sirah nabawiyah: masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

17
AWAL KENABI PROGRAM STU TARBIYAH SEK ILMU A MAKALAH SIRAH NABAWIYAH Tentang IAN SAMPAI MENJELANG HIJRAH KE Disusun oleh: Dia Mawarni : 20141820 Samrah : 20141873 Fitra Azila Wati : 20141976 Dosen Pembimbing: Drs. H. SUHEFRI, M.Ag UDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI KOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGE AL-QURAN (STAI-PIQ) SUMATERA BAR 2014 M/ 1435 H E MADINAH I) JURUSAN EMBANGAN RAT

Upload: pausil-abu

Post on 06-Jul-2015

1.567 views

Category:

Education


4 download

DESCRIPTION

Berbagi Kajian Ilmiah

TRANSCRIPT

Page 1: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

AWAL KENABIAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN

ILMU AL

MAKALAH

SIRAH NABAWIYAH

Tentang

AWAL KENABIAN SAMPAI MENJELANG HIJRAH KE MADINAH

Disusun oleh:

Dia Mawarni : 20141820

Samrah : 20141873

Fitra Azila Wati : 20141976

Dosen Pembimbing:

Drs. H. SUHEFRI, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) JURUSAN

TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN

ILMU AL-QURAN (STAI-PIQ) SUMATERA BARAT

2014 M/ 1435 H

KE MADINAH

AGAMA ISLAM (PAI) JURUSAN

TARBIYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN

PIQ) SUMATERA BARAT

Page 2: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

1

PEMBAHASAN

AWAL KENABIAN SAMPAI MENJELANG HIJRAH KE MADINAH

A. KENABIAN DAN KERASULAN MUHAMMAD SAW.

Tatkala usia beliau sudah mendekati 40 tahun dan perenungannya

terdahulu telah memperluas jurang pemikiran antara diri beluai dan kaumnya,

beliau mulai suka mengasingkan diri. Karenanya, beliau membawa roti yang

terbuat dari gandum dan bekal air menuju gua Hira' yang terletak di Jabal Nur,

yaitu sejauh hampir 2 mil dari Mekkah. Gua ini merupakan gua yang sejuk,

panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta dengan ukuran dzira' al-Hadid (hasta

ukuran besi). Beliau tinggal di dalam gua tersebut bulan Ramadhan, memberi

makan orang-orang miskin yang mengunjunginya, menghabiskan waktunya

dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan

kekuasaan yang menciptakan sedemikian sempurna di balik itu. Beliau tidak

bisa tenang melihat kondisi kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan

syirik yang usang dan gambaran tentangnya yang demikian rapuh, akan tetapi

beliau tidak memiliki jalan yang terang, manhaj yang jelas ataupun jalan yang

harus dituju, yang berkenan dengan hatinya dan disetujuinya.1

Pilihan mengasingkan diri ('uzlah) yang diambil oleh beliau

Shallallahu 'alaihi wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (skenario)

Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya kontak dengan kesibukan-

kesibukan duniawi, goncangan kehidupan dan ambisi-ambisi kecil manusia

yang mengusik kehidupan menjadi sebagai suatu perubahan, untuk kemudian

mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya

sehingga siap mengemban amanah yang agung, merubah wajah bumi dan

meluruskan garis sejarah. 'Uzlah yang sudah diatur oleh Allah ini terjadi tiga

tahun sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Beliau mengambil jalan 'uzlah

ini selama sebulan dengan semangat hidup yang penuh kebebasan dan

merenungi keghaiban yang tersembunyi dibalik kehidupan tersebut hingga

1 Shofiyurrahman al-Mubarakfuriy, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad

saw. dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2012) Cet. XIV, hal. 81

Page 3: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

2

tiba waktunya untuk berinteraksi dengan kehidupannya saat Allah

memperkenankannya.2

Tatkala usia beliau mencapai genap empat puluh tahun, tanda-tanda

nubuwwah (kenabian) sudah tampak dan mengemuka, diantaranya; adanya

sebuah batu di Mekkah yang mengucapkan salam kepada beliau. Sebagaimana

diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yahya bin

Bakir dari Ibrahim bin Tuhman dari Samak bin Harb dari Jabir bin Samrah

berkata, Rasulullah saw. bersabda:

عث إىن ألعرف اآلن إىن ألعرف حجرا مبكة كان يسلم علي قـبل أن أبـ “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekkah memberi salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya sekarang aku benar-benar mengetahuinya.” Beliau juga tidak bermimpi kecuali sangat jelas sejelas fajar subuh yang

menyingsing. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Yahya bin

Bakir dari al-Laits dari ‘Aqil dari Ibn Syihab dari ‘Urwah bin az-Zubair dari

‘Aisyah Ummul Mukminin berkata:

أول ما بدئ به رسول اهللا صلى اهللا عليه و سلم من الوحي الرؤيا الصاحلة ىف النوم

فكان ال يرى رؤيا إال جاءت مثل فلق الصبح، مث حبب إليه اخلالء و كان خيلو

بغار حراء فيتحنث فيه وهو التعبد اللياىل ذوات العدد قبل أن ينزع إىل أهله و يتزود

فيتزود ملثلها حىت جاءه احلق و هو ىف غار حراءلذلك، مث يرجع إىل خدجية “Pertama diturunkan wahyu kepada Rasulullah saw. adalah melalui mimpi yang benar, beliau melihat dalam mimpi tersebut dengan sangat jelas seperti fajar subuh. Kemudian beliau suka menyendiri di Gua Hira’ untuk bertahannuts atau beribadah beberapa malam, setelah itu beliau kembali kepada keluarga mengambil bekal untuk kembali beribadah. Kemudian beliau kembali kepada Khadijah untuk mengambil bekal seperti biasa sehingga datang kepada beliau kebenaran (wahyu) sedangkan beliau berada di Gua Hira’.”3

Ketika pengasingan diri (uzlah) di gua Hira’ memasuki tahun ketiga

tepatnya di bulan Ramadhan Allah mengangkatnya sebagai nabi dengan

2 Ibid

3 Muhammad as-Shuyaniy, As-Shohih min Ahadits as-Sirah an-Nabawiyah, (Riyadh: Madar al-Wathan lin Nasyr, 2011) hal. 28

Page 4: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

3

mengutus Jibril kepadanya yang membawa beberapa ayat al-Qur’an, yaitu

surat al-‘Alaq ayat 1-5.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Itulah wahyu pertama. Malam terjadinya peristiwa itu kemudian

dikenal sebagai “Malam penuh keagungan” (Lailah al-Qadr), dan menurut

riwayat terjadi menjelang akhir bulan Ramadhan (610). Peristiwa ini terjadi

pada hari Senin, tanggal 21 malam bulan Ramadhan dan bertepatan dengan

tanggal 10 Agustus tahun 610 M.

Imam Ibnu al-Qoyyim menjelaskan bahwa permulaan wahyu yang

diturunkan Allah swt. kepada Muhammad Ibn Abdillah tersebut adalah

perintah supaya dia membaca dengan nama Tuhannya yang telah menjadikan

segala sesuatunya. Ini adalah awal kenabiannya belum menjadi awal

kerasulannya. Dia baru diperintahkan untuk membaca saja, belum lagi

diperintahkan untuk menyampaikan kepada orang lain.4

Setelah beberapa lama wahyu terhenti (vakum), ada yang mengatakan

tiga tahu ada pula yang mengatakan kurang dari itu. Pendapat yang lebih kuat

adalah apa yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi bahwa masa terhentinya wahyu

tersebut selama enam bulan.5 Kemudian, Allah memuliakan beliau dengan

mengangkat menjadi rasul dengan diturunkannya al-Qur’an surat al-

Muddatstsir ayat 1-5:

، ، ، ،

4 Fatmawati, Sejarah Peradaban Islam, (Batusangkar: STAIN Batusangkat Press,

2010)Jilid I, hal. 30

5 Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthiy, Sirah Nabawiyah, terjemahan: Aunur Rafiq Shalih Tamhid, (Jakarta: Rabbany Press, 2009) Cet. XV, hal. 60

Page 5: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

4

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah”

B. PERJUANGAN DAKWAH

1. Dakwah Secara Rahasia (Sirriyah)

Permulaan dakwah Rasulullah disampaikan kepada kerabat dekat

dan para tokoh masyarakat Quraisy seperti Abu Bakar as-Siddiq sebagai

sahabat beliau yang paling tulus. Orang yang pertama kali masuk Islam

adalah Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar as-

Siddiq, Utsman bin ‘Affan, az-Zubair bin al-‘Awwam, Sa’ad bin Abi

Waqqas, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin ‘Ubaidillah. Kemudian

diikuti oleh para tokoh Quraisy seperti ‘Ubaidah bin al-Jarrah, al-Arqam

bin Abu al-Arqam,6 dan lain-lain. Perjuangan dakwah ini dilakukan secara

rahasia (Sirriyah) yang berpusat di rumah al-Arqam bin Abu al-Arqam.

Dakwah yang bersifat individu ini berjalan selama lebih kurang tiga tahun,

kemudian turunlah perintah kepada Nabi saw., untuk menyampaikan

dakwah kepada kaumnya secara terang-terangan, dan menentang kebatilan

mereka serta menyerang berhala-berhala mereka.

2. Perintah shalat

Termasuk wahyu yang pertama diturunkan adalah perintah

mendirikan shalat. Al-Harits bin Usamah meriwayatkan dari jalur Ibnu

Lahi’ah secara maushul dari Zaid bin Haritsah bahwa pada awal datangnya

wahyu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam didatangi oleh malaikat

Jibril, lantas mengajarkan beliau tata cara berwudhu. Maka tatkala selesai

melakukannya, beliau mengambil seciduk air, lalu memercikkannya ke

kemaluan beliau.7 Namun perintah shalat di sini bukanlah perintah shalat

lima waktu, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa yang telah

diwajibkan itu adalah shalat sebelum terbit dan terbenamnya matahari.

6 Shafiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal 93

7 Ibid., hal. 94-95

Page 6: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

5

3. Dakwah secara terang-terangan

Periode Mekkah, kebijakan dakwah yang dilakukan Nabi

Muhammad adalah dengan menonjolkan kepemimpinannya, bukan

kenabiannya. Implikasinya, dakwah dengan strategi politik yang

memunculkan aspek-aspek keteladanannya dalam menyelesaikan berbagai

persoalan sosial (egalitarisme) lebih tepat dibandingkan dengan aspek

kenabiannya dengan melaksanakan tabligh.8

Tatkala turun perintah dakwah dari Allah subhanahu wa ta’ala

secara terang-terangan dan melawan kemusyrikan, sebagaimana yang

terdapat dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 94-95:

نك المستـهزءين ن إ . ني ك ر ش م ال ن ع ض ر ع أ و ر م ؤ ا تـ مب ع د اص ف : احلجر(ا كفيـ

٩٥-٩٤( “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olok (kamu).” (Q.S. al-Hijr: 94-95)

dan tatkala turun ayat:

رتك األقـربني )٢١٤: الشعراء( و أنذر عشيـ“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” (Q.S. asy-Syu’ara’: 214)

Rasulullah naik ke atas bukit Shafa, lalu menyeru kepada kabilah-

kabilah Quraisy. Kemudian tak berapa lama mereka pun berkumpul. Lalu

Beliau berkata, “Bagaimana menurut pendapat kalian kalau aku

beritahukan bahwa ada segerombolan pasukan kuda di lembah sana yang

ingin menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku?” Mereka

menjawab, “Ya, kamu tidak pernah tahu dari dirimu selain kejujuran.”

Beliau berkata, “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada

kalian akan azab yang amat pedih.” Abu Lahab menanggapi, “Celakalah

8 Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-akar

Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Ummat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 13

Page 7: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

6

engkau sepanjang hari! Apakah hanya untuk ini engkau kumpulkan

kami?”

Maka ketika itu turun ayat: تـبت يدآ أيب هلب و تب “Celakalah

kedua tangan Abu Lahab” (Q.S. Al-Lahab: 1). Yakni benar-benar merugi

lagi gagal, amal perbuatan dan usahanya pun tersesat.9

Rasulullah melakukan dakwah Islam secara terang-terangan di

tempat-tempat berkumpul dan bertemunya kaum musyrikin. Beliau

membacakan Kitabullah dan menyampaikan ajakan yang selalu

disampaikan oleh para rasul terdahulu kepada kaum mereka, “Wahai

kaumku! Sembalah Allah. Kalian tidak memiliki Tuhan selain-Nya”. Dan

beliau juga memamerkan praktik ibadahnya kepada Allah, melakukannya

di halaman Ka’bah pada siang hari dan disaksikan oleh khalayak ramai.

Dakwah yang beliau lakukan tersebut mendapat sambutan baik dari

mereka sehingga banyak di antara mereka yang masuk ke dalam agama

Islam.

Manakala musim haji telah datang yang dilakukan Rasulullah

adalah membututi jama’ah-jama’ah yang datang hingga sampai ke tempat-

tempat mereka, di pasar ‘Ukazh, Majinnah, dan Dzul Majaz. Beliau

mengajak mereka untuk menyembah Allah, sedangkan Abu Lahab selalu

membututi dan memotong setiap ajakan beliau dengan berbalik

mengatakan kepada mereka “Jangan kalian patuhi dia karena dia adalah

seorang pembawa agama baru lagi pendusta”. Dan kenyataannya, justru

dari musim itulah perihal Rasulullah menjadi pusat perhatian delegasi

Arab dan namanya menjadi buah bibir orang di seantero negeri Arab.

Seiring banyaknya orang yang membenarkan ajakan Beliau, seiring

dengan itu kebencian para pembesar Quraisy yang enggan menerima

dakwah Rasul juga semakin membara. Sehingga begitu banyak celaan,

cobaan, dan siksaan yang diterima oleh Nabi dan orang Islam saat itu. Di

9 Abdullah bin Muhammad al-Sheikh, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Bogor:

Pustaka Imam Syafi’I, 2003), hal. 568

Page 8: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

7

antaranya Ammar bin Yasir dan kedua orang tuanya pernah diseret oleh

orang-orang Quraisy ke al-Abthah untuk disiksa. Bahkan kedua orang

tuanya ditikam oleh Abu Jahal dengan lembing hingga menjadi syahid. Di

antara kaum muslimin yang sangat berat siksaannya adalah Bilal, dia

adalah seorang budak Habsyi yang digambarkan oleh Rasulullah sebagai

buah pertama dari kaum Habsyi. Selain itu, yang juga menerima siksaan

yang berat ialah Khabbab bin al-Arut. Siksa yang menimpa kaum

muslimin ketika itu tidak hanya dirasakan oleh kaum laki-laki, juga kaum

perempuan. Alkisah Labinah, seorang budak perempuan kepunyaan Bani

Mu’min yaitu Hay Bani ‘Addi bin Ka’b) masuk Islam, kemudian Labinah

dibeli oleh Abu Bakar as-Shiddiq dan memerdekakannya. 10

Orang-orang Quraisy pernah beberapa kali menemui Abu Thalib

untuk menghentikan dakwah rasul. Karena Abu Thalib adalah orang yang

sangat disegani karena kedudukannya di kalangan Arab ketika itu. Lalu

Abu Thalib menemui Rasulullah dan menyampaikan apa yang diancamkan

orang-orang Quraisy terhadap dirinya kepada Rasulullah. Rasulullah saw.

menjawab:

Artinya: “Wahai pamanku! Demi Allah, andaikata mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan ini, niscaya aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya.”

Rasulullah mengira pamannya Abu Thalib tidak lagi akan

membelanya. Dengan berlinang air mata beliau pergi meninggalkannya,

lalu pamannya memanggil beliau kembali dan berkata: “Pergilah wahai

keponakanku! Katakanlah apa yang kau suka, Demi Allah, sekali-kali aku

tidak akan pernah menyerahkanmu kepada siapapun.”

Rasulullah saw. terus berdakwah sedangkan kaum Quraisy telah

berputus asa terhadapnya dan terhadap Abu Thalib. Kemarahan mereka

turun kepada orang yang masuk Islam dari anggota suku mereka, yang

10 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009)

Cet. III, hal. 137

Page 9: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

8

tidak ada yang bisa melindungi mereka. Setiap suku mulai menangkapi

anggota mereka yang masuk Islam dan menahan mereka. Mereka disiksa

dengan pukulan (cambuk), tidak diberi makan, tidak diberi minum, dan

dijemur saat terik matahari.11

4. Kaum muslimin Hijrah ke Habsyi

Pada awal tahun 615 M12 kaum muslimin hijrah ke Habsyi.

Penganiayaan dan intimidasi orang-orang Quraisy merupakan ujian yang

hebat bagi Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Salah satu

langkah antisipatif penyelamatan, Nabi Muhammad telah memerintahkan

untuk berhijrah ke Habasyah13 (Habsyi) yang waktu itu dipimpin oleh

Najasyi, seorang yang beragama Nasrani.14 Rombongan ini terdiri dari 12

orang laki-laki dan empat orang wanita, dikepalai oleh Utsman bin

Affan.15

Pada tahun yang sama, tepatnya di bulan Syawwal rombongan ini

kembali ke Makkah, karena berita dusta tentang peristiwa Gharaniq,

bahwa orang-orang Quraisy telah masuk Islam. Ternyata berita tersebut

berbanding terbalik, sehingga setelah di Mekkah kaum Quraisy semakin

menjadi-jadi melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimin. Oleh karena

itu, Rasulullah kembali memerintahkan kaum muslimin untuk kembali ke

Habasyah (Habsyi). Rombongan yang kedua ini terdiri dari 83 laki-laki

dan 18 atau 19 perempuan.16

11 Abul Hasan ‘Ali al-Hasany an-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw.,

(Jokjakarta: Mardhiyah Press, 2007) Cet. III, hal. 129

12 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, bagian kesatu & dua, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 36

13 Ketika itu Rasulullah menyaksikan para sahabatnya menderita karena siksaan orang-orang musyrik Makkah, berkatalah beliau kepada mereka: “Kalian lebih baik hijrah ke tanah Habsyi, karena di sana rajanya terkenal adil dan bijaksana, tidak seorang pun ada yang teraniaya. Negeri Habsyi adalah negeri yang aman. Berangkatlah ke sana sampai Allah memberi jalan keluar dari penderitaan yang menimpa kalian selama ini. (Hasan Ibrahim Hasan: hal 162)

14 Ajid Thohir, Op. Cit. hal. 14

15 Shafiyurrahman, Op. Cit. hal. 122

16 Op. Cit., hal. 125

Page 10: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

9

Pada penghujung tahun keenam kenabian, lebih tepatnya pada

bulan Dzulhijjah Hamzah bin Abdul Muththalib masuk Islam. Keislaman

Hamzah pada mulanya adalah sebagai pelampiasan harga diri seseorang

yang tidak sudi keluarganya dihina, namun kemudian Allah membuatnya

cinta terhadap Islam. Dia kemudian menjadi orang yang berpegang teguh

pada al-Urwatul Wutsqa dan menjadi kebanggaan kaum Muslimin.

Tiga hari setelah keislaman Hamzah bin Abdul Muththtalib pada

tahun keenam kenabian, Umar bin al-khaththab juga masuk Islam. Nabi

saw. memang telah berdoa kepada Allah agar dia masuk Islam

sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan

menshahihkannya dari Ibnu umar dan hadits yang dikeluarkan oleh at-

Thabrani dari Ibnu Mas’ud dan Anas r.a. bahwasannya Nabi saw.

bersabda:

طاب أو بأيب جهل بن :سالم بأحب الرجلني إليك اللهم أعز اإل بعمر بن اخل

هشام Artinya: “Ya Allah, muliakanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua

orang yang lebih engkau cintai, Umar bin al-Khaththab atau Jahal bin Hisyam.”

5. Pemboikotan menyeluruh

Perjanjian zhalim dan melampaui batas

Segala cara sudah ditempuh dan tidak membuahkan hasil,

kepanikan kaum musyrikin mencapai puncaknya, ditambah lagi Bani

Hasyim dan Bani Muththalib bersikeras akan menjaga Nabi saw. dan

membelanya apapun resikonya. Oleh karena itu, mereka berkumpul

bermusyawarah di lembah Mahshib kediaman Bani Kinanah, mereka

bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani Muththalib, tidak

berjual beli, tidak bergaul, dan tidak memasuki rumah-rumah mereka

maupun berbicara dengan mereka sampai mereka menyerahkan Rasulullah

saw. untuk dibunuh. Mereka mendokumentasikan hal tersebut di atas

sebuah shahifah (lembaran) yang berisi perjanjian dan sumpah “Bahwa

mereka selamanya tidak akan menerima perdamaian dari Bani Hasyim

Page 11: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

10

dan tidak akan berbelas kasihan terhadap mereka kecuali mereka

menyerahkannya (Rasulullah) untuk dibunuh.”17 Perjanjian ini merupakan

perjanjian yang zhalim dan melampaui batas.

Pemboikotan semakin menjadi-jadi, sehingga bahan makanan dan

persediaan pun habis, sementara orang-orang musyrik tidak membiarkan

bahan makan masuk ke Mekkah kecuali mereka borong semuanya.

Sehingga selama lebih kurang tiga tahun kaum muslimin menderita

kekurangan bahan pangan di celah bukit milik Abu Thalib.

Tindakan ini membuat kondisi Bani Hasyim dan Bani Muththalib

semakin tertekan dan memprihatinkan sehingga mereka terpaksa memakan

dedaunan dan kulit-kulit. Selain itu, jeritan kaum wanita dan tangis bayi-

bayi yang mengerang kelaparan pun terdengar di balik celah bukit

tersebut.

Pembatalan perjanjian

Pada bulan Muharram tahun ke-10 kenabian terjadi pembatalan

terhadap shahifah dan perobekan perjanjian tersebut. Hal ini dilakukan

karena tidak semua kaum Quraisy menyetujui perjanjian tersebut, di antara

mereka ada yang pro dan ada pula yang kontra, maka pihak yang kontra

ini akhirnya berusaha untuk membatalkan shahifah tersebut. Mereka

adalah Hisyam bin Amr dari Suku Bani Amr bin Lu’ay, Zuheir bin Abi

Umayyah al-Makhzumiy, al-Muth’im bin Adi, Abul Bukhturi bin Hisyam,

dan Zam’ah bin al-Aswad bin al-Muththalib bin Asad.

Mereka menuntut agar shahifah perjanjian itu dibatalkan dan

dirobek. Kala itu Abu Jahal tidak menerima tindakan mereka dan tidak

akan membatalkan perjanjian tersebut. Di samping itu, hakikatnya

shahifah perjanjian tersebut sudah dimakan rayap-rayap yang dikirim oleh

Allah sebagaimana yang diwahyukan kepada Rasulullah.

Abu Thalib datang kepada kaum Quraisy dan memberitahukan

kepada mereka tentang apa yang diberitahukan oleh keponakannya. Dia

menyatakan, “Ini untuk membuktikan apakah dia berbohong sehingga

17 Shafiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal 152

Page 12: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

11

kami akan membiarkan kalian untuk menyelesaikan urusan dengannya.

Demikian sebaliknya, jika dia benar maka kalian harus membatalkan

pemutusan rahim dan kezaliman terhadap kami.”18

Setelah terjadi perundingan antara Abu Thalib dan Abu Jahal, al-

Muth’im berdiri untuk merobek shahifah tersebut. Ternyata shahifah

tersebut telah dimakan rayap, kecuali tulisan yang ada nama Allah.

6. Hijrah ke Tha’if

Pada bulan Syawwal tahun ke-10 kenabian atau tepatnya pada

penghujung bulan Mei atau awal Juni tahun 619 M Rasulullah pergi

menuju kota Thaif yang letaknya sekitar 60 mil dari kota Makkah.19

Dengan harapan semoga Allah memberikan petunjuk kepada penduduknya

untuk memeluk agama Islam. Pada kenyataannya penduduk Tha’if justru

menolak beliau dengan penolakan yang lebih buruk. Mereka menuntut

beberapa mukjizat tertentu darinya seperti mereka meminta agar beliau

dapat membelah bulan menjadi dua, lalu beliau memohonkan kepada

Allah agar memperlihatkan kepada mereka. Namun, mereka tetap pada

kekafirannya.

7. Tahun kesedihan

a. Abu Thalib Wafat

Abu Thalib wafat pada bulan Rajab tahun 10 kenabian, 6 bulan

setelah keluar dari syi’bnya. Ketika Abu Thalib dalam keadaan sekarat,

Rasulullah saw. mengunjunginya, sementara di waktu yang sama di

sisinya sudah berada Abu Jahal. Beliau saw. bertutur kepada

pamannya, “Wahai pamandaku! Ucapkanlah Laa ilaaha illallah,

kalimat yang akan aku jadikan hujjah untuk membelamu kelak di

hadapan Allah.”

Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah memotong,

“Wahai Abu Thalib! Sudah bencikah engkau terhadap agam Abdul

Muththalib?”

18 Shafiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit, hal. 156

19 Op. Cit., hal. 178

Page 13: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

12

Keduanya terus mendesaknya demikian, hingga kalimat

terakhir yang diucapkannya kepada mereka adalah “Aku masih tetap

dalam agam Abdul Muththalib.”

Nabi saw. berkata, “Sungguh aku akan memintakan ampunan

untukmu selama aku tidak dilarang melakukannya”, tetapi kemudian

turunlah ayat:

Artinya: Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. (at-Taubah:113)

Demikian pula turun ayat:

Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi”

Dalam Shahih al-Bukhari dari al-Abbas bin Abdul Muththalib,

dia berkata kepada Nabi saw., “Apa balasan yang engkau berikan

kepada pamanmu atas jasanya kepadamu, sesungguhnya dahulu dialah

yang melindungimu dan berkorban untukmu?” beliau bersabda, “Dia

berada di neraka yang paling ringan, andaikata bukan karenaku

niscaya dia sudah berada di neraka yang paling bawah.”

Dari Abu Sa’id al-Khudri bahwasannya dia mendengar Nabi

saw. bersabda: “Semoga saja syafa’atku bermanfaat baginya pada

Hari Kiamat, lalu dia ditempatkan di neraka paling ringan yang

(ketinggiannya) mencapai dua mata kaki (saja).”

Page 14: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

13

b. Wafatnya Khadijah r.a

Setelah dua bulan atau tiga bulan setelah wafatnya Abu Thalib,

Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra r.a. pun wafat. Tepatnya pada

bulan Ramadhan tahun ke 10 kenabian dalam usia 65 tahun sedangkan

Rasulullah saw. ketika itu berusia 50 tahun.

Sosok Khadijah merupakan nikmat Allah yang paling besar

bagi Rasulullah saw. Selama seperempat abad hidup bersamanya, dia

senantiasa menghibur beliau di saat beliau cemas, memberikan

dorongan di saat-saat kritis, menyokong penyampaian risalah-nya,

mendampingi beliau dalam rintangan jihad yang amat pahit dan selalu

membela beliau baik dengan jiwa maupun dengan hartanya.

Dua peristiwa sedih tersebut berlangsung dalam waktu yang

relatif berdekatan, sehingga perasaan sedih dan pilu menyayat-nyayat

hati Rasulullah saw. Kemudian cobaan terus datang secara beruntun

pula dari kaumnya. Sepeninggalan Abu Thalib mereka secara terang-

terangan menyiksa dan menyakiti beliau.

C. ISRA’ MI’RAJ

Isra’ yaitu Rasulullah diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil

Aqsho yaitu Baitul Maqdis setelah menyebarkan Islam di Mekkah kepada

orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilahnya.20 Mi’raj yaitu perjalanan

Rasulullah dari Baitul Maqdis naik ke langit ke tujuh.

Malam itu Beliau dimi’rajkan dari Baitul Maqdis menuju langit dunia.

Di sana beliau melihat Adam, bapak manusia. Kemudian beliau dimi’rajkan

ke langit kedua, di sana beliau melihat Nabi Yahya alaihissalam dan Isa

alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit ketiga, di sana beliau

melihat nabi Yusuf alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit

keempat, di sana beliau melihat Nabi Idris alaihissalam. Kemudian beliau

dimi’rajkan ke langit kelima, di sana beliau melihat Nabi Harun alaihissalam.

20 Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, al-Juz’ ats-Tsanyi, (Beirut: Dar al-Kitab al-

Araby, 1990) Cet. III, hal. 47

Page 15: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

14

Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit keenam, di sana beliau melihat Nabi

Musa alaihissalam. Kemudian beliau dimi’rajkan ke langit ketujuh, di sana

beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim alaihissalam. Kemudian beliau naik ke

Sidratul Muntaha, lalu al-Bait al-Ma’mur dinaikkan untuknya. Kemudian

beliau dimi’rajkan lagi menuju Allah yang Maha Agung lagi Mahaperkasa.

Kemudian Dia mewahyukan kepada hamba-Nya mewajibkan 50 waktu shalat.

Kemudian Beliau kembali hingga melewati Nabi Musa alaihissalam. Musa

lalu bertanya kepada beliau, ‘Apa yang diperintahkan kepadamu?’ Beliau

menjawab, ’50 waktu shalat’. Dia berkata, ‘Umatmu pasti tidak sanggup

melakukan itu, kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan untuk

umatmu.’ Lalu Jibril membawa beliau kembali naik ke hadapan Allah. Lalu

Allah menguranginya menjadi 10 waktu shalat. Kemudian ketika melewati

Nabi Musa, dan beliau memberitahukan hal tersebut kepadanya. Dia berkata,

‘Kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan!’ Beliau terus

mondar-mandir antara Nabi Musa dan Allah hingga akhirnya Allah

menjadikannya 5 waktu shalat.21

D. BAI’AT AL-‘AQABAH

1. Bai’at al-‘Aqabah I

Pada musim haji sesudah perang Bu’ats, berangkatlah

serombongan orang-orang Khazraj menuju Makkah untuk berhaji.

Sesampainya di Makkah mereka ditemui Rasulullah di ‘Aqabah dan pada

saat itu pula mereka mendengar dakwah beliau lalu menerimanya. Ketika

tiba musim haji tahun berikutnya, datanglah ke Makkah dua belas orang

penduduk Yatsrib untuk menemui Rasulullah di ‘Aqabah. Kemudian pada

malam harinya mereka melakukan bai’at tanda setia kepada beliau yang

disebut dengan Bai’at an-Nisa’ atau Bai’at al-Aqabah al-Ula.22

21 Shafiyurrahman, Op. Cit., hal. 197-198

22 Hasan Ibrahim Hasan, Op. Cit., hal. 175-176

Page 16: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

15

2. Bai’at al-‘Aqabah II

Pada tahun 622 M terjadi sumpah setia kedua (Bai’at al-‘Aqabah

al-Tsaniyah) yang berisikan pernyataan bahwa mereka tidak hanya

menerima Muhammad sebagai nabssi dan menjauhi perbuatan dosa, akan

tetapi juga sanggup berperang membela Tuhan dan rasul-Nya.23 Selain

itu, mereka mengharapkan Nabi Muhammad hijrah ke Yatsrib, karena

mereka sangat membutuhkan seseorang yang akan menjadi pemimpin

mereka dan menyelesaikan sengketa antara suku Aus dan suku Khazraj

yang telah terjadi bertahun-tahun.

PENUTUP

Muhammad saw. Diangkat menjadi nabi dengan diturunkan surat al-Alaq

ayat 1-5, sedangkan diangkat menjadi Rasul dengan diturunkan surat al-

Muddatstsir ayat 1-5. Permulaan dakwah Rasulullah melakukan secara sembunyi-

sembunyi. Kemudian dilakukan secara terang-terangan dengan turunnya surat al-

Hijr ayat 94-95 dan surat as-Syu’ara’ ayat 214. Perjuangan dakwah selama

periode Mekkah selama lebih kurang 13 tahun.

Dakwah periode Mekkah menghadapi tantangan yang amat berat bagi

Rasulullah dan kaum muslimin. Sehingga beliau memerintahkan kaum muslimin

untuk hijrah ke daerah di luar Mekkah seperti Habsyi dan Tha’if. Namun, tidak

mengurangi penderitaan Rasulullah dan kaum muslimin, bahkan semakin

menjadi-jadi. Sehingga pada tahun ke 13 kenabian, Rasulullah memerintahkan

kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah (Yatsrib).

Pembaca yang budiman, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari

kesempurnaan dan banyak terdapat kesalahan serta kekhilafan. Penulis sangat

berharap kepada pembaca untuk memberikan kritikan dan masukan yang

mendukung makalah ini. Penulis juga menyarankan kepada pembaca untuk

kembali membaca dan mengoreksi ke buku-buku ulama tentang sirah Nabawiyah.

23 Maidir Harun dan Firdaus, Op. Cit., hal. 28

Page 17: Sirah Nabawiyah: Masa kenabian dan kerasulan sampai hijrah

16

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-Buthiy, Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah, terjemahan: Aunur Rafiq Shalih Tamhid, (Jakarta: Rabbany Press, 2009) Cet. XV

Al-Mubarakfuriy, Shofiyurrahman, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad saw. dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2012) Cet. XIV

Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2003)

An-Nadwi, Abul Hasan ‘Ali al-Hasany, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw., (Jokjakarta: Mardhiyah Press, 2007) Cet. III

As-Shuyaniy, Muhammad, As-Shohih min Ahadits as-Sirah an-Nabawiyah, (Riyadh: Madar al-Wathan lin Nasyr, 2011)

Fatmawati, Sejarah Peradaban Islam, (Batusangkar: STAIN Batusangkat Press, 2010)Jilid I

Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) Cet. III

Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah, al-Juz’ ats-Tsanyi, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Cet. III

Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, bagian kesatu & dua, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999

Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik dan Budaya Ummat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)