skripsi f2
DESCRIPTION
aaaaTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pepaya (Carica papaya L) adalah tanaman buah, berupa herbal dari famili
caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan india, dan kawasan amerika
latin. Tanaman papaya sangat mudah ditanam pada daerah tropis dan subtropics
ataupun di daerah basah dan daerah kering, dapat juga ditanam didataran rendah
serta pengunungan. Pada pengembangan pepaya ada permasalahan diantara lain
adalah produktivitasnya yang saat ini tergolong masih rendah yaitu antara 30-40
kg per pohon1.
Indonesia yang kaya ini ada beraneka ragam jenis buah-buahan, baik jenis
lokal maupun jenis buah impor. Dan salah satu jenis buah asal luar negeri yang
telah lama berkembang dan ditanam di wilayah nusantara adalah pepaya. Buah
pepaya tergolong buah yang populer dan digemari oleh hampir seluruh penduduk
penghuni bumi ini.2 Daging papaya cukup lunak dengan warna orange tua atau
kuning. Serta rasanya manis dan menyegarkan karena kandungan airnya banyak.
Kadar gizinya cukup tinggi karena mengandung banyak vitamin A (365 S.I),
1 Darma Setiaty, Endang (2011).”Produksi buah Pepaya varietas caliina ( caricca papaya.L ) pada kombinasi pupuk organic dan anorganik ditanaj utisol.” Hal 22 Warsino (2003 ).”Budidaya Pepaya.”Kanisius.Yogyakarta. Hal 9
2
vitamin C (78 mg), mineral (86,70 gr) dan kalsium (23 mg).3 Selain itu, dengan
mengkonsumsi buah ini akan memudahkan sekresi. Semua komponen buah
pepaya muda mengandung getah berwarna putih.
Pada tahun 2009 produksi buah papaya di Indonesia sebanyak 772.844
ton dengan sentra produksi tersebar diseluruh wilayah Indonesia dan merupakan
produsen kelima terbesar didunia4. Pengembangan budidaya tanaman pepaya
merupakan alternatif utama dalam usaha penganekaragaman (diversifikasi)
pertanian di lahan kering. Lahan kering di Indonesia sekitar 170,00 juta ha dan
70,00 juta ha diantaranya dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian di luar
kawasan hutan sebesar 33,30 juta ha dapat digunakan untuk mengembangkan
buah-buahan. Dalam meningkatkan kualitas serta kuantitas pengembangan pepaya
dapat memperbesar ekspor non-migas, dan juga dapat memberikan sumbangan
cukup besar terhadap pendapatan petani, pengembangan agribisnis dan
agroindustri, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan gizi masyarakat5.
Menurut data BPS (2003), hasil produksi tanaman pepaya di Samarinda
pada tahun 2002 sebanyak 7.181,00 ton dan pada tahun 2003 hasil panen buah
papaya sebesar 2.244 ton yang berarti menunujkkan penurunan sebesar 4.937
ton. Dari data produksi buah-buahan pada monografi Kelurahan Lempake (2004),
3 suprati dkk(2008).”Studi Banding resiko ekonomi usaha tani papaya varietas Thailand dan hawai.”Jur vol 5 No 1. Hal 1-2.4 Suyanti dkk (2013).” Produk Diversifikasi Olahan untuk meningkatkan nilai tambah dan mendukung pengembangan buah papaya (carica papaya L) di Indonesia. Jurnal vol 8 No 2. Hal 2-35
3
luas lahan yang digunakan untuk usahatani pepaya di Kelurahan Lempake adalah
sebesar 12,70 ha dengan hasil produksi mencapai 70,31 ton5.
Banyak penelitian pektin dari kulit buah papaya yang dilakukan untuk
mengetahui potensi pektin yang terdapat pada kulit buah papaya. Beberapa
penelitian itu antara lain telah dilakukan oleh L.Urip widodo dkk ( 2012 ), Heni
Sofiana dkk ( 2012 ), dan Nurviani dkk ( 2014 ).
L. urip Widodo ( 2012 ) meneliti kandungan pektin pada kulit buah
papaya. Rendemen Pektin yang terkandung yaitu 9,2% dan kadar metoksilnya
8,87% pada waktu ekstraksi selama 2jam dengan kosentrasi HCL 0,02 N6.
Heni Sofiana dkk (2012) juga meneliti kandungan pektin dari kulit buah
papaya. Rendemen pektin yang dihasilkan oleh pelarut HCL lebih optimal
dibandingkan asam asetat. Rendemen pektin dari pelarut asam klorida yaitu
mencapai 4,088 %, kadar metoksil 5,58% dan kadar asam galakturonat 73,73%
pada waktu ekstraksi 2 jam dengan suhu 80oC. Sedangkan rendemen pektin dari
pelarut asam asetat yaitu mencapai 3,196%, kadar metoksil 4,03 % dan kadar
asam galakturonat 58,2 % pada waktu ekstraksi 1,5 jam dengan suhu 90oC7.
Nurviani dkk ( 2014 ) meneliti kandungan pektin dari beberapa varietas
buah papaya. Varietas buah papaya yang digunakan adalah varietas Cibinong,
Jinggo dan Semangka. Rendemen pektin yang tertinggi diperoleh pada waktu
5 suprati dkk(2008).”Studi Banding resiko ekonomi usaha tani papaya varietas Thailand dan hawai.”Jur vol 5 No 1. Hal 1-2.6 Widodo L Urip dkk(2012).”Pektin dari kulit papaya.”jurusan teknik kimia.UPN.hal 3-47 Sofiana Heni dkk.(2012).”Pemgambilan pektin dari kulit papaya dengan cara ekstraksi. Jurnal teknologi dan Industri vol 1 No1. Hal 3-4
4
ekstraksi selama 2 jam dengan hasil 12,70% pada kulit papaya semangka dengan
kadar metoksil mencapai 8,726 % dan kadar asam galakturonat sebesar 66,08 %8.
Pektin adalah hasil industri yang mempunyai banyak manfaat diantaranya
sebagai bahan dasar industri makanan, minuman dan industry farmasi. Selama ini
industri pektin di Indonesia masih mengimpor dari mancanegara terutama dari
Jerman dan Denmark. Banyak industi Indonesia yang menggunakan pekti sebagai
bahan baku industrinya. Oleh sebab itu untuk meminimalisir biaya devisa Negara
dan banyak bahan yang menjadi sumber pektin dari berbagai buah-buahan dan
tumbuhan yang terdapat di Indonesia maka bisnis industri pektin ini menjadi
peluang yang positif. Selain itu didukung oleh keadaan wilayah Indonesia yang
sangat mudah untuk ditanami papaya.
Pektin merupakan kompkleks polisakarida anion yang terdapat pada
dinding sel primer dan interseluler pada tanaman tingkat tinggi. Asam D-
galakturonat adalah molekul utama penyusun polimer pektin dan biasanya gula
netral juga terdapat pada dalam pektin. (O’Neill et al, 1990; Visserdan Voragen,
1996)9.
Pengambilan pektin dari buah apel, dan kulit jeruk dengan pengendapan
minuman berakohol telah dilakukan oleh Syarwani M (2004). Hasil yang
8 Nurviani dkk (2014 ).”Ekstraksi dan Karakterisasi pektin dari kulit buah papaya (caricca papapa L) varietas Cibinong,Jinggo dan Semangka.”online jurnal of natural Science vol 3 no 3. Hal 326-3299 Erwinda Rinska (2003).”Pengaruh Kosentrasi HCl sebagai pelarut pada ekstraksi pektin dari labu siam.”Jurusan Teknik Kimia. Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hal 1
5
diperoleh adalah rata-rata rendemen pektin jeruk 6,2%, ; apel 4,2% dan pepaya
4,18%. Rata – rata kadar metoksil jeruk 3,08% ; apel 2,89% dan pepaya 2,99%10.
Untuk dimanfaatkan pektin dari kulit buah papaya perlu adanya pemisahan
senyawa-senyawa yang terkandung dari kulit buah papaya. Salah satu cara yang
digunakan dalam proses pemisahan tersebut adalah ekstraksi. Ekstraksi bertujuan
untuk menarik atau mengeluarkan satu komponen campuran dari zat padat
ataupun zat cain dengan bantuan sautu pelarut. Ekstraksi yang digunakan adalah
ekstraksi padat cain atau yang lebih dikenal dengan sebutan leaching.
Ada banyak metode dalam ekstraksi, salah satunya metode refluks.
Metode refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temepratur yang cukup
tinggi pada titik didihnya, waktu pemanasan tertentu serta jumlah pelarut yang
selalu tetap dengan adanya pendingin balik dan pengadukan. Metode refluks
dipilih karena mudah untuk mengekstraksi sampel yang mempunyai tekstur kasar
dan tahan pemanasan langsung11. Filtrat yang didapatkan dikumpulkan kemudian
dipekatkan.
Pektin mempunyai harga ekonomi yang cukup tinggi. Pada Harga eceran
tepung pektin berkisar dari Rp 200.00/kg hingga Rp 300.000/ kg. Pada tahun
2001, Indonesia membeli pektin dari luar negara sebanyak 14.242 kg dengan nilai
sebesar $130.599 (Biro Pusat Statistik, 2001)12.
10 Widodo L Urip dkk(2012).”Pektin dari kulit papaya.”jurusan teknik kimia.UPN.hal 3-411 https://www.academia.edu/7395598/Ekstraksi_Pengertian_Prinsip_Kerja_jenis-jenis_Ekstraksi. Di akses pada tanggal 5 juli 201512 Budiyanto agus dan yulianingsih(2008).”Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap karakter pektin dari ampas Jeruk siam(citrus nobilis L).” Jurnal pasca panen vol 5 no 2. Hal 38
6
1.2 Perumusan Masalah
Untuk mengekstraksi pektin dari kulit buah papaya, maka dari itu timbul suatu
permasalahan :
1. Bagaimana proses pengambilan pektin dengan ekstraksi dari kulit
buah papaya.
2. Menentukan rendemen (yield) yang terbaik dengan variable
ternperatur, waktu dan jenis pelarutnyang digunakan.
3. Mempelajari pengaruh jenis pelarut yang digunakan pada proses
ekstraksi pektin dari kulit buah papaya.
4. Menentukan kadar metoksi dan kadar asam galakturonat pada
ekstraksi pektin dari kulit buah papaya.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mengetahui proses ekstraksi pektin dari kulit buah papaya terhadap
yield pektin dan kadarnya, maka variable yang berubah dibatasi pada temperature,
waktu dan jenis pelarut. Hasil akhir akan dilakukan uji kulitatif ( melakukan
pemerian, uji identifikasi dan FTIR ) dan selanjutnya dilakukan uji kuantitatif
untuk penetapan kadar metoksil dan kadar asam galakturonat terhadap pektin
yang didapatkan.
7
1.4 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka, studi lapangan dan
gabungan dari keduanya. Studi pustaka merupakan suatu cara yang dilakukan
dengan mencari sumber data berupa jurnal atau penelitian berupa skripsi dan tesis
terdahulu untuk melihat kandungan yang terdapat dalam kulit buah papaya dan
melihat metode ekstraksi yang digunakan. Sedangkan studi lapangan dilakukan
dengan penelitian langsung di laboratorium terhadap kulit buah papaya dengan
metode reflux.
Dalam penelitian ini, pengambilan pektin dari kulit buah papaya dilakukan
dengan cara ekstraksi reflux. Rendemen yang di dapat di uji keberadaan pektin
dengan uji kulitatif dan kuantitatif.
Uji kualitatif filakukan dengan cara pemerian, uji identifikasi sesuai
dengan Farkamope, Indonesia, Uji FTIR dan uji LCMS. Sedangkan uji kuantitatif
dilakukan dengan cara titrasi.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini dibandingkan dengan hasil dari
jurnal atau tesis yang sudah dilakukan terdahulu.
1.5 Tujuan Penelitian
Peneltian ini dilakukan dengan bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kadar pektin yang terkandung dalam kulit pepaya.
8
2. Untuk mengetahui pengaruh temperature, waktu dan jenis pelarut dalam
ekstraksi pektin berdasarkan rendemen.
3. Untuk mengetahui pemgaruh temperature, waktu dan jenis pelarut pada
kadar mektosil dan kadar asam galakturonat dari kulit buah pepaya
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah :
1. Untuk meningkatkan nilai tambah kulit buah papaya.
2. Untuk menginspirasi para produsen khususnya mahasiswa untuk
memanfaatkan limbah yang ada di sekitarnya.
3. Untuk memberikan wawasan baru dan pengalaman bagi mahasiswa dalam
melakukan penelitian dengan melatih kemampuan untuk menganalisa,
meneliti dan memecahkan masalah.
4. Penelitian ini juga sebagai bahan pustaka bagi Jurusan Teknik Kimia.
1.7 Sistematika Penulisan
Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 ( Lima ) bab dengan beberapa
sub bab. Gambaran penulisannya secara lengkap adalah sebagai berikut.
1. BAB 1 PENDAHULUAN
9
Pada bab ini berisikan gambaran umum kulit buah papaya dan manfaatnya
dengan potensi pertumbuhannya. Selain itu terdapat beberapa hasil penelitian
terdahulu tentang kulit buah papaya.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan penjelasan secara mendetail tentang tanaman buah
papaya, pengertian salah satu zat yang terkandung di dalam kulit buah papaya
yaitu getah papain yang terdapat pektin didalamnya, menjelaskan tentang
pektin, ekstraksi dan penjelasan proses ekstraksi pektin. Disertai dengan
penjelasan FTIR dan LCMS.
3. BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan tentang bagaimana metode yang dilakukan pada
penelitian. Penjelasan terhadap cara kerja, bahan dan alat apa saja yang
digunakan dan juga menjelaskan running dari penelitian ini.
4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan tentang hasil penelitian secara kualitatif ( pemerian
dan uji identifikasi) maupun hasil secara kuantitatif ( titrasi ). Pada bab ini juga
akan disampaikan hasil dari penelitian yang sudah dilakukan.
5. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan juga saran untuk penelitian
selanjutnya jika dilakukan kembali.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pepaya
1. Pengertian Pepaya
Salah satu komoditas hortikultura Indonesia yang memiliki berbagai
fungsi dan manfaat adalah papaya . Sebagai buah segar, pepaya banyak dipilih
konsumen karena selain harganya yang cukup murah , serta mempunyai
kandungan gizi yang baik. Kandungan gizi yang terdapat dalam buah papaya pada
100 gr buah pepaya antara lain mengandung karbohidrat sebesar 12,4 gr, kalsium
23 mg, fosfor sesar 12 mg, besi sebesar 1,7 mg 110 mcg retinol, tiamin sebesar
0,04 mg ,dan vitamin C sebesar 78 mg13 . Selain nutrisi yang tinggi papaya juga
oleh terdapat getah penghasil papain (enzim proteolitik) banyak dimanfaatkan p
industry makan, farmasi dan kosmetik. Hampir seluruh komponen papaya
mengandung getah kecuali akar dan bijinya. Getah pepaya mengandung papain
yaitu enzim proteolitik (pemecah protein). Pengaruh umur dan jenis buah papaya
tergantung dari produksi papain dan aktivitas proteolitiknya.
Papaya juga memiliki kandungan unsur gizi lengkap, termasuk vitamin A
jarang terdapat pada buah-buahan lain. Selain itu, buah papaya juga merupakan
sumber pektin yang bernilai ekonomi yang sangat tinggi14.
13 Rukmana Rahmat (2005).”PEPAYA, Budidaya&paca panen.” Kanisius. Yogyakarta. Hal 1414 Suprapti lies (2005).”Aneka olahan papaya mentah dan mengkal.” Kanisius. Yogyakarta . Hal 9
11
2. Klasifikasi ilmiah atau Taksonomi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)15
Suku Caricaceae memiliki empat marga, yaitu Carica, Jarilla, Jacaranta,
dan Cylicomorpha. Ketiga marga pertama merupakan tanaman asli Meksiko
bagian selatan serta bagian utara dari Amerika Selatan, sedangkan marga keempat
merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Marga Carica memiliki 24 jenis,
salah satu diantaranya adalah papaya. Berikut taksonomi buah papaya :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-Divisi : Angiosperma (Biji Tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Spesies : Carica papaya L
3. Morfologi
Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk tumbuhan
yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-buahan
semusim, namun dapat tumbuh setahun lebih. Sistem akanya memiliki akar
tunggang dan akar-akar cabang yang dapat tumbuh mendatar ke semua arah pada
kedalaman 1 meter atau lebih menyebar sekitar 60-170 cm bisa juga lebih dari
pusat batang tanaman . Batang tanaman pepaya berbentuk bulat lurus berlapis-
lapis (beruas-ruas), di bagian tengahnya berongga, dan tidak ada kayu. Celah-
15 Suprapti lies (2005).”Aneka olahan papaya mentah dan mengkal.” Kanisius. Yogyakarta . Hal 9
12
celah batang adalah suatu tempat dimana melekatnya tangkai daun yang cukup
panjang, serta berbentuk bulat, dan agak berlubang. Daun pepaya bertulang
menjari (palminervus) dengan warna permukaan atas agak hijau tua, sedangkan
warna permukaan bagian bawah hijau muda. Komposisi buah dan daun pepaya
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.1 Analisis Komposisi Buah dan Daun Pepaya16
Unsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah Daun
Energi (kalori) 46 26 79
Air (g) 86,7 92,3 75,4
Protein (g) 0,5 2,1 8
Lemak (g) - 0,1 2
Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9
Vitamin A (UI) 365 70 18,270
Vitamin B (mg) 0,04 0,02 0,15
Vitamin C (mg) 78 19 140
Kalsium (mg) 23 70 353
Besi (mg) 1,7 0,4 0,8
Fosfor (mg) 12 16 63
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1972) dalam Warsino (2003)
16 Warsino (2003 ).”Budidaya Pepaya.”Kanisius.Yogyakarta. Hal 18
13
4. Kandungan kimia pada tanaman pepaya17
Tanaman papaya mengandung bahan kimia yang bermanfaat baik itu pada organ
daun,buah, getah, maupun biji dan kandungan kimia dari tanaman papaya (carica
papaya L) dalam Dalimartha dapat dilihat pada tabel .2
Tabel 2.2 Kandungan Kimia tanaman papaya
No Organ Kandungan Senyawa
1. DaunEnzim papain, alkaloid karpaina, pseudo-karpaina, glikosid, kaposid, dan saponin, sakarosa, dan levulosa. Alkaloid karpaina mempunyai efek seperti digitalis.
2. Buah-karotena, pektin, d-galaktosa, I-arabinosa, papain, papayotimin papain, serta fitokinase.
3. BijiGlukosa kakirin, dan karpain, glukosa kakirin berkhasiat sebagai obat cacing, peluruh haid, serta peluruh kentut(karminatif)
4. GetahPapain kemokapain,lisosim, lipase, glutamine, dan siklotransferase.
5. Kulit Milky latex, enzim papain, alkaloid karpina, glukosid, saponin, sakrosa,dextrosa
Sumber : Dalimartha (2003)
Karbohidrat yang terkandung dalam buah pepaya sebagian besar adalah gula.
Komposisi gula dalam buah pepaya matang yaitu 48,3% sukrosa, 29,8% glukosa,
dan 21,9% fruktosa.
5. Senyawa kandungan kulit buah pepaya
Pada dasarnya kandungan kulit pepaya kurang lebih sama dengan daging
buahnya. Hanya saja, kulit buah pepaya mengandung enzim papain yang jauh
lebih dominan terutama pada kulit buah yang masih muda. Kulit juga
mengandung banyak kandungan pektin18. Kandungan pektin ini terlihat jelas pada
17 Wardani Fardina Rahmi.”potensi perasaan daun papaya (carica papaya L) terhadap jumlah makrofag pasca gingivektonomi pada tikus wistar jantan.” Fakultas kedokteran gigi. Jember. Hal 718 Baga kalie, Moehd (2008).”bertanam papaya.”Swadaya. Jakarta. Hal 89
14
Milky Latex atau getah putih kulit buah pepaya yang mengucur deras saat kita
menggores bagian kulit. Milky latex ini jumlahnya akan semakin berkuran saat
buah pepaya semakin matang. Selain enzim papain, kulit pepaya juga
mengandung alkaloid karpina, glukosid, saponin, sakrosa,dextrosa dan lain-lain.
Mencermati kandungan kulit pepaya tersebut, wajar jika kemudian kulit
pepaya juga bisa untuk dimakan dalam kondisi ia bebas dari bahan kimia. Kulit
pepaya telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Papua Nugini. Tidak hanya
dikonsumsi, tetapi juga digunakan sebagai bahan penyembuh untuk
menanggulangi ruam kulit, kulit yang terbakar sinar matahari berlebihan, dan
mampu menghilangkan noda hitam pengganggu di wajah.
2.2 Pektin
1. Pengertian dan Sumber pektin
Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada sebagian besar tanaman
pangan. Pektin merupakan asam poligalakturonat yang merupakan metil ester.
Dan Pektin juga merupakan pangan fungsional bernilai tinggi yang berguna secara
luas dalam pembentukan gel dan bahan penstabil pada sari buah, bahan
pembuatan jelly, dan marmalade.
Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti pengental atau
yang membuat sesuatu menjadi keras atau padat. Pektin pertama kali ditemukan
oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790,
pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan pada tahun 1824,
yaitu pada saat Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh Vauquelin.
15
Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam pektat19.
pembentukan gel dengan tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu sangat
tergantung pada konsentrasi pektin. Pektin secara luas berguna sebagai bahan
tekstur dan pengental dalam makanan,mampu membungkus logam berat dan juga
sebagai bahan tambahan produk susu terfermentasi. Suhu yang tinggi selama
ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin. Suhu yang agak tinggi akan
membantu difusi pelarut kedalam jaringan tanaman dan dapat meningkatkan
aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang umumnya terdapat didalam sel
primer tanaman. Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan
terjadinya hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam ikatan
glikosidik gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan
asam galakturonat.
Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer
tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan
hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin berfungsi sebagai
perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Bagian
antara dua dinding sel yang berdekatan tersebut dinamakan
lamella tengah. Gambar 2 menunjukkan senyawa pektin ada
dinding sel tanaman.
19 Nur Hariyati, Mauliyah(2006).”ekstaksi dan karateristik pektin dari limbah proses pengolahan jeruk Pontianak.”Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Hal 4-5
16
Gambar 2.1 Struktur Dinding Sel Tanaman
Kandungan pektin yang tergantung sangat bervariasi, baik berdasarkan
jenis tanamannya ataupun bagian-bagian jaringannya. Bagian kulit dan albedo
buah jeruk lebih banyak mengandung pektin daripada jaringan parenkimnya.
2. Struktur dan Komposisi Kimia Pektin
Pada tahun 1924, Smolenski adalah yang pertama kali
berasumsi bahwa pektin merupakan polimer asam galakturonat.
Pada tahun 1930, Meyer dan Mark menemukan formasi rantai
dari molekul pektin, dan Schneider dan Bock pada tahun 1937
membentuk formula tersebut. Pektin tersusun atas molekul asam
17
galakturonat yang berikatan dengan ikatan α- (1-4)-glikosida
sehingga membentuk asam poligalakturonat20. Gugus karboksil
sebagian teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus
alkohol sekunder terasetilasi (Herbstreith dan Fox, 2005).
Gambar 3 di bawah ini menunjukkan struktur kimia unit asam α-
galakturonat.
Gambar 2.2. Struktur Kimia Asam α-Galakturonat
Menurut Hoejgaard (2004), pektin adalah metil ester yang
terkandung dalam asam poligalakturonat. Dalam keadaan asam
pektin dapat diekstaraksi secara komersial dari kulit buah jeruk
dan apel. Masing-masing cincin merupakan suatu molekul dari
asam poligalakturonat, dan ada 300 – 1000 cincin seperti itu
dalam suatu tipikal molekul pektin, yang dihubungkan dengan
suatu rantai linier.
Gambar 2.3. Struktur Kimia Asam Poligalakturonat
20 Farobie Obie(2006).”Pembuatan dan Pencirian Pektin Asetat.” Fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam IPB. Bogor. Hal 1
18
Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi
(HMP), dan pektin berkadar metoksil rendah (LMP). Pektin
bermetoksil tinggi mempunyai kandungan metoksil minimal 7%,
sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai kandungan
pektin maksimal 7% (Guichard et al, 1991).Gambar di bawah ini
merupakan rumus molekul dari pektin bermetoksil tinggi dan
pektin bermetoksil rendah .
Gambar 2.4. Rumus Molekul Pektin Bermetoksil Tinggi
Gambar 2.5 Rumus molekul Bermetoksil Rendah
Pektin terdiri dari monomer asam galakturonat yang berbentuk suatu rantai
molekul panjang. Rantai utama ini diselingi oleh kelompok rhamnosa dengan
rantai cabang menyusun gula netral (arabinosa, galaktosa). Kelompok karboksil
(kelompok asam) dari asam galakturonat dapat diesterifikasi atau diamidasi.
19
Selain asam D-galakturonat sebagai komponen utama, pektin juga memiliki D-
galaktosa, L-arabinosa, dan L-rhamnosa dalam jumlah yang bervariasi. Komposisi
kimia pektin sangat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi yang dipakai
dalam isolasinya21.
Gambar 2.6. Struktur Fungsional Pektin
3. Sifat-sifat pektin
Commite on Food Chemical Codex (1996), menyatakan bahwa pektin
sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam poligalakturonat dan sodium,
potasium, kalsium dan garam ammonium. Pektin merupakan zat berbentuk serbuk
kasar hingga halus yang berwarna putih, kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan
banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran matang. Gliksman (1969)
menyatakan bahwa pektin kering yang telah dimurnikan berupa kristal yang
berwarna putih dengan kelarutan yang berbeda-beda sesuai dengan kandungan
metoksilnya. Sifat fisik pektin tergantung dari karakteristik kimia pektin
21 Nur Hariyati, Mauliyah(2006).”ekstaksi dan karateristik pektin dari limbah proses pengolahan jeruk Pontianak.”Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Hal 6-8
20
(Guichard et al., 1991). Faktor yang mempengaruhi pembentukan gel dengan
tingkat kekenyalan dan kekuatan tertentu meliputi pH, konsentrasi pektin, suhu,
ion kalsium, dan gula. Kekentalan larutan pektin mempunyai kisaran yang cukup
lebar tergantung pada konsentrasi pektin, garam, dan ukuran rantai asam
poligalakturonat. Pektin dengan kadar metoksil lebih rendah dari 7% dapat
membentuk gel bila ada ion-ion logam bivalen. Ion logam bivalen dapat bereaksi
dengan gugus-gugus karboksil dari 2 molekul asam pektat dan membentuk
jembatan. Pada pembentukan gel ini, tidak diperlukan gula dan tekstur gel yang
terbentuk kurang keras. Pembentukan gel dari pektin dengan derajat metilasi
tinggi dipengaruhi juga oleh konsentrasi pektin, persentase gula, dan pH. Semakin
besar konsentrasi pektin, semakin keras gel yang terbentuk. Konsentrasi 1% telah
menghasilkan kekerasan yang cukup baik. Gula yang ditambahkan tidak boleh
lebih dari 65% agar terbentuknya kristal-kristal di permukaan gel dapat dicegah.
Pembentukan gel pektin metoksil tinggi terjadi melalui ikatan hidrogen diantara
gugus karboksil bebas dan antara gugus hidroksil. Pada pektin metoksil rendah,
kemampuan membentuk gel dengan gula dan asam hilang. Sebaliknya pektin ini
mampu membentuk gel dengan adanya ion kalsium. pektin merupakan asam
poligalakturonat yang bermuatan negatif. Pektin bereaksi dengan makromolekul
bermuatan positif. Pembentukan gel dapat terjadi dengan cepat pada pH rendah,
tetapi reaksi ini dapat dihambat dengan penambahan garam. Degradasi dan
dekomposisi pektin dapat disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi. Kecepatan
degradasi tergantung pada suhu, pH, dan konsentrasi agen pengoksidasi.
21
Pektin hampir larut sempurna dalam 20 bagian air dan tersebar didalamnya
membentuk koloid. Koloid pekti tergolong jenis hydrophilic (senang air ),
reversible, dimana sifat fisiknya akan kembali seperti semula jika diendapkan,
dikeringkan dan dilarutkan kembali
Sifat – sifat pektin ada dua sifat yaitu fisik dan kimia. Adapun sifatnya antara
lain :
1. Sifat fisik pektin :
Berat molekul dari pektin 30.000-300.000
Bentuk : padatan seperti serbuk kasar atau halus berwarna putih
kekuningan dan kecoklatan.
Density : 1,526 gram/cc
Spesifik garfiti : 0,65
Perputaran spesifik : +230o
Kapasitas panas : 0,431 KJ/KgoC
2. Sifat kimia pektin
Pektin mudah larut dalam air
Pektin tidak dapat larut dalam formamide, dimetil sulfixide, dimetil
formamide dan gliserol panas.
Pektin dapat diendapkan dari larutan yang encer seperti etanol,
aseton, deterjen dan polietilen.
Pektin dapat membentuk jeli dengan menambah gula dan asam.
Larutan encer pektin merupakan asam yang sedikit jenuh dengan
adanya kelompok kerboksil bebas.
22
Zat-zat pektin yang mudah larut bereaksi sebagai penukar kation
( kation exchange )
Jika pektin bereaksi dengan asam-asam panas menyebabkan
terhidrolisanya gugus metil ester menjadi asam galakturonat.
Pektin dapat diesterifikasi dengan asam-asam tanpa suatu
penurunan berat molekul.
Kualitas pektin komersial ditentukan oleh sifat-sifat pektin. Sifat-sifat fisik
tersebut diantaranya warna dan cita rasa yang cocok, kelarutan ( untuk pektin
padat), derajat gel, kecepatan membeku, serta tidak mengandung bahan atau zat
berbahaya bagi kesehatan22. Sifat fisik dipengaruhi oleh sifat kimia pektin.
Tabel 2.3 Spesifikasi Mutu Pektin Komersial
KARAKTERISIK NILAI
Kadar air ( maksimum) 12 %
Kadar abu ( maksimum ) 10%
Pektin bermetoksil tinggi ( minimum) 7%
Pektin bermetoksil rendah ( maksimum) 7%
Asam galakturonat ( minimum ) 65% ( bobot kering )
Logam berat ( maksimum ) 0.002%
Sumber : Food Chemical Codex (1996)
D. Manfaat pektin disegala bidang
22 Erwinda Rinska (2003).”Pengaruh Kosentrasi HCl sebagai pelarut pada ekstraksi pektin dari labu siam.”Jurusan Teknik Kimia. Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hal 11-12
23
Penggunaan pektin dalam berbagai bidang sebagai berikut :
1. Bidang farmasi bermanfaat sebagai campuran obat-obatan untuk macam
jenis penyakit, sebagai berikut : obat diare, disentri radang usus besar, obat
luka, haemostatic agent, pengganti plasma darah dan pektin juga untuk
memperlambat absorbsi beberapa jenis obat-obatan tertentu didalam tubuh
sehingga dapat memperpanjang masa kerja suatu obat.
2. Bidang kecantikan digunakan campuran berbagai jenis kosmetik yaitu :
pembuatan cream dan handbodylotion, sabun, pasta gigi dan minyak
rambut.
3. Bidang tata boga ( bahan makanan) bermanfaat sebagai bahan makanan
yang sudah dikenal secara lebih luas oleh kalangan masyakat,
diantaranya : digunakan pada pembuatan makanan seperti pembuatan jelly
dan selai buah, roti, bahan pengental ( thickening agent ) untuk proses
pembuatan cod lifer oil, tomato pulp, tomato kechul, es krim dan lain-lain.
Selain kegunaan yang tersebut diatas pektin juga dapat digunakan untuk
beberapa hal berikut : untuk stabilisator pada pembuatan koloid logam,
sebagai bahan baku peledak dalam bentuk nitro pektin , asetil pektin , dan
formil pektin , dan untuk pembuatan resin sintesis dan perekat. Pektin
juga digunakan pada industri karet dan industri tekstil.
2.3 Ekstraksi
24
Ekstraksi adalah suatu proses yang memisahkan dari bahan padat maupun
bahan cair dengan bantuan pelarut. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut adalah
cara yang paling efisien dalam menghasilkan filtrat yang berkualitas. Pelarut yang
ideal adalah yang mempunyai sifat-sifat : tidak toksik, tidak bersifat eksplosif,
mempunyai interval titik didih yang sempit, daya melarutkan, mudah dan murah.
Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang
terdapat dalam simpilia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut.
2.3.1 Tahap – tahap ekstraksi :
1. Mencampur bahan ekstraksi dengan bahan pelarut kemudian dibiarkan
agar saling berkontak. Dalam hal ini terjadi perpindahan massa dengan
cara difusi pada bidang antarmuka dengan bahan ekstraksi dan bahan
pelarutnya. Dengan demikian terjadi ekstraksi yang sebenarnya yaitu
larutan ekstrak.
2. Memisahkan larutan ekstrak dari rafinat, bias disebut juga dengan cara
penjernihan atau filtrasi.
3. Mengisolasi ekstrak dari larutan dan mendapatkan kembali pelarut, pada
dasarnya dilakukan dengan menguapkan pelarut. Dalam hal- hal ini larutan
ekstrak dapat langsung diolah lebih lanjut atau bisa juga diolah setelah
dipekatkan atau dijadikan volume menjadi setengah dari volume awal
sebelum diuapkan.
Faktor – faktor yang harus diperhatikan yaitu :
25
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel berpengaruh pada laju ekstraksi dalam beberapa hal.
Semakin kecil ukurannya maka akan semakin besar luas permukaan antara
padat dan cair. Sehingga laju perpindahannya pun menjadi semakin besar.
Oleh karena itu, jarak untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam
padatan adalah kecil.
2. Zat pelarut
Larutan yang digunakan sebagai zat pelarut sebaiknya merupakan pelarut
pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar mudah
melakukan sirkulasi. Umumnya, zat pelarut murni akan digunakan pada
awalnya tetapi setelah proses ekstraksi berakhir kosentrasi zat terlarut akan
naik dan laju ekstraksinya turun. Penyebab yang pertama adalah karena
gradient konsentrasi akan berkurang dan yang kedua zat terlarutnya
menjadi lebih kental atau pekat.
3. Temperature
Dalam hal ini, kelarutan zat terlarut ( pada partikel yang diekstrak )
didalam pelarut akan meningkat secara bersamaan dengan kenaikan
temperatur untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi.
4. Pengadukan
Pengadukan pada zat pelarut merupakan hal yang penting karena akan
meningkatkan proses difusi sehingga menaikkan perpindahan massa
material dari permukaan partikel ke zat pelarut.
26
2.3.2 Pemilihan Pelarut
Dalam pemilihan juga dibutuhkan tahap-tahap lainnya, pada ekstraksi padat-cair
contohnya dapat dilakukan pra-pengolahan ( persiapan sampel ) lebih baik
dilakukan pengecilan sampel atau pengolahan lanjut dari rafinat ( dengan tujuan
mendapatkan kembali sisa-sisa pelarut ). Menurut Perry ( 1984 ) ada beberapa
sayarat pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi yaitu sebagai berikut :
1. Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut
yang dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin dan
sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor.
2. Bersifat inert terhadap bahan baku sehingga tidak bereaksi dengan
komponen yang akan diekstrak.
3. Reaktivitas : pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
4. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.
5. Tidak korosif
6. Tidak beracun.
7. Tidak mudah terbakar.
8. Stabil secara kimia dan termal.
9. Tidak berbahaya bagi lingkungan.
10. Memiliki viskositas yang rendah, sehingga mudah dialirkan.
11. Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar.
12. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan.
13. Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah.
27
Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat yang diatas, maka dari itu
setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Hanya beberapa
pelarut yang terpenting adalah air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon
jenuh, toluene, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung khlor,
isopropanol, etanol. Berbagai jenis pelarut yang sering digunakan dalam proses
ekstraksi dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 2.4. Jenis pelarut untuk ekstraksi
2.3.3 Refluks
Refluks yaitu metode ekstraksi yang dilakukan pada titik didih pelarut
tersebut, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relative konstan
dengan adanya pendingin balik. Kelebihan metode refluks yaitu padatan
28
memiliki tekstur kasar dan tahan terhadap pemanasan langsung dapat
diekstrak dengan metode ini. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu
membutuhkan jumlah pelarut yang banyak. ( Irawan, B.,2010 )
Gambar 2.7 ekstraksi metode refluks
2.4 Proses Produksi pektin
Tahapan-tahapan dalam pembuatan pektin yaitu persiapan bahan, ekstraksi,
penguapan, penggumpalan ( pengendapan ), pencucian, dan pengeringan. Metode
yang digunakan untuk mengekstrak pektin darijaringan tanaman sangat
bermacam-macam. Dan pada penelitian ini menggunakan metode refluks. Dan
pada umumnya ekstraksi pektin dilakukan dengan ekstraksi asam. Beberapa jenis
asam yang dapat digunakn dalam ekstraksi pektin. Menurut Kertesz ( 1951 ) asam
yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam tartat, asam malat, asam
nitrat, asam laktat, asam asetat, asam fosfat tetapi kecenderungan untuk
29
menggunakan asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam klorida, dan
asam nitrat. Beberapa artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan asam
klorida ( Kalapathy dan Proctor, 2001; Hwang et al,1998; Dinu,2001 ), asam sitrat
( Pagan et al, 2001) dan asam asetat ( Heni sofiana et al., 2012 )
Ekstraksi dengan menggunakan asam mineral menghasilkan rendemen
yang lebih tinggi dibandingkan organic. Asam mineral pada pH rendah lebih baik
daripada pH tinggi untuk menghasilkan pektin ( Rouse dan Crandal, 1978 ).
Peranan asam dalam ekstraksi pektin adalah untuk memisahkan ion polivalen,
memutus ikatan antara asam pektinat dengan selulosa, menghidrolisa protopektin
menjadi molekul yang lebih kecil dan menghidrolisa gugus metil ester pektin
( Kertesz, 1951).
Suhu yang tinggi selama ekstraksi dapat meningkatkan rendemen pektin.
Suhu yang agak tinggi akan membantu difusi pelarut ke dalam jaringn tanaman
dan dapat meningkatkan aktivitas pelarut dalam menghidrolisis pektin yang
umumnya terdapat di dalam sel primer tanaman, khususnya pada lamella tengah
( Towle dan Christensen, 1973). Penggunaan suhu ekstraksi yang terlalu tinggi
akan menghasilkan pektin yang tidak jernih, sehingga gel yang diperoleh akan
keruh dan kekuatan gel berkurang ( Kertesz,1951).
Pektin dalam jaringan tanaman banyak dalam bentuk protopektin yang
tidak larut dalam air. Dengan adanya asam, kondisi larutan dengan pH rendah
akan menghidrolisa protopektin menjadi pektin lebih mudah larut. Ekstraksi
pektin dari sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan pada kisaran pH 1,5 - 3,0
dengan suhu pemanasan 60 – 100oC selama 30 menit-120 menit (Towle dan
30
Christensen,1973). Waktu ekstraksi yang terlalu lama akan mengakibatkan terjadi
hidrolisis pektin menjadi asam galakturonat. Pada kondisi asam, ikatan glikosidik
gugus metil ester dari pektin cenderung terhidrolisis menghasilkan asam
galakturonat ( Smith dan Bryant, 1968 ).
Proses pengendapan pektin merupakan suatu proses pemisahan pektin dari
larutannya. Pektin adalah koloid hidrofilik yang bermuatan negative ( dari gugus
karboksil bebas yang terionisasi ) dan tidak mempunyai titik isoelektrik seperti
kebanyakan koloidal hidrofilik. Pektin lebih utama distabilkan oleh hidrasi
partikelnya daripada oleh muatannya. Penambahan etanol dapat mendehidrasi
pektin sehingga menggangu stabilitas larutan koloidnya dan akibatnya pektin akan
terkoagulasi ( Rouse, 1977 ). Pada tahap pemurnian pektin, Dewan Ilmu
Pengetahuan Teknologi dan Industri Sumatra Barat (2004) mengendapkan pektin
dengan menggunakan etanol 95% yang mengandung 2 ml asam klorida pekat
setiap satu liter etanol sebanyak 1,5 kali volume filtrate. Dan pada tahap
pencucian pektin markisa dengan menggunakan alcohol 95% sampai pektin bebas
klorida. Suradi ( 1984) melakukan pencucian pektin kulit jeruk dengan alcohol
80% sampai bebas klorida. Tujuannya adalah untuk menghilangkan klorida yang
ada pada pektin.
Tahap akhir dari ekstraksi pektin adalah pengeringan endapan pektin.
Ranggana ( 1997 ) menganjurkan pengeringan dapat dilakukan pada tekanan
rendah agar pektin tidak terdegradasi. Menurut Dewan Ilmu Pengetahuan,
Teknologi dan Industri Sumatra Barat ( 2004 ) pengeringan pektin markisa dapat
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 40-60oC selama 6-10 jam.
31
2.5 Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed ( FTIR )
Spektroskopi FTIR adalah suatu metode analisis yang dipakai untuk
karakterisasi bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Dengan cara menentukan
dan merekam hasil spectra residu dengan serapan energy oleh molekul organic
dalam sinar inframerah. Dengan inframerah diartikan sebagai daerah yang
memiliki panjang gelombang dari 1-500cm-1. Dasar pemikiran dari
Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed berasal dari persamaan gelombang
yang dirumuskan oleh Jean Baptiste Joseph Fourier ( 1768-1830 ) seora ng ahli
matematika dari prancis. Persamaan adalah sebagai berikut :
f(t) = a0+a1 cos ω 0t + a2 cos 2 ω 0t +….+b1 cos ω 0t + b2 cos 2 ω 0t
dimana :
a dan b adalah suatu tetapan
t adalah waktu
ω adalah frekuensi sudut ( radian per detik )
(ω = 2πf dan f adalah frekuensi dalam Hertz)
Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat dideksripsikan sebagai
daerah waktu atau daerah frekuensi. Pada perubahan gambaran intesitas
gelombang radiasi elektromagnetik dari daerah waktu ke daerah frekuensi atau
sebaliknya disebut Transformasi Fourier ( Fourier Transform). Selanjutnya pada
system optic peralatan instrument Fourier Transform InfraRed digunakan dasar
daerah waktu yang non dispersive.
32
FTIR terdapat 5 bagian utama, yaitu :
1. The source adalah energi InfraRed yang dipancarkan dari sebuah benda
hitam menyala. Balok ini melewati logam yang mengontrol jumlah energy
yang diberikan kepada sampel.
2. Interoferometer adalah sinar memasuki interferometer “ spectra encoding”
mengambil tempat, kemudian sinyal yang dihasilkan keluar dari
interferogram.
3. Beamspilitter merupakan material transparan dengan indeks relative
sehingga menghasilkan 50 % radiasi akan direfleksikan dan 50 % akan
diteruskan.
4. Detector adalah sinar akhirnya lolos ke detector untuk pengukuran akhir.
Detector ini digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar
interfrogram khusus. Detector yang digunakan dalam Spektrofotometer
Fourier Transfrom InfraRed adalah TetraGlycerine Sulphate ( TGS ) atau
Mercury Cadmium Telluride ( MCT ).
5. Computer , sinyal diukur secara digital dan dikirim kekomputer untuk
diolah oleh Fourier Transformation berada. Spectrum ditampilkan
interpretasi lebih lanjut. Skema alat FTIR dapat dilihat di gambar 2.8
33
Gambar 2.8 skema alat FTIR
(Sumber Thermonicolet Corporation ( 2007 ), Introduction to fourier
Transform InfraRed Spectrometry :3 )
Keunggulan Spektrofotometer Fourier Transform InfraRed dibandingkan
metode konvesional lainnya yaitu sebagai berikut :
Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara
simultan sehingga analisi dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan
menggunakan cara sekuensial atau pemindaian.
Sensitifitas dari metode Spektrofotometer Fourier Transform
InfraRed lebih besar daripada cara dispersi disebabkan oleh radiasi
34
yang masuk ke system detector lebih banyak karena tanpa harus
masuk melalui celah.
2.5.1 Mekanisme alat Spektrofotometer FTIR
Cara kerja alat spektrofotometri InfraRed dapat dijelaskan dimana awal
sinar InfraRed dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding, kemudian
dimasukkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak
diinginkan ( stray radiation ). Berkas ini kemudian didispersikan melalui
prisma atau gratting. Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut
dapat difokuskan pada detector yang akan mengubah berkas sinar menjadi
sinyal listrik yang selanjutnya direkam oleh recorder ( perekam). Diagram
instrument dapat dilihat pada gambar 2.9
Gambar 2.9 Skema Spektrofotometer InfraRed
( Sumber Fesseden & Fessenden, 2006 )
Penggunaan spectrum InfraRed untuk penentuan struktur senyawa
organic biasanya antara 650-4000 cm-1 ( 15,4 – 2,5 µm ) yang merupakan
daerah fundamental. Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 disebut InfraRed
35
jauh dan daerah diatas frekuensi 4000 cm-1 disebut InfraRed dekat. Letak
puncak serapan dapat dinyatakan dalam satuan frekuensi (µm) atau
bilangan gelombang ( cm-1 ).
Molekul senyawa akan tereksitasi ke tingkatan energy yang lebih
tinggi apabila menyerap radiasi InfraRed. Dalam proses penyerapan, energy
yang diserap akan menaikkan amplitude gerakan vibrasi ikatan dalam
molekul. Akan tetapi, hanya ikatan yang memiliki momen dipol yang dapat
menyerap radiasi InfraRed.
Tabel 2.5 Daftar korelasi Gugus Fungsi pada Spektra InfraRed
Gugus SenyawaFrekuensi (cm-
1)Lingkungan
spectral cm-1 (µ)Nama
lingkungannya
OH Alcohol
Asam
3580-3650
2500-2700
3333-3704
(2,7-3,0 µ)
NH Amina primer dan sekunder
Amina
~3500
3310-3500
3140-3320 2857-3333
(3,0-3,5 µ)
Lingkungan vibrasi ulur hydrogen
CH Alkuna
Alkena
Aromatic
Alkane
Aldehida
3300
3010-3095
~3030
2853-2962
2700-2900 2500-2857
(4,0-4,5 µ)
SH Sulfur 2500-2700
36
C = C Alkuna 2190-2260
C = N Alkilnitril
Iosianat
Arilnitril
2240-2260
2240-2275
2220-2260
2222-2500
(4,5-5,0 µ)
Lingkungan ikatan ganda tiga
-N = C = N Diimida 2130-2155 2000-2222
(5,0-5,5 µ)
-N3 Azida 2120-2160
> CO Aldehid
Keton
Asam karboksilat
Ester
Asilhalida
Amida
1720-1740
1675-1725
1760-1700
2000-2300
1755-1850
1670-1700
(818-2000)
(5,5-6,0 µ)
1667-1818
(6,0-6,5 µ)
Lingkungan ikatan ganda dua
CN Oksim 1640-1690
CO Β-diketon 1540-1640
C = O Ester 1650
C = C Alkena 1620-1680
N-H(b) Amina 1575-1650 1538-1667
-N = N- Azo 1575-1630 (6,5-7,5 µ) Daerah sidik jari
-C – NO2 Nitro 1550-1570 1538-1667
-C – NO2 Nitro aromatik 1300-1570
C – O - C Eter 1230-1270 1053-1333
(7,5-9,5 µ)
-(CH2)n Senyawa lain ~722 666-900
(11-15,0 µ)
Sumber : Khophar S.M(1990).Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta
37
2.5.2 Komponen alat Spektrofotometri InfraRed ( Instrumen )
a. Sumber Radiasi
prinsip dari sumber radiasi IR yaitu dipancarkannya sinar oleh padatan
lembah yang dipanaskan sampai pijar dengan aliran listrik. Ada 3 macam sumber
radiasi yaitu sebagai berikut :
- Global Source : tabung silica carbide dengan ukuran diameter 5 mm
dengan panjang 5 cm.
- Nernst Glower : senyawa – seyawa oksida
- Incandesecent Wire : lilitan kawat nikrom
Pada system optic FTIR digunakan radiasi LASER ( Light Amplification by
Stimulated Emmission of Radiation ) berfungsi untuk radiasi yang
diinterferensikan dengan radiasi InfraRed agar sinal radiasi InfraRed yang
diterima oleh detector secara utuh dan lebih baik.
b. Sampel Kompartemen
sampel yang sedang dianalisis dapat berupa cairan, padatan dan gas.
Dikarenakan energy vibrasi tidak terlalu besar sampel dapat diletakkan langsung
berhadapan dengan sumber radiasi IR. Sebab gelas kuarsa atau mortar yang
terbuat dari porselen dapat memberikan kotaminasi yang dapat menyerap radiasi
IR, maka dari itu pemakaian alat tersebut harus dihindari. Preparasi sampel harus
38
menggunakan mortar yang terbuat dari batu agate dan pengempaan dilakukan
dengan menggunakan logam monel.
c. Monokromator
monokromator adalah alat yang berfungsi sebagai dispersi sinar dari sinar
polikromatik menjadi sinar monokromatik. Ada dua macam tipe monokromator
yaitu monokromator prisma dan monokromator gratting monokromator prisma
yang terbuat dari bahan garam anorganik berfungsi sebagai pengurai dan pengarah
radiasu IR menuju detector. Manokromator yang sering digunakan adalah
monokromator kisi difraksi atau gratting. Keunggulannya adalah memberikan
resolusi yang lebih bagus dengan disperse yang surambung lurus, disamping itu
tetap menjaga keutuhan radiasi InfraRed pada monokromator menuju detector.
Kelemahannya adalah munculnya percikan radiasi InfraRed pada monokromator
kisi difraksi. Hal ini diusahakan dengan memakai monokromator ganda yang
merupakan dari monokromator prisma dan monokromator kisi difraksi.
d. Detektor
detector berfungsi sebagai pengubah sinyal radiasi InfraRed menjadi sinyal listrik.
Selain itu, detector dapat mendeteksi adanya perubahan panas yang terjadi karena
adanya pergerakan molekul. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer
FTIR adalah TGS ( Tetra Glycerine Sulphate ) atau MCT ( Mercury Cadmium
Telluride ). Detektor MCT lebih banyak digunakan karena memilih beberapa
kelebihan dibandingkan detector TGS yaitu memberikan respon yang lebih baik
daripada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitive, lebih cepat, tidak dipengaruhi
39
oleh temperatur, sangat selektif terhadap energy vibrasi yang diterima dari radiasi
InfraRed.
e. Amplifier / penguat dan read out
penguat dalam system optic spektrofotometer InfraRed sangat dibutuhkan karena
sinyal radiasi InfraRed sangat kecil atau lemah. Penguat hubungan erat dengan
daerah instrument serta celah monokromator. Jadi keduanya harus diselaraskan
dengan tujuan untuk mendapatkan resolusi puncak spectrum yang baik dengan
daerah maksimal. Sedangkan pencatat atau read out harus mampu mengamati
spectrum InfraRed secara keseluruhan pada setiap frekuensi dengan seimbang.
Rentang bilangan 4000 cm-1 sampai 650 cm-1 dalam keadaan normal harus dapat
teramati dalam selang waktu 10-15 menit. Untuk maksud pengamtan pendahuluan
selang waktu tersebut dapat dipersingkat ataupun diperlambat untuk mendapatkan
hasil resolusi puncak spectrum InfraRed yang baik.
2.6 Kromatografi Cair Massa Spektra ( LCMS )
Kromatografi adalah teknik analisis yang telah banyak digunakan dan
dikembangkan saat ini karena keunggulan yang dimilikinya dalam metode
pemisahan berbagai senyawa. Ada berbagai macam jenis kromatografi, mulai dari
gas kromatografi hingga kromatografi cair. Jenis kromatografi didasarkan pada
jenis fasa dan LCMS merupakan salah satu jenis kromatografi cair karena dasa
geraknya berupa zat cair.
40
Liquid Chromatograph Massa Spectrometry ( LC-MS ) adalah satu-
satunya teknik kromatografi cair dengan detector spectrometer massa. Dengan
kata lain dua alat yang digabungkan menjadi satu, yang berfungsi untuk
memisahkan beberapa senyawa atau campuran senyawa berdasarkan
kepolarannya ( prinsip kerja kromatografy ), dimana setelah campuran senyawa
tersebut terpisah, maka senyawa yang murni akan diidentifikasi berat molekulnya.
Data yang didapatkan adalah berat molekul ditambah beberapa muatan dan berat
molekul pelarut. Penggunaan LCMS untuk penelitian bio-analisis dimulai pada
akhir 1980-an. Kelebihan dari LCMS adalah :
Spesifitas : Hasil analisis yang khas dan spesifik diperoleh dari
penggunaan spectrometer massa sebagai detector.
Aplikasi yang luas dengan system yang praktis. Berbeda dengan GC-MS
sebagai spectrometer massa “klasik”, penerapan LCMS tidak terbatas
untuk molekul volatile ( biasanya dengan berat molekul dibawah 500 Da ).
Mampu mengukur analit yang sangat polar. Selain itu persiapan sampel
cukup sederhana tanpa adanya teknik derivatisasi.
Fleksibilitas : pengujian yang berbeda dapat dikembangkan dengan tingkat
fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat.
Kaya informasi : Sejumlah data kuantitatif maupun kualitatif dapat
diperoleh. Hal ini disebabkan seleksi ion yang sangat cepat dengan banyak
parameter.
41
Massa Spectofotometer ( MS ) adalah alat yang dapat memberikan informasi
mengenai berat molekul dan struktur senyawa organik. Selain itu, alat ini juga
dapat mengidentifikasi dan menentukan komponen-komponen suatu senyawa.
Perpaduan HPLC dengan MS (LCMS) memiliki selektivitas yang tinggi, sehingga
identifikasi dan kuantifikasi dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang sedikit
dan tahapan preparasi yang minimal.
Spektrometer massa bekerja dengan molekul pengion yang kemudian akan
memilah dan mengidentifikasi ion menurut massa, sesuai rasio fragmentasi. Dua
komponen kunci dalam proses ini adalah sumber ion ( ion source ) yang akan
menghasilkan ion dan analisis massa ( mass analyzer ) yang menseleksi ion.
Sistem LCMS umumnya menggunakan beberapa jenis ion source dan mass
analyzer yang dapat disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang akan dianalisa.
Masing-masing ion source dan mass analyzer memiliki kelebihan dan kekurangan
sehingga harus disesuaikan dengan jenis informasi yang dibutuhkan.
ada 2 jenis system LCMS yaitu :
1. Sumber Ion ( Ion Source )
Selama sepuluh tahun terakhir banyak kemajuan pada LCMS dalam
pengembangan sumber ion dan teknik untuk mengionisasi dan memisahkan
molekul analit dari fase geraknya. Molekul-molekul analit yang terionisasi
dalam spektrometer massa berada pada kondisi vakum, peristiwa semacam ini
sering terjadi pada ionisasi electron tradisional. Teknik ini berhasil hanya
untuk jumlah senyawa yang sangat terbatas. Pengenalan teknik ionisasi pada
42
tekanan atmosfer (atmospheric pressure ionization / API) sangat memperluas
jumlah senaywa yang dapat dianlisis dengan LCMS.molekul analit terionisasi
terlebih dahulu pada tekanan atmosfer. Ion-ion analit ini kemudian secara
mekanis dan elektrostatis terpisah dari inti molekul. Teknik ionisasi tekanan
atmosfer adalah :
Ionisasi electrospray (electro ionization / ESI)
Ionisasi kimia tekanan atmosfer ( APCI )
Photoionisasi tekanan atmosfer ( APPI )
Gambar 2.9 aplikasi berbagai jenis teknik ionisasi LCMS
Dalam setiap pengukuran, sifat analit dan kondis pemisahan mempunyai pengaruh
yang kuat untuk memberikan hasil yang terbaik dalam teknik ionisasi pada
electrospray, APCI maupun APPI. Teknik yang paling efektif tidak selalu mudah
untuk diprediksi.
43
2. Analisis Massa ( Mass Analizers )
Walaupun dalam teori semua jenis analisis mas dapat digunakan untuk LCMS,
tetapi pada kenyataanya ada empat jenis analisa masa yang paling sering
digunakan adalah sebagai berikut :
Quadrupole : Sebuah analisi masa quadrupole terdiri dari empat batang
paralel diatur dalam persegi.
Time of fight : Sebuah gaya elektromagnetik yang seragam diterapkan
utuk semua ion pada waktu yang sama.
Penangkap Ion : Analisis massa perangkap ion terdiri dari elekroda
melingkar cincin dua penutup di kedua ujungnya yang bersama-sama
membentuk sebuah ruang.
Fouries Transform ion cyclotron resonance ( FT-ICR) : jenis lain dari
analisis massa perangkap ion. Ion memasuki ruangan dan terjebak dalam
lingkaran orbit oleh medan listrik dan medan magnet yang kuat.
44
Gambar 2.10 Instrumen liquid chromatography massa spektra ( LCMS )
2.6.1 Mekanisme kerja LCMS
Gambar 2.11 Alur mekanisme kerja LCMS
LCMS digunakan fasa gerak atau pelarut untuk membawa sampel melalui kolom
yang berisi padatan pendukung yang dilapisi cairan sebagai fasa diam.
45
Selanjutnya analit dipartisikan diantara fasa gerak dan fasa diam tersebut,
sehingga terjadi pemisahan karena adanya perbedaan koefisien partisi. Sampel
yang telah dipisahkan dalam kolom diuapkan pada suhu yang tinggi, kemudian
diionisasi. Ion yang terbentuk difragmentasi sesuai rasio massa/muatan (m/z),
yang selanjutnya dideteksi secara elektrik menghasilkan spectra massa. Spectra
massa merupakan rangkaian puncak-puncak yang berbeda-beda tingginya.
Adapun cara kerja liquid chromatograpy adalah sama dengan HPLC atau liquid
chromatograpy yaitu sebagai berikut :
1. Analit dengan eluen dari syringe pump atau LC masuk ke dalam capillary.
didalam capillary terdapat anoda (kutub negative) pada taylor cone dan katoda
( kutub negative ) dimasukan dekat analit dan eluen. Kutub ini bermanfaat agar
muatan yang terkumpul pada taylor cone adalah muatan positf sehingga
nantinya pada saat terjadi penyemprotan dan terbentuk droplet (tetes-tetes)
tidak bergabung menjadi droplet yang lebih besar lagi.
2. Analit dan solven(eluen) kemudian disemprotkan melalui taylor cone akan
terbentuk droplet-droplet dimana droplet-droplet itu akan mengalami proses
evaporasi solvent secara terus-menerus maka solven yang meliputi analit
terkungkung dalam muatan positif yang berlebih, yang disebut the Rayleigh
limit is reached, maka akan terjadi explosion yang disebut coulombic explosion
dimana akan terjadi suatu pemecahan droplet (tetesan) yang sebelumnya. Ada
beberapa kemungkinan yang terjadi pada droplet-droplet tersebut sebagai
berikut :
46
Analit akan tertambahi satu muatan positif
Analit akan tertambahi beberapa muatan positif
Analit akan tertambahi satu muatan positif dan satu molekul solven
Analit akan tertambahi satu muatan positif dan beberapa molekul
solven.
Analit akan tertambahi beberapa muatan positif dan beberapa molekul
solven.
3. Droplet yang mengalami coulombic explosion tersebut akan masuk
kedalam cone dimana disisi kiri dan kanannya sudah mengalir gas
Nitrogen (N2). Gas ini bermanfaat agar analit yang terjadi tadi stabil dalam
bentuknya dan tidak terganggu oleh pengaruh gas oksigen. Droplet masuk
kedalam capillary transfer lalu akan dianalisis melalui massa
spectrometer.
Muatan positif pada solven berasal dari ion-ion Na+, Li+, K+, NH4+ dan kation
lainnya. Oleh karena itu pada daerah taylor cone dalam capillary needle
bermuatan negative maka analit dalam solven yang memiliki muatan positif akan
berkumpul didaerah taylor cone. Akibatnya pada saat penyemprotan tetesan-
tetesan (droplet) permukaannya memiliki muatan positif dan masing-masing
tetesan (droplet) tidak saling menempel lagi ( membentuk tetesan yang lebih
besar). Pada spectra sering terjadi penambahan berat molekul ion-ion tersebut
disamping penambahan berat molekul atau biasanya ditulis [M + molekul ion-
47
ion). Kemudian ion molekul yang terdeteksi di mass spectroscopy adalah [M+
H+], [M- H+], serta analit dengan tambahan seperti Na+, K+, H3O+, NH4+ , dan
molekul dari fasa gerak.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas Bhayangkara
Jakarta Raya, meliputi : proses ekstraksi, uji kadar pektin , dan uji kadar metoksil.
Penelitian dilakukan pada bulan April 2015 sampai dengan Juni 2015.
3.2 Penentuan Variabel
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah
1. Variabel Tetap :
Ukuran mesh 60
Kosentrasi pada 0.02 N
Berat papaya
Bahan pengendap : etanol
Volume 500ml
2. Variabel Bebas :
49
A. Temperature
B. Waktu
C. Jenis pelarut (HCl dan CH3OOH)
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat untuk ekstraksi
keterangan gambar
1. Statif
2. Klem
3. Pendingin balik
4. Selang masuk dan keluar
5. Labu leher tiga
6. Thermometer
7. Magnetic stirer
8. Kulit papaya + pelarut
9. Tangki penampung
10. Penanggas
50
3.2.2. Alat untuk Uji kualitatif
Tabung reaksi
Penanggas air
Pipet volum
Gelas beker 50ml
3.2.3 Alat untuk Uji kuantitatif
1. Seperangkat alat titrasi
2. Pipet tetes
3. Erlenmeyer 100 ml
4. Kertas pH
3.2.4 Alat tambahan
1. Blender
2. Pisau
3. Kain Saring
4. Batang pengaduk
5. Gelas beker 1L
6. Corong
7. Gelas Ukur 500 ml
8. Gelas ukur 100ml
9. Neraca analitik
51
10. Oven
3.2.5 Bahan – bahan yang digunakan
1. Kulit dari buah papaya
2. Pelarut HCl dan asam asetat
3. Etanol 96%
4. Aquadest
5. NaOH
6. Fenolftalien
3.4 Cara kerja
a. Pengolahan kulit buah papaya
1. Dicuci terlebih dahulu dan dipotong kemudian dijemur dibawah
matahari sampai kering.
2. Setelah kering kulit buah papaya dihaluskan dengan menggunakan
blender.
3. Serbuk tepung kulit buah papaya diayak dengan ayakan 40 mesh.
Penenpungan kulit buah papaya dilakukan untuk memperoleh partikel
yang berukuran kecil sehingga memudahkan proses ekstraksi.
b. Tahap ekstraksi
1. Sebanyak 25 gram sampel serbuk kulit papaya yang sudah
ditambahkan pelarut HCL dengan kosentrasi 0,02N sebanyak 500ml
dan sebagai perbandingan asam asetat 0,02 N.
52
2. Memasang alat ekstraksi
3. Kemudian diekstraksi didalam penanggas dengan suhu yang
ditentukan ( 80o C, 90oC, dan 100oC ) dan selama waktu yang
ditetapkan ( 80 menit, 100 menit dan 120 menit )
4. Setelah itu ekstrak disaring menggunakan kain saring rangkap 4 dan
disaring kembali menggunakan kertas saring.
5. Filtrat hasil ekstraksi diuapkan sampai volume menjadi setengan dari
volume sebelumnya.
6. Selanjutnya filtrate yang pekat didinginkan. Kemudian dilakukan
pengendapan pektin dengan menambahkan etanol 96%. Perbandingan
filtrate dengan etanol yang ditambahkan adalah 1 : 2. Proses
pengendapan dilakukan selama 24 jam.
7. Selanjutnya dilakukan pemisahan antara larutan dan menggunakan
etanol 96% hinggab bebas dari klorida. Pemisahan endapan pektin
dengan etanol bekas cucian dengan penyaringan menggunakan kain
saring.
8. Pektin yang basah kemudian dikeringkan dengan oven pada
temperatur 80oC selama 4-5 jam. Pektin dihaluskan sehingga
diperoleh bubuk pektin
9. Lalu timbang untuk memperoleh rendemen masing-masing perlakuan.
c. Uji kualitatif dan Uji kuantitatif
53
1. Pemerian : serbuk halus atau kasar, berwarna putih hingga kecoklatan
dan hampir tidak berbau, mempunyai rasa musilago.
2. Identifikasi :
0,5 gram + 9 ml H2O ( dipanaskan), maka akan terbentuk gel yang
kaku pada saat pendinginan.
0,05 gram + 5 ml air kemudian dibagi menjadi 2 bagian. Bagian 1
ditambahkan etanol 96% ( volume 1:1), maka akan terbentuk endapan
bening.
Bagian 2 larutan pektin ditambahkan NaOH 2N kemudian dibiarkan
pada suhu kamar, maka akan terbentuk gel.
Asamkan gel dengan HCl 3N kocok maka akan terbentuk endapan
seperti gelatin ( tidak berwarna), menjadi putih dan menggumpal bila
didinginkan.
d. Cara uji kuantitatif adanya kadar metoksil dan kadar asam galakturonat
1. Masukkan 0,25 gram serbuk pektin kedalam erlenmeyer yang sesuai,
kemudian dibasahi 2 ml etanol 96% dan dilarutkan didalam 40 ml aquadest
yang berisi 1 gram NaCl.
2. Larutan hasil campuran ditetesi dengan indicator fenolftalien ( PP ) sebanyak
5 tetes dan di titrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna.
3. Volume titrasi dicatat (V1) untuk menentukan Berat ekuivalen dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :
54
Berat ekuivalen =
4. Kemudian larutan netral dari penentuan berat ekuivalen ditambah 25 ml lautan
NaOH 0,2 N diaduk dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar pada
keadaan tertutup. Kemudian ditambahkan 25ml larutan HCl 0,2 N dan ditetesi
dengan fenolflalein sebanyak 5 tetes kemudian dititrasi dengan larutan NaOH
0,1 N sampai terjadi perubahan volume titran. Catat sebagai V2
% Metoksil = × 100 %
Ket : 31 = bobot molekul metoksil ( CH3O )
Penetapan kadar asam galakturonat
Kadar asam galakturonat dapat diketahui dari penetapan kadar metoksil yaitu
dengan menjumlahkan volume pada titrasi pertama ( V1) dan volume titrasi kedua
( V2 ) dengan rumus sebagai berikut :
% kadar asam galakturonat =Ket : Berat molekul asam galakturonat adalah 194
gr/mol ( C6H10O7 ).
e. Cara kerja uji kadar air
1. Masukkan cawan porselen dalam oven suhu 105°C selama 5 jam.
2. Dinginkan cawan porslen dalam desikator. Setelah dingin timbang
bobotnya dan catat (W1).
55
3. Timbang 2 gram kulit buah papaya kemudian tempatkan ke dalam cawan
porslen yang sudah ditara.
4. Masukkan dalam oven suhu 105°C selama 5 jam.
5. Dinginkan cawan porslen yang berisi kulit buah pepaya dalam desikator.
Setelah dingin timbang bobotnya dan catat (W2)
Juice Lidah Buaya
VCOBeaker Glass
AirC6H8O7
Na-CMC
MaduPewarnaPewangi
SLS
Homogenkan
Ad 100 dengan air
Homogenkan
C18H36O2
NaHSO3
NaC7H5O2
Sambil Dipanaskan
56
B Analisa penetapan kadar metoksi dan kadar asam galakturonat
BUbuk PektinTimbang rendemen dan analisa
Etanol 96%
Masukkan 0,25 gr pektin
Dibasahi 2ml etanol 96% dan dilarutkan 40ml aquadest +1grm NaCl
Larutan tersebut kemudian ditambahkan 5 tetes pp
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna. Catat V1
Larutan dinetralkan dengan ditambahi NaOH 0,2 N
dibiarkan selama 30 menit
Tutup, dan digoyangkan
Ditambahkan 25 ml larutan HCL 0,2 N dan ditetesi pp sebanyak 5 tetes
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna. Catat sebagai V2
Kocok hingga merah muda
hilang
57
3.6 Rencana Running
jenis pelarut
suhu (oC)
Waktu (menit)
uji Kualitiatif
kadar metoksil (%)
kadar galakturonat(%)
HCL
80 80
80 100
80 120
90 80
90 100
90 120
100 80
100 100
100 120
CH3COOH
80 80
80 100
80 120
90 80
90 100
90 120
100 80
100 100
100 120
Tabel 3.1 Rencana Running
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini meliputi pengamatan terhadap rendemen
( yield ) pektin dengan mengekstrak kulit dari buah papaya seberat 25
gram dengan variasi waktu selama 80 menit, 100 menit, 120 menit pada
suhu ekstraksi 80oC, 90oC dan 100oC adalah sebagai berikut :
4.1.1 Yield Rendemen
Pektin dalam jaringan tanaman terdapat sebagai protopektin yang tidak
larut dalam air karena berada sebagai garam kalsium dan magnesium. Oleh
karena itu, dilakukan hidrolisis protopektin dalam air yang diasamkan untuk
mengubah protopektin mejadi pektin yang bersifat larut dalam air,dimana
ion H+ pada air akan menggantikan ion kalsium dan ion magnesium pada
molekul protopektin.
Dari percobaan yang dilakukan diperoleh yield pektin yang berbeda-
beda pada setiap perlakuan yang diberikan. Pada percobaan ini, jumlah
perlakuan sebanyak 18 sampel dengan menggunakan tiga variable yaitu
59
jenis pelarut, temperature pemanasan, dan waktu ekstraksi. Perbandingan
dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4.1. Yield pektin
Yield yang dihasilkan dengan perlakuan yang berbeda-beda akan
menghasilkan berat yang berbeda. Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka
dapat disimpulkan kondisi optimum berat pektin yang dihasilkan dengan adanya
kenaikan temperature dan waktu ekstraksi. Sampel yang terbaik diperoleh dari
penelitian ini adalah sampel dengan menggunakan pelarut asam klorida ( HCl )
pada temperature 100oC dengan waktu 120 menit. Hal ini menunjukkan bahwa
telah tercapainya kondisi maksimum pada proses ekstraksi.
Jenis pelarut
Suhu (oC)
Waktu (menit)
Yield pektin ( %)
HCL
80 80 6.180 100 11.1480 120 12.290 80 3.390 100 10.8690 120 10.97100 80 12.71100 100 14.4100 120 14.94
CH3COOH
80 80 6.9580 100 8.4780 120 11.0890 80 9.0290 100 9.2990 120 11.03100 80 10.21100 100 10.48100 120 11.14
60
Tabel 4.2 Hasil uji kuantitatif untuk penentuan Kadar metoksil dan
kadar galakturonat
jenis pelarut
suhu (oC)
Waktu (menit)
V1
(ml)V2
(ml)N
NaOH BEkadar
metoksil (%)kadar asam
galakturonat(%)
HCl
80 80 3,1 3,5 0,103 806,45 4,34 51,2180 100 4 5,1 0,103 625 6,32 70,6180 120 4,1 5,7 0,103 609,75 7,06 76,0490 80 5,2 4 0,103 480,76 4,96 71,3990 100 5,8 5,2 0,103 431,034 6,4 85,3490 120 7,1 7 0,103 352,11 8,68 109
100 80 3,4 3 0,103 735,29 3,72 49,66100 100 4,4 2 0,103 568,18 2,5 49,66100 120 4,9 1,6 0,103 510,20 1,98 50,44
CH3COOH
80 80 3,6 2,5 0,103 694,45 3,1 47,3380 100 2,4 2,6 0,103 1041,66 3,22 38,880 120 3,1 1,7 0,103 806,451 2,11 37,2490 80 2,3 3,1 0,103 1086,95 2,6 34,1490 100 3,8 2,2 0,103 657,89 2,73 46,5690 120 3,7 3,2 0,103 675,675 3,97 53,54
100 80 3,7 2,2 0,103 675,675 2,7 45,78100 100 3,5 2,8 0,103 714,28 3,47 48,89100 120 3,5 2,9 0,103 714,28 3,59 49,66
c, tabel 4.3 Hasil uji Kualitatif Rendemen
Prosedur Spesifikasi Hasil
0,5 gram pektin + 9 ml H2OTerbentuk gel yang kaku
pada saat pendinginanSesuai
0,05 gram + 5 ml H2O + 5 ml etanol Terbentuk endapan bening Sesuai
0,05 gram + 5 ml H2O + 1 ml NaOH 2 N Terbentuk gel Sesuai
Asamkan gel dengan HCL 3 N, kocok Terbentuk gel seperti gelatin ( tidak berwarna), menjadi
Sesuai
61
putih dan menggumpal
4.1.2 Hasil Uji FTIR
1. Sampel 1 ( kadar metoksil maksimum dengan pelarut HCl ),
Uji kualitatif dengan spekstroskopi InfraRed ( FTIR ) dilakukan pada bilangan
gelombang 4000 hingga 500 cm-1, Analisa ini dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya gugus fungsional, Adapun spectrum FTIR pektin dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
Gambar 4,1 hasil uji FTIR asam klorida
Suatu ikatan dalam sebuah molekul yang menyerap radiasi InfraRed akan
mengalami vibrasi, Besarnya absorpsi akan mengalami ikatan tertentu bergantung
pada jenis vibrasi dari ikatan tersebut, Maka dari itu, tipe ikatan yang berbeda
menyerap radiasi InfraRed pada panjang gelombang karekteristik yang berlainan,
Dari spectrum IR dari kulit buah papaya memperlihatkan berbagai macam
gugus fungsi adalah vibrasi gugus O – H pada bilangan 3590-3650 cm-1, C – H
62
pada bilangan 3010-3095 cm-1, C = O pada bilangan 1690-1760 cm-1, C – O – C
pada bilangan 1230-1270 cm-1. Komposisi spectrum FTIR dapat dilihat di tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.2 komposisi senyawa pektin dari kulit buah pepaya
Ikatan absorpsi ( cm-1 ) Gugus Senyawa
3590 – 3650 O – H Alcohol
3010 – 3095 C – H Alkena
1690 – 1760 C = O Asam karboksilat
1230 – 1270 C – O – C Eter
Tabel 4.3 Komposisi Senyawa Pektin Literatur
Ikatan Absorpsi ( cm-1 ) Gugus Senyawa
1630 – 1650 cm-1 C = O Karbonil
1740 – 1760 cm-1 O = RCOH Karboksilat
1100 R – O – R Eter
1200 C – C siklik Karbon siklik
Sumber : Ismail, 2012
63
2. Sampel 2 ( kadar metoksil maksimum dengan pelarut CH3COOH
Gambar 4,2 hasil uji FTIR asam asetat
Berdasarkan gambar ( gambar 4.2 ) diatas dapat disimpulkan hasil
spectrum- spectrum hasil uji FTIR pektin untuk pelarut asam asetat. Dari
spectrum IR dari kulit buah papaya memperlihatkan berbagai macam gugus fungsi
adalah vibrasi gugus O – H pada bilangan 3580-3650 cm-1, C – H pada bilangan
2850-2970 cm-1, C = O pada bilangan 1690-1760 cm-1, C – O – C pada bilangan
64
1230-1270 cm-1, C – O pada bilangan 1760-1700 cm-1. Komposisi spectrum
FTIR dapat dilihat di tabel sebagai berikut
Tabel 4.4 Komposisi senyawa pektin dari kulit buah papaya
Ikatan Absorpsi (cm-1 ) Gugus Senyawa
3580-3650 O – H Alcohol
2850-2970 C – H Alkana
1690-1760 C = O Ester
1760-1700 C – O Asam karboksilat
1230-1270 C – O – C Eter
Tabel 4.5 Komposisi Senyawa Pektin Literatur
Ikatan Absorpsi ( cm-1 ) Gugus Senyawa
1630 – 1650 cm-1 C = O Karbonil
1740 – 1760 cm-1 O = RCOH Karboksilat
1100 R – O – R Eter
1200 C – C siklik Karbon siklik
Sumber : Ismail, 2012
65
4.1.3 Hasil Uji LCMS
a. Sampel 1 ( kadar galakturonat dan kadar pektin maksimum dengan
pelarut HCl )
Gambar 4,3 hasil uji spektrogram asam klorida
Hasil uji kualitatif kadar asam galakturonat dilakukan pada massa rata-
ratanya 50-800 m/z, Analisa ini dilakukan untuk melihat senyawa asam
galakturonat dan kandungan metoksi, Berdasarkan gambar diatas ( gambar
4,3) terlihat spektrum-spektrum yang terkandung di dalam sampel yang
diuji, Sampel dicari berdasarkan komposisi dasarnya, Dengan bantuan
Chemspider maka dapat dicari nama senyawa, rumus bangun dan bobot
66
molekulnya, Dibawah ini ( gambar 4,4 ) terlihat spectrum yang
menunjukkan adanya sam galakturonat,
Gambar 4,4 kandungan galakturonat dalam spectrum pektin dengan
pelarut asam klorida
Gambar diatas menunjukkan bahwa adanya asam galakturonat dengan
berat molekul sebesar 194,0505 dengan
struktur molekul C6H9O7, Dibawah ini
adalah rumus bangun galakturonat
67
Gambar 4,5 Rumus bangun galakturonat untuk pelarut asam klorida
Dalam hasil spectrum LCMS juga dapat menganalisis adanya metoksi yang
terkandung pada sampel yang diuji, kadar metoksi dicari dengan bantuan
Chemspider, Berikut ini ( gambar 4,6) hasil spectrum sampel pektin yang
mengandung metoksi,
Gambar 4,6 Kandungan metoksi dalam spectrum pektin untuk pelarut asam
klorida
Gambar diatas menunjukkan bahwa adanya
kandungan metoksi dengan berat molekul sebesar
31,034 dengan senyawa CH3O, Dibawah ini adalah
rumus bangun metoksi
68
Gambar 4,7 Rumus bangun metoksi untuk pelarut asam klorida
b. Sampel 2 ( kadar galakturonat dan kadar metoksi maksimum dengan pelarut
CH3COOH )
Gambar 4,8 hasil uji spektrogram asam asetat
Hasil uji kualitatif kadar asam galakturonat dilakukan pada massa rata-
ratanya 50-800 m/z, Analisa ini dilakukan untuk melihat senyawa asam
galakturonat dan kandungan metoksi, Berdasarkan gambar diatas ( gambar
4,8) terlihat spektrum-spektrum yang terkandung di dalam sampel yang
diuji, Sampel dicari berdasarkan komposisi dasarnya, Dengan bantuan
69
Chemspider maka dapat dicari struktur molekul, rumus bangun dan bobot
molekulnya, Dibawah ini ( gambar 4,9 ) terlihat spectrum yang
menunjukkan adanya asam galakturonat
Gambar 4,9 kandungan asam galakturonat untuk pelarut asam asetat
Gambar diatas menunjukkan bahwa
adanya asam galakturonat dengan berat
molekul sebesar 194,0505 dengan
struktur molekul C6H9O7, Dibawah ini
adalah rumus bangun galakturonat
70
Gambar 4,10 rumus bangun galakturonat untuk pelarut asam asetat
Dalam hasil spectrum uji LCMS juga dapat menganalisis adanya metoksi
yang terkandung pada sampel yang diuji, kadar metoksi dicari dengan
bantuan Chemspider, Berikut ini ( gambar 4,11) hasil spectrum sampel
pektin yang mengandung metoksi,
Gambar 4,11 kandungan metoksi dalam spectrum pektin untuk pelarut asam
asetat
Gambar diatas menunjukkan bahwa adanya kandungan metoksi dengan berat
molekul sebesar 31,034 dengan senyawa CH3O, Dibawah ini adalah rumus
bangun metoksi
71
Gambar 4,12 rumus bangun metoksi untuk pelarut asam asetat
4.2 Pembahasan
4,2,1 Pengaruh temperature dan waktu pemanasan terhadap yield
pektin
a, pelarut HCl
Gambar 4,12 Hubungan Suhu dan waktu terhadap yield pektin untuk
pelarut HCl
Berdasarkan grafik diatas dilihat dari suhu dan waktu pemanasan maka dapat
disimpulkan bahwa yield pektin meningkat seiring dengan lamanya waktu
ekstraksi dan kenaikan suhu, Yield pektin yang terbesar dihasilkan pada saat
temperature 100oC dan waktu pemanasan 120 menit dengan yield pektin sebesar
14,94 % sedangkan yield pektin terkecil diperoleh pada saat temperature 90oC dan
72
waktu pemanasan 80 menit dengan yield pektin sebesar 3,3%, Hal ini disebabkan
pada saat pengendapan yang tidak sempurna, sehingga mempengaruhi berat
pektin kering,
b. Pelarut CH3COOH
Gambar 4,13 hubungan temperature dan waktu terhadap yield pektin
CH3COOH
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa yield pektin meningkat seiring
dengan kenaikan suhu, Akan tetapi pada waktu 120 menit yield pektin
mengalami penurunan, Hal ini disebabkan waktu yang sudah ditetapkan sudah
melewati operasi maksimumnya sehingga pektin yang dihasilkan akan mengalami
penurunan dikarenakan pektin yang terbentuk mengalami hidrolisa menjadi asam
pektat, Dan bila waktu ekstraksi terus bertambah maka pektin akan mengalami
kejenuhan yang tetap serta mengakibatkan rusaknya pektin yang terbentuk,
73
Gambar 4,14 perbandingan jenis pelarut pada suhu 80oC
Gambar 4,15 perbandingan jenis pelarut pada suhu 90oC
74
Gambar 4,16 perbandingan jenis pelarut pada suhu 100C
Jika dibandingkan dengan pelarut asam klorida maka dapat dikatakan bahwa
yield pektin yang dihasilkan oleh pelarut asam asetat mengalami penurunan, Hal
ini disebabkan jenis pelarut yang digunakan mempengaruhi hasil ekstraksi yang
didapatkan, Semakin tinggi derajat keasaman suatu pelarut maka yield pektin
yang dihasilkan akan semakin besar,
Berdasarkan grafik diatas dapat dsimpulkan yield terbesar dihasilkan pada saat
temperature 100oC dan waktu ekstraksi 120 menit dengan yield pektin 11,14%
sedangkan yield pektin terendah dihasilkan pada saat temperature 80o dan lama
waktu ekstraksi 120 menit dengan yield pektin sebesar 6,95%,
4.2.2 Berat ekivalen
Berat ekivalen adalah ukuran terhadap kandungan gugus asam
galakturonat bebas ( tidak teresterifikasi) dalam rantai molekul pektin, Nilai berat
ekivalen ini berdasarkan reaksi penyabunan gugus karboksil oleh NaOH,
Banyaknya volume NaOH yang digunakan dalam analisa berbanding terbalik
dengan nilai berat ekivalen, Semakin banyak NaOH yang digunakan maka
semakin kecil berat ekivalen yang akan diperoleh sehingga jumlah gugus
karboksil yang tak teresterifikasi semakin banyak, Semakin kecil berat ekivalen
maka akan semakin tinggi kadar metoksil pektin, Pada analisa, didapat berat
ekivalen pektin dari kulit buah papaya berkisar antara 625-1136,36.
4.2.3 Kadar Metoksi
75
Kadar metoksi pektin mempunyai peran yang penting dalam menentukan
sifat fungsional pektin dan dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel
pektin, Kadar metoksil merupakan factor yang penting dalam penentuan
penggunaan pektin terutama dalam bidang industry pangan, Pektin banyak
digunakan dalam industry pangan karena pektin mempunyai kemampuan untuk
membentuk gel yang merupakan bahan dasar pembuatan jelly.
a. untuk pelarut asam klorida
Gambar 4.17 Hubungan suhu dan waktu terhadap kadar metoksi untuk
pelarut asam klorida
Kadar metoksi berkisar antara 2,1-8,68%. Berdasarkan nilai kadar metoksi
tersebut, maka pektin yang dihasilkan tergolong pektin yang rendah. Hal ini lebih
menguntungkan karena pektin bermetoksil rendah dapat langsung diproduksi
tanpa melalui proes demetilasi. Proses demetilasi adalah proses penurunan kadar
metoksil pektin. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan LMP (low methoxyl
pektin) dari bahan HMP ( high methoxyl pektin ).Dapat dilihat dari grafik
( gambar 4.17) yang menjelaskan bahwa rata-rata kadar metoksi akan semakin
76
tinggi dengan lamanya waktu ekstraksi. Dan mengalami penurunan kadar metoksi
pada suhu 100oC. Hal ini dikarenakan berkurangnya gugus karboksil bebas yang
teresterifikasi. Suhu yang tinggi dapat merusak kualitas pektin.
b. untuk pelarut asam asetat
Gambar 4.18 Hubungan suhu dan waktu terhadap kadar metoksi untuk
pelarut asam asetat
Berdasarkan grafik diatas ( gambar 4.18 ) dapat disimpulkan bahwa kadar metoksi
meningkat seiring dengan lamanya waktu ekstraksi dan meningkatnya suhu. Dan
mengalami penurunan pada suhu 100oC dikarenakan suhu yang terlalu tinggi
dapat merusak kualitas pektin dan berkurangnya gugus karboksil bebas yang
teresterfifikasi.
4.2.4 Kadar Asam Galakturonat
Perhitungan kandungan asam galakturonat sangat penting untuk
mengetahui kemurnian pektin. Kadar galakturonat dan muatan molekul pektin
memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin.
77
Kadar galakturonat dapat mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin.
Berikut ini adalah grafik hubungan suhu dan waktu terhadap kadar galakturonat
untuk jenis pelarut asam klorida dan asam asetat.
a. Untuk pelarut asam klorida
Gambar 4.19 Hubungan Suhu dan Waktu terhadap kadar galakturonat
untuk pelarut asam klorida
b. Untuk pelarut asam asetat
78
Gambar 4.20 Hubungan Suhu dan Waktu terhadap Kadar galakturonat
untuk pelarut asam asetat
Berdasarkan grafik ( gambar 4.19 dan gambar 4.20) menjelaskan bahwa semakin
lama akan meningkatkan laju reaksi hidrolisis pektin sehingga kadar galakturonat
yang dihasilkan juga semakin meningkat. Semakin tinggi kadar galakturonat,
maka mutu pektin semakin tinggi. Kadar asam galakturonat untuk pelarut asam
klorida berkisar antara 49,66 – 128,81 %. Sedangkan untuk pelarut asam asetat
berkisar antara 34,14 – 53,54 %. Kadar galakturonat lebih tinggi dibandingkan
dengan pelarut asam asetat.
4.3 Hasil Anova
4.3.1 Pengaruh Temperatur dan Suhu terhadap yield pektin
a. Untuk pelarut asam klorida
Anova: Single Factor
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
3 270 90 100waktu 80 menit 3 22.11 7.37 23.3467waktu 100 menit 3 36.4 12.13333 3.872933waktu 120 menit 3 38.11 12.70333 4.130233
ANOVA
79
Source of Variation SS df MS F P-value F critBetween Groups
14187.87603 3 4729.292 144.0212 2.67E-07 4.066181
Within Groups 262.6997333 8 32.83747
Total 14450.57577 11 Dari hasil anova dapat disimpulkan bahwa pada Fhitung >Ftotal serta P-velue< Alpha (
0,05), yaitu 144.0212 > 4.066181 dan 2.67E-07 < 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya pengaruh waktu dan suhu terhadap rendemen ( yield ) pektin yang
dihasilkan untuk pelarut asam klorida.
b. Untuk pelarut asam asetat
SUMMARYGroups Count Sum Average Variance
3 270 90 100waktu 80 menit 3 26.18 8.726667 2.721433waktu 100 menit 3 28.24 9.413333 1.021433waktu 120 menit 3 33.25 11.08333 0.003033
ANOVASource of Variation SS Df MS F P-value F crit
Between Groups 14502.17 3 4834.055 186.3806 9.7E-08 4.066180551Within Groups 207.4918 8 25.93648
Total 14709.66 11
Dari hasil anova dapat disimpulkan bahwa pada Fhitung >Ftotal serta P-value< Alpha (
0,05), yaitu 186.3806 > 4.066180551 dan 9.7E-08 < 0,05. Hal ini menunjukkan
80
bahwa adanya pengaruh waktu dan suhu terhadap rendemen ( yield ) pektin yang
dihasilkan pelarut asam asetat.
4.3.2 Pengaruh Jenis Pelarut yang digunakan terhadap Yield Pektin.
Anova: Single Factor
SUMMARYGroups Count Sum Average Variance
3 270 90 100HCl 3 22.11 7.37 23.3467
3 36.4 12.13333333 3.872933333 38.11 12.70333333 4.13023333
CH3COOH 3 26.18 8.726666667 2.721433333 28.24 9.413333333 1.02143333
3 33.25 11.08333333 0.00303333
ANOVASource of Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 16423.95 6 2737.325816 141.834798 1.01781E-11 2.847725996Within Groups 270.1915 14 19.29939524
Total 16694.15 20
Dari hasil anova dapat disimpulkan bahwa pada Fhitung >Ftotal serta P-value < Alpha
( 0,05), yaitu 141.834798 > 2.847725996 dan 1.01781E-11 < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen ( yield )
pektin yang dihasilkan pelarut asam klorida dan pelarut asam asetat.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Untuk hasil uji kualitatif benar adanya ektin pada penelitian ini.
2. Untuk hasil uji FTIR membuktikan bahwa adanya pektin yaitu dibuktikan
dengan gugus sebagai berikut O – H , C = O , C – O – C , C – O, C – H.
3. Untuk hasil uji LCMS membuktikan adanya asam galakturonat dan metoksi.
Untuk kandungan galakturonat pada massa 33.0297 m/z. Untuk kandungan
metoksi pada massa 194.026 m/z.
4. Rendemen pektin optimum adalah pada temperature 100oC dengan waktu 120
menit sebesar 14,94 % untuk pelarut asam klorida. Sedangkan rendemen
pektin optimum untuk pelarut asam asetat pada pada temperature 100oC
dengan waktu 120 menit sebesar 11,14%. Secara umum pelarut asam klorida
lebih baik dibandingkan asam asetat.
5. Kadar metoksil yang didapat pada penelitian terbesar 8,68 % pada
temperature 90oC dan waktu ekstraksi 120 menit dengan pelarut asam klorida.
82
6. Kadar asam galaturonat yang didapat pada penelitian ini terbesar 109 % pada
temperature 90oC dan waktu ekstraksi 120 menit. Sehingga memenuhi
spesifikasi mutu pektin komersial yaitu sebesar 65%.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
1. Bahan baku ( kulit papaya ) sebaiknya dikeingkan menggunakan oven pada
temeperatur 60oC karena jika menggunakan sinar matahari langsung maka
proses pengeringan akan lama. Hal ini disebabkan oleh panas matahari tidak
stabil.
2. Dalam pencucian pektin sebaiknya dilakukan 2-3 kali agar kandungan klorida
dan asetatnya hilang.
3. Setelah endapan terbentuk disaring dengan menggunakan vakum lebih baik
dibandingkan dengan kain saring atau kertas saring.
83
DAFTAR PUSTAKA
Bahri saiful,nurvani, ni ketut sumarni,(2014),”ekstraksi dan karakterisasi pektin
kulit buah papaya (carica papaya L) varietas cibinong, jingo dan
semangka”,Fakultas MIPA universitas tadulako,online jurnal of
natural sience, Vol,3 (3):322-330,Desember 2014
Bin arif abbdullah,Suyanti,setyadjit (2014),”Produk diversifikasi olahan untuk
meningkatkan nilai tambah dan mendukung pengembangan
buah papaya (carica papaya L) di Indonesia, Balai besar
penelitian dan pengembangan pascapanen pertanian,Bogor,
Darma setiaty, Endang (2011),”produksi buah papaya varietas callina (carica
papaya L) pada kombinasi pupuk organic dan anorganik ditanah
utisol,”pada
:http://eprints,unsri,ac,id/2713/makalah_seminar_NAS_hortikult
ular,pdf,11 maret,
84
Darmawan Petrus, (2013),” Pengaruh jenis pelarut terhadap rendemen minyak
bunga cengkeh dengan menggunakan metode ekstraksi
soxhletasi”,Jurusan Teknik kimia,Fakultas Teknik
Nur hayati,Mauliyah (2006),” Ekstraksi dan karakteristik pektin dari limbah
proses pengolahan jeruk Pontianak,”Fakultas Teknologi
Pertanian IPB,Bogor
Riset Unggulan Strategis Nasional,2002-2007,”Pengembangan buah-buahan
unggulan Indonesia komoditas papaya,PKBT IPB
(www,pkbt,ac,id ) diakses 25 juli 2010,
Rukmana,R,1995,”Papaya dan Pascapenen,kanisius,Yogyakarta,
Suprapti, Maryam Syarifah (2008),”Studi banding resiko ekonomi usahatani
papaya varietas Thailand and Hawai,”pada
http://agrobisnisfpumjurnal,files,wordpress,com/2012/03/jurnal-
vol-5-1-sy-maryam,pdf
Wardani fardina Rahmi,(2012)”Potensi perasan daun papaya (carica papaya L)
terhadap jumlah makrofag pasca gingivektomi pda tikus wistar
jantan”,falkutas kedokteran gigi,Jember,