lp- bblr resti (hyperbilirubinemia & sepsis neonatorum)afif

27
LAPORAN PENDAHULUAN HYPERBILIRUBINEMIA A. Pengertian Hyperbilirubinemia adalah peningkatan serum bilirubin dalam darah yang ditandai dengan icterus pada kulit, sclera, mukosa dan cairan tubuh (Cindy Smith, 1990). B. Macam-macam Icterus 1. Icterus Fisiologis adalah icterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologik dan tidak mempunyai dasar potensi untuk menjadi kernicterus. Icterus disebut fisiologik bila : a. Timbul pada hari kedua dan ketiga b. Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus kurang bulan. c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari. d. Kadar bilirubin direct tidak melebihi 5 mg% per hari. e. Kadar bilirubin direct tidak melebihi 1 mg%. f. Icterus menghilang pada 10 hari pertama. 2. Icterus Patologik : Icterus disebut patologik bila : a. Terjadi dalam 24 jam hari pertama.

Upload: afif-sumbulboyz

Post on 25-Jul-2015

263 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

LAPORAN PENDAHULUAN

HYPERBILIRUBINEMIA

A. Pengertian

Hyperbilirubinemia adalah peningkatan serum bilirubin dalam darah

yang ditandai dengan icterus pada kulit, sclera, mukosa dan cairan tubuh (Cindy

Smith, 1990).

B. Macam-macam Icterus

1. Icterus Fisiologis adalah icterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga

serta tidak mempunyai dasar patologik dan tidak mempunyai dasar potensi

untuk menjadi kernicterus.

Icterus disebut fisiologik bila :

a. Timbul pada hari kedua dan ketiga

b. Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup

bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari.

d. Kadar bilirubin direct tidak melebihi 5 mg% per hari.

e. Kadar bilirubin direct tidak melebihi 1 mg%.

f. Icterus menghilang pada 10 hari pertama.

2. Icterus Patologik :

Icterus disebut patologik bila :

a. Terjadi dalam 24 jam hari pertama.

b. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.

c. Icterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

d. Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%.

e. Punya hubungan dengan proses hemolitik.

3. Breast feeding Assosiated Joundice

4. Breast Milk Joundice (Wong;1995).

Page 2: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

C. Etilogi Hyperbilirubinemia

1. Produksi bilirubin yang berlebihan, misal : hemolisis yang meningkat pada

inkompatibilitas darah RH, ABO, golongan darah lain.

2. Gangguan fungsi hepar, misalnya imaturitas hepar pada bayi prematur,

terjadinya infeksi hepar, tidak terjadinya enzim glukoronil transfferase

(sindrom Cringgler-Majjar).

3. Gangguan transportasi misalnya hipoalbuminemia pada bayi premature.

4. Gangguan ekskresi bilirubin atau obstruksi.

Page 3: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

D. Patofisiologi Hyperbilirubinenia

Pembentukan Bilirubin Meningkat Gangguan Konjugasi Gangguan Transportasi Gangguan Ekskresi Intrahepatik (Penyakit Hemolisis Atau (Immaturitas Hepar (Hipoalbumenia Pada Dan Ekstra Hepatic (Obstruksi Destruksi Eretrosit) Atau Subsitrat U/ Konjugasi Bayi Premature)

HIPERBILIRUBINEMIA

Bilirubin Direk Meningkat Bilirubin Indirek Meningkat

Hepatomegali Fototerapi Terapi Tranfusi Tukar Penumpukan Bilirubin

Anareksia Deficit Knowledgje Pertahanan Hipo/Hiper Over Load Dalam Otak ↑↑ Tubuh Ventilasi Intake Nutrisi Terhadap Peningkatan Peristaltic Hipertermia Cemas Antigen Me↓ Hipervolemia Gangguan Dehidrasi IWL Meningkat Perubahan Neurologis perfusi

jaringanKerusakan Integrutas Deficit Volume Diare Perubahan Kulit Cairan Suhu Tubuh

Resiko Tidak Epistotonus Kejang Lethargi Hipoperfusirenal Injury Mau Potensial Minum Injury Pada Penurunan Laju Mata Filtrasi Glomerolus Intake Cairan

Potensial Gagal Kurang Volume Cairan Ginjal Tubuh

Page 4: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

E. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Meliputi :

a. Biodata : untuk mengetahui identitas bayi dan orangtua, sehingga dapat

mempermudah dalam memberikan informasi. Tanggal lahir bayi perlu

dikaji untuk menentukan bayi lahir aterm atau premature sehingga

memperkuat diagnosa icterus fisiologis atau patologis.

b. Riwayat kehamilan dan persalinan, meliputi

Riwayat prenatal :

1.) Usia kehamilan , dapat diketahui usia bayi termasuk aterm atau

premature.Pada bayi lahir kurang dari 37 minggu (premature) lebih

sering terjadi hiperbilirubin karena kadar albumin dalam darah yang

rendah (IKA, FKUI,1985).

2.) Penggunaan obat selama hamil , terutama obat seperti salisilat,

sulfafurazole, maka beresiko besar terjadi gangguan transportasi

bilirubin.

3.) Penyakit yang pernah diderita selama hamil , terutama yang berkaitan

dengan gangguan fungsi hepar .

4.) Kebiasaan ibu selama hamil, nutrisi ibu yang kurang dapat

menyebabkan partus prematurus dan nutrisi lebih mengakibatkan

preeklamsi.Kebiasaan merokok, mengkonsumsi bahan narkotik,

minum alkohol dapat menyebabkan premature (Kapita Selekta ,1994)

Riwayat natal :

Cara pertolongan pertama dalam penjepitan tali pusat yang

terlambat sehingga darah itu banyak mengalir ke janin lewat tali pusat dan

akan mengakibatkan terjadinya policitemia yang akan meningkatkan

produksi bilirubin (IKA I, FKUI, 1990).

Riwayat post natal :

Dehidrasi pada bayi akan meningkatkan kadar bilirubin serum

yang mungkin disebabkan bayi dengan reflek hisap yang

menurun .Perawatan byi dengan penggunaan obat – obatan seperti

oksitosin, bahan pembersih fenol dapat pula mengakibatkan

hiperbilirubinemia (FKUI, 1990).

Page 5: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

c. Riwayat kesehatan keluarga

Yang perlu dikaji adalah dimana ada faktor-faktor yang meurun

atau pembawaan orang tua misalnya, penyakit diabetes melitus pada saat

kelahiran menyebabkan hiperglikemi pada bayi, sehingga meningkatnya

viskositas darah menghambat konjugasi indirect dalam hepar.

d. Riwayat psikososial

Terjadinya hiperbilirubinemia pada bayi menyebabkan orang

tua mengalami perubahan psikologis berupa kecemasan, sedih, kurang

pengetahuan tentang perawatan, pengobatan serta komplikasi yang akan

timbul (Cindy Smith,1988).

e. Pemeriksaan fisik.

Keadaan yang dapat kita temukan pada bayi hiperbilirubinemia, yaitu

1.) Keadaan umum : tubuh tampak kuning , bayi tampak lemah ,

reflek menghisap dan menelan lemah, sensitif terhadap rangsangan

dan tangisan merengek.Suhu tubuh tidak stabil , frekwensi

pernapasan menurun, nadi relatif cepat dan tekanan darah menurun.

2.) Kepala dan rambut: rambut kemerahan dan penyebaran masih jarang

menandakan kelahiran premature.Hematom menunjukkan trauma

persalinan.Pada mata ditemukan sklera tampak icterus, mata cowong,

mukosa bibir kering, ubun-ubun cekung, releks menghisap lemah

dan lehe kaku (Doenges,1994).

3.) Abdomen: peristaltik meningkat, tali pusat harus dirawat dengan baik

untuk mencegah infeksi.

4.) Genetalia: ditemukan warna kemerahan pada kulit daerah anus

karena iritasi dari bilirubin dan enzim-enzim yang dikeluarkan feces.

5.) Neurologi: reflek moro menurun, tidak ada kejang pada tahap kritis.

6.) Muskuloskeletal: ada tanda kern ikterus seperti spasme, kejang-

kejang, kedutan pada wajah dan ekstremitas, tangan

mengepal,extensi dan endotorasi (IKA, 1990).

7.) Integumen: warna kuning seluruh tubuh , lanugo pada wajah, telinga,

pelipis, dahi, punggung adalah indikasi bayi premature, kehangatan

kulit kurang , jaringan subkutan tipis dan keriput.

Page 6: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

f. Pemeriksaan penunjang

1.) Pemeriksaan bilirubin (direct dan indirect)

2.) Pemeriksaan darah lengkap; Hb<, Ht > pada policitemia, anemia

berlebihan.

3.) Pemeriksaan golongan darah bayi dan ibu untuk mengidentifikasi

inkompabilitas ABO (Doenges,1994)

4.) Protein serum total, kadar (< 0,3 g/dt) menandakan penurunan

kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.

5.) Pemeriksaan retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan

peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang

berkenaan dengan penyakit Rh.

g. Penatalaksanaan.

Prinsip penatalaksanaan bayi hiperbilirubinemia (IKA, FKUI, 1985) adalah :

1.) Mempercepat proses konjugasi dengan pemberian fenobarbital.

2.) Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi

dengan memberi albumin dan plasma.

3.) Fototerapi untuk mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct

merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga mudah diekskresi.

Transfusi tukar untuk membuang bilirubin dalam darah dan mengganti

dengan darah baru.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi injury (ssp: kern ikterus) berhubungan dengan peningkatan

serum bilirubin.

b. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake

cairan , fototerapi, diarhoe.

c. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan premature, fototerapi.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan joundice dan diarhoe.

e. Resiko injury pada mata dan genetalia berhubungan dengan fototerapi.

f. Perubahan psiklogis (cemas) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

keluarga tentang joundice, penatalaksanaan dan perawatan.

g. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipo/hiperventilasi

selama transfusi tukar.

3. Rencana Asuhan Keperawatan.

Page 7: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

a. Dignosa : Resti injury(kern ikterus) b/d peningkatan serum bilirubin.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan serum bilirubin indirect

kembali normal.

Kriteria Standar : Kadar bilirubin dibawah 12 mg% pada bayi aterm dan

kurang 15 mg% pada bayi premature, reflek bayi baik,

sklera tidak icterus, tidak terjadi kejang, kedutan tidak ada.

Intervensi :

Identifikasi faktor predisposisi terjadinya hiperbilirubinemia.

R : kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah otak

sehingga meningkatkan resiko terhadap keterlibatan ssp.

Observasi warna kulit dan sklera mata klien , catat bila ada peningkatan

ikterus.

R : mendeteksi dini terjadinya kern ikterus

Observasi warna dari feces dan urine.

R : warna yang berubah menadakan peningkatan bilirubin.

Pertahankan bayi tetap hangat dan kering

R : stressor dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang bersaing pada

sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubinyang

bersirkulasi dengan bebas.

Observasi perubahan perilaku (letargi, hipotonia, hipertonisitas, bayi tidak

mau minum , respiratori distres,dll)

R : deteksi dini adanya kern ikterus sehingga diperlukan intervensi.

Kolaborasi foto terapi dan transfusi tukar jika ada indikasi

R : fototerapi untuk merubah bentuk senyawa yang larut dalam lemak ke

senyawa yang larut dalam air sehingga mudah dieksresi, sedangkan transfusi

tukar untuk membuang biliburin dalam darah dan mengganti dengan yang

baru

b. Diagnosa : Kurang volume cairan tubuh b/d tidak adekuatnya intake

cairan , fototerapi, diarhoe.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan tindakan keperawatan klien

mendapatkan hidrasi yang adekuat

Kriteria Standar : Trugor kulit kembali kurang dari 1 detik, mukosa bibir

cekung, bab C 4 x / hari, intake dan output seimbang

Page 8: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

Intervensi :

Kaji tingkat dehidrasi

R : mengetahui cairan yang dibutuhkan

Monitor tanda-tanda dehidrasi

R : mengetahui tindakan yan akan dilakukan selanjutnya

Berikan asi / pasi sesuai program

R : memenuhi hidrasi dengan intake yang adekuat

Observasi frekwensi, konsistensi dan warna feces

R : perubahan dari frekwensi, konsistensi feces, klien mengalami diarhoe

sehingga perlu ditindak lanjuti

c. Diagnosa : Perubahan suhu tubuh b/d premature, fototerapi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat

mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal

Kriteria Standar : Suhu tubuh normal (36 – 37 º c)

Intervensi :

Ciptakan suhu lingkungan yang netral

R : pengaruh suhu lingkungan sangat besar terhadap kestabilan suhu tubuh

bayi

Pertahankan bayi tetap hangat dan kering

R : kestabilan suhu tubuh klien dapat memberikan kenyamanan bagi klien

Observasi tanda-tanda vital secara teratur dapat mendeteksi bila terjadi

kelainan.

R : pengukuran tanda-tanda vital secar teratur dapat mendeteksi bila terjadi

kelainan.

d. Diagnosa : Kerusakan itegritas kulit b/d joundice dan diarhoe.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keutuhan kulit bayi

dapat dipertahankan

Kriteria Standar : Keadaan kulit kering, bersih anus tidak kemerahan, icterus

pada tubuh berkurang.

Intervensi :

Observasi warna dan keadaan kulit tiap 8 jam / bila diperlukan

Page 9: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

R : dapat mengetahui secara dini bila terjadi kelainan

Ubah posisi setiap 2 jam dengan terlentang / tengkurap, monitor keadaan kulit

dan lakukan massage

R : mengurangi daerah tertekan

Perhatikan warna dan frekwensi defekasi

R : defekasi encer, sering serta kehijauan serta urine kehijauan menandakan

keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin

Jaga kebersihan dan kekeringan tubuh klien

R : agar kulit tidak teriritasi oleh bilirubin dan enzim yang dikeluarkan oleh

feces

Berikan perawatan area perianal setelah defekasi

R : mencegah iritasi dari defekasi yang sering dan encer

Pelihara kebersihan kulit bayi, seka setiap hari, ganti popok dan pakain setiap

saat jika diperlukan

R :kulit tetap bersih dan kering dapat mencegah iritasi kulit

e. Diagnosa : Resiko injury pada mata dan genetalia b/d fototerapi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda

penurunan sensori visual, tak ada trauma genetalia

Kriteria Standar : Reflek mata / pupil ada bila pelindung mata dibuka, adanya

respon dengan sentuhan, sensori visual baik, genetalia tidak

atropi, eliminasi urin lancar

Intervensi :

Tempatkan bayi pada 18 – 20 inchi dari sumber cahaya.

R : merupakan jarak yang tepat untuk keuntungan maksimal

Berikan penutup mata yang tidak tembus cahaya

R : mencegah kemungkinan kerusakan retina dan kongjungttiva dari sinar

intensitas tinggi

Inspeksi mata setiap 2 jam bila penutup mata dibuka

R : memberikan rangsang terhadap klien sehingga tidak terjadi penurunan

persepsi

Pantau posisi penutup mata

Page 10: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

R : pemasangan tidak tepat / pergeseran dapat menyebabkan iritasi, abrasi,

kornea, konjungtiutis

Beri tutup pada testis dan penis bayi

R : mencegah kerusakan testis dari panas

Beri rangsangan kata-kata atau sentuhan klien secara halusselama perawatan

R : memberikan respon pada bayi tentang kepekaan terhadap rangsangan.

f. Diagnosa : Perubahan psikologis (cemas) b/d kurang pengetahuan

keluarga tentang joundice penatalaksanaan dan perawatan.

Tujuan : Setelah diberi penjelasan keluarga mengerti tentang penyakit,

perawat, pengobatan dan kecemasan berkurang

Kriteria Standar : Keluarga mampu menjelaskan tengang penyakit,

pengobatann dan perawatan, serta komplikasi yang mungkin

timbul, keluarga mengerti pentingnya perawatan dan kecemasan

berkurang

Intervensi

Jelaskan pada orang tua tentang penyakit, penyebab komplikasi perawatan dan

pengobatan

R : menambah pengetahuan keluarga sehingga berpartisipasi terhadap

tindakan keperawatan

Anjurkan keluarga mengunjungi klien

R : keterlibatan orang tua sangat penting dan untuk mengetahui keadaan bayi

secara langsung

Diskusi dengan keluarga penatalaksanaan klien bila di rumah

R : pemahaman orang tua membantu mengembangkan kerjasama mereka bila

bayi dipulangkan

Anjurkan pada orang tua untuk membantu mengembangkan kerja sama

mereka bila bayi dipulangkan

R : mengetahui / mengenali tanda-tanda peningkatan biliburin untuk evaluasi

medis secara tepat

g. Diagnosa : Perubahan perfusi jaringan b/d hipo/hiperventilasi selama

transfusi tukar.

Page 11: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

Tujuan : Pelaksanaan tranfusi tukar berhasil dan komplikasi tidak terjadi

Kriteria standar : Joundice berkurang atau hilang kadar serum bilirubin kurang

12 mg/dl pada bayi atern dan kurang 15 mg / dl pada bayi pretern

Intervensi

Perisapkan alat-alat untuk mengukur suhu nadi respirasi dan alat resusitasi

R : menyiapkan alat-alat untuk mengukur suhu nadi respirasi dan alat

resusitasi

Cek tipe dan golongan darah sesuai protokol

R : mempersiapkan sebelum dilakukan transfusi tukar

Jamin kesegaran darah (tidak < 2 hari)

R : darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis, karenanya

meningkatkan kadar biliburin

Berikan pencucian saline pada tali pusat

R : pencucian perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilikus sebelum

transfusi

Pantau tekanan vena, nadi, warna dan frekwensi pernapasan sebelum, selama

dan sesudah transfusi

R : mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil

Observasi kejadian selama trnasfusi pencatatan jumlah darah yang diambil dan

diinjeksikan

R : mencegah kesalahan dalam penggantian cairan

Monitor kadar bilirubin setelah prosedure kemudian 4 – 6 jam

R : kadar biliburin bisa menurun sampai setengah setelah dilakukan tindakan

dan dapat meningkatkan setelah dan perlu pengulangan transfusi

4. Pelaksanaan

Prinsip-prinsip dalam mengatasi klien dengan hiperbilirubinemia antara lain :

Page 12: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

a. menghilangkan penyebab, misal pemberian albumin untuk mengikat bilirubin

bebas

b. pencegahan peningkatan kadar bilirubin

c. meningkatkan kerja enzim dengan pemberian phenobarbital

d. melakukan fototerapi dan transfusi tukar

5. Evaluasi

Kriteria evaluasi yang diharapkan dari diagnosa yang muncul pada klien

hiperbilirubineia :

a. serum bilirubin indirect kembali normal : kadar bilirubin dibawah 12

mg % pada bayi aterm dan 15 mg % pada bayi prematore

b. kebutuhan cairan terpenuhi

c. suhu tubuh normal (36 – 37 º c)

d. kebutuhan kulit dapat dipertahankan

e. tidak ada tanda penurunan sensori visual dan tidak terjadi trauma pada

genetalia

f. keluarga mengerti tentang penyakit perawatan dan pengobatan

g. pelaksanaan transfusi tukar berhasil dan komplikasi tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

Betz, C. L., & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:RGC

Engram, B. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Doengoes, Marilynn E, Dkk. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Egc

1999

Hartanto. 2009. Laporan Pendahuluan Dengan Hiperbilirubin. (Online). (http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-dengan.html, diakses tanggal 06/11/2011)

LAPORAN PENDAHULUAN

Page 14: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

SEPSIS NEONATORUM

A. Definisi

Sepsis adalah syndrome yang dikateristikkan oleh tanda-tanda klinis dan

gejala infeksi yang parah, yang dapat dikembangkan kearah septisemia dan

syok septic. Septisemia menunjukkan munculnya infeksi simetik pada daerah

yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme sel. Cepat atau zat-zat

racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.

Sepsis neonatorum adalah penyakit infeksi pada bayi dengan suatu syndrome

klinik yang ditandai dengan adanya penyakit sistemik simptomatik atau

asymtomatik dan adanya mikroorganisme serta toxin yang dihasilkan

dalamdarah (endotoxin) yang ditandai dengan terganggunya perfusi jaringan

atau organ vital tubuh disrtai dengan penurunan tekanan darah yang

disebabkan oleh pengaruh endotoxin terhadap sirkulasi darah.

B. Etiologi

Disebabkan oleh infeksi jamur discetsia, virus, bakteri dank man gram

negative.

1. Antenatal : kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke placenta.

a.) Virus : Rubella, Poliomyelitis, Loxcalkie, Variola.

b.) Spirokaeta : tsyponemia Pallidum.

c.) Bakteri : E. Coli, Usteria, Mone Dytogenes.

2. Intranatal : mikroorganisme masuk melalui cairan ketuban kontak

langsung dengan cairan pada vagina.

3. Paschanatal : kontaminasi pada saat penggunaan alat, perawatan tidak

stiril, akibat infeksi silang.

Streptococcus Group B Salmonella Aureus, Klebsiella, Enterobaktor

SP, Serratina SP, Hemopsilus Influenza Tipe B, Streptococcus

Pnemunia.

C. Pengkajian

Page 15: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

1.) Keadaan Umum

a.) Bayi umum nampak tidak sehat.

b.) Buruknya control suhu : Hipotermi, Hipertermi.

2.) System Sirkulasi

Pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, oedema, denyut jantung abnormal

(bradikardi), takikardi, aritmia.

3.) System Pernafasan

Pernafasan ireguler, apnea atau tacipnea, retraksi.

4.) System Syaraf (Neuro)

a.) Kurangnya aktivitas : letarghi, hiporefleksia, koma, sakit kepala,

pusing, pingsan.

b.) Peningkatan aktifitas : irritabiliatas, tremor, kejang.

c.) Gerakan bola mata tidak normal.

d.) Tonus otot meningkat atau menurun.

5.) System Saluran Cerna

Tidak mau minum, muntah, diare, adanya darah dalam feses, distensi

abdomen.

6.) System Hemoportik

Jaundice, pucat, ptekie, cyanosis, splenomegali.

D. Pemeriksaan diagnostic

1.) Culture (luka, sputum, urine, darah) mengidentifikasikan organisme

penyebab sepsis.

2.) SDP : ht mungkin meningkat pada status hipovelemik karena

hipokonsentrasi, leuositosis, dan trombositopenia.

3.) Elektrolit serum : asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi

ginjal.

4.) Glukosa serum : hipergikemia.

5.) GDA : alkolosis respiratori dan hipoksemia.

E. Masalah keperawatan

1.) Infeksi

2.) Perubahan

suhu

3.) Cairan dan

4.) Nyeri

5.) Aktivitas

6.) Pola tidur.

Page 16: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

Nutrisi

F. Patofisiologi

Endotoxin Bakteri, Virus Jamur

Invansi Kedalam Tubuh Bayi

(Sirkulasi, Cairan, Peralatan)

Gizi Buruk Imunitas Menurun Pengaruh Indotoksin

Infeksi PD. Vasokontriksi

Inflamasi Saluran Cerna Metabolisme Kulit Dingin Frekuensi

Meningkat Meningkat

Muntah Diare Hipotermia Hipertensi

Perubahan Nutrisi Pusing, Tinnitus

Kurang Dari Kebutuhan

Gangguan aktivitas

Melepaskan Bakterimia, H2O, CO2 Gangguan Pola Tidur

Mediator Nyeri Septisemia Meningkat

Syok Atau Coma Terjadi Ekstravasasi

Yesodilitasi Reseptor Nyeri Hipovolemia

Dehidrasi

Arteri Melebar Ujung Saraf Repi

Asidosis Atau Alkalosis

Suplai Darah Nyeri Metabolis

Meningkat

Gangguan Rasa Defisiensi Cairan

Nyaman Nyeri Dan Elektrolit

Hipotermi Hipertermi

Page 17: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

Resiko Terjadi Perubahan

Temperature Tubuh

G. Diagnosa keperawatan

1.) Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke

syok sepsis) berhubungan dengan perkembangan infeksi portumistik.

2.) Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu hipertermi

atau hipotermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh,

vasokontriksi pembuluh darah atau vasodilatasi pembuluh darah.

3.) Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan

dengan daiare, muntah, perpindahan cairan dari jaringan intertisiel ke

vaskuler.

4.) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan mual muntah peningkatan metabolisme.

H. Intervensi

1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis)

berhubungan dengan perkembangan infeksi portumistik.

Opportunistik.

a. Beri isolasi atau pantau pengunjung sesuai

indikasi.

b. Cuci tangan sebelu dan sesudah melaskukan

aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan.

c. Batasi pegaturan alat atau prosedur infansiv jika

memungkinkan.

d. Gunakan teknik steril.

e. Monitoring suhu atau peningkatan suhu secara

teratur.

f. Amati adanya menggigil.

g. Pantau TTV klien.

h. Kolaborasi dengan team medis didalam

pemberian antibiotic.

2. Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu hipertermi atau hipotermi

berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, vasokontriksi

pembuluh darah atau vasodilatasi pembuluh darah.

Page 18: LP- BBLR Resti (Hyperbilirubinemia & Sepsis Neonatorum)Afif

a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola) perhatikan

menggigil atau diaforesis.

b. Pantau suhu lingkungan atau pengaturan suhu

lingkungan.

c. Isolasi bayi dalam incubator.

d. Beri kompres (dingin, hangat) bila terjadi

peningkatan atau penurunan suhu.

e. Catat peningkatan atau penurunan suhu tubuh

bayi.

f. Kolaborasi dengan team medis didalam

pemeriksaan laboratorium (leukosi meningkat.

I. Buku Sumber

Doengoes, Marilynn E, Dkk. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :

Egc 1999