skripsi khaerunnisa_i11111257

Upload: suryantiwardani

Post on 07-Mar-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

SKRIPSI KHAERUNNISA_I11111257

TRANSCRIPT

  • i

    EVALUASI JENIS PENGOLAHAN TERHADAP DAYA

    TERIMA ORGANOLEPTIK PADA TELUR INFERTIL

    SISA HASIL PENETASAN

    SKRIPSI

    Oleh

    KHAERUNNISA

    I111 11 257

    FAKULTAS PETERNAKAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2015

  • ii

    EVALUASI JENIS PENGOLAHAN TERHADAP DAYA

    TERIMA ORGANOLEPTIK PADA TELUR INFERTIL

    SISA HASIL PENETASAN

    Oleh:

    KHAERUNNISA

    I 111 11 257

    Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

    Gelar Sarjana pada Fakultas Peternakan

    Universitas Hasanuddin

    FAKULTAS PETERNAKAN

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2015

  • iii

    PERNYATAAN KEASLIAN

    1. Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Khaerunnisa

    NIM : I 111 11 257

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

    a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

    b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama Bab Hasil

    dan Pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan atau

    dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

    2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

    Makassar, Maret 2015

    KHAERUNNISA

  • iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Judul Skripsi :iEvaluasi Jenis Pengolahan terhadap Daya

    iiTerima Organoleptik pada Telur Infertil Sisa

    iiHasil Penetasan

    Nama : Khaerunnisa

    Nomor Induk Mahasiswa : I 111 11 257

    Fakultas : Peternakan

    Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:

    Dr. Nahariah, S.Pt, M.P Pembimbing Utama

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan taufik-

    Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis dengan rendah hati mengucapkan

    terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam

    menyelesaikan skripsi ini utamanya kepada :

    1. Ibu Dr. Nahariah, S.Pt, M.P. sebagai pembimbing utama dan Ibu Endah

    Murpi Ningrum, S.Pt, M.P. selaku pembimbing anggota yang telah

    banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan

    memberikan nasihat serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

    2. Kedua orang tua H. Muh. Arsyad dan Hj. Hawang yang telah memberikan

    doa, bantuan dan dukungan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat

    terselesaikan.

    3. Ibu Dr. Harfiah, S.Pt, M.P. selaku penasehat akademik yang telah banyak

    memberikan arahan dan bimbingan selama penulis berstatus mahasiswa.

    4. Prof. Dr .drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc., Dr. Fatma Maruddin, S.Pt,

    M.P., Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc. selaku Penguji yang telah banyak

    memberikan masukan dan arahan kepada penulis.

    5. Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak Bapak Dr. Muhammad Irfan

    Said S.Pt, M.P dan Bapak Ketua Jurusan Produksi Ternak Dr. Muhammad

    Yusuf, S.Pt.

    6. Bapak Dekan Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc., Ibu Wakil Dekan I dan

    Ibu Wakil Dekan II serta Bapak Wakil Dekan III.

  • vi

    7. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin terkhusus

    program studi teknologi hasil ternak.

    8. Bapak/ibu staf tatausaha Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

    9. Kepada kelima kakak penulis Sitti Rahwa, SP., Muh. Anwar, Fatmawaty,

    S.Farm., Nurmawaty, S.Si. dan Muh. Asdar, S.Pd. yang selalu memberikan

    doa, bantuan dan dukungan kepada penulis.

    10. Teman satu tim penelitian Azmi Mangalisu, Evo Tenri Ubba, Kiki Rezki

    Muchlis dan Rajma Fastawa terima kasih atas kerja sama dan bantuannya

    selama penelitian.

    11. Sahabat serta teman satu kost Nur Amalia, Azmi Mangalisu, Ayu Prasetya

    dan Nurul Adha yang setia bertahan menemani dan mendukung penulis.

    12. Teman kelas kecil awal kuliah (kelas B) tanpa terkecuali. Kepada Fitrah

    Ardyaningsih, Evy Harjuna Saad, Mustabsyirah, Nur Amalia, Azmi

    Mangalisu, Ayu Prasetya, Evo Tenri Ubba, Andi Faisal, Lohesti Rahayu,

    Kiki Rezki Muchlis, Nurul Adha, Harumi Bunga Kasih, Dian Hardianti,

    Syahriana Sabil, Andi Husmaentin, Asrianti, Suarti, St. Nur Ramadhani,

    Yuliana Padli, A. Nurfaini, Muhammad Rifki, Arfian Yunanda, Eko

    Pramono, Indirwan, Utomo Putra Santoso, Gunawan Busman, Hamri, Yusri,

    A.Makkarakalangi, Erwin Eko M. Saldi, Anugrah, Silva Indah Sari, Arie

    Bilman, Tri Sukma, Erik Sander, Irma Ramadhani dan Yosua, terima kasih

    telah menjadi teman yang baik dari awal kuliah hingga saat ini.

    13. Rekan-rekan Solandeven 2011 terima kasih telah banyak menjadi inspirasi

    penulis untuk selalu belajar di tengah tingginya perbedaan di antara kita.

  • vii

    14. HIMATEHATE_UH terima kasih atas segala pengorbanan, bantuan,

    pengertian, ilmu dan persahabatan selama ini. Kepada sahabat Andi Faisal,

    Muh. Qurnaldy Hakim, Rajma Fastawa, Andi Pancawati, Sri Hastuti

    Ningsih, Alifran Esarianto, Andi Muhammad Fuad, Abi Rangga Kanino,

    Fitrianingsih, Sitti Masita, Handayani, Sitti Sarah, Ahmad Yasir, Nur Aryati,

    dan Budi Utomo.

    15. Kakanda Syamsuddin, S.Pt., Kakanda Arham Janwar, S.Pt., Kakanda

    Muhammad Amin, S.Pt., Kakanda Syachroni, S.Pt., Kakanda Andri Teguh

    Prabowo, Kakanda Haikal, Kakanda Lukman Hakim, terima kasih atas

    bantuan dan motivasinya kepada penulis.

    16. SEMA FAPET-UH atas segala pengalaman dan ilmu yang telah diajarkan

    kepada penulis.

    17. Kepada Rumput 07, Bakteri 08, Merpati 09, Lion 10, Matador 10, Situasi

    10, Flock Mentality 012, Larva 013 dan Ant 014.

    18. Teman-teman KKN Reguler UNHAS angkatan 87 khususnya Kecamatan

    Ponre, Kabupaten Bone.

    19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih telah

    membantu dan banyak menjadi inspirasi bagi penulis.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

    karena itu diharapkan saran untuk perbaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

    pembaca terutama bagi saya sendiri. Aamiin.

    Makassar, Maret 2015

    Khaerunnisa

  • viii

    ABSTRAK

    KHAERUNNISA (I111 11 257). Evaluasi Jenis Pengolahan terhadap Daya Terima

    Organoleptik pada Telur Infertil Sisa Hasil Penetasan. Dibawah Bimbingan NAHARIAH

    sebagai pembimbing utama dan ENDAH MURPININGRUM sebagai pembimbing

    anggota.

    Telur yang tidak dapat menetas disebut telur infertil. Telur infertil telur hanya dapat

    digunakan sebagai konsumsi rumah tangga. Pengolahan telur infertil umumnya adalah

    dengan direbus, belum banyak penelitian yang menggunakan metode lain seperti didadar

    dan digoreng. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima organoleptik

    panelis terhadap telur yang diolah menjadi telur rebus, telur dadar dan telur goreng

    (ceplok). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa nilai rataan kesukaan akan warna pada telur rebus sebesar 3,93

    (suka), berbeda nyata dengan kesukaan akan warna telur dadar sebesar 4,6 (sangat suka)

    dan tidak ada perbedaan kesukaan warna telur rebus dan telur goreng sebesar 3,83 (suka).

    Nilai rataan kesukaan akan tekstur telur rebus sebesar 4,47 (sangat suka) berbeda nyata

    dengan kesukaan telur dadar sebesar 3,6 (suka) dan telur goreng atau ceplok sebesar 3,47

    (suka). Nilai rataan aroma telur rebus sebesar 3,6 (suka), telur dadar sebesar 3,67 (suka)

    dan telur goreng (ceplok) sebesar 3,87 (suka). Nilai rataan cita rasa telur rebus sebesar

    3,93 (suka), telur dadar sebesar 3,8 (suka) dan telur goreng (ceplok) sebesar 4,07 (suka).

    Perlakuan tidak memberikan kontribusi kesukaan panelis terhadap aroma dan cita rasa.

    Telur infertil yang diolah dengan cara direbus, didadar dan digoreng tidak berbeda pada

    cita rasa dan aroma, tetapi bila dilihat dari segi warna lebih disukai pada telur dadar dan

    dari segi tekstur lebih disukai pada telur rebus.

    Kata Kunci: Telur Infertil, Telur Rebus, Telur Dadar, Telur Goreng (Ceplok), Daya

    terima Organoleptik.

  • ix

    ABSTRACT

    KHAERUNNISA (I111 11 257). Evaluation of the Types of Processing to the

    Organoleptic Acceptability of the Infertile Eggs of Waste Hatchery. Guided by

    NAHARIAH as main supervisor and ENDAH MURPININGRUM as Co-supervisor.

    Eggs which can not be hatching called infertile eggs. Infertile eggs only be used as

    household consumption. Infertile eggs processing generally was boiled, not much

    research using other methods such as omelette and fried. The purpose of this research was

    to know the organoleptic acceptability panelists to be processed eggs into boiled eggs,

    scrambled eggs and fried eggs. The studied using a completely randomized design

    (CRD). The results showed that the average value on hedonic of color of the boiled egg

    was 3.93 (like), significantly different with hedonic of color omelette was 4.6 (really like)

    and there was no difference with the hedonic of color of boiled egg and fried eggs was 3,

    83 (like). The average value on hedonic of texture of boiled egg is 4.47 (really like) was

    significantly different from hedonic of omelette was 3.6 (like) and fried eggs of 3.47

    (like). The average value of boiled egg flavor was 3.6 (like), omelette was 3.67 (like) and

    fried eggs was 3.87 (like). The average value of taste boiled egg was 3.93 (like), omelette

    was 3.8 (like) and fried eggs was 4.07 (like). The treatment does not contribute to the

    panelists hedonic flavor and taste. Infertile eggs that treated with boiled, scrambled and

    fried no different in taste and flavor, but if viewed from color, panelists prefer color of the

    omelette and prefer texture of the boiled eggs.

    Keywords: Infertile Eggs, Boiled Eggs, Omelette Eggs, Fried Eggs, Organoleptic

    Acceptability.

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI .............................................................................................. x

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... xii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang ..................................................................................... 1

    Tujuan ................................................................................................. 2

    Kegunaan ............................................................................................. 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    Gambaran Umum Telur ....................................................................... 3

    Gambaran Umum Telur Infertil ............................................................ 4

    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Terima .................................. 6

    Pengolahan Telur ................................................................................. 8

    METODE PENELITIAN

    Waktu dan Tempat ............................................................................... 12

    Materi Penelitian .................................................................................. 12

    Metode Penelitian ................................................................................ 12

    Analisa Data ........................................................................................ 17

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Warna .................................................................................................. 18

    Tekstur ................................................................................................. 20

    Aroma .................................................................................................. 21

    Cita Rasa.............................................................................................. 23

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan .......................................................................................... 26

    Saran .................................................................................................... 26

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 27

  • xi

    LAMPIRAN ............................................................................................... 30

    RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 39

  • xii

    DAFTAR TABEL

    No. Halaman Teks

    1. Pengaruh Cara Mengolah dan Hilangnya Protein Telur...................... 9

    2. Kriteria Skala Hedonik Cita Rasa ...................................................... 14

    3. Kriteria Skala Hedonik Aroma .......................................................... 14

    4. Kriteria Skala Hedonik Warna ........................................................... 14

    5. Kriteria Skala Hedonik Tekstur ......................................................... 15

    6. Nilai Rataan Daya Terima Organoleptik Telur Infertil pada berbagai Jenis Pengolahan ............................................................................... 18

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    No. Halaman

    Teks

    1. Struktur Telur .................................................................................... 3

    2. Telur Infertil ...................................................................................... 6

    3. Telur Rebus ....................................................................................... 10

    4. Telur Dadar ....................................................................................... 10

    5. Telur Goreng (Ceplok) ...................................................................... 11

    6. Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 16

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    No. Halaman

    1. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Warna pada Telur Infertil dengan Pengolahan yang berbeda. ................................................................. 30

    2. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Tekstur pada Telur Infertil dengan Pengolahan yang berbeda. ................................................................. 31

    3. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Aroma pada Telur Infertil dengan Pengolahan yang berbeda. ................................................................. 33

    4. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Cita Rasa pada Telur Infertil dengan Pengolahan yang berbeda. ................................................................. 33

    5. Uji Panelis Telur Rebus, Telur Dadar dan Telur Goreng atau Ceplok pada Telur Infertil... ........................................................................... 34

    6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian iEvaluasi Jenis Pengolahan terhadap Daya Terima Organoleptik pada Telur Infertil Sisa Hasil Penetasan.... 37

  • 1

    PENDAHULUAN

    Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa

    yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mengandung hampir

    semua zat makanan yang diperlukan oleh tubuh. Telur dapat dimanfaatkan sebagai

    lauk, bahan pencampur berbagai olahan makanan, bahan dasar pembuatan tepung

    telur, obat, dan lain sebagainya. Telur merupakan solusi kekurangan gizi pada

    masalah gizi yang dihadapi sekarang.

    Suatu produk pangan harus disukai oleh konsumen dan untuk

    mengetahuinya maka perlu dilakukan pengujian. Uji organoleptik dilakukan untuk

    mengetahui sejauh mana daya terima dari konsumen terhadap suatu produk. Uji

    organoleptik juga untuk menilai mutu suatu bahan pangan. Pengujian sifat

    organoleptik menggunakan uji mutu hedonik yaitu uji kesukaan yang lebih

    spesifik yang biasanya bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap daya

    terima mutu organoleptik yang umum, misalnya cita rasa, aroma, warna dan

    tekstur. Daya terima konsumen terhadap suatu produk didasari pada kesukaan

    akan produk yang dihasilkan.

    Telur infertil merupakan telur hasil seleksi (candling) dari perusahaan

    penetasan (hatchery) yang tidak memungkinkan untuk ditetaskan karena dalam

    proses produksinya telur tersebut tidak sempat terbuahi atau tidak bertunas. Telur

    infertil merupakan telur yang tidak dapat menetas dan hanya dipakai sebagai

    konsumsi rumah tangga. Telur infertil yang diperoleh dari proses candling pada

    saat penetasan telur menggunakan mesin tetas jumlahnya dapat mencapai 26,7%

    dari total telur yang masuk ke dalam mesin tetas. Apabila kapasitas mesin tetas

  • 2

    yang digunakan mencapai ribuan, maka telur infertil yang diperoleh juga akan

    banyak. Telur infertil memiliki keunggulan secara ekonomis karena memiliki

    harga yang relatif murah dibanding telur segar.

    Banyak orang yang telah menggunakan telur infertil sebagai komoditi

    alternatif telur konsumsi. Tetapi, selama ini belum diketahui bagaimana daya

    terima telur infertil pada berbagai jenis pengolahan. Pengolahan telur infertil

    umumnya adalah dengan direbus, belum banyak penelitian yang menggunakan

    metode lain seperti didadar dan digoreng. Oleh karena itu, untuk mengetahui

    sejauh mana telur infertil dapat diterima dengan berbagai jenis pengolahan maka

    perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi jenis pengolahan terhadap daya

    terima organoleptik pada telur infertil sisa hasil penetasan.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima

    organoleptik panelis terhadap telur yang diolah menjadi telur rebus, telur dadar

    dan telur goreng (ceplok) dengan menggunakan telur ayam ras infertil sisa hasil

    penetasan. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi

    kepada masyarakat mengenai daya terima organoleptik telur yang diolah menjadi

    telur rebus, telur dadar dan telur goreng (ceplok) dengan menggunakan telur ayam

    ras infertil sisa hasil penetasan.

  • 3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Gambaran Umum Telur

    Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar

    bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Sebutir telur memberikan gizi yang

    cukup sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah

    dicerna. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat

    dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Kandungan gizi sebutir telur ayam

    dengan berat 50 g terdiri dari 6,3 g protein, 0,6 g karbohidrat, 5 g lemak, vitamin

    dan mineral (Sudaryani, 2003). Struktur telur secara detail dapat dilihat pada

    Gambar 1.

    Gambar 1. Struktur Telur (Smith, 1997)

  • 4

    Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling praktis digunakan,

    kaya akan protein yang mudah dicerna dan tidak memerlukan pengolahan yang

    rumit. Kegunaan telur umumnya untuk lauk pauk, sehingga telur mempunyai

    peranan penting untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat terutama protein

    hewani (Hadiwiyoto, 1983). Telur merupakan produk ternak unggas yang

    memberikan sumbangan terbesar bagi terciptanya kecukupan gizi masyarakat

    karena telur mengandung gizi yang lengkap dan mudah tercerna (Sudaryani,

    2003).

    Telur merupakan bahan pangan sempurna, karena mengandung zat gizi

    yang dibutuhkan untuk makhluk hidup seperti protein, lemak, vitamin dan mineral

    dalam jumlah cukup. Di masyarakat telur dapat disiapkan dalam berbagai bentuk

    olahan, harganya relatif murah, sangat mudah diperoleh dan selalu tersedia setiap

    saat (Indrawan et al., 2012).

    Telur merupakan bahan pangan yang sempurna karena kandungan gizi

    yang lengkap bagi pertumbuhan makluk hidup (Winarno dan Koswara, 2002).

    Telur merupakan solusi kekurangan gizi pada masalah gizi sekarang yang

    dihadapi. Telur bersifat ekonomis dan mudah didapat. Selain itu penanganan yang

    tepat dapat memperpanjang daya simpan telur segar dan pengawetan dengan

    pengolahan merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penurunan

    kualitas telur (Sudaryani, 2003).

    Gambaran Umum Telur Infertil

    Telur yang dihasilkan induk ayam dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu telur

    infertil dan telur fertile. Telur infertil disebut juga telur konsumsi yang merupakan

  • 5

    telur yang dihasilkan tanpa perkawinan. Telur ini tidak dapat menetas dan hanya

    dipakai sebagai konsumsi rumah tangga. Sedangkan telur fertile yang disebut juga

    dengan telur tetas adalah telur yang dihasilkan oleh induk ayam yang telah

    dikawini oleh pejantannya. Jenis ini memiliki daya tetas yang cukup tinggi

    (Sudradjad, 1995).

    Telur infertil dideteksi dengan cara diteropong (candling) menggunakan

    cahaya. Telur infertil akan tampak terang saat candling. Telur yang nampak terang

    saat proses candling sebenarnya tidak hanya telur infertil saja tetapi juga telur

    yang embrionya mengalami mati dini. Namun pada proses candling semua telur

    tampak terang disebut sebagai telur infertil karena penampakannya sama (Nuryati

    et al., 2002).

    Telur infertil merupakan telur hasil seleksi (candling) dari perusahaan

    penetasan (hatchery) yang tidak memungkinkan untuk ditetaskan karena dalam

    proses produksinya telur tersebut tidak sempat terbuahi atau tidak bertunas. Telur

    yang kosong atau mati (infertil) pada hari pemeriksaan pertama (hari ke 7),

    sebaiknya tidak dibuang karena masih cukup baik untuk dimakan atau dikonsumsi

    (Soedjarwo, 1991). Gambaran umum telur infertil disajikan pada Gambar 2.

  • 6

    Gambar 2. Telur Infertil (Anonim, 2011)

    Telur biasanya dimanfaatkan sebagai telur konsumsi dan sebagai bahan

    pada industri pengolahan pangan. Sebagai telur konsumsi, zat gizi di dalam telur

    tersebut perlu diperhatikan. Kandungan gizi telur ayam ras infertil pernah diteliti

    oleh Anggrahini dan Almunifah (2012), hasil dari penelitian ini adalah kandungan

    proksimat dan nilai kecernaan protein telur ayam ras infertil tidak mengalami

    perubahan hingga pemeraman hari ke-10.

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Terima

    Makanan yang bergizi tidak bermanfaat apabila tidak dimakan dan

    diterima dengan baik (Moehyi, 1992). Menurut Gregoire et al. (2007), daya

    terima suatu makanan dapat diukur dengan menggunakan sisa makanan di piring

    (plate waste). Sisa makanan sering ditimbang untuk menyediakan data secara

    kuantitatif yang dapat digunakan di berbagai studi, khususnya pada

    penyelenggaraan makan siang di sekolah. Sisa makanan ini dapat digunakan

    untuk menimbang jumlah menu yang tidak dimakan pada individu/kelompok atau

    total sisa makanan.

  • 7

    Menurut Moehyi (1992), daya terima terhadap suatu makanan ditentukan

    oleh rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan melalui berbagai indera

    dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman, dan indera

    pengecap. Penampilan makanan ketika disajikan dapat mempengaruhi selera

    makan. Faktor-faktor yang menentukan penampilan makanan antara lain warna,

    tekstur, bentuk, konsistensi dan rasa makanan (Palacio dan Theis, 2009), selain itu

    juga dipengaruhi oleh porsi, penyajian makanan, dan penghias hidangan (Moehyi,

    1992).

    Warna merupakan daya tarik dari suatu makanan. Setidaknya dalam suatu

    hidangan makanan harus terdiri dari dua atau tiga warna makanan yang berbeda.

    Sayuran hijau dapat dikombinasikan dengan ikan dan kentang yang dipanggang,

    juga dapat menggunakan tomat dan lobak sebagai garnish (Palacio dan Theis,

    2009). Kombinasi warna yang menarik dapat meningkatkan penerimaan terhadap

    makanan dan secara tidak langsung menambah nafsu makan (Sinaga, 2007).

    Marotz (2005) juga menyatakan bahwa warna merupakan komponen sensori yang

    paling berpengaruh, terutama bagi anak sekolah yang senang dengan warna-warni

    yang menarik. Penyajian makanan juga merupakan aspek yang dapat

    mempengaruhi indera penglihatan. Hal ini dikarenakan penyajian merupakan hal

    pertama yang terlihat dari suatu makanan, sehingga diperlukan penyajian yang

    baik dari segi alat saji maupun cara penyajiannya (Sinaga, 2007).

    Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa

    makanan setelah penampilan makanan (Moehyi, 1992). Komponen-komponen

    yang berperan dalam menentukan rasa makanan antara lain aroma, bumbu dan

  • 8

    penyedap, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta temperatur

    makanan. Variasi berbagai rasa dalam suatu makanan lebih disukai daripada

    hanya terdiri dari satu rasa (Palacio dan Theis, 2009). Rasa maka asin, asam, pahit

    dan manis. Perpaduan rasa dengan perbandingan yang sesuai menimbulkan rasa

    yang enak dalam suatu makanan (Sinaga, 2007).

    Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat

    kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera

    (Sinaga, 2007). Variasi dalam pengolahan makanan juga harus diperhatikan dalam

    perencanaan suatu menu makanan. Pengolahan makanan dapat dilakukan dengan

    berbagai cara, seperti digoreng, dibakar, ditumis, ditim, dan sebagainya (Palacio

    dan Theis, 2009).

    Uji organoleptik dikenal dengan istilah evaluasi atau analisis sensori.

    Evaluasi sensori didefinisikan sebagai pengukuran ilmiah untuk mengukur,

    menganalisa karakteristik bahan yang diterima oleh indra penglihatan, pencicipan,

    penciuman, perabaan dan pendengaran, serta menginterpretasikan reaksi yang

    diterima akibat proses pengindraan tersebut. Dengan demikian pengukuran

    tersebut melibatkan manusia (panelis) sebagai alat ukur (Adawiyah dan Waysima,

    2009).

    Pengolahan Telur

    Pada umumnya masyarakat mengolah telur menjadi telur dadar, telur

    rebus, campuran dalam pembuatan kue, telur asin dan lain-lain (Suryatno et al.,

    2012). Menggoreng adalah cara umum yang dilakukan konsumen karena dapat

    meningkatkan cita rasa, warna, aroma, bentuk tekstur dan penampilan yang lebih

  • 9

    baik pada produk akhirnya, selain itu telur juga lazim diolah dengan cara direbus

    (Rahardjo, 2004).

    Kesalahan dalam mengolah telur tidak saja mempengaruhi rasa, tetapi juga

    mengubah sifat telur menjadi padat karena pemanasan atau tercampur bahan lain.

    Perubahan ini mengakibatkan kandungan protein telur dan vitamin ikut pula

    berubah, tergantung cara, tinggi suhu, lama pengolahan dan alat yang digunakan.

    Pengolahan telur yang terbaik adalah direbus selama 15 menit sesudah air

    mendidih. Dengan cara ini hampir tidak ada protein telur yang hilang. Cara

    pengolahan telur juga mempunyai pengaruh terhadap lama daya cerna. Telur

    rebus akan meninggalkan saluran pencernaan setelah 2 jam konsumsi, sedangkan

    telur mentah, goreng, dadar, orak-arik, berada dalam saluran pencernaan sekitar

    3,5 jam. Tetapi perbedaan waktu dalam saluran pencernaan tidak berpengaruh

    terhadap daya cerna protein (Mutidjo, 1988).

    Tabel 1. Pengaruh Cara Mengolah dan Hilangnya Protein Telur

    Keterangan Cara Memasak Protein yang Hilang (%)

    Direbus utuh dengan kulit 0,00

    Digoreng api kecil 1,50

    Didadar 3,00

    Direbus tanpa kulit 7,50

    Digoreng api besar 8,90

    Dadar orak-arik 13,50

    Sumber: Romanoff dan Romanoff (1963)

    Telur rebus (boillling eggs) yaitu telur yang dimasak dalam bahan cair

    pada suhu 100C. Bahan cair yang digunakan bisa air, susu, kaldu atau anggur.

    Untuk membuat telur rebus didihkan air terlebih dahulu kemudian telur di

    masukkan ke dalamnya (Erawati, 2006). Gambaran umum telur rebus disajikan

    pada Gambar 3.

  • 10

    Gambar 3. Telur Rebus (Nurdin, 2014)

    Telur dadar (omelette) yaitu telur yang dipecahkan dan diaduk hingga

    bagian putihnya campur dengaan bagian kuningnya lalu dimasak dengan dengan

    minyak sedikit, kemudian bentuk atau digulung (Erawati, 2006). Gambaran

    tentang telur dadar disajikan pada Gambar 4.

    Gambar 4. Telur Dadar (Harmandini, 2012)

    Telur Goreng (fried eggs) dapat dibuat menjadi tiga macam yaitu telur

    goreng bolak balik matang, telur goreng mata sapi dan telur goreng bolak balik

    lembek (Erawati, 2006). Gambaran tentang telur goreng atau ceplok disajikan

    pada Gambar 5.

  • 11

    Gambar 5. Telur Goreng atau Ceplok (Adi, 2013)

    Berdasarkan penelitian Ningrum dan Hatta (2014) mengenai karakteristik

    organoleptik abon telur ayam dengan penambahan daging buah semu jambu mete

    sebagai bahan pengisi menunjukkan bahwa keadaan telur infertil memberikan

    nilai tekstur dan kesukaan abon telur ayam yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    keadaan telur segar.

    Hasil penelitian Anggrahini dan Almunifah (2012) menunjukkan bahwa

    kandungan proksimat dan nilai kecernaan telur infertil dengan lama pemeraman 5,

    7 dan 10 hari memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Pada penguijian sifat

    organoleptik juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol

    sehingga telur infertil masih cukup disukai untuk dijadikan telur konsumsi.

  • 12

    METODE PENELITIAN

    Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai Januari

    2015, bertempat di PT. Japfa Comfeed Tbk. Cabang Maros, Laboratorium Ilmu

    dan Teknologi Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin,

    Makassar.

    Materi Penelitian

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci, kompor,

    mangkok, piring, sendok, wajan dan spatula.

    Bahan yang digunakan adalah telur ayam ras infertil masa pengeraman 9

    hari, air, dan minyak.

    Metode Penelitian

    A. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3

    perlakuan dan 15 kali ulangan. Tiap ulangan membutuhkan 3 butir telur. Total

    telur yang digunakan adalah 135 butir. Rancangan tersebut terdiri atas :

    A1. Telur rebus

    A2. Telur dadar

    A3. Telur goreng atau ceplok

    B. Prosedur Penelitian

    Telur infertil yang digunakan diperoleh dari PT. Japfa Comfeed Tbk.

    Cabang Maros. Telur infertil sebelum digunakan dibersihkan terlebih dahulu

  • 13

    dengan cara dilap dengan tissue setelah itu siap untuk diolah menjadi telur rebus,

    telur dadar dan telur goreng atau ceplok.

    Pembuatan telur rebus : Letakkan telur mentah dalam panci yang berisi air.

    Telur dimasak pada suhu 100C selama 15 menit agar telur matang. Angkat telur

    menggunakan sendok dan biarkan beberapa saat supaya telur tersebut tidak panas

    lagi, selanjutnya rendam telur dalam air dingin untuk memudahkan pengupasan

    kulit.

    Pembuatan telur dadar : Pecahkan telur lalu kocok hingga bagian putihnya

    bercampur dengan bagian kuningnya lalu masukkan ke dalam wajan yang berisi

    sedikit minyak. Kemudian balik setelah 30 detik lalu angkat setelah 14 detik.

    Pembuatan telur goreng : Pecahkan telur tanpa dikocok kemudian masukkan ke

    dalam wajan yang berisi sedikit minyak, kemudian balik setelah 1 menit 30 detik

    lalu angkat 30 detik kemudian.

    C. Parameter yang Diukur

    Pengujian Mutu Hedonik

    Mutu hedonik dilakukan dengan meminta panelis mengungkapkan tanggapan

    tentang tingkat kesukaan dan ketidaksukaan terhadap produk (Setyaningsih et al.,

    2010) (Lampiran 5). Adapun cara penilaiannya adalah sebagai berikut :

    1. Kesukaan Berdasarkan Kriteria Cita Rasa

    Uji organoleptik telur infertil yang dilakukan yaitu respon kesukaan akan cita

    rasa. Uji organoleptik ini menggunakan metode uji hedonik yang dilakukan oleh

    15 orang panelis. Adapun kriteria penilaian disajikan pada Tabel 2.

  • 14

    Tabel 2. Kriteria Skala Hedonik Cita Rasa

    Kesukaan Cita Rasa Skala Kriteria Numerik

    Sangat Suka 5

    Suka 4

    Agak Suka 3

    Tidak suka 2

    Sangat Tidak Suka 1

    Sumber : Kartika et al. (1998)

    2. Kesukaan Berdasarkan Kriteria Aroma

    Uji organoleptik telur infertil yang dilakukan yaitu respon kesukaan akan aroma.

    Uji organoleptik ini menggunakan metode uji hedonik yang dilakukan oleh 15

    orang panelis. Adapun kriteria penilaian disajikan pada Tabel 3.

    Tabel 3. Kriteria Skala Hedonik Aroma

    Kesukaan Aroma Skala Kriteria Numerik

    Sangat Suka 5

    Suka 4

    Agak Suka 3

    Tidak suka 2

    Sangat Tidak Suka 1

    Sumber : Kartika et al. (1998)

    3. Kesukaan Berdasarkan Kriteria Warna

    Uji organoleptik telur infertil yang dilakukan yaitu respon kesukaan akan warna.

    Uji organoleptik ini menggunakan metode uji hedonik yang dilakukan oleh 15

    orang panelis. Adapun kriteria penilaian disajikan pada Tabel 4.

    Tabel 4. Kriteria Skala Hedonik Warna

    Kesukaan Warna Skala Kriteria Numerik

    Sangat Suka 5

    Suka 4

    Agak Suka 3

    Tidak suka 2

    Sangat Tidak Suka 1

    Sumber : Kartika et al. (1998)

  • 15

    4. Kesukaan Berdasarkan Kriteria Tekstur

    Uji organoleptik telur infertil yang dilakukan yaitu respon kesukaan akan tekstur.

    Uji organoleptik ini menggunakan metode uji hedonik yang dilakukan oleh 15

    orang panelis. Adapun kriteria penilaian disajikan pada Tabel 5.

    Tabel 5. Kriteria Skala Hedonik Tekstur

    Kesukaan Tekstur Skala Kriteria Numerik

    Sangat Suka 5

    Suka 4

    Agak Suka 3

    Tidak suka 2

    Sangat Tidak Suka 1

    Sumber : Kartika et al. (1998)

  • 16

    Diagram alir pembuatan telur rebus, telur dadar dan telur goreng sebagai berikut :

    Gambar 6. Diagram Alir Penelitian

    Telur Infertil

    Telur rebus Telur

    dadar

    Telur

    goreng

    Masukkan

    dalam panci

    yang berisi air

    Pecahkan telur

    lalu kocok

    hingga

    bercampur

    Pecahkan telur

    tanpa dikocok

    Didihkan pada

    suhu 100C

    selama 15

    menit

    Masukkan ke

    dalam wajan

    yang berisi

    sedikit minyak.

    Kemudian balik

    lalu angkat.

    Masukkan ke

    dalam wajan

    yang berisi

    sedikit minyak

    Angkat setelah

    matang.

    Daya terima organoleptik

    (uji hedonik)

    (

    Cita rasa Aroma Warna Tekstur

  • 17

    Analisa Data

    Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan

    Analisis Ragam berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) (Gaspersz, 1991)

    dengan 3 perlakuan 15 ulangan. Model statistik yang digunakan adalah sebagai

    berikut :

    Yij = + i + ij i = 1, 2, 3i = perlakuan j = 1, 2, 3j = ulangan

    Keterangan :

    Yij = variable respon pengamatan

    = nilai rata rata hasil pengamatan i = pengaruh jenis pengolahan telur infertil ke-i

    ij = Pengaruh galat percobaan dari jenis pengolahan telur infertil ke-i dan ulangan ke-j

    Selanjutnya jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan

    dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Gaspersz, 1991).

  • 18

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil analisis yang diperoleh dari uji daya terima organoleptik meliputi

    cita rasa, aroma, warna dan tekstur telur infertil yang diolah menjadi telur rebus,

    telur dadar dan telur goreng atau ceplok disajikan pada Tabel 6.

    Tabel 6. Nilai Rataan Daya Terima Organoleptik Telur Infertil pada berbagai

    iJenis Pengolahan

    Parameter

    Perlakuan

    Rata-rata

    Telur Rebus Telur Dadar Telur Goreng (Ceplok)

    Warna 3,93 0,59a 4,6 0,51

    b 3,83 0,79

    a 4,12 0,72

    Tekstur 4,47 0,64b 3,6 0,74

    a 3,47 0,52

    a 3,84 0,77

    Aroma 3,6 0,83 3,67 0,82 3,87 0,64 3,71 0,76

    Cita Rasa 3,93 0,70 3,8 0,68 4,07 0,8 3,93 0,72

    Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat

    nyata(P

  • 19

    Telur dadar mengalami waktu pemasakan yang paling sebentar dan

    menghasilkan warna yang paling disukai. Hal ini sesuai Auliana (2001) bahwa

    tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu menggoreng, juga

    komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan. Makanan yang diproses

    dengan penggorengan akan mempunyai warna yang lebih baik.

    Proses pengocokan (penyatuan kuning dan putih telur) mempengaruhi

    warna telur menjadi lebih menarik. Hal ini sesuai dengan Kartika et al. (1988)

    menyatakan bahwa produk pangan yang memiliki warna yang menarik akan

    berpeluang besar dibeli konsumen. Pengaruh warna terhadap penerimaan

    konsumen merupakan salah satu pelengkap kualitas yang penting sehingga dapat

    mengisyaratkan produk berkualitas.

    Warna yang dihasilkan tergantung dari suhu dan lama penggorengan yang

    dilakukan. Semakin lama waktu yang digunakan dalam penggorengan

    menyebabkan proses oksidasi pada minyak akan semakin meningkat yang akan

    menyebabkan perubahan warna pada minyak menjadi gelap dan akan

    mempengaruhi warna hasil penggorengan. Hal ini sesuai pernyataan De Man

    (1986) yang menyatakan bahwa perubahan warna pada proses pengolahan seperti

    penggorengan disebabkan oleh reaksi maillard, dan non enzimatis. Hal ini juga

    sesuai dengan pernyataan Ketaren (1986), bahwa timbulnya warna pada

    permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat

    intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga

    komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak

    yang digunakan berpengaruh sangat kecil.

  • 20

    Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan dari

    makanan, seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan adanya perubahan

    warna. Oleh karena itu untuk mendapatkan warna yang sesuai dan menarik harus

    digunakan teknik memasak tertentu atau dengan penyimpanan yang baik

    (Meilgaard et al., 2000).

    Tekstur

    Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh

    nyata (P

  • 21

    yang menyebabkan perubahan jaringan pada bahan makanan. Hal inilah yang

    menyebabkan tingginya kadar air pada perlakuan metode pemasakan dengan cara

    direbus.

    Pengolahan dengan cara didadar dan digoreng (ceplok) teksturnya agak

    padat dan kasar karena memiliki kandungan air yang sedikit dan karena

    penggunan minyak goreng. Hal ini sesuai dengan Nurmala et al. (2014) bahwa

    selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian kerak

    dan bagian luar bahan pangan kemudian mengisi ruang kosong yang pada

    mulanya diisi oleh air.

    Menurut Meilgaard et al. (2000), faktor tekstur diantaranya adalah rabaan

    oleh tangan, keempukan, kemudahan dikunyah serta kerenyahan makanan. Untuk

    itu cara pemasakan bahan makanan dapat mempengaruhi kualitas tekstur makanan

    yang dihasilkan.

    Tekstur pada suatu bahan pangan akan mempengaruhi citra rasa yang

    ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur juga akan mempengaruhi

    aroma dan rasa yang akan ditimbulkan (Zulaekah dan Widyaningsih, 2005).

    Aroma

    Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak memberikan pengaruh

    nyata (P>0,05) terhadap kesukaan akan aroma telur infertil pada berbagai jenis

    pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaan pada aroma telur dari ketiga

    perlakuan sama, yaitu ketiganya sama-sama disukai oleh panelis.

    Data hasil penelitian pada Tabel 6. menunjukkan bahwa nilai rataan aroma

    telur rebus sebesar 3,6 (suka), telur dadar sebesar 3,67 (suka) dan telur goreng

  • 22

    (ceplok) sebesar 3,87 (suka). Hasil penelitian menunjukkan bahwa panelis suka

    dengan telur rebus, telur dadar dan telur goreng atau ceplok karena memiliki

    aroma yang harum dan tidak amis. Hal ini sesuai dengan Kartika et al. (1988)

    menyatakan bahwa pengujian bau atau aroma adalah salah satu pengujian yang

    penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap daya terima produk

    tersebut.

    Aroma adalah bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena setiap

    orang mempunyai sensitivitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka

    dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan

    (Meilgaard et al., 2000).

    Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang

    mudah menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda. Selain

    itu, cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula

    (Moehyi 1992).

    Faktor lain yang berpengaruh terhadap aroma yakni proses penggorengan.

    Selama proses penggorengan, selain terjadi pengurangan kadar air yang akan

    digantikan oleh minyak, juga akan menimbulkan perubahan warna, aroma, tekstur

    dan cita rasa serta terbentuknya senyawa volatile yang umumnya berasal dari

    senyawa aromatik. Aroma yang diperoleh merupakan kandungan flavour alami

    pada minyak dan hasil reaksi dengan bahan pangan yang digoreng. Bau alami

    minyak ini diperoleh dari kandungan beta ionone pada minyak sawit yang akan

    mempengaruhi aroma hasil gorengan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren

    (1986), bahwa pemanasan minyak selama proses penggorengan dapat

  • 23

    menghasilkan persenyawaan yang dapat menguap. Komposisi persenyawaan yang

    dapat menguap terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehida keton dan senyawa

    aromatik. Jumlah persenyawaan yang dominan jumlahnya yakni aldehid termasuk

    di-enal yang mempengaruhi bau khas hasil penggorengan. Selain itu, pada proses

    pengorengan akan menyebabkan perubahan aroma dan flavor sebagai akibat dari

    perubahan senyawa tertentu pada minyak dan hasil gorengan, semakin lama waktu

    yang digunakan pada penggorengan akan menyebabkan suhu semakin tinggi dan

    akan menyebabkan terjadi off flavour (penggosongan) yang berhubungan dengan

    aroma hasil penggorengan.

    Indra pembau adalah instrument yang paling berperan untuk mengetahui

    tingkat kesukaan terhadap aroma. Dalam industri makanan pengujian terhadap

    bau dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penelitian

    terhadap suatu produk. Dalam pengujian indrawi, bau lebih kompleks dari pada

    rasa. Bau atau aroma akan mempercepat timbulnya rangsangan kelenjar air liur.

    Aroma berhubungan dengan indra pembau yang berfungsi untuk menilai produk.

    Bau makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan. Pada umumnya, bau

    diterima oleh hidung. Ada 4 macam bau utama yaitu harum, asam, tengik dan

    hangus (Setyaningsih et al., 2009).

    Cita Rasa

    Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan tidak memberikan pengaruh

    nyata (P>0,05) terhadap kesukaan akan cita rasa telur infertil pada berbagai jenis

    pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa cita rasa pada ketiga jenis pengolahan

  • 24

    yang dilakukan sama-sama disukai oleh panelis. Perlakuan tidak memberikan

    kontribusi kesukaan panelis terhadap cita rasa.

    Data hasil penelitian pada Tabel 6. menunjukkan bahwa nilai rataan cita

    rasa telur rebus sebesar 3,93 (suka), telur dadar sebesar 3,8 (suka) dan telur

    goreng (ceplok) sebesar 4,07 (suka). Hasil penelitian menunjukkan bahwa panelis

    suka dengan telur rebus, telur dadar dan telur goreng (ceplok) karena ketiganya

    memiliki cita rasa yang enak. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) menyatakan

    bahwa rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk

    pangan.

    Pengolahan dengan pemanasan memberikan pengaruh terhadap cita rasa

    pada makanan yaitu cenderung lebih disukai. Hal ini sesuai dengan Winarno

    (1997) menyatakan bahwa teknik pengolahan dengan pemanasan mampu

    menghasilkan produk yang memiliki cita rasa yang luar biasa dibandingkan

    dengan teknik lain. Namun demikian Kinsman et al. (1994) menyatakan bahwa

    pengolahan dengan panas dapat menyebabkan zat gizi menurun bila dibandingkan

    dengan bahan segarnya. Evaluasi bau dan rasa sangat tergantung pada panel cita

    rasa dan aroma pada makanan selama pengolahan (Lawrie,1995).

    Cita rasa dapat dipengaruhi oleh pemanasan atau pengolahan yang

    dilakukan sehingga mengakibatkan degradasi penyusun cita rasa dan sifat fisik

    bahan makanan (Herliani, 2008).

    Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam mengambil keputusan

    terakhir untuk menerima atau menolak suatu makanan. Walaupun warna, aroma

    dan tekstur baik namun jika rasanya tidak enak maka konsumen akan menolak

  • 25

    makanan tersebut. Menurut Bambang et al. (1998), rasa merupakan faktor yang

    paling penting dari produk makanan di samping warna dan aroma. Setiap bahan

    makanan akan memiliki rasa yang khas sesuai dengan sifat bahan itu sendiri atau

    adanya zat lain yang ditambahkan pada saat proses pengolahan sehingga rasa

    aslinya menjadi berkurang atau bahkan lebih baik.

  • 26

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

    telur infertil yang diolah dengan cara direbus, didadar, digoreng tidak berbeda

    pada cita rasa dan aroma, tetapi bila dilihat dari segi warna lebih disukai pada

    telur dadar dan dari segi tekstur lebih disukai pada telur rebus.

    Saran

    Pemanfaatan telur infertil sebagai telur konsumsi dapat dilakukan pada

    berbagai jenis pengolahan tergantung daya terima organoleptik yang ingin

    dikembangkan. Pengembangan produk berbasis olahan perlu memperhatikan daya

    terima organoleptik yang akan dikembangkan.

  • 27

    DAFTAR PUSTAKA

    Adawiyah, D.R. dan Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan. Edisi 1.

    Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

    Adi, S. 2013. Gambar Telur Goreng Ceplok. http://galerigizi.com. Diakses pada 4

    Desember 2014.

    Anggrahini, S. dan Almunifah, M. 2012. Karakteristik dan Uji Sifat Organoleptik

    Telur Ayam Ras Infertil sebagai Telur Konsumsi. Laporan Akhir Penelitian

    Hibah Kolaborasi Dosen-Mahasiswa. UGM. Yogyakarta.

    Anonim. 2010. Telur Infertil. http://mesin-tetas-cuf.blogspot.com. Diakses pada

    23 Desember 2014.

    Auliana, R. 2001. Gizi dan Pengolahan Pangan. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.

    Bambang, K., H. Pudji dan S. Wahyu. 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan

    Pangan.

    Damayanthi, E. 1994. Pengaruh Pengolahan terhadap Zat Gizi Bahan Pangan.

    Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian

    Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    De Man J.M. 1997. Kimia Pangan. Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB

    Bandung. Bandung.

    Erawati, T. 2006. Penerapan Kompetensi Menyiapkan, Mengolah, Menata dan Menyimpan Hidangan dari Sayuran, Telur dan Pasta pada Pelaksanaan Praktek Kerja Industri Di Kitchen Hotel dan Restoran. Skripsi. Universitas

    Pendidikan. Bandung.

    Gaspersz, V.1991. Metode Rancangan Percobaan. Armico. Bandung.

    Gregoire, B. Mary dan M.C. Spears. 2007. Foodservice Organization, A

    Managerial and System Approach. 6th Edition. Pearson. Prentice Hall. New

    Jersey.

    Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty.

    Yogjakarta.

    Harmandini, F. 2012. Gambar Telur Dadar. http://www.tribunnews.com. Diakses

    pada 4 Desember 2014.

    Herliani, L. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.

  • 28

    Indrawan, I.G., I. M. Sukada dan I.K. Suada. 2012. Kualitas Telur dan

    Pengetahuan Masyarakat tentang Penanganan Telur Di Tingkat Rumah

    Tangga. Laporan Penelitian. Universitas Udayana. Bali. 1(5) : 607 620.

    Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan

    Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah

    Mada, Yogyakarta.

    Kastaman, R., Sudaryanto dan B.H. Nopianto. 2004. Kajian proses pengasinan

    telur metode reverse osmosis pada berbagai lama perendaman. Jurnal

    Teknologi Ind Pert.19(1): 30-39.

    Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit

    Universitas Indonesia. Jakarta.

    Kinsman, D. M., A. W. Kotula and B. C. Breindenstein. 1994. Muscle Food,

    Meat, Poultry and Seafood Technology. Chapman and Hall. London.

    Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Diterjemahkan oleh Parakkasi, A. Universitas

    Indonesia Press. Jakarta.

    Marotz, L.R., M.Z. Cross dan J.M. Rush. 2005. Health, Safety, and Nutrition for

    Young Child. 6th Edition. The Thompson Coorporation. USA.

    Meilgaard, M., G.V. Civille dan B.T. Carr. 2000. Sensory Evaluation Techniques.

    CRC Press. Boca Raton. Florida.

    Moehyi, S. 1992. Makanan Intitusi dan Jasa Boga. Bhratara. Jakarta.

    Mutidjo, B.A. 1988. Mengolah Itik. Kanisius. Yogyakarta.

    Ningrum, E.M. dan W. Hatta. 2014. Karakteristik Organoleptik Abon Telur Ayam

    dengan Penambahan Daging Buah Semu Jambu Mete sebagai Bahan

    Pengisi. Laporan Penelitian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

    Nurdin, R. 2014. Gambar Telur Rebus. http://www.duniamedika.com. Diakses

    pada 4 Desember 2014.

    Nurmala, I., O. Rachmawan dan L. Suryaningsih. 2014. Pengaruh Metode

    Pemasakan terhadap Komposisi Kimia Daging Itik Jantan Hasil Budidaya

    secara Intensif. Laporan penelitian. Universitas Padjadjara. Bandung.

    Nuryati, T. Sutarto, M. Khamim, dan P.S. Hardjosworo. 2002. Sukses

    Menetaskan Telur. Cetakan keempat. Penebar Swadaya. Jakarta.

  • 29

    Palacio dan Theis. 2009. Introduction to Food Service. Edisi ke-11. Pearson

    Education. Ohio.

    Raharjo, S. 2004. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Pusat Studi Pangan dan

    Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Romanoff, A.L. dan A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wileyy and

    Sons. INC. New York.

    Setyaningsih, D., A. Apriyantono dan M. P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk

    Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.

    Setyaningsih, E., E. Purwani dan D. Sarbini. 2009. Perbedaan kadar kalsium,

    albumin dan daya terima pada selai cakar ayam dan kulit pisang dengan

    variasi perbandingan kulit pisang yang berbeda. Jurnal Kesehatan.

    Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2(1) : 27-37.

    Sinaga. 2007. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah, Diktat Pelatihan Gizi

    untuk Anak Sekolah. Yayasan Gizi Kuliner. Jakarta.

    Smith, T.W. 1997. Protozoan Diseases. Poultry Science Home Page Collage of

    agriculture and life Science. Misssissippi State University. Misssissippi.

    Soedjarwo. 1991. Penetasan. Fakultas Universitas Brawijaya. Malang.

    Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Cetakan keempat. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Sudradjad. 1995. Beternak Ayam Cemani. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Suryatno, H., Basito dan E. Widowati. 2012. Kajian organoleptik, aktivitas

    antioksidan, total fenol pada variasi lama pemeraman pembuatan telur asin

    yang ditambah ekstrak jahe (Zingiber officinale roscoe). Jurnal Teknosains

    Pangan. Universitas Sebelas Maret. 1(1) : 118-125.

    Winarno . F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustakan Utama,

    Jakarta.

    Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan dan

    Pengolahannya. M-Brio Press. Bogor.

    Zulaekah, S. dan E.N. Widiyaningsih. 2005. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun

    teh pada pembuatan telur asin rebus terhadap jumlah bakteri dan daya

    terimanya. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. 6(1) : 1-13.

  • 30

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Warna pada Telur Infertil dengan

    Pengolahan yang berbeda.

    ANOVA

    Dependent Variable:WARNA

    Source

    Type III Sum of

    Squares Df Mean Square F Sig.

    Corrected Model 5.211a 2 2.606 6.301 .004

    Intercept 764.672 1 764.672 1.849E3 .000

    PERLAKUAN 5.211 2 2.606 6.301 .004

    Error 17.367 42 .413

    Total 787.250 45

    Corrected Total 22.578 44

    a. R Squared = .231 (Adjusted R Squared = .194)

    LSD

    Dependent Variable:WARNA

    (I)

    Perlakuan

    (J)

    Perlakuan

    Mean

    Difference

    (I-J)

    Std.

    Error Sig.

    95% Confidence Interval

    Lower

    Bound

    Upper

    Bound

    LSD A1 A2 -.6667* .23480 .007 -1.1405 -.1928

    A3 .1000 .23480 .672 -.3739 .5739

    A2 A1 .6667* .23480 .007 .1928 1.1405

    A3 .7667* .23480 .002 .2928 1.2405

    A3 A1 -.1000 .23480 .672 -.5739 .3739

    A2 -.7667* .23480 .002 -1.2405 -.2928

    Based on observed means.

    The error term is Mean Square(Error) = .413.

    *. The mean difference is significant at the .05 level.

  • 31

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:WARNA

    PERLAKUAN Mean Std. Deviation N

    A1 3.9333 .59362 15

    A2 4.6000 .50709 15

    A3 3.8333 .79433 15

    Total 4.1222 .71633 45

    Lampiran 2. Tabel Anova dan Uji Lanjut LSD Tekstur pada Telur Infertil dengan

    Pengolahan yang berbeda.

    ANOVA

    Dependent Variable:TEKSTUR

    Source

    Type III Sum of

    Squares df Mean Square F Sig.

    Corrected Model 8.844a 2 4.422 10.883 .000

    Intercept 665.089 1 665.089 1.637E3 .000

    PERLAKUAN 8.844 2 4.422 10.883 .000

    Error 17.067 42 .406

    Total 691.000 45

    Corrected Total 25.911 44

    a. R Squared = .341 (Adjusted R Squared = .310)

    LSD

    Dependent Variable:TEKSTUR

    (I)

    Perlakuan

    (J)

    Perlakuan

    Mean

    Difference

    (I-J) Std. Error Sig.

    95% Confidence

    Interval

    Lower

    Bound

    Upper

    Bound

    LSD A1 A2 .8667* .23277 .001 .3969 1.3364

    A3 1.0000* .23277 .000 .5303 1.4697

    A2 A1 -.8667* .23277 .001 -1.3364 -.3969

    A3 .1333 .23277 .570 -.3364 .6031

  • 32

    A3 A1 -1.0000* .23277 .000 -1.4697 -.5303

    A2 -.1333 .23277 .570 -.6031 .3364

    Based on observed means.

    The error term is Mean Square(Error) = .406.

    *. The mean difference is significant at the .05 level.

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:TEKSTUR

    PERLAKUAN Mean Std. Deviation N

    A1 4.4667 .63994 15

    A2 3.6000 .73679 15

    A3 3.4667 .51640 15

    Total 3.8444 .76739 45

    Lampiran 3. Tabel Anova Aroma pada Telur Infertil dengan Pengolahan yang

    berbeda.

    ANOVA

    Dependent Variable:AROMA

    Source

    Type III Sum

    of Squares df Mean Square F Sig.

    Corrected Model .578a 2 .289 .492 .615

    Intercept 619.756 1 619.756 1.055E3 .000

    PERLAKUAN .578 2 .289 .492 .615

    Error 24.667 42 .587

    Total 645.000 45

    Corrected Total 25.244 44

    a. R Squared = .023 (Adjusted R Squared = -.024)

  • 33

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:AROMA

    PELAKUAN Mean Std. Deviation N

    A1 3.6000 .82808 15

    A2 3.6667 .81650 15

    A3 3.8667 .63994 15

    Total 3.7111 .75745 45

    Lampiran 4. Tabel Anova Cita Rasa pada Telur Infertil dengan Pengolahan yang

    berbeda.

    ANOVA

    Dependent Variable:CITARASA

    Source

    Type III Sum of

    Squares df Mean Square F Sig.

    Corrected Model .533a 2 .267 .503 .608

    Intercept 696.200 1 696.200 1.313E3 .000

    PERLAKUAN .533 2 .267 .503 .608

    Error 22.267 42 .530

    Total 719.000 45

    Corrected Total 22.800 44

    a. R Squared = .023 (Adjusted R Squared = -.023)

    Descriptive Statistics

    Dependent Variable:CITARASA

    PERLAKUAN Mean Std. Deviation N

    A1 3.9333 .70373 15

    A2 3.8000 .67612 15

    A3 4.0667 .79881 15

    Total 3.9333 .71985 45

  • 34

    Lampiran 5. Uji Panelis Telur Rebus, Telur Dadar dan Telur Goreng atau Ceplok

    pada Telur Infertil

    UJI PANELIS TELUR REBUS INFERTIL (Nahariah, 2014)

    KODE SAMPEL

    NAMA : JENIS KELAMIN :

    UMUR :

    PENDIDIKAN : ALAMAT :

    INSTRUKSI PENILAIAN : Beri tanda silang (X) pada garis skala berikut

    menurut penilaian anda setelah membaca

    petunjuk*)

    a) Cita Rasa

    1 2 3 4 5

    b) Aroma

    1 2 3 4 5

    c) Warna

    1 2 3 4 5

    d) Tekstur

    1 2 3 4 5

    *)Keterangan

    1. Memberikan penilaian tentang tingkat kesukaan dan ketidaksukaan produk pada garis skala

    2. Alasan memberikan penilaian tersebut

    STANDAR PENILAIAN

    No. Cita Rasa Aroma Warna Tekstur

    5 Sangat Suka Sangat Suka Sangat Suka Sangat Suka

    4 Suka Suka Suka Suka

    3 Agak Suka Agak Suka Agak Suka Agak Suka

    2 Tidak suka Tidak suka Tidak suka Tidak suka

    1 Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka

  • 35

    UJI PANELIS TELUR DADAR INFERTIL (Nahariah, 2014)

    KODE SAMPEL

    NAMA : JENIS KELAMIN :

    UMUR :

    PENDIDIKAN :

    ALAMAT :

    INSTRUKSI PENILAIAN : Beri tanda silang (X) pada garis skala berikut

    menurut penilaian anda setelah membaca

    petunjuk*)

    a) Cita Rasa

    1 2 3 4 5

    b) Aroma

    1 2 3 4 5

    c) Warna

    1 2 3 4 5

    d) Tekstur

    1 2 3 4 5

    *)Keterangan

    1. Memberikan penilaian tentang tingkat kesukaan dan ketidaksukaan produk pada garis

    skala

    2. Alasan memberikan penilaian tersebut

    STANDAR PENILAIAN

    No. Cita Rasa

    Aroma

    Warna Tekstur

    5 Sangat Suka Sangat Suka Sangat Suka Sangat Suka

    4 Suka Suka Suka Suka

    3 Agak Suka Agak Suka Agak Suka Agak Suka

    2 Tidak suka Tidak suka Tidak suka Tidak suka

    1 Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka

  • 36

    UJI PANELIS TELUR GORENG (CEPLOK) INFERTIL (Nahariah, 2014)

    KODE SAMPEL

    NAMA : JENIS KELAMIN :

    UMUR :

    PENDIDIKAN :

    ALAMAT :

    INSTRUKSI PENILAIAN : Beri tanda silang (X) pada garis skala berikut

    menurut penilaian anda setelah membaca

    petunjuk*)

    a) Cita Rasa

    1 2 3 4 5

    b) Aroma

    1 2 3 4 5

    c) Warna

    1 2 3 4 5

    d) Tekstur

    1 2 3 4 5

    *)Keterangan

    1. Memberikan penilaian tentang tingkat kesukaan dan ketidaksukaan produk pada garis

    skala 2. Alasan memberikan penilaian tersebut

    STANDAR PENILAIAN

    No. Cita Rasa

    Aroma

    Warna Tekstur

    5 Sangat Suka Sangat Suka Sangat Suka Sangat Suka

    4 Suka Suka Suka Suka

    3 Agak Suka Agak Suka Agak Suka Agak Suka

    2 Tidak suka Tidak suka Tidak suka Tidak suka

    1 Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka Sangat Tidak Suka

  • 37

    Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan Penelitian iEvaluasi Jenis Pengolahan

    terhadap Daya Terima Organoleptik pada Telur Infertil Sisa Hasil

    Penetasan

  • 38

  • 39

    RIWAYAT HIDUP

    Khaerunnisa, lahir pada tanggal 14 Februari 1993 di

    Kaloling Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi

    Selatan. Penulis adalah anak keenam dari enam

    bersaudara pasangan H. Muh. Arsyad dan Hj. Hawang.

    Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis

    adalah SD Inpres Kaloling Kecamatan Gantarang Keke

    Kab. Bantaeng lulus tahun 2005. Kemudian setelah lulus penulis melanjutkan

    sekolah di SMPS DDI Mattoanging lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan

    sekolah di SMA Negeri 2 Bantaeng, lulus pada tahun 2011. Setelah

    menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui

    Jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Fakultas

    Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Saat ini Penulis aktif di

    Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Ternak Universitas Hasanuddin

    (HIMATEHATE_UH).