skripsi (isix)
DESCRIPTION
contoh skripsiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan sarana dan prasarana yang mendukung misalnya
transportasi. Transportasi merupakan unsur yang penting dan berfungsi sebagai
urat nadi kehidupan dan perkembangan ekonomi, sosial, politik, dan mobilitas
penduduk yang tumbuh bersamaan dan mengikuti perkembangan yang terjadi
dalam berbagai bidang dan sektor tersebut.
Transportasi merupakan salah satu unsur yang penting dalam mendukung
kegiatan dan perputaran roda pembangunan nasional khususnya kegiatan dalam
bidang perekonomian seperti kegiatan perdagangan dan kegiatan industri.
Kawasan kota merupakan tempat kegiatan penduduk dengan segala aktivitasnya.
Sarana dan prasarana diperlukan untuk mendukung aktivitas kota. Menurut
Bintoro (1989), kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai
dengan strata sosial-ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.
Jadi kota merupakan tempat bermukim warga kota, tempat bekerja, tempat hidup,
dan tempat rekreasi, karena itu kelangsungan dan kelestarian kota harus didukung
oleh prasarana dan sarana yang memadai.
1
Perkembangan jaringan jalan raya, peningkatan kondisi ekonomi
masyarakat, dan tingginya persaingan untuk menguasai lahan di pusat kota
menyebabkan perpindahan penduduk ke kawasan pinggiran kota. Perkembangan
perumahan di daerah pinggiran dengan pola menyebar menyebabkan sulitnya
memenuhi kebutuhan pelayanan angkutan kota serta sarana dan prasarana
perkotaan lainnya. Hal ini mendorong penggunaan kendaraan pribadi secara
berlebihan dan berkembangnya moda angkutan kota berkapasitas kecil,
merupakan suatu bentuk penyesuaian terhadap permintaan yang ada (Riyanto,
1998).
Ditinjau dari aspek pergerakan penduduk, kecenderungan bertambahnya
penduduk perkotaan yang tinggi menyebabkan makin banyaknya jumlah
pergerakan baik di dalam maupun ke luar kota. Hal ini memberi konsekuensi logis
yaitu perlu adanya keseimbangan antara sarana dan prasarana khususnya di
bidang angkutan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang mobilitas penduduk
dalam melaksanakan aktivitasnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan jasa angkutan ini yaitu dengan penyediaan pelayanan angkutan kota.
Mengingat bahwa pelayanan angkutan kota merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi terutama untuk kota-kota besar dengan kepadatan penduduk yang tinggi.
Perencanaan trayek dengan penataan rute yang tidak tepat dapat
menimbulkan berbagai permasalahan seperti kemacetan. Kebutuhan terhadap
sarana transportasi yaitu angkutan yang cepat, murah, aman, dan nyaman juga
makin berkembang. Menurut Ananta (1993) bahwa permintaan tenaga kerja
2
merupakan sebuah daftar berbagai alternatif kombinasi tenaga kerja dengan input
lainnya yang tersedia dan berhubungan dengan tingkat gaji.
Peran angkutan kota sangat besar dalam menunjang mobilitas warga Kota
Makassar untuk melakukan aktivitasnya. Kebutuhan angkutan kota penduduk
didalam wilayah Kota Makassar dilayani oleh angkutan kota jenis mobil
penumpang (pete-pete). Dalam upaya memberikan pelayanan kepada pengguna
jasa angkutan kota, saat ini telah dioperasikan pelayanan angkutan kota, yang
terbagi dalam 17 trayek rute dimana pada semua rute menjadikan pusat kota
sebagai tujuan akhir, karena kawasan pusat kota merupakan pusat kegiatan
perdagangan dan jasa serta perkantoran.
Angkutan kota, menurut Setijowarno dan Frazila (2001), merupakan
angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam wilayah kota dengan
menggunakan mobil penumpang umum yang terikat pada trayek tetap dan teratur.
Angkutan kota mengangkut penumpang dalam jumlah banyak dalam satu kali
perjalanan, sehingga tujuan utama keberadaan angkutan kota adalah memberikan
pelayanan angkutan yang aman, cepat, murah, dan nyaman bagi masyarakat.
Angkutan kota bisa di katakan cukup berkembang, karena kebanyakan
penduduk memerlukan angkutan kota untuk bekerja, berbelanja, berwisata,
maupun untuk memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi lainnya. Kepadatan
penduduk di dalam suatu kota mempengaruhi permintaan angkutan kota, karena
kawasan berkepadatan tinggi secara ekonomis dapat dilayani oleh angkutan kota.
Disamping itu kawasan dengan kepadatan penduduk rendah cenderung ditempati
oleh kelompok masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi biasanya lebih
3
memilih menggunakan taksi. Angkutan kota di Kota Makassar jumlahnya tidak
tetap karena ada yang masuk bengkel dan ada juga yang pergi ke daerah.
Angkutan kota menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Ada yang
sebagai pemilik, sopir asli, dan sopir pengganti, sehingga 80% dalam 1 angkutan
kota di bawah oleh 3 atau 4 orang yang bergantian setiap hari. Penyerapan tenaga
kerja pada angkutan kota bertujuan untuk mensejahterakan penduduk utamanya
yang bekerja pada angkutan kota, karena dengan adanya angkutan kota maka
kebutuhan sopir beserta keluarganya dapat terpenuhi dengan baik.
TABEL 1.1Penyerapan Tenaga Kerja Jasa Angkutan Kota Pete - Pete
Periode 1996-2010 (Dalam Jiwa)
TAHUN JUMLAH PERTUMBUHAN1996 3590 1,52%1997 3985 1,69%1998 4518 1,92%1999 6078 2,58%2000 7225 3,06%2001 9293 3,94%2002 12000 5,09%2003 12339 5,23%2004 14256 6,04%2005 16452 6,98%2006 17175 7,28%2007 26385 11,19%2008 30435 12,90%2009 31550 13,38%2010 40565 17,20%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Tahun 2011
Jumlah angkutan kota di Kota Makassar sesuai trayek pada tahun 1996-
2010 sekitar 4113, sehingga penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan
4
kota ikut meningkat dengan begitu permintaan masyarakat akan jasa angkutan
kota kian menunjukkan peningkatan.
Bertitik tolak dari kondisi tersebut di atas maka menarik untuk diteliti
mengenai “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Jasa Angkutan
Kota Di Kota Makassar Periode 1996-2010 (Studi Kasus Pada Angkutan
Kota Pete-Pete)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah “Apakah ada pengaruh PDRB sektor transportasi,
retribusi angkutan kota, panjang jalan Kota Makassar, dan jumlah penduduk Kota
Makassar terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota di
Kota Makassar?”.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
PDRB sektor transportasi, retribusi angkutan kota, panjang jalan Kota
Makassar, dan jumlah penduduk Kota Makassar terhadap penyerapan
tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota di Kota Makassar.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagia berikut:
1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kota Makassar
dalam upaya merangsang peningkatan sektor jasa angkutan kota.
5
2. Sebagai bahan referensi bagi yang berminat melakukan penelitian yang
berhubungan dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa
angkutan kota di Kota Makassar.
1.4. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yang
masing-masing bab membahas sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini akan menguraikan tentang landasan teoretis, pengaruh PDRB
sektor transportasi, retribusi angkutan kota, panjang jalan, dan jumlah penduduk
di Kota Makassar.
BAB III Metode Penelitian
Pada bab ini membahas lokasi penelitian, metode pengumpulan data, jenis
dan sumber data, metode analisis, dan definisi operasional.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pembahasan pada bab ini akan menganalisa perkembangan PDRB sektor
transportasi, retribusi angkutan kota, panjang jalan Kota Makassar, jumlah
penduduk Kota Makassar, dan penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Pembahasan pada bab ini menyimpulkan hasil analisis dan saran yang
bermanfaat bagi banyak orang.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoretis
Transportasi secara umum (Dinas Perhubungan,1997) dapat diartikan
sebagai kegiatan perpindahan barang dan atau manusia dari tempat asal ke tempat
tujuan membentuk suatu hubungan yang terdiri dari tiga bagian yaitu: ada muatan
yang diangkut, tersedianya sarana sebagai alat angkut, dan tersedianya prasarana
jalan yang dilalui. Proses transportasi merupakan gerakan dari tempat asal
pengangkutan dimulai ke tempat tujuan kemana kegiatan pengangkutan diakhiri.
Proses transportasi tercipta akibat perbedaan kebutuhan antara manusia
satu dengan yang lain, antara satu tempat dengan tempat yang lain, yang bersifat
kualitatif dan mempunyai ciri berbeda sebagai fungsi dari waktu, tujuan
perjalanan, jenis yang diangkut, dan lain-lain. Fungsi transportasi adalah untuk
menggerakkan atau memindahkan orang dan/atau barang dari satu tempat ke
tempat lain dengan menggunakan sistem tertentu untuk tujuan tertentu.
Transportasi dilakukan karena nilai dari orang atau barang yang diangkut akan
menjadi lebih tinggi di tempat lain (tujuan) dibandingkan di tempat asal. (Morlok,
1995).
Kegiatan pengangkutan selalu melibatkan banyak lembaga karena fungsi
dan peranan masing-masing tidak mungkin seluruhnya ditangani oleh satu
lembaga saja. Karena demikian banyak pihak dan lembaga yang bersangkutan
7
paut, maka diperlukan suatu sistem untuk menangani masalah pengangkutan,
(Nasution, 2004).
Pelaksanaan kegiatan transportasi adalah suatu perpindahan barang atau
manusia dari satu tempat ke tempat lain, yang mana dalam hal ini mengisyaratkan
adanya suatu pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam rangka
memperoleh kebutuhan yang hendak dicapainya pada tempat tujuan. Sistem
transportasi secara menyeluruh masing-masing saling terkait dan saling
mempengaruhi. Sistem transportasi tersebut terdiri dari sistem kegiatan, sistem
jaringan prasarana transportasi, sistem pergerkan lalu lintas, dan sistem
kelembagaan (Tamin, 2000).
Setiap kegiatan transportasi atau pergerakan dan memiliki kaitannya atau
interaksi dengan penggunaan tata guna lahan, interaksi antara kedua sektor ini
saling berkaitan dan dipengaruhi oleh beberapa aspek kepentingan yang
terkandung didalamnya. Dimana setiap perubahan tata guna lahan akan
berdampak pada kegiatan transportasi yang ada, begitu pula sebaliknya.
Transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang-orang,
dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian
transportasi dapat diberi definisi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau
membawa barang dan atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Kegiatan transportasi ini membutuhkan tempat yang disebut dengan prasarana
transportasi. Ciri utama transportasi adalah melayani pengguna bukan berupa
barang, atau komoditas. Sistem transportasi diusahakan memberikan suatu
transportasi yang aman, cepat, dan murah.
8
Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah antara pusat kota dengan wilayah
daerah pinggiran kota. Infrastruktur transportasi mencakup transportasi darat,
transportasi laut, dan transportasi udara didalam program pembangunan di Kota
Makassar. Pada umumnya infrastruktur transportasi mengemban fungsi pelayanan
publik dan misi pembangunan di Kota Makassar dan di sisi lain sebagai tujuan
untuk mendukung perwujudan masyarakat dalam lalu lintas perekonomian
barang, jasa, dan manusia.
Pembangunan transportasi diharapkan dapat menunjang kesejahteraan
masyarakat yang disediakan melalui ketersediaan infrastruktur transportasi yang
akan menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil
pembangunan. Demikian pula dengan adanya pemerataan transportasi secara adil
dan merata di dalam wilayah Kota Makassar, maka masyarakat bisa mendapatkan
kebutuhan pelayanan jasa transportasi secara mudah dan terjangkau. Secara umum
kendala yang dihadapi sektor transportasi meliputi aspek kapasitas, kondisi,
jumlah, kuantitas prasarana dan sarana fisik, teknologi, sumber pembiayaan,
operasi, dan pemeliharaan.
Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat
kita lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari suatu tempat ke
tempat lain guna mendapatkan keperluan yang dibutuhkan. Dalam hal ini manusia
sangat membutuhkan suatu sarana transportasi yang disebut moda atau angkutan.
Kebutuhan akan sarana transportasi dari waktu ke waktu terus mengalami
peningkatan akibat semakin banyaknya kegiatan-kegiatan yang membutuhkan
9
jasa transportasi, sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas antar
kota. Kinerja pelayanan jasa angkutan kota dapat dilihat dari efektifitas dan
efesiensinya suatu pengoperasian angkutan kota. Penilaian kriteria efektif
biasanya diberikan kepada moda angkutan sedangkan kriteria efisien diberikan
kepada aspek penumpang.
PDRB merupakan salah satu cara untuk melihat kemajuan perekonomian
dengan mencermati nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam
waktu tertentu biasanya satu tahun di suatu wilayah tertentu tanpa membedakan
kepemilikan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi itu
(BPS, indikator ekonomi tahun 2001). Nilai dari produk domestik regional bruto
dapat dihitung dengan melalui tiga pendekatan yaitu segi produksi, segi
pendapatan, dan segi pengeluaran. Dalam penyajiannya, produk domestik regional
bruto selalu dibedakan atas dasar harga konstan dan atas dasar harga berlaku,
adapun nilai PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi karena nilai PDRB atas dasar nilai konstan ini tidak
dipengaruhi oleh perubahan harga sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku
digunakan untuk melihat besarnya perekonomian suatu daerah.
Retribusi izin trayek merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi dan atau badan. Dalam
hal ini, retribusi yang dibayarkan atas izin yang diberikan Pemerintah Kota
Makassar untuk beroperasi di jalan-jalan Kota Makassar. Berdasarkan keputusan
Walikota Makassar No.03 Tahun 2002 tentang penetapan kembali cara pemberian
10
izin dalam Kota Makassar dan keputusan Walikota Makassar Nomor 21 tahun
2002. Retribusi izin trayek diatur oleh Perda Nomor 14 Tahun 2002 dan bekerja
sama dengan Dinas Perhubungan Kota Makassar.
Jumlah penduduk di Kota Makassar dari tahun ke tahun menunjukkan
peningkatan, hal ini tercermin dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin
yang dapat ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin penduduk Kota Makassar yaitu
sekitar 97,55 persen, yang berarti setiap 100 penduduk wanita terdapat 98
penduduk laki-laki.
Panjang jalan di Kota Makassar tidak mengalami banyak perubahan, untuk
kondisi jalan baik mengalami penurunan 14,07 % dibandingkan pada tahun
sebelumnya, rusak berat turun 13,76 %. Untuk menunjang mobilitas penduduk,
maka diperlukan kondisi jalan yang baik dalam memperlancar kegiatan
perekonomian.
Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang
digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan
tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha.
Dalam penyerapan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi
yang digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi
tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah
dilakukannya yakni upah. Maka pengertian permintaan tenaga kerja adalah tenaga
kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah (Boediono, 1984).
11
Menurut (Ehrenberg, 1998) menyatakan apabila terdapat kenaikan tingkat
upah rata-rata, maka akan diikuti oleh turunnya jumlah tenaga kerja yang diminta,
berarti akan terjadi pengangguran. Atau kalau dibalik, dengan turunnya tingkat
upah rata-rata akan diikuti oleh meningkatnya kesempatan kerja, sehingga dapat
dikatakan bahwa kesempatan kerja mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat
upah. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Kuncoro (2001), di mana kuantitas
tenaga kerja yang diminta akan menurun sebagai akibat dari kenaikan upah.
Apabila tingkat upah naik sedangkan harga input lain tetap, berarti harga tenaga
kerja relatif lebih mahal dari input lain. Situasi ini mendorong pengusaha untuk
mengurangi penggunaan tenaga kerja yang relatif mahal dengan input-input lain
yang harga relatifnya lebih murah guna mempertahankan keuntungan yang
maksimum.
Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang
digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan
tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha yang
nantinya bisa mendatangkan keuntungan bagi masing-masing orang. Pada jasa
angkutan kota, tentu saja dalam hal penyerapan tenaga kerja lebih banyak
menyerap tenaga kerja, hal ini terbukti dengan banyaknya angkutan kota yang
beroperasi di jalanan ibu kota. Sehingga mendatangkan banyak keuntungan bagi
banyak orang, khususnya masyarakat kecil, atau kurang mampu.
Menurut Warpani (1990) anggota masyarakat pemakai jasa angkutan
dikelompokkan dalam dua golongan besar yaitu paksawan yaitu mereka yang
tidak mampu memiliki kendaraan atau menyewa sendiri, dan pilihwan yaitu
12
mereka yang mampu. Tujuan utama keberadaan angkutan kota adalah
menyelenggarakan pelayanan angkutan yang aman, cepat, murah, dan nyaman
bagi masyarakat. Karena sifatnya yang massal, maka diperlukan adanya kesamaan
diantara para penumpang berkenaan dengan asal dan tujuan. Sektor jasa angkutan
kota pada dasarnya banyak menyerap tenaga kerja, akan tetapi kurangnya
perhatian dari Pemerintah dan berbagai pihak yang terkait masih kurang peka
dengan masyarakat kurang mampu yang ingin hidupnya lebih sejahtera. Sehingga
dengan begitu banyaknya penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota
haruslah diimbangi dengan kualitas yang juga harusnya lebih memadai.
2.1.1. Teori tentang Transportasi dan Jenis Moda Transportasi
Teori Lokasi Biaya Minimum Weber Alfred Weber seorang ahli ekonomi
Jerman menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya
transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum.
Tempat dimana total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah
identik dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber, biaya
transportasi merupakan faktor pertama dalam menentukan lokasi, sedangkan
kedua faktor lainnya merupakan faktor yang dapat memodifikasi lokasi. Titik
terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan
baku dan distribusi hasil produksi.
Teori Lokasi Pendekatan Pasar Losch August Losch mengatakan bahwa
lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat
garapnya, makin jauh dari pasar maka konsumen makin enggan membeli karena
biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjualan (pasar) semakin mahal.
13
Produsen harus memilih lokasi yang mengasilkan penjualan terbesar yang identik
dengan penerimaan terbesar.
Dari segi barang yang diangkut, transportasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut: angkutan penumpang (passanger), angkutan barang (goods), angkutan pos
(mail). Dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi sebagai berikut: angkutan
antarbenua, misalnya dari Asia ke Amerika, angkutan antarkontinental, misalnya
dari Perancis ke Swiss dan seterusnya sampai ke Timur Tengah, angkutan
antarpulau, misalnya dari Sumatera ke Jawa, angkutan antarkota, misalnya dari
Jakarta ke Bandung, angkutan antardaerah, misalnya dari Jawa Barat ke Jawa
Timur, dan angkutan di dalam kota, misalnya pete-pete. Dari sudut teknis dan alat
angkutannya, transportasi dapat dibagi sebagai berikut: angkutan jalan raya atau
highway transportation (road transportation), misalnya pengangkutan dengan
menggunakan truk, bus, dan sedan, angkutan rel (rail transportation), misalnya
kereta api, trem listrik, dan sebagainya, angkutan melalui air di pedalaman (inland
transportation), misalnya sungai, kanal, danau, dan sebagainya, angkutan pipa
(pipe line transportation), misalnya minyak tanah, bensin, dan air minum,
angkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan dengan
menggunakan kapal laut yang mengarungi samudera, dan angkutan udara
(transportation by air atau air transportatioan), yaitu pengangkutan dengan
menggunakan kapal terbang yang melalui jalan udara.
2.1.2. Karakteristik dan Pola Aktivitas Angkutan Kota
Angkutan kota beroperasi menurut trayek kota yang sudah ditentukan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 68 tahun 1993, trayek kota
14
seluruhnya berada dalam suatu wilayah Kota. Menurut Setijowarno dan Frazila
(2001), trayek pelayanan angkutan kota dipengaruhi oleh data perjalanan,
penduduk, dan penyebarannya, serta kondisi fisik daerah yang akan dilayani oleh
angkutan kota. Sebagai angkutan kota, pelayanan angkutan kota dalam
mengangkut penumpang dibagi dalam 3 (tiga) aktivitas operasional (Wells, 1975),
yaitu: Kolektor, dari wilayah permukiman yang tersebar luas dan/atau tempat
kerja dan tempat perbelanjaan. Karakteristik operasinya sering berhenti untuk
menaikturunkan penumpang, berpenetrasi ke kawasan perumahan. Line Haul,
antara wilayah permukiman dan tempat kerja dan tempat perbelanjaan (dari kota
ke kota). Karakteristik operasinya bergerak dengan kecepatan yang tinggi dan
jarang berhenti. Karena melakukan perhentian di tengah-tengah operasi maka
daya tarik dan efektifitas operasinya akan berkurang, meskipun tentu saja
beberapa perhentian yang penting tetap dilakukan. Distribusi, ke tempat kerja dan
tempat perbelanjaan dan/atau wilayah permukiman. Karakteristik operasinya
melakukan perhentian tetapi tidak terlalu sering.
Pola pergerakan yang terdapat pada setiap kota tidaklah sama antar satu
dengan lainnya, hal ini ini karena adanya perbedaan pola dalam pemanfaatan tata
guna lahan dan bentuk kota. Perbedaan aktivitas yang dilakukan pada atau atas
tata guna lahan sangat berpengaruh terhadap tarikan akan permintaan dan
kebutuhan masyarakat terhadap sarana angkutan kota.
2.1.3. Permintaan Jasa Angkutan Kota
Jasa angkutan kota merupakan bagian dari suatu sistem transportasi kota.
Tingkat kebutuhan angkutan kota erat kaitannya dengan pola pergerakan atau
15
penyebaran perjalanan (trip distribusi) pengguna jasa angkutan kota (penumpang).
Kecenderungan masyarakat kota menggunakan kendaraan pribadi dalam
mengadakan perjalanan pada tingkat-tingkat tertentu dapat menimbulkan masalah
transportasi yang memerlukan penyelesaian. Salah satu cara menurunkan tingkat
penggunaan kendaraan pribadi adalah meningkatkan sistem pelayanan angkutan
kota, sehingga pemakai kendaraan pribadi berkenan menggunakan jasa angkutan
kota. Struktur Perekonomian sebuah kota yang relatif maju ditandai dengan
semakin besarnya peran sektor jasa dalam menopang perekonomian kota tersebut,
sehingga diharapkan peran sektor tersebut akan terus mendominasi dalam
memberikan kontribusi nilai tambah terhadap perekonomian.
Jadi intinya adalah pembangunan ekonomi membutuhkan jasa angkutan
yang cukup memadai. Tanpa adanya transportasi sebagai sarana penunjang tidak
dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan
ekonomi dari suatu negara. Untuk tiap tingkatan perkembangan ekonomi dari
suatu negara diperlukan kapasitas angkutan yang optimum. Namun perlu
diperhatikan bahwa penentuan kapasitas termaksud dan tingkatkan investasi tidak
merupakan hal yang mudah. Kenyataan menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tingkatan dari kegiatan ekonomi dengan kebutuhan menyeluruh akan angkutan,
dengan lain perkataan kalau aktivitas ekonomi meningkat maka kebutuhan akan
angkutan meningkat pula. Kebutuhan akan pergerakan bersifat sebagai kebutuhan
turunan (derived demand), yang diartikan sebagai permintaan yang timbul karena
adanya permintaan akan barang atau jasa lain (Morlok, 1995).
16
Pada dasarnya permintaan jasa angkutan kota diturunkan dari: Kebutuhan
seseorang untuk berjalan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya untuk melakukan
suatu kegiatan (misalnya bekerja, berbelanja): Permintaan akan jasa angkutan kota
tertentu agar tersedia di tempat yang diinginkan. Permintaan akan jasa angkutan
kota akan terjadi apabila antara dua atau lebih tempat terdapat perbedaan
kegunaan marjinal terhadap suatu barang, yang satu tinggi dan yang lain rendah
(Nasution, 2004).
Beberapa sifat khusus yang membedakan permintaan akan jasa angkutan
kota dengan permintaan terhadap barang lainnya, yaitu sebagai berikut: Derived
demand, Permintaan akan jasa angkutan kota merupakan suatu permintaan yang
bersifat turunan; Permintaan akan jasa angkutan kota pada dasarnya adalah
seketika atau tidak mudah untuk digeser atau ditunda dan sangat dipengaruhi oleh
fluktuasi waktu; Permintaan akan jasa angkutan kota sangat dipengaruhi oleh
elastisitas pendapatan; Jasa transport adalah jasa campuran (product mixed). Oleh
karena itu, permintaan atau pemilihan pemakai jasa angkutan (users) akan jenis
jasa angkutan kota sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
Sifat-sifat dari muatan (physical characteristics); Biaya transport; Tarif transport;
Pendapatan pemakai jasa angkutan (users); Kecepatan angkutan; Kualitas
pelayanan yang memuaskan bagi banyak orang.
Pada dasarnya, permintaan akan jasa angkutan kota dipengaruhi oleh harga
jasa angkutan itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jasa angkutan
kota adalah sebagai berikut: Harga jasa angkutan kota terhadap permintaan
ditentukan oleh: tujuan perjalanan, cara pembayaran, pertimbangan tenggang
17
waktu, dan tingkat absolute dari perubahan harga; Tingkat pendapatan; Citra atau
image terhadap perusahaan atau moda transportasi tertentu.
2.1.4. Pergerakan dan Kebutuhan terhadap Angkutan Kota
Karakteristik akan kebutuhan terhadap angkutan umum bagi setiap
individu sangat berbeda, dimana hal ini dipengaruhi oleh karateristik penduduk
dan pola penggunaan lahan. Karakteristik penduduk ini berawal dari adanya
perbandingan antara kelompok masyarakat Choice dan Captive yang pada
akhirnya akan menentukan banyaknya model dan rute angkutan yang akan
dilaluinya.
2.1.5. Prasarana Jalan
Secara umum kondisi jaringan jalan di wilayah Kota Makassar beberapa
tahun terakhir ini terjadi peningkatan kuantitas dan kualitasnya, tetapi di sisi lain
untuk mempertahankan kondisi fisiknya memerlukan biaya yang besar dari segi
pemeliharaan dari jalan tersebut. Hal ini sangat menjadi beban biaya yang harus
dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Makassar. Di dalam jaringan jalan di wilayah
Kota Makassar terdapat kewenangan penanganannya yaitu terdiri: jalan nasional,
jalan propinsi, dan jalan kota dalam Kota Makassar. Dari ketiga kewenangan
tersebut jalan di dalam Kota Makassar atau jalan lokal yang menjadi kewenangan
Pemerintah Kota Makassar adalah yang terbesar, sehingga diperlukan dana
pembangunan, peningkatan, dan pemeliharaan dari jalan tersebut. Masalah
lainnya adalah tingkat kerusakan jalan akibat kualitas jalan/beban jalan yang ada
tidak sesuai dengan beban kendaraan yang melalui jalan tersebut, sehingga
berakibat rusaknya jalan sebelum umur teknis jalan tersebut tercapai. Prasarana
18
jalan merupakan proses yang tidak bisa dilepaskan dalam sektor transportasi,
karena fungsinya sebagai penunjang sarana dan prasarana. Berdasarkan pada
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana Lalu Lintas Jalan,
maka jalan dibagi menjadi 5 kelas, yakni sebagai berikut: a. Jalan Kelas I, yakni
jalan arteri yang dapat dilalui oleh kendaraan tersebut termasuk dengan muatan
yang maksimal lebar 2.500 mm, panjang 18.000 mm dan muatan bersumbu
terberat adalah > 10 ton, b. Jalan kelas II, jalan yang dapat dilalui oleh kendaraaan
tersebut termasuk dengan muatan yang maksimal lebar 2.500 mm, panjang 18.000
mm dan muatan sumbu terberat adalah maksimal 10 ton, c. Jalan Kelas III A
adalah jalan arteri atau kolekterol yang dapat dilalui oleh kendaraan tersebut
termasuk dengan muatan dengan maksimal lebar 2.500 mm panjang 18.000 mm
dan sumbu muatan terberat adalah 8 ton, d. Jalan Kelas III B yaitu jalan kolekterol
yang dapat dilalui kendaran tersebut dengan maksimal lebar 2.500 mm panjang
12.000 mm dan muatan sumbu terberat adalah 8 ton, e. Jalan kelas III C yakni
jalan lokal yang dapat dilalui oleh kendaraan tersebut termasuk muatan dengan
maksimal lebar 2.100 mm panjang 9.000 mm dan muatan sumbu terberat adalah
18 ton. Panjang jalan pada sektor jasa angkutan kota sangat menentukan, karena
jarak tempuh yang dilakukan sesuai dengan biaya tarif yang mereka terima
nantinya.
2.1.6. Penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk, maka peningkatan pada sektor jasa
angkutan kota juga akan ikut meningkat itu dikarenakan tidak semua orang
memiliki kendaraan pribadi. Sehingga akan banyak orang yang akan
19
menggunakan angkutan kota untuk melakukan segala aktifitasnya dengan begitu
banyak pihak yang merasa diuntungkan dan menimbulkan efek yang positif bagi
kedua belah pihak antara penyedia jasa dan pengguna jasa tersebut. Dengan
begitu bisa kita katakan bahwa penduduk akan menggunakan jasa angkutan kota,
apabila pelayanan yang diberikan dapat menimbulkan rasa nyaman dan
harganyapun relatif murah, sehingga dengan begitu sama-sama memperoleh
keuntungan.
2.2. Pengaruh PDRB Sektor Transportasi terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam
kaitannya dengan peningkatan PDRB suatu wilayah. Dalam hal ini peningkatan
PDRB akan berdampak pada perluasan penyerapan tenaga kerja, karena disatu sisi
akan membutuhkan orang-orang yang mendukung pencapaian pertumbuhan
ekonomi. Hubungan antara PDRB dan penyerapan tenaga kerja itu sebagai
berikut: “PDRB itu sangat ditentukan oleh digunakannya faktor produksi tenaga
kerja, capital, sumber daya alam, tingkat teknologi, dan kondisi sosial dalam
Negara yang bersangkutan. Pada umumnya terdapat hubungan positif antara
jumlah dan kualitas faktor-faktor produksi itu dengan PDRB.
Dalam usaha mencapai tujuan-tujuan pembangunan ekonomi tersebut
maka transportasi memegang peranan penting karena kenyataan menunjukkan
bahwa ada hubungan antara tingkatan kegiatan ekonomi dengan kebutuhan
menyeluruh akan angkutan atau dengan kata lain kalau aktivitas ekonomi
meningkat maka kebutuhan akan transportasi akan meningkat pula.
20
Penyerapan tenaga kerja akan berpengaruh terhadap pencapaian ekonomi
suatu negara. Alasannya, kegiatan ekonomi masyarakat ditunjukkan dengan
kinerja produksi masyarakat yang biasanya dicerminkan oleh PDRB. Laju
pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dapat dikaitkan dengan laju pertumbuhan
ekonomi pada masing-masing daerah. Dengan kata lain laju pertumbuhan
ekonomi akan mempengaruhi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja.
Pengaruh PDRB terhadap penyerapan tenaga kerja menunjukkan pengaruh
yang positif, itu terbukti dengan struktur ekonomi Kota Makassar yang masih di
dominasi oleh sektor perdagangan, restoran, dan hotel, sedangkan sektor angkutan
dan komunikasi berada di urutan kedua. Seperti kita ketahui bahwa pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), sehingga dengan begitu kalau PDRB suatu
daerah meningkat otomatis penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektor
juga ikut meningkat. Sedangkan dalam “Pembangunan Berkelanjutan dengan
Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk Membangun Perekonomian
menjelaskan pengertian PDRB adalah suatu indikator untuk menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat
penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut.
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu
wilayah/propinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga yang berlaku atau atas
dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunnya.
21
Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar.
PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur
ekonomis. Sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertambahan
ekonomi dari tahun ke tahun.
2.3. Pengaruh Retribusi Angkutan Kota terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja
Sebagaimana dijelaskan pada sebelumnya, bahwa pelaksanaan retribusi
angkutan kota menciptakan terjadinya penyerapan tenaga kerja. Dan sistem
penyerapan tenaga kerja di bidang transportasi yang pada umumnya diatur oleh
Pemerintah yang berfungsi untuk memperlancar segala kegiatan ekonomi,
sehingga tidak ada keterbatasan dalam bidang transportasi untuk menciptakan
terjadinya penyerapan tenaga kerja.
Namun demikian tenaga kerja perlu dibekali dengan pengetahuan teori dan
praktek sebagai modal utama dalam mengendalikan usaha karena tanpa didukung
dengan kemampuan tersebut, maka setiap pekerjaan yang diberikan tidak dapat
dilaksanakan dengan sempurna dan berhasil dengan baik. Oleh karena itu perlu
adanya tanggung jawab dari masing-masing sopir angkutan kota. Pemanfaatan
tenaga kerja di dalam jasa angkutan kota, pada dasarnya tetap bertitik tolak pada
luasnya suatu kegiatan yang dikembangkan atau pengguna tenaga kerja harus
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga dapat mengurangi beban, terutama
pembiayaan tenaga kerja. Namun, yang menjadi persoalan dalam hal ini
sebenarnya adalah bagaimana menampung atau memberi kesempatan untuk
22
bekerja pada tenaga kerja yang ada, sehingga tingkat pengangguran dapat sedikit
berkurang jumlahnya.
Pemerintah harusnya berpihak kepada rakyat kecil, sehingga dengan
begitu terjadi keadilan yang merata. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama
bahwa dalam hal peningkatan sektor jasa angkutan kota upaya Pemerintah sangat
penting dalam menunjang pendapatan yang akan mereka peroleh nantinya.
Pemerintah harusnya membuka trayek baru pada jasa angkutan kota, itu bertujuan
untuk mengurangi kemacetan yang terjadi pada jalur-jalur padat di Kota
Makassar, dengan begitu secara tidak langsung maka akan banyak menyerap
tenaga kerja yang baru. Angkutan kota yang beroperasi sekarang jumlahnya tidak
terlalu banyak itu disebabkan karena kurangnya perhatian Pemerintah dalam hal
ini dan lagi pula biaya operasional yang mereka keluarkan tidak disubsidi oleh
Pemerintah. Dengan begitu mereka hanya memperoleh tunjangan dari retribusi
yang dilakukan tiap hari oleh pihak perusahaan yang terkait.
Banyaknya angkutan kota yang tidak beroperasi (ke daerah atau masuk
bengkel) menyadarkan kita bahwa sekali lagi dalam hal ini Pemerintah tidak
melakukan tugasnya dengan baik, walaupun dalam hal ini Pemerintah tidak salah
sepenuhnya tapi alangkah baiknya mulai sekarang dilakukan pembenahan yang
nantinya lebih terarah. Retribusi angkutan kota berpengaruh positif terhadap
penyerapan tenaga kerja, karena dengan adanya retribusi membuat mereka dapat
memperoleh tunjangan yang sewaktu-waktu bisa digunakan apabila mereka
memerlukannya dan tidak bisa kita pungkiri bahwa sopir angkutan kota bisa
23
menghidupi keluarganya, sehingga kita tidak memandang mereka dengan sebelah
mata.
Retribusi merupakan Pungutan Daerah sebagai Pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang Pribadi dan/atau Badan. Dalam hal
ini, retribusi yang dibayarkan atas izin yang diberikan Pemerintah Kota Makassar
untuk beroperasi di jalan-jalan kota Makassar serta retribusi terhadap penggunaan
terminal. Menurut Perda Kota Makassar No. 14 Tahun 2002, tata cara penagihan
retribusi adalah sebagai berikut: Pasal 6 ayat (1): Pemungutan retribusi tidak dapat
diborongkan, Pasal 7 ayat (1): Pembayaran retribusi harus dilakukan secara
tunai/lunas. Sedangkan, beberapa jenis retribusi yang dikenakan terhadap
pengoperasian suatu angkutan kota meliputi: Retribusi pengujian kendaraan
pertama kali sebesar Rp. 90.000/kendaraan, Pengujian berkala perpanjangan
sebesar Rp. 50.000/kendaraan/6 bulan, Penilaian kondisi teknis kendaraan sebesar
Rp. 50.000/kendaraan, Retribusi Izin Usaha Angkutan (IUA) penumpang dan
barang sebesar Rp. 1.500.000 tiap perusahaan selama usaha, Retribusi izin trayek
angkutan sebesar Rp. 150.000/kendaraan/5 tahun, dan Retribusi pelayanan jasa
terminal penumpang sebesar Rp. 1.500/hari/terminal.
Pengujian berkala dikenakan setiap 6 bulan dan setiap pengujian
mendapatkan tanda stiker yang ditempelkan di bagian samping badan mobil
angkot. Selain retribusi resmi dari Pemerintah, ada juga retribusi yang dibayarkan
kepada organisasi angkot (Organda) yang diwakili setiap Koperasi Angkutan Kota
24
Makassar. Besarannya ditentukan oleh setiap koperasi yang berbeda-beda sesuai
trayeknya masing-masing.
2.4. Pengaruh Panjang Jalan Kota Makassar terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja
Panjang jalan di Kota Makassar dari tahun ke tahun tidak mengalami
perubahan yang begitu besar, itu ditandai dengan banyaknya jalanan yang rusak di
Kota Makassar, sehingga sarana transportasi yang memadai dalam menunjang
mobilitas penduduk dan kelancaran dalam melaksanakan aktifitasnya dapat
terganggu, maka kegiatan perekonomian di Kota Makassar dapat terkendala.
Usaha pembangunan yang makin meningkat menuntut adanya perbaikan jalanan
yang rusak agar segera diperbaiki. Kelancaran jasa angkutan kota sangat di
tentukan oleh kondisi jalan itu sendiri karena apabila kondisi jalan di Kota
Makassar baik, maka dengan begitu akan terjadi peningkatan pada angkutan kota
yang nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja. Jasa angkutan kota yang
tersedia selama ini kurang memadai itu karena fasilitas yang diberikan masih
kurang baik, hal ini membuat kita berfikir bahwa Pemerintah dalam hal ini masih
kurang perhatian terhadap angkutan kota. Akan tetapi masih banyak orang yang
memerlukan pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Pengaruh panjang jalan di Kota Makassar terhadap penyerapan tenaga
kerja menunjukkan pengaruh yang positif, itu terbukti apabila kondisi jalan di
Kota Makassar baik, maka akan terjadi peningkatan pada jasa angkutan kota yang
nantinya akan banyak menyerap tenaga kerja di dalamnya.
25
2.5. Pengaruh Jumlah Penduduk Kota Makassar terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja
Jumlah penduduk di Kota Makassar setiap tahunnya menunjukkan
peningkatan, itu terbukti dengan banyaknya orang yang mencari kerja. Angkutan
kota dalam hal ini banyak menyerap tenaga kerja di dalamnya, semakin
meningkat jumlah penduduk di Kota Makassar maka akan semakin meningkat
pula orang yang ingin bekerja.
Pengaruh jumlah penduduk di Kota Makassar terhadap penyerapan tenaga
kerja menunjukkan pengaruh yang positif, itu terbukti apabila jumlah penduduk di
Kota Makassar meningkat, maka otomatis akan terjadi peningkatan juga pada
penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota.
2.6. Perbandingan Angkutan Kota
Angkutan kota pete-pete merupakan angkutan kota yang relatif murah bila
dibandingkan dengan angkutan kota yang lain misalnya taksi. Taksi merupakan
angkutan kota yang fasilitasnya sangat memuaskan tetapi harga tarifnya relatif
mahal ditentukan melalui argo, sedangkan pete-pete harga tarifnya relatif murah
dan ditentukan melalui kesepakatan antara pihak sopir dan pihak penumpang.
Dalam hal ini bagi orang yang berpendapatan tinggi pasti lebih memilih
taksi untuk melakukan segala aktifitasnya, sebaliknya bagi orang yang
berpendapatan rendah akan lebih memilih pete-pete dalam menjalankan
aktifitasnya.
26
2.7. Studi Empiris
Raina Dwi Riyanto ( tahun 2002 ) meneliti tentang “Segmentasi Pasar dan
Elastisitas Permintaaan Angkutan kota (Studi Kasus Bus Perkotaan Yogyakarta)
“(2002). Menyatakan bahwa segmen pasar angkutan umum bus perkotaan di
Yogyakarta adalah pelajar dan mahasiswa yang berusia 16-25 tahun ditambah
pekerja berusia 25-40 tahun. Dan kebanyakan berpendapatan di bawah satu juta
rupiah setiap bulan dan tidak memiliki kendaraan sendiri. Elastisitas permintaan
terhadap tarif bersifat elastis, sementara terhadap waktu perjalanan, frekuensi,
kebersihan, dan keterawatan, bus berhenti, bersifat tidak elastis. Ini
menunjukkan dalam menggunakan bus perkotaan, pengguna lebih
mempertimbangkan tarif dibanding atribut pelayanan yang lain. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik stated
preference dan variabel yang digunakan adalah: Tarif, Waktu Perjalanan,
Frekuensinya Bus, Kebersihan, dan Keterawatan Bus tersebut.
Doddy Hendra Wijaya (2004) meneliti tentang Analisis “Ekonomi
Tentang Pengembangan Sarana Angkutan Kota Penumpang di Kecamatan
Gunungpati Kota Semarang (Studi kasus pada Bus kota trayek Terboyo-
Gunungpati)”. Menyatakan bahwa antara kebutuhan dan ketersediaan Bus Umum
Trayek Terboyo-Gunungpati, dengan menggunakan analisis kebutuhan dan
ketersediaan angkutan umum, tidak terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan
ketersediaan Bus Umum Trayek Terboyo-Gunungpati. Sedangkan untuk melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan angkutan penumpang bus umum
27
digunakan analisis regresi logistik dengan variabel bebas: keselamatan,
kenyamanan, efektifitas, efisiensi, pelayanan, dan kondisi fisik kendaraan.
Paulus Raga ( tahun 2004 ) Dalam penelitiannya, yang berjudul “ Kajian
Kinerja Pelayanan Transportasi “ (2004), menyatakan bahwa kinerja pelayanan
untuk masing- masing moda transportasi perlu diperbaiki atau ditingkatkan
terutama untuk moda transportasi jalan rel khususnya untuk kelas ekonomi, baik
pada sebelum keberangkatan, selama dalam perjalanan dan pada stasiun tujuan
penumpang. Metode analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan
diagram kartesius, yang akan menghasilkan perbandingan antara nilai harapan
(importance) pengguna jasa dengan kinerja (performance) yang diberikan oleh
penyedia jasa.
28
2.8. Kerangka Pikir
Gambar 1. Kerangka Pikir Analisis Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor
Jasa Angkutan Kota di Kota Makassar
Analisis penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota di Kota
Makassar sangat berpengaruh terhadap sarana dan prasarana transportasi di Kota
Makassar di latar belakangi oleh adanya kegiatan pembangunan rehabilitasi dan
rekontruksi yang sedang berjalan di Kota Makassar. Dimana dengan kegiatan ini
akan tumbuh menjadi pusat pembangunan bagi masyarakat Kota Makassar
khususnya. Sehingga untuk memadukan permasalahan diatas, maka perlunya
penaganan secara khusus bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Berdasarkan pada tujuan dan sasaran penelitian serta kajian teori yang ada,
maka variabel penelitian dalam penelitian ini adalah meliputi empat variabel
29
PDRB SEKTOR TRANSPORTASI
RETRIBUSI ANGKUTAN
KOTA
PANJANG JALAN KOTA MAKASSAR
JUMLAH PENDUDUK
KOTA MAKASSAR
PENYERAPAN TENAGA KERJA
JASA ANGKUTAN KOTA
yaitu: PDRB sektor transportasi, retribusi angkutan kota, panjang jalan Kota
Makassar, dan jumlah penduduk Kota Makassar. Setiap variabel memiliki
keterkaitan dan memiliki dampak terhadap satu dengan lainnya. Hasil pengolahan
data yang diperoleh dari identifikasi tersebut kemudian dilakukan analisis statistik
dan non statistik, sehingga akan diperoleh suatu keterkaitan antara penyerapan
tenaga kerja dengan sektor jasa angkutan kota yang ada di Kota Makassar.
2.9. Hipotesis
Diduga bahwa PDRB sektor transportasi, retribusi angkutan kota, panjang
jalan Kota Makassar, dan jumlah penduduk Kota Makassar berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota di
Kota Makassar.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Tempat atau lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Makassar.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh sejumlah data yang diperlukan, maka dilakukan
penelitian dengan menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Penelitian Kepustakaan (library research)
Penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan serta membaca
literatur-literatur, artikel-artikel, serta karangan ilmiah lainnya yang
erat hubungannya dengan masalah yang dibahas, sehingga dapat
membantu dalam penulisan skripsi ini.
2. Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian yang dilakukan secara langsung pada instansi yang
dimaksud adalah dalam bentuk wawancara langsung untuk
memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan pada obyek yang
berkaitan, dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Makassar.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, baik berupa data statistik
maupun berupa informasi tertulis lainnya.
31
Adapun sumber data tersebut diperoleh dari:
1. Dinas Perhubungan Kota Makassar,
2. BPS Kota Makassar, dan
3. Sumber lain yang relevan.
3.4. Metode Analisis
Model Regresi yang dirumuskan dalam Bentuk Fungsional
Y = f (X1, X2, X3, X4)
Model Persamaan Regresi Linear Berganda sebagai berikut:
LnY = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 Ln X3 + β4 Ln X4 + µi
Keterangan:
Y = Penyerapan Tenaga Kerja (Orang)
X1 = PDRB Sektor Transportasi (Jutaan Rupiah)
X2 = Retribusi Angkutan Kota ( Jutaan Rupiah)
X3 = Panjang Jalan Kota Makassar (Km)
X4 = Jumlah Penduduk Kota Makassar (Orang)
β1, β2, β3 = Koefisien Parameter
β0 = Konstanta
µi = Error term
32
Sedangkan untuk mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing
koefisien regresi variabel independen terhadap variabel dependen maka dapat
menggunakan uji statistik diantaranya :
1. Analisis koefisien determinasi (R2)
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen yaitu PDRB
sektor transportasi (X1), retribusi angkutan kota (X2), panjang jalan (X3), jumlah
penduduk (X4), terhadap variabel dependen dalam hal ini penyerapan tenaga kerja
jasa angkutan kota (Y) maka digunakan analisis koefisien determinasi (R2).
Koefisien Determinasi (R2) yang kecil atau mendekati nol berarti
kemampuan variabel – variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu berarti variabel – variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel – variabel dependen.
Akan tetapi ada kalanya dalam penggunaan koefisisen determinasi terjadi
bias terhadap satu variabel indipenden yang dimasukkan dalam model. Setiap
tambahan satu variabel indipenden akan menyebabkan peningkatan R2, tidak
peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara siginifikan terhadap varibel
dependen (memiliki nilai t yang signifikan).
2. Uji Statistik t
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
independen secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen. Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing-masing
33
variabel independen dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel
dependen secara nyata.
Untuk mengkaji pengaruh variabel independen terhadap dependen secara
individu dapat dilihat hipotesis berikut: H0 : ß1 = 0 tidak berpengaruh, H1 : ß1 >
0 berpengaruh positif, H1 : ß1 < 0 berpengaruh negatif. Dimana ß1 adalah
koefisien variable independen ke-1 yaitu nilai parameter hipotesis. Biasanya nilai
ß dianggap nol, artinya tidak ada pengaruh variable X1 terhadap Y. Bila thitung >
ttabel maka Ho diterima (signifikan) dan jika thitung < ttabel Ho diterima (tidak
signifikan). Uji t digunakan untuk membuat keputusan apakah hipotesis terbukti
atau tidak, dimana tingkat signifikan yang digunakan yaitu 5%.
3. Uji Statistik F
Uji signifikansi ini pada dasarnya dimaksudkan untuk membuktikan secara
statistik bahwa seluruh variabel independen yaitu PDRB sektor transportasi (X1),
retribusi angkutan kota (X2), panjang jalan (X3), jumlah penduduk (X4),
berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen yaitu penyerapan
tenaga kerja jasa angkutan kota (Y).
Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah keseluruhan variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen dengan menggunakan Level
of significance 5 persen, Kriteria pengujiannya apabila nilai F-hitung < F-tabel
maka hipotesis diterima yang artinya seluruh variabel independen yang digunakan
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Apabila Fhitung
> Ftabel maka hipotesis ditolak yang berarti seluruh variabel independen
34
berpengaruh secara signifikan taerhadap variabel dependen dengan taraf
signifikan tertentu.
3.5. Definisi Operasional
Angkutan kota adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
wilayah suatu kota dengan menggunakan mobil penumpang umum yang terikat
pada trayek tetap dan teratur, atau dapat juga dikatakan bahwa angkutan kota
berupa angkutan massal atau mass rapid transit yang dapat mengangkut
penumpang dalam jumlah banyak dalam satu kali perjalanan diukur (dalam unit).
Angkutan kota pete-pete adalah angkutan yang beroperasi di dalam kota
dan beroperasi sesuai trayek diukur (dalam unit).
PDRB sektor transportasi (X1) merupakan nilai dari seluruh barang dan
jasa yang diproduksi oleh sektor transportasi diukur (dalam jutaan rupiah).
Retribusi angkutan kota (X2) adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi dan/atau badan
diukur (dalam jutaan rupiah).
Panjang jalan Kota Makassar (X3) adalah seluruh panjang jalan yang ada
di Kota Makassar yang merupakan prasarana pengangkutan darat yang penting
untuk memperlancar kegiatan perekonomian diukur (dalam kilometer)
Jumlah penduduk Kota Makassar (X4) adalah semua orang yang menetap
di suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu diukur (dalam orang)
Penyerapan tenaga kerja (Y) merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja
yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan
35
tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha yang
nantinya bisa mendatangkan keuntungan bagi masing-masing orang dalam hal ini
sektor jasa angkutan kota diukur (dalam orang).
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Makassar
Secara keseluruhan Kota Makassar memiliki luas 175,77 Km2 yang terdiri
dari 14 Kecamatan, 143 Keluruhan, 805 ORW, dan 4.445 ORT. Penduduk Kota
Makassar tahun 2010 tercatat sebanyak 1.339.374 jiwa yang terdiri dari 661.379
laki-laki dan 677.995 perempuan. Sementara itu jumlah penduduk Kota Makassar
tahun 2009 tercatat sebanyak 1.272.349 jiwa. Komposisi penduduk menurut jenis
kelamin dapat ditunjukkan dengan rasio jenis kelamin penduduk Kota Makassar
yaitu sekitar 97,55%, yang berarti setiap 100 penduduk wanita terdapat 98
penduduk laki-laki.
TABEL 4.1
Penyebaran Penduduk Kota Makassar
(Menurut Kecamatan), Tahun 2010
KECAMATAN JUMLAH PERTUMBUHANUjung Pandang 26.904 2,01%
Rappocini 151.091 11,28%Biringkanaya 167.741 12,52%
Tamalate 170.878 12,76%Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Tahun 2011
Penyebaran penduduk Kota Makassar dirinci menurut Kecamatan,
menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi diwilayah Kecamatan
Tamalate, disusul Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Rappocini, dan yang
terendah adalah Kecamatan Ujung Pandang.
37
TABEL 4.2
Kepadatan Penduduk Kota Makassar
(Menurut Kecamatan), Tahun 2010
KECAMATAN JUMLAH PERTUMBUHANTamalanrea 3.241 2,77%
Biringkanaya 3.479 2,97%Manggala 4.850 4,14%
Ujung Tanah 7.860 6,71%Panakkukang 8.292 7,08%
Mamajang 26.221 22,40%Mariso 30.701 26,23%
Makassar 32.421 27,69%Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Tahun 2011
Ditinjau dari kepadatan penduduk per Km persegi, Kecamatan Makassar
yang terpadat, disusul Kecamatan Mariso, Kecamatan Mamajang, sedangkan
Kecamatan Tamalanrea merupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk
terendah, kemudian Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Manggala, Kecamatan
Ujung Tanah, dan Kecamatan Panakkukang.Wilayah-wilayah yang kepadatan
penduduknya masih rendah tersebut masih memungkinkan untuk pengembangan
daerah pemukiman terutama di 3 (tiga) Kecamatan, yaitu Biringkanaya,
Tamalanrea, dan Manggala.
Pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut dipengaruhi oleh kelahiran dan
urbanisasi yang cukup besar. Implikasi pertumbuhan penduduk yang cukup pesat
tersebut tentu saja menimbulkan masalah-masalah sosial ekonomi di perkotaan.
Kota Makassar sebagai salah satu kota dengan kepadatan penduduk
terbesar di Indonesia dan merupakan kota Metropolitan mempunyai prospek yang
potensial untuk peningkatan jumlah angkutan kota yang berfungsi untuk
38
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan Khususnya maupun
pembangunan nasional pada umumnya.
4.2. Perkembangan PDRB Sektor Transportasi
Salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu
daerah adalah dengan melihat tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan
ekonomi diharapkan mampu meningkatkan kemampuan faktor-faktor produksi
yang merangsang bagi berkembangnya ekonomi daerah dalam skala yang lebih
besar. Searah dengan kebijaksanaan Pemerintah setelah mulai diterapkannya
otonomi daerah sejak tahun 2001, diharapkan pembangunan di daerah dapat lebih
mendorong pemerataan pembangunan dan juga mempercepat pertumbuhan
ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang stabil akan berdampak pada
semakin meningkatnya pendapatan penduduk yang pada akhirnya bertujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Peningkatan yang terjadi pada jasa angkutan kota dalam suatu daerah
dapat dilihat pada kemajuan perekonomian nilai perubahan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang terjadi pada daearah tersebut. Produk Domestik
Regional Bruto merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi
dalam satu tahun di wilayah tertentu tanpa membedakan kepemilikan faktor-
faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi itu.
Data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan data dasar
dan utama dalam kerangka perencanaan pembangunan di daerah, disamping
sebagai informasi tentang kondisi dan perekonomian makro regional. Oleh karena
39
itu data PDRB pada dasarnya tidak hanya bermanfaat bagi kepentingan teknis
perencanaan pembangunan, tetapi juga dapat menjadi bahan untuk menentukan
kebijakan baik bagi para pelaku pembangunan maupun untuk segenap pelaku
ekonomi.
Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Makassar
dimana kondisi perekonomian daerah tersebut sangat tergantung pada potensi dan
sumber daya yang dimiliki, berbagai kebijaksanaan serta upaya yang telah
dilakukan oleh Pemerintah khususnya Pemerintah Kota Makassar. Untuk
mengetahui pertumbuhan suatu daerah maka perlu dicermati nilai dan
pertumbuhan PDRB.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbagi atas dua yaitu PDRB
berdasarkan harga konstan dan PDRB harga yang berlaku. Namun, dengan adanya
perubahan harga dari tahun ke tahun yang menyebabkan PDRB bedasarkan harga
berlaku juga turut berubah-ubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, PDRB
berdasarkan harga berlaku tidak dapat memberikan gambaran tentang perubahan
daya beli masyarakat. Jadi dalam penulisan skripsi ini, PDRB yang dipakai adalah
PDRB sektor transportasi berdasarkan harga konstan, karena dapat
membandingkan dan melihat bagaimana daya beli masyarakat, tingkat
kesejahteraan masyarakat, serta laju pertumbuhan ekonomi karena nilainya sudah
terbebas dari perubahan harga maupun inflasi. Selain itu, PDRB harga konstan
juga dapat digunakan untuk mengetahui berapa jumlah output pada tahun yang
berbeda. PDRB disebut regional income yang menunjukkan jumlah pendapatan
(balas jasa) yang diterima oleh masyarakat karena keikutsertaannya dalam proses
40
produksi. Pendapatan ini antara lain adalah adalah upah, sewa tanah, bunga untuk
modal, dan sebagainya.
Perkembangan PDRB sektor transportasi Kota Makassar selama periode
1996-2010, terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun seiring dengan
berkembangnya kegiatan perekonomian.
TABEL 4.3
Produk Domestik Regional Bruto Sektor Transportasi
Kota Makassar Periode 1996-2010 (Rp. Juta)
TAHUN PDRB PERTUMBUHAN1996 293.496,93 3,61%1997 320.626,59 3,94%1998 268.718,70 3,30%1999 274.945,04 3,38%2000 381.131,71 4,68%2001 410.976,95 5,05%2002 431.901,53 5,31%2003 456.049,36 5,60%2004 557.103,97 6,85%2005 664.710,58 8,17%2006 719.340,09 8,84%2007 780.280,43 9,59%2008 787.442,81 9,68%2009 805.087,27 9,89%2010 986.023,40 12,12%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Tahun 2011
Tabel diatas menunjukkan perkembangan yang relatif stabil. Pada
umumnya masyarakat menggunakan jasa angkutan kota pete-pete di Kota
Makassar untuk melakukan segala aktifitasnya. PDRB sektor transportasi
merupakan output dari jasa angkutan kota, sehingga semakin banyak angkutan
41
kota yang beroperasi di Kota Makassar maka akan banyak menyerap tenaga kerja
pada sektor transportasi. Pertumbuhan PDRB sektor transportasi menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun ini bisa dilihat pada tabel diatas, dimana jumlah
angkutan kota banyak terlihat di ruas jalan Kota Makassar ini membuktikan
bahwa masyarakat masih sangat membutuhkan angkutan kota.
Pertumbuhan PDRB sektor transportasi pada tahun 1998 mengalami
penurunan ini disebabkan oleh permintaan masyarakat akan angkutan kota
menurun dan berdampak pada pendapatan yang di peroleh dari sektor transportasi
juga ikut menurun, walaupun jumlahnya tidak begitu besar.
Pertumbuhan PDRB sektor transportasi pada tahun 2000 kembali normal
dan mulai mengalami peningkatan yang cukup besar ini disebabkan oleh
permintaan masyarakat akan angkutan kota mulai meningkat dan berdampak pada
pendapatan yang di peroleh dari sektor transportasi juga ikut meningkat, sehingga
angkutan kota yang beroperasi jumlahnya akan meningkat.
PDRB sektor transportasi mengalami peningkatan, karena sebagian
masyarakat memerlukan angkutan kota dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Sehingga tenaga kerja yang di serap oleh angkutan kota jumlahnya
cukup banyak.
Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pengguna jasa angkutan kota pete-
pete di Kota Makassar adalah masyarakat yang berpenghasilan menengah ke
bawah/kurang mampu.
42
4.3. Perkembangan Retribusi Angkutan Kota
Retribusi angkutan kota (izin trayek) merupakan pungutan daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan
dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
dan/atau badan. Dalam hal ini, retribusi yang dibayarkan atas izin yang diberikan
Pemerintah Kota Makassar untuk beroperasi di jalan-jalan Kota Makassar.
Berdasarkan keputusan Walikota Makassar No. 03 Tahun 2002 tentang penetapan
kembali cara pemberian izin dalam Kota Makassar dan keputusan Walikota
Makassar Nomor 21 tahun 2002. Retribusi izin trayek diatur oleh Perda Nomor 14
Tahun 2002 dan bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Kota Makassar.
Bahwa izin trayek merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
pelayanan dan melindungi masyarakat pengguna angkutan kota, untuk mencapai
tujuan tersebut, kegiatan usaha angkutan kota di jalan dengan kendaraan umum
baik mobil penumpang maupun mobil bus dalam trayek tetap dan teratur wajib
dilengkapi dengan izin trayek. Hasil Retribusi Izin Trayek merupakan salah satu
sumber Pendapatan Daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 21 Tahun 2002
tentang retribusi atas Penyelenggaran Angkutan Jalan telah mendapatkan
pembatalan dari Pemerintah, sehingga dipandang perlu segera mengganti dengan
Peraturan Daerah yang baru dan disesuaikan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
43
Peraturan Daerah Kota Makassar tentang retribusi angkutan kota berlaku
untuk 15 tahun dan tidak boleh diperbaharui kembali, kecuali ada keputusan dari
Walikota Makassar.
TABEL 4.4Retribusi Angkutan Kota (Izin Trayek) Kota Makassar
Periode 1996-2010 (Rp. Juta)
TAHUN RETRIBUSI PERTUMBUHAN1996 169.040.000 4,08%1997 176.125.000 4,25%1998 193.360.000 4,67%1999 209.040.000 5,05%2000 225.840.000 5,45%2001 240.000.000 5,79%2002 297.500.000 7,18%2003 306.000.000 7,39%2004 314.500.000 7,59%2005 318.750.000 7,70%2006 324.700.000 7,84%2007 333.455.000 8,05%2008 337.165.000 8,14%2009 347.650.000 8,39%2010 348.875.000 8,42%
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Makassar, Tahun 2011
Retribusi angkutan kota atas izin trayek di Kota Makassar dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan karena semua angkutan kota yang beroperasi di
jalan harus memiliki izin trayek yang diatur oleh Dinas Perhubungan Kota
Makassar. Pada umumnya angkutan kota harus memenuhi syarat–syarat
administrasi dan pemeriksaan teknis kendaraan, sehingga bisa beroperasi di Kota
Makassar.
44
Angkutan kota merupakan kebutuhan masyarakat dalam melakukan
segala aktifitasnya. Retribusi angkutan kota merupakan pungutan daerah yang
dikelolah langsung oleh Dinas Perhubungan dan diatur Pemerintah dalam hal ini
yang bertanggung jawab adalah Walikota Makassar. Pertumbuhan retribusi
angkutan kota menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun ini bisa dilihat pada
tabel diatas, dimana jumlah angkutan kota yang beroperasi di ruas jalan Kota
Makassar meningkat ini membuktikan bahwa masyarakat masih sangat
membutuhkan angkutan kota begitu sebaliknya dengan penyerapan tenaga kerja
yang telah diserap oleh angkutan kota itu sendiri, semakin banyak angkutan kota
yang beroperasi maka akan semakin banyak peluang kerja yang dihasilkan dari
jasa angkutan kota.
Pertumbuhan retribusi angkutan kota pada tahun 1996-2010 mengalami
peningkatan yang cukup besar ini disebabkan oleh jumlah angkutan kota yang
beroperasi juga meningkat dan berdampak pada pendapatan yang di peroleh Dinas
Perhubungan serta sopir angkutan kota itu sendiri juga ikut meningkat.
Pertumbuhan retribusi angkutan kota tidak mengalami penurunan dari
tahun ke tahun ini membuktikan bahwa angkutan kota masih banyak di gunakan
oleh masyarakat Kota Makassar yang berdampak pada pendapatan antara kedua
belah pihak.
4.4. Perkembangan Panjang Jalan Kota Makassar
Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk
memperlancar kegiatan perekonomian. Usaha pembangunan yang makin
45
meningkat menuntut adanya sarana transportasi yang memadai untuk menunjang
mobilitas penduduk dan kelancaran distribusi barang dari dan ke daerah.
Perkembangan yang terjadi di sektor transportasi belakangan ini tidak
terlepas dari adanya campur tangan Pemerintah ditambah dengan para pihak yang
terkait di dalamnya, sehingga boleh dikatakan kalau sektor transportasi
mengalami peningkatan, maka akan diikuti dengan bertambahnya panjang jalan di
Kota Makassar yang berfungsi untuk memperlancar sarana dan prasarana.
TABEL 4.5Panjang Jalan Kota Makassar
Periode 1996-2010 (Dalam Kilometer)
TAHUNKONDISI JALAN JUMLAH
BAIK SEDANG RUSAK RINGAN
RUSAK BERAT
1996 877,83 154,90 84,96 14,69 1.132,381997 887,43 151,68 80,18 26,23 1.145,521998 937,10 117,44 75,45 31,99 1.161,981999 1.043,86 290,91 220,24 38,45 1.593,462000 1.053,99 305,92 222,58 24,25 1.606,742001 1.070,97 299,70 221,97 26,38 1.619,022002 684,06 486,20 374,45 87,64 1.632,352003 845,90 307,43 394,90 116,64 1.664,872004 1.287,51 152,05 226,13 30,50 1.696,192005 1.213,34 311,18 149,69 35,22 1.709,432006 830,38 195,07 226,86 470,30 1.722,612007 684,35 293,07 215,84 560,94 1.754,202008 870,04 147,60 171,50 597,32 1.786,462009 899,26 347,37 201,96 369,41 1.818,002010 1.029,36 264,04 238,15 318,58 1.850,13
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Tahun 2011
Tabel diatas menunjukkan bahwa panjang jalan mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, walaupun jumlahnya tidak terlalu besar. Panjang jalan pada
46
tahun 1996 yaitu sepanjang 1.132,38 Km dan panjang jalan pada tahun 1997 yaitu
sepanjang 1.145,52 Km, sedangkan panjang jalan pada tahun 1998 yaitu
sepanjang 1.161,98 Km.
Panjang jalan pada tahun 1999 yaitu sepanjang 1.593,46 Km meningkat
dari tahun sebelumnya, yaitu sepanjang 1.606,74 Km pada tahun 2000. Kemudian
di tahun berikutnya, panjang jalan pada tahun 2001 yaitu sepanjang 1.619,02 Km.
Peningkatan panjang jalan pada tahun 2002 yaitu sepanjang 1.632,35 Km.
Tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu sepanjang 1.664,87 Km
dan pada tahun 2004 juga terjadi peningkatan yaitu sepanjang 1.696,19 Km.
Kemudian meningkat masing-masing sepanjang 1.709,43 Km pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 sampai dengan 2010 panjang jalan mengalami peningkatan yang
cukup stabil. Panjang jalan tahun 2006 yaitu sepanjang 1.722,61 Km, pada tahun
2007 juga terjadi peningkatan yaitu sepanjang 1.754,20 Km, sedangkan pada
tahun 2008 panjang jalan yaitu sepanjang 1.786,46 Km.
Pada tahun 2009 panjang jalan di Kota Makassar mengalami peningkatan
yaitu sepanjang 1.818,00 Km dan pada tahun 2010 panjang jalan juga mengalami
peningkatan yaitu sepanjang 1.850,13 Km.
Panjang jalan di Kota Makassar dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan, sehingga kalau panjang jalan meningkat maka akan berdampak pada
angkutan kota karena rute yang akan dilalui oleh angkutan kota menjadi
bertambah dan dapat mengurangi kemacetan di Kota Makassar.
47
Sehingga rencana Pemerintah untuk membuka trayek baru dapat terealisasi
dengan baik karena tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengurangi
kemacetan terutama pada jalur-jalur padat kendaraan dan mengurangi tingkat
kecelakaan di Kota Makassar.
4.5. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Makassar
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis suatu
wilayah selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang
dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan
oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Tingginya laju
pertumbuhan penduduk di beberapa bagian di dunia ini menyebabkan jumlah
penduduk meningkat dengan cepat.
Jumlah penduduk adalah semua orang yang menetap di suatu wilayah
tertentu dalam jangka waktu tertentu. Jumlah penduduk suatu negara dapat
diketahui melalui beberapa cara yaitu sensus penduduk, survey penduduk, dan
registrasi penduduk.
Sensus penduduk (cacah jiwa) yaitu penghitungan jumlah penduduk oleh
Pemerintah dalam jangka waktu tertentu secara serentak. Sensus penduduk
dilaksanakan tiap 10 tahun dan dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Survey penduduk yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
melakukan penelitian dan menyediakan data statistik kependudukan pada waktu
48
dan tempat tertentu. Survey yang dilakukan meliputi survey ekonomi nasional,
survey angkatan kerja nasional, dan survey penduduk antar sensus (SUPAS).
Registrasi penduduk yaitu proses kegiatan Pemerintah yang meliputi
pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, perubahan tempat
tinggal, dan perubahan pekerjaan secara rutin. Pencatatan ini terutama dilakukan
di tingkat Pemerintah terendah yaitu kelurahan.
Jumlah penduduk di Kota Makassar meningkat, maka permintaan akan
sektor transportasi juga akan ikut meningkat, karena akan banyak orang yang
ingin melakukan aktivitasnya diluar rumah.
TABEL 4.6
Jumlah Penduduk Kota MakassarPeriode 1996-2010 (Dalam Jiwa)
TAHUNJENIS KELAMIN JUMLAH PERTUMBUHAN
LAKI-LAKI PEREMPUAN1996 553.957 553.310 1.107.267 6,20%1997 562.921 574.652 1.137.573 6,37%1998 577.942 590.573 1.168.515 6,55%1999 581.332 610.124 1.191.456 6,67%2000 547.687 565.001 1.112.688 6,23%2001 557.050 573.334 1.130.384 6,33%2002 565.882 582.430 1.148.312 6,43%2003 572.686 587.325 1.160.011 6,50%2004 582.382 596.641 1.179.023 6,60%2005 582.572 610.862 1.193.434 6,68%2006 611.049 612.491 1.223.540 6,85%2007 618.233 617.006 1.235.239 6,92%2008 601.304 652.352 1.253.656 7,02%2009 610.270 662.079 1.272.349 7,13%2010 661.379 677.995 1.339.374 7,50%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Tahun 2011
49
Tabel di atas menunjukkan bagaimana perkembangan jumlah penduduk
Kota Makassar selama periode penelitian. Jumlah penduduk Kota Makassar
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun ini diimbangi dengan jumlah
penduduk yang sudah bekerja dan baru mencari kerja. Di Kota Makassar sektor
transportasi menyerap banyak tenaga kerja, sehingga peluang untuk
mensejahterakan hidup lebih terjamin.
Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Makassar pada tahun 2000
mengalami penurunan ini disebabkan oleh angka kelahiran yang jumlahnya
mengalami penurunan walaupun tidak begitu besar pengaruhnya.
Pertumbuhan jumlah penduduk pada tahun 2001 kembali normal dan
mulai mengalami peningkatan walaupun jumlahnya kecil ini disebabkan oleh
angka kelahiran yang mulai mengalami peningkatan. Pertumbuhan Jumlah
penduduk yang meningkat harus diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang
juga memadai karena pada dasarnya jasa angkutan kota banyak menyerap tenaga
kerja tanpa memperhatikan tingkat pendidikan karena rata-rata pendidikan
terakhir seorang sopir angkot adalah SD dan SMP. Penduduk Kota Makassar lebih
memperhatikan kenyamanan yang akan mereka dapat pada angkutan kota.
4.6. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Jasa Angkutan Kota
Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari angkutan kota
yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan
tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha.
Dalam penyerapan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
50
eksternal dan faktor internal. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi
yang digunakan dalam melaksanakan proses produksi. Dalam proses produksi
tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah
dilakukannya dalam bentuk upah.
Sektor jasa angkutan kota menyerap banyak tenaga kerja, akan tetapi
kurangnya perhatian dari Pemerintah serta pihak yang terkait masih kurang peka
dengan masyarakat kurang mampu yang ingin hidupnya lebih sejahtera. Sehingga
dengan begitu penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota haruslah
diimbangi dengan kualitas yang juga harus lebih memadai.
TABEL 4.7Penyerapan Tenaga Kerja Jasa Angkutan Kota Pete - Pete
Periode 1996-2010 (Dalam Jiwa)
TAHUN JUMLAH PERTUMBUHAN1996 3590 1,52%1997 3985 1,69%1998 4518 1,92%1999 6078 2,58%2000 7225 3,06%2001 9293 3,94%2002 12000 5,09%2003 12339 5,23%2004 14256 6,04%2005 16452 6,98%2006 17175 7,28%2007 26385 11,19%2008 30435 12,90%2009 31550 13,38%2010 40565 17,20%
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Makassar, Tahun 2011
51
Tabel tersebut di atas menunjukkan bagaimana perkembangan penyerapan
tenaga kerja pada jasa angkutan kota pete-pete selama periode penelitian.
Penyerapan tenaga kerja pada jasa angkutan kota pete-pete dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan yang cukup besar ini terbukti jika angkutan kota pete-pete
banyak beroperasi di jalan, maka penyerapan tenaga kerja juga akan ikut
meningkat.
Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang bekerja
pada angkutan kota pete-pete sehingga bisa mendatangkan keuntungan bagi sopir
angkutan kota pete-pete itu sendiri dalam hal ini sektor jasa angkutan kota di Kota
Makassar.
Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota pete-pete pada
tahun 1996-2010 mengalami peningkatan yang cukup besar ini disebabkan oleh
jumlah angkutan kota pete-pete yang beroperasi juga meningkat dan berdampak
pada penyerapan tenaga kerja juga meningkat, maka pendapatan sopir angkutan
kota pete-pete menjadi meningkat.
Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota pete-pete tidak
mengalami penurunan dari tahun ke tahun ini membuktikan bahwa angkutan kota
pete-pete masih banyak di gunakan oleh masyarakat Kota Makassar yang
berdampak pada pendapatan sopir angkutan kota pete-pete sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota pete-pete
mengalami peningkatan itu disebabkan karena keinginan untuk memenuhi
52
kebutuhan hidup sehari-hari beserta keluarganya, sehingga pendapatan yang
diperoleh lebih meningkat.
4.7. Trayek Angkutan Kota
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993, yakni
Tentang angkutan kota, di jelaskan bahwa sebagai berikut: Trayek adalah lintasan
kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang
mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap, dan jadwal tetap
maupun tidak terjadwal. Sedangkan jaringan trayek adalah kumpulan dari trayek
yang menjadi satu kesatuan jaringan pelayanan angkutan orang.
Kota Makassar memiliki beberapa jenis angkutan kota yang beroperasi
diwilayahnya, yakni mobil penumpang (pete-pete), mobil bus, taxi, becak, dan
bentor. Angkutan kota yang beroperasi di Kota Makassar di kelola oleh pihak
pemerintah dan pihak swasta. Mobil penumpang (pete-pete) di kelola oleh 10
operator yakni Koperasi Harapan Jaya (Koharja), CV.I.I.Putra, CV.Johar.S,
CV.M.G.J, CV.Joint.R, UD.Virgo, CV.Nur, CV.Ardy’S, CV.Harum,
CV.Horist.T, Koperasi Angkutan Kota Mahasiswa dan Umum (Kakmu), Koperasi
Pengemudi Sopir Angkutan Kota Makassar (Kopsam).
53
TABEL 4.8
Jumlah Angkutan Kota di Wilayah Makassar Sesuai TrayekTahun 1996-2010
KODE TRAYEK
JALAN YANG DILALUI JUMLAH PERTUMBUHAN
A Mks. Mall – BTN Minasa Upa 165 4,01%B Psr. Butung – Cendrawasih – Trm.
Malengkeri421 10,24%
C Mks. Mall – Tallo 220 5,35%D Mks. Mall – Trm. Regional Daya –
Perumnas Sudiang809 19,67%
E Mks. Mall – UNM – Perumnas Panakukang
379 9,21%
F Mks. Mall – Veteran – Trm. Malengkeri 286 6,95%G Mks. Mall – Ir. Sutami/Toll – Trm.
Regional Daya348 8,46%
H Mks. Mall – Perumnas Antang 329 7,10%I Mks. Mall – STIKI – Borong 299 7,27%J Mks. Mall – Pa’baeng-baeng – Perumnas
Panakukang200 4,86%
S Mks. Mall – BTP 221 5,37%B1 Trm. Malengkeri – Cenderawasih –
Kampus. UNHAS146 3,55%
C1 Tallo – Kampus. UNHAS 36 0,88%E1 Perumnas Panakukang – UNM – Kampus
UNHAS149 3,62%
F1 Trm. Malengkeri – Veteran – Kampus UNHAS
53 1,29%
R1 Psr. Baru – Ujung Tanah – Kampus UNHAS
2 0,05%
W BTP – Trm. Daya – SMA Neg 6 (Trayek Pinggiran Kota)
50 1,22%
Jumlah 4113Sumber: Dinas Perhubungan Kota Makassar, Tahun 2011
4.8. Analisis Statistik Penyerapan Tenaga Kerja pada Sektor Jasa Angkutan
Kota di Kota Makassar
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi berganda yaitu persamaan regresi yang melibatkan 2 (dua) variabel atau
54
lebih (Gujarati, 2003). Regresi linear digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh dari suatu variabel dependen terhadap variabel independen. Perhitungan
data dalam penelitian ini menggunakan program SPSS-16.0. Program SPSS-16.0
membantu dalam melakukan pengujian model yang telah ditentukan, mencari
nilai koefisien dari tiap-tiap variabel, serta pengujian hipotesis secara parsial
maupun bersama-sama.
4.8.1. Pengujian Hipotesis
1. Penyerapan tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan ini terbukti
karena jumlah angkutan kota yang beroperasi di Kota Makassar jumlahnya tidak
sebanding dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan.
2. PDRB sektor transportasi berpengaruh positif dan signifikan ini terbukti
karena pendapatan yang diperoleh dari sektor transportasi dapat mempengaruhi
jumlah angkutan kota.
3. Retribusi angkutan kota berpengaruh positif dan tidak signifikan ini terbukti
karena jumlah angkutan kota yang beroperasi di Kota Makassar seluruhnya masuk
ke pendapatan yang diperoleh dari retribusi angkutan kota atas izin trayek dan
selebihnya diterima oleh sopir angkutan kota.
4. Panjang jalan Kota Makassar berpengaruh positif dan tidak signifikan ini
terbukti karena panjang jalan sangat menentukan jumlah rute yang dapat dilalui
oleh angkutan kota, sehingga kalau panjang jalan meningkat maka angkutan kota
yang beroperasi juga ikut meningkat.
55
5. Jumlah penduduk Kota Makassar berpengaruh positif dan signifikan ini
terbukti karena semakin banyak jumlah penduduk yang mencari pekerjaan di Kota
Makassar maka penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota di
harapkan juga ikut meningkat.
4.8.1.1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
Dari hasil regresi pengaruh variabel PDRB sektor transportasi, retribusi
angkutan kota, panjang jalan, jumlah penduduk, terhadap penyerapan tenaga kerja
jasa angkutan kota (Y) diperoleh nilai R2 sebesar 0,984528.
Hal ini berarti variasi variabel independen (bebas) menjelaskan variasi
penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa angkutan kota di Kota Makassar sebesar
98,45 persen. Adapun sisanya variasi variabel lain dijelaskan diluar model sebesar
1,55 persen. Untuk R2 sebesar 0,984528 ini dinyatakan bahwa model valid sebab
data yang digunakan adalah data sekunder. Dimana model yang valid apabila
menggunakan data sekunder lebih dari 0,25 (R2 > 0,25). Secara terperinci hasil
regresi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
56
Tabel 4.9Rekapitulasi Data Hasil Regresi Linear
Variabel Penelitian Coefficient Std. Error
t-Statistic Prob.
Konstanta (c) -64.93137 13.83651 - 4.692757 0.0009PDRB Sektor Transportasi 0.718007 0.212634 3.376720 0.0070Retribusi Angkutan Kota 0.824065 0.427886 1.925900 0.0830Panjang Jalan 0.823523 0.437601 1.881906 0.0892Jumlah Penduduk 3.063695 0.999339 3.065722 0.0119R-squared 0.984528R 0.922Adjusted R-squared 0.978339 S.E. of regression 0.115182 F-statistic 159.0773 F-tabel (0,05;4;11) 3.36n 15 Df 11 t tabel (0,05:11) 2.201 * Signifikansi pada level 5% Sumber : Data diolah, 2012
Koefisien Regresi
Hasil persamaan dari Analisis Regresi Linier Berganda diperoleh
persamaan :
Y = -64,93137 + 0,718007 X1 + 0,824065 X2 + 0,823523 X3 + 3,063695 X4
R = 0,922
R – squared = 0,984528
Uji F = 159,0773
Koefisien regresi (X1) menunjukkan bahwa pengaruh PDRB sektor
transportasi adalah positif terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota.
Ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja jasa
57
angkutan kota yang ditentukan oleh jumlah pendapatan dari sektor transportasi
yaitu jika PDRB sektor trransportasi naik 1 persen maka penyerapan tenaga kerja
jasa angkutan kota akan naik sebesar 0,718007 persen.
Koefisien regresi (X2) menunjukkan bahwa pengaruh retribusi angkutan
kota adalah positif terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota. Ini
menunjukkan bahwa untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja jasa angkutan
kota yang ditentukan oleh retribusi angkutan kota yaitu jika retribusi angkutan
kota naik 1 persen, maka penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota akan naik
sebesar 0,824065 persen.
Koefisien regresi (X3) menunjukkan bahwa pengaruh panjang jalan adalah
positif terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota. Ini menunjukkan
bahwa untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota
ditentukan oleh panjang jalan yaitu jika panjang jalan meningkat 1 persen, maka
penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota akan naik sebesar 0,823523 persen.
Koefisien regresi (X4) menunjukkan bahwa pengaruh jumlah penduduk
naik adalah positif terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota. Ini
menunjukkan bahwa untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang
ditentukan oleh jumlah penduduk yaitu jika jumlah penduduk meningkat 1 persen
maka penyerapan tenaga kerja akan naik sebesar 3,063695 persen.
4.8.1.2. Deteksi Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model
dapat dilakukan dengan uji simultan (uji F). Uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
58
Dari regresi pengaruh PDRB sektor transportasi, retribusi angkutan kota,
panjang jalan, dan jumlah penduduk, terhadap penyerapan tenaga kerja jasa
angkutan kota di Kota Makassar, maka diperoleh F-tabel sebesar 3,36 (α:5% dan
df :15-4=11) sedangkan F-statistik/F-hitung sebesar 159,0773 dan nilai
probabilitas F-statistik 0,000000. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (F-
hitung > F-tabel).
4.8.1.3. Deteksi Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik T)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
masing-masing variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Dalam regresi pengaruh PDRB sektor transportasi, retribusi
angkutan kota, panjang jalan, dan jumlah penduduk, terhadap penyerapan tenaga
kerja jasa angkutan kota di Kota Makassar, dengan α:5% dan df = 11 (n-k =15-4),
maka diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,201. Berdasarkan nilai t-tabel tersebut dan
dengan asumsi t-statistik / t-hitung > t-tabel, variabel independen yang signifikan
terhadap variabel penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota adalah variabel
PDRB sektor transportasi (t-hitung = 3.376720), dan jumlah penduduk (t-hitung =
3.065722).
4.9. Interpretasi Hasil
Dalam regresi pengaruh PDRB sektor transportasi, retribusi angkutan kota,
panjang jalan, dan jumlah penduduk terhadap penyerapan tenaga kerja jasa
angkutan kota di Kota Makassar, dengan menggunakan metode Ordinary Least
Square (OLS), diperoleh nilai seperti pada tabel 4.9.
59
1. PDRB Sektor Transportasi
Dari hasil regresi ditemukan bahwa besarnya PDRB sektor transportasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja jasa
angkutan kota. Karena hasil yang didapatkan signifikan berarti variabel PDRB
sektor transportasi cukup mempengaruhi besarnya penyerapan tenaga kerja jasa
angkutan kota di Kota Makassar.
2. Retribusi Angkutan Kota
Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil bahwa retribusi angkutan kota
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja jasa
angkutan kota.
3. Panjang Jalan
Dari hasil regresi ditemukan bahwa panjang jalan berpengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota. Hal ini
membuktikan bahwa keberadaan jaringan jalan yang terdapat dalam suatu kota
sangat menentukan pola jaringan pelayanan angkutan kota, karena sistem jaringan
jalan dapat mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya (Setijowarno dan Frazila,
2001:). Sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan, sehingga hipotesis
penelitian dapat diterima.
4. Jumlah Penduduk
Berdasarkan hipotesis penelitian jumlah penduduk berpengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota di Kota Makassar, hal itu
sejalan dengan hasil regresi yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk
60
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja jasa
angkutan kota. Menurut Teori Karl Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu
negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan
penduduk terhadap kesempatan kerja.
61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. PDRB sektor transportasi mempengaruhi penyerapan tenaga kerja jasa
angkutan kota, dimana pendapatan yang diperoleh dari sektor
transportasi bermanfaat bagi para pekerja terutama pada angkutan kota
pete-pete.
2. Retribusi angkutan kota yang semakin meningkat dapat mendorong
penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota dan juga menjadi salah
satu prasarana dalam peningkatan sektor transportasi. Peranan retribusi
angkutan kota dalam penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota
terletak pada peningkatan layanan kepada pengguna jasa angkutan kota
pete-pete.
3. Panjang jalan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja jasa angkutan
kota, dimana panjang jalan menunjukkan peningkatan penyerapan dari
tahun ke tahun. Panjang jalan di Kota Makassar mengalami
peningkatan diimbangi dengan jumlah angkutan kota pete-pete yang
beroperasi juga menunjukkan peningkatan.
4. Jumlah penduduk yang semakin meningkat dapat mendorong
penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota pete-pete. Jumlah
62
penduduk yang semakin meningkat membuktikan bahwa di Kota
Makassar masih banyak penduduk yang membutuhkan pekerjaan,
terutama pada jasa angkutan kota pete-pete.
5. Penggunaan jasa angkutan kota pada pete-pete di Kota Makassar
dipengaruhi oleh beberapa variabel diantaranya PDRB sektor
transportasi (3,376720), retribusi angkutan kota (1,925900), panjang
jalan(1,881906), dan jumlah penduduk (3,065722) mempengaruhi
secara signifikan terhadap penggunaan jasa angkutan kota pete-pete
berdasarkan tingkat signifikansi variabel dan uji t yang diukur pada α
= 5%.
6. Hasil uji koefisien determinasi (R2) pengaruh PDRB sektor
transportasi, retribusi angkutan kota, panjang jalan, dan jumlah
penduduk terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota di Kota
Makassar menunjukkan bahwa besarnya nilai R-squared sedang yaitu
0,984528. Nilai ini berarti bahwa hanya 98,45 % variabel independen
dapat dijelaskan oleh model.
7. Uji F-statistik (159,0773) menunjukkan bahwa semua variabel
independen dalam model regresi yaitu PDRB sektor transportasi,
retribusi angkutan kota, panjang jalan, dan jumlah penduduk
berpengaruh secara bersama-sama mempengaruhi variabel penyerapan
tenaga kerja jasa angkutan kota pete-pete di Kota Makassar.
63
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka pada bagian ini
dikemukakan beberapa saran dan rekomendasi sebagai berikut:
a. Berkaitan dengan adanya pengaruh yang signifikan jumlah penduduk
Kota Makassar terhadap penyerapan tenaga kerja jasa angkutan kota
maka perlu dilakukannya upaya peningkatan pendapatan masyarakat
terutama yang bekerja pada jasa angkutan kota, sedangkan implikasi
kebijakan yang berkaitan dengan kenyamanan naik angkutan kota
perlu diperhatikan, sehingga dapat menarik minat masyarakat dalam
menggunakan jasa angkutan kota pete-pete.
b. Dilihat dari sisi permintaan, maka rekomendasi yang diberikan adalah
dengan meningkatkan permintaan masyarakat terhadap jasa angkutan
kota khususnya pada pete-pete dengan peran serta masyarakat yang
kooperatif terhadap kebijakan Pemerintah yang dilakukan, sehingga
kedepannya bisa tercipta penawaran dan permintaan yang seimbang.
c. Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini masih terbatas pada
lingkup jasa angkutan kota pada pete-pete. Oleh karena itu, lingkup
penelitian ini bisa diperluas lagi untuk mendapatkan analisis yang
lebih menyeluruh. Berkaitan dengan variabel dan metode penelitian
yang digunakan perlu dikaji lagi pengukurannya terutama variabel
PDRB sektor transportasi dan retribusi angkutan kota. Oleh karena itu,
studi lanjutan perlu dilakukan sehubungan dengan saran tersebut
sehingga hasilnya bisa lebih baik lagi.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Salim, 2000. “Manajemen Transportasi”. PT. Raja Gapinda Persada, Jakarta.
Adisasmita, Rahardjo, 2010. “Dasar-dasar Ekonomi Transportasi”. Edisi pertama Mei 2010. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Ananta, Aris, 1993. “Ciri Demografis Kualitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi”, Lembaga Demografi FE UI, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 1996-2010. Produk Domestik Regional Bruto Makassar.
Bintoro, 1989. “Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya”. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Boediono, 1984. “Ekonomi Mikro”. BPFE, Yogyakarta.
Dinas Perhubungan Makassar, 2010. Jumlah Angkutan Kota Di Wilayah Makassar Sesuai Trayek, Keputusan Menteri Perhubungan Makassar.
Doddy Hendra Wijaya, 2004. “Analisis Ekonomi tentang Pengembangan Sarana Angkutan Penumpang di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi UNDIP ,tidak dipublikasikan ).
G, Ronald, Ehrenberg, 1998. “Modern Labour Economic”. Scoot and Foresman Company.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Penerbit Erlangga. Terjemahan : Sumarno Zain
Hadi, Sutrisno, M.A., 1989, Statistik, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
Kamaluddin, Rustin, 2003. “Ekonomi Transportasi”. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kuncoro, Haryo, 2001. “ Sistem Bagi Hasil dan Stabilitas Penyerapan Tenaga Kerja”. Media Ekonomi, Volume 7, Nomor 2 hal 165-168.
Morlok, K, Edward, 1995. “Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi”. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Nasution, M, Nur, 2004. “ Manajemen Transportasi”. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia .
Ofyar, Z, Tamin (2000) Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Edisi ke-2, Bandung : Penerbit ITB.
65
Paulus Raga,MT,2004, Kajian Kinerja Pelayanan Transportasi, (Warta Penelitian Perhubungan No.01/THN. XVI/2004,Jakarta ,tidak dipublikasikan ).
Riyanto, Bambang, 1998. “Prediksi Dampak Ruang Sistem Transportasi Massal Di Wilayah Jabotabek”. Desertasi Universitas Paris VIII, Perancis.
Riyanto, Dwi Raina, 2002. Segmentasi Pasar dan Elatisitas Permintaan Angkutan Umum (Studi Kasus Bus Perkotaan Yogyakarta),(Tesis S2 Transportasi UGM).
Salim, A., 1998. “Manajemen Transportasi”. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Saudi, Nur, 2003. “Analisis Permintaan Jasa Transportasi” untuk Angkutan Kota di Kota Makassar.
Setijowarno, D. dan Frazila, R.B, 2001. “Pengantar Sistem Transportasi”. Edisi ke-I Semarang : Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata.
Simbolon, Maringan, 2003. “Ekonomi Transportasi”. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Siregar, M., 1990, “Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Perangkutan”. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Suwarjoko, Warpani. (1990) “Merencanakan Sistem Perangkutan”. Bandung : Penerbit ITB.
Wells, GR, 1975. “Comprehensive Transport Planning”. London: Charles Griffin & Company LTD.
66