Kelurahan Andalas

    8980

    7 Kelurahan Kubu Marapalam 6309

    8 Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah 10134

    9 Kelurahan Parak Gadang Timur 7594

    10 Kelurahan Ganting Parak Gadang

    10132

    Jumlah 77.572

    Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011

  • Tabel .2. Daftar Sasaran Kesehatan Puskesmas Andalas Tahun 2011

    Kelurahan Bayi Balita Bumil Bulin Buteki WUS PUS Lansia

    Sawahan 153 749 168 160 306 1571 1076 531

    Jati Baru 161 786 177 169 322 1650 1130 558

    Jati 250 1223 275 262 500 2567 1758 868

    Sawahan Timur 128 629 142 135 256 1321 904 446

    Kubu Marapalam 152 741 167 160 304 1560 1069 527

    Andalas 221 1081 243 232 442 2268 1554 766

    Kubu Dalam Pr. Karakah 250 1226 275 263 500 2572 1762 869

    Parak Gadang Timur 188 922 207 198 376 1934 1325 653

    Simpang Haru 141 689 155 148 282 1446 991 489

    Ganting Parak Gadang 251 1229 276 263 502 2579 1766 871

    Jumlah 1895 9275 2085 1990 3790 19468 13335 6578

    Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011

    2.4. Sarana dan Prasarana

    2.4.1. Sarana dan Prasarana Kesehatan

    Wilayah kerja Puskesmas Andalas sangat luas, oleh karena itu untuk melayani

    masyarakat, Puskesmas Andalas memiliki 1 buah Puskesmas induk, dan 8 buah Puskesmas

    pembantu dan 1 buah Poskeskel yang tersebar di wilayah kerja Puskesmas Andalas, yaitu:10

    1. Puskesmas Pembantu Andalas Barat

    2. Puskesmas Pembantu Parak Karakah

    3. Puskesmas Pembantu Tarandam

    4. Puskesmas Pembantu Ganting Selatan

    5. Puskesmas Pembantu Jati Gaung

    6. Puskesmas Pembantu Sarang Gagak

    7. Puskesmas Pembantu Kubu Dalam

    8. Puskesmas Pembantu Kampung Durian

    9. Poskeskel Kubu Marapalam

  • Untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas Andalas

    mempunyai:

    1 buah kendaraan roda empat (Puskel)

    5 buah kendaraan roda dua

    Sarana kesehatan lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Andalas yaitu:

    Rumah Sakit Pemerintah : 3 buah

    Rumah Sakit Swasta : 6 buah

    Klinik Swasta : 6 buah

    Dokter Praktek Umum : 51 orang

    Dokter Praktek Spesialis : 15 orang

    Bidan Praktek Swasta : 30 orang

    Dukun Terlatih : 2 orang

    Kader aktif : 352 orang

    Pos KB : 12 pos

    Posyandu Balita : 88 buah

    Posyandu Lansia : 8 buah

    2.4.2. Sarana dan Prasarana Umum10

    Sarana dan prasarana umum di wilayah kerja Puskesmas Andalas:

    Taman kanak-kanak (TK) : 34 buah

    SD Negeri : 35 buah

    SD Swasta : 13 buah

    SMP/MTsN : 11 buah

    SMA/ SMK : 15 buah

    Perguruan tinggi : 4 buah

    Tempat ibadah : 112 buah

    Salon/ pangkas rambut : 34 buah

    Pasar : 2 buah

  • 2.5. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi10

    Sebagian besar penduduk wilayah kerja Puskesmas Andalas beragama Islam yaitu

    sekitar 96%, beragama Kristen 2%, Hindu 1% dan Budha 1 %. Keadaan ekonomi penduduk

    sebagian besar menengah ke bawah.

    2.6. Tenaga Kesehatan dan Struktur Organisasi

    Puskesmas Andalas mempunyai tenaga kesehatan yang bertugas di dalam gedung

    induk dan Puskesmas Pembantu. dengan rincian: 51 orang PNS, 7 orang tenaga PTT, 5

    orang tenaga volunteer/honor.

    Tabel 3. Komposisi Ketenagaan yang ada di Puskesmas Andalas

    NO JENIS

    KETENAGAAN PNS PTT HONOR JML

    1. Dokter Umum 4 4

    2. Dokter Gigi 3 3

    3. SKM 4 1 5

    4. Akademi Perawat 5 1 6

    5. Akademi Bidan 6 7 13

    6. Pengatur Gizi / AKZI 1 1 2

    7. Perawat 6 6

    8. Bidan 7 1 8

    9. Perawat Gigi 1 1

    10. Sanitarian 2 2

    11. Asisten Apoteker 3 3

    12. Analis 3 1 4

    13. SMU 6 2 8

    Jumlah 51 8 5 65

    Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2011

  • PIMPINAN PUSKESMAS Dr. Dessy M Siddik

    .

    KEUANGAN Sumarni

    Yenti Reflinda

    PERENCANAAN Ka. Puskesmas

    Tata Usaha Staf Medis

    TATA USAHA/ KEPEGAWAIAN

    PERLENGKAPAN

    UMUM

    Ernawati

    Rostini

    Nofrizal Bahar, AmKL

    PUSTU TERANDAM

    ROZA PAHILDA

    PUSTU SARANG GAGAK

    LUSSI NOFIARITA,Amd,Keb

    PUSTU KP. DURIAN

    ARIOSSDA,Amd,Keb

    PUSTU KUBU DALAM

    SYAFRIDA

    PUSTU PARAK

    KARAKAH

    IMELDA,Amd,Keb

    PUSTU JATI GAUNG

    ERNI NOFITA

    PUSTU ANDALAS

    BARAT

    ELMIATI,Amd,Keb

    PUSTU GANTING

    SELATAN

    SUSILAWATI,Amd,Keb

    KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN PERORANGAN

    Dr. Fanni Martias

    PENGOBATAN UMUM : dr. FANNI MARTIAS

    ANNELTI

    ERNI BOTH

    NURHAYATI

    DEWI RAHAYU N

    EKA KURNIATI

    GIGI : drg. RATNI YUDHA drg. DWI FILIANA

    drg. VINELSIH

    drg. DAFNA

    MURNI BR GURUSINGA

    KIA/KB A. IBU : SYAMSIWARTI

    RINI A, Amd, Keb

    B. ANAK : ADE MAILINA

    DOTI MAILINA

    C. KB : ARNITAWATI

    Hj. NELLY S, Amd,Keb

    PROGRAM PENUNJANG

    APOTIK : YENTI REFLINDA ELGUSNETI

    GUSTINAR NURSAM

    RR : AMRIANI NURHAYATI

    KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

    Drg. DWI FILIANA

    P2M Tb Paru : NURHAYATI

    SURVEILANS : ADETYOZA, Amk

    DBD : IRDAWATI, SKM

    ISPA : NELLY MURSITA

    DIARE : ERFITA

    IMUNISASI/RABIES : FERDINI

    DK,Amd,Keb

    MALARIA/LABOR : LIZA NURMAYA

    D,Amd,Ak

    JUFRIYANTI,Amd,Ak

    PROMKES : YUSMARNI,Amd,Kep KESLING : IRDAWATI,SKM GIZI : SALNIATY,AMG

    PROGRAM TAMBAHAN

    UKS : GUSNETI UKGS : MURNI BR GURUSINGA LANSIA : LINA FIFRIANTI KESORGA : SYAMSIWARTI PERKESMAS : DEWI RAHAYU,Amd,Kep

    Gambar 2. Struktur Organisasi Puskesmas Andalas11

  • BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1. Definisi

    Demam berdarah dengue/DBD (Dengue Haemorhagic Fever/DHF) adalah penyakit

    infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot,

    dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh leukopenia ,ruam, limfadenopati,trombositopeni,dan

    diatesis hemoragic. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh

    hemokonsentrasi (peningkatan Hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh.

    Sindrom Renjatan Dengue (Dengue Syok Sindrom) adalah demam berdarah dengue yang

    ditandai dengan renjatan/syok.13

    3.2.Etiologi

    DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang mempunyai 4 serotipe yaitu den-1,

    den-2, den-3, dan den-4. Virus dengue serotipe den-3 merupakan serotipe yang dominan di

    Indonesia dan paling banyak berhubungan dengan kasus berat.13

    3.3. Patogenesis

    Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Reaksi tubuh merupakan reaksi

    yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak bila seseorang

    mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Re-infeksi ini akan

    menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks

    antigen antibodi (kompleks virus antibodi) yang tinggi. 13

    Terdapatnya komplek virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut: 13

    1. Kompleks virus-antibodi akan mengaktivasi sistem komplemen, berakibat dilepaskannya

    anafilatoksin C3a dan C5a.C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh

    darah dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang amat

    berperan dalam terjadinya renjatan. Pada DSS kadar C3 dan C5 menurun masing-masing

    sebanyak 33% dan 89%. Nyata pada DHF pada masa renjatan terdapat penurunan kadar

    komplemen dan dibebaskannya anafilatoksin dalam jumlah besar, walupun plasma

    mengandung inaktivator ampuh terhadap anafilatoksin, C3a Dan c5a agaknya perannya dalam

  • proses terjadinya renjatan telah mendahului proses inaktivasi tersebut. Anafilaktoksin C3a dan

    C5a tidak berdaya untuk membebaskan histamin dan ini terbukti dengan ditemukannya kadar

    histamin yang meningkat dalam air seni 24 jam pada pasien DHF.

    2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepaskan ADP akan mengalami metamorfosis.

    Trombosit yang mengalami kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem

    retikuloendotel dengan berakibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada keadaan

    agregasi, trombosit akan melepaskan amin vasoaktif (histamin dan serotonin) yang bersifat

    meninggikan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang

    koagulasi intravaskular.

    3. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan

    intravaskular yang meluas. Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang

    berperan dalam pembentukan anafilatoksin yang penghancuran fibrin menjadi fibrin

    degradation product. Disamping itu aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan

    dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

    Diagram 1. Patogenesis DBD

  • DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan

    ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis, yang

    dasarnya sebagai berikut:13

    1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel kupfer

    merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

    2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel, bertindak

    sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fogosit

    mononukleus.

    3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah terinfeksi

    itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang terinfeksi.

    4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular

    coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel fagosit

    mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan mediator lain yang

    mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh

    darah, serta tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

    2.4.Patofisiologi

    Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala

    karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di

    tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti

    pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DD disebabkan oleh

    kongesti pembuluh darah dibawah kulit. 14

    Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD

    dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilatoksin,

    histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan

    intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,

    hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari

  • saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat,

    volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%. 14

    Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan

    dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan hipovolemik yang

    terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan,

    asidosis metabolik dan kematian. 14

    Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi

    trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya

    megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan

    dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit

    menurun mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan

    diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi.

    14

    DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal DHF

    pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk

    dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga perannya akan

    menonjol.14

  • Gambar 3. Patofisiologi DBD

  • Diagram 2. Infeksi Virus Dengue

    2.5. Manifestasi Klinik

    Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik

    (silent dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan

    demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD).15

    Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

  • Keterangan:

    Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan terutama perdarahan GIT lebih

    dominan pada DBD.

    Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas

    kapiler sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan haemokonsentrasi,

    hipovolemia dan syok.

    Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1 inchi).

    2.6. Pemeriksaan Penunjang

    Spektrum

    Klinis Manifestasi Klinis

    DD

    Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut:

    nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan

    leukopenia.

    Dapat disertai trombositopenia.

    Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.

    DBD

    Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri

    retroorbita, mialgia dan nyeri perut.

    Uji torniquet positif.

    Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.

    Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan

    gusi, hematemesis, melena, hematuri.

    Hepatomegali.

    Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke rongga

    peritoneal.

    Trombositopenia.

    Hemokonsentrasi.

    Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat

    berkembang menjadi syok

    SSD

    Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).

    Gejala syok :

    Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis.

    Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.

    Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg.

    Akral dingin, capillary refill turun.

    Diuresis turun, hingga anuria.

  • Uji laboratorium meliputi :15

    1. Isolasi virus

    Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :

    Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.

    Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan

    dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan

    jaringan manusia.

    Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk

    Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala

    nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.

    2. Pemeriksaan Serologi

    Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

    Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)

    Uji Netralisasi (Neutralization Test)

    Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)

    Uji IgG Elisa indirek

    PEMERIKSAAN RADIOLOGI

    Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang

    dapat dideteksi yaitu :15

    1. Dilatasi pembuluh darah paru

    2. Efusi pleura

    3. Kardiomegali dan efusi perikard

    4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati

    5. Caran dalam rongga peritoneum

    6. Penebalan dinding vesika felea

    2.7 Klasifikasi DBD

  • WHO 1997 membagi Demam Berdarah Dengue menjadi empat derajat yaitu:15

    1. Derajat I (ringan).

    Demam mendadak 2 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan

    dengan uji truniquet positif

    2. Derajat II (sedang).

    Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan

    spontan kulit dan perdarahan lain.

    3. Derajat III (berat).

    Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan

    nadi menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan

    penderita menjadi gelisah.

    4. Derajat IV (berat).

    Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat

    diraba.

    2.8. Diagnosis

    Kriteria klinis :15

    1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah, nyeri pada

    punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari.

    2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif, petekie, ekimosis,

    epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

    3. Hepatomegali

    4. Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi 20 mmHg, atau hipotensi disertai

    gelisah dan akral dingin.

    Kriteria laboratoris :

    1. Trombositopenia ( 100.000/l)

    2. Hemokonsentrasi (kadar Ht 20% dari orang normal)

    Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk

    menegakkan diagnogsis kerja DBD.

  • 2.9. Pengobatan DBD

    Pengobatan DBD : 16,17

    Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan

    plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan.

    Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa.

    Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

    1. Demam dengue

    Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien

    dianjurkan:

    Tirah baring, selama masih demam.

    Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

    Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis,

    perdarahan, atau asidosis.

    Dianjurkan pemberian cairan danelektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.

    Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase konvalesen.

    2. Demam Berdarah Dengue

    Penatalaksanaan DBD dibagi menjadi 4 bagian yaitu tersangka infeksi dengue, DBD

    derajat I atau II tanpa peningkatan hematokrit, DBD derajat II dengan peningkatan

    hematokrit >20% dan DBD derajat III dan IV.

  • a. Tersangka DBD

    Tersangka DBD

    Demam tinggi, mendadak terus-

    menurus < 7 haru tidak disertai

    inkfesi saluran nafas bagian atas,

    badan lemah dan lesu

    Ada kedauratan

    Tanda syok

    Muntah terus-menerus

    Kejang

    Kesadaran menurun

    Muntah darah

    Berak hitam

    Jumlah trombosit

    < 100.000/l

    Jumlah trombosit

    > 100.000/l

    Uji Tourniquet (+)Uji Tourniquet (-)

    Periksa uji

    Torniquet

    Rawat jalan

    parasetamol

    Kontrol tiap hari

    sampai demam hilang

    Nilai tanda klinis,

    periksa trombosit & Ht

    bila demam menetap

    setelah hari sakit ke-3

    Rawat Jalan :

    Minum banyak 1,5-2 liter/hari

    Kontrol tiap hari sampai

    demam turun

    Periksa Hb, Ht, trombosit tiap

    kali

    Perhatian untuk orang tua

    Pesan bila timbul tanda syok,

    yaitu gelisah, lemah, kaki/

    tangan dingin, sakit perut,

    berak hitam, bak kurang

    Lab : Hb & Ht naik,

    Trombosit turun

    Segera bawa ke rumah sakit

    Rawat inap

    (lihat Badan 3)

    Tidak ada kedaruratan

  • Diagram 3. Alur Tatalaksana Suspect DBD

    b. DBD tanpa syok (derajat I dan II)

    a. Medikamentosa

    Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

    b. Suportif

    Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

    perdarahan. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan

    dari fase demam ke fase syok disebut time of fever differvesence dengan baik. Cairan

    intravena diperlukan apabila anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,

    dehidrasi dapat mempercepat terjadinya syok dan nilai hematokrit cenderung meningkat

    pada pemeriksaan berkala.

    DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan hematokrit

    Gejala Klinis :

    Demam 2-7 hari

    Uji Tomiquet (+) atau perdarahan spontan

    Laboratorium:

    Hematokrit tidak meningkat

    Trombositopeni (ringan)

    Pasien tidak dapat minum

    Pasien muntah terus-menerus

    Pasien masih dapat minum

    Beri minum banyak 1-2 liter/hari atau

    satu sendok makan tiap 5 menit.

    Jenis minuman: air putih, teh manis,

    sirup, juas buah, susu, oralit

    Bila suhu > 38 0C beri parasetamol

    Bila kejang beri obat antikonvulsif

    sesuai berat badan Pasang infus NaCl 0.9%

    dekstrosa 5% (1:3), teteskan rumatan

    Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

    Ht naik atau trombosit turun

    Infus ganti ringer laktat (RL)

    (tetesan disesuaikan, lihat

    Bagan 4)

    Monitor gejala klinis dan laboratorium

    perhatian tanda syok

    Palpasi hati setiap hari

    Ukur diuresis setiap hari

    Awasi perdarahan

    Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

    Perbaikan klinis dan laboratorium

    Pulang (kriteria pulang)

    - Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

    - Nafsu makan membaik

    - Secara klinis tampak perbaikan

    - Hematokrit stabil

    - Tiga hari setelah syok teratasi

    - Jumlah trombosit > 50.000/

    - Tidak dijumpai distres pernapasqan (disebabkan oleh efusi pluera atau asidosis

  • Diagram 4. Tatalaksana DBD derajat 1 dan II tanpa peningkatan Hematokrit

    DBD derajat II dengan peningkatan Ht > 20%

    Cairan awal

    Perbaikan

    Tidak gelisah

    Nadi kuat

    Tekanan stabil

    Diuresis cukup

    Ht turun

    (2 kali pemeriksaan)

    Tetesan dinaikkan

    Tanda vital memburuk Ht

    meningkat

    Tidak ada perbaikan

    Gelisah

    Distres pernapasan

    Frekuensi nadi naik

    Ht tetap tinggi/naik

    diuresis kurang/tidak ada

    Perbaikan

    Koloid

    20-30 ml/kgBB

    Perbaikan

    RL/RA/NaCl 0.9% atau RLD5/

    NaCl 0.9% + D5, 6-7 ml/kgBB/jam

    Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

    Tetesan dikurangi

    10 - 15 ml/kgBB/jam

    Evaluasi 15 - 24 jam

    Tanda vital tidak stabil

    Distres pernapasan

    Ht naik

    Tek Nadi < 20 mmHg

    Ht turun

    Transfusi darah segar

    10 ml/kgBB

    Indikasi Transfusi ada Anak :

    - Syok yang belum teratasi

    - Perdarahan masif

    Ket : RA : Ringer asetat

  • Diagram 5. Tatalaksana DBD derajat I dan II dengan peningkatan Hematokrit

    c. DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)

    1. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kgBB

    secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap diberikan

    ringer laktat 20 ml/kgBB ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam, maksimal 1500ml/hari

    2. Pemberian cairan 10 ml/kgBB/jam tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume

    cairan diturunkan menjadi 7 ml/kgBB/jam dan selanjutnya 5 ml dan 3 ml apabila tanda vital

    membaik.

    3. Jumlah urin 1 ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik

    4. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.

    5. Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.

    6. Indikasi pemberian darah:

    a. terdapat perdarahan secara klinis

    b. setelah mendapat cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun, diduga

    telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 ml/kgBB

    c. Apabila kadar hematokrit tetap >40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil

    d. Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan koagulopati

    atau koagulasi intravaskular desiminator (KID) pada syok berat yang menimbulkan

    perdarahan masif

    e. Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai plasma segar

    (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih hebat.

    3.10 Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan DBD

  • Saat ini, tidak tersedia vaksin untuk demam berdarah dan belum ada obat-obatan

    khusus untuk penyembuhannya. Karena itu, pencegahan terbaik adalah dengan

    menghilangkan faktor penyebabnya dengan cara memberantas vektor penularanannya yaitu

    nyamuk Ae.Aegypti.15

    Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan

    primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan tingkat pertama ini

    merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah

    orang yang sehat menjadi sakit.15

    Untuk pencegahan primer, tindakan yang bisa dilakukan adalah :15

    a. Melakukan surveilans vektor untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat

    utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran

    dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai, untuk

    memprioritaskan wilayah dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor.

    Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah survei jentik. Survei jentik dilakukan dengan

    cara melihat atau memeriksa semua tempatatau bejana yang dapat menjadi tempat

    perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada

    tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada

    tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

    Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang

    dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan

    yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih

    menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah.

    b. Melakukan pengendalian vektor untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk Aedes

    aegypti. Secara garis besar ada 3 cara pengendalian vektor yaitu :

    Pengendalian Cara Kimiawi

    Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada

    nyamukdewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan

    organoklorin, organofosfor, karbamat, dan pyrethoid. Bahan-bahan insektisida dapat

    diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan (spray) terhadap rumah-rumah penduduk.

  • Insektisida yang dapat digunakan terhadap larva Aedes aegypti yaitu dari golongan

    organofosfor (Temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat

    perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.

    Pengendalian Hayati / Biologik

    Pengendalian hayati atau sering disebut dengan pengendalian biologis dilakukan

    dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan mikroorganisme hewan

    invertebrate atau vertebrata. Sebagai pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen,

    parasit dan pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax), ikan gabus

    (Gambusia affinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva nyamuk. Beberapa jenis

    golongan cacing nematoda seperti Romanomarmis iyengari dan Romanomarmis culiforax

    merupakan parasit yang cocok untuk larva nyamuk.

    Pengendalian Lingkungan

    Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara lain dengan

    mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu memasang kawat kasa pada pintu, lubang

    jendela, dan ventilasi di seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar

    mandi, di kamar tidur, atau di tempat yang tidakterjangkau sinar matahari.

    c. Melakukan surveilans kasus yang dapat dilakukan dengan surveilans aktif maupun pasif.

    d. Melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk melalui program 3 M +

    Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu

    sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya.

    Menutup rapat-rapat tmpat penampungan air.

    Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti:

    kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-lain.

    Plus tidak menggantung pakaian, memakai lotion atau obat anti nyamuk, menutup lubang-

    lubang pada bambu dengan tanah supaya air tidak tergenang. Inti dari plusnya ini adalah

    lebih memperhatikan kebersiha lingkungan sekitar kita.

    Untuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara melakukan penemuan,

    pertolongan, dan pelaporan penderita DBD dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan

    masyarakat. Selain itu pada pencegahan sekunder juga dilakukan penyelidikan epidmiologi

    dari pihak surveilans puskesmas bersama Dinas Kesehatan Kota dan aparat wilayah.

  • Sedangkan pencegahan tingkat tertier dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat

    penyakit DBD dan melakukan rehabilitasi.

    Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan :15

    a. Transfusi Darah

    Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan malena

    diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah secepatnya.

    b. Stratifikasi Daerah Rawan DBD

    Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan stratifikasi daerah rawan seperti :

    Endemis yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir selalu ada kasus DBD.

    Kegiatan yang dilakukan adalah fogging Sebelum Musim Penularan (SMP), abatisasi

    selektif, dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

    Sporadis yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir ada kasus DBD.

    Kegiatan yang dilakukan adalah Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), PSN (Pemberantasan

    Sarang Nyamuk) dan 3M, penyuluhan tetap dilakukan.

    Potensial yaitu Kecamatan, Kelurahan, yang dalam 3 tahun terakhir tidak ada kasus DBD.

    Tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi dengan wilayah lain dan

    persentase rumah yang ditemukan jentik > 5%. Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN,

    3M dan penyuluhan.

    Bebas yaitu Kecamatan, Kelurahan yang tidak pernah ada kasus DBD. Ketinggian dari

    permukaan air laut > 1000 meter dan persentase rumah yang ditemukan jentik 5%.

    Kegiatan yang dilakukan adalah PJB, PSN, 3M dan penyuluhan.

    Namun Program pemberantasan penyakit DBD di berbagai negara pada umumnya

    belum berhasil, karena masih tergantung pada penyemprotan dengan insektisida untuk

    membunuh nyamuk dewasa.Penyemprotan membutuhkan pengoperasian yang khusus dan

    dan dibanyak Negara upaya semacam itu membutuhkan biaya yang tinggi.15

    Untuk mencapai kelestarian program pemberantasan vektor DD/DBD sangat penting

    untuk memusatkan pada pembersihan sumber larva dan harus bekerja sama dengan sector

    non-kesehatan, seperti organisasi non-pemerintahan, organisasi swasta dan kelompok

    masyarakat, untuk memastikan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dalam

    pelaksanaannya. Untuk itu, perlu diterapkan pendekatan yang terpadu terhadap

  • pengendalian nyamuk dengan menggunakan semua metode yang tepat (lingkungan, biologi,

    dan kimiawi) aman, murah, dan ramah lingkungan.Program pemberantasan Ae. Aegypti

    yang sukses dan berkesinambungan haruslah melibatkan kerja sama antara lembaga

    pemerintah yang terkait serta masyarakat. Pendekatan yang akan dijabarkan di bawah ini

    penting artinya untuk pemberantasan Ae. Aegypti jangka panjang dan berkesinambungan.15

    Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Berkesinambungan

    Agar upaya pencegahan dan pemberantasan DBD dapat berjalan maksimal, maka

    kegiatan-kegiatan ini harus dilakukan secara berkesinambungan. Ada beberapa faktor yang

    turut berperan agar upaya-upaya tersebut dapat terlaksana sesuai target, diantaranya :15

    a. Partisipasi Masyarakat

    Partisipasi Masyarakat suatu proses dimana perorangan, keluarga dan masyarakat

    dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vector di wilayahny.

    Kegiatan ini dimaksudkan untuk meyakinkan masyarakat bahwa program ini perlu

    dilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah yang ada dilingkungannya. Melalui

    kegiatan ini dapat menaikkan rasa percaya diri masyarakat dalam ikut melaksanakan

    pembangunan.

    Tujuan

    Mengembangkan cakupan program kepada seluruh anggota masyarakat dengan car

    amelibatkan masyarakat secara aktif

    1. Membuat program agar lebih efisien dan efektif, dengan mengkoordinasikan berbagai

    sumber daya yang lebihbesar, termasuk pula upaya memadukan kegiatan-kegiatan dan

    usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat.

    2. Membuat program agar lebih efektif dengan cara menyusun sasaran, tujuan dan strategi

    bersama-sama dengan masyarakat.

    3. Meningkatkan rasa keadilan melalui pembagian tanggung jawab, dan meningkatkan rasa

    kesetiakawanan dalam membantu masyarakat, khususnya yang tergolong dalam kelompok

    resiko tinggi.

    4. Menumbuhkan rasa percaya masyarakat danmeningkatkan rasa kepekaan masyarakat

    terhadap upaya kesehatan.

  • Berbagai cara dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat

    terhadap kejadian demam berdarah dengue di lingkungan, diantaranya :

    1. Menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat

    Pemerintah dan organisasi kemasyarakatan harus mampu menunjukkan kepedulian

    yang sungguh-sungguh terhadap penderitaan masyarakat, misalnya bagi pasien atau yang

    meningga lkarena dengue, masalah ekonomi keluarga, dan mengusahakan agar program

    dapat bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan dan harapan rakyat.

    2. Memprakarsai dialog

    Para pemimpin pemerintahan, tokoh-tokoh masyaraka tbaik formal maupun non

    formal, organisasi kewanitaan, kelompok-kelompok pemuda, LSM, dan organisasi

    kemasyarakatan lainnya, harus diajak berdialog melalui kontak personal, diskusi-diskusi

    kelompok penayangan film dan lain-lain.

    3. Menciptakan masyarakat agar mempunyai rasa memiliki program

    Pemerintah harus mampu merangsang masyarakat untuk membuat gagasan dan

    memprakarsai program, sedangkan pemimpin berperan membantu pelaksanaan dengan

    memanfaatkansumber daya yang tersedia untuk mendanai program.

    4. Penyuluhan kesehatan

    Penyuluhan kesehatan sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.

    Ini adalah proses jangka panjang untuk mencapai perubahan perilaku manusia, yang harus

    dilaksanakan secara berkelanjutan. Penyuluhan tidak semata-mata sebagai forum untuk

    memberitahukan kepada masyarakat tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

    Penyuluhan kesehatan harus dilaksanakan berdasarkan hasil penelitian formatif guna

    mengidentifikasi hal-hal apa saja yang penting bagi masyarakat dan harus

    diimplementasikan pada tingkat masyarakat, tingkat wilayah dan tingkat penentu kebijakan.

    Tingkat masyarakat

  • Masyarakat sebaiknya tidak hanya dibekali pengetahuan dan ketrampilan memberantas

    vector, namun materi juga membekali mereka dengan pengetahuan untuk mampu membuat

    pilihan-pilihan yang terbaik dalam masalah kesehatan serta mampu untuk bertindak secara

    individual dan kolektif.

    Tingkat administrasi pemerintahan (pusat sampai desa)

    Memungkinkan masyarakat untuk memobilisasikan tindakan-tindakan dilokasi tertentu

    (lokal) serta melakukan dorongan sosial yang tidak hanya melibatkan satu kelompok

    masyarakat saja tetapi mencakup berbagai kelompok untuk berpartisipasi dalam masalah

    kesehatan, pembangunan dan kegiatan sosial lainnya.

    Tingkat politik (penentu kebijakan)

    Harus tersedia mekanisme yang memungkinkan masyarakat mampu menyampaikan

    prioritas masalah kesehatan mereka kepada pihak-pihak penentu kebijakan.

    Partisipasi masyarakat ini disalurkan melalui kegiatan-kegiatan yang penting

    dilakukan agar program pemberantasan DBD/DD dapat berkesinambungan

    1. Tingkat individu, mendorong setiap rumah tangga untuk melakukan kegiatan rutin

    pemberantasan DBD / DD seperti : pengurangan sumber perkembangbiakan nyamuk dan

    tindakan perlindungan.

    2. Tingkat masyarakat, diselenggarakan kampanye kebersihan dua kali atau lebih dalam

    setahun untuk memberantas tempat-tempat perkembangbiakan jentik nyamuk di tempat-

    tempat umum maupun rumah pribadi.

    3. Apabila partisipasi masyarakat luas sulit diwujudkan karena alasan-alasan geografis,

    pekerjaan, atau demografis, keterlibatan masyarakat dapat tetap diwujudkan melalui

    organsisasi masyarakat dan kelompok sukarela (kader).

    4. Memperkenalkan pentingnya program program diatas disekolah kepada anak-anak dan

    orangtua untuk memberantas tempat perkembangbiakan nyamuk di rumah dan di sekolah.

    5. Mengajak dan mendorong sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam program kepedulian

    dan pengembangan sanitasi masyarakat sebagai sponsor.

    6. Mengkoordinasikan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan dan pemberantasan

    DBD melalui prioritas pembangunan masyarakat lainnya.

  • 7. Mengkombinasikan upaya pemberantasan vektor dengue dengan melakukan pengamatan

    dari seluruh spesies penyebab penyakit dan nyamuk pengganggu serta serangga lainnya.

    8. Mengatur insentif baru bagi mereka yang berpartisipasi dalam program pembasmian

    dengue.

    b. Koordinasi antar sektor

    Masalah dengue bukan merupakan masalah kesehatan saja. Upaya pencegahan dan

    pemberantasan dengue memerlukan koordinasi yang kuat serta kerjasama antara sektor

    kesehatan dan non kesehatan (baik pemerintah maupun swasta), LSM, dan masyarakat

    setempat. Selama wabah terjadi, kerjasama tersebut semakin diperlukan karena upaya

    penanganan KLB atau wabah memerlukan berbagai sumber daya dari seluruh kelompok

    untuk mengawasi penyebaran penyakit. Kerjasama antar sektoral melibatkan setidaknya 2

    komponen, yaitu: penyediaan sumber daya dan penyesuaian kebijakan antar sektor

    pemerintah dengan lembaga non pemerintah.

    c. Pengembangan model

    Pengembangan model program pemberantasan dengue dilakukan melalui suatu

    pendekatan partisipasi masyarakat harus dimulai dengan mengidentifikasi pihak-pihak yang

    secara potensial terkait dan bertanggungjawab. Setelah itu, mempelajari cara-cara mendekati

    mereka agar berpartisipasi dalam kegiatan pemberantasan vektor.

    d. Mobilisasi sosial

    Pertemuan advokasi bagi para penyusun kebijakan untuk mencapai komitmen politik

    dalam kampanye kebersihan massal dan sanitasi lingkungan perlu dilakukan. Pertemuan

    koordinasi antar sektoral harus diadakan untuk menggali donor yang mungkin mendanai

    kampanye massal pemberantasan sarang nyamuk serta langkah-langkah yang dibutuhkan

    untuk membantu pembiayaan program.Pelatihan dan orientasi bagi tenaga-tenaga medis

    harus pula dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan teknis dan keterampilan mereka

    dalam mensupervisi kegiatan dan pemberantasan DBD. Gerakan bulan DBD harus

    diselenggarakan minimal 2 kali setahun, yaitu sebelum musim penularan dan selama periode

    puncak penularan.

    e. Dukungan legistatif

    Dukungan legistatif sangat penting bagi keberhasilan program pemberantasan

    dengue. Seluruh Negara memiliki undang-undang tentang pengawasan penyakit epidemik

  • dengan memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang

    diperlukan di masyarakat dalam pembasmian epidemi.

    Pemberantasan Sarang Nyamuk

    Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue

    (PSN-DBD)15

    Gerakan PSN DBD adalah seluruh kegiatan masyarakat bersama pemerintah yang

    dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit DBD

    disertai pemantauan hasil hasilnya secara terus menerus. Gerakan PSN DBD ini merupakan

    bagian yang penting dari keseluruhan upaya pemberantasan penyakit DBD dan upaya

    mewujudkan kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat dalam rangka mencapai

    masyarakat dan keluarga sejahtera.

    Tujuan Gerakan PSN DBD adalah membina peran serta masyarakat dalam

    pemberantasan penyakit DBD, terutama dalam memberantas jentik nyamuk penularnya,

    sehingga penularan penyakit DBD dapat dicegah atau dibatasi.

    Sasaran Gerakan PSN DBD adalah agar semua keluarga dan pengelola tempat

    umum melaksanakan PSN DBD serta menjaga kebersihan di lingkungannya masing-masing,

    sehingga bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti. Selain itu melalui gerakan ini, semua

    keluarga juga diharapkan untuk :

    1. Melakukan konsultasi (memeriksakan) kepada petugas kesehatan jika ada anggota keluarga

    yang sakit dan diduga menderita penyakit DBD, karena penderita penyakit ini perlu segera

    mendapat pertolongan.

    2. Melaporkan kepada Kepala Desa/Kelurahan, jika ada anggota keluarga yang menderita

    penyakit DBD, agar dilakukan penggerakan masyarakat di sekitarnyaguna mencegah

    meluasnya penyakit ini.

    3. Membantu kelancaran penanggulangan kejadian penyakit DBD yang dilakukan oleh petugas

    kesehatan.

    Sasaran wilayah yang diprioritaskan adalah Kecamatan endemis dan Kecamatan

    Sporadis. Metode yang digunakan adalah pendekatan edukatif dan persuasif melalui

    kegiatan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat.Semua keluarga harus diberi

  • informasi tentang penyakit DBD dan dimotivasi untuk melaksanakan PSN-DBD secara

    terus-menerus, sehingga PSN-DBD dan pemeliharaan kebersihan lingkungan menjadi

    kebiasaan sehari-hari bagi setiap keluarga.

    Gerakan PSN DBD di Desa/Kelurahan dikoordinasikan oleh Kelompok Kerja

    Pemberantasan Penyakit DBD atau disingkat Pokja DBD, yang merupakan forum

    koordinasi kegiatan pemberantasan penyakit DBD dalam wadah LKMD. Pembinaan

    pelaksanaan Gerakan PSN-DBD dilakukan oleh POKJANAL DBD Tingkat Kecamatan,

    Kabupaten/Kodya, Propinsi dan Tingkat Pusat secara berjenjang.Adapun POKJANAL DBD

    yang dimaksud merupakan forum koordinasi lintas program/sektoral dalam pembinaan

    upaya pemberantasan penyakit DBD yang secara organisasi berada di bawah serta

    bertanggung jawab kepada Ketua Harian Tim Pembina LKMD.

    Pokok-Pokok Kegiatan Penggerakan PSN DBD15

    Penggerakan PSN DBD di Desa/Kelurahan

    Sasaran penggerakan PSN DBD di Desa/ Kelurahan adalah keluarga yaitu dilaksanakannya

    PSN DBD di rumah-rumah secara terus menerus. Kegiatan rutin penggerakan PSN DBD di

    Desa/Kelurahan antara lain meliputi :

    1. Kunjungan rumah berkala sekurang-kurangnya tiap 3 bulan (untuk penyuluhan dan

    pemeriksaan jentik) oleh kader di tingkat RT/RW, kader Dasawisma atau tenaga lain sesuai

    kesepakatan masyarakat setempat. Kegiatan ini dibimbing oleh Kader Tingkat

    Desa/Kelurahan (kader inti) yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas.

    2. Penyuluhan kelompok masyarakat oleh kader dan tokoh masyarakat, antara lain di

    Posyandu, tempat ibadah dan dalam pertemuan-pertemuan warga masyarakat..

    3. Kerja bakti PSN DBD dan kebersihan lingkungan secara berkala.

    Penggerakan PSN DBD di Sekolah dan Tempat Umum lainnya

    Pembinaan kegiatan PSN DBD di sekolah diintegrasikan dalam proses belajar mengajar,

    baik melalui intra maupun ekstrakurikuler termasuk program UKS. Pembinaan kegiatan

    PSN DBD di tempat umum lainnya dipadukan dalam program pemeliharaan kesehatan

    lingkungan antara lain melalui pemeriksaan sanitasi tempat umum.

    - Penyuluhan dan Motivasi Kepada Masyarakat Luas

  • Penyuluhan kepada masyarakat luas dilaksanakan melalui media massa seperti TV, radio,

    bioskop, poster, surat kabar, majalah, dan sebagainya. Motivasi tentang PSN DBD

    dilakukan antara lain melalui berbagai lomba misalnya lomba PSN Desa, lomba sekolah,

    dan lain-lain.

    Pemantauan Penggerakan PSN DBD15

    Pemantauan penggerakan PSN DBD di Desa/Kelurahan maupun di sekolah dan

    tempat umum lainnya, dipantau secara berkala, sekurang-kurangnya tiap 3bulan, oleh

    Pokjanal DBD tingkat kecamatan dan Pokjanal DBD tingkat kabupaten/kodya. Pemantauan

    dilaksanakan antara lain dengan melakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB) pada sejumlah

    sampel rumah, sekolah dan tempat umum lainnya. Sebagai indikator keberhasilan

    penggerakan PSN DBD yang digunakan adalah angka bebas jentik (ABJ) yaitu persentase

    rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik. Hasil pemantauan disajikan dalam Form

    PWS PSN DBD dan dibahas dalam pertemuan berkala Pokjanal DBD untuk ditindaklanjuti

    oleh masing-masing instansi/lembaga yang bersangkutan.

    Komunikasi Perubahan Perilaku (Communication for Behavioral Impact)15

    Untuk mengoptimalkan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSN DBD, pada

    tahun 2004 WHO memperkenalkan suatu pendekatan baru yaitu Komunikasi Perubahan

    Perilaku/KPP (Communications for Behavioral Impact /COMBI), tetapi beberapa negara di

    dunia seperti negara Asean ( Malaysia, Laos, Vietnam), Amerika Latin (Nikaragua, Brazil,

    Cuba) telah menerapkan pendekatan ini dengan hasil yang baik. Indonesia sudah diterapkan

    di Jakarta Timur sebagai daerah uji coba dan juga memberikan hasil yang baik.

    3.11 Prognosis17

    Bila tidak disertai dengan renjatan maka prognosa baik, biasanya dalam 24-36 jam

    cepat menjadi baik.5 Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi

    dengan perawatan intensif yang cukup, kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup

    secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif.

  • 3.11 Monitoring dan Evaluasi18

    a. Indikator Pemerataan

    1. Penyelidikan Epidemiologis (PE) = Jumlah penderita dengan PE

    Jumlah penderita yang dilaporkan

    2. Fogging Focus = Jumlah Fogging

    Jumlah Penderita

    b. Indikator efektivitas perlindungan =

    Cakupan rumah dengan FF/AS/PSN

    Jumlah rumah yang seharusnya tercakup dalam FF/AS/PSN

    c. Indikator efisiensi program

    1. Angka kepadatan jentik (HI) = Jumlah rumah yang positif terdapat jentik

    Jumlah rumah yang diperiksa

    2. Angka Kesakitan DBD = Jumlah kesakitan DBD

    Jumlah Penduduk

    3. Angka kematian DBD = Jumlah kematian DBD

    Jumlah penderita

    X 100%

    X 100%

    X 100%

    X 100%

    X 100%

  • BAB IV

    PEMBAHASAN

    4.1. Identifikasi Masalah

    Proses identifikasi masalah dilakukan melalui analisa data sekunder dan wawancara

    dengan penanggung jawab program di Puskesmas Andalas. Dari 6 program pokok yang

    dijalankan Puskesmas Andalas, yaitu 5 program bersifat promotif dan preventif, dan 1

    program kuratif (pengobatan), perlu dilakukan identifikasi masalah pada masing-masing

    program. Dari program kesehatan lingkungan, promosi kesehatan, gizi, KIA dan KB, serta

    penanggulangan penyakit menular (P2M) masih terdapat beberapa kesenjangan antara

    pencapaian dengan target yang ditetapkan. Pada bidang pengobatan masih terdapat beberapa

    penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi. Target dan pencapaian setiap program

    pokok dapat dilihat pada Tabel 4.1 sampai Tabel Tabel 4.6.

    4.1.1. Program Kesehatan Lingkungan

    Tabel . Target dan Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan tahun 201110

    No. Program Target/

    Indikator Pencapaian Kesenjangan

    1. Pengawasan TTU 100 % 93,8 % 6,2 %

    2. Pemeriksaan TP2M 100 % 95 % 5 %

    3. Survey Perumahan 100 % 67,7 % 12,3 %

    4. Monitoring TPS 100 % 100 % -

    5. Pemeriksaan K5 100 % 100 % -

    6. Klinik Sanitasi 100 % 100 % -

    7. Pemantauan DAMIU 100 % 93,4 % 6,6 %

    Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

  • 0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    100 100 100 100 100 100 100 100

    90 87.5

    56

    94

    86

    98 91

    91.3

    TARGET PENCAPAIAN

    Grafik . Target dan Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan tahun 2011

    Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

    Program Kesehatan Lingkungan adalah bagian dari 6 Program Pokok Puskesmas

    yang merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan dan pemukiman melalui

    upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum, termasuk

    pengendalian pencemaran lingkungan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan

    keterpaduan pengelolaan lingkungan melalui analisis dampak lingkungan. Ada 8 program

    kegiatan dari Program Kesling, yaitu: Pengawasan Tempat-tempat Umum (Peng.TTU),

    Pemeriksaan Tempat Pengolahan Makanan (Pemrk.TPM), Survey Perumahan, Penyuluhan,

    Monitor Tempat Pembuangan Sampah (Mon.TPS), Pemeriksaan Kaki Lima (Permk.K5),

    Klinik Sanitasi dan Depot Air Isi Ulang. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Andalas

    tahun 2011 masih terdapat beberapa program Kesling yang belum mencapai target 100%,

    diantaranya: program Pengawasan Tempat-Tempat Umum, Pengawasan Tempat

    Pengelolaan Makanan, Survey Perumahan, Penyuluhan dan Pemeriksaan Depot Air Isi

    Ulang. Namun program yang masih sangat jauh dari target adalah program Survey

    Perumahan, yang hanya terpenuhi 67,7% dari 100% target.

  • Untuk tahun 2011, terjadi keterlambatan penentuan target jumlah minimal rumah

    yang harus disurvey dari Dinas Kesehatan Kota untuk setiap wilayah kerja Puskesmas.

    Idealnya setiap rumah di wilayah kerja harus disurvey setiap tahunnya. Penilaian meliputi

    sarana sanitasi dasar, meliputi jamban keluarga (Jaga), saluran pembuangan air limbah

    (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS). Untuk tahun 2011, ditetapkan oleh DKK

    meliputi 200 rumah setiap wilayah kerja puskesmas, untuk mewakili semua rumah di

    wilayah kerja. Namun karena keterbatasan sumber dana dan tenaga kesehatan, khususnya

    tenaga bagian Kesehatan Lingkungan, tidak semua rumah di wilayah kerja bisa dinilai

    Sarana Sanitasi Dasarnya. Dan sampai waktu akhir pelaporan yang ditentukan DKK, tim

    Kesling Puskesmas Andalas baru bisa mendatangi dan menilai 20 rumah dari 200 rumah

    yang ditentukan. Inilah yang menyebabkan pencaipaian survey perumahan untuk tahun

    2011 masih belum memenuhi dari target.10

    4.1.2. Program Promosi Kesehatan

    Tabel . Target dan Pencapaian Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM) Program

    Promosi Kesehatan tahun 201110

    No. Program Target

    (per tahun)

    Pencapaian

    (per tahun)

    PKM (Penyuluhan Kesehatan

    Masyarakat)

    1. Penyuluhan dalam gedung 96x 112 x

    2. Penyuluhan luar gedung 960x 1208 x

    3. Penyuluhan keliling 48x 52 x

    UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis

    Masyarakat)

    1. Kelurahan Siaga 100% 100%

    2. PHBS 65 % 63,88 %

    3. Poskestren (Pos kesehatan pesantren) 100 %

    (2 pesantren)

    100 %

    (2 Pesantren)

  • 4. Pos UKK (Unit Kesehatan Kerja) 100 %

    (10 pos)

    130%

    (13 pos)

    5. Pemanfaatan Toga 100%

    (575 KK yang ada

    TOGA)

    100%

    (575 KK yang

    memanfaatkan TOGA)

    6. Pembinaan Batra (pengobatan

    tradisional) 100 % 100 %

    Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

    Dari enam program UKBM Promosi Kesehatan terdapat satu program yang belum

    mencapai target yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yaitu 63,88% dari 65%

    target.

    PHBS merupakan bagian dari Program Promosi Kesehatan yang bertujuan untuk

    memberdayakan anggota rumahtangga agar sadar, mau dan mampu melakukan PHBS untuk

    memelihara dan meningkatkankesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan

    melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan.

    Terdapat 10 indikator dalam pelaksanaan PHBS, yaitu:10

    1. Persalinan ditolong tenaga kesehatan

    2. Memberi ASI eksklusif

    3. Penimbangan balita tiap bulan

    4. Menggunakan air bersih

    5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

    6. Menggunakan jamban sehat

    7. Membrantas jentik dirumah sekali seminggu

    8. Makan buah dan sayur setiap hari

    9. Melakukan aktivitas fisik setiap harinya

    10. Tidak merokok didalam rumah

  • Grafik . Survei PHBS di Puskesmas Andalas Tahun 2011

    Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

    Tabel . Pencapaian Indikator PHBS di setiap Kelurahan tahun 2011

    Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2011

    0

    20

    40

    60

    80

    10095.9

    89.5 81.4 80.4 80.2

    69.8

    60.9

    30.4

    20.2 16.8

    LINAKES

    AIR BERSIH

    JAMBAN

    TIMBANG

    JENTIK

    AKTIFITAS

    ASI EKS

    CTPS

    BUAH/SAYUR

    TDK MEROKOK

    Indikator Kelurahan

    I II III IV V VI VII VIII IX X

    1 96,4% 98,6% 90,5% 95% 91% 90,4% 90,4% 98% 95% 95%

    2. 60,1% 75% 69% 60% 58,4% 65% 59% 69,2% 60,9% 60,9%

    3. 80,3% 80,2% 75,4% 81,2% 79,6% 80,2% 78,2% 92,3% 80,4% 80,4%

    4. 94% 92,5% 85,3% 83,1% 78% 94% 83% 100% 85% 91%

    5. 20,5% 37,2% 41,2% 35% 28,9% 29% 33,3% 28% 24,3% 26,5%

    6. 97% 96% 74,3% 76% 80,3% 80% 79,5% 99% 81,4% 81%

    7. 78% 82,2% 69% 69,5% 81,5% 79% 84% 100% 80,2% 80,2%

    8. 24,6% 36,8% 24,5% 21,3% 19,6% 19,2% 19,4% 21% 20,2% 20,2%

    9. 51% 72,9% 25,3% 59,8% 60,6% 60,6% 65% 31,9% 31,9% 59,1%

    10. 15,5% 14,9% 20,2% 16,2% 12,9% 12,9% 17,2% 16,8% 16,8% 12,5%

    Target : 65%

  • Keterangan Indikator:

    1. Persalinan ditolong tenaga

    kesehatan

    2. Memberi ASI eksklusif

    3. Penimbangan balita tiap bulan

    4. Menggunakan air bersih

    5. Mencuci tangan dengan sabun

    6. Menggunakan jamban sehat

    7. Membrantas jentik dirumah

    sekali seminggu

    8. Makan buah dan sayur setiap

    hari

    9. Melakukan aktivitas fisik

    setiap hari

    10. Tidak merokok didalam rumah

    Keterangan Kelurahan:

    1. Kelurahan Sawahan

    2. Kelurahan Jati Baru

    3. Kelurahan Jati

    4. Kelurahan Sawahan Timur

    5. Kelurahan Simpang Haru

    6. Kelurahan Andalas

    7. Kelurahan Kubu Marapalam

    8. Kelurahan Kubu Dalam

    Parak Karakah

    9. Kelurahan Parak Gadang

    Timur

    10. Kelurahan Gt. Parak

    Gadang

    Survei PHBS di Puskesmas Andalas di lakukan untuk semua kelurahan

    dan diambil sampel 210 rumah tangga secara acak. Survei PHBS dilaksanakan

    satu kali setahun yaitu biasanya dilakukan di awal tahun.

    Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa masih ada indikator PHBS yang

    masih belum mencapai target nasional (65%) di wilayah kerja Puskesmas

    Andalas, yakni :

    1. Perilaku tidak merokok di dalam rumah (16.8%)

    2. Makan buah dan sayur setiap hari (20.2%)

    3. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun (30.4%)

    4. Pemberian ASI Eksklusif (60.9%)

    Perilaku masyarakat untuk tidak merokok di dalam rumah masih belum

    mencapai target yang ditetapkan. Semua kelurahan masih menunjukkan angka

    yang masih rendah. Hal ini disebabkan masih minimnya pengetahuan masyarakat

    mengenai efek rokok terhadap kesehatan anggota keluarganya. Masyarakat masih

    beranggapan jika efek rokok hanya berefek terhadap kesehatan si perokok. Dalam

    survei PHBS ini masih banyak kepala rumah tangga yang masih merokok di

    dalam rumah ketika berada bersama anggota keluarga lainnya.

  • Survei untuk indikator PHBS lain yang masih belum mencapai target

    adalah makan buah dan sayur setiap hari, dimana persentasenya masih 20.2%.

    Ini berarti bahwa masih banyak anggota keluarga rumah tangga yang masih belum

    mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau sebaliknya setiap

    hari.

    Dari data indikator PHBS dalam pencapaian MDGs didapatkan persentase

    penduduk yang cuci tangan pakai air bersih dan sabun yaitu 30,4%, angka ini

    masih jauh dari target nasional yaitu sebesar 65%. Disimpulkan terdapat

    kesenjangan sebesar 34,6% seperti yang terlihat pada grafik di atas.

    Daerah yang paling rendah pencapaian penduduk yang cuci tangan pakai

    air bersih dan sabun ini terdapat di Kelurahan Sawahan yakni 20,5% dari target

    65% (kesenjangan 44,5%). Kelurahan Sawahan memiliki jumlah penduduk

    5.438jiwa.

    Indkator PHBS untuk pemberian ASI Eksklusif masih mencakup 60,9%.

    Pencapaian tersebut masih rendah bila dibandingkan dengan target yang

    diharapkan 65 % bayi yang ada mendapat ASI Eksklusif. Banyak faktor yang

    menyebabkan masih rendahnya capaian indicator ini adalah kurangnya informasi

    tentang manfaat dan keunggulan ASI, serta kurangnya pengetahuan ibu tentang

    upaya mempertahankan kualitas dan kuantitas ASI selama periode menyusui.

    Pada dasarnya belum tercapainya target program PHBS ini dikarenakan

    masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjalani pola hidup sehat secara

    disiplin, sehingga sangat sulit untuk terpenuhinya 10 indikator PHBS setiap

    harinya. Andalas merupakan wilayah padat penduduk, yang terdiri dari beragam

    lapisan masyarakat. Berbeda-bedanya tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan

    maysarakat Andalas, menyebabkan makin sulitnya pengubahan pola hidup

    masyarakat. Selain itu masih kurang efektifnya usaha pen sosialisasian PHBS ke

    masyarakat, baik melalui penyuluhan maupun melalui penyebaran informasi

    PHBS melalui media-media seperti media elektronik, poster maupun leaflet.

    4.1.3. Program Gizi

    Ada beberapa program Gizi di Puskesmas Andalas seperti yang terdapat di

    tabel 4.4 tetapi belum semua program tersebut yang memenuhi target. Dari

    program Gizi yang dilaksanakan di Puskesmas Andalas, kegiatan penimbangan

  • Bayi dan Balita menunjukkan nilai N/D yang belum mencapai target yaitu 78,3%

    untuk N/D bayi dan 67% untuk N/D balita. Dari diskusi dengan petugas bagian

    Gizi dapat disimpulkan bahwa belum mencapai targetnya N/D bayi dan balita di

    Puskesmas Andalas antara lain disebabkan oleh :

    Kesadaran masyarakat yang masih kurang mengenai pentingnya

    peningkatan status gizi dan penimbangan tiap bulan bayi dan balita.

    Kurangnya kinerja kader untuk menginformasikan pentingnya

    penimbangan bayi dab balita

    Kurangnya inovasi-inovasi baru dalam pelaksanaan posyandu

    Tabel . Target dan Pencapaian Program Gizi tahun 201110

    No Kegiatan Sasaran

    (jumlah)

    Target

    (%)

    Hasil

    (jumlah)

    Hasil

    (%) Ket.

    1 2 3 4 5 6 7

    A Penimbangan

    1 Bayi

    D/S 1478 65,0% 1353 91,5

    N/D 1353 80,0% 1060 78,3 -1,7%

    BGM/D 1353

  • 1 2 3 4 5 6 7

    C Distribusi Fe

    1 Fe1 1776 90,0% 1882 106,0

    2 Fe3 1776 85,0% 2062 116,1

    3 Ibu Nifas 1613 80,0% 1707 100,9

    D Kasus Gizi Buruk

    1 Indek BB/U

    Buruk 7943

  • Grafik . Pencapaian Deteksi Resti Nakes Puskesmas Andalas Tahun 201110

    Berdasarkan data diatas Deteksi ibu hamil resiko tinggi dan kunjungan

    bayi di puskesmas merupakan program-program dari KIA-KB Puskesmas

    Andalas yang masih belum mencapai target, yakni 16% untuk Deteksi Resiko

    tinggi ibu hamil dan 86% untuk kunjungan bayi.

    Masih rendahnya pencapaian program Deteksi Resiko Tinggi Ibu Hamil

    memang dikarenakan rendahnya jumlah ibu hamil yang ditemukan positif

    beresiko tinggi dalam kehamilan dibanding perkiraan jumlah ibu hamil beresiko

    tinggi di Puskesmas Andalas. Dilihat dari kunjungan ibu hamil yaitu K1 dan K4,

    jumlah ibu hamil yang berkunjung sudah melebihi target. Sehingga kemungkinan

    untuk tidak terdeteksinya ibu hamil beresiko tinggi sangat rendah.

    05

    101520253035404550

    24.3

    16.9 13.0

    17.7 13.7

    24.3

    11.3 13.6

    16.2 15.5 16.4

    TARGET PENCAPAIAN

  • Grafik . Pencapaian kunjungan bayi Puskesmas Andalas tahun 2011

    Dari grafik 4.4 dapat dilihat bahwa pencapaian kunjungan bayi pada di

    wilayah kerja puskesmas Andalas tahun 2011 belum memenuhi target yang

    ditetapkan yaitu 92%. Jumlah sasaran bayi tahun 2011 adalah 1.613 bayi.

    Sedangkan jumlah bayi yang telah mendapatkan empat kali pelayanan kesehatan

    sesuai standar selama tahun 2011 adalah 1.399 bayi. Ini memberikan persentase

    hasil 86,7 % sehingga belum memenuhi target yang ditetapkan yaitu 92%. Hal ini

    bisa dikarenakan terdapatnya beberapa indikator untuk kunjungan.

    Seorang bayi itu dihitung telah memenuhi kriteria kunjungan apabila ia

    memenuhi 4 syarat:

    1. Mengikuti DDTK 4 kali setahun.

    2. Imunisasi dasar lengkap.

    3. Melakukan penimbangan minimal 8 kali menjelang usia 1 tahun.

    4. Mendapat vit A satu kali.

    SAWAHAN JATI BARU JATISAWAHAN

    TIMUR

    KB.

    MARAPALAMANDALAS

    KB.DLM.PRK.

    KRKH

    PRK. PDG.

    TIMURSP. HARU

    GT.PARAK

    GADANGPUSKESMAS

    KUNJUNGAN BAYI 86.2 86.3 87.0 89.1 87.3 88.5 86.0 85.7 85.3 86.2 86.7

    TARGET 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92 92

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

  • Apabila keempat syarat ini sudah terpenuhi, barulah dikatakan bayi itu

    sudah melakukan kunjungan ke Puskesmas. Mungkin hal inilah yang

    menyebabkan masih belum tercapainya target kunjungan bayi dan balita di

    Puskesmas Andalas ini.

    4.1.5. Program P2M

    Tabel . Target dan Pencapaian Program P2M tahun 2011

    No. Program Target/

    Indikator Pencapaian Kesenjangan Ket

    1. Imunisasi Kontak I

    - HB

  • bersalin dan Rumah Sakit Swasta yang ada diwilayah kerja Puskesmas Andalas

    dalam hal pelaporan jumlah pemberian imunisasi dasar di tempat-tempat

    tersebut.

    Case Detection Rate (CDR) TB adalah presentase jumlah pasien baru BTA

    positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif

    yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. CDR menggambarkan cakupan

    penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. CDR TB Puskesmas

    Andalas yaitu 51% masih dari CDR Program Penanggulangan Tuberkulosis

    Nasional (70%). Hal ini dikarenakan :

    Beban kerja petugas kesehatan yang masih tinggi, dikarenakan

    keterbatasan dana dan sumber daya manusia di Puskesmas Andalas

    Kurangnya koordinas dengan pelayanan kesehatan swasta (kerjasama

    lintas sektor)

    Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru

    Sedangkan untuk Kasus DBD yang masih tinggi di Puskesmas Andalas

    disebabkan oleh :

    Kurang intensifnya sosialisasi petugas kesehatan mengenai penularan,

    pencegahan, dan bahaya penyakit DBD. Sebenarnya untuk penyuluhan

    mengenai DBD, dulu rutin dilakukan di sekolah-sekolah melalui integrasi

    dengan program UKS, BIAS, di posyandu, dan ditempat-tempat umum

    seperti mesjid. Namun sejak tahun 2009 program-program penyuluhan

    tentang DBD ini menjadi berkurang, dikarenakan keterbatasan sumber

    daya manusia dan dana yang ada di Puskesmas Andalas. Dengan

    keterbatasan yang ada, petugas kesehatan di Puskesmas Andalas masih

    berusaha untuk melakukan penyuluhan tentang DBD kemasyarakat,

    melalui pembagian leaflet-leaflet ke masyarakat, walaupun masih kurang

    intensif.

    Kurangnya peran serta masyarakat dalam mensukseskan program

    kebersihan lingkungan seperti gotong royong dan terhentinya program

    Jumat bersih.

  • Masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program

    3M Plus.

    Masih susahnya mengubah perilaku masyarakat seperti kebiasaan

    masyarakat yang menggantung pakaian, membiarkan genangan air lama

    pada tempat-tempat disekitar rumah, yang dapat menjadi tempat

    peristirahatan nyamuk.

    Terhentinya program penyuluhan intensif di seluruh sekolah SD dan

    SLTP se-Kecamatan Padang Timur

    Tidak terlaksananya lagi program JUMANTIK berkala, sejak 5 tahun

    ini

    Masih banyaknya barang-barang bekas yang menjadi sumber

    perindukan nyamuk.

    Masih banyaknya selokan (saluran air) yang airnya tidak mengalir dan

    tertutup.

    4.1.6. Pengobatan

  • Grafik . Penyakit terbanyak pada kunjungan di Puskesmas Andalas tahun

    2011

    Terlihat bahwa angka kejadian ISPA jauh lebih tinggi dibandingkan 9

    penyakit lainnya. ISPA merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan.

    Sehingga angka kejadian kasus ISPA sangat dipengaruhi oleh keadaan sanitasi

    lingkungan dan tingkat pengetahuan masyarakat. Keadaan wilayah Andalas yang

    padat penduduk dengan keadaan sanitasi lingkungan yang masih buruk dan

    ditambah dengan tingkat polusi udara yang cukup tinggi menyebabkan cepatnya

    penyebaran ISPA. Selain itu masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai

    ISPA dan penyebarannya membuat angka kejadian ISPA di wilayah Puskesmas

    Andalas masih tinggi.

    4.2 Penentuan Prioritas Masalah

    Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program Puskesmas tidak

    memungkinkan untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu

    dilakukan penentuan prioritas masalah.Dalam hal ini metode yang kami gunakan

    adalah teknik scoring. Dari masalah tersebutakan dibuat Plan of Action untuk

    meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan.

    Kriteria skoring yang digunakan adalah sebagai berikut:

    Urgency (merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan)

    Nilai 1 : tidak penting

    Nilai 2 : kurang penting

    Nilai 3 : cukup penting

    Nilai 4 : penting

    Nilai 5 : sangat penting

    Kemungkinan Intervensi

    Nilai 1 : tidak mudah

    Nilai 2 : kurang mudah

    Nilai 3 : cukup mudah

    Nilai 4 : mudah

    Nilai 5 : sangat mudah

    Biaya

  • Nilai 1 : sangat mahal

    Nilai 2 : mahal

    Nilai 3 : cukup mahal

    Nilai 4 : murah

    Nilai 5 : sangat murah

    Kemungkinan meningkatkan mutu

    Nilai 1 : sangat rendah

    Nilai 2 : rendah

    Nilai 3 : sedang

    Nilai 4 : tinggi

    Nilai 5 : sangat tinggi

    Tabel . Penilaian Prioritas Masalah Berdasarkan Sistem Skoring

    1. Survey perumahan

    Urgensi: 2

    No Identifikasi Masalah Urgensi Kemungkinan

    Intervensi Biaya Mutu

    Skor

    Total Prioritas

    1. Survey perumahan 2 3 4 2 11 VII

    2. PHBS (RT Sehat) 4 2 4 4 14 III

    3. Pencapaian N/D Bayi

    dan Balita 3 2 2 4 11 V

    4. Pencapaian Imunisasi

    HB0 2 2 4 3 11 VI

    5. Penemuan Penderita

    TB (CDR) 4 2 4 4 14 II

    6. DBD 4 3 4 4 15 I

    7. Deteksi bumil resiko

    tinggi 4 2 2 4 12 IV

  • - Melakukan survei perumahan tidak mengubah secara langsung

    derajat kesehatan karena hanya berupa pendataan keadaaan

    lingkunan rumah masyarakat.

    - Belum tercapainya target survei perumahan di wilayah kerja

    Andalas lebih dikarenakan keterlambatan informasi yang diterima

    petugas kesling dari DKK mengenai jumlah minimal sample rumah

    yang harus disurvei.

    Kemungkinan intervensi: 3

    - Daerah geografis di wilayah kerja tidak sulit untuk dijangkau.

    - Untuk melakukan survey perumahan kesetiap rumah di wilayah

    kerja Puskesmas Andalas, membutuhkan waktu yang cukup lama,

    mengingat jumlah tenaga kesehatan yang terbatas, khususnya

    tenaga bagian program Kesehatan Lingkungan.

    - Hanya memerlukan petugas serta transportasi untuk survey ke

    lapangan.

    Biaya: 4

    - Biaya yang dibutuhkan murah dan sudah ada anggaran dana untuk

    ongkos harian petugas.

    Mutu: 2

    - Survei perumahan hanya bertujuan untuk mengetahui kesehatan

    sanitasi lingkungan perumahan dan belum banyak memberikan

    dampak terhadap peningkatan mutu pelayanan Puskesmas.

    2. PHBS (rumah tangga sehat)

    Urgensi: 4

    - Tingginya angka kejadian penyakit berbasis lingkungan di wilayah

    kerja Puskesmas Andalas.

    - Masih rendahnya jumlah rumah tangga sehat di wilayah kerja

    Puskesmas Andalas.

    Kemungkinan intervensi: 2

  • - Berhubungan dengan perilaku dan kesadaran individu yang tidak

    mudah untuk diintervensi serta membutuhkan waktu yang lama

    untuk mengubahnya.

    - Untuk mencapai tumah tangga sehat harus terpenuhi 10 indikator

    PHBS tersebut, sehingga apabila 1 saja tidak terpenuhi, maka

    belum bisa dikatakan rumah tangga sehat. Hal ini meningkatkan

    jumlah rumah tangga yang tidak sehat.

    Biaya: 4

    - Biaya yang dibutuhkan untuk penyuluhan kepada masyarakat

    murah karena tidak ada masalah dengan biaya ongkos harian untuk

    penyuluhan.

    Mutu: 4

    - Dengan meningkatnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat

    mencegah berbagai macam penyakit dan akan meningkatkan

    derajat kesehatan masyarakat.

    3. Pencapaian N/D bayi dan balita

    Urgensi: 3

    - Masih rendahnya angka N/D dari bayi dan balita yang ditimbang di

    wilayah kerja Puskesmas Andalas.

    - Berat badan bayi dan balita yang tidak meningkat bisa

    mengakibatkan risiko terjadinya gizi kurang dan mempengaruhi

    tumbuh kembang bayi dan balita tersebut.

    Kemungkinan intervensi: 2

    - Intervensi terkait dengan edukasi mengenai pola asuh dan

    pemberian asupan gizi tambahan, hal ini juga berkaitan dengan

    sikap ibu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan anaknya.

    - Masih terbatasnya tenaga program gizi dalam melakukan kegiatan

    pemantauan status gizi bayi dan balita secara rutin

    - Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menaikkan angka N/D

    Biaya: 2

  • - Biaya yang dibutuhkan besar untuk penyuluhan dan pemberian

    asupan tambahan.

    Mutu: 4

    - Dengan meningkatnya angka N/D serta pertumbuhan dan

    perkembangan anak yang normal bisa melahirkan generasi yang

    sehat dan lebih produktif.

    4. Pencapaian imunisasi HB0

    Urgensi: 2

    - Mayoritas ibu yang sudah sadar akan kepentingan imunisasi HB0,

    hanya sebagian kecil yang belum melakukan imunisasi HB0 pada

    bayinya.

    - Tidak ditemukan kasus Hepatitis B pada bayi di Puskesmas

    Andalas.

    - Rendahnya pencapaian imunisasi HB0 di Puskesmas Andalas

    berkaitan dengan kurangnya kerjasama mitra Puskesmas seperti

    rumah sakit swasta, bidan praktek swasta, ataupun mitra lainnya

    dalam hal pelaporan data imunisasi HB0.

    Kemungkinan intervensi: 2

    - Dibutuhkan peran serta Dinas Kesehatan dan instansi terkait untuk

    terciptanya kerjasama semua mitra kesehatan Puskesmas Andalas

    dalam hal pelaporan data pemberian imunisasi HB0.

    Biaya: 4

    - Imunisasi HB0 diberikan gratis oleh Puskesmas.

    Mutu: 3

    - Dengan memberikan imunisasi dapat mencegah secara dini

    penularan penyakit Hepatitis B terutama penularan melalui jalan

    lahir dari ibu.

    5. Penemuan penderita TB (CDR)

    Urgensi: 4

  • - Masih rendahnya penemuan kasus TB BTA + jika dibandingkan

    dengan perkiraan jumlah penderita TB+ yang ada sehingga risiko

    penularan penyakit TB masih tinggi di masyarakat.

    - Mudahnya terjadi penularan kasus TB karena wilyah kerja

    Puskesmas Andalas merupakan daerah padat penduduk .

    - Masih kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai gejala

    penyakit TB dan penularannya, mengakibatkan kemungkinan

    angka suspek TB masih rendah di wilayah kerja Puskesmas

    Andalas, hal ini memungkinkan meningkatnya penularan TB

    karena masih banyaknya penderita yang tidak terjaring.

    Kemungkinan intervensi: 2

    - Intervensi secara aktif hanya bisa melalui penyuluhan, sedangkan

    untuk penjaringan dilakukan secara pasif artinya penjarinan

    tersangka penderita TB dilaksanakan pada mereka yang datang

    berkunjung berobat ke Puskesmas.

    - Masih kurangnya partisipasi aktif masyarakat terhadap pelaksanaan

    program pemerintah dalam pengobatan TB seperti masih

    kurangnya peranan PMO dalam mengawasi program pengobatan

    TB.

    Biaya: 4

    - Pemeriksaan sputum jika ada warga yang dicurigai menderita TB

    tidak dipungut biaya

    Mutu: 4

    - Penyakit TB dapat menurunkan produktivitas dan kinerja

    penderitanya, maka dengan penemuan penderita TB diharapkan

    mereka dapat segera diobati dan dapat kembali beraktivitas

    sehingga derajat kesehatan masyarakat wilayah kerja Puskesmas

    Andalas dapat juga meningkat.

    - Dengan banyaknya penemuan penderita suspek TB, diharapkan

    dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB

    diwilayah kerja Puskesmas Andalas.

  • 6. Demam Berdarah Dengue (DBD)

    Urgensi: 4

    - Beberapa wilayah kerja Puskesmas Andalas termasuk wilayah

    endemik DBD dengan jumlah kasus yang tinggi, serta salah satu

    wilayahnya menjadi KLB di bulan Januari 2012.

    - Keterlambatan penanganan kasus dapat menyebabkan penderita

    jatuh pada keadaan syok yang dapat berujung pada kematian.

    Kemungkinan intervensi: 3

    - Banyaknya upaya pencegahan dini yang dapat dilakukan

    masyarakat guna mencegah terjangkit penyakit DBD seperti

    perlunya perilaku dan kesadaran masyarakat akan kebersihan

    lingkungan dan perilaku 3M+.

    - Adanya program pemerintah yang bertujuan untuk menurunkan

    angka kejadian DBD seperti pembagian bubuk Abate, fogging dan

    publikasi program 3M+ melalui media cetak dan media

    elektronik.

    Biaya: 4

    - Pencegahan DBD cukup dengan membersihkan lingkungan.

    - Intervensi perilaku dapat dilakukan dengan penyuluhan.

    Mutu: 4

    - Dengan berkurangnya kasus DBD, angka kesakitan dan kematian

    akibat DBD akan berkurang, sehingga derajat kesehatan

    masyarakat akan meningkat.

    - Dengan menjaga kebersihan lingkungan, akan mengurangi angka

    kejadian penyakit lainnya.

    7. Deteksi Ibu Hamil Resiko Tinggi

    Urgensi: 4

    - Angka kematian ibu menjadi salah satu indikator derajat keehatan

    suatu negara, sehingga bila angka ini meningkat maka derajat

    kesehatan di negara tersebut bisa dikatakan masih rendah. Hal ini

  • berkaitan dengan kesehatan ibu tersebut saat sedang hamil,

    melahirkan, dan setelah melahirkan.

    - Rendahnya deteksi ibu hamil resiko tinggi memungkinkan

    keterlambatan dalam penanganan kasus yang berakibat kematian

    ibu sehingga dapat meningkatkan angka kematian ibu.

    - Rendahnya tingkat pengetahuan ibu hamil serta lingkungan

    sekitarnya mengenai kehamilan yang beresiko menjadi salah satu

    penghambat pendeteksian ibu hamil resiko tinggi.

    Kemungkinan intervensi: 2

    - Rendahnya deteksi ibu hamil resiko tinggi berkaitan dengan tingkat

    keadaran dan pengetahuan para ibu yang masih rendah, sehingga

    sulit untuk diintervensi.

    - Intervensi secara aktif hanya bisa melalui penyuluhan, sedangkan

    untuk penjaringan ibu hamil resiko tinggi dilakukan secara pasif

    saat mereka datang ke Puskesmas untuk memeriksakan

    kandungannya.

    Biaya: 2

    - Biaya yang diperlukan untuk penyuluhan tidak terlalu tinggi tapi

    biaya untuk pemeriksaan lanjutan untuk ibu hamil yang dicurigai

    cukup mahal.

    Mutu: 4

    - Dengan meningkatnya penemuan penemuan ibu hamil resiko

    tinggi, diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu karena

    keterlambatan penanganan kasus kehamilan bermasalah diwilayah

    kerja Puskesmas Andalas.

    - Dengan menurunnya angka kematian ibu, diharapkan dapat

    meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja

    Puskesmas Andalas.

    Dari penilaian prioritas masalah di atas, kami mengambil prioritas yang

    pertama untuk Plan of Action yaitu tingginya angka kejadian DBD di wilayah

    kerja Puskesmas Andalas. Penulis menganggap perlu untuk meningkatkan

  • kesadaran masyarakat akan bahayanya dampak DBD guna menurunkan angka

    kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas.

    4.3 Hasil Pengamatan Kasus DBD Di Kecamatan Padang Timur

    4.3.1 Data Kasus DBD

    Tabel. Angka Kejadian DBD di Kec. Padang Timur berdasarkan Jumlah Kasus

    Kelurahan 2009 2010 2011 2012

    Sawahan 12 8 12 9

    Jati Baru 10 15 9 14

    Jati 32 12 23 14

    Sawahan Timur 4 1 12 5

    Simpang Haru 1 3 4 3

    Kubu Marapalam 12 5 15 4

    Andalas 20 14 21 17

    KB.DLM. PRK.Karakah 16 12 20 21

    Gantiang Parak Gadang 13 11 12 9

    Parak Gadang Timur 17 3 12 8

    TOTAL 141 76 140 104

    Tabel. Angka Kejadian DBD di Kec. Padang Timur berdasarkan Jumlah Kasus

    per jumlah penduduk tahun 2012

    Kelurahan Jumlah Kasus Jumlah Penduduk Prevalensi Rate

    Sawahan 9 6387 0,141

    Jati Baru 14 6707 0,209

    Jati 14 10134 0.138

  • Sawahan Timur 5 5360 0,09

    Simpang Haru 3 5835 0,05

    Kubu Marapalam 4 8980 0,063

    Andalas 17 6309 0,189

    KB.DLM. PRK.Karakah 21 10134 0,207

    Gantiang Parak Gadang 9 7594 0,089

    Parak Gadang Timur 8 10132 0,105

    Tabel. Angka Kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur berdasarkan Waktu

    Kelurahan

    Tahun 2012

    Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Jumlah

    Sawahan 1 2 1 1 3 1 0 0 9

    Jati Baru 1 0 3 1 1 7 1 0 14

    Jati 3 3 0 3 2 1 1 1 14

    Sawahan Timur 1 0 1 1 0 1 1 0 5

    Simpang Haru 1 0 0 2 0 0 0 0 3

    Kb. Marapalam 2 0 1 1 0 0 0 0 4

    Andalas 2 2 2 1 3 7 0 0 17

    Kb.Dl.Prk.Karakah 4 3 2 4 3 4 0 1 21

    Gantiang Parak Gadang 1 3 2 1 2 0 0 0 9

    Parak Gadang Timur 2 3 1 1 0 0 0 1 8

    JUMLAH 18 16 13 16 14 21 3 3 104

    Tabel. Angka Kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur Tahun 2011

    Kelurahan

    Tahun 2011

    Ja

    n

    Fe

    b

    M

    ar

    A

    pr

    M

    ei

    Ju

    n

    J

    ul

    Ag Se

    p

    Ok

    t

    N

    ov

    De

    s

    Juml

    ah

    Sawahan 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 4 5 12

    Jati Baru 1 0 0 0 1 0 0 2 1 0 3 1 9

  • Jati 0 0 2 1 0 3 2 2 4 2 5 2 23

    Sawahan Timur 0 0 1 0 0 1 2 0 0 2 3 3 12

    Simpang Haru 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 4

    Kb. Marapalam 1 2 1 1 0 0 0 2 1 0 5 2 15

    Andalas 0 0 0 0 0 5 2 3 3 1 3 4 21

    Kb.Dl.Prk.Karakah 0 2 1 0 2 1 1 1 3 3 3 3 20

    Gt. Prk Gadang 0 0 0 0 2 2 1 0 3 1 3 0 12

    Parak Gadang T. 0 1 0 1 1 1 0 1 0 2 2 3 12

    JUMLAH 3 5 5 3 8 13 9 11 16 13 31 23 140

    Tabel. Angka Kejadian DBD di Kecamatan Padang Timur Tahun 2010

    Kelurahan

    Tahun 2010

    Ja

    n

    F

    b

    M

    ar

    A

    pr

    M

    ei

    Ju

    n

    J

    ul

    Ag

    u

    Se

    p

    O

    kt

    No

    v

    D

    es

    Juml

    ah

    Sawahan 2 1 2 2 0 0 0 0 1 0 0 0 8

    Jati Baru 9 0 2 0 0 1 0 1 0 1 0 1 15

    Jati 6 1 0 0 3 1 0 0 1 0 0 0 12

    Sawahan Timur 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1

    Simpang Haru 0 0