pendahuluan -...

26
12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea Selatan yang sangat pesat mampu mendongkrak jumlah pembelajar bahasa Korea di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertumbuhan perindustrian Korea Selatan di dalam negeri maupun di luar negeri meningkat tajam. Perindustrian dalam negeri Korea Selatan banyak menyerap tenaga kerja imigran dari Indonesia. Tenaga kerja imigran ini harus memenuhi beberapa kriteria, salah satunya adalah mampu berbahasa Korea. Oleh karena itu sebelum berangkat ke Korea Selatan calon tenaga imigran diwajibkan lulus tes kemampuan bahasa Korea EPS TOPIK (Employment Permit System Test of Proficiences in Korean). Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengirimkan tenaga kerja ke Korea Selatan. Perusahaan Korea Selatan juga banyak merelokasikan usahanya ke Indonesia karena di dalam negeri Korea Selatan sendiri persaingan bisnis sangat ketat dan biaya operasional yang tinggi. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga kerja yang mampu berbahasa Korea di Indonesia juga meningkat. Selain itu, industri musik dan drama Korea Selatan yang masuk ke Indonesia juga mampu menarik minat para pecintanya untuk belajar bahasa Korea. Peningkatan jumlah pembelajar bahasa Korea di Indonesia ini tidak diikuti

Upload: trannhu

Post on 22-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini perkembangan perekonomian dan perindustrian Korea

Selatan yang sangat pesat mampu mendongkrak jumlah pembelajar bahasa Korea

di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertumbuhan perindustrian

Korea Selatan di dalam negeri maupun di luar negeri meningkat tajam.

Perindustrian dalam negeri Korea Selatan banyak menyerap tenaga kerja imigran

dari Indonesia. Tenaga kerja imigran ini harus memenuhi beberapa kriteria, salah

satunya adalah mampu berbahasa Korea. Oleh karena itu sebelum berangkat ke

Korea Selatan calon tenaga imigran diwajibkan lulus tes kemampuan bahasa

Korea EPS TOPIK (Employment Permit System Test of Proficiences in Korean).

Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengirimkan tenaga kerja ke

Korea Selatan.

Perusahaan Korea Selatan juga banyak merelokasikan usahanya ke

Indonesia karena di dalam negeri Korea Selatan sendiri persaingan bisnis sangat

ketat dan biaya operasional yang tinggi. Oleh karena itu, kebutuhan tenaga kerja

yang mampu berbahasa Korea di Indonesia juga meningkat. Selain itu, industri

musik dan drama Korea Selatan yang masuk ke Indonesia juga mampu menarik

minat para pecintanya untuk belajar bahasa Korea.

Peningkatan jumlah pembelajar bahasa Korea di Indonesia ini tidak diikuti

13

dengan ketersediaan fasilitas pembelajaran bahasa Korea yang memadai.

Lembaga pendidikan bahasa Korea nonformal / lembaga pelatihan bahasa telah

banyak muncul namun hanya ada tiga perguruan tinggi yang telah membuka

program studi bahasa Korea, yakni Universitas Nasional, Universitas Gadjah

Mada, dan Universitas Indonesia.Pendidikan formal bahasa Korea di Indonesia

masih tergolong baru. Perkuliahan bahasa Korea pertama kali dibuka di UGM

pada tahun 1995. Sedangkan program studi bahasa Korea di UGM didirikan

delapan tahun setelah itu. Buku-buku referensi dan penelitian terkait bahasa Korea

juga masih sulit dijumpai di Indonesia. Kamus saku bahasa Korea dan buku

percakapan bahasa Korea sehari-hari sudah banyak dijual di toko buku, namun

buku terkait tata bahasa Korea belum banyak dijumpai sehingga pembelajar

bahasa Korea masih menemui kesulitan dalam belajar. Latar belakang inilah yang

menjadi salah satu alasan perlunya penelitian ini dilakukan.

Bagi penutur asli bahasa Indonesia, belajar bahasa Korea mungkin lebih

sulit apabila dibandingkan belajar bahasa Inggris atau bahasa lain sejenisnya. Hal

inikarena karakteristik bahasa Korea sangat berbeda dengan karakteristik bahasa

Indonesia. Bahasa Korea adalah bahasa yang berpola kalimat SOV (subjek-objek-

verba) (Song, 2010:111) sedangkan bahasa Indonesia mempunyai pola kalimat

SVO (subjek-verba-objek). Dalam bahasa Indonesia urutan / posisi unsur

fungsional kalimat, yakni subjek, predikat, dan objek sangat menentukan makna

suatu kalimat. Sedangkan dalam bahasa Korea unsur predikat harus berada di

bagian akhir kalimat, urutan unsur fungsional kalimat lainnya tidak begitu penting

karena dalam tiap unsur kalimat tersebut terdapat penanda unsur funsional

14

kalimat(Song, 2010:112). Walaupun pola dasar bahasa Korea SOV namun posisi

subjek dan objek bisa ditukarkan menjadi OSV tanpa mengubah struktur

fungsional kalimat. Hal ini berkat peran penanda yang menempel pada setiap

unsur fungsional kalimatnya.

Menurut Min (2009:40) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Kesalahan

Berbahasa Korea”, salah satu kesulitan utama pembelajar pemula bahasa Korea di

Indonesia adalah rumitnya penggunaan penanda. Menurut hasil penelitiannya,

kesalahan yang sering dilakukan oleh penutur asli bahasa Indonesia dalam

berbahasa Korea adalah kesalahan penggantian penanda, penambahan penanda,

peletakan penanda, dan penghilangan penanda.Kesalahan yang ditemukan,

misalnya kesalahan penggunaan penanda objek –eul pada subjek, kesalahan

penggunaan penanda subjek –i pada objek, dan kesalahan pemilihan bentuk

penanda subjek –i atau –ga yang digunakan pada subjek. Menurut Min hal ini

disebabkan oleh kurangya pemahaman pembelajar mengenai penanda bahasa

Korea.

Bahasa Korea merupakan tipe bahasa aglutinatif (Lee, 2012: 22).Dalam

bahasa Korea, setiap unsur fungsional kalimatnya terdapat penanda. Pada subjek,

objek, pelengkap, dan keterangan terdapat penanda, sedangkan pada unsur

predikat terdapat akhiran penanda. Bahasa Korea merupakan bahasa aglutinatif

yang jumlah penandanya banyak dan penggunaannya berkembang sangat pesat.

Frekuensi penggunaan penanda dalam bahasa Korea sangat tinggi, sehingga bagi

pembelajar pemula pemahaman dan penggunaannya secara tepat sangat penting.

15

Dalam bahasa Korea keberadaan penandadalam kalimat sangat

menentukan struktur dan maknanya. Pada bahasa yang berpola SVO urutan atau

posisi kata dalam kalimat sangat menentukan peran dan makna kalimat.

Sedangkan pada bahasa Korea urutan tidak begitu menentukan makna karena

adanya penanda, objek kalimat dapat pindah ke posisi terdepan menjadi objek,

subjek, dan predikat (OSV). Posisi unsur fungsional kalimat bisa saja berubah

namun struktur fungsional kalimat masih sama.

(1) Jiwon sshi-ga ppang-eul meokseumnida.

Jiwon pak-Psroti-Pomakan.

Pak Jiwon makan roti.

Kalimat (1) di atas terdiri dari klausaJiwon sshiga ppangeul

meokseumnida. Kalimat ini terdiri dari tiga unsurfungsional. Pertama, Jiwon

sshiga sebagai S. Kedua ppangeul sebagai O. Terakhir, meokseumnida sebagai P.

Unsur S merupakan frase N yang terdiri tiga kata Jiwon, sshi, dan –ga. Jiwon dan

sshi masing-masing adalah N sedangkan –ga adalah Ps. Unsur O juga merupakan

frase N yang terdiri dari dua kata,ppangdan –eul.Ppang adalah N sedangkan –eul

adalah Po. Terakhir, unsur P hanya terdiri dari satu kata saja V, tanpa diikuti

penanda.Urutan unsur fungsional kalimat (1) adalah S-O-P, dalam bahasa

Indonesia berarti pak Jiwon makan roti.

Apabila posisi / urutanunsur S dan O pada kalimat (1) ditukarkan

sehingga O berada pada awal dan S mengikutinya, maka kalimatnya menjadi

seperti di bawah ini.

16

(1a) Ppang-eul Jiwon sshi-ga meokseumnida.

Roti-PoJiwon pak-Psmakan.

Pak Jiwon makan roti.

Posisi / urutan unsur fungsional pada kalimat (1a) di atas berbeda dengan kalimat

(1) namun struktur fungsionalnya masih sama, yakni ppangeul sebagaiO, Jiwon

sshiga sebagai S, dan meokseumnida sebagai P.Walaupun ppangeul berpindah ke

depan, fungsinya dalam kalimat masih sama sebagai O. Sehingga kalimat (1a)

apabila diterjemahkan ke dalam bahasaIndonesia masih sama dengan kalimat (1),

yakni pak Jiwon makan roti namun makna kalimat sedikit berbeda karena fokus

kalimatnya berbeda.

Dalam bahasa Korea, perubahan struktur fungsional hanya akan berubah

apabila penanda pada unsur itu berubah. Perhatikan contoh kalimat (2) dan (2a) di

bawah ini.

(2) Junyeong sshi-ga chingu-reul mannamnida.

Junyeong Pak-Ps teman-Pomenemui.

Pak Junyeong menemui temannya.

(2a) Junyeong sshi-wa chingu-ga mannamnida.

Junyeong Pak-Pket teman-Psbertemu.

Pak Junyeong dan temannya bertemu.

Contoh (2) berupa satu klausa, yakni Junyeong sshiga chingureul

mannamnida. Klausa ini terdiri dariJunyeong sshiga sebagai S, chingureul

sebagai O, dan mannamnida sebagai P. S merupakan frase N yang terdiri dari

Junyeong, sshi, dan –ga. Junyeong merupakan N, sshimerupakan N, dan –ga

merupakan Ps. O juga merupakan frase N yang terdiri dari N chingu dan Po –reul.

17

Sedangkan P mannamnida berupa V transitif. Urutan unsur fungsional contoh (2)

adalah S-O-P. Contoh (2) dalam bahasa Indonsia berarti pak Junyeong menemui

temannya.

Contoh (2a) juga berupa satu klausa, yakni Junyeong sshiwa chinguga

mannamnida. Junyeong sshiwa chinguga merupakan S. Frase ini terdiri dari frase

N Junyeong sshiwa chingu dan Ps -ga. Pada frase N Junyeong sshiwa chingu

terdapat penggabungan penggabungan frase Junyeong sshidan chingu dengan

menggunakan Pketwa. Sedangkan mannamnida sebagai P merupakan V, dalam

klausa ini tidak terdapat O. Arti contoh (2a) dalam bahasa Indonesia adalah pak

Junyeong dan temannya bertemu.

Contoh (2) dan (2a) memiliki struktur fungsional dan makna yang

berbeda. Contoh (2) berstruktur S-O-P sedangkan contoh (2a) berstruktur S-P

tanpa O. Makna kalimat pun berbeda, contoh (2) dan (2a) berturut-turut,pak

Junyeong menemui teman(nya) dan pak Junyeong dan temannya bertemu.

Menurut Hong (2002:21) bahasa Korea dapat dikatakan sebagai bahasa

dengan penandayang berkembang pesat,jumlah penandakhusus saja pada bahasa

Korea lebih dari 47 dengan makna, fungsi, dan distribusi penggunaan yang

berbeda-beda. Apabila dijumlahkan dengan penanda mungkin bisa mencapai 100

buah. Perkembangan ini tidak hanya dilihat dari segi jumlah penandanya saja,

namun dari segi makna dan distribusi penggunaannya juga sangat berkembang

pesat.

(1b) Jiwon sshi-ege ppang-i meokkyeosseumnida.

18

Jiwon Pak-Pket roti–Ps dimakan.

Roti dimakan oleh pak Jiwon.

(3) Ai-deur-ege ganshik-eul jumnida.

Anak-para- Pketjajanan-Po memberi.

(Saya)memberi jajanan kepada anak-anak.

(4) Dongsaeng-ege seonmur-el bad-asseumnida.

Adik-Pket hadiah- Po menerima-telah.

(Saya)telahmenerima hadiah dari adik.

(5) Eomeoni-kke jeonhwa-reul bad-asseoyo.

Ibu-Pket telpon-Po menerima-telah.

(Saya)telahmenerima telpon dari ibu.

Kalimat (1b), (3), (4), dan (5) semuanya terdiri dari satu klausa. Struktur

fungsional empat kalimat di atas adalah sebagai berikut. Pertama, pada kalimat

(1b) Jiwon sshiege sebagai KET, ppangi sebagai S,

danmeokkyeosseumnidasebagai P.Kedua, pada kalimat (3) aiderege sebagai Ket,

ganshikeul sebagai O, dan jumnida sebagai P. Ketiga, pada kalimat (4)

dongsaengege sebagai Ket, seonmurel sebagai O, dan badasseumnida sebagai P.

Dan keempat, eomeonikke sebagai Ket,jeonhwareul sebagai O, dan badasseoyo

sebagai P.

Struktur fungsional kalimat (1b) adalah KET-S-P sedangkan ketiga

kalimat lainstrukturnyasama, yakni KET-O-P. Keempat kalimat mempunyai

persamaan adanya unsur fungsional Pket, namun bentuk Pket yang digunakan

pada kalimat (5) berbeda daripada tiga kalimat lainnya. Kalimat (1b), (3), dan (4)

menggunakan Pket –ege sedangkan pada kalimat keempat menggunakan Pket –

kke. Bentuk Pket pada kalimat (1b), (3), dan (4) sama, yakni –ege,tetapiPket

19

tersebut menunjukkan makna keterangan yang berbeda-beda. Sedangkan

bentukPket pada kalimat (4) dan (5) berbeda, yakni –ege dan –kke, namun

menunjukkan jenis unsurfungsional keterangan klausa yang berbeda.

Penjelasan empat kalimat di atas menunjukkan bahwa bahasa Korea

memiliki jenis, bentuk, makna, dan fungsi penanda yang bermacam-macam

sehingga sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Pemahaman penanda Bahasa

Korea dengan baik dan benar juga dapat membantu pembelajar pemula

dalambelajar dan praktik berbahasa. Dengan demikian, praktik komunikasi dalam

kehidupan berbahasa Korea bisa lebih berarti karena dilandasi dengan

pengetahuan bahasa yang baik dan benar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah yang

dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk penanda subjek, objek, pelengkap, dan

keterangan bahasa Korea?

2. Bagaimanakah fungsi penanda subjek, objek, pelengkap, dan

keterangan bahasa Korea?

3. Dimanakahletak penanda subjek, objek, pelengkap, dan keterangan

bahasa Korea?

4. Bagaimanakah pentingnya penggunaan penanda subjek, objek,

pelengkap, dan keterangan bahasa Korea?

20

Pada sub-bab sebelumnya telah dikemukakan bahwa predikat dalam

bahasa Korea tidak ditandai dengan penanda namun ditandai dengan akhiran.

Oleh karena itu dalam penelitian ini akhiran penanda unsur predikat tidak akan

dibahas dalam penelitian ini.

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini

mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk penanda subjek, objek, pelengkap,

dan keterangan bahasa Korea.

2. Mendeskripsikanfungsi penanda subjek, objek, pelengkap, dan

keterangan bahasa Korea.

3. Mendeskripsikanletak penanda subjek, objek, pelengkap, dan

keterangan bahasa Korea.

4. Mendeskripsikanpentingnya penggunaan penanda subjek, objek,

pelengkap, dan keterangan bahasa Korea.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil pencarian penulis terkait penelitian tentang penanda

bahasa Korea,penelitian sejenis ini belum pernah dilakukan di Indonesia.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara

praktis bagi masyarakat, khususnya para linguis dan pembelajar bahasa Korea.

1.4.1 Manfaat Teoretis

21

Secara teoretis, kajian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran jelas

tentang bentuk-bentuk,fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penandabahasa

Korea. Selain itu, penelitian ini juga berguna untuk menambah khazanah

pengetahuan bahasa Korea,khususnya mengenai bentuk penandadan dapat

memberikan sumbangsih terhadap pengembangan ilmu sintaksis, khususnya yang

berhubungan dengan penanda bahasa Korea.

1.4.2 Manfaat Praktis

Telah diterangkan sebelumnya bahwa pembelajaran bahasa Korea di

Indonesia masih belum lama muncul. Pembelajar bahasa Korea masih menemui

masalah klasik, yakni sulitnya mencari sumber referensi. Secara praktis, penelitian

ini bermanfaat untuk membantu mempermudah proses pembelajaran bahasa

Korea, khususnya untuk para pembelajar pemula. Selain itu, sebagai referensi bagi

peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan menjadi stimulan perkembangan

penelitian linguistik Korea di masa depan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan temuan penulis, penelitian terkait penanda bahasa Korea

telah banyak dilakukan di Korea, di Indonesia dan di negara lain masih sangat

jarang. Penelitian penanda yang ditemukan di Indonesia tidak spesifik pada

penanda bahasa Korea.

Dari hasil penelusuran oleh penulis, penelitian-penelitian terkait

penandasecara umum dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, penelitian

22

penanda sebagai kata tugas karena penanda tersebut menunjukkan hubungan

gramatikal antar unsur kalimat atau biasa disebut juga penanda. Kedua, penelitian

penanda sebagai bagian yang lebih khusus daripada kata tugas karena penanda ini

mempunyai maknaprakmatikalyakni pada penelitian penanda khusus. Dalam

bahasa Korea,penandaatau partikel didefinisikan sebagai kata yang setara dengan

kategori kata benda, sifat,dst. Penanda bahasa Korea dapat berupa kata tugas dan

kata yang mempunyai makna prakmatikal.

Di Korea Selatan, penelitian terkait penanda telah banyak sekali

dilakukan. Sedangkan penelitian terkait pertikel di Korea Utara belum ditelusuri

oleh penulis. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses data dan referensi sumber

terkait. Oleh karena itu, penelitian penanda bahasa Korea terdahulu hanya akan

dipaparkan dengan memfokuskan di wilayah Semenanjung Korea bagian selatan,

yaitu Korea Selatan saja.

Dilihat dari bentuk, jenis dan cara pandang terhadap penanda, penelitian

penanda di Korea beragam. Penjelasan mengenai makna dan identitasnya pun

beragam. Ada empat orang linguis Korea terkenal yang membahas penanda

bahasa Korea, yakni Hansol Lee, Minho Cho, Hye-Young Kwak,dan Saman Hong.

Dalam disertasinya Lee (1989) meneliti penanda bahasa Korea dengan

mendefiniskan penanda sebagai kelas kata yang tidak bisa berdiri sendiri dan

selalu menempel pada kata benda, adverbial, verba, dan klausa. Lee

mengelompokkan kelas kata penanda menjadi 9 sub kelas, yaitu penanda

subjek,penanda objek,penanda agen,penanda adverbia,penanda

23

vokatif,penandakonjungtif, penandakalimat, penandaadjektif, dan penanda

modifyier/modifying particle.Penelitian ini menjelaskan bentuk dan fungsi

penanda secara umum kemudian mengelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang

dimiliki. Makna penanda sendiri hanya dibahas pada bagian penanda khusus

(penandayang memiliki makna prakmatikal), pembahasan makna dan fungsi

penandagramatikal masih kurang mendalam. Dalam penelitian ini penanda

dikelompokkan sejajar dengan afiks. Kemudian, penelitian ini jugasecara khusus

belum membahas bagaimana penggunaan penandadalam kalimat.

Sementara itu Choo dan Kwak (2008) membahas penanda bahasa Korea

dengan cara lebih sederhana daripada peneliti sebelumnya. Choo dan Kwak

menyetarakan penanda dengan sufiks. Penanda selalu menempel pada kata benda

atau frase kata benda saja. Penanda yang disinggung hanya ada 3 buah, yaitu

penanda subjek –i/ga, penanda objek –el/rel dan penanda pembentuk frase –ei.

Hong (2002) mendefinisikan penanda sebagai kelas kata yang

kedudukannya setara dengan kategori kata yang lain, misalkan kata benda, verba

dst. Hong mengelompokkan penanda bahasa Korea menjadi dua, yakni penanda

gramatikal / grammatical particles dan penanda prakmatik/ pragmatical particles.

Penanda gramatikal adalah penanda yang mempunyai fungsi sebagai penanda

fungsi gramatikal/ case marker. Penandayang termasuk golongan ini tidak

mempunyai makna leksikal. Sedangkan penanda pragmatik lebih mandiri dan

distribusinya lebih bebas serta secara pragmatik mempunyai makna tambahan.

Hong telah meneliti penanda prakmatik secara mendalam selama lebih dari 10

24

tahun dan membandingkan penanda bahasa Jepang dengan bahasa Korea.

Penelitian-penelitiannya menjelaskan makna, fungsi dan distribusi penggunaan

penanda prakmatikal saja tetapi tidak menyinggung penandagramatikal.

1.6 Landasan Teori

Dalam penelitian penanda bahasa Korea,landasan teori di bawah ini

digunakan sebagai pisau untuk mengupas objek penelitian.

1.6.1 Bahasa Korea

Bahasa Korea adalah bahasa ibu yang dituturkan oleh suku bangsa Han

yang mayoritas tinggal di Semenanjung Korea. Bahasa Korea dalam bahasa Korea

sendiri sering disebut Hangugeo danUrimal yang berarti masing-masing bahasa

Korea dan bahasa kita.Suku bangsa Han di seluruh dunia kurang lebih 72,5 juta

jiwa (Choe dkk, 2000:2) yang terdiri dari 45 juta orang Korea Selatan, 23 juta

orang Korea Utara, sisanya merupakan orang Han yang imigrasi ke negara lain,

yaitu Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang dan Rusia. Bahasa Korea memiliki

jumlah populasi pengguna peringkat 20 di dunia (Choe dkk, 2000:2).

Banyak linguis yang berpendapat bahwa bahasa Korea berasal dari

rumpun bahasa Altai(Sohn, 1999:11). Rumpun bahasa Altai terdiri dari 3

kelompok besar, yakni bahasa Turki, Mongolia, dan Tungus, namun bahasa Korea

lebih dekat dengan bahasa Turki bersama dengan bahasa yang digunakan di

wilayah sekitarnya, yaitu bahasa Jepang dan Manchuria. Rumpun bahasa Altai

mempunyai susunan unsur kalimat dengan verba berada di urutan paling akhir.

25

Susunan unsur kalimat (word order of sentences) bahasa Korea secara urut adalah

subjek, objek, kemudian diikuti predikat (SOV).

Bahasa Korea, berdasarkan bentuk morfologisnya, digolongkan dalam

bahasa aglutinatif. Menurut Lee (2012:22) kelompok bahasa aglutinatif adalah

kelompok bahasa yang membentuk kata atau menandai hubungan gramatikal

dengan penggabungan morfem gramatikal seperti akhiran atau penanda pada akar

kata(eogi). Sedangkan menurut Kridalaksana (1984:3)bahasa aglutinatif

merupakan bahasa yang struktur kata dan gramatikalnya ditandai oleh

penggabungan unsur-unsurnya secara bebas.

Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.

(6) Harabeoji-kkeseo-neun tellebijeon-eul bo-shi-mnida.

Kakek-Ps-Pkh televisi-Po menonton-A-A.

Kakek menonton televisi.

Contoh (6) terdiri dari satu klausa, harabeojikkeseoneun tellebijeoneul

boshimnida.Dalam klausa harabeojikkeseoneun sebagai S, tellebijeoneul sebagai

O, dan boshimnida sebagai P. Hubungan gramatikal antar unsur kalimat ini

ditandai dengan penggabungan N harabeoji dengan Ps –kkeseo dan Pkh –neun

untuk menandakan fungsi S dan N tellebijeon digabungkan dengan Po -eul untuk

menandakan fungsi O. Sedangkan penggabungan akar bo- dengan afiks–shi- dan –

eumnida untuk menandakan fungsi P. Penggabungan tersebut seperti pada kalimat

di bawah ini.

(6a) Harabeoji-kkeseo-neun tellebijeon-eul bo-shi-mnida

26

Harabeoji dan tellebijeonmerupakan N, bo- merupakan akar kata kerja, -

kkeseo, -neun, dan –eul merupakan penanda, kemudian –shi- dan –mnida

merupakan afiks. Pada kalimat (6) pembentukan kata kerja berasal dari

penggabungan akar kata kerjabo- dengan afiks–shi- dan -eumnida. –shi

menunjukkan makna honorifik dan –eumnida menunjukkan bentuk bahasa formal

dan kala sekarang.

Pada bahasa Korea unsur S dan O kalimat dapat diketahui dengan melihat

penanda yang tergabung padaS dan O.Sementara itu bentuk kalimat pasif, sistem

honorofiks, dan ekspresi kala diwujudkan dalam bentuk akhiran pada P. Unsur

Pkalimat selalu berada diakhir kalimat.

1.6.2 Sintaksis

Kata sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis, sintaksis adalah ilmu

yang mempelajari kalimat, klausa, dan frase (Ramlan, 2005:18). Dalam sintaksis

dibahas juga hubungan antar kata, frase, klausa dalam kalimat dan hubungan antar

kalimat satu dengan yang lain yang membentuk suatu wacana. Kalimat bisa terdiri

dari satu klausa atau lebih. Bahkan ada juga kalimat yang tidak mengandung

klausa. Menurut Ramlan (2005:79) klausa adalah satuan gramatikal yang

mengandung minimal unsur S dan P, unsur O, Ket, dan Pel adalah opsional.

Dalam bahasa Korea sintaksis biasa digunakan istilahtongsaron. Tak jauh

dari pemahaman Ramlan, menurut Lee (2007) sintaksis adalah ilmu yang

mempelajari struktur ataupun fungsi kalimat yang merupakan gabungan dari kata,

frase ataupun klausa. Struktur fungsional kalimat sederhana bahasa Korea

27

menurut Song (2010: 111) ada lima bentuk seperti di bawah ini.

1. S – P

2. S – Pel – P

3. S – KET – P

4. S – O – P

5. S – O – KET - P

Ciri khas bahasa Korea yang berbeda dengan bahasa lain adalah tidak

hadirnya subjek pada klausa tertentu. Menurut Ramli unsur fungsional minimal

adalah subjek dan predikat, sedangkan klausa pada bahasa Korea sering dijumpai

tanpa unsur subjek. Dalam kalimat berita bahasa Korea apabila subjek merupakan

kata ganti orang pertama unsur ini sering dilesapkan, sedangkan pada kalimat

tanya dan suruh (persilahan, ajakan, atau larangan) apabila subjek merupakan kata

ganti orang kedua, unsur ini juga sering kali dilesapkan seperti halnya dalam

bahasa Indonesia. Pelesapan unsur subjek ini karena dalam konteks penuturan

secara aktual, penutur dan lawan tutur dianggap sudah mengetahuinya. Hal ini

dapat dijelaskan dengan contoh kalimat (7), (8) dan (9) di bawah ini.

(7) Jigeum hakgyo-e an gayo.

Sekarang sekolah-Pket tidak pergi.

(Saya) tidak pergi ke sekolah sekarang.

(8) Yeogi-e anjeu-seyo.

Sini-Pket duduk-silahkan

Silahkan duduk disini.

(9) Dongsaeng-i sagwa-reul an meogeoyo.

Adik-Ps apel-Po tidak makan.

Adik tidak makan apel.

Pada kalimat (7)yang merupakan kalimat berita, S dilesapkan karena

28

unsur pengisinya adalah kata ganti orang pertama tunggal saya. Pada kalimat (7)

jigeum sebagai Ket waktu, hagyoe sebagai Ket tempat, dan an gayo sebagai P.

Pada kalimat (8) yang merupakan kalimat persilahan, S juga dilesapkan karena

merupakan kata ganti orang kedua. Pada kalimat (8) yeogi sebagai Ket tempat dan

anjeuseyo sebagai P. Sedangkan kalimat (9) yang juga merupakan kalimat berita,

dongsaengi sebagai S, sagwareul sebagai O, dan an meogeoyo sebagai P. Pada

kalimat ini S tetap dimunculkan karena subjek orang ketiga apabila dilesapkan

kalimatnya menjadi tak berterima.

(9a) *Sagwa-reul an meogeoyo.

*Apel-Po tidak makan.

*Tidak makan apel.

Dalam suatu kalimat berklausa terdapat hubungan gramatikal antar unsur

fungsionalnya. Unsur fungsional ini dapat berupa frase maupun kata, namun tidak

semua jenis frase dan kategori kata dapat menduduki semua fungsi itu. Artinya,

ada kriteria tertentu dari frase dan kategori kata untuk bisa menduduki fungsi

tertentu. Misalkan, fungsi S bisa diisikan kategori N, kategori V tidak bisa

diisikan dalam mengisi fungsi S. Kategori V bisa mengisi fungsi S apabila telah

dibuat menjadi kategori N turunan.

Kategorisasi atau penggolongan kelas kata dalam bahasa Korea termasuk

unik karena berbeda dengan penggolongan kelas kata bahasa pada umumnya.

Menurut Lee Ikseop (2007:121) pengolongan kelas kata dalam bahasa Korea bisa

dibedakan dengan dua cara. Pertama, penggolongan secara umum yang terdiri dari

6 kelas kata yaitu kata benda (myeongsa), kata kerja (dongsa), kata depan (pre-

29

noun / kwanhyeongsa), kata keterangan (adverb / busa), kata seru (gamtansa),

kata bantu atau disebut juga penanda(josa). Cara kedua adalah turunandari 6

bentuk kategori di atas, penggolongan ini terdiri dari 9 kelas kata, yaitu kata benda

(myeongsa), kata ganti (daemyeongsa), kata bilangan (susa). Ketiga kata ini

adalah turunan dari kata benda. Kemudian turunan dari kata kerja ada kata kerja

(dongsa) dan kata sifat (hyeongyongsa). Sisanya adalah kata depan (pre-noun /

wanhyeongsa), kata keterangan (busa), kata seru (gamtansa), dan kata bantu yang

disebut juga penanda (josa).

1.6.3Penanda

Penanda dalam penelitian ini adalah penandadalam definisi linguistik

Korea. Kata penanda yang berasal dari bahasa Inggris markersering dipadankan

dengan kata josa dalam bahasa Korea. Dalam linguistik Korea josa juga disebut

particle / partikel. Menurut Kamus Besar Bahasa Korea (Lee, 2013: 3445)Josa/

particle adalah kategori katayang memberi makna tambahan pada satuan bahasa

atau menandai hubungan gramatikal antar satuan bahasa satu dengan yang lain

dengan menempel pada kata benda, keterangan, akhiran dst. Di bawah ini, definisi

penanda bahasa Korea dijelaskan lagi menurut pandangan beberapa linguis bahasa

Korea.

Dalam bahasa Korea telah dijelaskan pada sub-bab Tinjauan Pustaka

sebelumnya bahwa penanda dikelompokkan sebagai kelas kata. Seperti yang

dijelaskan oleh Hong (2002) bahwa josa / particle merupakan unit terkecil bahasa

yang mempunyai makna secara gramatikal dan pragmatikal serta distribusi

30

penggunaannya bersifat relatif bebas. Dikatakan relatif bebas karena penanda

gramatikal hanya bisa melekat pada unsur fungsi tertentu saja sedangkan penanda

prakmatikal distribusinya lebih bebas, dapat melekat pada kata benda, verba,

adverbial, bahkan dapat melekat pada penanda lain. Penanda gramatikal adalah

penanda yang mempunyai fungsi sebagai penanda fungsi gramatikal antar unsur

fungsional klausa. Sedangkan penanda pragmatikal lebih mandiri dan

distribusinya lebih bebas serta mempunyai makna tambahan.Dalam klasifikasi

jenis penanda yang dikemukakan oleh Hong di atas, penanda ini termasuk dalam

golongan penanda gramatikal. Dalam bahasa Korea penanda ini disebut dengan

gyeokjosa atau penanda unsur fungsional. Penanda prakmatikal juga disebut

penanda khusus karena selain memiliki makna khusus, penanda ini tidak dapat

diklasifikasikan ke dalam penanda gramatikal. Contoh penanda khusus misalnya

penanda khusus topik -eun/ neun, penanda khusus perwatasan dst.

Lee (1989) juga mendefinisikan penanda bahasa Korea sebagai kelas kata

yang tidak bisa berdiri sendiri dan selalu menempel pada kata benda, adverbial,

verba, dan klausa. Lee mengelompokkan kelas kata penanda menjadi 9 sub kelas,

yaitu penanda subjek, penanda objek, penanda agen, penanda adverbial, penanda

vokatif, penanda konjungtif, penanda kalimat, penanda adjektif, dan penanda

modifyier.

Choo dan Kwak (2008) membahas penanda bahasa Korea dengan cara

lebih sederhana lagi. Choo dan Kwak menyetarakan penanda dengan sufiks /

akhiran. Mereka menyebut penandaadalah sufiks yang selalu menempel pada kata

31

benda atau frase kata benda saja.

Dalam tulisan ini definisi penanda menurut Kwak tidak sesuai digunakan

sebagai landasan teoritis karena pengertian yang dijelaskan terlalu sempit.Dalam

kenyataannya penanda dalam bahasa Korea tidak hanya menempel pada kata

benda atau frase kata benda saja. Penanda juga dapat menempel pada kata

keterangan dan penanda lain.

Dibandingkan sufiks yang menempel pada kata benda, penggunaan

penanda yang menempel pada kata benda lebih bebas. Hampir semua kata benda

bisa digabungkan dengan penanda tertentu, sedangkan sufiks tertentu tidak bisa

digabungkan dengan semua kata benda. Sufiks tertentu hanya dapat digabungkan

dengan kata benda tertentu. Sebagai contoh, penanda–i dan –ga bisa digabungkan

dengan semua kata benda yang bisa menduduki fungsi subjek, sedangkan afiks –

kkun hanya bisa digabungkan dengan kata benda tertentu saja.

Salah satu fungsi penanda adalah menandai hubungan gramatikal dalam

pembentukan kalimat sedangkan sufiks berfungsi menandai kategori kata dalam

pembentukan kata tersebut.Penggantian penanda yang terdapat dalam suatu satuan

bahasa dapat mengubah fungsinya dalam klausa. Satuan bahasa yang tergabung

dengan sufiks merupakan kata. Sehingga penggantian sufiks yang terdapat dalam

suatu satuan bahasa dapat mengubah kategori kata. Artinya, level penggunaan

penanda lebih tinggi dibandingkan penggunaan sufiks. Penggunaan penanda pada

pembentukan klausa / sintaksis sedangkan sufiks pada pembentukan kata /

morfologis.

32

Dilihat dari sisi sifat kemandirian kata, dalam klasifikasi kelas kata

terdapat dua macam jenis kata, yaitu kata terikat dan kata bebas. Kata terikat

biasanya tidak mempunyai makna leksikal dan tidak bisa digunakan secara

mandiri, artinya dalam penggunaannya harus disertai kata lain dalam bahasa

Indonesia sering disebut dengan kata tugas (Sudaryanto, 1992:121-122).

Sedangkan kata bebas adalah kata yang memiliki makna leksikal dan distribusi

penggunaannya lebih bebas, tidak tergantung pada keberadaan kata lain. Dalam

bahasa Koreapenanda merupakan salah satu kelas kata yang penggunaannya

tergantung pada kata lain dan tidak mempunyai makna leksikal.

1.7Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat sinkronis, data yang digunakan adalah bahasa yang

digunakan pada masa tertentu, yakni bahasa Korea yang sekarang masih

digunakan. Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu tahap persiapan,

pelaksanaan, dan pelaporan hasil penelitian. Penjelasan dari ketigatahap kegiatan

tersebut adalah seperti di bawah ini.

1.7.1 Persiapan Penelitian

Tahap ini merupakan tahap paling penting karena menentukan kualitas

kinerja pelaksanaan dan hasil penelitian. Tahap yang pertama kali dilakukan

adalah penentuan topik penelitian dan studi pustaka. Topik penelitian ini dipilih

berdasarkan beberapa pertimbangan hasil studi pustaka permulaan. Pertimbangan-

pertimbangan tersebut meliputi latar belakang, tujuan, manfaat dst. yangtelah

dikemukakan pada uraian sebelumnya.Setelah topik penelitian ditentukan,

33

rancangan penelitian disusun dengan sebaik-baiknya dengan mempertimbangkan

waktu, biaya dll.

1.7.2Pelaksanaan Penelitian

Setelah rancangan penelitian selesai disusun, rancangan ini digunakan

sebagan acuan dalam pelaksanaan penlitian agar hasil penelitian bisa maksimal.

Ada dua kegiatan utama dalam pelaksanaan penelitian ini, yakni penjaringan data

dan penganalisisan data.

Penjaringan data dilakukan dengan cara mengumpulkan,

mengklasifikasikan, dan menyiapkan data hingga data itu siap dianalisis. Data

yang dijaring dalam penelitian ini berupa data tertulis. Data ini berupa tuturan

bahasa Korea oleh penutur asli /native speaker yang sudah dalam bentuk tulisan.

Selain itu juga diambil dari buku-buku tata bahasa Korea, artikel, kamus bahasa

Korea, dan laporan penelitian terkait penanda. Dalam penelitian ini data diambil

dari buku tata bahasa Korea di bawah ini.

1. Ahn, Kyung Hwa, dkk. 2013. Bahasa Korea Terpadu untuk Orang

Indonesia Dasar 1. Seoul: The Korean Foundation

2. Ahn, Kyung Hwa, dkk. 2013. Bahasa Korea Terpadu untuk Orang

Indonesia Dasar 2. Seoul: The Korean Foundation

3. Kim, Jeongsuk. dkk. 2005. Wegukineul Wihan Hanggukeo Munbeob

Sajeon 2. Seoul: Communication books.

4. Paik, Pong Ja. 2006. Korean Grammar as A Foreign Language. Seoul :

Hawoo

34

Objek penelitian ini adalah penanda bahasa Korea. Beberapa penanda

telah didata oleh peneliti sebelumnya, diantaranya adalah daftar penanda yang

disusun oleh Hong dan Lee. Sumber data penelitian harus memenuhi kriteria,

yaitu tuturan diucapkan oleh native speakerbahasa Korea secara alami dan tidak

dibuat-buat. Data yang telah dicatat dan terkumpul selanjutnya diperiksa oleh

penutur asli bahasa Korea untuk mengkonfirmasi kebenarannya. Data yang

terkumpul diharapkan dapat mewakili kenyataan yang sebenarnya ada dalam

kehidupan berbahasa pada masyarakat Korea.

1.7.3 Analisis Data

Data yang sudah terkumpul, terklarifikasikan, dan siap diolah, selanjutnya

dianalisis dengan metode padan dan distribusional.Metode padan translasional

digunakan untuk memahami data. Data merupakan bahasa asing bagi peneliti

sehingga pemahamannya membutuhkan kecermatan. Metode padan referensial

digunakan untuk mengetahui identitas dan karakteristikpenanda. Sedangkan

teknik pilah unsur penentu digunakan untuk mengetahui unsur fungsional suatu

satuan bahasa dalam kalimat.

Metode distribusional atau agih juga digunakan dalam tahap ini. Teknik-

teknik metode agih yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung, subtitusi,

pelesapan, dan sisip. Teknik bagi unsur langsung digunakan untuk mengetahui

bagian unsur fungsional satuan bahasa dalam kalimat. Teknik subtitusi digunakan

untuk menyelidiki kesejajaran dan perbedaan antara satuan-satuan bahasa yang

berbeda.Dalam hal ini satuan bahasa tersebut dapat berupa penandamaupun satuan

35

bahasa lain. Teknik pelesapan digunakan untuk mengetahui fungsi dan sifat wajib

atau tidak secara struktural dari suatu penanda. Teknik sisip digunakan untuk

mengetahui distribusi penggunaan penanda. Selanjutnya data penanda

dikelompokkan untuk dianalisa bentuk, makna, fungsi dan penggunaannya dalam

kalimat. Berikut adalah contoh cara analisis yang dilakukan.

(10) Chaeg-eul ikseumnida.

Buku-Po membaca

(Saya) membaca buku.

Analisis yang dilakukan pada kalimat (10) adalah dengan langkah-

langkah berikut. Pertama, untuk mengetahui unsur fungsional kalimat (10),

dengan kemampuan dan intuisi pemahaman bahasa Korea yang dimiliki penulis,

kalimat dipilah untuk mengetahui unsur fungsional menjadi dua, yaituchaegeul

dan ikseumnida.Chaegeul sebagai O dan ikseumnida sebagai P. Sedangkan S

kalimat itu adalah kata ganti orang pertama yang dilesapkan, yakni jega. Kalimat

(10) diterjemahkan ke bahasa Indonesia untuk membantu pemahaman dan

memperdalam analisis fungsional kalimat. Sedangkan pembagian unsur langsung

kalimat (10) menjadi chegeuldan ilksemnida dilakukan untuk menemukan Po

dalam kalimat.

(10a) Je-ga chaek-eul ikseumnida.

Saya-Ps buku-Po membaca.

Saya membaca buku.

(10b) Je-ga chaek ikseumnida.

Saya-Ps buku membaca.

Saya membaca buku.

Pada kalimat (10a) kata jega ditambahkan untuk memastikan bahwa S pada

36

kalimat tersebut adalah kata ganti orang pertama saya. Pada kalimat (10b)

penghapusan Po –eul digunakan untuk mengetahui makna, fungsi, dan

penggunaan Po tersebut.

1.7.4 Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk laporan penelitian berupa tesis.

Bentuk laporan penelitian ditulis dengan metode formal dan informal. Hasil

penelitian secara formal dikemukakan dengan tanda-tanda dan lambang.

Penyajian data penelitian yang berupa tulisan hangul Korea dituliskan dengan

metode romanisasi baku yang telah ditetapkan oleh The National Institute of The

Korean Language dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Korea Selatan.

Sedangkan secara informal hasil penelitian ini disajikan dengan menggunakan

bahasa yang deskriptif, yaitu dalam bentuk uraian kata-kata.

1.8 Sistematika Penyajian

Masalah, analisis, dan hasil penelitian ini diuraikan dan disajikan secara

sistematis. Penjelasan mengenai bentuk-bentuk, fungsi,dan penggunaan penanda

bahasa Korea dibagi dalam beberapa bab, disesuaikan dengan fungsinya dalam

kalimat. Penelitian ini disajikan dalam enambab. Bab I berisi tentang pendahuluan

yang meliputi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian,dan

sistematika penyajian. Pada bab II berisi uraian bentuk-bentuk, fungsi,letak, dan

pentingnya penggunaan penanda subjek bahasa Korea. Pada bab III berisi tentang

uraian bentuk-bentuk, fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penanda objek

37

bahasa Korea. Pada bab IV berisi tentang bentuk-bentuk, fungsi, letak,dan

pentingnya penggunaan penanda pelengkap bahasa Korea. Pada bab V berisi

uraian tentang bentuk-bentuk, fungsi, letak, dan pentingnya penggunaan penanda

keterangan bahasa Korea. Dan bab VI sebagai bab terakhirberisi tentang

kesimpulan.