pengaruh waktu tanam dan ketinggian ...repository.ub.ac.id/7795/1/ariojati%c2%a0almedi.pdfsquad...

49
PENGARUH WAKTU TANAM DAN KETINGGIAN TEMPATTERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) Oleh: ARIOJATI ALMEDI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2017

Upload: others

Post on 01-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH WAKTU TANAM DAN KETINGGIAN TEMPATTERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN

    TEBU (Saccharum officinarum L.)

    Oleh: ARIOJATI ALMEDI

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

    MALANG

    2017

  • i

    PENGARUH WAKTU TANAM DAN KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP

    PERTUMBUHAN TANAMAN

    TEBU (Saccharum officinarum L.)

    Oleh:

    ARIOJATI ALMEDI

    135040201111410

    MINAT BUDIDAYA PERTANIAN

    PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

  • LEMBAR PENGESAHAN

    Mengesahkan

    MAJELIS PENGUJI

    Penguji I, Penguji II,

    Prof. Dr. Ir. Eko Widaryanto.,SU. Dr. Ir. Roedy Soelistyono., MS.

    NIP. 19570117 198103 1 001 NIP.19540911 1980031 002

    Penguji III,

    Ir.Koesriharti, MS.

    NIP. 195808301983032002

    Tanggal Lulus :

  • Dosen Pembimbing 1 :

    Roedy Soelistyono, Dr.Ir. MS

    195409111980031002

    Jabatan : Lektor Kepala

    Pangkat : IV/b

    Email : –

    Kompetensi : Agroclimate

    Dosen Pembahas :

    Eko Widaryanto, Prof.Dr. Ir. MS

    195701171981031001

    Jabatan : Guru Besar

    Pangkat : IV/d

    Email : [email protected]

    Kompetensi : Bioenergy

    Majelis Penguji :

    Koesriharti, Ir. MS.

    NIP.19580803 198303 2 002

    Jabatan : Lektor Kepala

    Pangkat : IV b

    Email : [email protected]

    Kompetensi : Fisiologi

  • PERNYATAAN

    Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini

    merupakan hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi

    pembimbing. Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di

    perguruan tinggi manapun dan setinggi pengetahuan saya juga tidak terdapat

    karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

    kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan

    disebutkan dalam daftar pustaka.

    Malang, September 2017

    Ariojati Almedi

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara, Lampung. pada tanggal 1 januari 1996

    dari Bapak Temon Raharjo dan Ibu Saryani. Penulis memulai pendidikan di TK Muslimin

    Kotabumi, Lampung Utara, Lampung pada tahun 2000-2001 dan kemudian melanjutkan di

    SDN 01 Tanjung Aman Kotabumi, Lampung Utara, Lampung pada tahun 2001-2007 dan

    selanjutnya melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 07 Kotabumi, Lampung

    Utara, Lampung pada tahun 2007-2010. Tahun 2010-2013 penulis melanjutkan pendidikan di

    SMAN 01 Kotabumi, Lampung Utara, Lampung. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai

    mahasiswa Strata-1 Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas

    Brawijaya melalui jalur undangan SNMPTN dan mengambil minat Budidaya Pertanian pada

    tahun 2015.

    Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Panitia Program Orientasi Mahasiswa

    Terpadu ‘POSTER’ ospek Fakultas Pertanian (2014), anggota di Youth For Climate Change,

    Jawa Timur Part Of Research And Devolepment (2015), menjadi anggota di Leo Club Malang

    Arrow (2015-2016), Presiden Leo Club Malang Arrow (2016-2017), Duta Daerah Leo Club

    Distrik 307 B2 (2016-2017), anggota di Forum Komunikasi Keluarga Himpunan Mahasiswa

    Agronomi ‘FKKHIMAGRI’ (2016), juga memperoleh juara 2 basketball Olimpiade Dekan

    (2016), guard teritorial panitia Program Orientasi dan Pengembangan Keprofesian Mahasiswa

    Budidaya Pertanian ‘PRIMORDIA’(2016), dalam kegiatan akademik penulis pernah menjadi

    asisten praktikum Teknologi Produksi Tanaman (2016).

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya.Sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Waktu Tanam dan

    Ketinggian Tempat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”.

    Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Roedy

    Soelistyono, MS selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan arahan dan

    bimbingannya untuk pelaksanaan penelitian ini, serta Prof. Dr. Ir. Eko Widaryanto, SU. selaku

    dosen pembahas atas saran dan masukannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Rasa syukur

    yang tiada hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan harOsama bin

    Ladenyuta yang sangat berharga di dunia ini yaitu kedua Orang Tua dan kedua adikku Mb Del,

    Dek Andi yang selalu mendukung segala urusan, usaha dan jalan yang dipilih oleh penulis, serta

    seluruh keluarga tercinta. Sahabat-sahabatku Marzuki, Rahmad, Fahri, Rizki, Nadya, Woro,

    Hanna, Adiel, David, Santri, Monica. Coro’s. Teman-teman sebimbingan Lisa, Rindi, Miky,

    Ryan, Roy dan Soniah. Magang Pesantren Baru Squad Marzuki, Cahaya, Apin, Dita, Yanti,

    Hendra dan Husna. Leo Club Malang Arrow Intan, Rohanna, Dwi, Kak Crist, kak Uqan, Kak

    Mai, Kak Tanjung, Kak Era, Bang Berni, Hiba, Arinta, Andri, Thalia, Ufa, Novita, dll. Kakak-

    kakak Akbar kembar, Yay Dimas. Yay Welly, Kak Irish, Ko Liant dan Mb Nia Medan. Buk Yun

    Squad Marzuki, Rahmad, Syahrul dll. Pegawai PG. Soedhono Pak Ali, Pak Rahmat, Pak

    Mutarom, Mas Hendro, Pak Dadang dan Seluruh Pekerja. Teman-teman Budidaya Pertanian dan

    teman-teman Prodi, terimakasih atas doa dan dukungan selama ini.

    Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena

    itu saran dan keritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan tulisan ini. Penulis

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

    Malang, September 2017

    Penulis

  • RINGKASAN

    Ariojati Almedi. 135040201111410. Pengaruh Waktu Tanam dan Ketinggian

    Tempat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)

    Dibawah bimbingan Dr. Ir. Roedy Soelistyono, MS. Sebagai pembimbing utama.

    Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan bahan utama penghasil gula

    pasir, karena tebu memiliki kandungan gula (sukrosa) pada bagian batangnya.Salah

    satu tanaman perkebunan ini merupakan komoditas yang strategis, karena memiliki

    nilai ekonomis yang tinggi. Perkembangan produksi gula tahun 2013 meningkat

    sebesar 0,86 persen dibanding 2014. Sementara tahun 2015 produksi tebu mengalami

    penurunan sebesar 1,57 persen (BPS, 2015). Beberapa permasalahan rendahnya

    produktivitas tanaman tebu disebabkan oleh faktor biotik maupun abiotik diantaranya

    ketinggian tempat, kemiringan lereng, pemilihan varietas, pemberian air dan sinar

    matahari yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tebu (Murwandono, 2013).

    Penentuan waktu tanam tebu juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif

    tanaman tebu yang akan menentukan fase generative dan besarnya rendemen tanaman

    tebu. Selain itu, penurunan luas lahan budidaya tanaman tebu juga mengakibatkan

    menurunnya produksi gula nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu

    tanam terbaik dan kesesuaian tumbuh tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) pada

    fase vegetatif di ketinggian tempat yang berbeda. Hipotesis diduga pertumbuhan

    tanaman tebu paling baik saat masa tanam bulan Oktober dan pada ketinggian tempat

    200mdpl.

    Penelitian ini dilaksanakan di PG. Soedhono, Desa Tepas, Kecamatan

    Geneng, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian

    200 dan 700 mdpl. Pada bulan November-April 2017. Alat yang digunakan ialah

    cangkul, sabit, Leaf Area Meter(LAM), jangka sorong, kalkulator, termometer tanah,

    meteran, kamera, spidol, alat tulis, serta alat-alat pembantu lainnya. Bahan yang

    digunakan ialah tanaman tebu varietas Bululawang berumur 3 bulan. Metode

    Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi. Percobaan ini terdapat 2

    (dua) faktor, faktor 1 (satu) ialah Ketinggian Tempat (K) sebagai Main Plot yaitu: K1 (Ketinggian 200) dan K2 (Ketinggian 700 mdpl) dan sebagai Sub Plot yaitu waktu

    tanam (W) : W1 (Agustus), W2 (September) dan W3 (Oktober) diulang sebanyak 4 kali.

    Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, luas

    daun, jumlah ruas batang dan diameter batang. Pengamatan dilakukan pada saat

    tanaman tebu berumur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst dan 24 mst.

    Berdasarkan hasil penelitian interaksi antara ketinggian tempat dan waktu

    tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah

    anakan dan jumlah ruas batang pada semua umur pengamatan dan luas daun pad aumur

    tanaman 24 MST. Perlakuan ketinggian tempat 200 m dpl dengan waktu Oktober

    memberikan pengaruh paling baik pada tinggi tanaman dan jumlah anakan. Perlakuan

    keyinggian tempat 700 mdpl pada pengamatan tinggi tanaman memiliki hasil yang

    tidak nyata pada semua perlakuan waktu tanam, sementara pada pengamatan jumlah

    anakan waktu tanam Oktober memiliki jumlah anakan yang lebih baik dibandingkan

    waktu tanam Agustus dan September.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Tepas,_Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur

  • SUMMARY

    Ariojati Almedi. 135040201111410. The Effect of Planting Time and Altitude to the

    Growth of Sugarcane (Saccharum officinarum L.) Supervised by Dr. Ir. Roedy

    Soelistyono, MS.

    Sugarcane (Saccharum officinarum L.) is primary raw as producer of sugar, on account

    of it has sugar contain on its stem. This one of the plantation plant that strategic potentially due

    to high economically. The production of sugar has been growing in 2013 compared to 2014 by

    0.86%. In 2015, meanwhile,sugar production was suffering a decreaseby 1.57%(BPS, 2015).

    There has been several issue concerning a declining of productivity of sugar that triggered by

    wheather biotic factor or abiotic for instance, altitude, slopes, selecting a variety, watering and

    accepting of sunshine that affectto the growth of sugarcane (Murwandono, 2013). The

    Determination of planting is utterly effect to the vegetative growth of sugarcane as well in

    which determine generative phase and level of results. On the other hand, field area of

    cultivation declined in order to result in decreasing of sugarcane production nationally. This

    research aims to determine an appropriate of planting and suitableness of growing of sugarcane

    (Saccharum officinarum L.) on vegetative phase in difference altitude. The hypothesis of this

    research is that planting time in October with 200 meters above sea level is a better growth of

    sugarcane.

    This research was carried out at PG. Soedhono, Tepas village, Geneng

    Districts, Ngawi, East Java. It is located at 200 meters above sea level and 700 meters above

    sea level, In November-April 2017. Tools that used consists of hoe, Leaf Area Meter (LAM),

    caliper, calculator, soil termometer, measurement, camera, stationary, and tools are in favor of

    other. Materials involve Sugarcane Bululawang Variety in 3 Months. The research use method

    Split-plot. This experiment comprises of 2 factors, the first factor isAltitude (K) as Main Plot

    there are : K1(Altitude 200) and K2 (Altitude 700 m asl) and as Sub Plot isplanting time (W) :

    W1 (August), W2 (September) and W3 (October) in 4 replications. Parameter observed plant

    length, number of leave, number of tillers, leaf area, number of internode and steam diameter.

    Observing done in 14week after planting, 16 WAP, 18 WAP, 20 WAP, 22 WAP and 24 WAP.

    Based on research result of interaction between height of place and time of planting

    give influence to plant, number of leaf, number of tillers and number of stem segment at all

    age of observation and leaf area of plant 24 mt. Treatment of altitude of place 200 m asl with

    October time gives the best effect on plant height and number of tillers. The 700 md elevation

    treatment at plant height observation has not been significant in all planting time treatments,

    while in the number of tillers the planting time in October had better number of tillers compared

    to August and September

    https://id.wikipedia.org/wiki/Tepas,_Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya.Sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Waktu Tanam dan

    Ketinggian Tempat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”.

    Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Roedy

    Soelistyono, MS selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan arahan dan

    bimbingannya untuk pelaksanaan penelitian ini, serta Prof. Dr. Ir. Eko Widaryanto, SU. selaku

    dosen pembahas atas saran dan masukannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Rasa syukur

    yang tiada hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan harOsama bin

    Ladenyuta yang sangat berharga di dunia ini yaitu kedua Orang Tua dan kedua adikku Mb Del,

    Dek Andi yang selalu mendukung segala urusan, usaha dan jalan yang dipilih oleh penulis, serta

    seluruh keluarga tercinta. Sahabat-sahabatku Marzuki, Rahmad, Fahri, Rizki, Nadya, Woro,

    Hanna, Adiel, David, Santri, Monica. Coro’s. Teman-teman sebimbingan Lisa, Rindi, Miky,

    Ryan, Roy dan Soniah. Magang Pesantren Baru Squad Marzuki, Cahaya, Apin, Dita, Yanti,

    Hendra dan Husna. Leo Club Malang Arrow Intan, Rohanna, Dwi, Kak Crist, kak Uqan, Kak

    Mai, Kak Tanjung, Kak Era, Bang Berni, Hiba, Arinta, Andri, Thalia, Ufa, Novita, dll. Kakak-

    kakak Akbar kembar, Yay Dimas. Yay Welly, Kak Irish, Ko Liant dan Mb Nia Medan. Buk Yun

    Squad Marzuki, Rahmad, Syahrul dll. Pegawai PG. Soedhono Pak Ali, Pak Rahmat, Pak

    Mutarom, Mas Hendro, Pak Dadang dan Seluruh Pekerja. Teman-teman Budidaya Pertanian dan

    teman-teman Prodi, terimakasih atas doa dan dukungan selama ini.

    Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena

    itu saran dan keritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan tulisan ini. Penulis

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

    Malang, September 2017

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    LEMBAR PERSETUJUAN

    RINGKASAN .......................................................................................................... i

    SUMMARY ............................................................................................................. ii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii

    RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. iv

    DAFTAR ISI ............................................................................................................ v

    DAFTAR TABEL ................................................................................................... vi

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... viii

    1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................... 2 1.3 Hipotesis ........................................................................................................ 2

    2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Syarat Tumbuh .............................................................................................. 3 2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman tebu ................................................................. 4

    2.3Waktu Tanam ................................................................................................. 6

    2.4Ketinggian Tempat ......................................................................................... 7

    3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................................ 10 3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................. 10 3.3 Metode Penelitian .......................................................................................... 10 3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................................. 11 3.5 Parameter Pengamatan .................................................................................. 13 3.6 Analisis Data ................................................................................................. 14

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil .............................................................................................................. 15

    4.1.1 Tinggi Tanaman ................................................................................... 16

    4.1.2 Jumlah Daun ........................................................................................ 17

    4.1.3 Jumlah Anakan ..................................................................................... 20

    4.1.4 Luas Daun ............................................................................................ 22

    4.1.5 Jumlah Ruas Batang ............................................................................. 24

    4.1.6Diameter Batang ................................................................................... 26

    4.2 Pembahasan ................................................................................................... 26

    4.2.1 Tinggi Batang, Jumlah Ruas ................................................................ 28

    4.2.2 Jumlah Daun, Luas Daun ..................................................................... 30

    4.2.3 Jumlah Anakan ..................................................................................... 31

    5. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 34

    5.2 Saran.............................................................................................................. 34

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 3

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1. Kombinasi Rancangan Penelitian ........................................................................ 11

    2. Rerata Tinggi Tanaman (cm) ............................................................................ 15

    3. Rerata Jumlah Daun .......................................................................................... 18

    4. Rerata Jumlah Anakan Per Rumpun.................................................................... 20

    5. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1)...................................................................... 23

    6. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1)...................................................................... 23

    7. Rerata Jumlah Ruas Batang................................................................................. 24

    8. Rerata Diameter Batang (cm).............................................................................. 27

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1. Dokumentasi Tanaman Umur 14 MST........................................................... 55

    2. Dokumentasi Tanaman Umur 20 MST........................................................... 56

    3.Dokumentasi Tanaman Umur 24 MST........................................................... 57

  • 1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan komoditas strategis yang bernilai ekonomi

    tinggi sebagai penghasil gula pasir dikarenakan tebu memiliki kandungan gula (sukrosa) pada

    bagian batangnya. Tanaman ini juga dapat menghasilkan produk sampingan yaitu tetes tebu

    (molasses) dari industri pengolahan gula. Tanaman tebu termasuk tanaman C4 yang membutuhkan

    cahaya matahari yang cukup dan menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu kering dan basah

    (Indrawanto et al., 2010). Pada fase vegetatif tanaman tebu memerlukan lebih banyak air, sinar

    matahari, dan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan daun, akar maupun batang.

    Produksi gula yang terus menurun tidak seiring dengan meningkatnya kebutuhan

    masyarakat akan gula dari tahun ke tahun yang terus meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik

    (2015), perkembangan produksi gula selama 3 tahun terakhir mengalami fluktuasi, hal ini dapat

    disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketersediaan air, rendahnya curah hujan dan intensitas

    cahaya matahari. Dari tahun 2013, produksi tanaman tebu mencapai 2,55 juta ton dengan luasan

    area 470,94 ribu hektar, dan mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen pada tahun 2014 menjadi

    sebesar 2,58 juta ton dengan luasan area 472,68 ribu hektar. Sementara tahun 2015 produksi tebu

    mengalami penurunan sebesar 1,57 persen atau menjadi 2,53 juta ton dengan luasan area 455,82

    ribu hektar (BPS, 2015). Meskipun produksi gula tinggi, namun pemerintah tetap melakukan

    kebijakan untuk impor sebesar 3,36 juta ton pada tahun 2015 guna memenuhi kebutuhan gula

    nasional.

    Beberapa permasalahan rendahnya produksi tanaman tebu disebabkan oleh faktor biotik

    maupun abiotik, diantaranya ketinggian tempat, kemiringan lereng, pemilihan varietas, pemberian

    air dan sinar matahari yang berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil tanaman tebu

    (Murwandono, 2013). Selain itu, penentuan waktu tanam tebu juga sangat berpengaruh pada

    pertumbuhan vegetatif tanaman tebu yang pada akhirnya mempengaruhi rendemen tebu. Begitu

    pula dengan kondisi luasan lahan budidaya tanaman tebu yang semakin terbatas mengakibatkan

    menurunnya produksi gula nasional. Oleh karena itu perlu dilakukan ekstensifikasi budidaya

    tanaman tebu dengan dilakukan uji pertumbuhan tanaman tebu pada ketinggian tempat yang

    berbeda serta penentuan waktu tanam yang terbaik, selanjutnya diharapkan tanaman akan

    beradaptasi dengan baik agar pertumbuhan dan hasil tanaman dapat optimal.

  • 1.2 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu tanam terbaik dan pertumbuhan tanaman

    tebu (Saccharum officinarum L.) di ketinggian tempat yang berbeda.

    1.3 Hipotesis

    Diduga pertumbuhan tanaman tebu paling baik saat masa tanam bulan Oktober dan pada

    ketinggian 200 mdpl.

  • 2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tanaman Tebu

    Tanaman tebu termasuk kelompok tanaman rumput-rumputan, sebagai penghasil gula

    yang berasal dari batang tanaman (Taghijarah et al., 2011). Tanaman tebu terbagi menjadi

    beberapa bagian utama yaitu akar, batang, daun dan bunga. Mempunyai ciri-ciri tinggi, tidak

    bercabang dan tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Kulit

    batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Pada batang terdapat

    lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat pada tanaman tebu yang

    masih muda. (Tjokroadikoesoemo et al.,2005), tanaman tebu memiliki batang beruas-ruas yang

    dibatasi dengan buku-buku, pada setiap buku terdapat mata tunas, mata tunas ini yang

    digunakan sebagai bahan utama untuk perbanyakan tebu secara vegetatif. Akar tanaman tebu

    termasuk akar serabut. Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri

    (Indrawanto et al., 2010).

    Menurut Indrawantoet al., (2010) tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan

    subtropika, tanaman tebu menghendaki kondisi tanah yang baik yaitu tanah tidak terlalu kering

    dan tidak terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara

    dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik

    dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan unsur

    hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak

    terganggu. Drainase yang baik dan dalam juga dapat menyalurkan kelebihan air pada musim

    penghujan sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman

    karena berkurangnya oksigen dalam tanah.Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan

    kondisi karakteristik agroklimat di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman tebu

    (Selvan, 2006).

    Tebu merupakan tanaman dengan aktifitas fotosintesis yang tertinggi dibandingkan

    dengan tanaman lainnya sekitar 150-200%.Tebu merupakan tanaman tahunan yang terus

    tumbuh dengan memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Tumbuh dengan tinggi antara 3-5

    meter dan mengandung sukrosa antara 11-16% (Augstburger etal., 2000).

    2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Tebu

    Fase pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses penambahan ukuran batang,

    jumlah daun dan penambahan tinggi tanaman yang tidak akan kembali lagi pada bentuk

  • semulanya. Pada proses ini tanaman sangat membutuhkan ketersediaan air, penyinaran

    matahari dan unsurhara sebagai makanan bagi tanaman. Fase pertumbuhan merupakan faktor

    penting dalam budidaya tebu karena menentukan hasil akhir tebu pada saat panen. Tanaman

    tebu memiliki beberapa fase pertumbuhan, fase tersebut terdiri atas:

    1. Fase Perkecambahan

    Pada minggu pertama mata tunas akan membentuk taji dan tunas mulai keluar, tinggi

    taji akan makin banyak dan mencapai 12 cm pada minggu kedua. Pada minggu ketiga daun

    akan terbuka dengan tinggi tunas 20-25 cm. Pada minggu keempat akan terbentuk 4 helai

    daun dengan tinggi ±50 cm, akar tunas dan anakan akan keluar pada minggu kelima. Kondisi

    tersebut berlangsung bila cukup air, udara, dan sinar matahari.

    Proses pertumbuhan kecambah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal

    tanaman dan faktor lingkungan. Faktor internal tersebut antara lain gen dan hormon. Faktor

    lingkungan meliputi dua faktor yaitu faktor dalam tanah dan faktor di atas tanah. Faktor

    dalam tanah terdiri dari keasaman, aerasi, kandungan unsur kimia dan lain-lain. Sedangkan

    faktor di atas tanah adalah radiasi matahari, temperatur, kelembaban dan lain-lain (Sitompul

    dan Guritno, 1995).

    2. Fase Pertumbuhan Anakan

    Anakan tebu akan tumbuh mulai umur 5 minggu sampai dengan 3,5 bulan, tergantung

    varietas dan lingkungan tumbuh. Jumlah anakan tertinggi terjadi pada umur 3-5 bulan dan

    setelah itu turun atau mati sebanyak 40-50% akibat terjadinya persaingan sinar matahari, air

    dan sebagainya. Unsur-unsur yang diperlukan dalam menunjang pertumbuhan anakan ialah

    oksigen, air, sinar matahari, unsur hara terutama N dan P serta suhu tanah. Jumlah tunas

    tertinggi di capai pada umur 3 hingga 5 bulan setelah tanam. Setelah itu terjadi penurunan

    hingga 40-50% sebagai akibat persaingan kebutuhan akan sinar matahari dan air antar

    sesama tunas atau gangguan fisik lainnya. Tunas tebu yang dapat menjadi batang tebu yang

    konstan akan diperoleh sejak tanaman tebu berumur 6-9 bulan (Soeparmono et al., 2005).

    3. Fase Pemanjangan Batang

    Fase pemanjangan batang sering disebut dengan pertumbuhan besar (grand growth

    period). Pemanjangan batang terjadi pada umur 3-9 bulan pada fase ini terjadi

    pengembangan tajuk daun, akar, pemanjangan batang, pembentukan biomasa pada batang

    dan peningkatan fotosintesis. Proses yang paling dominan adalah proses pemanjangan

    batang. Kecepatan pembentukan ruas pada fase ini sekitar 3-4 ruas/bulan. Pemanjangan

    batang tanaman tebu akan melambat pada saat umur tanaman semakin tua. Pada fase ini

  • tanaman tebu memerlukan banyak air, dan akar harus berfungsi dengan normal

    (Murwandono, 2013)

    4. Fase Pemasakan

    Fase pemasakan adalah fase antara pertumbuhan memanjang dan tebu mati. Pemasakan

    tebu terjadi pada saat metabolisme berkurang dan terjadi pengisian gula pada ruas-ruas tebu.

    Fase kemasakan pada tanaman keprasan (ratoon) terjadi lebih awal dibandingkan tanaman

    baru (plant cane). Fase kemasakan dipengaruhi oleh varietas, cara budidaya terutama pupuk

    N dan P serta kondisi lingkungan seperti suhu, matahari serta air (PTPN VII, 1997). Apabila

    kondisi lingkungan kecukupan unsur nitrogen dan air, maka akan menyebabkan proses

    pemasakan terhambat, karena fase vegetatif tanaman tebu terus menerus tumbuh sehingga

    perolehan rendemen akan rendah (Hadidaputro dan Pudjiarso, 2000).

    5. Fase Pasca Panen

    Fase Pasca Panen adalah fase terakhir, fase ini terjadi saat tanaman tebu berumur 12

    bulan. Pada fase ini tanaman mulai menunjukkan gejala kematian dan daun mengering. Pada

    keadaan ini kadar gula tertinggi terdapat pada batang bagian bawah. Kadar gula akan mulai

    berkurang karena mengalami perombakan menjadi bahan bukan gula (Kuntohartono, 1999).

    2.3Waktu Tanam Tebu

    Penentuan waktu tanam sangat berperan penting dalam budidaya pertanian, terutama

    pada lahan dengan sistem non-irigasi. Pada lahan kering pemilihan waktu tanam yang tepat

    dapat memperkecil resiko tanaman mengalami cekaman kekeringan pada fase kritis tanaman

    tebu (Surmaini dan Irianto, 2003). Waktu tanam dapat ditentukan berdasarkan waktu terjadinya

    surplus air dan lengas tanah dari hasil analisa neraca air baik decade maupun bulanan (Jayanti

    et al., 2015).

    Penentuan awal penanaman juga didasarkan pada sifat kemasakan tebu diantaranya

    apabila tebu masak awal mulai dilakukan penanaman pada bulan Mei hingga Juni, tebu masak

    tengah dilakukan penanaman bulan Juli, Agustus hingga September. Sedangkan tebu masak

    lambat ditanam pada bulan Oktober (PTPN VII, 1996). Petani daerah Bangkitan, Sleman

    selama ini menerapkan awal tanam menjelang musim hujan yaitu pada bulan Mei hingga Juli

    dengan masa tebang sekitar bulan April hingga Juni. Awal tanam dilakukan pada bulan

    Oktober hingga Maret dengan anggapan bahwa kebutuhan air pada fase vegetatif akan

    tercukupi (Jayanti et al., 2015). Berdasarkan hasil penelitian Jayanti et al., (2015) menunjukkan

  • bahwa waktu tanam terbaik berdasarkan data analisa neraca air adalah September hingga

    Oktober pada tahun 2014, 2017 hingga 2019.

    Tanaman tebu sangat sensitif terhadap iklim dan mudah beradaptasi dengan baik. Pada

    dasarnya tebu adalah tanaman tadah hujan dan sangat bergantung pada jumlah dan durasi curah

    hujan, kelembaban, kelembaban konten, suhu dan kondisi tanah (Gawander, 2007). Curah

    hujan merupakan unsur iklim yang sangat berpengaruh besar terhadap suatu budidaya tanaman,

    terutama pada kondisi lahan kering maupun tadah hujan. Curah hujan sangat menentukan pola

    dan intensitas tanam yang dicirikan oleh musim tanam suatu lahan. Menurut Hermawan (2010),

    curah hujan di Indonesia khususnya pulau Jawa dipengaruhi oleh sistem Monsun Asia-

    Australia yang menyebabkan wilayah ini memiliki satu puncak hujan maksimum, yaitu pada

    bulan Desember, Januari ataupun Februari. Tanaman tebu memerlukan musim hujan dan

    musim kemarau yang ideal atau seimbang. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu

    membutuhkan banyak air, sedangkan saat fase pemasakan tanaman tebu membutuhkan

    keadaan kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan

    terus terjadi dan tidak ada kesempatan tanaman tebu untuk menjadi masak sehingga akan

    menyebabkan rendemen menjadi rendah.

    Tanaman tebu menghendaki curah hujan 1000 – 1300 mm tiap tahun untuk tumbuh

    secara optimal. Musim hujan yang baik terjadi selama 5-6 bulan dengan rata-rata curah hujan

    200 mm/bulan, curah hujan yang tinggi diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif yang meliputi

    perkembangan anakan, tinggi dan besar batang. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan

    curah hujan 125 mm dan 4-5 bulan berkaitan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan

    yang merupakan periode kering. Pada periode ini merupakan pertumbuhan generatif dan

    pemasakan tebu (Indrawanto, 2010). Hasil penelitian Cordozo dan Paulo (2012), ditemukan

    bahwa pengaruh waktu penanaman lebih besar pengaruhnya terhadap hasil tanaman tebu dari

    pada pada pemasakan (kandungan sukrosa).

    2.4 Ketinggian Tempat

    Pada lapisan troposper bumi, secara umum tekanan suhu semakin menurun dengan

    bertambahnya ketinggian tempat. Hal ini dikarenakan udara merupakan penyimpan panas

    terburuk, sehingga suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan

    antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan bumi merupakan pemasok panas untuk

    pemanasan udara. Akibatnya suhu akan turun menurut ketinggian baik di atas lautan maupun

  • daratan. Rata-rata penurunan suhu udara di Indonesia sekitar 5-6 oC tiap kenaikan 1000 meter

    (Handoko, 1983).

    Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir seragam.

    Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti perbedaan ketinggian tempat diatas

    permukaan laut (mdpl) akan menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada

    tempat tersebut terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur–unsur tersebut banyak

    dikendalikan oleh lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi

    (Miller, 1976). Menurut Hafez (1968) pada tempat yang rendah (dataran rendah) ditandai oleh

    suhu lingkungan, tekanan udara dan oksigen yang tinggi.Pada tempat yang tinggi (dataran

    tinggi) banyak mempengaruhi terhadap penurunan tekanan udara dan suhu udara, serta

    peningkatan curah hujan (Miller, 1976). Laju penurunan suhu akibat ketinggian memiliki

    variasi yang berbeda.Penyebab utama dari penurunan suhu di dataran tinggi adalah karena

    tipisnya lapisan udara pada dataran tinggi dan rendahnya kadar gas rumah kaca sehingga

    penyerapan panas menjadi berkurang. Cahaya matahari dibiarkan lewat tanpa hambatan dan

    radiasi bebas keluar dari bumi pada malam hari. Meskipun pada dataran tinggi suhu udara

    rendah, namun radiasi matahari bebas masuk menembus kerapatan udara yang tipis dan

    kemudian memanasi permukaan tanah.

    Suharsono (1982) menyatakan bahwa variasi suhu harian di pegunungan lebih kecil di

    bandingkan dengan dataran rendah karena sering adanya awan di daerah pegunungan, selain

    itu dengan adanya angin yang berhembus lebih kencang sehingga panas lebih mudah menyebar

    di udara. Suhu berperan penting sama dengan curah hujan sebagai variabel yang berkaitan erat

    dengan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kisaran optimum bervariasi untuk fase yang

    berbeda dari tanaman yang memiliki beberapa pengaruh terhadap pertumbuhan yang baik dari

    tanaman dan pemulihan gula. Suhu optimal untuk perkecambahan dari stek batang adalah 32-

    38°C.Suhu di atas 38°C dapat mengurangi laju fotosintesis dan meningkatkan respirasi. Selama

    periode pematangan, suhu rendah berkisar antara 12-14 °C menurunkan tingkat pertumbuhan

    vegetatif dan peningkatan dari sukrosa dalam tebu (Fageria et al., 2010).

    Dengan bertambahnya ketinggian tempat dari permukaan laut, tekanan udara akan

    berkurang (Threwartha, 1968). Perbedaan tekanan udara akibat kerapatan yang berbeda

    merupakan penyebab dari pergerakan udara (angin). Kecepatan angin akan meningkat dengan

    bertambahnya ketinggian. Dataran tinggi selain berpengaruh terhadap tekanan udara dan suhu,

    juga berpengaruh terhadap curah hujan. Umumnya dataran tinggi memiliki curah hujan yang

  • tinggi, dimana penyebaran dan jumlah curah hujannya lebih besar dibandingkan dengan

    dataran rendah (Barry dan Chorly, 1976). Curah hujan merupakan faktor penting untuk

    meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman tebu membutuhkan hujan optimum

    selama pertumbuhan vegetatif karena mempercepat pertumbuhan tebu seperti pemanjangan

    batang tebu, daun dan pembentukan ruas. Curah hujan di kisaran dari 1000-1300 mm adalah

    optimum untuk hasil yang lebih tinggi. Namun, produksi yang baik juga dapat ditemukan di

    daerah yang memiliki curah hujan minimal 300mm dan maksimal 600mm, yang tergantung

    pada kemampuan adaptasi tanaman, pemilihan varietas dan metode pertanian (ICAR, 2000).

    Menurut Indrawanto et al., (2010) pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan

    sukrosa pada tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24oC–34oC

    dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10oC. Pembentukan sukrosa

    terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30oC. Sukrosa yang terbentuk

    akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai dari ruas paling bawah pada malam hari. Proses

    penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan optimal pada suhu 15oC. Akan tetapi lahan yang

    paling sesuai adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian >

    1200 meter diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat. Kemiringan lahan

    sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10%.

    Faktor suhu sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman.Apabila tanaman

    ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang

    diharapkan.Lingkungan pertumbuhan tanaman dijaga untuk berada atau mendekati kondisi

    optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Syakur et al., 2011). Hasil penelitian Binbol et

    al., (2006), pengaruh kombinasi antara unsur cuaca terhadap pertumbuhan dan hasil tebu

    berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil selama empat fase pertumbuhan antara lain

    rata-rata kelembaban terhadap fase perkecambahan, total curah hujan terhadap fase

    pembentukan, rata-rata evaporasi dan total curah hujan terhadap perkecambahan, pembentukan

    fase booming, suhu minimum dan angin berpengaruh nyata terhadap fase perkecambahan dan

    fase pembentukan, dua unsur cuaca juga diketahui memberikan pengaruh nyata terhadap hasil

    tebu yaitu unsur cuaca evaporasi dan suhu minimum.

  • 3. BAHAN DAN METODE

    3.1 Tempat dan Waktu

    Penelitian dilaksanakan di PG. Soedhono, Desa Tepas, Kecamatan Geneng, Kabupaten

    Ngawi, Jawa Timur. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 200 dan 700 mdpl. Pada bulan

    November 2016 hingga April 2017.

    3.2 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain cangkul, sabit, Leaf Area Meter (LAM),

    jangka sorong, kalkulator, termometer tanah, meteran, kamera, spidol, alat tulis, serta alat-alat

    pembantu lainnya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tebu Varietas BL

    (Bululawang) berumur 3 bulan, pupuk Urea 400 ku ha-1, SP36 dan KCl masing-masing 2 ku ha-1.

    3.3 Metode Penelitian

    Metode Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Petak Terbagi. Masing-masing

    perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 24 satuan petak percobaan, dengan jumlah

    populasi setiap satuan petak percobaan 42 tanaman.

    Percobaan ini terdapat 2 (dua) faktor, faktor 1 (satu) ialah ketinggian tempat yang ditandai

    dengan huruf (K) sebagai Main Plot yaitu :

    1. K1 : Ketinggian (200mdpl)

    2. K2 : Ketinggian (700 mdpl)

    Sedangkan faktor kedua ialahwaktu tanam yang ditandai dengan huruf (W) yang berfungsi

    sebagai sub plot, yaitu :

    1. W1: Waktu Tanam Akhir Agustus

    2. W2 : Waktu Tanam Akhir September

    3. W3: Waktu Tanam Akhir Oktober

    https://id.wikipedia.org/wiki/Tepas,_Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur

  • Sehingga dalam penelitian ini terdapat kombinasi perlakuan dan ulangan sebagai berikut :

    Tabel 1. Kombinasi Rancangan Penelitian

    3.4 Teknik Pelaksanaan

    1. Persiapan bahan tanam

    Bahan tanam merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan budidaya

    tebu.Tebu varietas unggul akan memberikan hasil rendemen tinggi, sehingga hablur yang didapat

    akan tinggi. Varietas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bululawang.

    Varietas Bululawang merupakan hasil pemutihan varietas yang ditemukan pertama kali di wilayah

    Kecamatan Bululawang, Malang Selatan. Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 2004,

    maka varietas ini dilepas resmi untuk digunakan sebagai benih bina. BL lebih cocok pada lahan-

    lahan ringan (geluhan/liat berpasir) dengan sistem drainase yang baik dan pemupukan N yang

    cukup.Sementara itu pada lahan berat dengan drainase terganggu tampak keragaman pertumbuhan

    tanaman sangat tertekan. BL tampaknya memerlukan lahan dengan kondisi kecukupan air pada

    kondisi drainase yang baik.

    Lahan yang digunakan adalah lahan dengan ketinggian yang berbeda, diolah dengan cara

    pengolahan lahan secara manual dengan kedalaman juring 20-30cm dan jarak antar juringan 115

    cm. Kegiatan ini bertujuan menyediakan media tumbuh yang sesuai bagi tanaman tebu sehingga

    memudahkan pertumbuhan akar tebu dapat menembus permukaan tanah, selain itu juga untuk

    No. Perlakuan Uraian

    1 K1W1 Ketinggian 200 mdpl waktu tanam Agustus

    2 K1W2 Ketinggian 200 mdpl waktu tanam September

    3 K1W3 Ketinggian 200 mdpl waktu tanam Oktober

    4 K2W1 Ketinggian 700 mdpl waktu tanam Agustus

    5 K2W2 Ketinggian 700 mdpl waktu tanam September

    6 K2W3 Ketinggian 700 mdpl waktu tanam Oktober

  • memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kemudian membuat plot atau petakan yang

    sesuai dengan perlakukan dalam penelitian. Setiap plot terdiri dari 7 juring pada masing-masing

    petak, dengan jarak antar juringan 115 cm.

    2. Penanaman

    Penanaman adalah kegiatan menanam bahan tanam berupa bibit bagal yang telah tersedia ke

    dalam juringan. Penanaman dilakukan dengan cara meletakkan bibit tebu yang sudah di potong ke

    dalam juringan. Setelah bibit diletakkan, dilakukan penutupan bibit dengan menggunakan tanah

    yang gembur atau remah setebal 5 – 10 cm dengan menggunakan cangkul. Kegiatan ini bertujuan

    untuk mencegah kehilangan air dan menjaga kelembaban pada bibit. Salah satu faktor yang ikut

    menentukan keberhasilan penanaman adalah ketersediaan bibit berkualitas.Bibit berkualitas

    ditandai oleh kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan baru, dapat tumbuh dengan baik jika

    ditanam di lapangan, sehat dan seragam.

    3. Pemeliharaan

    Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan yang paling penting untuk mendapatkan hasil

    yang maksimal. Dalam budidaya tebu ada beberapa hal yang mempengaruhi produktivitas yakni

    kualitas bibit, waktu tanam, jarak bibit, kedalaman pengolahan tanah, rekomendasi pemupukan,

    penyulaman, pengendalian gulma, pembumbunan dan irigasi.

    1. Pemupukan

    Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 mst dengan menggunakan pupuk

    Urea dan SP36 masing-masing 2 ku ha-1, dan pupuk II pada 6 mst dengan menggunakan pupuk

    Urea dan KCl masing-masing 2 ku ha-1. Pengaplikasian pupuk dilakukan dengan cara

    membuat lubang di sekitar tanaman dan dilakukan penutupan dengan tanah.

    2. Pengairan

    Pemberian air dilakukan menggunakan air irigasi yang telah tersedia di lahan dan

    memanfaatkan hujan sebagai sumber air.

    3. Penyiangan gulma

    Pengendalian gulma yang dilakukan ialah dengan mnggunakan pengendalian gulma

    sacara mekanis atau manual. Pengendalian gulma secara mekanis di lakukan dengan cara

    mencabut, dicangkul, memangkas dan pengolahan lahan.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Hujan

  • 3.5 Parameter Pengamatan

    Pengamatan tanaman tebu dilakukan terhadap tanaman tebu pada fase vegetative yaitu saat

    umur tanaman 3-6 bulan setelah tanam dengan melihat satu komponen parameter. Komponen

    parameter meliputi komponen pertumbuhan yaitu dengan metode destruktif dan non destruktif.

    Pengamatan terdiri dari :

    1. Pengamatan yang dilakukan secara destruktif meliputi :

    a. Luas Daun

    Pengukuran luas daun dilakukan pada saat tanaman berumur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst,

    22 mst dan 24 mst. Metode pengukuran luas daun menggunakan Leaf Area Meter (LAM).

    2. Pengamatan yamg dilakukan secara destruktif meliputi :

    a. Tinggi Batang

    Cara mengukur tinggi tanaman di mulai dari batang bagian bawah sampai batang bagian atas.

    Dimana batas yang diukur dimulai dari batang yang pertama kali muncul daun hingga ujung

    batang tanaman tebu. Pengamatan dilakukan pada umur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22

    mst dan 24 mst.

    b. Jumlah Daun per Rumpun

    Pengamatan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman berumur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20

    mst, 22 mst dan 24 mst. Dengan ciri-ciri daun yang diamati sudah terbuka sempurna dan

    kondisinya daun sehat (tidak kering). Daun yang di hitung masih menempel pada batang

    tanaman tebu.

    c. Jumlah Anakan

    Penghitungan dilakukan pada juringan sampel untuk mengetahui populasi tanaman yang ada

    pada juring sampel. Pengamatan di lakukan pada umur14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst

    dan 24 mst.

    d. Jumlah Ruas Batang

    Penghitungan dilakukan dengan melihat jumlah ruas yang ada pada batang sampel ditiap

    juring sampel. Pengamatan dilakukan pada umur14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst dan

    24 mst.

  • e. Diameter Batang

    Pengukuran dilakukan terhadap tanaman dari rumpun contoh ditiap juringan sampel.

    Pengamatan dilakukan pada umur14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst dan 24 mst.

    3.6 Analisa Data

    Data pengamatan yang diperoleh dianalis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%.

    Apabila terdapat pengaruh nyata (F hitung > F tabel 5%), maka akan dilanjutkan dengan uji BNT

    pada taraf 5%.

  • 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    4.1.1Tinggi Tanaman

    Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu

    tanam terhadap tinggi tanaman. Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan Oktober lebih

    baik dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan bulan September mulai umur tanam 14 MST

    hingga 24 MST. Hal tersebut terdapat pada lampiran 5. Nilai rerata tinggi tanaman akibat interaksi

    disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 2. Rerata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu Tanam

    Tebu

    Ketinggian

    Tempat

    Waktu

    Tanam

    Rerata Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Tanaman (MST)

    14 16 18 20 22 24

    Agustus 99,54bc 114,54c 119,54c 123,79b 132,04bc 141,79 a

    200 mdpl September 109,92c 121,92cd 127,42cd 134,92c 141,42cd 153,17a

    Oktober 122,09d 129,34d 134,09d 140,09c 152,34d 168,09b

    Agustus 86,92a 89,67a 97,16a 104,66a 118,00a 145,92 a

    700 mdpl September 92,54ab 102,54b 108,29b 117,04b 122,91ab 149,41 a

    Oktober 92,04ab 100,20b 107,45ab 117,45b 130,68abc 148,18 a

    BNT 5% 10,84 9,92 10,89 9,50 13,51 12,29

    KK % 7,00 7,78 6,11 5,01 6,60 5,28

    Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang

    tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.

    Berdasarkan hasil penelitian, waktu tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi

    tanaman tebu, begitu pula perbedaan ketinggian tempat memberikan pengaruh yang nyata

    terhadaptinggi tanaman tebu.Pengamatan tinggi tanaman umur 14 hingga 24 MST mengalami

    peningkatan setiap umur pengamatan.Penanaman pada ketinggian 200 mdpl memberikan

    pertumbuhan tinggi tanaman paling baik dibandingkan penanaman pada ketinggian 700

    mdpl.Sementara itu, waktu tanam bulan September dan Oktober memberikan tinggi tanaman lebih

    baik dibandingkan waktu tanam Agustus.

  • Pada 14 MST tanaman tebu tidak menunjukkan perbedaan tinggi tanaman yang

    signifikan.Perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam bulan Oktober pada

    tanaman tebu menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan

    Agustus dan September. Namun, waktu tanam Agustus dan September tidak berbeda nyata.

    Penanaman pada bulan Oktober menghasilkan 22,65% lebih tinggi dibandingkan penanaman

    bulan Agustus dan 11,07% jika dibandingkan waktu tanam September. Pada perlakuan ketinggian

    tempat yakni 700 mdpl dengan waktu tanam Agustus, September dan Oktober memberikan

    pertumbuhan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata. Namun, dapat dilihat bahwa waktu tanam

    September dan Oktober memberikan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan Agustus. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dengan peningkatan berturut-turut September dan Oktober sebesar

    6,75% dan 6.17% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus.

    Pengamatan umur 16 MST pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam September dan

    Oktober menunjukkan rata-rata tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus.

    Waktu tanam Oktober mampu menaikkan tinggi tanaman sebesar 12,92% dibandingkan waktu

    tanam Agustus. Sedangkan waktu tanam September juga memiliki nilai yang lebih tinggi 6,44%.

    Pada ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa penanaman bulan September dan Oktober

    tidak berbeda nyata atau dengan kata lain memberikan tinggi tanaman yang lebih tinggi. Hal

    tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam September dan Oktober berturut-turut lebih tinggi

    14,35% dan 11,74% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pada umur 18 MST perlakuan ketinggian

    tempat 200 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan hasil tinggi tanaman

    lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus, dimana terdapat peningkatan sebesar 12,17% oleh

    waktu tanam Oktober dibanding waktu tanam Agustus, begitu pula sebesar 6,59% ditunjukkan

    oleh waktu tanam September. Perlakuan ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam

    September dan Oktober menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang signifikan berbeda

    dengan waktu tanam Agustus. Hal tersebut dapat dilihat waktu tanam September dan Oktober

    memberikan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik sebesar 11,46% dan 10,59%

    dibandingkan waktu tanam Agustus.Pengamatan umur 20 MST pada ketinggian tempat 200 mdpl

    dengan waktu tanam September tidak berbeda nyata dengan waktu tanam Oktober atau keduanya

    memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus. Jika

    dibandingkan dengan waktu tanam Agustus mengalami kenaikan sebesar 8,99% oleh waktu tanam

    September dan kenaikan 13,17% dihasilkan oleh waktu tanam Oktober. Pada ketinggian tempat

  • 700 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman

    yang sama dibandingkan waktu tanam Agustus. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam

    September dan Oktober memberikan nilai pertambahan tinggi tanaman lebih baik dibandingkan

    waktu tanam Agustus berturut-turut 11,83% dan 12,22%.

    Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian tempat yakni 200 mdpl dengan waktu

    tanam Oktober tidak berbeda nyata dengan waktu tanam September, dan begitu pula waktu tanam

    September tidak berbeda nyata dengan waktu tanam Agustus. Persentase pertumbuhan tinggi

    tanaman waktu tanam Oktober mengalami peningkatan sebesar 15,37% dibandingkan waktu

    tanam Agustus, begitu pula dengan waktu tanam September memiliki nilai pertambahan tinggi

    tanaman sebesar 7,10% dibanding waktu tanam Agustus. Pada ketinggian tempat 700 mdpl dengan

    waktu tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik yaitu

    4,16% dan 10,75% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pengamatan umur 24 MST dengan waktu

    tanam Oktober menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus

    dan September. Hal tersebut dapat dilihat peningkatan tinggi tanaman yang dipengaruhi oleh

    waktu tanam Oktober sebesar 18,55% dibandingkan waktu tanam Agustus, begitu pula waktu

    tanam Oktober memiliki nilai 9,17% dibandingkan waktu tanam September. Ketinggian tempat

    700 mdpl dengan seluruh waktu tanam menunjukkan tinggi tanaman yang sama atau tidak berbeda

    nyata antara waktu tanam Agustus, September dan Oktober.

    4.1.2 Jumlah Daun

    Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu

    tanam terhadap jumlah daun. Ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh waktu tanam lebih baik

    dibandingkan waktu tanam bulan Agustus, September dan Oktober pada 700 mdpl mulai umur

    tanam 14 MST hingga 24 MST. Hal tersebut terdapat pada lampiran 3. Nilai rerata jumlah daun

    akibat interaksi disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 3.Rerata Jumlah Daun per Rumpun Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu Tanam

    Tebu

    Ketinggian

    Tempat

    Waktu

    Tanam

    Rerata Jumlah Daun(helai) pada Umur Tanaman (MST)

    14 16 18 20 22 24

    Agustus 40,17 cd 42,67 c 46,42 c 47,25 cd 47,75 cd 48,00 cd

    200 mdpl September 42,00 d 44,50 cd 48,25 c 50,75d 51,00d 51,50 d

  • Oktober 43,98 d 47,23 d 50,23 c 51,48 d 51,83 d 52,08 d

    Agustus 24,69 a 27,19 a 29,69 a 31,19 a 31,69 a 31,94 a

    700 mdpl September 33,50 b 37,25 b 40,00 b 41,75 b 42,00 b 42,50 b

    Oktober 36,06 bc 38,31 b 41,06 b 43,31 bc 43,56 bc 44,31 bc

    BNT 5% 4,59 3,53 4,54 4,77 4,71 4,23

    KK % 8,12 6,79 6,92 6,99 6,85 6,10

    Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang

    tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.

    Berdasarkan hasil penelitian, ketinggian tempat dan waktu tanam memberikan pengaruh

    nyata terhadap jumlah daun tanaman tebu.Secara umum keseluruhan waktu tanam pada ketinggian

    tempat 200 mdpl menunjukkan pertumbuhan jumlah daun yang tidak berbeda nyata. Pengamatan

    jumlah daun umur 14 hingga 24 MST mengalami peningkatan setiap umur pengamatan.

    Penanaman pada ketinggian 200 mdpl memberikan pertumbuhan jumlah daun tanaman tebu paling

    baik dibandingkan penanaman pada ketinggian 700 mdpl. Sementara itu, waktu tanam Agustus,

    September dan Oktobermemberikan jumlah daun lebih baik dibandingkan waktu tanam di

    ketinggian 700 mdpl. Pada 14 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh waktu

    tanam tanaman tebu tidak berbeda nyata atau jumlah daun ketiga waktu tanam memiliki lebih

    tinggi memiliki jumlah daun yang relatif konstan.Namun, jika dibandingkan awal tanam Agustus,

    terlihat bahwa bulan September dan Oktober memberikan nilai sebesar 9,48% dan 4,56% lebih

    tinggi dibandingkan penanaman bulan Agustus. Perlakuan ketinggian tempat 700 mdpl dengan

    waktu tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan jumlah daun yang lebih tinggi

    dibandingkan waktu tanam Agustus. Waktu tanam Oktober memberikan peningkatan jumlah daun

    sebesar 46,05% dibandingkan waktu tanam Agustus, begitu pula dengan waktu tanam September

    memberikan jumlah daun lebih tinggi yakni sebesar 35,68%.

    Pengamatan umur 16 MST pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam September dan

    Oktober menunjukkan rata-rata jumlah daun lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus.

    Namun waktu tanam Agustus dan September juga menunjukkan tidak berbeda nyata. Waktu tanam

    Oktober mampu meningkatkan jumlah daun sebesar 10,69% dibandingkan waktu tanam Agustus

    dan juga September memiliki nilai yang lebih tinggi 4,29% dibanding waktu tanam Agustus. Pada

    ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa penanaman bulan September danOktober

  • memberikanjumlah daun yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam

    September dan Oktober berturut-turut lebih tinggi 47,11% dan 40,90% dibandingkan waktu tanam

    Agustus. Pada umur 18 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Agustus,

    September dan Oktober menunjukkan hasil jumlah daun yang sama atau tidak berbeda nyata.

    Perlakuan ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan

    pertumbuhan jumlah daun tanaman tebu yang berbeda nyata dengan waktu tanam Agustus. Hal

    tersebut dapat dilihat waktu tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan jumlah daun

    yang lebih baik sebesar 34,73% dan 38,30% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pengamatan

    umur 20 MST pada ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh waktu tanam menunjukkan

    pertumbuhan jumlah daun yang samaatau tidak berbeda nyata. Pada ketinggian tempat 700 mdpl

    dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan peningkatan pertumbuhan jumlah daun

    dibandingkan waktu tanam Agustus. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam September dan

    Oktober memberikan nilai pertambahan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan waktu tanam

    Agustus berturut-turut 33,86% dan 38,86%.

    Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian tempat yakni 200 mdpl dengan waktu

    penanaman Agustus, September dan Oktober menunjukkan tidak berbeda nyata atau memberikan

    persentase peningkatanjumlah daun konstan. Pada ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu

    tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan jumlah daun lebih tinggi yaitu sebesar

    32,53% dan 37,46% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pengamatan umur 24 MST dengan

    seluruh waktu tanam menunjukkan jumlah daun yang konstan atau tidak berbeda nyata.Ketinggian

    tempat 700 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan jumlah daun yang lebih tinggi

    dibanding waktu tanam Agustus maupun September.Namun waktu tanam Oktober tidak berbeda

    nyata dengan waktu September. Besarnya nilai pertambahan jumlah daun yang diakibatkan oleh

    waktu tanam Oktober sebesar 38,73% dibandingkan waktu tanam Agustus.

    4.1.3 Jumlah Anakan

    Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu

    tanam terhadap jumlah anakan.Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan Oktober lebih

    baik dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan September mulai umur tanam 14 MST hingga

    24 MST. Hal tersebut terdapat pada lampiran 7. Nilai rerata jumlah anakan per rumpun akibat

    interaksi disajikan pada Tabel 4.

  • Tabel 4. Rerata Jumlah Anakan Per Rumpun Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu

    Tanam Tebu

    Ketinggian

    Tempat

    Waktu

    Tanam

    Rerata Jumlah Anakan Per Rumpun (batang) pada Umur Tanaman (MST)

    14 16 18 20 22 24

    Agustus 5,21 b 5,60ab 6,75 b 6,77a 7,21ab 7,72 b

    200 mdpl September 7,86 c 8,05 c 9,13 c 9,33b 10,10c 10,35 d

    Oktober 10,67 d 10,82 d 11,66 d 11,73c 12,27d 12,27 e

    Agustus 3,63 a 4,19 a 4,99 a 5,64 a 6,19 a 6,44 a

    700 mdpl September 4,06 ab 4,15 a 4,72 a 5,47 a 6,16 a 6,66 ab

    Oktober 6,63c 6,81 bc 8,06bc 8,15b 8,29 c 9,06 c

    BNT 5% 1,27 1,58 1,39 1,32 1,29 1,20

    KK 13,00 15,51 11,98 10,89 10,03 8,87

    Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang

    tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.

    Pada 14 MST tanaman tebu menunjukkan perbedaan jumlah anakan yang signifikan.

    Perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam bulan Oktober pada tanaman tebu

    menunjukkan jumlah anakan yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan

    September. Penanaman pada bulanOktober menghasilkan 52,40% lebih tinggi dibandingkan

    penanaman bulan Agustus. Begitu pula dengan jika dibandingkan dengan waktu tanam September,

    waktu tanam Oktober memiliki nilai sebesar 35,75%. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl

    dengan waktu tanam Oktober juga memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang lebih tinggi

    dibandingkan waktu tanam Agustus dan September. Waktu tanam Oktober memberikan

    peningkatan jumlah anakan sebesar 82,64%‘waktu tanam Agustus dan jika dibandingkan dengan

    waktu tanam September memberikan jumlah anakan lebih tinggi yaitu 63,30%.

    Pengamatan umur 16 MST pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober

    menunjukkan rata-rata jumlah anakan lebih tinggi dibandingkan waktu tanam yang lain. Waktu

    tanam Oktober mampu menaikkan jumlah anakan sebesar 72,23% dibandingkan waktu tanam

    Agustus dan juga memiliki nilai yang lebih tinggi 24,97% untuk waktu tanam September. Pada

    ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa waktu tanam Oktober memberikan jumlah

    anakan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam Oktober lebih

  • tinggidibandingkan waktu tanam Agustus dan September berturut-turut sebesar62,53% dan

    64,10%. Pada umur 18 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober

    menunjukkan hasil jumlah anakan lebih banyak dibandingkan waktu tanam Agustus dan

    September. Hal tersebut dapat dilihat peningkatan sebesar 72,74% dibandingkan waktu tanam

    Agustus, begitu pula sebesar 27,71% untuk waktu tanam September. Perlakuan ketinggian tempat

    700 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan pertumbuhan jumlah anakan yang berbeda

    nyata dengan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat waktu tanam

    Oktober memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang lebih baik sebesar 61,52% dibandingkan

    waktu tanam Agustus dan 70,76% untuk waktu tanam September. Pengamatan umur 20 MST pada

    ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan pertumbuhan jumlah

    anakan yang lebih baik dibandingkan waktu tanam yang lain. Jika dibandingkan dengan waktu

    tanam September mengalami kenaikan sebesar 25,72% dan kenaikan 73,26% untuk waktu tanam

    Agustus. Pada ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam Agustus dan September

    menunjukkan penurunan pertumbuhan jumlah anakan dibandingkan waktu tanam Oktober. Hal

    tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam Oktober memberikan nilai pertambahan jumlah anakan

    lebih banyak dibandingkan waktu tanam Agustus dan September berturut-turut sebesar 44,50%

    dan 48,99%.

    Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian 200 mdpl dengan waktu penanaman

    Agustus dan September memberikan hasil jumlah anakan paling rendah dibanding waktu tanam

    Oktober. Dengan kata lain, waktu tanam Oktober menunjukkan peningkatan nilai sebesar 70,18%

    dibandingkan waktu tanam Agustus, sedangkan waktu tanam Oktober memiliki nilai pertambahan

    jumlah anakan sebesar 21,49% untuk waktu tanam September. Pada ketinggian tempat 700 mdpl

    dengan waktu tanam Oktober memberikan pertumbuhan jumlah anakan lebih baik yaitu 33,93%

    dan 34,58% dibandingkan waktu tanam Agustus dan dan September. Pengamatan umur 24 MST

    perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan jumlah anakan

    yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat

    peningkatan jumlah anakan yang dipengaruhi oleh waktu tanam Oktober sebesar 58,94%

    dibandingkan waktu tanam Agustus, begitu pula waktu tanam Oktober memiliki nilai 18,55%

    dibandingkan waktu tanam September. Ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam Oktober

    menunjukkan jumlah anakan yang lebih tinggi dibanding waktu tanam Agustus maupun

    September. Peningkatan tersebut dapat dilihat besarnya nilai pertambahan jumlah anakan yang

  • diakibatkan oleh waktu tanam Oktober sebesar 49,07% dan 44,14% masing-masing dibandingkan

    waktu tanam Agustus dan September. Pada tempat yang tinggi (dataran tinggi) dipengaruhi oleh

    penurunan tekanan udara dan suhu udara, serta peningkatan curah hujan.

    4.1.4 Luas Daun

    Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan

    waktu tanam terhadap luas daun pada umur tanaman 14 MST hingga 22 MST.Namun terdapat

    interaksi pada umur tanaman 24 MST. Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan

    Oktober lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut terdapat pada lampiran 8. Nilai

    rerata luas daun (cm-2 rumpun-1) yang tidak terdapat interaksi disajikan pada Tabel 4 dan yang

    terjadi interaksi pada Tabel 5.

    Tabel 5. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1) yang Tidak Terdapat Interaksi Ketinggian Tempat dan

    Waktu Tanam Tebu

    Ketinggian

    Tempat

    Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1) pada Umur Tanaman (MST)

    14 16 18 20 22

    200 mdpl 3053,72 3414,43 3675,64 4648,99 5021,05

    700 mdpl 2229,06 2621,06 2714,10 3096,06 3256,81

    BNT 5% tn tn tn tn tn

    KK % 25,13 35,07 33,74 30,10 12,22

    Waktu Tanam 14 16 18 20 22

    Agustus 2423,69 2692,29 2944,06 3531,85 3917,20

    September 2437,79 2713,56 2944,98 3760,60 3992,66

    Oktober 3331,77 3648,19 3713,56 4295,10 4506,94

    BNT 5% tn tn tn tn tn

    KK % 21,72 11,09 22,70 18,59 8,92

    Keterangan:tn:tidak nyata

    Tabel 6. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1) Umur 24 MST Akibat Interaksi Ketinggian Tempat

    dan Waktu Tanam Tebu

    Ketinggian

    Tempat

    Waktu

    Tanam

    Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1)

    24

    Agustus 4393,63 b

  • 200 mdpl September 4941,13 b

    Oktober 5728,40c

    Agustus 3285,48 a

    700 mdpl September 3044,19 a

    Oktober 3440,77 a

    BNT 5% 635,92

    KK 9,97

    Keterangan:Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang

    tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.

    Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian tempat dan waktu

    tanam memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun umur tanaman 24 MST.Pengamatan luas

    daun pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober memiliki rerata luas daun lebih

    tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat besarnya

    peningkatan luas daun pada penanaman bulan Oktober dibandingkan awal tanam Agustus dan

    September berturut-turut sebesar 30,38% dan persentase sebesar 15,93% yang disebabkan oleh

    waktu tanam Oktober dibandingkan waktu tanam September.Pengamatan luas daun perlakuan

    ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa seluruh waktu tanam menghasilkan luas daun

    yang konstan atau dengan kata lain seluruh waktu tanam tidak berbeda nyata. Secara umum, waktu

    tanam Oktober pada ketinggian 200 mdpl memberikan peningkatan luas daun paling baik

    dibandingkan waktu tanam yang lain, juga pada ketinggian 700 mdpl.

    4.1.5 Jumlah Ruas Batang

    Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu

    tanam terhadap jumlah ruas batang. Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan Oktober

    lebih baik dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan September mulai umur tanam 14 MST

    hingga 24 MST.Hal tersebut terdapat pada lampiran 9. Nilai rerata jumlah ruas batang akibat

    interaksi disajikan pada Tabel 6.

    Tabel 7. Rerata Jumlah Ruas Batang Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu Tanam Tebu

    Ketinggian

    Tempat

    Waktu

    Tanam

    Rerata Jumlah Ruas Batang pada Umur Tanaman (MST)

    14 16 18 20 22 24

  • Agustus 6,29 a 7,38 b 7,60 b 8,10 b 8,85 b 9,28a

    200 mdpl September 8,01 b 9,00 c 9,23 c 10,20 c 11,10 c 12,15b

    Oktober 8,17 b 9,23 c 9,50 c 10,63 c 11,13 c 11,63b

    Agustus 5,90 a 6,11 a 6,29 a 7,00 a 7,30 a 8,30 a

    700 mdpl September 6,00 a 6,47 a 6,74 a 7,55 ab 7,60 a 8,58 a

    Oktober 6,55 a 7,53 b 7,70 b 8,05b 7,80 ab 8,60 a

    BNT 5% 0,88 0,70 0,62 0,82 1,13 1,05

    KK % 8,37 5,98 5,11 6,20 8,22 7,00

    Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang

    tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.

    Secara umum, waktu tanam September dan Oktober pada ketinggian 200 mdpl memberikan

    rerata jumlah ruas batang yang paling baik dibandingkan waktu tanam Agustus serta pada

    ketinggian 700 mdpl. Umur pengamatan 14 MST tanaman tebu tidak menunjukkan perbedaan

    jumlah ruas batang yang signifikan.Perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam

    bulan September dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak

    berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan Agustus. Penanaman pada bulan

    September menghasilkan 27,34% lebih tinggi dibandingkan penanaman bulan Agustus. Sementara

    itu, awal tanam Oktobermemiliki nilai 29,89% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus.

    Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl dengan seluruh waktu tanam memberikan

    pertumbuhan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata. Pengamatan umur 16 ketinggian tempat

    200 mdpl dengan waktu tanam bulan September dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan

    jumlah ruas batang yang tidak berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan

    Agustus. Penanaman pada bulan September menghasilkan 21,95% lebih tinggi dibandingkan

    penanaman bulan Agustus. Sementara itu, awal tanam Oktober memiliki nilai 25,07%

    dibandingkan dengan waktu tanam Agustus. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl

    menunjukkan berbeda nyata antara waktu tanam Oktober dan Agustus, September. Peningkatan

    persentase jumlah ruas batang oleh waktu tanam Oktober sebesar 23,24% untuk waktu tanam

    Agustus, dan 16,38% untuk waktu tanam September. Umur pengamatan 18 MST perlakuan

    ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam bulan September dan Oktober pada tanaman

    tebu menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan

  • waktu tanam bulan Agustus. Penanaman pada bulan September menghasilkan 21,45% lebih tinggi

    dibandingkan penanaman bulan Agustus. Sementara itu, awal tanam Oktober memiliki nilai

    25,00% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl

    dengan waktu tanam Oktober memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang berbeda nyata

    dengan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat pada persentase

    peningkatan berturut-turut sebesar 14,24% dan 22.42% untuk waktu tanam Agustus.Pengamatan

    umur 20 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl denganwaktu tanam tebu bulan September

    dan Oktober menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak berbeda nyata.Persentase menunjukkan

    bahwa waktu tanam Oktober menyebabkan peningkatan rerata jumlah ruas batang sebesar 31,23%

    dibandingkan waktu tanam Agustus. Sementara itu, persentase sebesar 25,93% disebabkan oleh

    perlakuan waktu tanam September jika dibandingkan dengan waktu tanam Agustus.Perlakuan

    ketinggian tempat yakni 700 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober memberikan

    pertumbuhan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata.Namun berbeda nyata dengan waktu tanam

    Agustus, serta waktu tanam September juga tidak berbeda nyata dengan waktu tanam Agustus.Hal

    tersebut dapat dilihat pada peningkatan nilai persentase 15.00 % oleh waktu tanam Oktober

    dibanding Agustus. Begitu pula waktu tanam September sebesar 7,86% dibandingkan waktu tanam

    Agustus.

    Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh

    waktu tanam bulan September dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan jumlah ruas batang

    yang tidak berbeda nyata. Pertambahan jumlah ruas batang jika dibandingkan waktu tanam

    Agustus terlihat peningkatan25,76% oleh waktu tanam Oktober dan 25,42% waktu tanam

    September. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl dengan waktu tanamOktober

    memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang berbeda nyata dibandingkan waktu tanam Agustus

    dan September.Hal tersebut dapat dilihat peningkatan jumlah ruas waktu tanamOktober sebesar

    6,85% jika dibandingkan dengan waktu tanam Agustus dan 2,63% untuk waktu tanam September.

    Umur pengamatan 24 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam

    bulanSeptember dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak

    berbeda nyata atau lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus. Hal tersebut terlihat pada

    peningkatan jumlah ruas batang pada awal tanam September dan Oktober berturut-turut 30,93%

    dan 25,32% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700

  • mdpl dengan seluruh waktu tanam memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang tidak berbeda

    nyata.

    4.1.6 Diameter Batang

    Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan

    waktu tanam terhadap diameter batang pada seluruh umur pengamatan 14 MST hingga 24

    MST.Hal tersebut terdapat pada lampiran 10.Nilai rerata diameter batang yang tidak terdapat

    interaksi disajikan pada Tabel 7.

    Tabel 8. Rerata Diameter Batang (cm) yang Tidak Terjadi Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu

    Tanam Tebu

    Ketinggian

    Tempat

    Rerata Diameter Batang (cm) pada Umur Tanaman (MST)

    14 16 18 20 22 24

    200 mdpl 1,79 1,82 1,87 1,88 1,92 1,95

    700 mdpl 1,59 1,63 1,67 1,68 1,71 1,74

    BNT 5% tn tn tn tn tn tn

    KK % 12,13 11,66 10,24 10,91 10,34 10,42

    Waktu Tanam 14 16 18 20 22 24

    Agustus 2,30 2,33 2,37 2,40 2,45 2,49

    September 2,12 2,17 2,22 2,24 2,28 2,31

    Oktober 1,85 2,38 2,46 2,49 2,55 2,58

    BNT 5% tn tn tn tn tn tn

    KK % 11,22 12,75 14,02 12,70 13,71 11,64

    Keterangan: tn:tidak nyata

    4.2 Pembahasan

    Pertumbuhan merupakan proses yang terjadi selama berlangsungnya hidup tanaman

    mencakup peningkatan bahan kering tanaman baik mengenai ukuran maupun bobotnya serta tidak

    dapat kembali seperti semula (irreversible). Semakin meningkatnya bahan kering, maka akan

    terjadi peningkatan volume baik daun sebagai organ tanaman tempat terjadinya proses fotosintesis

    maupun akar sebagai bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan unsur hara yang diperlukan

    oleh tanaman. Pertumbuhan yang optimal dapat dicapai jika mengetahui faktor yang dapat memicu

  • pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Pertumbuhan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor

    genetik namun juga faktor lingkungan. Pertumbuhan tanaman tidak dipengaruhi oleh faktor

    genetik karena tanaman yang ditanam berasal dari jenis yang sama, sehingga perbedaan pada

    kenampakan fisiologi tanaman tidak dipengaruhi oleh faktor dari dalam. Sedangkan faktor

    lingkungan memberikan kontribusi lebih banyak terhadap perbedaan kenampakan fisologis

    tanaman.Ini terutama berlaku bagi faktor iklim, misalnya perbedaan curah hujan dan penerimaan

    cahaya matahari pada ketinggian yang heterogen. Hujan merupakan faktor pembatas dan selain itu

    suhu dan tinggi hari juga menjadi faktor pembatas (Pawirosemadi, 2011).

    Pertumbuhan tanaman tebu dan bagian-bagian penyusunnya tidak berjalan dengan kecepatan

    yang sama, hal tersebut dapat dilihat pada saat fase perkecambahan mata tunas berkembang

    dengan sangat lambat, dan kemudian berangsur-angsur meningkat hingga mencapai suatu

    maksimum yang diikuti dengan penurunan sedikit demi sedikit. Pertumbuhan tanaman tebu terdiri

    dari dua fase yakni fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif tebu meliputi perkecambahan,

    pertunasan dan pertumbuhan batang, sedangkan fase generatif merupakan pertumbuhan yang

    difokuskan pada fase penimbunan karbohidrat dibatang (Indrawanto, 2010). Komponen

    pertumbuhan vegetatif tanaman tebu dapat diamati dengan berbagai parameter pengamatan seperti

    jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas batang, luas daun dan diameter batang.

    Komponen tersebut berperan penting dalam menentukan produksi akhir tanaman tebu yang akan

    diperoleh, sehingga digunakan sebagai parameter pengamatan dalam percobaan ini.

    Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah ruas batang, dan luas

    daun menunjukan interaksi yang berbeda nyata antara ketinggian tempat dan waktu tanam. Pada

    pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah ruas batang waktu tanam September dan

    Oktober memiliki persentase tumbuh lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus dan

    September baik ketinggian 200 mdpl maupun 700 mdpl. Namun, hasil pengamatan jumlah anakan

    dan luas daun umur 24 MST waktu tanam Oktober ketinggian tempat 200 mdpl memiliki

    persentase peningkatan pertumbuhan lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus dan

    September ketinggian 700 mdpl. Sedangkan pengamatan diameter batang menunjukkan tidak

    adanya interaksi yang berbeda nyata antara ketinggian tempat maupun waktu tanam.

    4.2.1 Tinggi Tanaman dan Jumlah Ruas Batang

  • Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator yang menentukan keberhasilan pertumbuhan

    tanaman tebu. Bertambahnya tinggi tanaman disebabkan oleh adanya pertumbuhan bagian pucuk

    serta dasar ruas, sehingga peningkatan tinggi tanaman juga diikuti oleh pertambahan jumlah ruas

    dan diameter batang. Pertambahan tinggi tanaman merupakan bentuk peningkatan dari

    pembelahan sel-sel akibat adanya asimilat yang meningkat (Harjanti et al., 2014). Saat fase

    vegetatif tanaman tebu aktif menyerap unsur hara maupun air terutama saat fase pemanjangan

    batang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian tempat 200 m dpl

    dengan waktu tanam September dan Oktober nyata meningkatkan tinggi tanaman tebu dan jumlah

    ruas batang. Pemanjangan batang tanaman tebu berlangsung pada fase pertumbuhan pada umur

    tanaman 3 hingga 9 bulan. Selama stadia pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air,

    sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar pertumbuhan terhenti.

    Curah hujan merupakan faktor penting untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman

    tebu membutuhkan hujan optimum selama pertumbuhan vegetatif karena mempercepat

    pertumbuhan tebu seperti pemanjangan batang tebu dan pembentukan ruas. Berdasarkan data rata-

    rata curah hujan bulanan selama masa pertumbuhan tebu pada waktu tanam Oktober, dimana

    tanaman tebu mencapai umur 24 MST pada bulan Maret, memperoleh rata-rata curah hujan

    bulanan termasuk tinggi yaitu dimulai umur tanaman 14 MST hingga 24 MST berturut-turut

    sebesar 364;328 dan 303 mm/bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif

    tanaman tebu memperoleh kebutuhan air yang cukup untuk digunakan dalam proses fotosintesis

    serta pembelahan sel. Menurut Indrawanto (2010) menyatakan bahwa musim hujan yang sesuai

    untuk pertumbuhan tebu terjadi selama 5-6 bulan dengan rata-rata curah hujan 200 mm, curah

    hujan yang tinggi diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif yang meliputi perkembangan anakan

    tebu, tinggi tanaman dan diameter batang. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan

    125 mm dan 4-5 bulan berkaitan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan

    periode kering. Pada periode ini merupakan pertumbuhan generatif dan pemasakan tebu. Batang

    tebu terdiri dari atas ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, pada setiap buku terdapat mata tunas

    dan bakal akar. Pada bagian batang tebu hampir 80 % karbohidrat dalam bentuk cairan nira hasil

    dari asimilasi fotosintesis terakumulasi.

    4.2.2 Jumlah Daun, Luas Daun

  • Daun merupakan bagian tanaman yang berfungsi dalam proses fotosintesis di dalam

    jaringan daun tanaman. Hasil asimilasi akan ditranslokasikan ke bagian-bagian tanaman yang lain

    untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Jumlah daun berkaitan dengan kemampuan daun

    dalam menyerap cahaya matahari yang akan digunakan pada proses fotosintesis, sehingga dapat

    meningkatkan hasil fotosintat yang akan dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu semakin banyak

    jumlah daun maka fotosintesis pada tanaman semakin meningkat. Meningkatnya jumlah daun

    tidak terlepas dari adanya aktivitas pemanjangan dan pembesaran sel yang mendorong

    terbentuknya daun sebagai organ fotosintesis pada tanaman.Marschner’s (2012) menyatakan

    bahwa kemampuan tanaman untuk menghasilkan asimilasi tidak hanya berhubungan dengan

    aktivitas fotosintesis tetapi juga untuk ukuran area fotosintesis termasuk luas daun, batang dan

    organ hijau lain dari tanaman. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan

    ketinggian tempat 200 m dpl dengan waktu tanam Oktober memberikan pengaruh nyata baik

    terhadap jumlah daun maupun luas daun umur pengamatan 24 MST. Daerah daun individu

    tanaman tergantung pada posisi daun dan kondisi lingkungan selama pengembangan daun. tekanan

    lingkungan, misalnya suhu rendah, kekeringan, salinitas dan kekurangan gizi. Menurut Herawati

    (1992) bahwa daun yang semakin luas akan meningkatkan pertumbuhan batang yang semakin

    tinggi pula, hal ini karena luas daun yang maksimal akan menghasilkan fotosintat yang maksimal

    pula.Selain itu, diduga kebutuhan air pada waktu tanam Oktober mencukupi dengan curah hujan

    bulanan tinggi dibandingkan curah hujan bulanan waktu tanam Agustus dan September. serta

    ketinggian tempat 200 mdpl juga memberikan indikasi bahwa tingkat penerimaan cahaya matahari

    optimal dibandingkan pada penanaman di ketinggian 700 m dpl. Hal tersebut menyebabkan proses

    fotosintesis dan translokasi fotosintat ke bagian organ tanaman dalam proses pertumbuhannnya

    mengalami peningkatan yang signifikan. Pemupukan Nitrogen juga dapat meningkatkan jumlah

    daun dan luas daun yang berarti juga perluasan kanopi. Jika tanaman kekurangan Nitrogen akan

    mempengaruhi luasan permukaan daun tanaman tebu dikarenakan Nitrogen berperan penting

    dalam proses fotosintesis dan produksi bobot kering.

    4.2.3 Jumlah Anakan

    Semakin tinggi populasi dengan pertumbuhan anakan yang relatif seragam akan didapatkan

    produktivitas dan rendemen yang optimal. Pada fase bertunas, tebu membutuhkan cukup air, CO2

    dan sinar matahari agar proses perbanyakan jumlah anakan tidak mengalami gangguan. Hal ini

    sesuai dengan Khuluq dan Hamidah (2014) sumber daya alam yang dibutuhkan pada fase

  • pertunasan antara lain : air, sinar matahari, hara N dan P serta oksigen untuk pernapasan dan

    pertumbuhan akar. Fase pertumbuhan tanaman dalam proses perkecambahan sangat tergantung

    kepada ketersedian air dan makanan yang terdapat dalam tanaman. Bibit tanaman tebu dengan

    kualitas yang jelek, misalnya diperoleh dari umur bibit yang sudah tua yang kondisi distribusi air

    dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah berkurang akan menyulitkan terjadinya inisiasi

    tumbuh tunas. Selain itu misalnya kondisi bibit yang terinfeksi hama penyakit akan menyebabkan

    hambatan dalam proses inisiasi pertunasan dan fase pertumbuhan tanaman lainnya. Kemudian

    jumlah bibit tebu yang ditanam sangat mempengaruhi jumlah tunas dan populasi pertumbuhan

    tanaman. Meskipun pada awal perkecambahan, jumlah tunas berkorelasi dengan jumlah mata yang

    berinisiasi menjadi tunas, namun sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami

    keseimbangan mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan terjadi

    persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan populasi tanaman pada

    periode pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan populasi tanaman sampai mencapai

    pertumbuhan populasi batang optimal.Worku and Chinawong (2006) menyatakan bahwa

    peningkatan dalam jumlah populasi pada tahap awal pertumbuhan dan pengurangan populasi

    selama pertumbuhan tebu merupakan karakteristik dari beberapa varietas. Pengurangan populasi

    tanaman bisa dikaitkan dengan faktor-faktor yang mendorong kompetisi untuk cahaya,

    kelembaban, nutrisi, dan kelangsungan hidup anakan setelah kompetisi adalah karakter dari

    berbagai varietas.

    Anakan tebu merupakan faktor utama untuk memperoleh produktivitas tebu yang tinggi.

    Tanaman tebu memiliki kemampuan pertumbuhan untuk menghasilkan anakan dalam satu

    rumpun. Pertunasan anakan dianggap sebagai mata rantai yang penting dalam pertumbuhan dan

    perkembangan tanaman, karena pada stadium ini akan menghasilkan bobot tebu yang baik.

    Netsanet et, al,.(2014) menyatakan bahwa Tiap tunas anakan berpotensi untuk menghasilkan

    jumlah batang optimal. Tunas tebu yang tumbuh setelah masa perkecambahan umumnya disebut

    sebagai anakan. menyatakan bahwa jumlah tunas menjadi salah satu faktor yang juga

    mempengaruhi populasi tanaman persatuan luas dan membutuhkan perhatian. Proses fisiologi tebu

    pada masa perbanyakan jumlah anakan hampir sama dengan proses pada perkecambahan,

    perbedaannya adalah pada masa anakan perakaran tebu telah didominasi oleh akar-akar yang

    tumbuh dari akar tunas, serta tunas primer telah aktif berfotisintesa dan telah menghasilkan

    monosakarida (glukosa dan fruktosa) Kuntohartono, (1999).

  • Tanaman tebu umumnya diperbanyak secara vegetatif menggunakan batang yang memiliki

    ruas-ruas yang terdapat mata tunas. Dari mata tunas itulah akan terjadi perkecambahan sehingga

    menghasilkan tunas baru yang akan tumbuh menjadi batang tebu. Fase vegetatif tanaman tebu

    terdiri dari perkecambahan, pertunasan dan pemanjangan. Populasi yang ada dalam suatu lahan

    tebu sangat ditentukan oleh proses perkeca