215726847 referat radiologi tb
DESCRIPTION
jklhfdssTRANSCRIPT
BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB) 1. Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB
menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil
tuberkel dari seseorang yang terinfeksi2. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh
sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru, otak,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian
organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru 1. Diagnosis TB ditegakkan atas dasar
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan
pemeriksaan
bakteriologis. Hanya 5% penderita TB fase awal yang memberikan gejala klinis, sehingga sulit
mendapatkan sputum untuk pemeriksaan bakteriologis. Untuk dapat melakukan pemeriksaan
sputum BTA dibawah mikroskop, dibutuhkan kuman baru yang jumlahnya paling sedikit 5000
kuman dalam satu mililiter dahak. Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17%
penderita TB memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru
ditegakkan semata-mata berdasarkan pemeriksaan BTA (+), akan banyak penderita TB paru
yang tidak terdiagnosis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis
sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer1,4,5.
EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, dan
sebagian besar negara-negara di dunia4. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006),
masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000
pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai
penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi3. Baik di
Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama.
Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert
Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang 2. Peningkatan
jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1)
diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan yang tidak adekuat, (3) program penanggulangan
tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik human immuno-deficiency virus (HIV),
(5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri (self treatment), (7) meningkatnya kemiskinan,
dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai4,6.
ETIOLOGI Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis, sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium. Mycobacterium
merupakan kuman batang tahan asam, yang dapat hidup selama berminggu-minggu dalam
keadaan kering, tapi mati dengan suhu 60°C dalam
cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki ukuran panjang 14/um dan tebal
0,3-0,6/um1. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak ( Lipid ). Lipid inilah yang
membuat kuman Jebih tahan terhadap asam sehinnga disebut bakteri tahan asam (BTA) .
Kuman dapat tahan hidup pada keadaan kering maupun dingin, karena kuman berada dlam
keadaan dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif
kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyukai jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal paruparu
merupakan tempat predileksi tuberkulosis.
PATOFISIOLOGI Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang
pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan telah sembuh
sempurna. Ketika kesehatannya menurun karena penyakit lain seperti AIDS atau diabetes, atau
karena penyalahgunaan alkohol maupun kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena
menjadi tuna wisma, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat
menjadi sakit beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman
TB2. Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama kali
menghirup kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap penyakit ini. Kuman
tersebut kemudian berkembang menjadi penyakit TB aktif dalam beberapa minggu. Seseorang
dengan TB aktif akan menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain2.
Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB
ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB di mana sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer
Ghon1,2. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis)1,2. Waktu yang diperlukan sejak
kuman TB masuk sampai terbentuk kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi TB.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler1. Pada minggu-minggu awal
proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang
awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada
saat terbentuknya kompleks primer ini, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut
ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon
positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah
kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun seluler
berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam
alveoli akan segera dimusnahkan1,2. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di
jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini1,2. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa
kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi1,2.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik1,2.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah
organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri,
terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya1,2. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini
pada umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi
fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian,
bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan
menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain1,2. Bentuk
penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen generalisata akut (acute
generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan
beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis
penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-
6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi
kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata
terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya
pada balita1,2. Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma1,2.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
Hal ini dapat terjadi secara berulang1,2. Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1
tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar
TB pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik.
Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal
ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental
yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama
(3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja
dan dewasa muda1,2. Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25
tahun setelah infeksi primer1.
DIAGNOSA Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, tuberculin
tes, pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru ditegakkan berdasarkan
ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis. I. Gejala Klinis 1. Demam 2. Batuk / batuk
darah 3. Sesak nafas 4. Nyeri dada 5. Malaise
II. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat badan
menurun. Seringkali pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat kelainan TB
paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai adanya infiltrate yang agak
luas, maka didapatkan perkusi redup dan auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan
juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan klinis,
TB sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis
dada. III. Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru8 Kelainan pada foto toraks bisa sebagai
usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama pada TB. Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan TB paru pada orang-orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +)
dan tanpa menunjukkan gejala. 1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu
ditemukan kelainan pada foto roentgen. 2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit
tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda
yang kuat bukan tuberkulosis. 3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum
berarti tidak ada tuberkulosis, sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang
kurangnya 10 minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis. 4. Sesudah sputum positif pada
pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto
toraks. 5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas
penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan hasil
pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses dan tanda
perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto terdahulu. 8.
Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti Pneumotoraks
torakoplastik, torakoplastik dsb 9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan
dewasa ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen
adalah suatu keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-proyeksi
tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus
lainnya.
Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu : 1.
Proyeksi Postero-Anterior (PA) Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien
dalam posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada
proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral. 2. Proyeksi Lateral Pada proyeksi lateral, posisi
berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat
pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam. 3. Proyeksi Top Lordotik Proyeksi Top Lordotik
dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru.
Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri
dengan arah sinar menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak
berhimpitan dengan klavikula.
Gambaran Radiologis TB Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis : 1.
Tuberkulosis Primer8 Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga
paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa
terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer
sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila
infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks. Lokasi kelainan biasanya
terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah,
tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis
primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. .
Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul
adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran
hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar
ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas
sehingga sarang primer tersembunyi dibelakangnya.
Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan lateral
Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB
2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi8 Tuberkulosis yang bersifat kronis ini
terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah
menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas
merupakan ciri dari tuberculosis sekunder7
Tuberculosis dengan cavitas
Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen apikal
lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai oleh
pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai. Klasifikasi
tuberkulosis sekunder8 Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis
Association ( ATA ). 1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak
melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter
dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas 2. Tuberkulosis lanjut sedang
( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang sarang yang berupa bercak infiltrat tidak
melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau
bayangan sarang tersebut berupa awan - awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang
homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru . 3. Tuberkulosis sangat lanjut (far
advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila
ada lubang -lubang, maka diameter semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain : 1. Sarang
eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan densitas
rendah. 2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang. 3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas,
dengan densitas tinggi. 4. Kavitas atau lubang 5. Sarang kapur ( kalsifikasi)
Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah : 1. Sarang-sarang berbentuk awan atau
bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang
ini biasanya menunjukan suatu proses aktif. 2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali
bila lubang sudah sangat kecil, yang dinamakan residual cavity . 3. Sarang-sarang seperti garis (
fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang biasanya menunjukkan proses telah
tenang ( fibrocalcification)
Tuberculosis dengan cavitas
Tuberculosis dengan kalsifikasi
Tuberkuloma Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat
suatu lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah suatu
sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu virulen bahkan
biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin, tegas dan dipinggirnya
ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram. Diagnostik
diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma sering ditemukan
sarang kapur.
Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -anak berusia 7 bulan
dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh lapangan keduaparu. Dan terdapat
konsolidasi di lobus kanan atas
Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis8 Penyembuhan 1.
Penyembuhan tanpa bekas Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang
dewasa apabila diberikan pengobatan yang baik. 2. Penyembuhan dengan memninggalkan
cacat. Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di kedua
lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh pembuluh darah besar di kedua
hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-akan menyerupai kantung
celana (broekzak fenomen). Sarang-sarang kapur kecil yang mengelompok di apeks paru
dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci). Secara roentgenologis, sarang baru dapat
dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan
bentuknya sama. Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang,
melainkan garis-garis atau bintik-bintik kapur. Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan
klinik - laboratorium, termasuk sputum. Perburukan ( perluasan ) penyakit8 1. Pleuritis Terjadi
karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran hematogen. Pada
keadaan normal rongga pleura berisi cairan 1015 ml. Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto
toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral
dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal.
Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bias
terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas dari
pleuritis TB dan empiema. 2. Penyebaran miliar Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-
sarang sebesar l-2mm atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua
belah paru.
Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut’ (Snow storm
apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput
otak /meningen, dsb. 3. Stenosis bronkus Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau
segmen paru yang bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius ) 4.
Kavitas (lubang) Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering
tipis berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang
biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah
pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu
proses lama yang sudah tenang. Pemeriksaan laboratorium Darah : Leukosit sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit masih di bawah normal, laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi. Anemia ringan, gama globulin meningkat, kadar natrium
darah menurun Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah
seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae. Diagnosis banding TB
paru secara radiologist 1. TB paru primer Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma,
sarkoidosis Pada TB paru primer, pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke paratrakea, dan
pada umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral.
Pada sarkoidosis pembesaran KGB hilus bilateral, Infiltrat unilateral lapangan bawah paru
TB anak: Pneumonia
Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena TB, pada pneumonia
bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran KGB dan pada evaluasi foto cepat terjadi
resolusi TB dewasa : pneumonia non TB, karsinoma (bronchioloalveolar cell ca),
sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM) 2. TB post primer 1. NTM 2. Silikosis 3.
Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD) 4. Kavitas pada usia tua,
kemungkinan karena tumor paru 5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener
granulomatosis dan jamur.
VII. Komplikasi Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis Komplikasi
lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma
paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB
Tuberkulosis pada tulang dan sendi Basil tuberculosis biasanya menyangkut di spongiosa
tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus
yang kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada
kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.
Tuberkulosis pada tulang panjang Lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang pada foto
roentgen terlihat sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batas-
batasnya tidak tegas tetaapi pada proses yang sudah kronis batasnya menjadi tegas. Kadang-
kadang dengan sklerosis pada tepinya. Lesi
cepat menyebrangi epifisis dan selanjutkan mengenai sendi. Proses dapat bermula pada epifisis
tulang panjang.
Tuberkulosis pada tulang belakang Frekuensi tuberculosis tulang yang paling ting adalah pada
tulang belakang, biasanya di daerah torakal dan lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya
pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat Dekat diskus intervertebra atas
atau bawah, disebut tipe marginal Ditengah korpus, disebut tipe sentral Di bagian anterior
korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal
Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengaiami destruksi di sertai adanya
kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus. Pada
tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus lambat terkena proses.
Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya adalah seperti pada tipe marginal
Meningitis Tuberkulosa Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP , diagnosis
dini sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya biasanya
hematogen. Temuan radiografi yang khas adalah abnormal enchancement meningeal, biasanya
paling menonjol pada sisterna basal7.
Tuberkulosis Parenkim Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana
saja dalam parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan parietal7.
Tuberkulosis Abdominal Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru.
CT adalah andalan untuk menyelidiki TBC perut , namun pengetahuan
modalitas imaging lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting untuk menghindari
salah diagnose dalam kasus di mana TB awalnya tidak dicurigai.7
PENGOBATAN TUBERKULOSIS Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan. Obat yang dipakai: 1. Jenis obat utama (lini I) yang
digunakan adalah : o INH o Rifampisin o Pirazinamid o Streptomisin o Etambutol 2. Jenis obat
tambahan lainnya (lini 2) o Kanamisin o Amikasin o Kuinolon o Obat lain masih dalam
penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat o Beberapa obat berikut ini masih
tersedia di Indonesia antara lain: Kapreomisin, Sikloserin, PAS (dulu tersedia), Derivat
rifampisin dan INH, Thiomides.
Panduan Pengobatan : I. TB paru BTA + atau BTA -, lesi luas 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6
HE II. Kambuh : RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2 RHZES/ 1 RHZE/ 5 RHE -
Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-18 ofloksasin,
etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE III. TB paru putus obat Sesuai lama
pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, baketeriologi, dan
radiologi saat ini atau 2 RHZES/ IRHZE/ 5R3H3E3 IV. TB paru BTA -, lesi minimal
2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4 R3H3 V. TB paru kronik RHZES / sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan) VI. MDR
TB Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I ,
Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9.
2. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 85264
3. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009. Diunduh dari
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
4. Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. 2007. Buku Pedoman Nasional Penanggulangan
TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta.
6. Anonym. 2003. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cureresearch), Available:
http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm
(Akses: 18 Mei 2009)
7. Joshua Burrill, FRCR ● Christopher J. Williams, FRCR ● Gillian Bain, FRCR et all .
Tuberculosis ; Radiological Review . Radiographics Vol 27 No.5 Pg.1255-1265 . September-
October 2007
8. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.