pengaruh waktu tanam dan ketinggian ...repository.ub.ac.id/7795/1/ariojati%c2%a0almedi.pdfsquad...
TRANSCRIPT
-
PENGARUH WAKTU TANAM DAN KETINGGIAN TEMPATTERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
TEBU (Saccharum officinarum L.)
Oleh: ARIOJATI ALMEDI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
-
i
PENGARUH WAKTU TANAM DAN KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN
TEBU (Saccharum officinarum L.)
Oleh:
ARIOJATI ALMEDI
135040201111410
MINAT BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
-
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Penguji I, Penguji II,
Prof. Dr. Ir. Eko Widaryanto.,SU. Dr. Ir. Roedy Soelistyono., MS.
NIP. 19570117 198103 1 001 NIP.19540911 1980031 002
Penguji III,
Ir.Koesriharti, MS.
NIP. 195808301983032002
Tanggal Lulus :
-
Dosen Pembimbing 1 :
Roedy Soelistyono, Dr.Ir. MS
195409111980031002
Jabatan : Lektor Kepala
Pangkat : IV/b
Email : –
Kompetensi : Agroclimate
Dosen Pembahas :
Eko Widaryanto, Prof.Dr. Ir. MS
195701171981031001
Jabatan : Guru Besar
Pangkat : IV/d
Email : [email protected]
Kompetensi : Bioenergy
Majelis Penguji :
Koesriharti, Ir. MS.
NIP.19580803 198303 2 002
Jabatan : Lektor Kepala
Pangkat : IV b
Email : [email protected]
Kompetensi : Fisiologi
-
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini
merupakan hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi
pembimbing. Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di
perguruan tinggi manapun dan setinggi pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, September 2017
Ariojati Almedi
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara, Lampung. pada tanggal 1 januari 1996
dari Bapak Temon Raharjo dan Ibu Saryani. Penulis memulai pendidikan di TK Muslimin
Kotabumi, Lampung Utara, Lampung pada tahun 2000-2001 dan kemudian melanjutkan di
SDN 01 Tanjung Aman Kotabumi, Lampung Utara, Lampung pada tahun 2001-2007 dan
selanjutnya melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 07 Kotabumi, Lampung
Utara, Lampung pada tahun 2007-2010. Tahun 2010-2013 penulis melanjutkan pendidikan di
SMAN 01 Kotabumi, Lampung Utara, Lampung. Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Strata-1 Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Brawijaya melalui jalur undangan SNMPTN dan mengambil minat Budidaya Pertanian pada
tahun 2015.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Panitia Program Orientasi Mahasiswa
Terpadu ‘POSTER’ ospek Fakultas Pertanian (2014), anggota di Youth For Climate Change,
Jawa Timur Part Of Research And Devolepment (2015), menjadi anggota di Leo Club Malang
Arrow (2015-2016), Presiden Leo Club Malang Arrow (2016-2017), Duta Daerah Leo Club
Distrik 307 B2 (2016-2017), anggota di Forum Komunikasi Keluarga Himpunan Mahasiswa
Agronomi ‘FKKHIMAGRI’ (2016), juga memperoleh juara 2 basketball Olimpiade Dekan
(2016), guard teritorial panitia Program Orientasi dan Pengembangan Keprofesian Mahasiswa
Budidaya Pertanian ‘PRIMORDIA’(2016), dalam kegiatan akademik penulis pernah menjadi
asisten praktikum Teknologi Produksi Tanaman (2016).
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya.Sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Waktu Tanam dan
Ketinggian Tempat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Roedy
Soelistyono, MS selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya untuk pelaksanaan penelitian ini, serta Prof. Dr. Ir. Eko Widaryanto, SU. selaku
dosen pembahas atas saran dan masukannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Rasa syukur
yang tiada hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan harOsama bin
Ladenyuta yang sangat berharga di dunia ini yaitu kedua Orang Tua dan kedua adikku Mb Del,
Dek Andi yang selalu mendukung segala urusan, usaha dan jalan yang dipilih oleh penulis, serta
seluruh keluarga tercinta. Sahabat-sahabatku Marzuki, Rahmad, Fahri, Rizki, Nadya, Woro,
Hanna, Adiel, David, Santri, Monica. Coro’s. Teman-teman sebimbingan Lisa, Rindi, Miky,
Ryan, Roy dan Soniah. Magang Pesantren Baru Squad Marzuki, Cahaya, Apin, Dita, Yanti,
Hendra dan Husna. Leo Club Malang Arrow Intan, Rohanna, Dwi, Kak Crist, kak Uqan, Kak
Mai, Kak Tanjung, Kak Era, Bang Berni, Hiba, Arinta, Andri, Thalia, Ufa, Novita, dll. Kakak-
kakak Akbar kembar, Yay Dimas. Yay Welly, Kak Irish, Ko Liant dan Mb Nia Medan. Buk Yun
Squad Marzuki, Rahmad, Syahrul dll. Pegawai PG. Soedhono Pak Ali, Pak Rahmat, Pak
Mutarom, Mas Hendro, Pak Dadang dan Seluruh Pekerja. Teman-teman Budidaya Pertanian dan
teman-teman Prodi, terimakasih atas doa dan dukungan selama ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena
itu saran dan keritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan tulisan ini. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Malang, September 2017
Penulis
-
RINGKASAN
Ariojati Almedi. 135040201111410. Pengaruh Waktu Tanam dan Ketinggian
Tempat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)
Dibawah bimbingan Dr. Ir. Roedy Soelistyono, MS. Sebagai pembimbing utama.
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan bahan utama penghasil gula
pasir, karena tebu memiliki kandungan gula (sukrosa) pada bagian batangnya.Salah
satu tanaman perkebunan ini merupakan komoditas yang strategis, karena memiliki
nilai ekonomis yang tinggi. Perkembangan produksi gula tahun 2013 meningkat
sebesar 0,86 persen dibanding 2014. Sementara tahun 2015 produksi tebu mengalami
penurunan sebesar 1,57 persen (BPS, 2015). Beberapa permasalahan rendahnya
produktivitas tanaman tebu disebabkan oleh faktor biotik maupun abiotik diantaranya
ketinggian tempat, kemiringan lereng, pemilihan varietas, pemberian air dan sinar
matahari yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tebu (Murwandono, 2013).
Penentuan waktu tanam tebu juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan vegetatif
tanaman tebu yang akan menentukan fase generative dan besarnya rendemen tanaman
tebu. Selain itu, penurunan luas lahan budidaya tanaman tebu juga mengakibatkan
menurunnya produksi gula nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu
tanam terbaik dan kesesuaian tumbuh tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) pada
fase vegetatif di ketinggian tempat yang berbeda. Hipotesis diduga pertumbuhan
tanaman tebu paling baik saat masa tanam bulan Oktober dan pada ketinggian tempat
200mdpl.
Penelitian ini dilaksanakan di PG. Soedhono, Desa Tepas, Kecamatan
Geneng, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian
200 dan 700 mdpl. Pada bulan November-April 2017. Alat yang digunakan ialah
cangkul, sabit, Leaf Area Meter(LAM), jangka sorong, kalkulator, termometer tanah,
meteran, kamera, spidol, alat tulis, serta alat-alat pembantu lainnya. Bahan yang
digunakan ialah tanaman tebu varietas Bululawang berumur 3 bulan. Metode
Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi. Percobaan ini terdapat 2
(dua) faktor, faktor 1 (satu) ialah Ketinggian Tempat (K) sebagai Main Plot yaitu: K1 (Ketinggian 200) dan K2 (Ketinggian 700 mdpl) dan sebagai Sub Plot yaitu waktu
tanam (W) : W1 (Agustus), W2 (September) dan W3 (Oktober) diulang sebanyak 4 kali.
Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, luas
daun, jumlah ruas batang dan diameter batang. Pengamatan dilakukan pada saat
tanaman tebu berumur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst dan 24 mst.
Berdasarkan hasil penelitian interaksi antara ketinggian tempat dan waktu
tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
anakan dan jumlah ruas batang pada semua umur pengamatan dan luas daun pad aumur
tanaman 24 MST. Perlakuan ketinggian tempat 200 m dpl dengan waktu Oktober
memberikan pengaruh paling baik pada tinggi tanaman dan jumlah anakan. Perlakuan
keyinggian tempat 700 mdpl pada pengamatan tinggi tanaman memiliki hasil yang
tidak nyata pada semua perlakuan waktu tanam, sementara pada pengamatan jumlah
anakan waktu tanam Oktober memiliki jumlah anakan yang lebih baik dibandingkan
waktu tanam Agustus dan September.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tepas,_Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur
-
SUMMARY
Ariojati Almedi. 135040201111410. The Effect of Planting Time and Altitude to the
Growth of Sugarcane (Saccharum officinarum L.) Supervised by Dr. Ir. Roedy
Soelistyono, MS.
Sugarcane (Saccharum officinarum L.) is primary raw as producer of sugar, on account
of it has sugar contain on its stem. This one of the plantation plant that strategic potentially due
to high economically. The production of sugar has been growing in 2013 compared to 2014 by
0.86%. In 2015, meanwhile,sugar production was suffering a decreaseby 1.57%(BPS, 2015).
There has been several issue concerning a declining of productivity of sugar that triggered by
wheather biotic factor or abiotic for instance, altitude, slopes, selecting a variety, watering and
accepting of sunshine that affectto the growth of sugarcane (Murwandono, 2013). The
Determination of planting is utterly effect to the vegetative growth of sugarcane as well in
which determine generative phase and level of results. On the other hand, field area of
cultivation declined in order to result in decreasing of sugarcane production nationally. This
research aims to determine an appropriate of planting and suitableness of growing of sugarcane
(Saccharum officinarum L.) on vegetative phase in difference altitude. The hypothesis of this
research is that planting time in October with 200 meters above sea level is a better growth of
sugarcane.
This research was carried out at PG. Soedhono, Tepas village, Geneng
Districts, Ngawi, East Java. It is located at 200 meters above sea level and 700 meters above
sea level, In November-April 2017. Tools that used consists of hoe, Leaf Area Meter (LAM),
caliper, calculator, soil termometer, measurement, camera, stationary, and tools are in favor of
other. Materials involve Sugarcane Bululawang Variety in 3 Months. The research use method
Split-plot. This experiment comprises of 2 factors, the first factor isAltitude (K) as Main Plot
there are : K1(Altitude 200) and K2 (Altitude 700 m asl) and as Sub Plot isplanting time (W) :
W1 (August), W2 (September) and W3 (October) in 4 replications. Parameter observed plant
length, number of leave, number of tillers, leaf area, number of internode and steam diameter.
Observing done in 14week after planting, 16 WAP, 18 WAP, 20 WAP, 22 WAP and 24 WAP.
Based on research result of interaction between height of place and time of planting
give influence to plant, number of leaf, number of tillers and number of stem segment at all
age of observation and leaf area of plant 24 mt. Treatment of altitude of place 200 m asl with
October time gives the best effect on plant height and number of tillers. The 700 md elevation
treatment at plant height observation has not been significant in all planting time treatments,
while in the number of tillers the planting time in October had better number of tillers compared
to August and September
https://id.wikipedia.org/wiki/Tepas,_Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya.Sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Waktu Tanam dan
Ketinggian Tempat terhadap Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Roedy
Soelistyono, MS selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan arahan dan
bimbingannya untuk pelaksanaan penelitian ini, serta Prof. Dr. Ir. Eko Widaryanto, SU. selaku
dosen pembahas atas saran dan masukannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Rasa syukur
yang tiada hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan harOsama bin
Ladenyuta yang sangat berharga di dunia ini yaitu kedua Orang Tua dan kedua adikku Mb Del,
Dek Andi yang selalu mendukung segala urusan, usaha dan jalan yang dipilih oleh penulis, serta
seluruh keluarga tercinta. Sahabat-sahabatku Marzuki, Rahmad, Fahri, Rizki, Nadya, Woro,
Hanna, Adiel, David, Santri, Monica. Coro’s. Teman-teman sebimbingan Lisa, Rindi, Miky,
Ryan, Roy dan Soniah. Magang Pesantren Baru Squad Marzuki, Cahaya, Apin, Dita, Yanti,
Hendra dan Husna. Leo Club Malang Arrow Intan, Rohanna, Dwi, Kak Crist, kak Uqan, Kak
Mai, Kak Tanjung, Kak Era, Bang Berni, Hiba, Arinta, Andri, Thalia, Ufa, Novita, dll. Kakak-
kakak Akbar kembar, Yay Dimas. Yay Welly, Kak Irish, Ko Liant dan Mb Nia Medan. Buk Yun
Squad Marzuki, Rahmad, Syahrul dll. Pegawai PG. Soedhono Pak Ali, Pak Rahmat, Pak
Mutarom, Mas Hendro, Pak Dadang dan Seluruh Pekerja. Teman-teman Budidaya Pertanian dan
teman-teman Prodi, terimakasih atas doa dan dukungan selama ini.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena
itu saran dan keritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan tulisan ini. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.
Malang, September 2017
Penulis
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
RINGKASAN .......................................................................................................... i
SUMMARY ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... viii
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................... 2 1.3 Hipotesis ........................................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Syarat Tumbuh .............................................................................................. 3 2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman tebu ................................................................. 4
2.3Waktu Tanam ................................................................................................. 6
2.4Ketinggian Tempat ......................................................................................... 7
3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................................ 10 3.2 Alat dan Bahan .............................................................................................. 10 3.3 Metode Penelitian .......................................................................................... 10 3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................................. 11 3.5 Parameter Pengamatan .................................................................................. 13 3.6 Analisis Data ................................................................................................. 14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil .............................................................................................................. 15
4.1.1 Tinggi Tanaman ................................................................................... 16
4.1.2 Jumlah Daun ........................................................................................ 17
4.1.3 Jumlah Anakan ..................................................................................... 20
4.1.4 Luas Daun ............................................................................................ 22
4.1.5 Jumlah Ruas Batang ............................................................................. 24
4.1.6Diameter Batang ................................................................................... 26
4.2 Pembahasan ................................................................................................... 26
4.2.1 Tinggi Batang, Jumlah Ruas ................................................................ 28
4.2.2 Jumlah Daun, Luas Daun ..................................................................... 30
4.2.3 Jumlah Anakan ..................................................................................... 31
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 34
5.2 Saran.............................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 3
-
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Kombinasi Rancangan Penelitian ........................................................................ 11
2. Rerata Tinggi Tanaman (cm) ............................................................................ 15
3. Rerata Jumlah Daun .......................................................................................... 18
4. Rerata Jumlah Anakan Per Rumpun.................................................................... 20
5. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1)...................................................................... 23
6. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1)...................................................................... 23
7. Rerata Jumlah Ruas Batang................................................................................. 24
8. Rerata Diameter Batang (cm).............................................................................. 27
-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Dokumentasi Tanaman Umur 14 MST........................................................... 55
2. Dokumentasi Tanaman Umur 20 MST........................................................... 56
3.Dokumentasi Tanaman Umur 24 MST........................................................... 57
-
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan komoditas strategis yang bernilai ekonomi
tinggi sebagai penghasil gula pasir dikarenakan tebu memiliki kandungan gula (sukrosa) pada
bagian batangnya. Tanaman ini juga dapat menghasilkan produk sampingan yaitu tetes tebu
(molasses) dari industri pengolahan gula. Tanaman tebu termasuk tanaman C4 yang membutuhkan
cahaya matahari yang cukup dan menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu kering dan basah
(Indrawanto et al., 2010). Pada fase vegetatif tanaman tebu memerlukan lebih banyak air, sinar
matahari, dan unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan daun, akar maupun batang.
Produksi gula yang terus menurun tidak seiring dengan meningkatnya kebutuhan
masyarakat akan gula dari tahun ke tahun yang terus meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik
(2015), perkembangan produksi gula selama 3 tahun terakhir mengalami fluktuasi, hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketersediaan air, rendahnya curah hujan dan intensitas
cahaya matahari. Dari tahun 2013, produksi tanaman tebu mencapai 2,55 juta ton dengan luasan
area 470,94 ribu hektar, dan mengalami kenaikan sebesar 0,86 persen pada tahun 2014 menjadi
sebesar 2,58 juta ton dengan luasan area 472,68 ribu hektar. Sementara tahun 2015 produksi tebu
mengalami penurunan sebesar 1,57 persen atau menjadi 2,53 juta ton dengan luasan area 455,82
ribu hektar (BPS, 2015). Meskipun produksi gula tinggi, namun pemerintah tetap melakukan
kebijakan untuk impor sebesar 3,36 juta ton pada tahun 2015 guna memenuhi kebutuhan gula
nasional.
Beberapa permasalahan rendahnya produksi tanaman tebu disebabkan oleh faktor biotik
maupun abiotik, diantaranya ketinggian tempat, kemiringan lereng, pemilihan varietas, pemberian
air dan sinar matahari yang berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun hasil tanaman tebu
(Murwandono, 2013). Selain itu, penentuan waktu tanam tebu juga sangat berpengaruh pada
pertumbuhan vegetatif tanaman tebu yang pada akhirnya mempengaruhi rendemen tebu. Begitu
pula dengan kondisi luasan lahan budidaya tanaman tebu yang semakin terbatas mengakibatkan
menurunnya produksi gula nasional. Oleh karena itu perlu dilakukan ekstensifikasi budidaya
tanaman tebu dengan dilakukan uji pertumbuhan tanaman tebu pada ketinggian tempat yang
berbeda serta penentuan waktu tanam yang terbaik, selanjutnya diharapkan tanaman akan
beradaptasi dengan baik agar pertumbuhan dan hasil tanaman dapat optimal.
-
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu tanam terbaik dan pertumbuhan tanaman
tebu (Saccharum officinarum L.) di ketinggian tempat yang berbeda.
1.3 Hipotesis
Diduga pertumbuhan tanaman tebu paling baik saat masa tanam bulan Oktober dan pada
ketinggian 200 mdpl.
-
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Tebu
Tanaman tebu termasuk kelompok tanaman rumput-rumputan, sebagai penghasil gula
yang berasal dari batang tanaman (Taghijarah et al., 2011). Tanaman tebu terbagi menjadi
beberapa bagian utama yaitu akar, batang, daun dan bunga. Mempunyai ciri-ciri tinggi, tidak
bercabang dan tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 meter atau lebih. Kulit
batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasinya. Pada batang terdapat
lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat pada tanaman tebu yang
masih muda. (Tjokroadikoesoemo et al.,2005), tanaman tebu memiliki batang beruas-ruas yang
dibatasi dengan buku-buku, pada setiap buku terdapat mata tunas, mata tunas ini yang
digunakan sebagai bahan utama untuk perbanyakan tebu secara vegetatif. Akar tanaman tebu
termasuk akar serabut. Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri
(Indrawanto et al., 2010).
Menurut Indrawantoet al., (2010) tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan
subtropika, tanaman tebu menghendaki kondisi tanah yang baik yaitu tanah tidak terlalu kering
dan tidak terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara
dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik
dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan unsur
hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak
terganggu. Drainase yang baik dan dalam juga dapat menyalurkan kelebihan air pada musim
penghujan sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman
karena berkurangnya oksigen dalam tanah.Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan
kondisi karakteristik agroklimat di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman tebu
(Selvan, 2006).
Tebu merupakan tanaman dengan aktifitas fotosintesis yang tertinggi dibandingkan
dengan tanaman lainnya sekitar 150-200%.Tebu merupakan tanaman tahunan yang terus
tumbuh dengan memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Tumbuh dengan tinggi antara 3-5
meter dan mengandung sukrosa antara 11-16% (Augstburger etal., 2000).
2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Tebu
Fase pertumbuhan tanaman merupakan suatu proses penambahan ukuran batang,
jumlah daun dan penambahan tinggi tanaman yang tidak akan kembali lagi pada bentuk
-
semulanya. Pada proses ini tanaman sangat membutuhkan ketersediaan air, penyinaran
matahari dan unsurhara sebagai makanan bagi tanaman. Fase pertumbuhan merupakan faktor
penting dalam budidaya tebu karena menentukan hasil akhir tebu pada saat panen. Tanaman
tebu memiliki beberapa fase pertumbuhan, fase tersebut terdiri atas:
1. Fase Perkecambahan
Pada minggu pertama mata tunas akan membentuk taji dan tunas mulai keluar, tinggi
taji akan makin banyak dan mencapai 12 cm pada minggu kedua. Pada minggu ketiga daun
akan terbuka dengan tinggi tunas 20-25 cm. Pada minggu keempat akan terbentuk 4 helai
daun dengan tinggi ±50 cm, akar tunas dan anakan akan keluar pada minggu kelima. Kondisi
tersebut berlangsung bila cukup air, udara, dan sinar matahari.
Proses pertumbuhan kecambah dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal
tanaman dan faktor lingkungan. Faktor internal tersebut antara lain gen dan hormon. Faktor
lingkungan meliputi dua faktor yaitu faktor dalam tanah dan faktor di atas tanah. Faktor
dalam tanah terdiri dari keasaman, aerasi, kandungan unsur kimia dan lain-lain. Sedangkan
faktor di atas tanah adalah radiasi matahari, temperatur, kelembaban dan lain-lain (Sitompul
dan Guritno, 1995).
2. Fase Pertumbuhan Anakan
Anakan tebu akan tumbuh mulai umur 5 minggu sampai dengan 3,5 bulan, tergantung
varietas dan lingkungan tumbuh. Jumlah anakan tertinggi terjadi pada umur 3-5 bulan dan
setelah itu turun atau mati sebanyak 40-50% akibat terjadinya persaingan sinar matahari, air
dan sebagainya. Unsur-unsur yang diperlukan dalam menunjang pertumbuhan anakan ialah
oksigen, air, sinar matahari, unsur hara terutama N dan P serta suhu tanah. Jumlah tunas
tertinggi di capai pada umur 3 hingga 5 bulan setelah tanam. Setelah itu terjadi penurunan
hingga 40-50% sebagai akibat persaingan kebutuhan akan sinar matahari dan air antar
sesama tunas atau gangguan fisik lainnya. Tunas tebu yang dapat menjadi batang tebu yang
konstan akan diperoleh sejak tanaman tebu berumur 6-9 bulan (Soeparmono et al., 2005).
3. Fase Pemanjangan Batang
Fase pemanjangan batang sering disebut dengan pertumbuhan besar (grand growth
period). Pemanjangan batang terjadi pada umur 3-9 bulan pada fase ini terjadi
pengembangan tajuk daun, akar, pemanjangan batang, pembentukan biomasa pada batang
dan peningkatan fotosintesis. Proses yang paling dominan adalah proses pemanjangan
batang. Kecepatan pembentukan ruas pada fase ini sekitar 3-4 ruas/bulan. Pemanjangan
batang tanaman tebu akan melambat pada saat umur tanaman semakin tua. Pada fase ini
-
tanaman tebu memerlukan banyak air, dan akar harus berfungsi dengan normal
(Murwandono, 2013)
4. Fase Pemasakan
Fase pemasakan adalah fase antara pertumbuhan memanjang dan tebu mati. Pemasakan
tebu terjadi pada saat metabolisme berkurang dan terjadi pengisian gula pada ruas-ruas tebu.
Fase kemasakan pada tanaman keprasan (ratoon) terjadi lebih awal dibandingkan tanaman
baru (plant cane). Fase kemasakan dipengaruhi oleh varietas, cara budidaya terutama pupuk
N dan P serta kondisi lingkungan seperti suhu, matahari serta air (PTPN VII, 1997). Apabila
kondisi lingkungan kecukupan unsur nitrogen dan air, maka akan menyebabkan proses
pemasakan terhambat, karena fase vegetatif tanaman tebu terus menerus tumbuh sehingga
perolehan rendemen akan rendah (Hadidaputro dan Pudjiarso, 2000).
5. Fase Pasca Panen
Fase Pasca Panen adalah fase terakhir, fase ini terjadi saat tanaman tebu berumur 12
bulan. Pada fase ini tanaman mulai menunjukkan gejala kematian dan daun mengering. Pada
keadaan ini kadar gula tertinggi terdapat pada batang bagian bawah. Kadar gula akan mulai
berkurang karena mengalami perombakan menjadi bahan bukan gula (Kuntohartono, 1999).
2.3Waktu Tanam Tebu
Penentuan waktu tanam sangat berperan penting dalam budidaya pertanian, terutama
pada lahan dengan sistem non-irigasi. Pada lahan kering pemilihan waktu tanam yang tepat
dapat memperkecil resiko tanaman mengalami cekaman kekeringan pada fase kritis tanaman
tebu (Surmaini dan Irianto, 2003). Waktu tanam dapat ditentukan berdasarkan waktu terjadinya
surplus air dan lengas tanah dari hasil analisa neraca air baik decade maupun bulanan (Jayanti
et al., 2015).
Penentuan awal penanaman juga didasarkan pada sifat kemasakan tebu diantaranya
apabila tebu masak awal mulai dilakukan penanaman pada bulan Mei hingga Juni, tebu masak
tengah dilakukan penanaman bulan Juli, Agustus hingga September. Sedangkan tebu masak
lambat ditanam pada bulan Oktober (PTPN VII, 1996). Petani daerah Bangkitan, Sleman
selama ini menerapkan awal tanam menjelang musim hujan yaitu pada bulan Mei hingga Juli
dengan masa tebang sekitar bulan April hingga Juni. Awal tanam dilakukan pada bulan
Oktober hingga Maret dengan anggapan bahwa kebutuhan air pada fase vegetatif akan
tercukupi (Jayanti et al., 2015). Berdasarkan hasil penelitian Jayanti et al., (2015) menunjukkan
-
bahwa waktu tanam terbaik berdasarkan data analisa neraca air adalah September hingga
Oktober pada tahun 2014, 2017 hingga 2019.
Tanaman tebu sangat sensitif terhadap iklim dan mudah beradaptasi dengan baik. Pada
dasarnya tebu adalah tanaman tadah hujan dan sangat bergantung pada jumlah dan durasi curah
hujan, kelembaban, kelembaban konten, suhu dan kondisi tanah (Gawander, 2007). Curah
hujan merupakan unsur iklim yang sangat berpengaruh besar terhadap suatu budidaya tanaman,
terutama pada kondisi lahan kering maupun tadah hujan. Curah hujan sangat menentukan pola
dan intensitas tanam yang dicirikan oleh musim tanam suatu lahan. Menurut Hermawan (2010),
curah hujan di Indonesia khususnya pulau Jawa dipengaruhi oleh sistem Monsun Asia-
Australia yang menyebabkan wilayah ini memiliki satu puncak hujan maksimum, yaitu pada
bulan Desember, Januari ataupun Februari. Tanaman tebu memerlukan musim hujan dan
musim kemarau yang ideal atau seimbang. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu
membutuhkan banyak air, sedangkan saat fase pemasakan tanaman tebu membutuhkan
keadaan kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan
terus terjadi dan tidak ada kesempatan tanaman tebu untuk menjadi masak sehingga akan
menyebabkan rendemen menjadi rendah.
Tanaman tebu menghendaki curah hujan 1000 – 1300 mm tiap tahun untuk tumbuh
secara optimal. Musim hujan yang baik terjadi selama 5-6 bulan dengan rata-rata curah hujan
200 mm/bulan, curah hujan yang tinggi diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif yang meliputi
perkembangan anakan, tinggi dan besar batang. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan
curah hujan 125 mm dan 4-5 bulan berkaitan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan
yang merupakan periode kering. Pada periode ini merupakan pertumbuhan generatif dan
pemasakan tebu (Indrawanto, 2010). Hasil penelitian Cordozo dan Paulo (2012), ditemukan
bahwa pengaruh waktu penanaman lebih besar pengaruhnya terhadap hasil tanaman tebu dari
pada pada pemasakan (kandungan sukrosa).
2.4 Ketinggian Tempat
Pada lapisan troposper bumi, secara umum tekanan suhu semakin menurun dengan
bertambahnya ketinggian tempat. Hal ini dikarenakan udara merupakan penyimpan panas
terburuk, sehingga suhu udara sangat dipengaruhi oleh permukaan bumi tempat persentuhan
antara udara dengan daratan dan lautan. Permukaan bumi merupakan pemasok panas untuk
pemanasan udara. Akibatnya suhu akan turun menurut ketinggian baik di atas lautan maupun
-
daratan. Rata-rata penurunan suhu udara di Indonesia sekitar 5-6 oC tiap kenaikan 1000 meter
(Handoko, 1983).
Di daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir seragam.
Namun dengan adanya perbedaan geografis seperti perbedaan ketinggian tempat diatas
permukaan laut (mdpl) akan menimbulkan perbedaan cuaca dan iklim secara keseluruhan pada
tempat tersebut terutama suhu, kelembaban dan curah hujan. Unsur–unsur tersebut banyak
dikendalikan oleh lintang, ketinggian, jarak dari laut, topografi, jenis tanah dan vegetasi
(Miller, 1976). Menurut Hafez (1968) pada tempat yang rendah (dataran rendah) ditandai oleh
suhu lingkungan, tekanan udara dan oksigen yang tinggi.Pada tempat yang tinggi (dataran
tinggi) banyak mempengaruhi terhadap penurunan tekanan udara dan suhu udara, serta
peningkatan curah hujan (Miller, 1976). Laju penurunan suhu akibat ketinggian memiliki
variasi yang berbeda.Penyebab utama dari penurunan suhu di dataran tinggi adalah karena
tipisnya lapisan udara pada dataran tinggi dan rendahnya kadar gas rumah kaca sehingga
penyerapan panas menjadi berkurang. Cahaya matahari dibiarkan lewat tanpa hambatan dan
radiasi bebas keluar dari bumi pada malam hari. Meskipun pada dataran tinggi suhu udara
rendah, namun radiasi matahari bebas masuk menembus kerapatan udara yang tipis dan
kemudian memanasi permukaan tanah.
Suharsono (1982) menyatakan bahwa variasi suhu harian di pegunungan lebih kecil di
bandingkan dengan dataran rendah karena sering adanya awan di daerah pegunungan, selain
itu dengan adanya angin yang berhembus lebih kencang sehingga panas lebih mudah menyebar
di udara. Suhu berperan penting sama dengan curah hujan sebagai variabel yang berkaitan erat
dengan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Kisaran optimum bervariasi untuk fase yang
berbeda dari tanaman yang memiliki beberapa pengaruh terhadap pertumbuhan yang baik dari
tanaman dan pemulihan gula. Suhu optimal untuk perkecambahan dari stek batang adalah 32-
38°C.Suhu di atas 38°C dapat mengurangi laju fotosintesis dan meningkatkan respirasi. Selama
periode pematangan, suhu rendah berkisar antara 12-14 °C menurunkan tingkat pertumbuhan
vegetatif dan peningkatan dari sukrosa dalam tebu (Fageria et al., 2010).
Dengan bertambahnya ketinggian tempat dari permukaan laut, tekanan udara akan
berkurang (Threwartha, 1968). Perbedaan tekanan udara akibat kerapatan yang berbeda
merupakan penyebab dari pergerakan udara (angin). Kecepatan angin akan meningkat dengan
bertambahnya ketinggian. Dataran tinggi selain berpengaruh terhadap tekanan udara dan suhu,
juga berpengaruh terhadap curah hujan. Umumnya dataran tinggi memiliki curah hujan yang
-
tinggi, dimana penyebaran dan jumlah curah hujannya lebih besar dibandingkan dengan
dataran rendah (Barry dan Chorly, 1976). Curah hujan merupakan faktor penting untuk
meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman tebu membutuhkan hujan optimum
selama pertumbuhan vegetatif karena mempercepat pertumbuhan tebu seperti pemanjangan
batang tebu, daun dan pembentukan ruas. Curah hujan di kisaran dari 1000-1300 mm adalah
optimum untuk hasil yang lebih tinggi. Namun, produksi yang baik juga dapat ditemukan di
daerah yang memiliki curah hujan minimal 300mm dan maksimal 600mm, yang tergantung
pada kemampuan adaptasi tanaman, pemilihan varietas dan metode pertanian (ICAR, 2000).
Menurut Indrawanto et al., (2010) pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan
sukrosa pada tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24oC–34oC
dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10oC. Pembentukan sukrosa
terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30oC. Sukrosa yang terbentuk
akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai dari ruas paling bawah pada malam hari. Proses
penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan optimal pada suhu 15oC. Akan tetapi lahan yang
paling sesuai adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian >
1200 meter diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat. Kemiringan lahan
sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10%.
Faktor suhu sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman.Apabila tanaman
ditanam di luar daerah iklimnya, maka produktivitasnya sering kali tidak sesuai dengan yang
diharapkan.Lingkungan pertumbuhan tanaman dijaga untuk berada atau mendekati kondisi
optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Syakur et al., 2011). Hasil penelitian Binbol et
al., (2006), pengaruh kombinasi antara unsur cuaca terhadap pertumbuhan dan hasil tebu
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil selama empat fase pertumbuhan antara lain
rata-rata kelembaban terhadap fase perkecambahan, total curah hujan terhadap fase
pembentukan, rata-rata evaporasi dan total curah hujan terhadap perkecambahan, pembentukan
fase booming, suhu minimum dan angin berpengaruh nyata terhadap fase perkecambahan dan
fase pembentukan, dua unsur cuaca juga diketahui memberikan pengaruh nyata terhadap hasil
tebu yaitu unsur cuaca evaporasi dan suhu minimum.
-
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di PG. Soedhono, Desa Tepas, Kecamatan Geneng, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur. Lokasi penelitian terletak pada ketinggian 200 dan 700 mdpl. Pada bulan
November 2016 hingga April 2017.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain cangkul, sabit, Leaf Area Meter (LAM),
jangka sorong, kalkulator, termometer tanah, meteran, kamera, spidol, alat tulis, serta alat-alat
pembantu lainnya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman tebu Varietas BL
(Bululawang) berumur 3 bulan, pupuk Urea 400 ku ha-1, SP36 dan KCl masing-masing 2 ku ha-1.
3.3 Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Petak Terbagi. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 24 satuan petak percobaan, dengan jumlah
populasi setiap satuan petak percobaan 42 tanaman.
Percobaan ini terdapat 2 (dua) faktor, faktor 1 (satu) ialah ketinggian tempat yang ditandai
dengan huruf (K) sebagai Main Plot yaitu :
1. K1 : Ketinggian (200mdpl)
2. K2 : Ketinggian (700 mdpl)
Sedangkan faktor kedua ialahwaktu tanam yang ditandai dengan huruf (W) yang berfungsi
sebagai sub plot, yaitu :
1. W1: Waktu Tanam Akhir Agustus
2. W2 : Waktu Tanam Akhir September
3. W3: Waktu Tanam Akhir Oktober
https://id.wikipedia.org/wiki/Tepas,_Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Geneng,_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur
-
Sehingga dalam penelitian ini terdapat kombinasi perlakuan dan ulangan sebagai berikut :
Tabel 1. Kombinasi Rancangan Penelitian
3.4 Teknik Pelaksanaan
1. Persiapan bahan tanam
Bahan tanam merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan budidaya
tebu.Tebu varietas unggul akan memberikan hasil rendemen tinggi, sehingga hablur yang didapat
akan tinggi. Varietas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bululawang.
Varietas Bululawang merupakan hasil pemutihan varietas yang ditemukan pertama kali di wilayah
Kecamatan Bululawang, Malang Selatan. Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian tahun 2004,
maka varietas ini dilepas resmi untuk digunakan sebagai benih bina. BL lebih cocok pada lahan-
lahan ringan (geluhan/liat berpasir) dengan sistem drainase yang baik dan pemupukan N yang
cukup.Sementara itu pada lahan berat dengan drainase terganggu tampak keragaman pertumbuhan
tanaman sangat tertekan. BL tampaknya memerlukan lahan dengan kondisi kecukupan air pada
kondisi drainase yang baik.
Lahan yang digunakan adalah lahan dengan ketinggian yang berbeda, diolah dengan cara
pengolahan lahan secara manual dengan kedalaman juring 20-30cm dan jarak antar juringan 115
cm. Kegiatan ini bertujuan menyediakan media tumbuh yang sesuai bagi tanaman tebu sehingga
memudahkan pertumbuhan akar tebu dapat menembus permukaan tanah, selain itu juga untuk
No. Perlakuan Uraian
1 K1W1 Ketinggian 200 mdpl waktu tanam Agustus
2 K1W2 Ketinggian 200 mdpl waktu tanam September
3 K1W3 Ketinggian 200 mdpl waktu tanam Oktober
4 K2W1 Ketinggian 700 mdpl waktu tanam Agustus
5 K2W2 Ketinggian 700 mdpl waktu tanam September
6 K2W3 Ketinggian 700 mdpl waktu tanam Oktober
-
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kemudian membuat plot atau petakan yang
sesuai dengan perlakukan dalam penelitian. Setiap plot terdiri dari 7 juring pada masing-masing
petak, dengan jarak antar juringan 115 cm.
2. Penanaman
Penanaman adalah kegiatan menanam bahan tanam berupa bibit bagal yang telah tersedia ke
dalam juringan. Penanaman dilakukan dengan cara meletakkan bibit tebu yang sudah di potong ke
dalam juringan. Setelah bibit diletakkan, dilakukan penutupan bibit dengan menggunakan tanah
yang gembur atau remah setebal 5 – 10 cm dengan menggunakan cangkul. Kegiatan ini bertujuan
untuk mencegah kehilangan air dan menjaga kelembaban pada bibit. Salah satu faktor yang ikut
menentukan keberhasilan penanaman adalah ketersediaan bibit berkualitas.Bibit berkualitas
ditandai oleh kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan baru, dapat tumbuh dengan baik jika
ditanam di lapangan, sehat dan seragam.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan yang paling penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Dalam budidaya tebu ada beberapa hal yang mempengaruhi produktivitas yakni
kualitas bibit, waktu tanam, jarak bibit, kedalaman pengolahan tanah, rekomendasi pemupukan,
penyulaman, pengendalian gulma, pembumbunan dan irigasi.
1. Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 mst dengan menggunakan pupuk
Urea dan SP36 masing-masing 2 ku ha-1, dan pupuk II pada 6 mst dengan menggunakan pupuk
Urea dan KCl masing-masing 2 ku ha-1. Pengaplikasian pupuk dilakukan dengan cara
membuat lubang di sekitar tanaman dan dilakukan penutupan dengan tanah.
2. Pengairan
Pemberian air dilakukan menggunakan air irigasi yang telah tersedia di lahan dan
memanfaatkan hujan sebagai sumber air.
3. Penyiangan gulma
Pengendalian gulma yang dilakukan ialah dengan mnggunakan pengendalian gulma
sacara mekanis atau manual. Pengendalian gulma secara mekanis di lakukan dengan cara
mencabut, dicangkul, memangkas dan pengolahan lahan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hujan
-
3.5 Parameter Pengamatan
Pengamatan tanaman tebu dilakukan terhadap tanaman tebu pada fase vegetative yaitu saat
umur tanaman 3-6 bulan setelah tanam dengan melihat satu komponen parameter. Komponen
parameter meliputi komponen pertumbuhan yaitu dengan metode destruktif dan non destruktif.
Pengamatan terdiri dari :
1. Pengamatan yang dilakukan secara destruktif meliputi :
a. Luas Daun
Pengukuran luas daun dilakukan pada saat tanaman berumur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst,
22 mst dan 24 mst. Metode pengukuran luas daun menggunakan Leaf Area Meter (LAM).
2. Pengamatan yamg dilakukan secara destruktif meliputi :
a. Tinggi Batang
Cara mengukur tinggi tanaman di mulai dari batang bagian bawah sampai batang bagian atas.
Dimana batas yang diukur dimulai dari batang yang pertama kali muncul daun hingga ujung
batang tanaman tebu. Pengamatan dilakukan pada umur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22
mst dan 24 mst.
b. Jumlah Daun per Rumpun
Pengamatan jumlah daun dilakukan pada saat tanaman berumur 14 mst, 16 mst, 18 mst, 20
mst, 22 mst dan 24 mst. Dengan ciri-ciri daun yang diamati sudah terbuka sempurna dan
kondisinya daun sehat (tidak kering). Daun yang di hitung masih menempel pada batang
tanaman tebu.
c. Jumlah Anakan
Penghitungan dilakukan pada juringan sampel untuk mengetahui populasi tanaman yang ada
pada juring sampel. Pengamatan di lakukan pada umur14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst
dan 24 mst.
d. Jumlah Ruas Batang
Penghitungan dilakukan dengan melihat jumlah ruas yang ada pada batang sampel ditiap
juring sampel. Pengamatan dilakukan pada umur14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst dan
24 mst.
-
e. Diameter Batang
Pengukuran dilakukan terhadap tanaman dari rumpun contoh ditiap juringan sampel.
Pengamatan dilakukan pada umur14 mst, 16 mst, 18 mst, 20 mst, 22 mst dan 24 mst.
3.6 Analisa Data
Data pengamatan yang diperoleh dianalis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%.
Apabila terdapat pengaruh nyata (F hitung > F tabel 5%), maka akan dilanjutkan dengan uji BNT
pada taraf 5%.
-
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1Tinggi Tanaman
Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu
tanam terhadap tinggi tanaman. Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan Oktober lebih
baik dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan bulan September mulai umur tanam 14 MST
hingga 24 MST. Hal tersebut terdapat pada lampiran 5. Nilai rerata tinggi tanaman akibat interaksi
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 2. Rerata Tinggi Tanaman (cm) Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu Tanam
Tebu
Ketinggian
Tempat
Waktu
Tanam
Rerata Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Tanaman (MST)
14 16 18 20 22 24
Agustus 99,54bc 114,54c 119,54c 123,79b 132,04bc 141,79 a
200 mdpl September 109,92c 121,92cd 127,42cd 134,92c 141,42cd 153,17a
Oktober 122,09d 129,34d 134,09d 140,09c 152,34d 168,09b
Agustus 86,92a 89,67a 97,16a 104,66a 118,00a 145,92 a
700 mdpl September 92,54ab 102,54b 108,29b 117,04b 122,91ab 149,41 a
Oktober 92,04ab 100,20b 107,45ab 117,45b 130,68abc 148,18 a
BNT 5% 10,84 9,92 10,89 9,50 13,51 12,29
KK % 7,00 7,78 6,11 5,01 6,60 5,28
Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.
Berdasarkan hasil penelitian, waktu tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi
tanaman tebu, begitu pula perbedaan ketinggian tempat memberikan pengaruh yang nyata
terhadaptinggi tanaman tebu.Pengamatan tinggi tanaman umur 14 hingga 24 MST mengalami
peningkatan setiap umur pengamatan.Penanaman pada ketinggian 200 mdpl memberikan
pertumbuhan tinggi tanaman paling baik dibandingkan penanaman pada ketinggian 700
mdpl.Sementara itu, waktu tanam bulan September dan Oktober memberikan tinggi tanaman lebih
baik dibandingkan waktu tanam Agustus.
-
Pada 14 MST tanaman tebu tidak menunjukkan perbedaan tinggi tanaman yang
signifikan.Perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam bulan Oktober pada
tanaman tebu menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan
Agustus dan September. Namun, waktu tanam Agustus dan September tidak berbeda nyata.
Penanaman pada bulan Oktober menghasilkan 22,65% lebih tinggi dibandingkan penanaman
bulan Agustus dan 11,07% jika dibandingkan waktu tanam September. Pada perlakuan ketinggian
tempat yakni 700 mdpl dengan waktu tanam Agustus, September dan Oktober memberikan
pertumbuhan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata. Namun, dapat dilihat bahwa waktu tanam
September dan Oktober memberikan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan Agustus. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan peningkatan berturut-turut September dan Oktober sebesar
6,75% dan 6.17% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus.
Pengamatan umur 16 MST pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam September dan
Oktober menunjukkan rata-rata tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus.
Waktu tanam Oktober mampu menaikkan tinggi tanaman sebesar 12,92% dibandingkan waktu
tanam Agustus. Sedangkan waktu tanam September juga memiliki nilai yang lebih tinggi 6,44%.
Pada ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa penanaman bulan September dan Oktober
tidak berbeda nyata atau dengan kata lain memberikan tinggi tanaman yang lebih tinggi. Hal
tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam September dan Oktober berturut-turut lebih tinggi
14,35% dan 11,74% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pada umur 18 MST perlakuan ketinggian
tempat 200 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan hasil tinggi tanaman
lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus, dimana terdapat peningkatan sebesar 12,17% oleh
waktu tanam Oktober dibanding waktu tanam Agustus, begitu pula sebesar 6,59% ditunjukkan
oleh waktu tanam September. Perlakuan ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam
September dan Oktober menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang signifikan berbeda
dengan waktu tanam Agustus. Hal tersebut dapat dilihat waktu tanam September dan Oktober
memberikan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik sebesar 11,46% dan 10,59%
dibandingkan waktu tanam Agustus.Pengamatan umur 20 MST pada ketinggian tempat 200 mdpl
dengan waktu tanam September tidak berbeda nyata dengan waktu tanam Oktober atau keduanya
memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus. Jika
dibandingkan dengan waktu tanam Agustus mengalami kenaikan sebesar 8,99% oleh waktu tanam
September dan kenaikan 13,17% dihasilkan oleh waktu tanam Oktober. Pada ketinggian tempat
-
700 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman
yang sama dibandingkan waktu tanam Agustus. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam
September dan Oktober memberikan nilai pertambahan tinggi tanaman lebih baik dibandingkan
waktu tanam Agustus berturut-turut 11,83% dan 12,22%.
Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian tempat yakni 200 mdpl dengan waktu
tanam Oktober tidak berbeda nyata dengan waktu tanam September, dan begitu pula waktu tanam
September tidak berbeda nyata dengan waktu tanam Agustus. Persentase pertumbuhan tinggi
tanaman waktu tanam Oktober mengalami peningkatan sebesar 15,37% dibandingkan waktu
tanam Agustus, begitu pula dengan waktu tanam September memiliki nilai pertambahan tinggi
tanaman sebesar 7,10% dibanding waktu tanam Agustus. Pada ketinggian tempat 700 mdpl dengan
waktu tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik yaitu
4,16% dan 10,75% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pengamatan umur 24 MST dengan waktu
tanam Oktober menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus
dan September. Hal tersebut dapat dilihat peningkatan tinggi tanaman yang dipengaruhi oleh
waktu tanam Oktober sebesar 18,55% dibandingkan waktu tanam Agustus, begitu pula waktu
tanam Oktober memiliki nilai 9,17% dibandingkan waktu tanam September. Ketinggian tempat
700 mdpl dengan seluruh waktu tanam menunjukkan tinggi tanaman yang sama atau tidak berbeda
nyata antara waktu tanam Agustus, September dan Oktober.
4.1.2 Jumlah Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu
tanam terhadap jumlah daun. Ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh waktu tanam lebih baik
dibandingkan waktu tanam bulan Agustus, September dan Oktober pada 700 mdpl mulai umur
tanam 14 MST hingga 24 MST. Hal tersebut terdapat pada lampiran 3. Nilai rerata jumlah daun
akibat interaksi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 3.Rerata Jumlah Daun per Rumpun Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu Tanam
Tebu
Ketinggian
Tempat
Waktu
Tanam
Rerata Jumlah Daun(helai) pada Umur Tanaman (MST)
14 16 18 20 22 24
Agustus 40,17 cd 42,67 c 46,42 c 47,25 cd 47,75 cd 48,00 cd
200 mdpl September 42,00 d 44,50 cd 48,25 c 50,75d 51,00d 51,50 d
-
Oktober 43,98 d 47,23 d 50,23 c 51,48 d 51,83 d 52,08 d
Agustus 24,69 a 27,19 a 29,69 a 31,19 a 31,69 a 31,94 a
700 mdpl September 33,50 b 37,25 b 40,00 b 41,75 b 42,00 b 42,50 b
Oktober 36,06 bc 38,31 b 41,06 b 43,31 bc 43,56 bc 44,31 bc
BNT 5% 4,59 3,53 4,54 4,77 4,71 4,23
KK % 8,12 6,79 6,92 6,99 6,85 6,10
Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.
Berdasarkan hasil penelitian, ketinggian tempat dan waktu tanam memberikan pengaruh
nyata terhadap jumlah daun tanaman tebu.Secara umum keseluruhan waktu tanam pada ketinggian
tempat 200 mdpl menunjukkan pertumbuhan jumlah daun yang tidak berbeda nyata. Pengamatan
jumlah daun umur 14 hingga 24 MST mengalami peningkatan setiap umur pengamatan.
Penanaman pada ketinggian 200 mdpl memberikan pertumbuhan jumlah daun tanaman tebu paling
baik dibandingkan penanaman pada ketinggian 700 mdpl. Sementara itu, waktu tanam Agustus,
September dan Oktobermemberikan jumlah daun lebih baik dibandingkan waktu tanam di
ketinggian 700 mdpl. Pada 14 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh waktu
tanam tanaman tebu tidak berbeda nyata atau jumlah daun ketiga waktu tanam memiliki lebih
tinggi memiliki jumlah daun yang relatif konstan.Namun, jika dibandingkan awal tanam Agustus,
terlihat bahwa bulan September dan Oktober memberikan nilai sebesar 9,48% dan 4,56% lebih
tinggi dibandingkan penanaman bulan Agustus. Perlakuan ketinggian tempat 700 mdpl dengan
waktu tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan jumlah daun yang lebih tinggi
dibandingkan waktu tanam Agustus. Waktu tanam Oktober memberikan peningkatan jumlah daun
sebesar 46,05% dibandingkan waktu tanam Agustus, begitu pula dengan waktu tanam September
memberikan jumlah daun lebih tinggi yakni sebesar 35,68%.
Pengamatan umur 16 MST pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam September dan
Oktober menunjukkan rata-rata jumlah daun lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus.
Namun waktu tanam Agustus dan September juga menunjukkan tidak berbeda nyata. Waktu tanam
Oktober mampu meningkatkan jumlah daun sebesar 10,69% dibandingkan waktu tanam Agustus
dan juga September memiliki nilai yang lebih tinggi 4,29% dibanding waktu tanam Agustus. Pada
ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa penanaman bulan September danOktober
-
memberikanjumlah daun yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam
September dan Oktober berturut-turut lebih tinggi 47,11% dan 40,90% dibandingkan waktu tanam
Agustus. Pada umur 18 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Agustus,
September dan Oktober menunjukkan hasil jumlah daun yang sama atau tidak berbeda nyata.
Perlakuan ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan
pertumbuhan jumlah daun tanaman tebu yang berbeda nyata dengan waktu tanam Agustus. Hal
tersebut dapat dilihat waktu tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan jumlah daun
yang lebih baik sebesar 34,73% dan 38,30% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pengamatan
umur 20 MST pada ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh waktu tanam menunjukkan
pertumbuhan jumlah daun yang samaatau tidak berbeda nyata. Pada ketinggian tempat 700 mdpl
dengan waktu tanam September dan Oktober menunjukkan peningkatan pertumbuhan jumlah daun
dibandingkan waktu tanam Agustus. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam September dan
Oktober memberikan nilai pertambahan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan waktu tanam
Agustus berturut-turut 33,86% dan 38,86%.
Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian tempat yakni 200 mdpl dengan waktu
penanaman Agustus, September dan Oktober menunjukkan tidak berbeda nyata atau memberikan
persentase peningkatanjumlah daun konstan. Pada ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu
tanam September dan Oktober memberikan pertumbuhan jumlah daun lebih tinggi yaitu sebesar
32,53% dan 37,46% dibandingkan waktu tanam Agustus. Pengamatan umur 24 MST dengan
seluruh waktu tanam menunjukkan jumlah daun yang konstan atau tidak berbeda nyata.Ketinggian
tempat 700 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan jumlah daun yang lebih tinggi
dibanding waktu tanam Agustus maupun September.Namun waktu tanam Oktober tidak berbeda
nyata dengan waktu September. Besarnya nilai pertambahan jumlah daun yang diakibatkan oleh
waktu tanam Oktober sebesar 38,73% dibandingkan waktu tanam Agustus.
4.1.3 Jumlah Anakan
Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu
tanam terhadap jumlah anakan.Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan Oktober lebih
baik dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan September mulai umur tanam 14 MST hingga
24 MST. Hal tersebut terdapat pada lampiran 7. Nilai rerata jumlah anakan per rumpun akibat
interaksi disajikan pada Tabel 4.
-
Tabel 4. Rerata Jumlah Anakan Per Rumpun Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu
Tanam Tebu
Ketinggian
Tempat
Waktu
Tanam
Rerata Jumlah Anakan Per Rumpun (batang) pada Umur Tanaman (MST)
14 16 18 20 22 24
Agustus 5,21 b 5,60ab 6,75 b 6,77a 7,21ab 7,72 b
200 mdpl September 7,86 c 8,05 c 9,13 c 9,33b 10,10c 10,35 d
Oktober 10,67 d 10,82 d 11,66 d 11,73c 12,27d 12,27 e
Agustus 3,63 a 4,19 a 4,99 a 5,64 a 6,19 a 6,44 a
700 mdpl September 4,06 ab 4,15 a 4,72 a 5,47 a 6,16 a 6,66 ab
Oktober 6,63c 6,81 bc 8,06bc 8,15b 8,29 c 9,06 c
BNT 5% 1,27 1,58 1,39 1,32 1,29 1,20
KK 13,00 15,51 11,98 10,89 10,03 8,87
Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.
Pada 14 MST tanaman tebu menunjukkan perbedaan jumlah anakan yang signifikan.
Perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam bulan Oktober pada tanaman tebu
menunjukkan jumlah anakan yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan
September. Penanaman pada bulanOktober menghasilkan 52,40% lebih tinggi dibandingkan
penanaman bulan Agustus. Begitu pula dengan jika dibandingkan dengan waktu tanam September,
waktu tanam Oktober memiliki nilai sebesar 35,75%. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl
dengan waktu tanam Oktober juga memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang lebih tinggi
dibandingkan waktu tanam Agustus dan September. Waktu tanam Oktober memberikan
peningkatan jumlah anakan sebesar 82,64%‘waktu tanam Agustus dan jika dibandingkan dengan
waktu tanam September memberikan jumlah anakan lebih tinggi yaitu 63,30%.
Pengamatan umur 16 MST pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober
menunjukkan rata-rata jumlah anakan lebih tinggi dibandingkan waktu tanam yang lain. Waktu
tanam Oktober mampu menaikkan jumlah anakan sebesar 72,23% dibandingkan waktu tanam
Agustus dan juga memiliki nilai yang lebih tinggi 24,97% untuk waktu tanam September. Pada
ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa waktu tanam Oktober memberikan jumlah
anakan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam Oktober lebih
-
tinggidibandingkan waktu tanam Agustus dan September berturut-turut sebesar62,53% dan
64,10%. Pada umur 18 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober
menunjukkan hasil jumlah anakan lebih banyak dibandingkan waktu tanam Agustus dan
September. Hal tersebut dapat dilihat peningkatan sebesar 72,74% dibandingkan waktu tanam
Agustus, begitu pula sebesar 27,71% untuk waktu tanam September. Perlakuan ketinggian tempat
700 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan pertumbuhan jumlah anakan yang berbeda
nyata dengan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat waktu tanam
Oktober memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang lebih baik sebesar 61,52% dibandingkan
waktu tanam Agustus dan 70,76% untuk waktu tanam September. Pengamatan umur 20 MST pada
ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan pertumbuhan jumlah
anakan yang lebih baik dibandingkan waktu tanam yang lain. Jika dibandingkan dengan waktu
tanam September mengalami kenaikan sebesar 25,72% dan kenaikan 73,26% untuk waktu tanam
Agustus. Pada ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam Agustus dan September
menunjukkan penurunan pertumbuhan jumlah anakan dibandingkan waktu tanam Oktober. Hal
tersebut dapat dilihat bahwa waktu tanam Oktober memberikan nilai pertambahan jumlah anakan
lebih banyak dibandingkan waktu tanam Agustus dan September berturut-turut sebesar 44,50%
dan 48,99%.
Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian 200 mdpl dengan waktu penanaman
Agustus dan September memberikan hasil jumlah anakan paling rendah dibanding waktu tanam
Oktober. Dengan kata lain, waktu tanam Oktober menunjukkan peningkatan nilai sebesar 70,18%
dibandingkan waktu tanam Agustus, sedangkan waktu tanam Oktober memiliki nilai pertambahan
jumlah anakan sebesar 21,49% untuk waktu tanam September. Pada ketinggian tempat 700 mdpl
dengan waktu tanam Oktober memberikan pertumbuhan jumlah anakan lebih baik yaitu 33,93%
dan 34,58% dibandingkan waktu tanam Agustus dan dan September. Pengamatan umur 24 MST
perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober menunjukkan jumlah anakan
yang lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat
peningkatan jumlah anakan yang dipengaruhi oleh waktu tanam Oktober sebesar 58,94%
dibandingkan waktu tanam Agustus, begitu pula waktu tanam Oktober memiliki nilai 18,55%
dibandingkan waktu tanam September. Ketinggian tempat 700 mdpl dengan waktu tanam Oktober
menunjukkan jumlah anakan yang lebih tinggi dibanding waktu tanam Agustus maupun
September. Peningkatan tersebut dapat dilihat besarnya nilai pertambahan jumlah anakan yang
-
diakibatkan oleh waktu tanam Oktober sebesar 49,07% dan 44,14% masing-masing dibandingkan
waktu tanam Agustus dan September. Pada tempat yang tinggi (dataran tinggi) dipengaruhi oleh
penurunan tekanan udara dan suhu udara, serta peningkatan curah hujan.
4.1.4 Luas Daun
Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan
waktu tanam terhadap luas daun pada umur tanaman 14 MST hingga 22 MST.Namun terdapat
interaksi pada umur tanaman 24 MST. Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan
Oktober lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut terdapat pada lampiran 8. Nilai
rerata luas daun (cm-2 rumpun-1) yang tidak terdapat interaksi disajikan pada Tabel 4 dan yang
terjadi interaksi pada Tabel 5.
Tabel 5. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1) yang Tidak Terdapat Interaksi Ketinggian Tempat dan
Waktu Tanam Tebu
Ketinggian
Tempat
Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1) pada Umur Tanaman (MST)
14 16 18 20 22
200 mdpl 3053,72 3414,43 3675,64 4648,99 5021,05
700 mdpl 2229,06 2621,06 2714,10 3096,06 3256,81
BNT 5% tn tn tn tn tn
KK % 25,13 35,07 33,74 30,10 12,22
Waktu Tanam 14 16 18 20 22
Agustus 2423,69 2692,29 2944,06 3531,85 3917,20
September 2437,79 2713,56 2944,98 3760,60 3992,66
Oktober 3331,77 3648,19 3713,56 4295,10 4506,94
BNT 5% tn tn tn tn tn
KK % 21,72 11,09 22,70 18,59 8,92
Keterangan:tn:tidak nyata
Tabel 6. Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1) Umur 24 MST Akibat Interaksi Ketinggian Tempat
dan Waktu Tanam Tebu
Ketinggian
Tempat
Waktu
Tanam
Rerata Luas Daun (cm-2 rumpun-1)
24
Agustus 4393,63 b
-
200 mdpl September 4941,13 b
Oktober 5728,40c
Agustus 3285,48 a
700 mdpl September 3044,19 a
Oktober 3440,77 a
BNT 5% 635,92
KK 9,97
Keterangan:Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian tempat dan waktu
tanam memberikan pengaruh nyata terhadap luas daun umur tanaman 24 MST.Pengamatan luas
daun pada ketinggian 200 mdpl dengan waktu tanam Oktober memiliki rerata luas daun lebih
tinggi dibandingkan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat besarnya
peningkatan luas daun pada penanaman bulan Oktober dibandingkan awal tanam Agustus dan
September berturut-turut sebesar 30,38% dan persentase sebesar 15,93% yang disebabkan oleh
waktu tanam Oktober dibandingkan waktu tanam September.Pengamatan luas daun perlakuan
ketinggian tempat 700 mdpl menunjukkan bahwa seluruh waktu tanam menghasilkan luas daun
yang konstan atau dengan kata lain seluruh waktu tanam tidak berbeda nyata. Secara umum, waktu
tanam Oktober pada ketinggian 200 mdpl memberikan peningkatan luas daun paling baik
dibandingkan waktu tanam yang lain, juga pada ketinggian 700 mdpl.
4.1.5 Jumlah Ruas Batang
Hasil analisis ragam menunjukkan terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan waktu
tanam terhadap jumlah ruas batang. Ketinggian tempat 200mdpl dan waktu tanam bulan Oktober
lebih baik dibandingkan waktu tanam bulan Agustus dan September mulai umur tanam 14 MST
hingga 24 MST.Hal tersebut terdapat pada lampiran 9. Nilai rerata jumlah ruas batang akibat
interaksi disajikan pada Tabel 6.
Tabel 7. Rerata Jumlah Ruas Batang Akibat Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu Tanam Tebu
Ketinggian
Tempat
Waktu
Tanam
Rerata Jumlah Ruas Batang pada Umur Tanaman (MST)
14 16 18 20 22 24
-
Agustus 6,29 a 7,38 b 7,60 b 8,10 b 8,85 b 9,28a
200 mdpl September 8,01 b 9,00 c 9,23 c 10,20 c 11,10 c 12,15b
Oktober 8,17 b 9,23 c 9,50 c 10,63 c 11,13 c 11,63b
Agustus 5,90 a 6,11 a 6,29 a 7,00 a 7,30 a 8,30 a
700 mdpl September 6,00 a 6,47 a 6,74 a 7,55 ab 7,60 a 8,58 a
Oktober 6,55 a 7,53 b 7,70 b 8,05b 7,80 ab 8,60 a
BNT 5% 0,88 0,70 0,62 0,82 1,13 1,05
KK % 8,37 5,98 5,11 6,20 8,22 7,00
Keterangan: Bilangan yang didampingi oleh huruf yang sama dan pada umur yang sama menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5%.
Secara umum, waktu tanam September dan Oktober pada ketinggian 200 mdpl memberikan
rerata jumlah ruas batang yang paling baik dibandingkan waktu tanam Agustus serta pada
ketinggian 700 mdpl. Umur pengamatan 14 MST tanaman tebu tidak menunjukkan perbedaan
jumlah ruas batang yang signifikan.Perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam
bulan September dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak
berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan Agustus. Penanaman pada bulan
September menghasilkan 27,34% lebih tinggi dibandingkan penanaman bulan Agustus. Sementara
itu, awal tanam Oktobermemiliki nilai 29,89% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus.
Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl dengan seluruh waktu tanam memberikan
pertumbuhan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata. Pengamatan umur 16 ketinggian tempat
200 mdpl dengan waktu tanam bulan September dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan
jumlah ruas batang yang tidak berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan waktu tanam bulan
Agustus. Penanaman pada bulan September menghasilkan 21,95% lebih tinggi dibandingkan
penanaman bulan Agustus. Sementara itu, awal tanam Oktober memiliki nilai 25,07%
dibandingkan dengan waktu tanam Agustus. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl
menunjukkan berbeda nyata antara waktu tanam Oktober dan Agustus, September. Peningkatan
persentase jumlah ruas batang oleh waktu tanam Oktober sebesar 23,24% untuk waktu tanam
Agustus, dan 16,38% untuk waktu tanam September. Umur pengamatan 18 MST perlakuan
ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam bulan September dan Oktober pada tanaman
tebu menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan
-
waktu tanam bulan Agustus. Penanaman pada bulan September menghasilkan 21,45% lebih tinggi
dibandingkan penanaman bulan Agustus. Sementara itu, awal tanam Oktober memiliki nilai
25,00% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl
dengan waktu tanam Oktober memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang berbeda nyata
dengan waktu tanam Agustus dan September. Hal tersebut dapat dilihat pada persentase
peningkatan berturut-turut sebesar 14,24% dan 22.42% untuk waktu tanam Agustus.Pengamatan
umur 20 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl denganwaktu tanam tebu bulan September
dan Oktober menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak berbeda nyata.Persentase menunjukkan
bahwa waktu tanam Oktober menyebabkan peningkatan rerata jumlah ruas batang sebesar 31,23%
dibandingkan waktu tanam Agustus. Sementara itu, persentase sebesar 25,93% disebabkan oleh
perlakuan waktu tanam September jika dibandingkan dengan waktu tanam Agustus.Perlakuan
ketinggian tempat yakni 700 mdpl dengan waktu tanam September dan Oktober memberikan
pertumbuhan jumlah anakan yang tidak berbeda nyata.Namun berbeda nyata dengan waktu tanam
Agustus, serta waktu tanam September juga tidak berbeda nyata dengan waktu tanam Agustus.Hal
tersebut dapat dilihat pada peningkatan nilai persentase 15.00 % oleh waktu tanam Oktober
dibanding Agustus. Begitu pula waktu tanam September sebesar 7,86% dibandingkan waktu tanam
Agustus.
Pada umur pengamatan 22 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan seluruh
waktu tanam bulan September dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan jumlah ruas batang
yang tidak berbeda nyata. Pertambahan jumlah ruas batang jika dibandingkan waktu tanam
Agustus terlihat peningkatan25,76% oleh waktu tanam Oktober dan 25,42% waktu tanam
September. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700 mdpl dengan waktu tanamOktober
memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang berbeda nyata dibandingkan waktu tanam Agustus
dan September.Hal tersebut dapat dilihat peningkatan jumlah ruas waktu tanamOktober sebesar
6,85% jika dibandingkan dengan waktu tanam Agustus dan 2,63% untuk waktu tanam September.
Umur pengamatan 24 MST perlakuan ketinggian tempat 200 mdpl dengan waktu tanam
bulanSeptember dan Oktober pada tanaman tebu menunjukkan jumlah ruas batang yang tidak
berbeda nyata atau lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus. Hal tersebut terlihat pada
peningkatan jumlah ruas batang pada awal tanam September dan Oktober berturut-turut 30,93%
dan 25,32% dibandingkan dengan waktu tanam Agustus. Perlakuan ketinggian tempat yakni 700
-
mdpl dengan seluruh waktu tanam memberikan pertumbuhan jumlah anakan yang tidak berbeda
nyata.
4.1.6 Diameter Batang
Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara ketinggian tempat dan
waktu tanam terhadap diameter batang pada seluruh umur pengamatan 14 MST hingga 24
MST.Hal tersebut terdapat pada lampiran 10.Nilai rerata diameter batang yang tidak terdapat
interaksi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 8. Rerata Diameter Batang (cm) yang Tidak Terjadi Interaksi Ketinggian Tempat dan Waktu
Tanam Tebu
Ketinggian
Tempat
Rerata Diameter Batang (cm) pada Umur Tanaman (MST)
14 16 18 20 22 24
200 mdpl 1,79 1,82 1,87 1,88 1,92 1,95
700 mdpl 1,59 1,63 1,67 1,68 1,71 1,74
BNT 5% tn tn tn tn tn tn
KK % 12,13 11,66 10,24 10,91 10,34 10,42
Waktu Tanam 14 16 18 20 22 24
Agustus 2,30 2,33 2,37 2,40 2,45 2,49
September 2,12 2,17 2,22 2,24 2,28 2,31
Oktober 1,85 2,38 2,46 2,49 2,55 2,58
BNT 5% tn tn tn tn tn tn
KK % 11,22 12,75 14,02 12,70 13,71 11,64
Keterangan: tn:tidak nyata
4.2 Pembahasan
Pertumbuhan merupakan proses yang terjadi selama berlangsungnya hidup tanaman
mencakup peningkatan bahan kering tanaman baik mengenai ukuran maupun bobotnya serta tidak
dapat kembali seperti semula (irreversible). Semakin meningkatnya bahan kering, maka akan
terjadi peningkatan volume baik daun sebagai organ tanaman tempat terjadinya proses fotosintesis
maupun akar sebagai bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan unsur hara yang diperlukan
oleh tanaman. Pertumbuhan yang optimal dapat dicapai jika mengetahui faktor yang dapat memicu
-
pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Pertumbuhan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
genetik namun juga faktor lingkungan. Pertumbuhan tanaman tidak dipengaruhi oleh faktor
genetik karena tanaman yang ditanam berasal dari jenis yang sama, sehingga perbedaan pada
kenampakan fisiologi tanaman tidak dipengaruhi oleh faktor dari dalam. Sedangkan faktor
lingkungan memberikan kontribusi lebih banyak terhadap perbedaan kenampakan fisologis
tanaman.Ini terutama berlaku bagi faktor iklim, misalnya perbedaan curah hujan dan penerimaan
cahaya matahari pada ketinggian yang heterogen. Hujan merupakan faktor pembatas dan selain itu
suhu dan tinggi hari juga menjadi faktor pembatas (Pawirosemadi, 2011).
Pertumbuhan tanaman tebu dan bagian-bagian penyusunnya tidak berjalan dengan kecepatan
yang sama, hal tersebut dapat dilihat pada saat fase perkecambahan mata tunas berkembang
dengan sangat lambat, dan kemudian berangsur-angsur meningkat hingga mencapai suatu
maksimum yang diikuti dengan penurunan sedikit demi sedikit. Pertumbuhan tanaman tebu terdiri
dari dua fase yakni fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif tebu meliputi perkecambahan,
pertunasan dan pertumbuhan batang, sedangkan fase generatif merupakan pertumbuhan yang
difokuskan pada fase penimbunan karbohidrat dibatang (Indrawanto, 2010). Komponen
pertumbuhan vegetatif tanaman tebu dapat diamati dengan berbagai parameter pengamatan seperti
jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas batang, luas daun dan diameter batang.
Komponen tersebut berperan penting dalam menentukan produksi akhir tanaman tebu yang akan
diperoleh, sehingga digunakan sebagai parameter pengamatan dalam percobaan ini.
Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, jumlah ruas batang, dan luas
daun menunjukan interaksi yang berbeda nyata antara ketinggian tempat dan waktu tanam. Pada
pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah ruas batang waktu tanam September dan
Oktober memiliki persentase tumbuh lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus dan
September baik ketinggian 200 mdpl maupun 700 mdpl. Namun, hasil pengamatan jumlah anakan
dan luas daun umur 24 MST waktu tanam Oktober ketinggian tempat 200 mdpl memiliki
persentase peningkatan pertumbuhan lebih baik dibandingkan waktu tanam Agustus dan
September ketinggian 700 mdpl. Sedangkan pengamatan diameter batang menunjukkan tidak
adanya interaksi yang berbeda nyata antara ketinggian tempat maupun waktu tanam.
4.2.1 Tinggi Tanaman dan Jumlah Ruas Batang
-
Tinggi tanaman merupakan salah satu indikator yang menentukan keberhasilan pertumbuhan
tanaman tebu. Bertambahnya tinggi tanaman disebabkan oleh adanya pertumbuhan bagian pucuk
serta dasar ruas, sehingga peningkatan tinggi tanaman juga diikuti oleh pertambahan jumlah ruas
dan diameter batang. Pertambahan tinggi tanaman merupakan bentuk peningkatan dari
pembelahan sel-sel akibat adanya asimilat yang meningkat (Harjanti et al., 2014). Saat fase
vegetatif tanaman tebu aktif menyerap unsur hara maupun air terutama saat fase pemanjangan
batang. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian tempat 200 m dpl
dengan waktu tanam September dan Oktober nyata meningkatkan tinggi tanaman tebu dan jumlah
ruas batang. Pemanjangan batang tanaman tebu berlangsung pada fase pertumbuhan pada umur
tanaman 3 hingga 9 bulan. Selama stadia pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air,
sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar pertumbuhan terhenti.
Curah hujan merupakan faktor penting untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman
tebu membutuhkan hujan optimum selama pertumbuhan vegetatif karena mempercepat
pertumbuhan tebu seperti pemanjangan batang tebu dan pembentukan ruas. Berdasarkan data rata-
rata curah hujan bulanan selama masa pertumbuhan tebu pada waktu tanam Oktober, dimana
tanaman tebu mencapai umur 24 MST pada bulan Maret, memperoleh rata-rata curah hujan
bulanan termasuk tinggi yaitu dimulai umur tanaman 14 MST hingga 24 MST berturut-turut
sebesar 364;328 dan 303 mm/bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif
tanaman tebu memperoleh kebutuhan air yang cukup untuk digunakan dalam proses fotosintesis
serta pembelahan sel. Menurut Indrawanto (2010) menyatakan bahwa musim hujan yang sesuai
untuk pertumbuhan tebu terjadi selama 5-6 bulan dengan rata-rata curah hujan 200 mm, curah
hujan yang tinggi diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif yang meliputi perkembangan anakan
tebu, tinggi tanaman dan diameter batang. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan
125 mm dan 4-5 bulan berkaitan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan
periode kering. Pada periode ini merupakan pertumbuhan generatif dan pemasakan tebu. Batang
tebu terdiri dari atas ruas-ruas yang dibatasi oleh buku-buku, pada setiap buku terdapat mata tunas
dan bakal akar. Pada bagian batang tebu hampir 80 % karbohidrat dalam bentuk cairan nira hasil
dari asimilasi fotosintesis terakumulasi.
4.2.2 Jumlah Daun, Luas Daun
-
Daun merupakan bagian tanaman yang berfungsi dalam proses fotosintesis di dalam
jaringan daun tanaman. Hasil asimilasi akan ditranslokasikan ke bagian-bagian tanaman yang lain
untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Jumlah daun berkaitan dengan kemampuan daun
dalam menyerap cahaya matahari yang akan digunakan pada proses fotosintesis, sehingga dapat
meningkatkan hasil fotosintat yang akan dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu semakin banyak
jumlah daun maka fotosintesis pada tanaman semakin meningkat. Meningkatnya jumlah daun
tidak terlepas dari adanya aktivitas pemanjangan dan pembesaran sel yang mendorong
terbentuknya daun sebagai organ fotosintesis pada tanaman.Marschner’s (2012) menyatakan
bahwa kemampuan tanaman untuk menghasilkan asimilasi tidak hanya berhubungan dengan
aktivitas fotosintesis tetapi juga untuk ukuran area fotosintesis termasuk luas daun, batang dan
organ hijau lain dari tanaman. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
ketinggian tempat 200 m dpl dengan waktu tanam Oktober memberikan pengaruh nyata baik
terhadap jumlah daun maupun luas daun umur pengamatan 24 MST. Daerah daun individu
tanaman tergantung pada posisi daun dan kondisi lingkungan selama pengembangan daun. tekanan
lingkungan, misalnya suhu rendah, kekeringan, salinitas dan kekurangan gizi. Menurut Herawati
(1992) bahwa daun yang semakin luas akan meningkatkan pertumbuhan batang yang semakin
tinggi pula, hal ini karena luas daun yang maksimal akan menghasilkan fotosintat yang maksimal
pula.Selain itu, diduga kebutuhan air pada waktu tanam Oktober mencukupi dengan curah hujan
bulanan tinggi dibandingkan curah hujan bulanan waktu tanam Agustus dan September. serta
ketinggian tempat 200 mdpl juga memberikan indikasi bahwa tingkat penerimaan cahaya matahari
optimal dibandingkan pada penanaman di ketinggian 700 m dpl. Hal tersebut menyebabkan proses
fotosintesis dan translokasi fotosintat ke bagian organ tanaman dalam proses pertumbuhannnya
mengalami peningkatan yang signifikan. Pemupukan Nitrogen juga dapat meningkatkan jumlah
daun dan luas daun yang berarti juga perluasan kanopi. Jika tanaman kekurangan Nitrogen akan
mempengaruhi luasan permukaan daun tanaman tebu dikarenakan Nitrogen berperan penting
dalam proses fotosintesis dan produksi bobot kering.
4.2.3 Jumlah Anakan
Semakin tinggi populasi dengan pertumbuhan anakan yang relatif seragam akan didapatkan
produktivitas dan rendemen yang optimal. Pada fase bertunas, tebu membutuhkan cukup air, CO2
dan sinar matahari agar proses perbanyakan jumlah anakan tidak mengalami gangguan. Hal ini
sesuai dengan Khuluq dan Hamidah (2014) sumber daya alam yang dibutuhkan pada fase
-
pertunasan antara lain : air, sinar matahari, hara N dan P serta oksigen untuk pernapasan dan
pertumbuhan akar. Fase pertumbuhan tanaman dalam proses perkecambahan sangat tergantung
kepada ketersedian air dan makanan yang terdapat dalam tanaman. Bibit tanaman tebu dengan
kualitas yang jelek, misalnya diperoleh dari umur bibit yang sudah tua yang kondisi distribusi air
dan hara dalam jaringan lembaga tunas sudah berkurang akan menyulitkan terjadinya inisiasi
tumbuh tunas. Selain itu misalnya kondisi bibit yang terinfeksi hama penyakit akan menyebabkan
hambatan dalam proses inisiasi pertunasan dan fase pertumbuhan tanaman lainnya. Kemudian
jumlah bibit tebu yang ditanam sangat mempengaruhi jumlah tunas dan populasi pertumbuhan
tanaman. Meskipun pada awal perkecambahan, jumlah tunas berkorelasi dengan jumlah mata yang
berinisiasi menjadi tunas, namun sesungguhnya pola pertumbuhan populasi tebu akan mengalami
keseimbangan mencapai populasi optimal disebabkan antara masing-masing tunas akan terjadi
persaingan terhadap faktor lingkungan tumbuh. Artinya pola pertumbuhan populasi tanaman pada
periode pertunasan maksimal, akan diikuti penurunan populasi tanaman sampai mencapai
pertumbuhan populasi batang optimal.Worku and Chinawong (2006) menyatakan bahwa
peningkatan dalam jumlah populasi pada tahap awal pertumbuhan dan pengurangan populasi
selama pertumbuhan tebu merupakan karakteristik dari beberapa varietas. Pengurangan populasi
tanaman bisa dikaitkan dengan faktor-faktor yang mendorong kompetisi untuk cahaya,
kelembaban, nutrisi, dan kelangsungan hidup anakan setelah kompetisi adalah karakter dari
berbagai varietas.
Anakan tebu merupakan faktor utama untuk memperoleh produktivitas tebu yang tinggi.
Tanaman tebu memiliki kemampuan pertumbuhan untuk menghasilkan anakan dalam satu
rumpun. Pertunasan anakan dianggap sebagai mata rantai yang penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, karena pada stadium ini akan menghasilkan bobot tebu yang baik.
Netsanet et, al,.(2014) menyatakan bahwa Tiap tunas anakan berpotensi untuk menghasilkan
jumlah batang optimal. Tunas tebu yang tumbuh setelah masa perkecambahan umumnya disebut
sebagai anakan. menyatakan bahwa jumlah tunas menjadi salah satu faktor yang juga
mempengaruhi populasi tanaman persatuan luas dan membutuhkan perhatian. Proses fisiologi tebu
pada masa perbanyakan jumlah anakan hampir sama dengan proses pada perkecambahan,
perbedaannya adalah pada masa anakan perakaran tebu telah didominasi oleh akar-akar yang
tumbuh dari akar tunas, serta tunas primer telah aktif berfotisintesa dan telah menghasilkan
monosakarida (glukosa dan fruktosa) Kuntohartono, (1999).
-
Tanaman tebu umumnya diperbanyak secara vegetatif menggunakan batang yang memiliki
ruas-ruas yang terdapat mata tunas. Dari mata tunas itulah akan terjadi perkecambahan sehingga
menghasilkan tunas baru yang akan tumbuh menjadi batang tebu. Fase vegetatif tanaman tebu
terdiri dari perkecambahan, pertunasan dan pemanjangan. Populasi yang ada dalam suatu lahan
tebu sangat ditentukan oleh proses perkeca