skripsi revisi

81
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (tiga kali dalam sehari). Penyakit diare di sebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pola makan tidak sehat, penggunaan jamban, penggunaan air tercemar, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI (Air Susu Ibu) ekslusif, penggunaan botol, jenis tempat pembuangan tinja, jenis lantai tempat tinggal dan sumber air minum 1 . World Health Organization (WHO) menyatakan, di Asia Tenggara diare menyebabkan kematian sebanyak 604.000 jiwa 2 . Walaupun definisi pasti diare masih belum pasti, sebagian besar pasien menganggap diare adalah peningkatan massa tinja, frekuensi buang air besar, atau fluiditas (tingkat keenceran) tinja 3 . Diare merupakan salah satu penyakit menular yang kasus kematiannya meningkat di beberapa daerah di Indonesia, penyakit ini kematian tertingginya pada bayi dan anak. Di Indonesia 1

Upload: marta-tata-salember

Post on 17-Jan-2016

37 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

skripsi naskah

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Revisi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan

bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya

frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (tiga kali dalam sehari).

Penyakit diare di sebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pola makan

tidak sehat, penggunaan jamban, penggunaan air tercemar, kebiasaan

cuci tangan, pemberian ASI (Air Susu Ibu) ekslusif, penggunaan botol,

jenis tempat pembuangan tinja, jenis lantai tempat tinggal dan sumber air

minum1.

World Health Organization (WHO) menyatakan, di Asia Tenggara

diare menyebabkan kematian sebanyak 604.000 jiwa2. Walaupun definisi

pasti diare masih belum pasti, sebagian besar pasien menganggap diare

adalah peningkatan massa tinja, frekuensi buang air besar, atau fluiditas

(tingkat keenceran) tinja3.

Diare merupakan salah satu penyakit menular yang kasus

kematiannya meningkat di beberapa daerah di Indonesia, penyakit ini

kematian tertingginya pada bayi dan anak. Di Indonesia penyakit diare

masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama,

dimana insidens diare secara proporsional 55% dari kejadian diare terjadi

pada golongan balita dengan episode diare balita sebesar 1,0-1,5 kali

pertahun4.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, prevalensi

nasional diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan

responden) adalah 9% dan untuk usia 5-14 tahun, prevalensi diare adalah

9%. Di Kalimantan Tengah sendiri, prevalensi diare adalah 7,5%4.

Berdasarkan buku profil kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah,

jumlah kasus diare yang terjadi di Wilayah Kerja Kota Palangka Raya

tahun 2012 adalah 8.314 dari 199.199 total penduduk Kota Palangka Raya.

1

Page 2: Skripsi Revisi

2

Pada balita khususnya kejadian diare pada tahun 2012 adalah 1.537 anak

balita dari 4.162 jumlah total anak yang terkena diare1.

Dengan memperhatikan data-data diatas dapat diketahui di

Wilayah Kerja Kota Palangka Raya kasus diare yang terjadi masih tinggi

dan berdasarkan data dinas kesehatan kota menunjukkan pada 5 (lima)

puskesmas di Kota Palangka Raya ditemukan bahwa di Puskesmas Kayon

Kecamatan Jekan Raya angka kejadian diare cukup tinggi setiap tahunnya.

Sanitasi lingkungan juga berkaitan terhadap tingginya angka kejadian

diare yang terjadi di masyarakat, mengingat bahwa kondisi lingkungan

juga berperan penting terhadap derajat kesehatan masyarakat. Adapun hal-

hal yang terkait dengan sanitasi lingkungan yaitu, ketersediaan sumber air

bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, ketersediaan jamban

keluarga. Untuk mengetahui kenapa penyakit diare pada balita di Wilayah

Kerja Kota Palangka Raya masih tinggi, maka dilakukan penelitian dengan

judul “Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan Prevalensi Kejadian

Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota

Palangka Raya Tahun 2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan ketersediaan sumber air bersih dengan kejadian

diare pada balita?

2. Apakah ada hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada

balita?

3. Apakah ada hubungan pengelolaan air limbah dengan kejadian diare pada

balita ?

4. Apakah ada hubungan ketersediaan jamban keluarga terhadap kejadian

diare pada balita?

5. Apakah ada hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada

balita?

Page 3: Skripsi Revisi

3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum:

Mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian penyakit diare

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kecamatan Jekan Raya

Kota Palangka Raya.

1.3.2. Tujuan Khusus:

1. Mengetahui hubungan ketersediaan sumber air bersih dengan terjadinya

diare pada balita.

2. Mengetahui hubungan pengelolaan sampah dengan terjadinya diare pada

balita.

3. Mengetahui hubungan pengelolaan air limbah dengan terjadinya diare

pada balita.

4. Mengetahui hubungan ketersediaan sumber jamban keluarga dengan

terjadinya diare pada balita.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti :

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan peneliti,

dan mampu menerapkan ilmu riset di bidang kedokteran tentang hubungan

kesehatan lingkungan terhadap angka kejadian diare di daerah perkotaan,

serta memberikan masukan tambahan bagi kegiatan penelitian sejenis

dikemudian hari yang lebih spesifik guna penanggulangan penyakit diare

terutama diare pada balita.

1.4.2 Bagi Institusi :

Sebagai masukan dalam mengevaluasi program yang sedang berjalan dan

bahan pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan kebijakan dan

perbaikan dalam rangka penanggulangan penyakit diare pada balita di Kota

Palangka Raya pada masa yang akan datang.

Page 4: Skripsi Revisi

4

1.4.3 Bagi Masyarakat :

Hasil dari penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan informasi

lebih kepada masyarakat mengenai kesehatan lingkungan yang perlu di

jaga, sehingga diharapkan masyarakat dapat memperbaiki perilaku

hidupnya dengan cara menjaga kebersihan lingkungan.

1.5 Risiko Penelitian

Penelitian penelitian ini memiliki beberapa risiko penelitian yang dapat

terjadi saat penelitian berlangsung, yaitu dapat terjadi pengumpulan data

yang melebihi batas jadwal yang ditentukan, responden yang sakit mendadak

bukan karena penyakit diare, responden yang merasa bosan karena menjawab

pertanyaan yang cukup banyak, responden pindah alamat sehingga tidak

berada diwilayah kerja Puskesmas Kayon kecamatan Jekan Raya, jumlah

responden yang tidak mencapai target karena kendala waktu serta penelitian

yang tidak valid.

Page 5: Skripsi Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2. 1. 1 Definisi Diare

Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani

yaitu “diarroi” yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari

pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Terdapat beberapa pendapat tentang

definisi penyakit diare. Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu

keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja. Menurut Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI), diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air

lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak cair lebih dari tiga

kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada

menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya

menderita diare, mereka biasanya mengatakan bahwa berak anaknya encer atau

cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP, diare adalah penyakit dengan

buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih

sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)5.

Diare adalah bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali

sehari yang disertai dengan perubahan konsisitensi tinja (menjadi cair),

dengan/tanpa darah, dan/atau lendir. Jenis diare dibagi tiga yaitu5 :

a. Disentri, yaitu diare disertai darah dalam tinjanya.

b. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

menerus

c. Diare dengan masalah lain, yaitu diare yang disertai penyakit lain, seperti

demam dan gangguan gizi.

Berdasarkan waktunya, diare dibagi menjadi dua yaitu dare akut dan diare

kronis. Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut diare akut, sedangkan

diare yang lebih dari 14 hari disebut diare kronis5.

5

Page 6: Skripsi Revisi

6

2. 1. 2 Epidemiologi Penyakit Diare

Diare akut merupakan masalah umum yang ditemukan di seluruh dunia. Di

Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan

pasien pada ruang praktik dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia

data menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama

sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit6.

Kejadian diare di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit

diare sekitas 200-400 per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70-80%

menyerang anak dibawah usia lima tahun (balita). Golongan umur ini mengalami

dua sampai tiga episode diare pertahun. Diperkirakan kematian anak akibat diare

sekitar 200-250 ribu setiap tahun7.

Penyebab diare terutama pada anak karena adanya infeksi biasanya oleh

Escherichia coli, Salmonella thyposa, Campylobacter jejuni, dan Ascaris

limbricoides. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery,

kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, salmonella dan

Enteroinvasive.

Beberapa faktor epidemiologis dipandang penting untuk mendekati pasien

diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman yang

terkontaminasi, bepergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS,

merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk

diare infeksi9.

2. 1. 3 Etiologi

Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya. Biasanya ada yang

menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum, berikut ini beberapa faktor

penyebab diare yaitu faktor infeksi disebabkan oleh bakteri Escherichia coli,

Vibrio cholerae (kolera) dan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan. Faktor

makanan, makanan yang tercemar, basi, beracun dan kurang matang. Faktor

psikologis dapat menyebabkan diare karena rasa takut pada anak, cemas dan

tegang dapat mengakibatkan diare kronis pada anak. Tetapi jarang terjadi pada

anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar5,7.

Page 7: Skripsi Revisi

7

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan

lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam

susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau

sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila

dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan

bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi

usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul

karena lemak tidak terserap dengan baik5,7.

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral antara lain

melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan

tinja penderita5,7,

2. 1. 4 Patofisiologi

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk

keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-

sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses

fisiologi pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa :

1. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.

2. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara

mengunyah dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut.

3. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan dari mulut ke gaster.

4. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,

percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.

5. Penyerapan makanan (absorption) : perjalanan molekul makanan melalui

selaput lender usus kedalam sirkulasi darah dan limfe.

6. Peristaltik : gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi

sehingga makanan bergerak dari lambung kedistal.

7. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan berupa tinja11,12.

Page 8: Skripsi Revisi

8

2. 1. 5 Manifestasi Klinis

Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat,

nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair,

mungkin mengandung darah dan/atau lendir, warna tinja berubah menjadi

kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena

tercampur empedu. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam4,11,12.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/atau sesudah diare. Bila telah

banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun.

Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang. Selaput

lendir mulut dan bibir kering4,11,12.

2. 1. 6 Penatalaksanaan

1. Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat

etiologinya.

2. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk

menghindarkan efek buruk pada status gizi.

3. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh gunakan secara rutin, tidak ada

manfaatnya untuk kebanyakan kasus, termasuk diare berat dan diare dengan

panas.

4. Obat-obat antidiare meliputi antimotilitas (misal loperamid, difenoksilat,

kodein, opium), adsorben (mis. norit, kaolin, attapulgit). Antimuntah termasuk

prometazin dan klorpromazin. Tidak satupun obat-obat ini terbukti

mempunyai efek yang nyata untuk diare akut dan beberapa malahan

mempunyai efek yang membahayakan. Obat-obat ini tidak boleh diberikan

pada anak < 5 tahun11.

2. 1. 7 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare

Berdasarkan hasil penelitian Ratnawati, beberapa faktor yang dapat

meningkatkan insiden, beratnya penyakit dan lamanya diare adalah sebagai

berikut:

Page 9: Skripsi Revisi

9

a. Tidak memberikan ASI sampai dua tahun. ASI mengandung antibodi yang

dapat melindungi bayi terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti,

shigella dan Vibrio cholera.

b. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare

meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada

penderita gizi buruk.

c. Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak

yang sedang menderita campak dalam empat minggu terakhir. Hal ini sebagai

akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.

d. Imuno defisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung

sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin

yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimmune Deficiency

Syndrome). Pada anak immunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman

yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.

e. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55%).

2. 1. 8 Faktor Kesehatan Lingkungan dan Perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.

Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua

faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor

lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan

perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman,

maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare6,7.

Pentingnya lingkungan yang sehat telah dibuktikan oleh WHO dengan

menyelidiki di seluruh dunia dimana didapatkan bahwa angka kematian

(mortalitas), angka perbandingan orang sakit (mordibitas) yang tinggi serta

seringnya terjadi endemi di tempat-tempat dimana hygiene dan sanitasi

lingkungan buruk.

Pengertian sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah

usaha mengendalikan dari semua faktor-faktor fisik manusia yang menimbulkan

Page 10: Skripsi Revisi

10

hal-hal yang telah mengikat bagi perkembangan fisik kesehatan dan daya tahan

tubuh.

Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis sosial,

dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang

berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau

dihilangkan.

Sanitasi lingkungan lebih menekankan pada pengawasan pengendalian

atau kontrol pada faktor lingkungan manusia, sebagaimana ditemukan oleh WHO

ada 7 (tujuh) kelompok ruang kesehatan lingkungan yaitu :

1. Problem air.

2. Problem barang atau benda sisa atau bekas seperti air limbah kotoran manusia

dan sampah.

3. Problem makanan dan minuman.

4. Problem perumahan dan bangunan lainnya.

5. Problem pencemaran udara, air dan tanah.

6. Problem pengawan anthropoda dan rodiatis.

7. Problem dengan kesehatan kerja.

8. Hubungan Lingkungan Dengan Faktor Penyakit6,7.

Beberapa masalah lingkungan yang berhubungan dengan faktor

penyakit adalah

1. Perubahan lingkungan fisik oleh kegiatan pertambangan, membangun

perumahan dan industri yang mengakibatkan timbulnya tempat berkembang

biaknya faktor penyakit.

2. Pembangunan bendungan akan beresiko berkembang biaknya faktor penyakit.

3. Sistem penyediaan air dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh

penduduk sehingga masih diperlukan conteiner untuk penampungan

penyediaan air.

4. Sistem drainase permukiman dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat

sehingga menjadi tempat perindukkan penyakit.

5. Sistem pengelolahan sampah yang belum memenuhi syarat menjadikan

sampah sarang faktor penyakit.

Page 11: Skripsi Revisi

11

6. Perilaku sebagian masyarakat dalam pengelolaan lingkungan yang sehat,

nyaman dan aman masih belum memadai.

7. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian faktor

penyakit secara kimia beresiko timbulnya keracunan dan pencemaran

lingkungan13.

2. 1. 8. 1 Ketersediaan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan yang sangat esensial bagi manusia, karena

didalam tubuh manusia air berkisar 50-70% dari seluruh berat badan. Dan

kebutuhan manusia akan air setiap hari minimal 1, 5-2 liter untuk diminum, sebab

jika munusia kekurangan air maka akan menyebabkan kematian.

a. Syarat air bersih

Mutu atau kualitas air minum, merupakan syarat mutlak untuk air

agar dapat diminum dengan aman tanpa mengganggu kesehatan. WHO telah

memberi petunjuk mengenai hal ini. Negara-negara yang belum mempunyai

standar kualitas air minum dianjurkan mengacu pada petunjuk dari WHO

tersebut. Standar kualitas air minum tersebut meliputi standar fisika, kimia,

mikrobiologis, dan radioaktifitas.

Persyaratan kualitas air minum berdasarkan Peraturan Menteri

Kesahatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tanggal 19 April 2010 yaitu14 :

Tabel 2.1 Permenkes 2010

No Jenis Parameter SatuanKadar maksimum

yang diperbolehkan

1Parameter yang berhubungan langsung kesehatana. Parameter Mikrobiologi

1) E.ColiJumlah

per 100 ml sampel

0

2) Total Bakteri KoliformJumlah

per 100 ml sampel

0

b. Kimia an-organik1) Arsen mg/l 0,012) Fluorida mg/l 1,53) Total Kromium mg/l 0,05

Page 12: Skripsi Revisi

12

4) Kadmium mg/l 0,0035) Nitrit, (Sebagai NO2-) mg/l 36) Nitrat, (Sebagai NO3-) mg/l 507) Sianida mg/l 0,078) Selenium mg/l 0,01

2Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatana. Parameter Fisik

1) Bau Tidak Berbau2) Warna TCU 153) Total zat padat terlarut

(TDS)mg/l 500

4) Kekeruhan NTU 55) Rasa Tidak berasa6) Suhu ˚C Suhu udara ± 3

b. Parameter Kimiawi1) Aluminium mg/l 0,22) Besi mg/l 0,33) Kesadahan mg/l 5004) Khlorida mg/l 2505) Mangan mg/l 0,46) pH 6,5-8,5

Secara singkat syarat fisik air minum ialah jernih, tidak berwarna, tak

berasa dan tak berbau. Syarat kimia, tidak boleh mengandung bahan-bahan

kimia yang dapat membahayakan kesehatan. Pertama bahan beracun, kedua

kandungan mineral dalam air tidak boleh melebihi kadar yang telah

ditentukan. Syarat mikrobiologis, yakni bahwa air minum tidak boleh

mengandung jasad renik yang berbahaya. Sebagai petunjuk atau standar

mengenai syarat mikrobiologis atau bakteriologis air minum ini ada tidaknya

bakteri Escherichia coli. Mengapa E. coli dijadikan standar, tidak lain

karena :

1. Bakteri ini selalu terdapat dalam tinja manusia.

2. Tinja manusia merupakan media penyebaran beberapa jenis bakteri

pathogen terutama bila tinja berasal dari karier penyakit tertentu.

3. E.coli paling tahan terhadap pemanasan biasa.

Air minum tidak boleh mengandung bakteri pathogen maupun

nonpatogen meskipun tidak menyebabkan penyakit, tetapi seringkali dalam

jumlah berlebihan dapat mempengaruhi rasa, bau, estetis, dan lain-lain.

Page 13: Skripsi Revisi

13

Jasad renik nonpatogen ini disamping seperti yang disebutkan diatas, dapat

pula mempengaruhi proses pengolahan air tertentu, umpamanya adanya

ganggang berlebihan dapat menyebabkan tersumbatnya saringan pasir (sand

filter). Bakteri besi (iron bacteri) dapat menyebabkan gangguan pada

saringan-saringan pompa.

Sebagai patokan bakteri saprofit (tidak patogen), tidak boleh lebih

dari 100/ml air. Untuk syarat radioaktifitas, maka air tidak boleh

mengandung bahan-bahan radioaktifitas yang dapat memberikan emisi atau

radiasi demikian rupa sehingga membahayakan kesehatan.

b. Penyakit Yang Berhubungan Dengan Air

Secara garis besar penyakit yang sehubungan air dilihat dari cara

penularannya dapat digolongkan menjadi 5 macam :

1. Water-borne infections

Bibit penyakit patogen yang berada dalam air, terminum atau minum

manusia. Bila orang berenang atau mandi di kolam atau di sungai,

mungkin air yang mengandung kuman terminum. Bisa juga air minum

yang mengandung kuman patogen terminum. Contoh penyakit ini adalah

tifus, kolera, disentri, hepatitis infectosa, dan berbagai bakteri penyebab

diare.

2. Water-washed infections

Cara ini berkaitan dengan kebersihan cuci-mencuci. Baik mencuci

pakaian dan lain-lain, maupun mencuci peralatan makan minum, pendek

kata peralatan dapur. Air untuk mencuci, meskipun tidak sebersih air

minum, namun dapat dipertanggung jawabkan mutunya, sedemikian

rupa hingga tidak mengandung bibit penyakit berbahaya. Dalam hal ini

berdasarkan penelitian Saunders dan Warford, yang cukup penting

adalah tersedianya air yang cukup banyak. Kedua peneliti tersebut

berhasil menunjukkan penurunan angka penyakit diare terutama

Shigellosis sebagai akibat tersedianya air yang cukup banyak, bagi

keperluan cuci mencuci ini13.

Page 14: Skripsi Revisi

14

3. Water based infections

Dalam siklusnya penyakit ini memerlukan host (penjamu). Penjamu

perantara ini hidup didalam air. Contoh yang umum penyakit ini adalah

Schistosomiasis. Larva Schistosomiasis hidup didalam keong-keong air.

Pada waktunya larva ini berubah menjadi cercaria (serkaria, yakni

stadium tempayak nematode dalam bentuk berekor). Bila ada orang

menginjakkan kaki di air yang ditinggali keong tersebut, maka serkaria

bias menembus kulit. Orangpun akan terjangkit penyakit

Schistosomiasis ini. Keong jenis ini bias hidup di sawah, rawa, juga

sungai.

4. Infeksi karena vektor serangga yang hidup di air atau air sebagai

perindukan serangga penular penyakit

Contohnya ialah, penyakit malaria oleh nyamuk malaria, demam

berdarah (Dengue haemorrhagic fever) disebabkan oleh virus yang

ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit demam kuning (yellow

fever) penyebabnya virus melalui nyamuk Aedes Aegypti pula. Penyakit

filariasis (elephantiasis) penyebabnya cacing Filaria bancrofti atau

Filaria malayi, yang ditularkan oleh nyamuk Culex fatigans.

5. Infeksi terutama karena sanitasi yang buruk

Jenis ini terutama parasit cacing. Cacing tambak, cacing gelang dan

penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja seperti kolera, tifus dan

lain-lain13.

c. Sumber dan Karakteristik Air Bersih

1.   Sumber Air Bersih

Beberapa air bersih yang dapat digunakan untuk kepentingan

aktivitas dengan ketentuan harus yang memenuhi syarat yang sesuai dari

segi konstruksi sarang pengolahan, pemeliharaan dan pengawasan

kualitasnya, urutan sumbernya air bersih kemudahan pengolahan dapat

berasal dari :

a. Perusahaan air minum

b. Air tanah (sumur pompa, sumur bor, dan artesis)

Page 15: Skripsi Revisi

15

c. Air hujan.

2. Karakteristik Sumber air

a. Perusahaan air minum (PAM) dari segi kualitas relativ sudah

memenuhi syarat (fisik, kimia, dan bakteriologis).

b. Air tanah : mutu air sangat dipengaruhi keadaan geologis setempat.

c. Air hujan : biasanya bersifat asam, CO2 bebas, tinggi, mineral

rendah, kesadaran rendah13.

2. 1. 8. 2 Pengelolaan Sampah

Menurut definisi WHO, sampah adalah sesuatu yang

digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang

yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan

sendirinya.13

Menurut kasnoputranto, bahwa sampah adalah suatu bahan atau

benda padat yang terjadi karena hubungan dengan aktivitas manusia

sudah tidak dipakai lagi,ctidak disenangi dan dibuang dengan cara

saniter. Banyak para ahli-ahli mengajukan batasan-batasan lain, tapi

pada umumnya mengandung prinsip yang sama, yaitu :

a. Adanya suatu benda atau zat padat atau bahan

b. Adanya hubungan langsung atau tidak langsung dengan aktivitas

manusia

c. Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi, tak disenangi dan

dibuang dalam arti pembuangan dengan cara yang diterima oleh

umum.

d. Berdasarkan jenis-jenis sampah dapat dibagi menjadi berbagai

jenis, antara lain :

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung dimana sampah dibagi

menjadi:

a. Sampah anorganik adalah sampah yang umumnya tidak

dapat membusuk misalnya logam atau besi, pecahan seng

dan plastik.

Page 16: Skripsi Revisi

16

b. Sampah organik adalah sampah yang ada umunya dapat

membusuk, misalnya sisa-sisa makanan, daun-daunan,

buah-buahan dan sebagainya.

2. Berdasarkan dapat tidaknya terbakar

a. Sampah yang mudah terbakar misalnya kertas, karet, kayu,

plastik, kain bekas dan sebagainya.

b. Sampah yang tidak dapat terbakar, isinya kaleng-kaleng,

besi-besi dan sebagainya.

3. Berdasarkan karakteristik sampah

a. Garbage adalah sisa-sisa pengolahan atau makanan yang

sudah membusuk.

b. Rubbish adalah bahan-bahan sisa pengolahan yang sukar

membusuk. Rubbish ini ada yang mudah terbakar seperti

kayu, kertas dan ada yang tidak dapat terbakar seperti

kaleng, besi dan sebagainya13.

Ada tiga hal pokok yang perlu dperhatikan dalam pengolahan

sampah antara lain : (1) Harus ditutup sehingga tidak menjadi tempat

bersarangnya serangga atau binatang-binatang lainnya seperti tikus,

lalat dan kecoa. (2) Pengangkutan atau pengumpulan sampah

(colection) atau sampah ditampung dalam tempat sampah sementara

dikumpul kemudian diangkut dan dibuang. Pada pengumpulan dan

pengangkutan sampah dapat dilakukan perorangan, pemerintah dan

swasta10.

2. 1. 8. 3 Pengelolaan Air Limbah

Menurut Metcalfn dan Eddy Air limbah adalah kombinasi dari cairan dan

sampah, sampah cair berasal dari daerah pemukiman, perkotaan dan industri

bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.

Azrul Azwar mendefinisikan air limbah adalah kotoran air bekas atau air

bekas tidak bersih yang mengandung berbagai zat yang membahayakan

Page 17: Skripsi Revisi

17

kehidupan manusia dan hewan lainnya yang muncul karena hasil perbuatan

manusia.

a. Sumber air limbah

Dalam sehari-hari sumber air limbah yang dikenal adalah :

1. Air limbah  yang berasal dari rumah tangga (domestic sewage)

2. Air limbah yang berasal dari perusahan (comersial waste) seperti dari

hotel dan restoran.

3. Air limbah yang berasal dari industri (industrial waste) misalnya dari

pabrik tekstil, tembaga dan industri makanan.

4. Air limbah yang berasal dari sumber lain seperti air hujan yang

bercampur dengan air comberan.

b. Syarat-syarat sarana pembuangan air limbah.

Sasaran pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air bersih

2. Tidak menimbulkan genangan air

3. Tidak menimbulkan bau

4. Tidak menimbulkan tempat berlindung dan tempat berkembang biak

nyamuk dan serangga lainnya13.

c. Karakteristik air limbah

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan

menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari

lingkungan hidup. Secara garis besar, karakteristik air limbah digolongkan

menjadi :

1. Fisik

Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-

bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya

berwarna suram seperti kerutan sabun, berbau, kadang-kadang mengandung

sisa-sisa kertas berwarna, cucian beras dan sayur dan sebagainya.

Page 18: Skripsi Revisi

18

2. Kimiawi

Air bangunan mengandung zat-zat kimia oraganik yang berasal dari

air bersih yang bercampur dengan bermacam-macam zat organik berasal

dari pancuran tinggi urin dan sampah-sampah dan lain sebagainya.

3. Bakteriologis

Kandungan bakteri patogen dan organisme terdapat juga dalam air

limbah tergantung darimana sumbernya namun keduanya tidak berperan

dalam proses pengolahan air limbah13.

Air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan

berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, antara

lain:

a. Menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit terutama

kolera, typhus abdominalis, dan disentri baciler.

b. Menjadi media berkembangnya mikroorganisme patogen.

c. Menjadi tempat berkembangnya nyamuk atau tempat hidup larva

nyamuk.

d. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan

hidup lainnya.

e. Gangguan terhadap kesehatan

Sesuai dengan zat-zat yang terkandung dalam sisa limbah bila air

limbah tidak dikelolah maka akan menyebabkan gangguan kesehatan

masyarakaat dan lingkungan hidup antara lain :

a. Menjadi transmisi atau media penyerangan sebagai penyakit terutama

kolera, typus abdominalis, disentri bakteri.

b. Menjadi tempat berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.

c. Menjadi tempat berkebang biaknya nyamuk atau tempat hidup virus

nyamuk.

d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta bau yang tidak sedap.

e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan

hidup lainnya.

Page 19: Skripsi Revisi

19

f. Mengurangi produktivitas manusia karena orang bekerja dengan tidak

nyaman dan Sebagainya13.

2. 1. 8. 4 Ketersediaan Jamban Keluarga

Jamban keluarga adalah suatu yang dikenal dengan WC dimana

digunakan untuk membuang kotoran manusia atau tinja dan urine bila mana

pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan berbagai

penyakit saluran pencernaan seperti diare, cholera.

Syarat pembuangan kotoran yang baik ialah :

a. Tidak mengkontaminasi tanah.

b. Tidak mengkontaminasi air tanah.

c. Tidak mengkontaminasi air permukaan.

d. Tidak dapat dicapai berbagai hewan seperti lalat, kecoak, tikus dan lain-lain.

e. Tidak menyebabkan bau yang mengganggu estetis.

f. Pengangkutan dalam bentuk segar harus dihindari13.

Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan

hal-hal sebagai berikut :

1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, bangunan jamban terlindungi dari panas

dan hujan, serangga dan binatang lain, terlindung dari pandangan orang.

2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak

yang kuat dan sebagainya.

3. Bangunan jamban sedapat mungkin tersedia alat pembersihan seperti air atau

kertas pembersihan13.

Adapun berikut ini macam-macam jenis jamban adalah sebagai berikut:

a. Pit Privy (Jamban lubang gali atau jamban plung)

Jamban ini berupa lubang didalam tanah. Diameter umumnya 60 – 120

cm. kedalaman mulai dari 2,5 sampai beberapa meter. Dinding batubata atau

disemen. Bila sudah mencapai ketinggian 50 cm, tinja ditimbun tanah.

Ditunggu sekitar 10 bulan, akan berubah komposisinya, sehingga dapat

dipakai pupuk.

Page 20: Skripsi Revisi

20

Untuk menghindari nyamuk, tiap beberapa hari bias disiram minyak

tanah. Dan kapur barus (kamfer) dapat dipakai menghilangkan bau.

b. Aqua privy (Jamban cubluk berair)

Proses pembusukan dalam jamban ini memakai air. Oleh karena itu harus

banyak disiram air. Bila air hamper penuh dapat dialirkan ke seepage pit

(sumur resapan), sistem roil atau cess pool. Seperti telah diterangkan di depan,

sebenarnya ceespoll adalah guna pembuangan limbah cair yang umumnya

bukan dari pembuangan tinja.

Pada sistem riool haruslah dialirkan pada suatu terminal berupa sistem

pengolahan limbah organic lembut, termasuk tinja, demikian rupa, sehingga

hasil proses adalah gas metan dan pupuk.

c. Angsa – trine atau water-sealed latrine

Yang penting pada bentuk jamban ini adalah closetnya, yang menyerupai

leher angsa, demikian rupa bentuknya sehingga air selalu menggenang dileher

angsa ini. Guna air tersebut ialah guna menyumbat agar bau tidak menyebar.

Meskipun di daerah pedesaan leher angsa masih dikombinasikan dengan

jamban plung, namun sebaiknya, leher angsa dikombinasikan dengan sistem

septic-tank dan peresapan.

d. Bucket latrine

Tinja ditampung pada tempat khusus dari semacam bejana, untuk

kemudian dibuang ketempat semestinya. Ini umum dilakukan dirumah sakit

bagi pasien yang tidak bisa buang hajat ke jamban.

e. Bore-hole latrine

Sama dengan jamban cubluk, tetapi lebih kecil, karena hanya untuk

sementara sekali dipakai. Missal di pemukiman sementara.

f. Overhung latrine

Jamban yang dibuat di rawa, kolam, dan sungai.

g. Trench latrine

Tempat membuang tinja dengan menggali tanah sedikit, kemudian

setelah dipakai buang tinja ditimbun.

Page 21: Skripsi Revisi

21

h. Chemical toilet

Tinja ditampung di suatu bejana terbuat dari logam yang telah diisi

dengan coustic soda, NaOH, sulit untuk menghubungkan dengan sistem

saluran air atau air yang terbatas. Pembersihannya memakai toilet.

Umumnya digunakan pada pesawat terbang, bus atau tempat lain yang

khusus. Fungsi caustic soda sebenarnya disamping penghancur juga

desinfectans13.

Page 22: Skripsi Revisi

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

3.1 Landasan Teori

Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal

(dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (diluar diri manusia). Faktor

internal inipun terdiri dari faktor fisik dan psikis. Demikian pula faktor eksternal,

terdiri dari berbagai faktor antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik,

politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor

yang mempengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, masyarakat

dikelompokkan menjadi 4 (Blum, 1974), berturut-turut besarnya pengaruh

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan (environment), yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya,

politik, ekonomi, dan sebagainya.

b. Perilaku (behavior)

c. Pelayanan kesehatan (health servica)

d. Keturunan (herediter)

Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri

sendiri, namun masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor

lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi

perilaku, dan perilaku sebaliknya juga mempengaruhi lingkungan, dan perilaku

juga mempengaruhi pelayanan kesehatan, dan seterusnya. Melihat keempat faktor

pokok yang mempengaruhi kesehatan masyarakat tersebut, maka dalam rangka

memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hendaknya intervensi juga

diarahkan kepada empat faktor tersebut. Dengan kata lain, kegiatan atau upaya

kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi 4 (empat), yakni intervensi

terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan herediter15.

22

Page 23: Skripsi Revisi

23

Gambar 3.1 Teori Blum tahun 1974 15

3.2 Kerangka Konsep

Keterangan:

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Sanitasi lingkungan sangat berperan penting terhadap kejadian diare yang

terjadi di masyarakat. Sanitasi lingkungan merupakan status kesehatan suatu

lingkungan yang mencakup perumahan, pengelolaan air limbah, penyediaan air

bersih, penyediaan jamban keluarga, serta pengelolaan sampah di sekitar

Pengelolaan SampahSanitasi Lingkungan

Baik

anorganik

Pengelolaan Air LimbahKetersediaan Sumber Air Bersih

Menurunkan Kejadian Diare

Kimia

Jamban Leher Angsa

Jamban Plung

Jamban Cubluk Berair

Bakteriologis

Fisik

organik

Ketersediaan Jamban Keluarga

Standar Mikrobiologi

Standar Kimia

Standar Fisik

Page 24: Skripsi Revisi

24

lingkungan rumah. Hal tersebut bisa mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat

khususnya kejadian diare yang terjadi di masyarakat.

Ketersediaan sumber air bersih dapat dilihat baik secara standar fisik,

standar kimia, maupun standar bakteriologis, untuk mengetahui bagaimana air

minum yang layak untuk di konsumsi. Pengelolaan sampah yang baik juga dapat

mempengaruhi standar kesehatan seseorang. Sampah sendiri dipisah berdasarkan

zat kimia yang terkandung menjadi sampah organik dan sampah anorganik.

Air limbah yang berasal dari kehidupan sehari-hari, misalnya air limbah

rumah tangga bekas mencuci, dapat dilihat dari sisi fisik, kimiawi, maupun

bakteriologis.

Jamban keluarga juga merupakan hal yang memenuhi standar kesehatan

sekarang, jenis jamban yang sering digunakan masyarakat dalam kehidupan

sehari-hari yaitu berupa jamban cubluk, jamban lubang gali, maupun jamban leher

angsa yang dikombinasikan dengan sistem septi-tank dan peresapan.

Hal-hal ini berkaitan dengan sanitasi lingkungan dalam kehidupan sehari-

hari dan memungkinkan bisa mempengaruhi kesehatan masyarakat sala satunya

terkena penyakit diare.

3.3 Hipotesis

H1 : - Ada hubungan antara ketersediaan sumber air bersih dengan

kejadian penyakit diare.

- Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian

penyakit diare.

- Ada hubungan antara pengelolaan air limbah dengan kejadian

penyakit diare.

- Ada hubungan antara ketersediaan jamban keluarga dengan

kejadian penyakit diare.

- Ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian

penyakit diare.

Page 25: Skripsi Revisi

25

H0 : - Tidak ada hubungan antara ketersediaan sumber air bersih dengan

kejadian penyakit diare.

- Tidak ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian

penyakit diare.

- Tidak ada hubungan antara pengelolaan air limbah dengan kejadian

penyakit diare.

- Tidak ada hubungan antara ketersediaan jamban keluarga dengan

kejadian penyakit diare.

- Tidak ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian

penyakit diare.

Page 26: Skripsi Revisi

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Berdasarkan waktu

pelaksanaannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian cross-sectional.

Cross sectional adalah rancangan suatu studi epidemiologi yang mempelajari

hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status

paparan dan penyakit, secara serentak pada individu-individu dari populasi

tunggal, pada suatu saat atau periode. Keuntungan dari penelitian cross sectional

adalah mudah, ekonomis, hasilnya cepat di peroleh, dapat meneliti banyak

variabel sekaligus, kemungkinan subjek drop out kecil, tidak banyak hambatan

etik, dapat sebagai dasar penelitian selanjutnya, dan untuk mengetahui prevalensi

penyakit16.

4.2 Populasi Penelitian

Populasi target : Seluruh balita yang ada di kota Palangka Raya

Populasi terjangkau : Balita yang berada di wilayah kerja puskesmas

Kayon kecamatan Jekan Raya, kota Palangka Raya

tahun 2014

4.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian ini adalah dari populasi terjangkau yaitu balita yang berada

di wilayah kerja puskesmas Kayon yang didapat melalui proses pengambilan

sampel. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan simple

random sampling.

4.4 Estimasi Besar Sampel

Estimasi besar sampel yang digunakan pada populasi ini diperoleh melalui

perhitungan dengan rumus16 :

26

Page 27: Skripsi Revisi

27

Keterangan :

n : besar sampel

Zα : 1,96

P : proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari. Jika tidak

diketahui, maka makna P = 0,50

d : tingkat ketepatan absolut yang ditetapkan (d = 0,1)

a : tingkat kemaknaan yang ditetapkan (a = 1,96)

Q : 1 – P = 1 – 0,5 = 0,5

Berdasarkan rumus diatas maka didapatkan hasil untuk jumlah

sampel yaitu :

Untuk mengantisipasi kriteria drop out dan data yang tidak lengkap, maka

jumlah sampel ditambah 10% sehingga jumlah sampel menjadi 96 + 9,6 = 106.

Dicukupkan 110 untuk memenuhi kriteria jumlah sampel minimal pada

rancangan penelitian cross sectional16.

4.5 Kriteria Pemilihan

a. Kriteria inklusi

- Balita usia 1-5 tahun

- Tinggal di wilayah kerja puskesmas Kayon pada bulan Februari – April

2014

- Pasien terkontrol di wilayah kerja puskesmas Kayon

- Orang tua balita bersedia menjadi responden

Page 28: Skripsi Revisi

28

b. Kriteria ekslusi

- Sakit mendadak

- Meninggal

- Tidak berada di tempat atau keluar kota

4.6 Variabel Penelitian

a. Variabel bebas : Sanitasi lingkungan (Ketersediaan Air Bersih,

Pengelolaan Sampah, Pengelolaan Air Limbah,

Ketersediaan Jamban Keluarga)

b. Variabel terikat : Kejadian diare pada balita

4.7 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi

operasional

Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

Sanitasi

Lingkungan

Status kesehatan

yang dinilai

melalui

Ketersediaan Air

Bersih,

Pengelolaan

Sampah,

Pengelolaan Air

Limbah, serta

Ketersediaan

Jamban Keluarga

Checklist Observasi Jumlah

skor 14,

jika hasil

observasi

dijawab ya

Rasio

- Ketersediaan

Air Bersih

Asal/jenis air

yang digunakan

atau dikonsumsi

untuk kehidupan

sehari-hari,

dilihat dari

Kuesioner

dan

Checklist

Wawancara

dengan

orangtua

dan

observasi

Jumlah

skor 8,

jika

dijawab ya

Rasio

Page 29: Skripsi Revisi

29

terlindunginya

sumber air dari

mikroorganisme.

- Pengelolaan

sampah

Pembuangan

sampah yang

dilakukan oleh

masyarakat

ditempat

pembuangan

akhir.

Kuesioner

dan

Checklist

Wawancara

dengan

orangtua

dan

Observasi

Jumlah

skor 5,

jika

dijawab ya

Rasio

- Pembuangan

Air Limbah

Cara mengelola

air limbah rumah

tangga yang

dibuang ke

lingkungan atau

selokan

Kuesioner

dan

Checklist

Wawancara

dengan

orangtua

dan

Observasi

Jumlah

skor 5,

jika

dijawab ya

Rasio

- Ketersediaan

Jamban

Keluarga

Kebersihan dan

kesesuaian bentuk

jamban yang

berbentuk seperti

leher angsa.

Kuesioner

dan

Checklist

Wawancara

dengan

orangtua

dan

Observasi

Jumlah

skor 8,

jika

dijawab ya

Rasio

Diare Suatu keadaan

dimana terjadi

buang air besar

cair atau mencret

dengan frekuensi

lebih dari tiga kali

dalam sehari dan

menitik beratkan

pada konsistensi

tinja dari pada

menghitung

frekuensi berak..

Kuesioner Wawancara

terstruktur

dengan

orangtua

a. Diare = 1

b. Tidak

diare = 0

Nominal

Page 30: Skripsi Revisi

30

4.8 Bahan dan Alat Penelitian

Alat dan bahan yang diperlukan yaitu Kuesioner, Checklist, Alat Tulis, Rekam

medik data dinas kesehatan serta Software SPSS untuk pengolahan data.

4.9 Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Kuesioner yaitu untuk mengetahui karakteristik responden melalui usia dan

jenis kelamin balita, serta keadaan lingkungan pada balita dalam satu minggu.

b. Rekam medik berupa daftar balita di wilayah kerja puskesmas Kayon

kecamatan Jekan Raya tahun 2013.

4.10 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan tahap-tahap sebagai berikut:

a. Mengambil data sekunder berupa data kejadian diare kota Palangka Raya

di Dinas Kesehatan kota Palangka Raya dan data kejadian diare di wilayah

kerja puskesmas Kayon di puskesmas Kayon.

b. Memberi tanda pada rumah yang akan disurvei (dipilih secara random

sampling).

c. Melakukan survey dengan penyebaran kuesioner dan observasi.

d. Setelah data didapatkan, langkah selanjutnya adalah pengolahan dan

analisis data.

e. Pada tahap akhir akan dilakukan pembuatan laporan hasil penelitian.

4.11 Cara Pengolahan Data dan Analisis Data

a. Manajemen data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data kemudian

diteliti ulang dan diperiksa ketepatan dan kesesuaian jawaban serta

kelengkapan, kemudian dilakukan pengolahan data dengan tahap sebagai

berikut :

Page 31: Skripsi Revisi

31

1. Editing (pemeriksaan)

Editing adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan

responden. Dilakukan pengecekan ulang tehadap hasil kuesioner yang

telah di isi untuk mengkaji dan meneliti apakah ada ketidaksesuaian dalam

pengisian kuesioner oleh responden. Editing dilakukan langsung ketika

hasil kuesioner ada ditangan peneliti.

2. Scoring (penilaian)

Yaitu dilakukan dengan memberikan nilai pada setiap jawaban

responden pada setiap butir pertanyaan kuesioner, jika jawaban ya, maka

akan diberi nilai 1 dan jika jawaban tidak, akan diberi nilai 0. Jumlah total

skor yang terkumpul jika semua jawaban ya akan dibagi dengan jumlah

total skor, kemudian dikali 100%. Perhitungan dalam scoring dapat

dihitung dengan rumus :

Keterangan:

p = persentase

B = nilai yang diperoleh

N = frekuensi total keseluruhan

Setelah persentase diketahui, kemudian hasilnya dikategorikan

menurut dengan kriteria sebagai berikut:

a. Sanitasi Lingkungan baik apabila nilai persentasenya 76% - 100%

b. Sanitasi Lingkungan tidak baik apabila nilai persentasenya < 75%

3. Coding (pengkodean)

Memberikan kode pada jawaban kuesioner dengan memberikan

angka nol atau satu pada data untuk memudahkan dalam memasukkan data

ke program komputer.

4. Data Entry (pemasukan data)

Data yang telah diperoleh dimasukkan ke dalam lembar kerja di

komputer dengan menggunakan program SPSS untuk analisis lanjut.

Page 32: Skripsi Revisi

32

5. Cleaning

Dilakukan analisis data awal dengan mulai menggolongkan,

mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga mudah untuk dibaca

dan diinterpretasikan.

6. Tabulating (tabulasi)

Data-data hasil penelitian yang telah dianalisis dengan program

komputer dimasukkan ke dalam tabel-tabel sesuai kriteria yang telah

ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah ditentukan skornya.

b. Analisis data

Data yang telah dikumpulkan akan di analisis dengan menggunakan

program SPSS. Analisis data akan dilakukan dengan dua tahap, yaitu:

1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan

proporsi setiap variabel baik independen atau dependen.

2. Analisis Bivariat (crosstab)

Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi square dengan tingkat

kepercayaan 95% (α=0,05) untuk mengetahui hubungan yang signifikan

antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat. Dasar

pengambilan hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat signifikansi

(nilai p), yaitu :

a. Jika nilai p ≤ 0,05 maka hipotesis penelitian diterima

b. Jika nilai p ≥ 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak

4.12 Tempat Dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja

puskesmas Kayon, kecamatan Jekan Raya, kota

Palangka Raya.

Waktu penelitian : Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari –

April 2014.

Page 33: Skripsi Revisi

33

4.13 Etika Penelitian

1. Information for consent

Information for consent merupakan informasi mengenai penelitian yang

bertujuan agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, serta mengetahui dampaknya.

2. Informed consent (persetujuan menjadi subjek)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian setelah responden mendapatkan informasi

mengenai penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasian

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian.

4. Anonimity (tanpa nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara

tidak memberikan atau mencamtumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.

Page 34: Skripsi Revisi

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Puskesmas Kayon didirikan pada Tahun 1985 dan terletak di Jalan

Garuda IV dengan bangunan permanen. Pada bulan Agustus Tahun 2005,

berdasarkan kebijakan Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya dan

Kepala Puskesmas Kayon dengan memperhatikan tuntutan kebutuhan

masyarakat dan mempermudah jangkauan masyarakat ke tempat

pelayanan dari segi geografi dan transfortasi yang strategis maka gedung

Puskesmas Kayon pindah lokasi dari Jl. Garuda IV ke Jl. Rajawali no. 35

dengan bertukar tempat dengan Gedung Farmasi Dinas Kesehatan Kota

Palangka Raya. Luas tanah 1.200 m2 dan luas bangunan 298 m2.

Berdasarkan SK Walikota Palangka Raya No. 48 pada bulan Juli

Tahun 2012, Puskesmas Kayon dirubah nama menjadi Unit Pelaksana

Teknis Dinas Puskesmas Kayon. Secara teknis wilayah kerja Puskesmas

Kayon berada di 2 (dua) kelurahan pada Kecamatan Jekan Raya yaitu

Kelurahan Palangka dan Kelurahan Bukit Tunggal.

B. Analisis Univariat

1. Umur Ibu

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Umur Ibu

Umur Ibu N %<25 tahun 8 7,3

25 - 35 tahun 94 85,5

>35 tahun 8 7,3

Total 110 100

Dari tabel 5.1 memperlihatkan bahwa umur responden terbagi atas

3 kelompok, yaitu kurang dari 25 tahun sebanyak 7,3%, umur antara 25-35

tahun sebanyak 85,5% dan umur responden yang lebih dari 35 tahun 7,3%.

34

Page 35: Skripsi Revisi

35

2. Jenis Pekerjaan

Tabel 5.2 Distribusi Jenis Pekerjaan Ibu

Jenis Pekerjaan Ibu N %PNS 39 35,5

IRT 67 60,9

SWASTA 4 3,6

Total 110 100

Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan responden

terbagi menjadi tiga, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 39

(35,5%) orang responden, Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 67 (60,9%)

orang responden dan ibu yang memiliki pekerjaan swasta sebanyak 4

(3,6%) orang responden.

3. Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat Pendidikan Ibu N %

SD 2 1,8

SMP 11 10

SMA 53 48,2

D3 3 2,7

S1 41 37,3

Total 110 100

Pada tabel 5.3 berdasarkan pendidikan terakhir ibu dari total 110

responden memperlihatkan bahwa pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD)

sebanyak 2 (1,8%) orang responden, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 11

(10%) orang responden, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 53 (48,2%)

orang responden, Diploma-3 (D3) sebanyak 3 (2,7%) orang responden, dan

Strata-1 (S1) sebanyak 41 (37,3%) orang responden.

Page 36: Skripsi Revisi

36

4. Jenis Kelamin Balita

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Bayi

Jenis Kelamin N %

Laki – laki 59 53,6

Perempuan 51 46,4

Total 110 100

Selama observasi didapatkan, banyaknya balita yang laki-laki

sebanyak 59 (53,6 %) responden dan balita yang wanita sebanyak 51

(46,4%) responden.

C. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas

dan variabel terikat penelitian. Variabel bebas adalah kejadian diare dan

variabel terikat adalah sanitasi lingkungan yang terbagi atas ketersediaan air

bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, dan ketersediaan jamban

keluarga. Uji statistik yang digunakan yaitu chi-square dan dikatakan

bermakna apabila nilai p <0,05 atau 5% dengan bantuan program SPSS for

windows.

1. Hubungan antara Ketersediaan Sumber Air Minum dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014

Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Ketersediaan Sumber Air Minum dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita

Ketersediaan Sumber Air Bersih

Diare TotalP <

0,05Ya

n %

Tidak

n % n %

Baik 86 78,2 16 14,5 102 92,80,810

Tidak Baik 7 6,4 1 0,9 8 7,2

Total 93 84,6 17 15,4 110 100

Page 37: Skripsi Revisi

37

Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara

ketersediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja

Puskesmas Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari 110

orang balita yang diare memiliki sumber air bersih yang baik sebanyak

86 (78,18%) orang dan yang memiliki sumber air bersih tidak baik

sebanyak 7 (6,36%) orang, sedangkan balita yang tidak diare memiliki

sumber air bersih yang baik sebanyak 16 (1,45%) dan yang memiliki

sumber air bersih tidak baik sebanyak 1(0,9%) sehingga nilai p = 0,810 (p

< 0,05).

2. Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014

Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita

Pengelolaan

Sampah

Diare TotalP <

0,05Ya

n %

Tidak

n % n %

Baik 9 8,2 1 0,9 10 9,10,617

Tidak Baik 84 76,4 16 14,5 100 90,9

Total 93 84,6 17 15,4 110 100

Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan antara

pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja

Puskesmas Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari 110

orang balita yang diare memiliki pengelolaan sampah yang baik

sebanyak 9 (8,18%) orang dan yang memiliki pengelolaan sampah tidak

baik sebanyak 84 (76,36%) orang, sedangkan balita yang tidak diare

memiliki pengelolaan sampah yang baik sebanyak 1(0,9%) dan yang

memiliki pengelolaan sampah tidak baik sebanyak 16 (1,45%) sehingga

nilai p = 0,617 (p < 0,05).

Page 38: Skripsi Revisi

38

3. Hubungan antara Pengelolaan Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014

Tabel 5.7 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Air Limbah dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita

Pengelolaan

Air Limbah

Diare TotalP <

0,05Ya

n %

Tidak

n % n %

Baik 62 56,4 6 5,4 68 61,80,014

Tidak Baik 31 28,2 11 10 42 38,2

Total 93 84,6 17 15,4 110 100

Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara

pengelolaan dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja Puskesmas

Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari 110 orang balita

yang diare memiliki Pengelolaan Air Limbah yang baik sebanyak 62

(56,36%) orang dan yang memiliki Pengelolaan Air Limbah tidak baik

sebanyak 31 (28,18%) orang, sedangkan balita yang tidak diare memiliki

Pengelolaan Air Limbah yang baik sebanyak 6 (5,45%) dan yang

memiliki Pengelolaan Air Limbah tidak baik sebanyak 11( 10%) sehingga

nilai p = 0,014 (p < 0,05).

4. Hubungan antara Ketersediaan Jamban Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014

Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Ketersediaan Jamban Keluarga dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita

Ketersediaan

Jamban

Keluarga

Diare TotalP <

0,05Ya

n %

Tidak

n % n %

Baik 64 58,2 16 14,5 80 72,20,031

Tidak Baik 29 26,4 1 0,9 30 27,3

Total 93 84,6 17 15,4 110 100

Page 39: Skripsi Revisi

39

Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara

kepemilikan jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita diwilayah

kerja Puskesmas Kayon Kota Palangkaraya. Berdasarkan tabel diatas dari

110 orang balita yang diare memiliki jamban keluarga yang baik

sebanyak 64 (58,18%) orang dan yang memiliki jamban keluarga tidak

baik sebanyak 29 (26,36%) orang, sedangkan balita yang tidak diare

memiliki jamban keluarga yang baik sebanyak 16 (1,45%) dan yang

memiliki jamban keluarga tidak baik sebanyak 1(0,9%) sehingga nilai p =

0,031 (p < 0,05).

5. Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014

Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita

Sanitasi

Lingkungan

Diare TotalP <

0,05Ya

n %

Tidak

n % n %

Baik 38 34,54 2 1,82 40 36,360,022

Tidak Baik 55 50 15 13,64 70 63,64

Total 93 84,6 17 15,4 110 100

Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan antara sanitasi

lingkungan dengan kejadian diare pada balita diwilayah kerja Puskesmas

Kayon Kota Palangka Raya. Berdasarkan tabel diatas dari 110 orang

balita yang diare memiliki sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 38

(34,54%) orang dan yang memiliki sanitasi lingkungan yang tidak baik

sebanyak 55 (50%) orang, sedangkan balita yang tidak diare memiliki

sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 2 (1,82%) dan yang memiliki

sanitasi lingkungan tidak baik sebanyak 15(13,64%) sehingga nilai p =

0,022 (p < 0,05).

Page 40: Skripsi Revisi

40

6. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat

Hasil rangkuman analisis bivariat antara hubungan ketersediaan sumber

air bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan air limbah, dan ketersediaan

jamban keluarga dengan kejadian diare pada balita ditampilkan pada table

5.10.

Tabel 5.10 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat antara Hubungan Ketersediaan Sumber Air Bersih, Pengelolaan Sampah, Pengelolaan Air Limbah, dan Ketersediaan Jamban Keluarga, Serta Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya Tahun 2014

No. Variabel Nilai p Hipotesis

1. Ketersediaan sumber air bersih 0,810 Tidak ada hubungan

2. Pengelolaan sampah 0,617 Tidak ada hubungan

3. Pengelolaan air limbah 0,014 Ada hubungan

4. Ketersediaan jamban keluarga 0,031 Ada hubungan

5. Sanitasi Lingkungan 0,022 Ada hubungan

Dari keempat variabel yang diteliti menunjukkan bahwa

ketersediaan air bersih dan pengelolaan sampah keluarga dengan kejadian

diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya

Tahun 2014 tidak memiliki hubungan.

5.2 Pembahasan

A. Analisis Univariat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014. Dari

hasil yang didapat bahwa umur responden terbagi atas 3

kelompok, yaitu kurang dari 25 tahun, umur antara 25-35 tahun

dan umur responden yang lebih dari 35 tahun. Data mengenai usia

responden mayoritas pada usia antara 25 - 35 tahun sebanyak

85,5%.

Page 41: Skripsi Revisi

41

Pada jenis pekerjaan responden sebagian besar merupakan

Ibu Rumah Tangga (IRT) 60,9%. Dengan adanya aktivitas lebih

banyak bersama anak sehingga ibu lebih mudah untuk mengontrol

keseharian anak dalam kegiatan sehari-hari dilingkungan

sekitarnya. Sebagian besar responden ibu rumah tangga ini

mempunyai kesempatan lebih banyak dalam merawat balitanya

dari kejadian sakit termasuk dalam penyakit diare.

Ditinjau dari tingkat pendidikan menunjukkan bahwa

responden masih banyak yang berpendidikan SMA yaitu sebesar

48,2%. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk

menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan baik

jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di

dalam masyarakat dan kebudayaan. Usaha-usaha yang dilakukan

untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tersebut serta

mewariskannya kepada generasi berikutnya untuk dikembangkan

dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses

kehidupan.

Menurut Notoatmodjo, pendidikan kesehatan pada

hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan

pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu

dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat,

kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang

kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut

diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilakunya17.

Menurut Widyastuti, orang yang memiliki tingkat pendidikan

lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan Preventif,

mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki

status kesehatan yang lebih baik18.

Page 42: Skripsi Revisi

42

B. Hubungan antara Ketersediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014

Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa

ketersediaan sumber air bersih tidak memiliki hubungan dengan

kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon

Kota Palangka Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,810. Data

ketersediaan sumber air bersih tergolong terlindungi sebanyak

92,8%. Dari 110 responden penelitian, dengan adanya sumber air

bersih yang terlindungi ini tidak berhubungan dengan kejadian

diare yang terjadi.

Sumber air bersih merupakan salah satu sanitasi yang tidak

kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian

kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fekal oral.

Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut,

cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air

minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panik

yang dicuci dengan air tercemar.

Dari hasil penelitian ini ternyata sebanyak 92,8% telah

menggunakan sumber air yang terlindung sebagai sumber air

utama keluarga. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden,

untuk keperluan minum keluarga, ibu terlebih dahulu memasak air

minum sampai mendidih. Air minum yang telah direbus sampai

mendidih, akan mematikan mikroorganisme yang ada dalam air

tersebut, sehingga tidak menimbulkan penyakit. Untuk keperluan

minum dan memasak sebagian ibu-ibu menampung air tersebut di

tempat penampungan air, tetapi ada sebagian ibu yang langsung

mengambilnya dari kran air. Meskipun air minum tersebut

ditampung di tempat penampungan air dan tertutup, tetapi air

tersebut masih dapat tercemar oleh tangan ibu yang menyentuh air

saat mengambil air. Menggunakan air minum yang tercemar,

dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya diare pada balita.

Page 43: Skripsi Revisi

43

Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat

penyimpanan di rumah, seperti ditampung pada tempat

penampungan air.

C. Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014

Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa

pengelolaan sampah tidak memiliki hubungan dengan kejadian

diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota

Palangka Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,617. Data hasil

pengelolaan sampah yang baik sebanyak 10%. Dari 110

responden penelitian, dengan adanya pengelolaan sampah yang

baik ini tidak berhubungan dengan kejadian diare yang terjadi.

Pengelolaan sampah merupakan salah satu sanitasi yang

tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Yang

dimaksud dengan pembuangan sampah adalah kegiatan

menyingkirkan sampah dengan metode tertentu dengan tujuan

agar sampah tidak lagi mengganggu kesehatan lingkungan atau

kesehatan masyarakat. Ada dua istilah yang harus dibedakan

dalam lingkup pembuangan sampah solid waste (pembuangan

sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir).

Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman

yang perlu diperhatikan adalah penyimpanan setempat dan

pengumpulan sampah. Pada penyimpanan setempat (onsite

storage, harus menjamin tidak bersarangnya tikus, lalat dan

binatang pengganggu lainnya serta tidak menimbulkan bau. Oleh

karena itu persyaratan kontainer sampah harus mendapatkan

perhatian.

Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari

sampah juga tergantung pada pengumpulan sampah yang

diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus

Page 44: Skripsi Revisi

44

kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real

estate misalnya. Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan

sampah ke tempat pengumpulan merupakan jaminan bagi

kebersihan lingkungan pemukiman. Sampah terutama yang

mudah membusuk (garbage) merupakan sumber makanan lalat

dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama

penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis, Cholera.

Diare dan Dysentri.

Terkait permasalahan sampah ini harus diperhatikan

keberadaan vektor lalat. Vektor adalah salah satu mata rantai dari

penularan penyakit. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit

terutama penyakit saluran pencernaan seperti thypus perut, kolera,

diare dan disentri. Sampah yang mudah membusuk merupakan

media tempat berkembang biaknya lalat. Bahan – bahan organik

yang membusuk, baunya merangsang lalat untuk datang

mengerumuni, karena bahan – bahan yang membusuk tersebut

merupakan makanan mereka. Adapun komponen – komponen

dalam sistem pengelolaan sampah yang harus mendapat perhatian

agar lalat tidak ada kesempatan untuk bersarang dan berkembang

biak adalah mulai dari penyimpanan sementara, pengumpulan

sampah dari penyimpanan setempat ke tempat pengumpulan

sampah (TPS), transfer dan transport dan tempat pembuangan

akhir (TPA).

D. Hubungan antara Pengelolaan Air Limbah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014

Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa

pengelolaan air limbah memiliki hubungan dengan kejadian diare

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka

Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,014. Data pengelolaan limbah

sebanyak 61,8%. Dari 110 responden penelitian, dengan adanya

Page 45: Skripsi Revisi

45

pengelolaan limbah berhubungan dengan kejadian diare yang

terjadi.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan

responden, bahwa sebagian pembuangan limbah rumah tangga

tidak sesuai dengan syarat yang ada sehingga anggota keluarga

mudah terkena penyakit, untuk pembuangan limbah setelah

pencucian masih ada yang langsung membuang dibawah rumah

tanpa ada pipa sebagai saluran ataupun selokan yang dibuat

sebagai saluran pembuangan.

Hasil ini sejalan dengan penelitian penelitian Astyani

menemukan bahwa ada hubungan antara pengelolaan air limbah

dengan kejadian diare pada balita dan penelitian Hamzah bahwa

pengelolaan air limbah dengan kejadian diare pada balita di

Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo tahun 201219.

E. Hubungan antara Ketersediaan Jamban Keluarga dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014

Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa

ketersediaan jamban keluarga memiliki hubungan dengan

kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kayon

Kota Palangka Raya tahun 2014 dimana nilai p = 0,031. Data

ketersediaan jamban keluarga sebanyak 72,2%. Dari 110

responden penelitian, dengan adanya ketersediaan jamban

keluarga yang berhubungan dengan kejadian diare.

Menurut Notoatmodjo, syarat pembuangan kotoran yang

memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori air

dipermukaan tanah dan sekitarnya, tidak mengotori air permukaan

disekitarnya, tidak mengotori dalam tanah disekitarnya, kotoran

tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat vector

bertelur dan berkembangbiak17.

Page 46: Skripsi Revisi

46

Hasil penelitian sebelumnya yaitu Zubir et, al

menyimpulkan bahwa tempat pembuangan tinja juga merupakan

sarana sanitasi yang penting dalam mempengaruhi kejadian diare.

Membuang tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi dapat

mencemari lingkungan pemukiman, tanah dan sumber air. Dari

lingkungan yang tercemar tinja berakumulasi dengan perilaku

manusia yang tidak sehat, tidak mencuci tangan dengan sempurna

setelah bekerja atau bermain di tanah (anak-anak), melalui

makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian diare20.

Hasil penelitian Anjar, Jenis tempat pembuangan tinja

dibedakan menjadi jenis jamban sehat dan jenis jamban tidak

sehat. Jenis jamban tidak sehat yaitu jenis jamban tanpa tangki

septik atau jamban cemplung dan rumah yang tidak memiliki

jamban sehingga bila buang air besar mereka pergi ke sungai.

Jenis tempat pembuangan tinja tersebut termasuk jenis tempat

pembuangan tinja yang tidak saniter. Jenis tempat pembuangan

tinja yang tidak memenuhi syarat kesehatan, akan berdampak

pada banyaknya lalat. Sedangkan jenis jamban sehat yaitu jamban

yang memiliki tangki septik atau lebih dikenal dengan jamban

leher angsa21. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian

Wibowo et. al disimpulkan ada hubungan bermakna antara

kejadian diare dengan tempat pembuangan tinja22.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui

masih ada sebagian masyarakat yang belum memiliki jamban

pribadi, sehingga apabila mereka buang air besar mereka

menumpang di jamban umum. Bila dilihat dari perilaku ibu,

masih ada sebagian ibu yang tidak membuang tinja balita dengan

benar, mereka membuang tinja balita ke sungai, atau pekarangan.

Mereka beranggapan bahwa tinja balita tidak berbahaya. Padahal

menurut Depkes, tinja balita juga berbahaya karena mengandung

virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja balita juga dapat

Page 47: Skripsi Revisi

47

menularkan penyakit pada balita itu sendiri dan juga pada orang

tuanya. Selain itu tinja binatang dapat pula menyebabkan infeksi

pada manusia.

Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat digunakan oleh

lalat untuk bertelur dan berkembang biak. Lalat berperan dalam

penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease ), lalat

senang menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang

terbuka, kemudian lalat tersebut hinggap di kotoran manusia dan

hinggap pada makanan manusia.

F. Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014

Hasil analisis data statistik menunjukkan bahwa sanitasi

lingkugan memiliki hubungan dengan kejadian diare pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun

2014 dimana nilai p = 0,022. Data sanitasi lingkungan sebanyak

63,64%, dari 110 responden penelitian, dengan memiliki sanitasi

lingkungan berhubungan dengan kejadian diare yang terjadi.

Untuk data yang didapatkan mengenai sanitasi

lingkungan ini berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama

penelitian, yang meliputi sumber air keluarga, pengelolaan

sampah, pengelolaan air limbah, jamban keluarga. Dari hasil

pengamatan yang dilakukan peneliti dapat terlihat bagaimana pola

hidup dalam keluarga tersebut.

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Stefen dan

Azizah menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara sarana

sanitasi dasar rumah (sarana air bersih, jamban keluarga, saluran

pembuangan air limbah, sarana pembuangan sampah) dengan

kejadian diare pada balita di Desa Bena23.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 48: Skripsi Revisi

48

1. Pada penelitian ini kualitas fisik sumber air minum tidak

diteliti, sumber air minum yang tidak memenuhi syarat fisik

berdasarkan kesehatan dapat menyebabkan terjadinya diare.

Sementara untuk kasus diare yang lebih berperan adalah

kualitas air dari segi mikrobiologisnya. Hal ini disebabkan

karena pemeriksaan secara mikrobiologi lebih mahal dan lama.

2. Sarana pembuangan air limbah (SPAL) juga tidak diteliti dalam

penelitian ini. Apabila jarak pembuangan air limbah <10 meter

dan tidak terbuat dari bahan yang kedap air maka air limbah

tersebut akan meresap kembali menembus kedalam tanah.

Page 49: Skripsi Revisi

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Tidak ada hubungan antara ketersediaan sumber air bersih dengan

kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota

Palangka Raya tahun 2014 dengan nilai p>0,05 (0,810)

2. Tidak ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun

2014 dengan nilai p>0,05 (0,610).

3. Ada hubungan antara pengelolaan air limbah dengan kejadian diare pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014

dengan nilai p<0,05 (0,014).

4. Ada hubungan antara Ketersediaan jamban keluarga dengan kejadian diare

pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun

2014 dengan nilai p<0,05 (0,031).

5. Ada hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare pada

balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kayon Kota Palangka Raya tahun 2014

dengan nilai p<0,05 (0,022).

6.2 Saran

1. Bagi instansi terkait (Puskesmas Kayon)

Hendaknya petugas kesehatan melakukan penyuluhan untuk

memotivasi masyarakat dalam pengadaan dan penggunaan sumber air

minum yang terlindungi, pengunaan lantai yang kedap air dan pemakaian

jamban yang sehat. Upaya penyuluhan dari Dinas Kesehatan dan

Puskesmas hendaknya dilakukan secara terus menerus sampai masyarakat

betul-betul mamahami akibat dari pemakaian sumber air yang tidak

terlindung, pemakaian lantai yang tidak kedap air dan jamban tidak sehat.

49

Page 50: Skripsi Revisi

50

2. Bagi masyarakat

a. Diharapkan lebih meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat,

terutama melakukan tindakan pencegahan terjadinya diare seperti

mencuci tangan sebelum makan dengan sabun.

b. Mengupayakan jamban yang memenuhi syarat sanitasi antara lain

dengan model leher angsa dan memelihara kebersihan tempat

pembuangan tinja, serta tidak membiasakan buang air besar di

sembarang tempat.

Page 51: Skripsi Revisi

51

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya. Profil Kesehatan Kota Palangka

Raya Tahun 2011. Palangka Raya.

2. Dep Kes R.I, Buku Ajar Diare, Pegangan Bagi Mahasiswa , Jakarta :1999,

1-22.

3. Crawford J.M, Kumar V. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. In:

Asroruddin M, Hartanto H, Darmaniah N, editors. Patologi Robbins. Edisi

7. Jakarta: EGC; 2007. 635.

4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007. Jakarta : Departemen Kesehatan RI; 2008

5. Widjaja M. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan

Pustaka;2002. 43-5.

6. Waspadji S, Rachman A.M, Lesmana L.A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid. I. Edisi III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;

2006. 1794-8

7. Widoyono. Epidemiologi, Penularan Pencegahan dan Pemberantasan

Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga; 2008. 93-6

8. Depkes RI. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta:

Depkes RI; 2000

9. Alwi I, Bawazier L.A, Kolopaking M.S, dkk. Prosiding Simposium

Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta:

Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2002. 65-9.

10. Yatim F. Macam-Macam Penyakit Menular Dan Pencegahannya. Jakarta:

Pustaka Populer Obor; 2004. 32.

11. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani W.I, Setiowulan W. Gastroenterologi

Anak. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3.Jakarta: Media Aesculapius.

2009. 470-2

12. Sherwood L. Sistem Pencernaan. Dalam: Yesdelita N, editors. Fisiologi

Manusia. Edisi 6 Jakarta: EGC; 2011. 688-9.

Page 52: Skripsi Revisi

52

13. Machfoedz. Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit.

Yogyakarta: Fitrimaya; 2008. 41-4, 69-79, 107-8, 120-4.

14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor

492/MENKES/PER/IV/2010. Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

2010.

URL : http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK No. 492

ttg Persyaratan Kualitas Air Minum.pdf. 23 Oktober 2014.

15. Notoadmodjo S. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi

2010. Jakarta:Rinerka Cipta; 2010. 19-20.

16. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Edisi 4.

Jakarta: Sagung Seto; 2010. 130.

17. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar.

Jakarta: PT Rineka Cipta; 2003. 35.

18. Widyastuti, P. Epidemiologi Suatu Pengantar. edisi 2. Jakarta : EGC;

2005. 18-9.

19. Astyani, Ninie.Hubungan Sanitasi Makanan dan Lingkungan dengan

Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lepo-Lepo

Kecamatan Baruga Kota Kendari. Jurnal MKMI Vol. 1 No. 2.

20. Zubir, Juffrie M, Wibowo T. 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare

Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains

Kesehatan. Vol 19. No 3. 2006 ISSN 1411-6197 : 319-332.

21. Wulandari A.P. Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktor

Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing

Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen tahun 2009.Surakarta. Skripsi

Sarjana. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2009.

22. Wibowo T, Soenarto S & Pramono D. 2004. Faktor-faktor Resiko

Kejadian Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Berita

Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. 2004: 41-48.

Page 53: Skripsi Revisi

53

23. Tasou SA, Azizah R. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah dan Perilaku

Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Bena Nusa

Tenggara Timur. URL :

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/kesling5a4956b1a1full.pdf. 20

November 2014