seng paling siiiippp dewe ppok

56
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua- duanya (Snider, 2003). Menurut World Health Organization (WHO), PPOK bisa membunuh seorang manusia setiap sepuluh detik (WHO,2007). Terdapat enam faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok, hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK (Reily, Edwin, Shapiro, 2008). Supari (2008), turut menyatakan bahawa merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran 1

Upload: kiky-effendy

Post on 29-Jan-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fdafdfdfdf

TRANSCRIPT

Page 1: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali sebagai

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan obstruksi

saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi

bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider,

2003). Menurut World Health Organization (WHO), PPOK bisa

membunuh seorang manusia setiap sepuluh detik (WHO,2007).

Terdapat enam faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok,

hiperesponsif saluran pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan

akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik. Merokok dikatakan

sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK (Reily, Edwin, Shapiro,

2008). Supari (2008), turut menyatakan bahawa merokok

merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK.

Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab

kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati

tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner, penyakit

serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan (COPD

International, 2004). Laporan terbaru WHO menyatakan bahwa

sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan hampir 3 juta

manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005 (WHO, 2007).

Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK akan menjadi penyebab

ke-3 kematian di seluruh dunia (WHO,2008).

Dikatakan 80 - 90% kematian pada penderita PPOK berhubungan

dengan merokok. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis

kronik dan emfisema diakibatkan oleh rokok (The Tobacco

1

Page 2: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Atlas, 2002). Dilaporkan perokok adalah 45% lebih berisiko

untuk terkena PPOK berbanding bukan perokok (WHO,2010).

WHO turut menyatakan bahwa perokok pasif berisiko tinggi,

terutama pada anak-anak dan individu yang terpapar.

Diperkirakan perokok pasif dapat meningkatkan risiko PPOK pada

orang dewasa sebanyak 10 - 43% (COPD International, 2004).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi, etiologi, klasifikasi pada pasien dengan gangguan

COPD?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada pasien dengan gangguan COPD?

3. Bagaimana patofisiologi pada pasien dengan gangguan COPD?

4. Bagaimana Menifestasi klinis pada pasien dengan gangguan COPD?

5. Bagaimana Penatalaksanan pada pasien dengan gangguan COPD?

6. Bagaimana Komplikasi pada pasien dengan gangguan COPD?

C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi pada pasien

dengan gangguan COPD.

2. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi pada pasien

dengan gangguan COPD.

3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi pada pasien dengan

gangguan COPD.

4. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis pada pasien dengan

gangguan COPD.

2

Page 3: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanan pada pasien dengan

gangguan COPD.

7. Mahasiswa dapat mengetahui Bagaimana Komplikasi pada pasien

dengan gangguan COPD?

D. Manfaat

1. Pembaca mengetahui anatomi fisiologi, patologi, dan asuhan

keperawatan pada pasien dengan PPOK.

2. Pembaca lebih memahami tentang PPOK dan cara pencegahannya.

3. Menurunkan prevalensi kasus PPOK di Indonesia

4. Sebagai sumber informasi yang sangat berguna dalam menambah

pengetahuan dan wawasan.

5. Sebagai sumber informasi yang sangat penting untuk dapat

diaplikasikan dalam praktek keperawatan.

3

Page 4: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (chronic obstructive pulmonary

diseases-COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh

peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan

dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun

/berbahaya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal

dengan COPD adalah: Bronkhitis kronis, emfisema paru-paru, dan asma

bronkhial.

Bronkhitis kronis adalah radang pada bronkhus yang biasanya

mengenai trakea dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan

laringotracheobronchitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan

napas tersendiri/sebagai bagian dari penyakit sistematik misalnya pada

morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis.  Peradangan juga dapat

terjadi karena tubuh merespons terhadap zat atau benda asing yang

masuk ke dalam tubuh sehingga terjadi reaksi alergik. Gejala-gejala

peradangan tersebut secara umum adalah batuk-batuk, demam, sulit

menelan, dan sakit di dada.

Emfisema merupakan gangguan perkembangan paru-paru yang

ditandai oleh pelebaran ruang udara didalam paru-paru disertai destruksi

jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa

tidak termasuk emfisema jika ditemukan kelainan berupa pelebaran

ruang udara ( alveolus ) tanpa disertai adanya destruksi jaringan dan

hilangnya elastisitas alveolus. Emfisema membuat penderita sulit

4

Page 5: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Asap rokok

dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan

elastisitas pada paru-paru ini. 

Asma Bronkial adalah obstruksi jalan napas akut, episodik yang

diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respon pada orang

sehat. Asma telah didefinisikan sebagai gangguan yang dikarakteristikan

oleh paroksisme rekurens mengi dan dispnea yang tidak disertai oleh

peyakit jantung atau penyakit lain. Kelainan ini tidak menular dan

bersifat genetis atau bawaan seseorang sejak lahir. Kelainan ini juga

dapat kambuh jika suhu lingkungan cukup rendah atau keadaan dingin,

udara kotor, alergi, dan stres (tekanan psikologis).

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Penyakit ini dikaitkan

dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:

1. Merokok sigaret yang berlangsung lama

2. Terpapar oleh polusi udara dan polusi lingkungan

3. Infeksi saluran pernapasan

5

Page 6: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

4. Genetik

5. Perubahan cuaca

6. Alergi

7. Stres emosional

8. Peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan

Klasifikasi

Derajat Klinis Faal Paru

Derajat 0

Berisiko

Gejala klinis

(batuk, produksi sputum)

Normal

Derajat I :

PPOK

Ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis

(batuk produksi sputum)

VEP1 , / KVP < 75 %

VEP1 > 80% PREDIKSI

Derajat II :

PPOK

Sedang

Dengan atau tanpa gejala klinis

(batuk, produksi sputum).

Gejala bertambah sehingga

menjadi sesak

VEP1 / KVP < 75%

30% < VEP1 <80%

prediksi

IIA:

50% < VEP1 < 80%

prediksi

IIB :

30% < VEP1 <50%

prediksi

Derajat III :

PPOK Berat

Gejala diatas ditambah tanda-

tanda gagal napas dan gagal

jantung kanan.

VEP1 / KVP < 75%

VEP1 <30% prediksi

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa detik 1

KVP = Kapasitas Vital Paksa

6

Page 7: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

C. Anatomi dan fisiologi

Saluran pernafasan bagian bawah:

a. Laring

Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian

atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar daripada bagian

bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal

kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os

hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun

tidak.

Laring terdiri dari tiga struktur yang penting

- Tulang rawan krikoid

- Selaput/pita suara

- Epiglotis

- Glotis

Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,

sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi

adalah untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk

kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis

yang secara bersamaan. Fungsi respirasi laring dengan mengatur

7

Page 8: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

mengatur besar kecilnya rima glotis. Laring juga mempunyai fungsi

sebagai alat pengatur sirkulasi darah. Laring mempunyai fungsi untuk

mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis dan

lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan

membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.

b. Trakhea

Merupakan pipa silinder dengan panjang ±11cm, dan diameter 2,5 cm

serta terletak di atas permukaan anterior esofagus. berbentuk ¾

cincin tulang rawan seperti huruf C. Tuba ini merentang dari larning

pada area vertebra serviks keenam sampai area vertebra kelima

tempatnya membelah ,enjadi dua bronkus utama. Trakea di lapisi

epithelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang

mengandung banyak sel goblet.

c. Percabangan bronkus

Merupakan percabangan trachea kanan dan kiri. Tempat percabangan

ini disebut carina. Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih

pendek, lebih tebal, dan lebih lurus di bandingkan bronkus primer kiri

karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing

yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam

bronkus kanan. Bronkus kanan bercabang menjadi: lobus superior,

medius, inferior. Bronkus kiri terdiri dari: lobus superior dan inferior.

d. Paru-paru

Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi

udara, terletak dalam rongga toraks.

- Paru kanan memiliki tiga lobus, dan paru kiri memiliki dua lobus.

- Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga

pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak

diatas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang

terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan permukaan kostal

terletak di atas kerangka iga. Permukaan mediastinal memiliki hilus

(akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah bronki,

pilmonar, dan bronchial dari paru.8

Page 9: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

e. Pleura

Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.

- Pleura pariental melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma,

mediastinum).

- Pleura visceral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura

pariental di bagian bawah paru.

- Rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara

pleura pariental dan visceral yang mengandung lapisan tipis cairan

pelumnas. Cairan ini di sekresi oleh sel-sel pleural sehingga paru-

paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi

- Resesus pleural adalah rongga pleural yang tidak berisi jaringan

paru. Area ini muncul saat pleural pariental bersilangan dari satu

permukaan ke permukaan lain. Saat bernafas paru-paru bergerak

keluar masuk area ini.

Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis, pada asma bronkial yang

terkena di bagian saluran bronkial, pada bronkhial akut biasanya

mengenai trakhea dan laring, sedangkan pada emfisema yang

terjadi di paru-parunya (terjadinya pelebaran ruang udara di

dalam paru-paru disertai destruksi jaringan).

D. Patofisiologi

Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam

bergantung pada penyakit. Pada brokhitis kronis dan bronkhiolitis,

terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak sehingga

menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran

oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang

disebabkan oleh overektensi ruang udara dalam paru. Pada asma, jalan

napas bronkhial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir

ke dalam paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua

kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-masing kelainan ini

membutuhkan pendekatan spesifik.

9

Page 10: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan interaksi genetic

dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan ditempat kerja

(terhadap batu bara, kapas, dan padi-padian) merupakan factor resiko

penting yang menunjang penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam

rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada

individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah

penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.

PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan

waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan awitan (onset) gejala

klinisnya seperi kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi simtomatik

selamam tahun-tahun usia baya, tetapi insidenya meningkat sejalan

dengan peningkatan usia. Meskipun aspek-aspek fungsi paru tertentu

seperti kapasitas total (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV) menurun

sejalan dengan peningkatan usia, PPOK dapat memperburuk perubahan

fisiologi yang berakitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi

jalan napas misalnya pada bronchitis serta kehilangan daya

pengembangan (elastisitas) paru misalnya pada emfisema. Oleh karena

itu, terhadap perubahan tambahan dalam rasio fentilasi-perkusi pada

klien lansia dengan PPOK.

10

Page 11: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

E. WOC

11

Asma BronkhialEmfisemaBronkitis kronis

Obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli

Jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir ke dalam

Penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas

PPOK

Gangguan pergerakan udara dari dan ke luar paru

Mk: Kematian Resiko tinggi gagal napas

Gangguan pertukaran gas

Peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversibel

MK: Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Resiko tinggi infeksi pernapasan

Respons sistemis dan psikologis

Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan

Penurunan kemampuan batuk efektif

Keluhan sistemis, mual , intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan , dan keletihan fisik

Keluhan psikososial, kecemasan, ketidaktahuan akan prognosis

Mk: - Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

- Gangguan pemenuhan ADL

MK: Ansietas Ketidaktahuan/pemenuhan

informasi

Page 12: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

F. Manifistasi klinik

1. Pasien PPOK ditandai oleh adanya keluhan batuk berlebihan pada

skala lima atau enam, produksi sputum dan pernapasan yang

memendek.

2. Gejala telah muncul selama 10 tahun atau lebih.

3. Dyspnea muncul pada aktifitas berat, tetapi apabila kodisinya

memburuk dapat terjadi pada aktifitas ringan. Pada penyakit yang

berat dyspnea dapat terjadi saat istirahat.

4. Serangan penyakit biasa terjadi berulang menyebabkan tidak dapat

bekerja dan akhirnya cacat.

5. Pneumonia.

6. hipertensi pulmonal.

7. cor pulmonale.

8. kegagalan respirasi kronik merupakan bentuk stadium lanjut PPOK.

Kemtian yang terjadi selama serangan penyakit biasanya berhubungan

dengan kegagalan respirasi. `

9. Hemoptisis sering terjadi.

10. pink puffer (bengkak merah muda) pada emfisema.

11. blue bloaters (bengkak biru) pada bronkitis.

G. Pemeriksaan Fisik Fokus

Inspeksi

Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan

frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas

(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat dilihat klien

mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,

penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan, dan

pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea

terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-

hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan

sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan adanya tanda

pertama infeksi pernapasan.12

Page 13: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.

Perkusi

Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan

diafragma mendatar/menurun.

Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai

tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

H. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PPOK

1. Mencegah progresivti penyakit

2. Mengurangi gejala

3. Meningkatkan toleransi latihan

4. Mencegah dan mengobati komplikasi

5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang

6. Mencegah atau meminimalkan efek samping obat

7. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

8. Meningkatkan kualitihidup penderita

9. Menurunkan angka kematian

Penatalaksaan Medis

Intervensi medis bertujuan untuk :

Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme

bronkhus dan membersihkan sekret yang berlebihan.

Memelihara keefektifan pertukaran gas.

Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernapasan.

Meningkatkan toleransi latihan.

Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status asmatikus)

Mencegah alergen/iritasi jalan napas.

13

Page 14: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang sering

menyertai adanya obstruksi jalan napas kronis.

Manajemen medis yang diberikan berupa:

1. Pengobatan farmakologi

a. Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain lain)

b. Bronkodilator.

Adrenergik: efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis selektif.

Nonadrenergik: aminofilin, teofilin.

c. Antihistamin

d. Steroid

e. Antibiotik

f. Eksperatoran

Oksigen digunakan 31/menit dengan nasal kanul.

2. Higiene paru

Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru,

meningkatkan kerja silia, dan menurunkan resiko infeksi.

Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada. Dan postural

drainase.

3. Latihan

Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otot

skeletal agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan nafas.

4. Menghindari bahan iritan

Penyebab iritan jalan nafas yang harus dihindari diantaranya asap

rokok dan perlu juga mencegah adanya alergen yang masuk tubuh.

5. Diet

Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dispnea.

Pemberian porsi yang kecil nmamun sering lebih baik daripada makan

sekaligus banyak.

14

Page 15: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK

DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN

Semua deraja Hindari faktor pencetus

Vaksinasi influenza

Derajat 0 :

Berisiko

Gejala kronik

(batuk,dahak)

terpajan faktor

resiko spirometri

normal

Derajat 1 :

PPOK Ringan

VEP₁/KVP<75%

VEP ≥₁ 80%

prediksi dengan

atau tanpa gejala.

a. Bronkodilator kerja singkat

(SABA, Antikolinergik kerja

pendek) bila perlu

b. Pemberian antikolinergik kerja

lama sebagain terapi

pemeliharaan.

Derajat II :

PPOK sedang

IIA :

VEP₁/KVP<5%

50%≤VEP ≤80%₋₁

prediksi dengan

atau tanpa gejala

IIB :

VEP /KVP<75%₁

30%≤VEP 50%₋₁

prediksi Dengan

atau tanpa gejala

1. Pengobatan

reguler dengan

bronkodilator :

a. Antikolinergik

kerja lama

sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

1. Pengobatan

reguler dengan 1

atau lebih

bronkodilator :

a. Antikolinergik

kerja lama

Kortikostero

id inhalasi

bila uji

steroid

positif

Kortikostero

id inhalasi 15

Page 16: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi

bila uji

steroid

positif atau

eksaserbasi

berulang

Derajat III :

PPOK Berat

VEP₁/KVP<75%

VEP ≤₁ 30%

prediksi atau

gagal napas atau

gagal jantung

kanan.

1. Pengobatan reguler dengan 1

atau lebih bronkodilator :

a. Antikolenergik kerja lama

sebagai terapi

pemeliharaan

b. LABA

c. Pengobatan komplikasi

d. Kortikosteroid inhalasi

bila memberikan respons

klinis atau eksaserbasi

berulang

e. Rehabilitasi

f. Terapi oksigen jangka

panjang bila gagal napas

g. Pertimbangkan terapi

bedah

Penatalaksanaan PPOK Stabil

16PPOK Stabil

Page 17: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Keterangan :

-Kortikosteroid hanya diberikan pada penderita dengan uji steroid positif. Uji

steroid positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10-14 hari

menunjukkan perbaikan gejala klinis atau fungsi paru. -SABA : short acting

beta 2 agonist.

-LABA : long acting beta 2 agonist.

H. Komplikasi COPD/PPOK

1. Hipoksemia

17

FARMAKOLOGIEDUKASI NON FARMAKOLOGI

-Rehabilitasi

-Terapi Oksigen

-Vaksinasi

-Nutrisi

-Ventilasi non

mekanik

-Intervensi bedah

REGULER

Bronkodilator

-Antikolinergik

-Agonis Beta 2

-Xantin

-kombinasi SABA+LABA

-Kombinasi LABA+SABA

BILA PERLU

Ekspetorat

Mukolitik

Antosikdan

Vaksin

-Berhenti merokok

-Pengetahuan dasar

PPOK

-Obat-obatan

-pencegahan

perburukan penyakit

–Menghindari

pencetus

-Penyesuaian activiti

Page 18: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55 mmHg

dengan nilai saturasi O2 < 85%. Pada awalnya pasien akan mengalami

perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa.

2. Asidosis Respiratori

Asidosis Respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2

(hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue,

letargi, dizziness, dan takipnea.

3. Infeksi saluran pernafasan

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi

mukosa. Terhambatnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas

dan menimbulkan dispnea.

4. Gagal jantung

Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru-

paru) harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat.

Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,

namun beberapa pasien emfisema berat juga mengalami masalah ini.

5. Disritmia jantung

Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung

lain, dan efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.

6. Status Asmatikus

Status asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan

dengan asma bronkhial. Penyakit ini sangat berat, potensial

mengancam kehidupan, dan sering kali tidak memberikan respons

terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan

distensi vena leher sering kali terlihat.

BAB III

18

Page 19: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Konsep Asuhan Keperawatan Teori

A. PENGKAJIAN

1. Data biografi

Umumnya pasien yang terkena PPOK usia 20-30 ke atas, pada kasus

ini banyak menyerang laki-laki, dan PPOK sebagai penyakit yang

berhubungan dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan

di tempat kerja ( terhadap batu bara, kapas, dan padi-padian, dll )

merupakan faktor resiko penting yang menunjang yang terjadinya

penyakit ini.

2. Pola kesehatan

a. Pola Presepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

1) Keluhan Utama:

Keluhan yang paling dirasakan pada saat MRS, biasanya terjadi

dispnea.

2) Riwayat penyakit sekarang:

Didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar

karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea). Klien mengalami

mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia,

penurunan berat badan, dan kelemahan. Vena jungularis

mengalami distensi selama ekspirasi.

3) Riwayat penyakit dahulu :

Pasien pernah mengalami asma bronkhial, bronkhitis kronis,

dan empisema.

4) Riwayat kesehatan keluarga :

Salah satu penyebab penyakit PPOK/COPD adalah genetik.

5) Riwayat kesehatan lingkungan

Lingkungan yang kotor atau kumuh serta lingkungan perokok,

ataupun area perkotaan yang penuh dengan polusi udara serta

area industri.

19

Page 20: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Head to toe

a. Kepala

1) Kepala

Bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, serta

tidak ada nyeri tekan.

2) Rambut

Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut hitam,

rambut lurus.

3) Mata

Warna sklera putih, konjungtiva tidak ada kemerah-merahan,

pupil klien isokor, kelopak mata normal warna merah muda,

pergerakan mata normal, lapang pandang normal, visus:

ketajaman penglihatan klien normal, pupil: normal, kedua

bentuk pupilnya simetris, tidak adanya edema dan tidak ada

benjolan disekitar mata, tidak ada sekret pada mata, serta

lapang pandang normal.

4) Hidung

Tidak ada deformitas pada hidung, ada cuping hidung, ada

sekret, tidak ada polip atau benjolan didalam hidung, fungsi

penciuman menurun, kedua lubang hidung simetris.

5) Mulut

Warna mukosa mulut pucat, membran mukosa kering, tidak ada

lesi, gusi normal, tidak terdapat benjolan pada lidah, tidak ada

karies pada gigi.

6) Telinga

Inspeksi : Kedua telinga simetris ,tidak ada lesi pada telinga,

tidak ada serumen berlebihan, tidak ada edema, ketika

diperiksa dengan otoskop (tidak ada peradangan)

Palpasi : tidak adanya nyeri tekan pada aurikula dan membran

timpani normal.

20

Page 21: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

7) Leher

Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan bagian tubuh,

tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, vena

jungularis mengalami distensi selama ekspirasi, tidak ada

deformitas pada trakea, tidak ada benjolan pada leher, tidak ada

nyeri tekan dan tidak ada peradangan.

b. Dada

1) Paru

Inspeksi: Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan

usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu

napas . Pada saat inspeksi, biasanya dapat dilihat klien

mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang

terperangkap, penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang

dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada

tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada

aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.

Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai

dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi

pernapasan.

Palpasi: Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus

biasanya menurun.

Perkusi: Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai

hipersonor sedangkan diafragma mendatar/menurun.

Auskultasi: Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan

wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.

2) Jantung

Inspeksi: Denyutan jantung normal.

Palpasi: Ictus cordis normal di ICS ke 5.

Auskultasi: Bunyi jantung teratur, ada pembesaran jantung

ringan, bising sistolik dapat berubah-ubah (bisa hilang atau

21

Page 22: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

mengurang bila pasien berubah posisi dari berdiri lalu

menjongkok), Bunyi jantung ke empat biasanya terdengar.

Perkusi: letak jantung normal.

c. Abdomen

Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit

disekitarnya, tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak

terdapat kolostomi.

Auskultasi: peristaltik usus normal 18x/menit.

Perkusi: timpani.

Palpasi: tidak adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak

ada pembesaran lien, ginjal normal.

d. Otot dan rangka integumen

Inspeksi: pergerakan kurang baik, sendi lengan dan tungkai normal,

tidak ada fraktur, tidak ada dislokasi, warna kulit rata, tulang

belakang normal.

Palpasi: turgor menurun, sering didapatkan adanya jari tabuh

(clubbing finger) sebagai dampak dari hipoksemia yang

berkepanjangan, kekuatan otot kurang, pembengkakan pada

ekstermitas bawah,.

e. Persyarafan

Tingkat kesadaran: Composmentis

GCS: - Eye: membuka secara spontan, nilai 4

- Verbal: Orientasi baik, nilai 5

- Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6

Total GCS: Nilai 15

- Reflek: Normal

- Tidak ada riwayat kejang

- Koordinasi gerak normal.

22

Page 23: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

2. ADL (Activity Daily Living)

a. Pola Nutrisi

Selama sakit klien bisa mengalami intake nutrisi kurang

adekuat akibat mual atau muntah sehingga menyebabkan

perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.

b. Pola Hygine

Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau

badan.

b. Sirkulasi

Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan

tekanan darah, takikardi.

c. Integritas ego

Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka rangsang

d. Pernafasan

Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan

otot bantu pernafasan.

e. Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor

lingkungan.

f. Interaksi sosial

Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,

keterbatasan mobilitas fisik.

g. Pola Istirahat dan tidur

Selama sakit klien mengalami gangguan pola tidur karena

sesak nafas.

h. Pola Aktivitas

Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan

melakukan aktifitas sehari hari karena sulit bernafas.

Biasanya sakitnya mengganggu aktivitasnya, serta dalam 23

Page 24: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

melakukan kegiatan sehari-hari klien membutuhkan

bantuan orang lain.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pengukuran Fungsi Paru

1) Kapasitas inspirasi menurun.

2) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan

asma

3) FEV1 selalu menurun = derajat obstruktif progresif

penyakit paru obstruktif kronis.

4) FVC awal normal menurun pada bronkhitis dan asma.

5) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada

emfisema).

2. Analisa Gas Darah

PaO₂ menurun, PaCO₂ meningkat seiring menurun pada asma.

Nilai pH normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan

sekunder.

3. Pemeriksaaan Laboratorium

Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada

polisitemia sekunder

Jumlah sel darah merah meningkat

Eosinofil dan total IgE serum meningkat

Pulse oksimetri → SaO₂ oksigenasi menurun

Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik

4. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.

Kuman patogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus

pneumomae, Hemophylus Influenza, dan ...............

5. Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan Lateral)24

Page 25: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung,

dan bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan

diafragma dengan letak yang rendah dan mendatar diruang

udara retrosternal > (foto lateral), jantung tampak bergantung,

memanjang, dan menyempit.

6. Pemeriksaan Bronkhogram

Menunjukkan dilatasi bronkhus kolap bronkhiale pada

ekspirasi kuat.

7. Elektrokardiografi (EKG)

Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise

jantung. Bila sudah terdapat korpulmonal, terdapat deviasi

aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVR,

Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6, V1

rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

D. Diagnosis keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2

Peningkatan sekresi peningkatan pernapasan dan proses penyakit.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

adanya bronkokontriksi, akumulasi sekret jalan napas dan

menurunnya kemampuan batuk efektif.

3. Resiko tinggi infeksi pernapasan (pneumonia) yang berhubungan

dengan akumulasi sekret jalan napas dan menurunya kemampuan

batuk efektif.

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan

tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan

5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan

keletihan.

25

Page 26: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurangnya

sosialisasi, kecemasan, depresi, tingkat aktivitas renda dan

ketidakmampuan untuk bekerja.

7. Defisit pengetahuan tentang prosedur tentang perawatan diri yang

akan dilakukan dirumah.

Rencana intervensi

Tujuan utama bagi klien mencakup perbaikan dalam pertukaran gas,

pencapaian bersihanjalan napas, kemandirian dalam aktivitas perawatan

diri, perbaikan dalam kemampuan koping, kepatuhan pada progam

terapeutik dan perawatan dirumah, serta tidak adanya komplikasi infeksi

pernafasan tambahan seperti adanya pneumonia.

1. Ketidak bersihan jalan napas yang berhubungan dengan bronkhostriksi,

akumulasi sekret jalan napas, dan menurunya kemampuan batuk efektif

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi jalan napas kembali efektif

ditandai dengan berkurangnya kuantitas dan viskositas sputum untuk memperbaiki

ventilasi paru dan pertukaran gas.

Kriteria evaluasi: dapat menyatakan dan mendemostrasikan batuk efektif, tidak ada suara napas

tambahan, whezing (-), dan pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan obat

bantu napas.

Rencana Intervensi RASIONAL

Kaji warna, kekentalan, dan jumlah

sputum

Karakteristik sputum dapat menunjukkan

berat ringannya obstruksi.

Atur posisi semifowler Meningkatkan ekspansi dada.

Ajarkan cara batuk efektif Batuk yang terkontrol dan efektif dapat

memudahkan pengeluaran dari sekret yang

melekat di jalan nafas.

26

Page 27: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Bantu klien latihan napas dalam Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas

dan meningkatkan gerakan sekret kedalam

jalan napas besar untuk dikeluarkan.

Pertahan intake cairan sedikitnya

2500 ml/ hari kecuali

tidakdiindikasikan.

Hidrasi yang adekuat membantu

mengencerkan sekret dan mengefektifkan

pembersihan jalan napas.

Alasan lain untuk memperbanyak intake cairan

adalah kecenderungan klien untuk bernapas

melalui mulut, yang akan meningkatkan

kehilangan air. Menghirup air yang

diungkapkan juga membantu, karena uap ini

dapat melembabkan percabangan bronkhial

Lakukan fisioterapi dada dengan

teknik postural drainase, perkusi,

dan fibrasi dada.

Postural drainase dengan perkusi dan vibrasi

menggunakan bantuan gaya gravitasi untuk

membantu menaikan sekresi sehingga dapat

dikeluarkan atau diisap dengan mudah. Terapi

yang dapat mendilatasi bronkhiolus seperti

terapi aerosol, bronkodilator, aerosolisasi, atau

tindakan pernapasan tekanan positif

intermiten (IPPB), harus diberikan sebelum

postural drainase karena sekresi akan mengalir

lebih mudah setelah percabangan

trakeobronkial berdilatasi. Klien diinstruksikan

bernapas dan batuk efektif untuk membantu

mengeluarkan sekresi. Postural drainase

biasanya dilakukan ketika klien bangun, untuk

membuang sekresi yang telah terkumpul

sepanjang malam dan seelum istirahat, untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur.

Kolaborasi pemberian obat: Pemberian bronkodilator via inhalasi akan

27

Page 28: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Bronkodilator

Nebulizer (via inhalasi) dengan

golongan terbutaline 0,25 mg,

fenoterol HBr 0,1% solution,

orciprenaline sulfur 0,75 mg.

langsung menuju area bronkhus yang

mengalami spasme sehingga lebih cepat

berdilatasi.

Agen mukolitik dan

ekspektoran

Agen mukolitik menurunkan kekentalan

dan perlengketan sekret paru untuk

memudahkan pembersihan.

Agen ekspektoran akan memudahkan

sekret lepas dari perlengketan dari jalan

napas.

Kortikosteroid Kortikosteroid berguna dengan

keterlibatan luas pada hipoksema dan

menurunkan reaksi inflamasi akibat

edema mukosa dan dinding bronkhus.

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,

peningkatan sekresi peningkatan pernapasan, dan proses penyakit.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi

pertukaran gas membaik.

Kriteria evaluasi : frekuensi napas 16-20x/ menit, frekuensi nadi 70-

90x/ menit, dan warna kulit normal, tidak ada dispnea dan GDA dalam

batas normal.

Rencana intervensi Rasional

28

Page 29: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Kaji keefektifan jalan napas Bronkhospame dideteksi

ketika terdengar mengi saat

diauskultasi dengan stetoskop.

Peningkatan pembentukan

mukus sejalan dengan

penurunan aksi mukosiliaris

menunjang penurunan aliran

udara serta penurunan

pertukaran gas, yang

diperburuk oleh kehilangan

daya elastisitas paru.

Lakukan fisioterafi dada Setelah inhalasi bronkodilator

nebuliser, klien disarankan

untuk meminum air putih

untuk lebih mengencerkan

sekresi. Kemudian

membatukkan dengan

ekspulsif atau postural

drainase akan membantu

dalam pengeluaran sekresi.

Klien dibantu untuk

melakukan hal ini dengan cara

yang tidak membuatnya

keletihan.

Kolaborasi untuk pemantauan

analisis gas arteri.

Sebagai bahan evaluasi setelah

melakukan intervensi.

Kolaborasi pemberian

oksigen via nasal.

Oksigen diberikan ketika

terjadi terjadi hipoksemia.

Perawat harus memantau 29

Page 30: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

kemanjuran terapi oksigen

dan memastikan bahwa klien

patuh dalam menggunakan

alat pemberi oksigen. Klien

diinstruksikan tentang

penggunaan oksigen yang

tepat dan tentang bahaya

peningkatan laju aliran

oksigen tanpa ada arahan yang

esplisit dari perawat.

3. Risiko tinggi infeksi pernapasan (pneumonia) yang berhubungan

dengan akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan

batuk efektif.

Tujuan : infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk

menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan

penyembuhan aksi siliaris normal, dapat berbahaya bagi klien dengan

PPOK.

Kriteria evaluasi : frekuensi napas 16-20x/menit, frekuensi nadi 70-

90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak ada

tanda peningkatan suhu tubuh.

Rencana intervensi Rasional

Kaji kemampuan batuk klien Batuk yang berkaitan dengan

infeksi brokhial memulai

siklus yang ganas dengan

trauma dan kerusakan pada

paru lebih lanjut, kemajuan

gejala, peningkatan

bronkhospasme, dan

30

Page 31: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

peningkatan lebih lanjut

terhadap kerentanan infeksi

bronkhial. Infeksi mengganggu

fungsi paru dan merupakan

penyebab umum gagal napas

pada klien dengan PPOK.

Monitor adanya perubahan

yang mengarah pada tanda-

tanda infeksi pernapasan.

Klien diinstruksikan untuk

melaporkan dengan segeran

jika sputum mengalami

perubahan warna, karena

pengeluaran sputum purulen

atau perubahan kerakter,

warna, atau jumlah adalah

tanda dari infeksi.

Segala gejala yang memburuk

(peningkatan kesesakanan

didada, peningkatan dispnea,

dan keletihan) juga

menandakan infeksi ini dan

harus dilaporkan. Infeksi virus

sangat berbahaya bagi klien ini

karena infeksi ini terlalu sering

disertai oleh infeksi yang

disebabkan oleh organisme

seperti S. Pneumoniae dan H.

Influenzae.

Ajarkan latihan bernapas dan

training pernapasan.

Latihan bernapas. Sebagian

besar individu dengan PPOK

bernapas dalam dari dada

dengan cara yang cepat dan

tidak efisien. Jenis bernapas 31

Page 32: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

dengan dada atas dapat diubah

menjadi bernapas difragmatik

dengan latihan.

Training pernapasan

diafragmatik mengurangi

frekuensi pernapasan,

meningkatkan ventilasi

alveolar, dan kadang

membantu mengeluarkan

udara sebanyak mungkin

selama ekspirasi.

Bernapas dengan bibir yang

dirapatkan melambatkan

ekspirasi, mencegah kolaps

unit paru, dan membantu klien

untuk mengendalikan

frekuensi serta kedalaman

pernapasan dan untuk rileks,

yang memungkinkan klien

untuk mencapai kontrol

terhadap dispnea dan

perasaan panik.

4. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan

keletihan

32

Page 33: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Tujuan : infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk

menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan aksi

siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan

dampak pada individu yang memiliki paru normal, dapat berbahaya

bagi klien dengan PPOK.

Kriteria evaluasi : frekuensi napas 16-20x/menit frekuensi nadi 70-

90x/menit, dan kemampuan bentuk efektif dapat optimal, tidak ada

tanda peningkatan suhu tubuh.

Rencana intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien dalam

melakukan aktifitas.

Menjadi data dasar dalam

melakukan intervensi

selanjutnya.

Atur cara beraktifitas klien

sesuai kemampuan.

Klien dengan PPOK mengalami

penurunan toleransi terhadap

olahraga pada periode yang

pasti dalam 1 hari. Hal ini

terutama tampak nyata pada

saat bangun di pagi hari,

karena sekresi bronkial dan

edema menumpuk dalam paru

selama malam hari ketika

individu berbaring. Klien sering

tidak dapat mandi dan

mengenakan pakaian. Aktifitas

yang membutuhkan mengankat

lengan keatas setinggi toraks

dapat menyebabkan keletihan

atau distress pernapasan.

Aktifitas ini mungkin akan

dapat ditoleransi lebih baik

33

Page 34: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

setelah klien bangun dan

bergerak-gerak sekitar

setengah jam atau lebih.

Karena keterbatasan ini, klien

harus ikut serta dalam

perencanaanaktifitas

perawatan diri dengan perawat

dan dalam menentukan waktu

yang paling tepat untuk mandi

dan berpakaian. Minuman

hangat saat bangun, dibarengi

dengan pernapasan

diafragmatik, akan membantu

untuk mengeluarkan sekresi

dan akan mempersingkat

periode kesulitan yang dialami

saat bangun pagi.

34

Page 35: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Ajarkan latihan otot-otot

pernapasan.

Setelah klien mempelajari

pernapasan diafragmatik, suatu

program pelatihan otot-otot

pernapasan dapat diberikan

untuk membantu menguatkan

otot-otot yang digunakan lewat

bernapas. Program ini

mengharuskan klien bernapas

terhadap suatu tahanan selama

10-15 menit setiap hari.

Resisten secara bertahap

ditingkatkan dan otot-otot

menjadi terkondisi lebih baik.

Mengondisikan otot-otot

pernapasan membutuhkan

waktu yang lama dan klien

diinstruksikan untuk

melanjutkan latihan dirumah.

5. Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan

dilakukan di rumah .

Tujuan : klien dan keluarga mengetahui intervensi mandiri dalam melakukan

perawatan dirumah.

Kriteria evaluasi : klien dan keluarga mampu mengulang apa telah diajarkan.

Rencana Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan klien dan

keluarga tentang perawatan

dirumah.

Menjadi data dasar bagi perawat

untuk menjelaskan sesuai tingkat

pengetahuan yang dimiliki.

35

Page 36: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Tetapkan tujuan yang realistik. Klien dengan PPOK dapat

memperbaiki kualitas hidupnya

dengan mengetahui tentang proses

penyakit yang dialaminya. Salah satu

faktor-faktor penyuluhan utama

adalah penjelasan tentang

pentingnya penetapan; dan

penerimaan tujuan jangka pendek

dan jangka panjang yang realistik.

Jika klien sangat kesulitan, objektif

dari pengobatan adalah untuk

memulihkan fungsi paru

sebelumnya dan menghilangkan

gejala-gejala sebanyak mungkin. Jika

penyakitnya ringan, objektifnya

adalah untuk meningkatkan

toleransi latihan dan mencegah

kehilangan fungsi paru lebih jauh.

Tujuan dan perkiraan tentang

pengobatan harus dibicarakan dan

direncanakan bersama klien. Klien

dan mereka yang memberikan

perawatan harus sabar untuk

mencapai tujuan ini.

Hindari perubahan suhu yang

ekstrem.

Klien diinstruksikan untuk

menghindari panas atau dingin yang

ekstrem. Panas meningkatkan suhu

tubuh, karenanya meningkatkan

kebutuhan oksigen tubuh; dingin

cenderung meningkatkan

bronkhospasme.

Anjurkan agar klien untuk berhenti Merokok menekan aktivitas sel-sel 36

Page 37: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

merokok. pemangsa (makrofag) dan

mempengaruhi mekanisme

pembersihan siliaris dan saluran

pernapasan, yaitu fungsi untuk

menjaga saluran pernapasan bebas

dan iritan, bakteri, dan benda asing

lainnya yang terhirup. Fungsi ini

merupakan salah satu mekanisme

pertahanan utama tubuh. Jika

mekanisme pembersihan ini rusak

karena merokok, aliran udara

menjadi tersumbat dan udara

menjadi terjebak dibalik jalan napas

yang terasumbat dan udara menjadi

terjebak dibalik jalan napasyang

tersumbat. Distensi alveoli sangat

melebar dan kapasitas paru

menghilang. Merokok juga

mengeritasi sel-sel goblet dan

kelenjar mukosa. Menyebabkan

peningkatan akumulasi lendir.

Akumulasi lendir menyebabkan

iritasi lebih lanjut, infeksi, dan

kerusakan pada paru.

E. EVALUASI HASIL YANG DIHARAPKAN.

1. Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan

bronkodilator dan terapi oksigen

a. Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi, atau agitasi.

b. Hasil pemeriksaan gas darah arteri stabil tetapi tidak harus nilai-nilai

yang normal karena perubahan kronis dalam kemampuan pertukaran 37

Page 38: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

gas dari paru.

2. Mencapai kebersihan jalan napas.

a. Berhenti merokok.

b. Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu yang ekstrem.

c. Meningkatkan intake cairan hingga 6-8 gelas sehari.

d. Melakukan postural drainase dengan benar.

e.Mengetahui tanda-tanda awal terjadinya infeksi dan waspada

terhadap pentingnya melaporkan tanda-tanda ini jika terjadi.

3. Memperbaiki pola pernapasan.

a. Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragma dan bibir yang

dirapatkan.

b. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.

4. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan toleransi.

a.Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan dispnea.

b. Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan aktivitas.

5. Mencapai toleransi aktivitas dan melakukan latihan serta melakukan

aktivitas dengan sesak napas lebih sedikit.

6. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif serta mengikuti program

rehabilitasi paru.

7. Patuh terhadap program terapiutik.

a. Mengikuti regimen pengobatan yang telah ditetapkan.

b. Berhenti merokok.

c. Mempertahankan tingkat aktivitas yang dapat diterima.

38

Page 39: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (chronic obstructive pulmonary

diseases-COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk

sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai

oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran

patofisiologi utamanya. faktor-faktor risiko yang terdapat pada

penderita antara lain: Merokok sigaret yang berlangsung lama ,

Terpapar oleh polusi udara dan polusi lingkungan , Infeksi saluran

pernapasan, Genetik, Perubahan cuaca, Alergi, Stres emosional,

Peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan .

B. Saran

Sebaiknya  Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih dahulu

mencegah faktor pencetus seperti asap rokok, polusi udara dan lain-

lain agar tidak terkena PPOK. Karena mengingat penderita akan

mengalami sakit yang berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan

penderita.

39

Page 40: Seng Paling Siiiippp Dewe Ppok

Daftar Pustaka

Mohamad Judha dan Rizky Erwanto. 2011. Anatomi dan Fisiologi. Yogyakarta:

Gosyen Publishing

Somantri Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

Tim kelompok kerja. PPOK. Jakarta : Penghimpunan Dokter Paru Indonesia

Sloane Ethel. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Muttaqin Arif. 2012. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem

pernafasan : Salemba Medika .

40