7. ikm labuang baji

Upload: fabasyira-jamal

Post on 18-Jul-2015

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ke-20, penyakit infeksi merupakan penyakit yang menyebabkan kematian dan kecacatan. Namun pada abad sekarang ini, penyakit non-infeksi berkembang menjadi penyakit yang menyebabkan kematian dan kecacatan di dunia.1 Ginjal merupakan organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit, mengeluarkan sisa hasil metabolisme tubuh yang tidak dibutuhkan serta sebagai tempat pembentukan hormon yang mengatur tekanan darah dan proses pematangan sel darah merah (eritrosit). Fungsi tersebut dilakukan oleh unit fungsional ginjal yang disebut nefron, yang jumlahnya kurang lebih satu juta untuk setiap ginjal. Kerana fungsinya yang kompleks dan penting, apabila salah satu saja fungsinya tidak dapat dilakukan, ginjal bisa dianggap gagal dan mempunyai akibat yang menyengsarakan dan berlarut-larut.2,3 Penyakit Ginjal Kronik (PGK) bisa terjadi sewaktu-waktu. Tetapi umumnya, PGK terjadi secara bertahap dan bisa diperlambat atau dihentikan sama sekali. Syaratnya sederhana, seperti penyakit lainnya, kalau dilakukan pemeriksaan secara dini, teknologi masa kini sudah bisa membantu memperlambat proses kerusakan ginjal atau menghentikannya sama sekali.3

1

Menurut Rahardjo (1996), jumlah pasien PGK terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada penelitian epidemiologi tentang prevalensi PGK di Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi PGK masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk. Di Amerika Serikat, ditemukan peningkatnya insiden dan prevalensi PGK. Kita tidak dapat mengetahui dengan tepat prevelensi PGK yang sebenarnya, oleh kerana banyak pasien yang tidak bergejala dan tidak dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien PGK yang masuk fase terminal oleh kerana memerlukan atau sedang mengalami dialisis. Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, stroke, Diabetes Melitus (DM) dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar kerana biaya pengobatannya sangat mahal. 5 Dari data The Third National Health and Examination Survey (NHANES III) tahun 2011 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevelensi pasien PGK adalah 11% yaitu sebanyak 19,2 miliar orang. (stadium 1 : 3,3%, stadium 2 : 1,3%, stadium 3 : 4,3%, stadium 4 : 0,2% dan stadium 5 : 0,2%). Prevelensi pasien PGK stadium 1 4 meningkat dari 10% pada tahun 1988-1994 menjadi 13,1% pada tahun 19992004.5 Data dan studi epidemologis tentang PGK di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Yang ada, tetapi juga langka adalah studi atau data epidemiologis klinis. Pada

2

saat ini tak dapat dikemukakan pola prevelensi di Indonesia, demikian juga pola morbiditas dan mortalitasnya.6 Terdapat beberapa penyebab seseorang menderita PGK. Antaranya adalah DM dan hipertensi. Hipertensi seringkali ditemukan pada pasien DM, dimana prevelensinya berkisar 20% hingga 60%. Dari hasil penelitian menunjukkan kemungkinan timbulnya hipertensi pada pasien DM adalah 1,5 hingga 3 kali lebih sering dibandingkan pasien non DM pada kelompok usia yang sama. Hipertensi sendiri merupakan faktor resiko PGK, sehingga adanya hipertensi bersama DM kemungkinan memperbesar resiko terjadinya PGK.6 Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian pada pasien PGK di semua tahap. Apabila ditambah dengan beberapa faktor resiko seperti DM dan hipertensi primer. Maka dari tu, para dokter ahli yang menangani pasien PGK harus selalu mengawasi keadaan pasiennya sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi angka kejadian penyakit kardiovaskuler pada pasien PGK seperti diet yang benar, terapi DM dan menggunakan obat-obat yang meempertahankan tekanan darah yang normal.7 Nefropati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular DM. Pada sebagian pasien, komplikasi ini akan berlanjut menjadi gagal ginjal terminal (GGT) yang memerlukan pengobatan cuci darah atau cangkok ginjal. Di dalam laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 1995, disebut bahwa nefropati diabetik memduduki urutan ketiga (16,1%) setelah glomerulonefritis kronik (30,1%)

3

dan pielonefritis kronik (18,51%), sebagai penyebab paling sering GGT yang memerlukan cuci darah di Indonesia. Tingginya prevelensi nefropati diabetik sebagai penyebab GGT juga menjadi masalah di negara lain. Dewasa ini, 35% pasien GGT yang menjalani cuci darah di Amerika disebabkan oleh nefropati diabetik.8

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, khususnya fenomena yang ada, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah yaitu berapa prevelensi pasien PGK yang mempunyai riwayat penyakit DM dan atau Hipertensi yang dirawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar pada periode Januari Desember 2011.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui prevelensi PGK yang memiliki riwayat DM dan atau hipertensi pada pasien rawat inap di RSUD Labuang Baji, Makassar pada periode Januari - Desember 2011. I.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui jumlah pasien PGK yang memiliki riwayat DM dan atau hipertensi dirawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar pada periode Januari - Desember 2011.4

b. Untuk mengetahui jumlah pasien PGK yang memiliki riwayat DM dan atau hipertensi dirawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar pada periode Januari - Desember 2011 berdasarkan jenis kelamin pasien. c. Untuk mengetahui jumlah pasien PGK yang memiliki riwayat DM dan atau hipertensi dirawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar pada periode Januari - Desember 2011 berdasarkan umur pasien. d. Untuk mengetahui jumlah pasien PGK yang memiliki riwayat DM dan atau hipertensi dirawat inap di RSUD Labuang Baji Makassar pada periode Januari - Desember 2011 berdasarkan stadium PGK.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber bagi Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan dalam rangka masyarakat, penentuan kebijakan dalam hal dan upaya

pengembangan

kesehatan

khususnya

peningkatan peran serta masyarakat dalam memahami dan memperbaiki kualitas hidup pasien PGK. 2. Bagi rumah sakit yang bersangkutan merupakan informasi yang berharga untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien PGK. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan memicu penelitian lainnya, khususnya yang berkaitan dengan PGK sehingga dapat meningkatkan upaya pencegahan terjadinya PGK.di kemudian hari.5

4. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi bagi peneliti lainnya. 5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan kita dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya. 6. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan tentang PGK melalui penelitian lapangan.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronik Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada PGK.7 2.1.1 DefinisiPenyakit Ginjal Kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis PGK ditegakkan jika nilai estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m, seperti kriteria PGK berikut 7

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan eLFG dengan manifestasi : Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

7

2. Estimasi LFG kurang dari 60 ml/menit/1.73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. 2.1.2 Epidemologi Data dan studi epidemiologi tentang PGK di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Pada saat ini tidak dapat dikemukakan pola prevelensi di Indonesia demikian pula morbiditas dan mortalitas.6 Penyakit ginjal stadium terminal merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat. Dari data NHANES III tahun 2011 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa prevelensi pasien PGK adalah 11% yaitu sebanyak 19,2 miliar orang. (stadium 1 : 3,3%, stadium 2 : 1,3%, stadium 3 : 4,3%, stadium 4 : 0,2% dan stadium 5 : 0,2%). Prevelensi pasien PGK stadium 1 4 meningkat dari 10% pada tahun 1988-1994 menjadi 13,1% pada tahun 1999-2004. Peningkatan prevelensi ini seiring dengan peningkatan prevelensi DM dan hipertensi yaitu dua penyebab utama PGK. Data dari The United States Renal Data System (USRDS) menunjukkan prevelensi PGK meningkat 104% antara tahun 1990-2001.5

2.1.3 Etiologi dan klasifikasi Klasifikasi PGK didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.7

8

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar eLFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut 8:

LFG (ml/mnt/1,73m2) =

(140 umur) x BB 72 x kreatinin plasm Kockroft-Gault a mg/dl

.

Klasifikasi stadium PGK berdasarkan penurunan fungsi ginjal yang diukur dengan eLFG, sebagai berikut 7

DERAJAT 1 2 3 4 5

PENJELASAN Kerusakan ginjal dengan eLFG normal atau Kerusakan ginjal dengan eLFG ringan Kerusakan ginjal dengan eLFG sedang Kerusakan ginjal dengan eLFG berat Gagal ginjal

eLFG (ml/mnt/1,732) 90 60-89 30-59 15-29 < 15 atau dialisis

Tabel 1 : Klasifikasi Peyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Derajat Penyakit 7

9

Klasifikasi atas dasar diagnostik : Penyakit Penyakit ginjal diabetes Penyakit ginjal non diabetes Tipe mayor (contoh) Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasma) Penyakit vaskular (penyakit pemebuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati) Penyakit tubulointerstitial obstruksi, keracunan obat) (pielonefritis kronik, batu,

Penyakit kistik ( ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik Keracunan obat (siklosporin/takrolimus) Penyakit recurrent (glomerular) Transplant glomerulopathyTabel 2 : Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi7

2.1.4

Diagnosa

Pendekatan diagnostik PGK berdasarkan kriteria berikut : a. Gambaran klinis Gambaran klinis pasien PGK meliputi7 : i. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti DM, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritematous Sistemik (LES), dan lain sebagainya.

10

ii.

Sindroma uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

iii.

Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

b. Gambaran laboratoris Gambaran laboratorium PGK meliputi7 : i. ii. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan eLFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal. iii. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. iv. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, cast, isostenuria.

11

c. Gambaran radiologis Pemeriksaan radiologis PGK meliputi7 : i. ii. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak Pielografi intravena jarang dikerjakan, kerana kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekwatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan. iii. iv. Pielografi antergrad atau retro grad dilakukan sesuai dengan indikasi. Untrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. v. Pemeriksaan pemindahan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi. d. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, di mana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi-kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.7

12

2.1.5

Penatalaksanaan Penatalaksanaan PGK meliputi 7:

Terapi spesifik terhadap penyakit dasar Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi Terapi pengganti ginjal berupa dialisis dan transplantasi ginjal Perencanaan tatalaksana (action plan) PGK sesuai dengan derajatnya, dapat

dilihat pada tabel di bawah : Derajat eLFG (ml/mnt/1,73m2) 1 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular Menghambat ginjal pemburukan (progression) fungsi Rencana tatalaksana

2

60-89

3 4 5

30-59 15-29 < 15

Evaluasi dan terapi komplikasi Persiapan untuk terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal

Tabel 3 : Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya 7

13

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan eLFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila eLFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.7 b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Penting sekali mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan eLFG pada pasien PGK. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain7: Gangguan keseimbangan cairan Hipertensi yang tidak terkontrol Infeksi traktus urinarius Obstruksi traktus urinarius Obat-obat nefrotoksik Bahan radiokontras

14

Peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

c. Menghambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Skematik tentang patogenesis perburukan fungsi ginjal di bawah :

Gambar 1 : Patogenesis pemburukan fungsi ginjal pada PGK. 7

Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah : i. Pembatasan asupan protein Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada eLFG 60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6 0,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari.7

15

ii.

Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat untuk

memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.7 Disamping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Proteinuria merupakan faktor resiko terjadinya

pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses pemburukan fungsi ginjal pada PGK.7 Beberapa obat antihipertensi terutama Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (Angitensin Converting Enzyme/ACE Inhibitor), melalui

beberapa studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, kerana 40-45% kematian pada PGK disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah7 : Pengendalian DM Pengendalian hipertensi Pengendalian dislipidemia

16

Pengendalian anemia Pengendalian hiperfostatemia Terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.

Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi PGK secara keseluruhan.7 e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi. PGK mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi seperti tabel 4 di bawah.7

f. Terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) Terapi pengganti ginjal dilakukan pada PGK stadium 5, yaitu pada eLFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti ginjal dapat berupa dialisis atau transplantasi ginjal.7

17

Derajat 1 2 3

Penjelasan Kerusakan ginjal dengan eLFG normal Kerusakan ginjal dengan eLFG ringan Kerusakan ginjal dengan eLFG sedang

eLFG (ml/mnt/1,73m2) 90 60-89 30-59 -

Komplikasi

Tekanan darah mulai meningkat Hiperfosfatemia Hipokalcemia Anemia Hiperparatiroid Hipertensi Hiperhomosistinemia

4

Kerusakan ginjal dengan eLFG berat

15-29

Malnutrisi Asidosis metabolik Cenderung hiperkalemia Dislipidemia

5

Gagal ginjal

< 15

Gagal ginjal Uremia

Tabel 4 : Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik 7

2.2 Diabetes Mellitus 2.2.1 Definisi Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi kerana kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.8

18

2.2.2

Klasifikasi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi DM

adalah 8: a. DM tipe 1 b. DM tipe 2 c. DM Gestasional d. DM tipe lain, yang termasuk kelompok ini adalah : 2.2.4 Defek genetik fungsi sel beta Defek genetik kerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Karena obat/zat kimia Infeksi Imunologi Sindroma genetik lain

Diagnosa Diangnosa klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukan pasien adalah lemah,

19

kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita.8 Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemantauan lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar gula darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleranci glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200mg/dl.8 2.2.4 Penatalaksanaan DM

a. Terapi non farmakologis i. Terapi gizi medis Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.8 Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari. Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan pembatasan asupan protein20

sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Rekomendasi pemberian lemak dibatasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh maksimal 10% dari total kebutuhan kalori perhari. Untuk menentukan status gizi dapat dipakai IMT atau Rumus Brocca.8 ii. Latihan Jasmani Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi dan jenis.8 Frekuensi: jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu. Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate) Durasi Jenis : 30 60 menit : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda. b. Terapi Farmakologis i. Insulin Insulin bekerja dengan cara merangsang penyerapan glukosa oleh jaringan perifer khususnya pada otot dan hati. Selain itu insulin juga

21

menekan sintesis dan pelepasan glukosa oleh hati. Indikasi pemberian insulin yaitu 8: ii. DM tipe 1 DM dengan berat badan kurang Gagal OHO Wanita hamil Infeksi akut (kaki diabetik) Preoperasi Ketoasidosis metabolik / koma ketoasidosis

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) Obat hipoglikemik oral diberikan untuk DM tipe 2 yang 8: Umur > 40 tahun BB normal / gemuk Menderita DM < 5 tahun Belum pernah mendapat terapi insulin. Sudah pernah mendapat terapi insulin tetapi < 40 unit.

Yang termasuk kelompok OHO yaitu 8: Metformin Acarbose Sulfonil urea Tiazolididinediones22

2.3 Hipertensi 2.3.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg. Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat.9 Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah 9. Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg) < 120 120-139 140-159 160Tabel 5 : Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7 10

Tekanan Darah Diastolik (mmHg) < 80 80-89 90-99 100

Normal Prahipertensi Hipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2

23

2.3.2

Etiologi Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.9 a. Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30-50 tahun. b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain lain.

24

2.3.4 Kerusakan Organ Target Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah 9 : a. PGK b. Jantung i. ii. iii. c. Otak i. ii. Strok Transient Ischemic Attack (TIA) Hipertrofi ventrikel kiri Angina atau infark miokard Gagal jantung

d. Penyakit Arteri Perifer e. Retinopati Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau kerana efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari espresi nitric oxide synthase dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat ekspresi transforming growth factor- (TGF). 10

25

2.3.4

Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pasien hipertensi 9: Target tekanan darah