ppok

Upload: indahpratiwiindra

Post on 14-Jan-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PPOK

TRANSCRIPT

BAB I

TINJAUAN PUSTAKAPENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK)1.1.DefinisiCOPD atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi, dan partikel gas berbahaya.31.2.Prevalensi

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.21.3.Etiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.1Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.3Faktor resiko COPD bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya 4 : Asap rokokPerokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita COPD bergantung pada dosis merokoknya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.

Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat mengalami gejala-gejala respiratorik dan COPD dikarenakan oleh partikel-partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru terbakar.Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun dari janin tersebut.

Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun) Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan. Infeksi saluran nafas berulang Jenis kelamin

Dahulu, COPD lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena COPD dibandingkan perokok pria. Status sosio ekonomi dan status nutrisi

Asma

Usia

Onset usia dari COPD ini adalah pertengahan1.4.Patogenesis

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari COPD ini adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.4Komponen-komponen asap rokok tersebut juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps.4Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien COPD, yakni : peningkatan jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.5

1.5.Klasifikasi

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat :41. Derajat I: COPD ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat II: COPD sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.3. Derajat III: COPD beratDitandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% ( VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: COPD sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal jantung kanan.

1.6.DiagnosaPenderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara :11. Anamnesis

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll.

2. Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya : Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai

Penampilan pink puffer atau blue bloater Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

suara napas vesikuler normal, atau melemah

terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

ekspirasi memanjang

bunyi jantung terdengar jauh

3. Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan: Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Bulla Jantung pendulum4. Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai : Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupunkurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%5. Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan< 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil6. Uji Coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison ataumetilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid7. Analisis gas darah

Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi

Secara klinis diperkirakan gagal nafas atau payah jantung kanan Terutama untuk menilai Gagal napas kronik stabil dan Gagal napas akut pada gagal napas kronik.1.7.Diagnosa Banding

COPD didiagnosa banding dengan :11. Asma Bronkial

2. Gagal jantung kongestif

3. Bronkiektasis

4. Tuberkulosis

1.8.PenatalaksanaanAdapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :1 Mencegah progesifitas penyakit

Mengurangi gejala

Meningkatkan toleransi latihan

Mencegah dan mengobati komplikasi

Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualitas hidup penderita

Menurunkan angka kematian

Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana COPD.5Tujuan tersebut dapat dicapai melalui program tatalaksana, yaitu :11. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasipada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal3. Mencapai aktiviti optimal4. Meningkatkan kualiti hidupEdukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiapkunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya3. Cara pencegahan perburukan penyakit4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)5. Penyesuaian aktiviti2. Evaluasi dan monitor penyakit

PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.

Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit :

Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan Riwayat timbulnya gejala atau penyakit

Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru

Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya

Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakit-penyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK

Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas

Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok

Dukungan dari keluarga

3. Menurunkan faktor resiko

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A :

Ask (Tanyakan)Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan

Advise (Nasehati)Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok

Assess (Nilai)Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok

Assist (Bantu)Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi

Arrange (Atur)Jadwal kontak lebih lanjut

4. Tatalaksana PPOK Terapi Farmakologisa. BronkodilatorDiberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).Macam - macam bronkodilator : Golongan antikolinergikDigunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator jugamengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ). Golongan agonis beta 2Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaandapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknyadigunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakanuntuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karenakeduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obatkombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Golongan xantinDalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untukmengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasieksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.b. AntiinflamasiDigunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsimenekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : Lini I : amoksisilin, makrolid Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, dan makrolid baru Perawatan di Rumah Sakit dapat dipilih Amoksilin dan klavulanat Sefalosporin generasi II & III injeksi Kuinolon per oralditambah dengan yang anti pseudomonas Aminoglikose per injeksi Kuinolon per injeksi Sefalosporin generasi IV per injeksid. AntioksidanDapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutine. MukolitikHanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan, eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.f. AntitusifDiberikan dengan hati hati. Terapi Non-Farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV dengan PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia

PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia

Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.

c. Nutrisi

d. Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungs paru atau gerakan mekanik paru)

Penatalaksanaan menurut derajat PPOK1DERAJATKARAKTERISTIKREKOMENDASI PENGOBATAN

Semua derajat Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat I (PPOK Ringan)VEP1 / KVP < 70 %

VEP1 ( 80% Prediksia. Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

Derajat II

(PPOK sedang)VEP1 / KVP < 70 %

50% ( VEP1 ( 80% Prediksi dengan atau tanpa gejala1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. RehabilitasiKortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif

Derajat III

(PPOK Berat)VEP1 / KVP < 70%; 30% ( VEP1 ( 50% prediksi

Dengan atau tanpa gejala1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. RehabilitasiKortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang

Derajat IV

(PPOK sangat berat)VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang

2. Rehabilitasi

3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas

pertimbangkan terapi bedah

5. Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rujmah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit: Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis (2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :

Eksaserbasi sedang dan berat

Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :

Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat.

Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi

Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)1.9.PrognosisDubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.6

Dalam menentukan prognosis PPOK ini, dapat digunakan BODE index untuk menentukan kemungkinan mortalitas dan morbiditas pasien. BODE ini adalah singkatan dari: 7 Body mass index Obstruction [FEV1] Dyspnea [modified Medical Research Council dyspnea scale] Exercise capacityPenghitungannya melalui perhitungan skor 4 faktor berikut ini:

Body Mass Index

Lebih dari 21 = 0 poin

Kurang dari 21 = 1 poin

Obstruction ; dilihat dari nilai FEV1

>65% = 0 poin

50-64% = 1 poin

36-49% = 2 poin

350 meter = 0 poin

250 349 meter = 1 poin

150-249 meter = 2 poin

< 149 meter = 3 poin

Berdasarkan skor diatas, angka harapan hidup dalam 4 tahun pasien sebagai berikut:

0-2 points = 80% 3-4 points = 67% 5-6 points = 57% 7-10 points = 18%1.10 Komplikasi Gagal Napas Kronik

Ditandai dengan hasil analisis gas darah PO2 60 mmHg dan pH normal

Gagal Napas akut pada Gagal Napas Kronik, ditandai oleh:

Sesak napas dengan atau tanpa adanya sianosis

Sputum bertambah dan purulen

Demam

Kesadaran menurun

Infeksi Berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini imunitas menjadi kebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

Kor Pulmonale

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit >50%, dapat disertai gagal jantung kanan.

DAFTAR PUSTAKA1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2011. p. 1-68.

2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 984-5.

3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2007. p. 6. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=9894. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2007. p. 16-19. [serial online] 2007. [Cited] 20 Juni 2008. Didapat dari : http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp?l1=2&l2=1&intId=11165. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. p. 437-8.

6. PB PAPDI. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. p. 105-8

7. Mosenifar Z. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Didapat dari : http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview#showall PAGE 1