lp ppok dedian
DESCRIPTION
tuyulllTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS
(PPOK)
OLEH:
I MADE DIAN KHARISMA PUTRA
1202105083
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Penyakit
COPD merupakan penyakit obstruksi saluran nafas kronis dan progresif yang
ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara yang bersifat irreversible, yang
disebabkan oleh bronchitis kronis, emphysema atau keduanya. COPD merupakan
istilah yang digunakan untuk mencirikan suatu proses yang ditandai dengan
adanya bronchitis kronik atau emfisema yang dapat menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan napas. Obstruksi mungkin sebagian reversible. Meskipun sering
dianggap sebagai proses yang independen, bronchitis kronik dan emfisema
memiliki faktor etiologi yang sama (Ganong.2010).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran pernafasan
yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau
kedua-duanya (Smeltzer, Suzanne C.,2002).
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri,
hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa
PPOK bersama-sama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke-6 dari
penyebab kematian terbanyak di Indonesia.Tingkat morbiditas dan mortalitas
PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya
kejadian rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta
penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat
Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka kematian sendiri juga semakin
meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian karena PPOK
sebesar 59.936 vs 59. pada wanita vs pria secara berurutan. Di bawah ini di
gambarkan angka kematian pria per 100.000 populasi.
3. Penyebab/Faktor Predisposisi
a) Merokok
Perlu diperhatikan baik perokok aktif, pasif, maupun bekas perokok. Asap
rokok merusak silia yang terdapat di sepanjang saluran udara dan menekan
pembentukan AAT (alpha antitrypsin-1) .
b) Faktor lingkungan
Pekerjaan, polusi udara dan alergen sangat berpengaruh terhadap terjadinya
COPD. Paparan trehadap udara dingin, jamur, serbuk bunga, nitrogen atau gas
sulfur, asbestos, bulu binatang, hairspray dan polutan yang terdapat di sekitar
rumah dapat menstimulasi bronkokonstriksi. Pada serangan akut, kontraksi
spastik menyebabkan penderita kesulitan bernafas karena produksi sel goblet
meningkat, saluran nafas mengalami hipertropi dan penebalan, serta adanya
sekresi mukus yang kental dan sangat banyak gejala khas asmatik bronkitis.
c) Factor keturunan
Factor keturunan dan kebiasaan di rumah tangga diwariskan dari generasi ke
generasi. Oleh sebab itu sangat penting untuk mengkaji riwayat keluarga pada
pasien COPD. Walaupun penyebab utamanya adalah rokok tetapi bisa juga
karena defisiensi AAT (alpha antitrypsin-1) yang bersifat keturunan. AAT
adalah enzim proteolitik yang berfungsi menekan kerja protease. Protease
diproduksi oleh leukosit, makrofag dan bakteri sebagai respon terhadap proses
inflamasi. Bila tidak terkontrol, protease dapat mengakibatkan kerusakan
struktur elastic pada jaringan paru sehingga mengakibatkan saluran nafas
berukuran kecil dan tidak elastic sama sekali. Hal ini akan mengakibatkan
paru akan kolaps saat ekspirasi (Corwin, Elizabeth. J. 2000).
d) Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang yang tidak ditangani
4. Patofisiologi
Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi
yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang
rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak
seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi α 1 antitripsin
menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil,
makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan
berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum,
perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat
keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok.
Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat
keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan
mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B4,
chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related
oncogene α, TNF α, IL-1ß dan TGFß. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas
protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor
risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan
makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga terjadi
lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah
ada(Price,Sylvia A. 2005).
5. Klasifikasi
Obstructive Pulmonary Disease tahun 2005 membagi stadium COPD sebagai
berikut:
Stage I. Mild COPD (PPOK Ringan)
Gejala klinis:
1. Dengan atau tanpa batuk
2. Dengan atau tanpa produksi sputum.
3. Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1
Spirometri:
1. FEV1 ≥ 80% prediksi atau
2. FEV1 / FVC < 70%
Stage II. Moderate COPD (PPOK Sedang)
Gejala klinis:
1. Dengan atau tanpa batuk
2. Dengan atau tanpa produksi sputum.
3. Sesak napas : derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas).
Spirometri:
1. 50% ≤ FEV1< 80% prediksi atau
2. FEV1 / FVC < 70%
Stage III. Severe COPD (PPOK Berat)
Gejala klinis:
1. Sesak napas derajat sesak 3 dan 4 dengan gagal napas kronik.
2. Eksaserbasi lebih sering terjadi
Spirometri:
1. 30% ≤ FEV1< 50% prediksi atau
2. FEV1 / FVC < 70%
Stage IV. Very Severe COPD (PPOK Sangat Berat)
Gejala klinis:
1. Sesak napas derajat sesak 4 dengan gagal napas kronik.
2. Eksaserbasi sangat sering terjadi
3. Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan.
Spirometri:
1. FEV1< 50% prediksi dan gagal napas kronik atau
2. FEV1< 30% prediksi atau
3. FEV1 / FVC < 70%
Klien dikatakan CPOD stadium 3 bukan stadium 4 karena klien mengalami batuk
berdahak lebih dari 3 bulan, adanya eksaserbasi, namun tidak sampai adanya
komplikasi yang mengarah ke gagal jantung kanan
6. Gejala Klinis
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala
eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi
sebelumnya dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala
yang khas, seperti sesak nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan
perubahan volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang
tidak khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis PPOK
eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu gejala respirasi dan gejala
sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat,
peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas
yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh,
peningkatan denyut nadi serta gangguan status mental pasien (Smeltzer, Suzanne
C.,2002).
Diagnosis PPOK dipertimbangkan apabila pasien mengalami gejala batuk,
sputum yang produktif, sesak nafas, dan mempunyai riwayat terpajan faktor
risiko. Menurut National Population Health Study (NPHS), 51% penderita PPOK
mengeluhkan bahwa sesak nafas yang mereka alami menyebabkan keterbatasan
aktivitas di rumah, kantor dan lingkungan social ( Smeltzer, Suzanne C.,2002).
7. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
1) Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong)
2) Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup/nafas
mencucu) saat ekspirasi
3) Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas
4) Penggunaan cuping hidung saat inspirasi
5) Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan
6) Penggunaan otot-otot bantu pernapasan (sternokleidomastoid)
7) Clubbing finger
8) Posisi duduk membungkuk saat inspirasi karena adanya tahanan
9) Pelebaran sela iga
10) Pernapasan abnormal yang tidak efektif
11) Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat beraktivitas bahkan pada aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi
12) Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai dengan demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan
13) Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan
edema tungkai
14) Penampilan pink puffer (kurus kemerahan biasanya pada emphysema) atau
blue bloater (gemuk, sianosis biasanya pada bronchitis kronis)
Palpasi
1) Taktil fremitus melemah,
2) Ekspansi dada meningkat
3) Pelebaran sela iga
Perkusi
1) Hipersonor
2) Pergerakan diafragma yang mendatar atau menurun
3) Letak diafragma dan hepar ke bawah
4) Batas jantung mengecil
Auskultasi
1) Suara nafas vesikuler melemah atau normal
2) Ekspirasi memanjang
3) Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
4) Ronki
5) Whezzing
6) Bunyi jantung terdengar jauh
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a) Chest X- ray :
Dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung, bendungan area
paru. Pada emphysema paru didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan
mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal (pada foto lateral), jantung tampak
bergantung, memanjang dan menyempit, penurunan tanda vaskular/ bullae. Pada
bronchitis didapatkan peningkatan bentuk bronkovaskular, dan pada asma
ditemukan hasil normal saat periode remisi (asma)(Ganong, William F. 2010).
b) Pemeriksaan Fungsi Paru -paru:
Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dispnea, menentukan abnormalitas
fungsi apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi,d
an untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal: bronkodilator. Komponen yang
menunjukkan hasil abnormal yaitu :
1. Kapasitas inspirasi menurun
2. Volume residu meningkat pada emphysema, bronchitis dan asma
3. FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru
obstruktif kronis
c) Analisa Gas Darah
Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun dan PCO2 normal
atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema), sering kali menurun pada asma
dengan nilai pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
d) Bronkogram:
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronkhus saat inspirasi, kolaps bronkhial pada
tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mukus (bronkhitis).
Laboratorium:
1. Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia
sekunder
2. Jumlah darah merah meningkat
3. Eosinofil dan total IgE serum meningkat
4. Pulse oksimetri SaO2 oksigenasi menurun
5. Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretic
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman
pathogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pnemoniae,
Hemophylus influenza, dan Moraxella catarrhalis.
EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudah terdapat cor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-
pulmonal pada hantaran II, III< dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet(Ganong, William F. 2010).
9. Therapy/Tindakan Penaganan
Pengobatan
1. Pasien diobati dengan agonis beta (misalnya, metaproterenol, tebultalin, dan
algluterol.
2. Bronkodilator
Misalnya :
- Aminophyline,
- Theophyline.( biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai
bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-
acting.Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena
(melalui pembuluh darah)
Fungsi : merangsang pelebaran saluran udara
Cara kerja : bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung
selama 4-6 jam.
3. Kortikosteroid
Misalnya : Beclomethasone
4. Terapi oksigen
Terapi oksigen dilakukan mengatasi Dyspnue, sianosis, dan hipoksemia.
Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker atau katetar
hidung di berikan.
Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai-niali gas darah.PaO2
dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg pemberian sedatif merupakan kontra
indikasi.
10. Komplikasi
a) Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55 mmHg dengan
nilai saturasi O2 < 85%. Pada awalnya pasien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut timbul
sianosis.
b) Asidosis Respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai PCO2 (hiperkapnia).
Tanda yang muncul antara lain nyeri kepala, fatigue,letargi, dizziness, dan
takipnea.
c) Infeksi Saluran Pernapasan disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsang otot polos bronkhial, dan edemamukosa. Terhambatnya
aliran udara akan meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispnea
d) Gagal Jantung : Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru-paru) harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea berat. Komplikasi
ini sering kali berhubungan dengan bronkhitis kronis, namun beberapa pasien
emfisema berat juga mengalami masalah ini
e) Disritmia Jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit jantung lain,dan
efek obat atau terjadinya asidosis respiratori.
f) Status Asmatikus merupakan komplikasi utama yang berhubungan dengan
asma bronkhial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak memberikan responsterhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali
terlihat(Ganong, William F. 2010).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub. dgn pasien :
c. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini
Gejala umum PPOK adalah:
Nafas pendek/dangkal terutama saat beraktifitas
Suara sengau
Pengetatan pada otot dada
Batuk kronis produktif
Sering mengalami infeksi saluran pernafasaan
Anoreksia
Penurunan BB
Malaise
Hipoksemia dan hiperkapnea
Gangguan tidur
Diaphoresis
Penggunaan otot bantu pernapasan
Sianosis
Agitasi, panic, tersengal-sengal
Selain itu juga perlu dikaji dari pasien data-data berikut untuk mengetahui
status kesehatan saat ini.
- Faktor pencetus
- Faktor memperberat
- Keluhan utama
- Timbulnya keluhan
- Pemahamanaan penatalaksanaan masalah kesehatan
- Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
- Diagnosa medik
b. Status kesehatan masa lalu
Status kesehatan masa lalu yang perlu diketahui oleh perawat untuk
mengkaji kemungkinan dari perjalanan penyakit yang dialami pasien adalah
dengan mengkaji beberapa data berikut
- Penyakit yang pernah dialami
- Pernah dirawat
- Operasi
- Kebiasaan obat – obatan
- Riwayat kesehatan keluarga
d. Pola Kesehatan Fungsional Pola Gordon
Untuk mendapatkan data pola kesehatan fungsional pada pasien maka perlu
dilakukan BHSP sehingga pasien memberikan kepercayaan pada kita untuk
mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini yang
berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Apakah kondisi sekarang menyebabkan perubahan persepsi terhadap
kesehatan?
Bagaimana pemeliharaan kesehatan klien setelah mengalami
gangguan ini?
b. Nutrisi/ metabolic
Bagaimana asupan nutrisi klien sejak terkena gangguan?
Apakah klien mau memakan makanannya?
c. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB klien sejak gangguan mulai terasa?
Apa konstipasi atau diare?
Bagaimana pola BAK klien?
Apakah kencing lancar, tidak bisa kencing, sakit saat kencing, atau
kencingnya tidak dapat dikontol?
d. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi ROM
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.
e. Pola tidur dan istirahat
Bagaimana pola tidur klien, apakah mengalami perubahan?
Bagaimana istirahanya, dapatkah klien beristirahat dengan tenang?
f. Pola kognitif-perseptual
Bagaimana perasaan klien terhadap panca indranya?
Apakah klien menggunakan alat bantu?
g. Pola persepsi diri/konsep diri
Bagaimana perasaan klien tentang kondisinya saat ini?
h. Pola seksual dan reproduksi
Apakah klien mengalami gangguan pada alat reproduksinya?
Apakah klien mengalami gangguan saat melakukan hubungan
seksual?(jika sudah menikah)
i. Pola peran-hubungan
Apakah setelah sakit, peran klien di keluarga berubah?
Bagaimana hubungan klien dengan oran sekitar setelah sakit?
j. Pola manajemen koping stress
Apakah klien merasa depresi dengan keadaannya saat ini?
k. Pola keyakinan-nilai
Apakah klien selalu rajin sembahyang?
Apakah hal tersebut dipengaruhi oleh gangguan ini?
e. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk mengetahui pasien dengan PPOK yaitu :
Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
f. Pemeriksaan Diagnostik
Chest X- ray
Pemeriksaan Fungsi Paru -paru:
Analisa Gas Darah
Bronkogram:
Laboratorium:
Pemeriksaan Sputum
EKG
2. Analisa Data
Data Subyektif :
a. Klien mengeluh susah bernafas
b. Klien mengatakan lemas
c. Klien mengeluh batuk yang tak kunjung berhenti
d. Klien mengeluh badannya demam
e. Klien mengatakan batuknya berdahak
f. Klien mengatakan merasa takut dan cemas
Data Obyektif :
a. Suhu badan >37,5oC
b. Laboratorium menunjukkan adanya bakteri pada sputum
c. RR > 20 kali permenit
d. Pasien terlihat lemas
e. Dahak pasien berwarna kehijau-hijauan
2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul :
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. PK Infeksi
4. Gangguan pola tidur
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Keletihan
Dari masalah keperawatan di atas muncul diagnosa keperawatan yaitu :
1. Bersihan jalan nafas yang tidak efektif berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis ditandai dengan batuk yang tidak efektif, produksi sputum
dan suara napas tambahan
2. Nyeri Kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik kronis ditandai
dengan hambatan meneruskan aktivitas sebelumnya, letih, keluhan nyeri.
3. PK Infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan d
faktor biologis ditandai dengan berat badan 20% atau lebih dibawah berat
badan ideal.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional Evaluasi
Bersihan jalan nafas
yang tidak efektif
berhubungan
dengan penyakit
paru obstruksi
kronis ditandai
dengan batuk yang
tidak efektif,
produksi sputum
dan suara napas
tambahan
Setelah diberikan asuhan
Keperawatan ...x24 jam
diharapkan tidak terjadi
gangguan rasa nyaman nyeri
dengan kriteria hasil :
NOC Label : Respiratory
Status : Ventilation
- RR dalam rentang
normal. 20-30/menit
- Akumulasi sputum (-)
- Suara napas tambahan (-)
- Mampu mengeluarkan
sputum
- Irama nafas dalam
rentang normal
- Mampu
mendemonstrasikan batuk
efektif
NIC Label : Airway
Management
1. Buka jalan nafas,
gunakan teknik
chinlift atau jaw thrust
jika diperlukan
2. Posisikan pasien
untuk memaksimalkan
potensi ventilasi
3. Identifikasi kebutuhan
pemasangan alat nafas
buatan
4. Pasang oral atau
nasopharyngeal
airway jika diperlukan
5. Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
6. Gunakan teknik
NIC Label : Airway
Management
1. Teknik untuk
membantu membuka
jalan nafas
2. Posisi yang baik akan
meningkatkan dan
memudahkan udara
masuk ke pernafasan
3. Jika tubuh sudah tidak
mampu bernafas secara
fisiologis, bantuan alat
sangat diperlukan
4. Untuk membuka jalan
nafas jika sputum atau
halangan sudah
berlebihan
5. Jalan nafas akan
terbuka jika sekret
S :
- pasien mengatakan
dahaknya sudah
banyak keluar
- pasien mengatakan
nafasnya sudah lebih
lancar
O :
- Pasien terlihat
mampu melakukan
batuk efektif dengan
benar
- RR 20 kali/ menit
- Dahak atau sputum
banyak keluar dengan
konsistensi kental
- Pasien terlihat lebih
nyaman
- Suara nafas tambahan
menyenangkan untuk
menlatih nafas dalam
bagi anak-anak
(contoh : meniup
gelembung, peluit,
harmonica, balon,
atau mengadakan
lomba meniup bola
pingpong atau bulu)
7. Instruksikan
bagaimana batuk
efektif
8. Auskultasi suara
nafas, catat area suara
nafas tambahan
9. Monitor status
respirasi dan
oksigenasi
10. Monitor nilai AGD
dikeluarkan kecuali
ada hambatan lain
6. Anak-anak akan lebih
susah menurut jika
memakai alat dan
teknik sehingga
diperlukan cara yang
lebih menyenangkan
7. Batuk efektif
merupakan pilihan
yang baik untuk pasien
yang masih sadar jika
8. Untuk mengetahui
intervensi yang
diperlukan
9. Mengetahui
keberhasilan intervensi
sesudah dan
sebelumnya
10. Mengetahui
kandungan gas darah.
tidak terdengar
A:
- RR dalam rentang
normal. 20-30/menit
- Akumulasi sputum
(-)
- Suara napas
tambahan (-)
- Pasien mampu
mengeluarkan
sputum
- Irama nafas dalam
rentang normal
- Pasien mampu
mendemonstrasikan
batuk efektif
Nyeri Kronis Setelah mendapatkan asuhan NIC: analgesic NIC label: analgesic S : klien mengatakan
berhubungan
dengan
ketunadayaan fisik
kronis ditandai
dengan hambatan
meneruskan
aktivitas
sebelumnya, letih,
keluhan nyeri.
keperawatan selama ...x 24
jam, nyeri pasien dapat
teratasi dengan:
NOC: pain control
1. Klien mengenali serangan
nyeri (skala 4)
2. Klien melaporkan
perubahan dalam nyeri
kepada pelayan
kesehatan. (skala 4)
3. Klien melaporkan bahwa
nyeri dapat terkontrol
(skala 4)
NOC: pain level
1. Klien dapat melaporkan
nyeri (skala 4)
2. Lama dari episode nyeri
dapat diperpendek (skala
administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan nyeri sebelum
memberikan medikasi
2. Periksa medical order dari
obat, dosis, dan frekuensi
dari analgesik yang
diresepkan
3. Periksa riwayat alergi
obat.
4. Tentukan jenis analgesic,
rute pemberian, dan dosis
untuk mencapai efek
optimal
5. Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian
NIC: Pain Management
administration
1. Efektivitas pemberian
dan efek analgesik
2. Meyakinkan kebenaran
tindakan dan
menghindari efek yang
tidak diinginkan.
3. Meyakinkan klien tidak
alergi terhadap obat yang
akan diberikan.
4. Efektivitas pemberian
obat.
5. Mengantisipasi efek
samping yang tidak
diinginkan.
1. Untuk menegetahui
sudah tidak merasa
keletihan lagi
O : klien tampak lebih
bugar
A : tujuan tercapai
sebagian (keletihan)
P : Lanjutkan intervensi
4)
3. Klien tidak mengeluh
tidak dapat beristirahat
(skala 4)
Wajah klien tidak tampak
sedang menahan nyeri (skala
4)
-
1. Lakukan pengkajian nyeri:
P: propokatif dan paliatif
Q : quality
R: region
S: severity
T: time
2. Observasi adanya respon
nonverbal
ketidaknyamanan
3. Gunakan komunikasi
terapeutik agar pasien
mengatakan pengalaman
nyeri
4. Ajarkan pasien untuk
mengurangi nyeri dengan
terapi nonfarmakologi
(teknik distraksi)
5. Kolaborasi dengan tenaga
medis lain dalam
pemberian analgesic
derajat nyeri yang
dirasakan oleh klien,
waktu, lokasi nyeri klien
2. Untuk mengurangi
ketidaknyamanan klien
3. Membina hubungan
saling percaya dengan
pasien agar pasien
nyaman dengan perawat
4. membantu mengurangi
nyeri yang dirsakan oleh
klien
5. penanganan nyeri
berjalan dengan tepat
PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama …. x 24
jam diharapkan diare klien
berkurang :
NOC Label: Inferction
Severity
1. WBC berada dalam batas
normal (5000-10.000 /
mm3)
2. Integritas kulit dan
mukosa membaik
3. Suhu tubuh dalam batas
normal (36 - 370 C ±
0,50 C)
4. Infeksi yang dialami
klien teratasi.
5. Klien tidak mengalami
tanda-tanda inflamasi
lebih lanjut
NIC Label : Infection
Control
1. Pantau tanda dan gejala
infeksi.
2. Pantau TTV secara
berkala
3. Pantau jika ada tanda-
tanda sepsis pada klien
4. Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi
gunakan prinsip 6B
5. Kolaborasi pemberian
antiinflamasi sesuai
indikasi gunakan prinsip
6B
NIC Label : Infection
Control
1. memantau keadaan
klien apakah telah
terjadi penyebaran
infeksi menjadi
penyakit lain.
2. adanya takikardi,
takipnea, demam, nadi
cepat dan lemah dapat
menunjukkan terjadi
sindroma radang
sistemik.
3. sepsis menunjukkan
adanya sindroma
radang sistemik
dengan tanda demam,
menggigil, takipnea,
takikardia, hipotensi,
nadi cepat dan lemah,
serta gangguan mental.
4. mencegah atau
S :
-Pasien mengatakan
kondisinya sudah lebih
baik
O :
-WBC berada dalam
batas normal (5000-
10.000 / mm3)
-Integritas kulit dan
mukosa membaik
-Suhu tubuh dalam batas
normal (36 - 370 C ±
0,50 C)
-Infeksi yang dialami
klien teratasi.
-Klien tidak mengalami
tanda-tanda inflamasi
lebih lanjut
A : tujuan tercapai
mengatasi infeksi lebih
lanjut
5. mencegah inflamasi
lebih lanjut
sebagian (keletihan)
P : Lanjutkan intervensi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d
faktor biologis
ditandai dengan
berat badan 20%
atau lebih dibawah
berat badan ideal.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24
jam, diharapkan status nutrisi
klien meningkat, dengan
kriteria hasil : NOC Label :
Nutritional Status
a.Intake nutrisi klien
meningkat.
b. Intake makanan klien
meningkat.
c.Intake cairan memenuhi
kebutuhan
d. Rasio BB/TB klien
seimbang.(IMT=18-23)
NIC Label :
NutritionTherapy
a. Lakukan pengkajian
lengkap mengenai nutrisi
klien.
b. Monitor intake
makanan klien dan hitung
kalori harian.
c. Siapkan pasien
makanan tinggi protein,
tinggi kalori dan minuman
yang siap dikonsumsi.
d. Bantu pasien memilih
NIC Label :
NutritionTherapy
a. Untuk dapat mengetahui
status nutrisi klien
sehingga dapat
melakukan intervensi
yang tepat.
b. Untuk mengetahui
apakah jumlah kalori
harian sudah terpenuhi
c.Untuk mempercepat
peningkatan berat badan
klien.
S: klien mengatakan
sudah merasa berat badan
meningkat, klien
mengatakan tidak
mengalami rasa haus
yang berlebihan.
O: rasio BB/TB klien
sudah ideal (IMT=18),
tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, status nutrisi
klien meningkat,
kebutuhan makanan klien
terpenuhi
A: tujuan tercapai.
NOC Label : Appetite
a. Adanya peningkatan nafsu
makan.
b. Klien menikmati makanan.
NOC label : Nutritional
status : nutrient intake
a.Asupan kalori pasien dapat
terpenuhi
b. Asupan protein pasien
dapat terpenuhi kembali
c.Asupan lemak pasien dapat
terpenuhi
d. Berat badan pasien
stabil
e.Vital sign pasien stabil (TD
: 120/80 mmHg, RR : 14 –
20 x/menit , NR : 60-
100x/menit, T : 36,5-
makanan yang lunak,
lembut dan tanpa asam.
e. Berikan perawatan
mulut sebelum makan.
NIC Label:Nutrition
Monitoring
a. Catat perubahan
signifikan status nutrisi
klien pada treatment awal.
b. Berat badan klien pada
interval yang spesifik.
NIC Label :Nutrition
d. Agar lambung pasien
tidak terangsang secara
berlebihan sehingga
pasien tidak nyaman.
e.Agar pasien nyaman
sebelum dan selama
makan.
NICLabel:Nutrition
Monitoring
a. Untuk mengetahui
apakah intake makanan
mampu meningkatkan
status nutrisi klien.
b. Untuk dapat mengetahui
adanya peningkatan
berat badan.
NIC Label :Nutrition
Counseling
P: Intervensi dilanjutkan.
37,5ºC) Counseling
a. Tentukan intake
makanan klien dan
kebiasaan makan
b.Identifikasi fasilitas dari
pola makan untuk dirubah.
a. Untuk mengetahui
kebiasaan makan klien
agar dapat menentukan
intervensi yang tepat.
b. Agar dapat
memperbaiki pola
makan klien menjadi
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. J. ( 2000) Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne McCloskey et al. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC).
Missouri : Mosby
Ganong, William F. 2010. Patofisiologi Penyakit : Pengantar Menuju Kedokteran Klinis
Edisi 5. Jakarta : EGC
Guidelines for the Diagnosis and Treatment of COPD (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease. 2nd Edition (The Japanese Respiratory Society, 2003)
Nanda. 2009. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Price, Sylvia A. ( 2005) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Edisi 6. Jakarta
: EGC.
Sue Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcame Classification (NOC). United States of
America : Mosby
Smeltzer, Suzanne C.,2002,Buku Ajar Keerawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth,
Edisi 8, Vol.2,EGC:Jakart