penyakit paru obstruktif kronik (ppok)

Upload: theresia-yoshiana

Post on 05-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Definisi PPOKPemeriksaan PPOKDiagnosis PPOKDifferential Diagnosis PPOKTatalaksana PPOK

TRANSCRIPT

Bab IPendahuluan

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang biasanya disebut sebagai PPOK merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan ditanggulangi, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstra paru yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Gejala utama PPOK adalah sesak napas memberat saat aktivitas, batuk dan produksi sputum.PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia. WHO memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian diseluruh dunia.PPOK di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yakni kebiasaan merokok masi merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia. Hal ini mau tidak mau PPOK merupakan salah satu penyakit yang menjadi tantangan di masa yang akan datang.

Bab IIIsi

I. DefinisiPenyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK, disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. PPOK sering timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya. Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran udara.Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena emfisema merupakan diagnosis patologi sedangkan bronchitis kronik merupakan diagnosis klinis. Selain itu, keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam saluran napas.

II. EpidemiologiData Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO, 2002).Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1986, asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok; 92% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota kerluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga merupakan perokok pasif (BPS, 2001). Jumlah perokok yang berisiko menderita PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.Faktor yang berperan dalam peningkatan prevalensi PPOK, yaitu:a. Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70%)b. Pertambahan pendudukc. Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-and. Industrialisasie. Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan.Faktor resiko penderita PPOK antara lain:a. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan: Riwayat merokok: perokok aktif, perokok pasif, bekas perokok Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun: Ringan : 0-200 Sedang : 200-600 Berat : >600b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerjac. Hipereaktiviti bronkusd. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulange. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

III. PatofisiologiPada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleuraObstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu: inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis yang mendasari PPOK sampai terjadi gejala yang khas, misalnya penurunan VEP1 yang disebabkan peradangan dan penyempitan aaluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun terjadi akibat kerusakan parenkim paru pada emfisema. Keterbatasan aliran udara dan air trapping Tingkat peradangan, fibrosis, dan cairan eksudat di lumen saluran napas kecil berkorelasi dengan penurunan VEP1 dan rasio VEP1/KVP. Penurunan VEP1 merupakan gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual fungsional,khususnya selama latihan (hiperinflasi dinamis), yang terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan latihan. Hiperinflasi yang berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya sesak napas pada aktivitas. Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas ingkatkan keterbatasan kapasitas latihan. Mekanisme pertukaran gasKetidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan hiperkapnia yang terjadi karena beberapa menkanisme. Secara umum, perturan gas memburuk selama penyakit berlangsung. tingkat krahan emfisema berkorelasi dengan PO2 arteri dan tanda lain dari ketiseimbangan vetilasi-perfusi (VA/Q). HipersekresiBeberapa mediator dan protease merangsang hipersekresi mukus melalui aktivasi reseptor faktor EGFR. Gambaran sistemikDari beberapa laporan penelitian, pasien PPOK memberikan beberapa gambaran sistemik, khususnya pada penyakit yang berat, hal ini berdampak besar terhadap masa tahan hidup dan penyakit komorbid.Kakeksia umumnya terlihat pada pasien dengn PPOK berat. disebabkan oleh hilangnya massa otot rangka dan kelemahan ototsebagai akibat dari apoptosis yang meningkat dan atau tidak digunakannya otot-otot tersebut. Pasien PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi dan anemia kronik.Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termaduk TNF-, IL-6, dan radikal bebas, dapat mengakibat efek sistemik tersebut. Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, berkorelasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP). EksaserbasiEksaserbasi merupakan peningkatan lbih lanjut respons inflamasi dalam saluran napas pasien PPOK. Keadaan ini dapat dipicu oleh infeksi bakteri atavirus atau polusi lingkungan. Mekanisme inflamasi yang mengakibatkan eksaserbasi PPOK masih banyak yang belum diketahi. Pada eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrofil, beberapa studi lainnya juga menemukan eosinofil dalam sputum dan dinding saluran naps. Hal iniberkaitan dengan peningkatan konsentrasi mediator tertentu, termasuk TNF-alfa, LTB4, dan IL-8 serta peningkatan biomarker stres oksidatif.Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada dinding saluran napas dan peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan pengurangan aliran ekspirasi sehingga terjadi peningkatan sesak napas. Terjadi juga perburukan abnormalitas VA/Q yang mengakibatkan hipoksemia berat.

Gambar 1. Konsep Patogenesis PPOK

Gambar 2. Perbedaan Patogenesis Asma dan PPOK

PatogenesisInflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respons inflamasi normal akibat iritasi kronik sepertiasap rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum diketahui, kemungkinan disebabkan faktor genetik. Pada pasien PPOK yang tidak mempunyai riwayat merokok, penyebab respons inflamasi yang terjadi belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oelh stres oksidatif dan kelebihan proteinase. Semua menkanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan patologis PPOK.Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pla tertentu peradangan yang melibatkan neutrofil, makrofag, dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel strktural dalam saluran udara dan parenkim paru.Sel-sel inflamasi yang bekerja pada PPOK antra lain:a. NeutrofilMeningkat dalam sputum perokok. Peningktan neutrofil pada PPOK sesuai dengan beratnya penyakit. Neutrofil ditemukan sedikit pada jaringan. Keduanya mungkin berhubungan dengan hipersekresi dan pelepasan protease.b. MakrofagBanyak ditemukan di lumen saluran napas, parenkim paru dan cairan bronchoalveolar lavage (BAL). Berasala dari monosit yang mengalami diferensiasi di jaringan paru. Makrofag meningkatkan mediator inflamasi dan protease pada pasien PPOK sebagai respons terhadap asap rokok dan menunjukkan fagositosis yang tidak sempurna.c. Limfosit TSel CD4 dan CD8 meningkat pada dinding saluran napas dan parenkim paru, dengan peningkatan CD8 lebih besar dari CD4. Peningkatan sel T CD8 (Tc1) dan sel Th1 yang mensekresikan interferon- dan mengekspresikan reseptor kemokin CXCR3, mungkin merupakan sel sitotoksik untuk sel-sel alveolar yang berkontribusi terhadap kerusakan alveolar.d. Limfosit BMeningkat dalam saluran napas perifer dan folikel limfoid sebagai respons terhadap kolonisasi kuman dan infeksi saluran napas.e. EosinofilMeningkat dalam sputum dan dinding saluran napas elama eksaserbasi.f. Sel epitelMungkin diaktifkan oleh asap rokok sehingga menghasilkan mediator inflamasi.Berbagai macam mediator inflamasi yang telah terbukti meningkat pada pasien PPOK menarik sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotaktik), menguatkan proses inflamasi (sitokin pro inflamasi), dan mendorong perubahan struktural (faktor pertumbuhan).Mediator inflamasi dalam PPOK antara lain:a. Faktor kemotaktik Lipid mediator misalnya leukotriene B4 (LTB4) menarik neutrofil dan limfosit T Kemokin misalnya interluekin-8 (IL-8) menarik neutrofil dan monositb. Sitokin proinflamasi: TNF-, IL-1, dan IL-6 memperkuat proses inflamasi dan berkontribusi terhadap efek sistemik PPOKc. Faktor pertumbuhan: TGF- dapat meneybabkan fibrosis pada saluran napas periferStres oksidatif dapat menjadi mekanisme penguatan penting dalam PPOK. Biomarker stres oksidatif (peroksida hidrogen, 8-isoprostan) meningkat dalam sputum, kondensat hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada pasien PPOK. Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang dihasilkan oleh asap rokok dan parkulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi diaktifkan. Mungkin juga ada penurunan antioksidan endogen pada pasien PPOK. Stres oksidatif memiliki beberapa konsekuensi yang merugikan di paru, termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi antiprotease, stimulasi sekresi mukus, dan stimulasi eksudasi plasma menngkat. Banyak dari efek samping dimediasi oelh peroksinitrat, yang dibentuk melalui interaksi antra anion superoksida dan oksida nitrat. Oksida nitrat yang dihasilkan oleh oksida nitrat induktif, terdapat pada saluran napas perifer dan parenkim paru pasien PPOK.Ada bukti kuat mengenai ketidakseimbangan protease dan antiprotease pasien PPOK, yaitu protease yang memecah as jaringan ikat dan antiprotease yang melindunginya. Beberapa protease, berasal dari sel inflamasi dan sel epitel, yang meningkat pada pasien PPOK. Protease mediated perusak elastin, yang merupakan komponen jaringan ikat utama parenkim paru adalah gambaran penting pada emfisema dan bersifat ireversibel.

PatologiPerubahan patologi karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas proksimal, saluran napas perifer, parenkim, dan vaskular paru. Perubahan patologis akibat inflamasi terjadi karena penngkatan sel inflamasi di berbagai bagian paru yang menimbulakn kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. Secara umum, perubahan inflamasi dan struktural saluran napas akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti merokok.

Tabel 1. Perubahan patologis pada PPOKSaluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter >2 mm) Sel inflamasi: makrofag , lomfosit T CD8 (sitotoksik) , sedikit neutrofil atau eosinofil Perubahan: sel goblet , pembesaran kelenjar submukosa (keduanya menyebabkan hipersekresi), metaplasia sel epitel skuamosa

Saluran napas perifer (bronkiolus diameter CD4), limfosit B , folikel limfoit, fibroblas , sedikit neutrofil atau eosinofil

Parenkim paru ( bronkiolus pernapasan dan alviolus) Sel inflamasi: makrofag , limfosit T CD8 Perubahan struktur: kerusakan dinding alveolus, aptoptosis sel epitel dan endotelEmfisema sentrilobular: dilatasi dan kerusakan bronkolous; paling sering pada perokokEmfisema panasinar: peruskan alveolus dan bronkolus; paling sering terlihat pada kekurangan -1 antitrypsin

Pembuluh darah paru Sel inflamasi: makrofag , limfosit T ktur: penebalan intima, disfungsi sel endotel, penebalan otot polos (hipertensi pulmoner) Perubahan str

Sumber dari: PPOK: Diagnosis dan Penatalaksanaan.h.15

IV. DiagnosisGejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala:1. SesakProgresif (sesak bertambah berat seiring berjalan waktu); bertambah berat dengan aktivitas; persisten (menetap sepanjang hari); pasien mengeluh perlu usaha untuk bernapas; berat, sukar bernapas, terengah-engah.2. Batuk kronik: Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak3. Batuk kronik berdahak4. Riwayat terpajan faktor risiko: asap rokok, debu, bahan kimia, asap dapurPertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator tersebut ada pada individu usia di atas 40 tahun. Spirometri diperlukan untuk memastiksan diagnosis PPOK.

A. Gambaran Klinisa. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengib. Pemeriksaan fisisPPOK dini umumnya tidak ada kelainan Inspeksi Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu napas Hipertropi otot bantu napas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloaterPink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing.Blue bloater adalah gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Auskultasi suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauhB. Pemeriksaan Penunjangc. Pemeriksaan rutin Faal paru : Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi dan atau VEP1/KVP Obstruksi : VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 % VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. Darah rutin: Hb, Ht, Leukosit Radiologi: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.Pada emfisema terlihat gambaran: Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar, Diafragma mendatar, Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)Pada bronkitis kronik: Normal dan Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasusd. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti Harian APE kurang dari 20% Uji latih kardiopulmoner: Sepeda statis (ergocycle), Jentera (treadmill), Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid Analisis gas darahTerutama untuk menilai gagal napas kronik stabil dan gagal napas akut pada gagal napas kronik Radiologi: CT Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru Elektrokardiografi: Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. Ekokardiografi: Menilai funfsi jantung kanan BakteriologiPemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

V. Diagnosis BandingBerbagai penyakit dapat memiliki gejala dan tanda menyerupai PPOK. Oleh sebab itu, diagnosis PPOK harus didasarkan pada anmnesis, pemeriksaan fisi, dan pemeriksaan penunjang.

Tabel 2. Diagnosis banding PPOKDiagnosisGejala

PPOKOnset pada usia pertengahanGejala progresif lambatLamanya riwayat merokokSesak saat aktivitasSebagian besar hambatan aliran udaraIreversibel

AsmaOnset awal sering pada anakGejala bervariasi dari hari ke hariGejala pada malam/menjelang pagiDisertai atopi, rinitis, atau eksimRiwayat keluarga dengan asmaSebagian besar keterbatasan aliran udaraReversibel

Gagal jantung kongestifAuskultasi terdengar ronki halus di bagian basalFoto toraks tampak jantung membesar, edema paruUji faal paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi

BronkiektasisSputum produktif dan purulenUmumnya terkait degan infeksi bakteriAuskultasi terdengar ronki kasarFoto toraks/CT-scan toraks menunjukkan pelebaran dan penebalan bronkus

TuberkulosisOnset segala usiaFoto toraks menunjukkan infiltratKonfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)Prevalens TBS tinggi di daerah endemis

Bronkiolitis obliteransOnset pada usia muda, bukan perokokMungkin memiliki riwayat rematoid artritis atau pajanan asapCT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah hipodens

Panbronkiolitis difusLebih banyak pada laki-laki bukan perokokHampir semua menderita sinusitis kronikFoto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak menyebar kecil di centrilobular dan gambaran hiperinflasi

Sumber dari: PPOK: Diagnosis dan Penatalaksanaan.h.26-7

Penyakit lain yang bisa menjadi diagnosis PPOK adalah SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis), penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.

VI. KlasifikasiTerdapat ketidaksesuaian antara nilai VEP1 dan gejala pasien, oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa dipredisi dengan VEP1.

Tabel 3. Klasifikasi PPOKDerajat KlinisFaal Paru

Gejala klinisNormal

Derajat I: PPOK ringanGejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering.Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurunVEP1 / KVP 80% prediksi

Derajat II: PPOK sedangGejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum.Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannyaVEP1 / KVP 35 permenit Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg) Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg) Henti napas, Samnolen, gangguan kesadaran Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung) Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma, efusi pleura masif), Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

5. NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

6. Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang masuk program rehabilitasi adalah penderita yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai simptom pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, dan kualitas hidup yang menurun.Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu: latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.a. Latihan fisis Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan menghasilkan peningkatan VO2 maksimal, perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobic, peningkatan cardiac output dan stroke volume, peningkatan efisiensi distribusi darah, pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recoveryb. PsikososialStatus psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat.c. Latihan PernapasanTujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.

B. Penatalaksanaan PPOK stabilKriteria PPOK stabil adalah:1. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik2. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg3. Dahak jernih tidak berwarna4. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)5. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan6. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahanTujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil adalah untuk mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualiti hidup, dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi.

Penatalaksanaan di rumahPenatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun oleh keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi penderita PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanik.Tujuan penatalaksanaan di rumah: menjaga PPOK tetap stabil, melaksanakan pengobatan pemeliharaan, mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini, mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan, menjaga penggunaan ventilasi mekanik dan untuk meningkatkan kualitas hidup.Penatalaksanaan di rumah meliputi:a. Penggunakan obat-obatan dengan tepat.Obat-obatan sesuai klasifikasi. Pemilihan obat dalam bentuk dishaler, nebuhaler atau tubuhaler karena penderita PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus. Penggunaan nebuliser di rumah sebaiknya bila timbul eksaserbasi, penggunaan terus menerus, hanya jika timbul eksaserbasi.b. Terapi oksigenDibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.c. Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya. Beberapa penderita PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah.d. Rehabilitasie. Evaluasi / monitor terutama ditujukan pada: tanda eksaserbasi, efek samping obat, dan kecukupan serta efek samping penggunaan oksigen

C. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi AkutEksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisisebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara,kelelahan atau timbulnya komplikasi.Gejala eksaserbasi adalah sesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan perubahan warna sputum. Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atasb. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atasc. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baselinePenyebab eksaserbasi akuta. Primer: Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)b. Sekunder:Pnemonia; Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia; Emboli paru; Pneumotoraks spontan; Penggunaan oksigen yang tidak tepat; Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat; Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit); Nutrisi buruk; Lingkungan memburuk/polusi udara; Aspirasi berulang; Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi).Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat).Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara:a. Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliserb. Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidurc. Menambahkan mukolitikd. Menambahkan ekspektoranBila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi gagal napas segera atasi untukmencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi:1. Diagnosis beratnya eksaerbasi: Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal; kesadaran; tanda vital; analisis gas darah; dan pneomonia2. Terapi oksigen adekuatPada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.3. Pemberian obat-obatan yang maksimalObat yang diperlukan pada eksaserbasi akut:a. AntibiotikDiberikan apabila terjadi peningkatan jumlah sputum, sputum berubah menjadi purulen, dan peningkatan sesakPemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal.b. BronkodilatorBila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis.Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.c. KortikosteroidTidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.d. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas e. Ventilasi mekanikPenggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.f. Kondisi lain yang berkiatan Monitor balans cairan elektrolit Pengeluaran sputum Gagal jantung atau aritmiag. Evaluasi ketat progesiviti penyakitPenanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi: Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal Kesadaran menurun Hipoksemia berat Pao2 < 50 mmHg Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli masif Penggunaan NIPPV yang gagal

VIII. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah:1. Gagal napas Gagal napas kronikHasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaannya: Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 Bronkodilator adekuat Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur Antioksidan Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai dengan sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen, demam, serta kesadaran menurun.2. Infeksi berulangPada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit.3. Kor pulmonalDitandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan.

Bab IIIPenutup

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.Faktor risiko yang mempengaruhi PPOK adalah asap rokok, polusi udara, sres oksidatif, gen, tumbuh kembang paru, dan sosial ekonomi.Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan inflamasi di saluran napas dan paru. Respons inflamasi abnormal ii menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema dan mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan patologis menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara yang bersifat progresif.Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Tanda dan gejala PPOK adalah sesak yang progresif, bertambah berat dengan aktivitas; persisten, napas berat, sukar bernapas, terengah-engah; batuk kronik yang hilang timbul dan mungkin tidak berdahak; batuk kronik berdahak; serta riwayat terpajan faktor risiko seperti asap rokok, debu, dan bahan kimia. PPOK diklasifikasikan menjadi 4, yaitu derajat rignan, sedang, berat, dan sangat berat.Secara umum, penatalaksanaan PPOK meliputi edukasi, obat-obatan, terapi oksigen, penggunaan ventilasi mekanik, terapi nutrisi, dan rehabilitasi. Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, dan meningkatkan kualitas hidup penderita.Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK antara lain gagal napas, infeksi berulang, dan kor pulmonal.

Daftar Pustaka

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta: PDPI; 2011.2.

1