referat radiologi-bronkiektasis

29
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3 Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai: 1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub- segmen paru, atau 2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1 Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran 1

Upload: mutiara-aulia

Post on 22-Oct-2015

211 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang

bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran

udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru

obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps,

lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus

yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3

Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:

1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau

2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru

Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan

penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan

dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam

(mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran

pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari:

-          Sel penghasil lendir

-          Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel dan

lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.

-          Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh melawan

organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.

Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang

rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan.

Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi  zat makanan dan sistem

pertahanan untuk dinding bronkus. 4

1

Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat

kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti

penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan. 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama,

termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell Syndrome),

penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi

(Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis

ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi,

kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2

2. Insidensi

2

      Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di negara-

negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens

bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan tetapi

perlu di ingat bahwa insidens ini  juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan

kelainan kongenital.5,6

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini.

Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki

maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan

kongenital. 5,6,7

3. Epidemiologi

      Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada negara-negara

berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring

dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan

golongan sosioekonomi yang rendah. 1,5

4.    Etiologi

            Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis

dapat timbul secara kongenital maupun didapat. 6

a.       Kelainan kongenital

            Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor

genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis

yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua

bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital

seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn

syndrome, dll.1,2,3,5,6,7

b.      Kelainan didapat

            Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses

berikut:

3

  Infeksi

o Campak

o Pertusis

o Infeksi adenovirus

o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas.

o Influenza

o Tuberkulosa

o Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9

  Penyumbatan bronkus

o Benda asing yang terisap

o Pembesaran kelenjar getah bening

o Tumor paru

o Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9

  Cedera penghirupan

o    Cedera karena asap, gas atau partikel beracun

o    Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3,4

  Kelainan imunologik 

oSindroma kekurangan immunoglobulin

o Disfungsi sel darah putih

o Defisiensi komplemen

o Infeksi HIV

o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid, kolitis

ulcerativa1,2,3,4,5

  Keadaan lain

o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4

5. Anatomi4

                   Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

 

 

Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang

menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus

menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis,

yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter

kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos

sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran

penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. 9

            Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-paru.

Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis.

Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar

23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari

alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang

memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh

alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.9

5

Gambar1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan18)

 

            Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapiler

darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan yang

cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah

letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan

mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.9

 Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel

alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang

adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta

mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru

menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.9

Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan bronchus

sinistra.

1. Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih

vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada

ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam             

bronkus dextra.

Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra                          

thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.

            Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah

ventralnya.

Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior,

lobus medius, dan lobus inferior.

Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial

a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus

medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus

hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier

yang menuju ke segmen pulmo.10

2. Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih panjang

daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di sebelah

ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. 6

Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan

akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus

superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.

Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis

superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus

tracheobronchialis inferior.10

            Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal

dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10

6. Patofisiologi

           Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi

dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi

komponen muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut

adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside

dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai  respon terhadap

antigen. 5

            Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau

secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas

terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang,

memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya

dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke

tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. 3

      Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung,

daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang

mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan

lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga

meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang

dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya

7

bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga

menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas. 3

7.     Diagnosis

1.  Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang

mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau

hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. 1

Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau

tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari

tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. 1

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik, wheezing,

demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari

bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering

membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh

peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-

kadang disertai dengan sputum yang berbau. 1

8

            Gambar2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakandan daerah 

 bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan.(dikutip dari kepustakaan 3)

 

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien.

Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut.

Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan

dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder.

Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang,

sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian

digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari

10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari

digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai

bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan

temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak

dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi

masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi

pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. 1,2

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan

yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada

gambaran radiologisnya. 1,2

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh

destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang

mengiringi, seperti asma. 1,2

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali

observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder  pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada

eksaserbasi akut. 1,2

Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini

terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada

batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik

disertai dengan penurunan berat badan. 1Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.1

9

3. Gambaran Radiologis

- Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat  ditemukan gambaran

seperti dibawah ini:

  Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm).

dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb

appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang

terjadi pada bronkus. 11,12,13,14

10

                                                                                                        

 

11

Gambar3. Tampak Ring Shadow yang pada bagian bawah paru yang

menandakanadanyadilatasi bonkus (dikutip dari kepustakaan 13)

 

Gambar4. Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah(dikutipdari

kepustakaan 1) 

Tramline shadow

            Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri

atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam.

Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline shadow

yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah parahilus. 11,12,13,14

12

                    Gambar5. Tampak Ring                          Shadow yang

menandakan adanya                    dilatasi bonkus (dikutip dari

kepustakaan 13)

 

Gambar6.Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung (dikutip darikepustakaan  13)                                                        

                                                                          

 

  Tubular shadow      Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. gambaran ini

sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan,

namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis. 11,13

  Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada

sarung tangan. 11,13

13

- Bronkografi

      Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem

saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat

menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang

dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. 12,13

 

      Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di lakukan

pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang

akan diangkat. 12

      Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang

kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh

terhadap kontras media. 5

14

   -  CT-Scan thorax

      CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis

bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas

yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas

sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.2,8,14

      CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding

bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting

untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.14

 

15

Gambar8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkuspada lobus inferior kiri.(dikutip dari kepustakaan 15)

 

3.      Patologi Anatomi

Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang

terkena maupun beratnya penyakit. 6

Perubahan morfologis bronkus yang terkena

a.   Dinding bronkus

Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang

sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan

berbagai tingkatan keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus

yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. 6

b.   Mukosa bronkus

Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi

perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi

eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. 6

c.   Jaringan paru peribronkial

Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia,

fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan

paru distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah. 6

 Variasi kelainan anatomi bronkiektasis

      Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :

a.   Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)

Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada

bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik. 1,5,6

b.   Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)

Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan

penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista. 1,5,6

c.       Varicose bronkiektasis

16

Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini

digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena. 1,5,6

8.       Diagnosa Banding4,6

Fibrosis Kistik

          Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien yang lain,

namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang memperlihatkan

bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi: hiperinflasi, penebalan dan

dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan

tanda interstisial dan penyebaran nodul-nodul.

9.             Pengobatan

                  Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :

  Pengobatan konservatif 6

o   Pengelolaan umum, meliputia.       Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasienb.      Memperbaiki drainase sekret bronkusc.       Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik.

o   Pengelolaan khususa.       Kemoterapi pada bronkiektasisb.      Drainase sekret dengan bronkoskopi

o    Pengobatan simtomatik

a.    Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.b.    Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.c.                Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.d.    Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

  Pengobatan Pembedahan 17

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang terkena.

Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon

terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis

terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah

tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.6

10.                Prognosis

a. Kelangsungan Hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta

luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara

tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya

tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena

pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-

kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya

ringan. 4,6

b. Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran

sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular dan

elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri

bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis

terutama pada daerah peribronkial. 6

BAB III

18

KESIMPULAN

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang

bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran

udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru

obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps,

lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus

yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit

waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau

pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.

Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun

DAFTAR PUSTAKA

19

1. . O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition . Editor

James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255-274.

2..   Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com  last update

Januari 2008.

3.    Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor

Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.

4.    Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University

Press. Surabaya. 2006. hal 256-261

5.    Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393.

6.    Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati,

dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740

7.  Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian

Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.

8.  Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in

General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56

9.  Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.

10.  Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone. Tottenham.

2003. hal 45, 163, 164 & 168.

11.  Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41

12.  Eng  P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York.

2005. hal 67-68.

13.  Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com.  Last

update Februari 2008.

14.  Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Edition, Loren H.

Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver.

20

21