bab i pendahuluan a. -...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Natrium diklofenak merupakan salah satu derivat dari asam fenilasaetat yang tergolong sebagai non-steroidal anti-infalmatory drug (NSAID) yang umum digunakan dalam pengobatan rematoid artritis. Mekanisme dari natrium diklofenak ialah dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX) agar tidak terbentuk prostaglandin sehingga mengurangi terbentuknya mediator nyeri di sistem syaraf tepi (Craig dan Stitzel, 1997). Natrium diklofenak umunya tersedia dalam bentuk tablet salut, namun bentuk sediaan tablet salut memiliki beberapa kelemahan seperti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk diabsorpsi, aksi obat lambat dan untuk pasien lanjut usia dapat mengalami kesulitan menelan tablet. Kebanyakan dari penderita rheumatoid arthritis adalah orangorang lanjut usia yang terkadang sulit untuk menelan tablet konvensional dan membutuhkan obat dengan dengan aksi yang cepat. Melihat dari masalah yang timbul dari tablet konvensional, sediaan FDT natrium diklofenak merupakan salah satu alternatif yang tepat agar obat dapat dengan nyaman digunakan dan cepat menimbulkan efek. Fast disintegrating tablet (FDT) merupakan tablet yang ditempatkan dimulut, hancur atau melarut kurang dari 60 detik oleh cairan saliva tanpa membutuhkan air dan memberikan aksi yang cepat (Khan dkk., 2007). Sediaan FDT ditujukan untuk anakanak, orang tua, pasien yang terbaring di tempat tidur, dan orangorang yang kesulitan untuk menggunakan sediaan tablet konvensional (Modi dkk., 2012). Cara pemberian sediaan FDT berbeda dengan sediaan tablet

Upload: phungminh

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Natrium diklofenak merupakan salah satu derivat dari asam fenilasaetat

yang tergolong sebagai non-steroidal anti-infalmatory drug (NSAID) yang umum

digunakan dalam pengobatan rematoid artritis. Mekanisme dari natrium diklofenak

ialah dengan menghambat enzim siklooksigenase (COX) agar tidak terbentuk

prostaglandin sehingga mengurangi terbentuknya mediator nyeri di sistem syaraf

tepi (Craig dan Stitzel, 1997). Natrium diklofenak umunya tersedia dalam bentuk

tablet salut, namun bentuk sediaan tablet salut memiliki beberapa kelemahan seperti

membutuhkan waktu yang cukup lama untuk diabsorpsi, aksi obat lambat dan

untuk pasien lanjut usia dapat mengalami kesulitan menelan tablet. Kebanyakan

dari penderita rheumatoid arthritis adalah orang­orang lanjut usia yang terkadang

sulit untuk menelan tablet konvensional dan membutuhkan obat dengan dengan

aksi yang cepat. Melihat dari masalah yang timbul dari tablet konvensional, sediaan

FDT natrium diklofenak merupakan salah satu alternatif yang tepat agar obat dapat

dengan nyaman digunakan dan cepat menimbulkan efek.

Fast disintegrating tablet (FDT) merupakan tablet yang ditempatkan

dimulut, hancur atau melarut kurang dari 60 detik oleh cairan saliva tanpa

membutuhkan air dan memberikan aksi yang cepat (Khan dkk., 2007). Sediaan

FDT ditujukan untuk anak­anak, orang tua, pasien yang terbaring di tempat tidur,

dan orang­orang yang kesulitan untuk menggunakan sediaan tablet konvensional

(Modi dkk., 2012). Cara pemberian sediaan FDT berbeda dengan sediaan tablet

2

konvensional, sehingga pada proses formulasi dan pengembangannya harus

memperhatikan beberapa hal seperti waktu disintegrasi, kekerasan tablet dan rasa

yang menyenangkan.

Ada beberapa cara yang dilakukan agar FDT yang dihasilkan memenuhi

kriteria sebagai FDT yang baik. Salah satunya adalah dengan melakukan optimasi

formula FDT dengan menggunakan kombinasi superdisintegrant.

Superdisintegrant adalah bahan penghancur yang telah dimodifikasi agar

menghasilkan suatu bahan yang mampu terdisintegrasi secara cepat. Kecepatan

disintegrasi merupakan faktor yang sangat penting, karena FDT yang baik harus

terdisintegrasi dalam waktu kurang dari 60 detik. Dengan adanya kombinasi

superdisintegrant diharapkan mampu meningkatkan kecepatan disintegrasi dari

tablet. Superdisintegrant yang digunakan adalah Ac­Di­Sol® dan crospovidone.

Croscarmellose sodium atau yang biasa disebut Ac­Di­Sol® adalah bahan

penghancur yang digunakan dalam formulasi sediaan oral seperti kapsul, tablet dan

granul dengan metode kempa langsung atau granulasi basah. Ac­Di­Sol®

mempunyai 2 mekanisme yang menyebabkan obat dapat terdisintegrasi secara

cepat, yaitu penyerapan air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid

swelling). Berbeda dengan Ac­Di­Sol®, crospovidone dapat digunakan juga pada

metode granulasi kering (Rowe dkk., 2009). Mekanismenya juga sama dengan Ac­

Di­Sol®, namun struktur dari crospovidone sangatlah berpori dan tidak membentuk

gel saat kontak dengan air (Mangal dkk., 2012). Ukuran partikel dari crospovidone

sangat berpengaruh terhadap kecepatan disintegrasi dari obat­obat analgesik (Rowe

dkk., 2009).

3

Penggabungan mekanisme dari Ac­Di­Sol® dan crospovidone diharapkan

dapat memperbaikisifat fisik dan kecepatan disolusi dari FDT. Oleh karena itu

perlu dilakukan optimasi formula FDT natrium diklofenak menggunakan

superdisintegrant Ac­Di­Sol® dan crospovidone.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi kadar superdisintegrant Ac­Di­Sol® dan

crospovidone terhadap sifat fisik seperti kekerasan, kerapuhan, waktu

disintegrasi, waktu pembasahan, rasio absorpsi air dan kecepatan disolusi

FDTnatrium diklofenak?

2. Pada perbandingan berapakah kombinasi superdisintegrant Ac­Di­Sol®dan

crospovidone memberikan sifat fisik FDT yang optimum?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh kombinasi superdisintegrant Ac­Di­Sol® dan

crospovidone terhadap kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu

pembasahan, rasio absorpsi air dan kecepatan disolusiFDT natrium diklofenak

dengan metode kempa langsung.

2. Mendapatkan perbandingan kombinasi superdiintegrant Ac­Di­Sol® dan

crospovidone untuk formula optimum FDTnatrium diklofenak.

4

D. Tinjauan Pustaka

1. Fast Disintegrating Tablet

a. Definisi

Fast disintegrating tablet (FDT) merupakan tablet yang

ditempatkan dimulut, hancur atau melarut kurang dari 60 detik oleh cairan

saliva tanpa membutuhkan air dan memberikan aksi yang cepat. Sebagian

obat akan terabsorpsi di mulut, pharynx dan oesophagus, sebagian lagi akan

turun bersama saliva (Jain dan Naruka, 2009).

b. Keuntungan dan kerugian

Menurut Bhowmik dkk (2009) FDT memiliki beberapa keuntungan dan

kerugian yaitu

Keuntungan :

1) Dapat dengan mudah digunakan kapanpun dan dimanapun meski tidak

adanya air.

2) Nyaman dalam penggunaan, terutama untuk pasien geriatric dan

pediatric yang mempunyai masalah dalam menelan.

3) Sangat bermanfaat untuk pengobatan yang membutuhkan onset cepat.

4) Bioavailibilitas yang lebih baik dibandingkan sediaan tablet

konvensional.

5) Merupakan gabungan keuntungan dari bentuk sediaan padat dalam hal

stabilitas, dan sediaan cair dalam hal bioavailibilitas.

5

Kerugian :

1) Stabilitas fisik dari FDT sering menjadi masalah, sehingga diperlukan

penangan yang hati­hati.

2) FDT dapat memberikan rasa yang tidak menyenangkan dan

meninggalkan residu di mulut jika tidak diformulasi dengan baik.

c. Metode Pembuatan

Ada berbagai macam metode pembuatan FDT , yaitu :

1) Freeze drying / lyophilization

Freeze drying adalah proses dimana air disublimasikan dari produk

setelah didinginkan sehingga menghasilkan struktur yang sangat berpori dan

dapat terdisintegrasi secara cepat. Zat aktif dilarutkan pada cairan yang

terdapat di matriks, lalu ditimbang dan dituangkan pada cetakan. Cetakan

yang telah terisi dilewatkan pada terowongan pembekuan yang terdiri dari

nitrogen cair agar larutan dalam cetakan menjadi beku. Setelah itu cetakan

ditempatkan di lemari pendingin untuk melanjutkan proses pengeringan

menggunakan udara dingin. Setelah selesai dikeringkan, tablet dilepas dari

cetakannya dan dikemas dengan pengemas yang sesuai. Metode freeze

drying dapat mempercepat absorpsi dan bioavailibilitas dari obat, namun

memiliki kerugian berupa biaya pembuatan yang mahal, waktu pembuatan

yang lama, dan stabilitas tablet yang buruk (Nikam dkk., 2011)

2) Moulding

Terdapat dua metode yang digunakan pada proses moulding, yaitu

solvent moulding method dan heat moulding method. Solvent

6

mouldingmethod adalah metode dengan cara membasahi campuran serbuk

dengan pelarut hydro alcohol yang diikuti dengan pengempaan pada

tekanan rendah dan menghasilkan masa yang basah. Setelah itu, cairan

pelarut dihilangkan dengan pengeringan udara. Tablet yang di produksi

dengan metode ini menghasilkan tablet yang kurang kuat, namun memiliki

struktur yang berpori sehingga mempercepat pelarutan. Heat moulding

method adalah metode dengan cara membuat suspensi yang mengadung

agar dan gula, lalu suspensi tersebut dituangkan pada cetakan. Proses

pengerasan oleh agar dalam membentuk jelidan dikeringkan pada suhu 30oC

dibawah tekanan hampa. Menutupi rasa yang kurang menyenangkan adalah

masalah yang dihadapi pada metode moulding. Namun jika dibandingkan

dengan lyophilization, metode moulding lebih mudah untuk dikembangkan

di bidang industri (Nayak danManna, 2011).

3) Spray drying

Dalam metode ini dapat digunakan gelatin sebagai matriks, manitol

sebagai agen pengembang dan superdisintegrant. Tablet yang dihasilkan

dengan metode ini dapat terdisintegrasi kurang dari 20 detik dalam media

air. Tablet yang dihasilkan dapat dengan cepat terdisintegrasi ataupun

melarut (Fu dkk., 2004).

4) Sublimation

Pada metode ini dibutuhkan bahan­bahan yang bersifat sangat

mudah menguap. Bahan­bahan yang sangat mudah menguap seperti

ammonium bikarbonat, ammonium karbonat dan asam benzoat dicampur

7

dengan bahan­bahan lainnya lalu dikempa menjadi tablet. Bahan­bahan

yang sangat mudah menguap tersebut dihilangkan dengan proses sublimasi

sehingga menghasilkan struktur tablet yang sangat berpori. Tablet yang

dihasilkan dengan metode ini biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10­20

detik (Gupta dkk., 2012).

5) Direct compression

Metode kempa langsung menurut Gohel dan Jogani (2002) merupakan

proses dimana serbuk yang merupakan campuran bahan aktif dan bahan

tambahan yang sesuai dikempa langsung menjadi tablet. Kempa langsung

merupakan metode yang sangat sederhana , murah dan juga membutuhkan

peralatan yang tidak rumit. Metode ini mengharuskan bahan­bahan yang

digunakan memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang tinggi agar dapat

dihasilkan tablet yang baik.

2. Superdisintegrant

a. Definisi

Superdisintegrant adalah bahan penghancur yang telah dimodifikasi

agar menghasilkan suatu bahan yang mampu terdisintegrasi secara cepat.

Terdapat dua jenis superdisintegrant, yaitu superdisintegrant alami dan

sintetis. Superdisintegrant alami merupakan modifikasi dari bahan­bahan alami

dan lebih dianjurkan penggunaannya karena lebih murah, tidak mengiritasi dan

tidak toksik. Contoh dari superdisintegrant alami adalah gum karaya dan guar

gum. Sedangkan untuk superdisintegrant sintetis yang biasa digunakan adalah

croscarmellose sodium (Ac­Di­Sol), sodium starch glycolate (Primogel) dan

8

Crospovidone (Polyplasdone XL). Keuntungan dari superdisintegrant sintetis

adalah kadar yang digunakan lebih sedikit dibandingkan alami, sifat alir dan

kompresibilitas yang lebih tinggi dan lebih efektif secara intragranular (Mangal

dkk., 2012).

b. Mekanisme disintegrasi

Berikut adalah beberapa mekanisme disintegrasi dari superdisintegrant:

1) Pengembangan (Swelling)

Pengembangan adalah salah satu mekanisme bahan penghancur

yang berasal dari pati. Saat kontak dengan air, bahan penghancur yang

ada di dalam tablet akan mengembang dan mendesak bahan­bahan

lainnya yang ada di dalam tablet menyebabkan tablet terpecah (Mangal

dkk., 2012)

Gambar 1. Mekanisme pengembangan (Mangal dkk., 2012)

2) Perembesan (Wicking)

Pada mekanisme ini, tablet yang dihasilkan akan sangat berpori

sehingga air akan sangat cepat masuk ke dalam tablet. Hal tersebut

mengakibatkan ikatan antar partikel di dalam tablet terputus sehingga

tabletcepat terdisintegrasi (Mangal dkk., 2012).

9

Gambar 2. Mekanisme perembesan (Mangal dkk., 2012)

3) Perubahan bentuk (Deformation)

Bahan penghancur mengalami perubahan bentuk yang

diakibatkan oleh proses pengempaan tablet. Bentuk ini dapat bertahan

lama sampai dengan tablet terpapar oleh air dan menyebabkan bahan

tersebut berubah bentuk dan menyebabkan tablet terdisintegrasi (Kundu

danSahoo, 2008)

Gambar 3. Mekanisme perubahan bentuk(Mangal dkk., 2012)

4) Perenggangan (Repulsion)

Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi

dengan adanya air yang masuk melalui jaringan kapiler yang tersusun di

10

dalam tablet maka partikel akan tolak menolak sehingga akan saling

memisahkan diri kemudian lepas dari susunannya di dalam tablet. Proses

ini akan menyebabkan tablet terdisintegrasi (Mangal dkk., 2012).

Gambar 4. Mekanisme perenggangan (Mangal dkk., 2012)

3. Parameter Sifat Fisik FDT

a. Uji keseragaman bobot

Tablet yang tidak bersalut harus memenuhi keseragaman bobot,

keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya tablet yang

menyimpang dari ketentuan. Tablet dengan bobot 26 mg sampai dengan 150

mg tidak boleh lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari

10% dari bobot rata­rata tablet dan tidak boleh ada1 tablet yang bobotnya

menyimpang lebih dari 20% dari bobot rata­rata 20 tablet (DepKes RI,

1979).

b. Uji kekerasan

Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan

tablet dalam melawat tekanan mekanik seperti dalam melawan goncangan,

pengikisan dan ketahanan tabet dipengaruhi oleh tekanan kompresi,

porositas, sifat dari bahan yang dikempa, banyaknya bahan pengikat dan

metode pengempaan. Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan

11

hardness tester (Ansel, 2005). Kekerasan FDT yang baik adalah 3­5kg/cm2

(Panigrahi dan Behera, 2010).

c. Uji kerapuhan

Kerapuhan menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan

tekanan mekanik akibat goncangan dan pengikisan selama proses

pengemasan maupun transportasi. Adanya tekanan dapat membuat tablet

menjadi rusak, oleh karena itu tablet harus mampu menahan tekanan agar

tidak timbul kerusakan. Untuk dapat memprediksi kerapuhan dari suatu

tablet dilakukanlah pengujian kerapuhan untuk 20 tablet menggunakan

friability tester. Nilai kerapuhan dinyatakan sebagai % kerapuhan, yaitu

tidak boleh lebih dari 1 % (Hyunh­Ba, 2008)

d. Uji waktu disintegrasi

Uji waktu disintegrasi dilakukan untuk mengetahui waktu yang

diperlukan oleh tablet untuk dapat terdisintegrasi menjadi fine particle.

Prosedur standar yang biasa dilakukan untuk pengujian waktu disintegrasi

pada tablet konvensional mempunyai beberapa keterbatasan, terutama untuk

obat yang mempunyai waktu disiintegrasi cepat seperti FDT. Uji waktu

disintegrasi yang dilakukan untuk FDT harusnya disesuaikan dengan

kecepatan disintegrasinya dan dilakukan tanpa air dan meniru disintegrasi di

cairan saliva (Prajapati dan Patel, 2010).

e. Uji waktu pembasahan

Uji waktu pembasahan sangat berkaitan dengan struktur dalam suatu

tablet dan hidrofilisitas dari eksipien. Sehingga dapat dilihat seberapa cepat

12

FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan

mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet. Semakin

cepat waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki kemampuan

disintegrasi yang semakin cepat pula (Sri dkk., 2012).

f. Rasio Absorpsi Air

Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui

kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya.

Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah

air yang dapat ditampung dalam matriks tablet, hal ini berarti akan semakin

banyak jumlah air yang diperlukan untuk menyebabkan tablet

terdisintegrasi.Perhitungan rasio absorpsi air (R) dilakukan dengan cara

melihat perbedaan bobot sebelum (Wa) dan sesudah (Wb) pembasahan(Sri

dkk., 2012).

g. UJi disolusi secara in-vitro

Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif (bahan obat) dalam

sediaan obat ke dalam suatu medium. Setelah kontak dengan cairan badan,

mula­mula tablet akan mengalami proses disintegrasi, yaitu hancurnya

tablet menjadi suatu granul dan dilanjutkan denga hancurnya agregat

menjadi partikel penyusunnya. Uji disolusi mempunyai beberapa tujuan

yaitu untuk optimasi formula dan kontrol rutin setelah fabrikasi (Fudholi,

2013). Uji disolusi juga merupakan salah satu pengujian yang penting

dilakukan, bertujuan untuk mengetahui profil dan kinetika pelepasan obat

13

dari bentuk sediaan yang selanjutnya dapat untuk mengetahui karakteristik

suatu formula dan mengevaluasi formula terbaik.

4. Simplex lattice design

Simplex lattice design merupakan suatu cara untuk menentukan

optimasi pada berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan

dalam beberapa bagian. Salah satu penggunaan Simplex Lattice Design adalah

untuk pengoptimasian kadar komponen suatuformula sedaiaan padat (Bolton

dan Bon, 2004). Metode ini dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif

bahan­bahan yang menghasilkan formulasi dengan variabel atau hasil yang

ditentukan adalah yang paling baik. Respon surface dan daerah optimum dapat

diperoleh dengan penerapan simplex lattice design.

Implementasi dari simplex lattice design dengan menyiapkan berbagai

macam formula yang mengandung kosentrasi berbeda dari beberapa bahan.

Kombinasi disiapkan dengan suatu cara yang mudah dan efisien sehingga data

percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berada dalam

ruang simplex (simplex space). Walaupun konsentrasi kompenen­komponen

penyusun berbeda, namun jumlah totalnya harus sama untuk tiap formula.

Hasil ekperimen digunakan untuk membuat persamaan polinomial (simplex)

dimana persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon

(Bolton dan Bon, 2004).

Persamaan simplex lattice design :

Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B) ........................................................................ (1)

Keterangan: Y = respon atau efek yang dihasilkan a, b, ab = koefisien yang dapat dihitung dari percobaan

14

(A) dan (B) = fraksi komponen, dengan jumlah (A) + (B) harus satu bagian

Hasil persamaan dari percobaan merupakan suatu persamaan empiris

yang sekiranya dapat menggambarkan pola respon dalam suatu ruang simplex

(Bolton dan Bon, 2004).

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

program aplikasi Design Expert 8. Pertama, dimasukkan variabel­variabel yang

digunakan, lalu data yang diperoleh langsung dimasukkan ke dalam program.

Masing­masing parameter uji yang dilakukan terhadap sifat fisik tablet diberi

pembobotan sesuai prioritas kemudian data diolah. Selanjutnya akan diperoleh

hasil formula yang memberikan sifat fisik paling optimum. Setelah diperoleh

formula paling optimum kemudian dilakukan verifikasi untuk formula

optimum dan formula pembanding. Hasil verifikasi kemudian dibandingkan

dengan hasil perhitungan yang diperoleh (prediksi). Dari perbandingan akan

diperoleh perbedaan antara hasil prediksi dengan hasil verifikasi apakah

berbeda secara bermakna atau tidak, sehingga akan dapat disimpulkan apakah

hasil valid (dapat dipercaya) atau tidak valid (tidak dapat dipercaya).

5. Monografi Bahan

a. Natrium diklofenak

Natrium diklofenak merupakan salah satu derivat dari asam

fenilasaetat yang mempunyai nama kimia Benzeneacetic acid, 2-[(2,6-

dichlorophenyl)amino]dan tergolong sebagai non-steroidal anti-infalmatory

drug (NSAID). Natrium diklofenak mempunyai rumus kimia

C14H10Cl10NaNO2 dengan bobot molekul sebesar 318,13.Natrium

15

diklofenak mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

101,0% natrium2­[(2,6­Dikhlorofenil) amino] fenil] asetat, dihitung

berdasarkan bobot kering. Bahan ini memiliki karakteristik berupa serbuk

kristal putih sampai agak kekuningan, larut dalam air, mudah larut dalam

methanol dan meleleh pada suhu 280° C (Department of Health, 2008).

Gambar 5. Struktur kimia natrium diklofenak (Department of Health, 2009)

Natrium diklofenak banyak digunakan pada pengobatan rheumatoid

arthritis, osteoarthritis, ankylosing spondylitis, dan dysmenorrhea. Natrium

diklofenak mempunyai kemampuan yang sama dalam menghambat enzim

COX­1 dan COX­2 sehingga memiliki efek samping berupa gangguan

gastrointestinal (Craig dan Stitzel, 1997).

b. Ac­Di­Sol®

Ac­Di­Sol®adalah sebuah merek dagang dari croscarmellose sodium

yang merupakan hasil modifikasi dari carboxy methyl cellulose sodium dan

diproduksi oleh FMC Biopolymer. Bahan ini mempunyai beberapa sinonim

seperti crosslinked carbox-y methyl cellulose sodium, Explocel, Primellose,

Solutab, dan Vivasol. Ac­Di­Sol® memiliki pemerian berupa serbuk yang

tidak berbau, berwarna putih atau putih keabu­abuan.

Gambar 6. Struktur kimia Ac

Ac­Di­Sol

(water wicking) dan pembengkakan secara c

banyak digunakan pada formulasi sediaan oral seperti tablet dan kapsul.

Dalam formulasi tablet, Ac

langsung dan granulasi basah. Ketika digunakan untuk metode granulasi

basah, bahan penghancur harus diberikan pada tahap intragranular dan

ekstragranular. Ac

sampai dengan konsentrasi 5% b/b, namun pada metode kempa langsung

digunakan 2% b/b dan 3% b/b pada metode granulasi basah.

Ac­Di­Sol

higroskopis, dibuktikan dengan uji di

suhu 30oC selama 14 bulan, tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

pada uji dissolusi. Tablet atau serbuk harus disimpa

rapat dengan suhu sejuk di tempat kering. Ac

dengan asam kuat, garam larut dari besi dan beberapa logam lainnya seperti

aluminium, merkuri, dan seng (Rowe dkk.,2009).

Gambar 6. Struktur kimia Ac-Di-Sol® (Balasubramaniam dan Bee

Sol® mempunyai mekanisme ganda yaitu penyerapan air

) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling

banyak digunakan pada formulasi sediaan oral seperti tablet dan kapsul.

Dalam formulasi tablet, Ac­Di­Sol® dapat digunakan pada metode kempa

langsung dan granulasi basah. Ketika digunakan untuk metode granulasi

penghancur harus diberikan pada tahap intragranular dan

ekstragranular. Ac­Di­Sol® dapat digunakan sebagai bahan penghancur

sampai dengan konsentrasi 5% b/b, namun pada metode kempa langsung

digunakan 2% b/b dan 3% b/b pada metode granulasi basah.

Sol® cukup stabil dalam penyimpanan walaupun bersifat

kopis, dibuktikan dengan uji disolusi setelah tablet disimpan pada

C selama 14 bulan, tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

pada uji dissolusi. Tablet atau serbuk harus disimpan dalam wadah tertutup

rapat dengan suhu sejuk di tempat kering. Ac­Di­Sol® tidak kompatibel

dengan asam kuat, garam larut dari besi dan beberapa logam lainnya seperti

aluminium, merkuri, dan seng (Rowe dkk.,2009).

16

Balasubramaniam dan Bee, 2009)

mempunyai mekanisme ganda yaitu penyerapan air

rapid swelling), sehingga

banyak digunakan pada formulasi sediaan oral seperti tablet dan kapsul.

dapat digunakan pada metode kempa

langsung dan granulasi basah. Ketika digunakan untuk metode granulasi

penghancur harus diberikan pada tahap intragranular dan

dapat digunakan sebagai bahan penghancur

sampai dengan konsentrasi 5% b/b, namun pada metode kempa langsung

digunakan 2% b/b dan 3% b/b pada metode granulasi basah.

cukup stabil dalam penyimpanan walaupun bersifat

solusi setelah tablet disimpan pada

C selama 14 bulan, tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

n dalam wadah tertutup

tidak kompatibel

dengan asam kuat, garam larut dari besi dan beberapa logam lainnya seperti

17

c. Crospovidone

Crospovidone menurut Rowe (2009) mempunyai nama kimia 1­

Ethenyl­2­pyrrolidinone homopolymer yan. Crospovidone memiliki rumus

empirik (C6H9NO)n dan bobot molekul lebih dari 1.000.000. Bahan ini

mempunyai beberapa sinonim seperti Crospovidonum; Crospopharm;

crosslinked povidone dan Kollidon CL. Crospovidone memiliki pemerian

berupa serbuk halus putih sampai cream, free flowing, terasa hambar, tidak

berbau, bersifat higroskopis dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat

dengan suhu sejuk di tempat kering.

Gambar 7. Stuktur kimia crospovidone (Mohamed dkk., 2012)

Dalam formulasi tablet, crospovidone biasa digunakan sebagai bahan

penghancur dengan konsentrasi 2­5% b/b untuk metode granulasi basah,

kering dan kempa langsung. Bentuk struktur yang sangat berpori dan tidak

membentuk gel saat kontak dengan air akan mempercepat waktu

disintegrasi dari tablet. Crospovidone sangat dianjurkan pemakaiannya pada

obat­obat analgesik. Bahan ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan

kelarutan obat­obat yang kelarutannya buruk, dengan teknik co-evaporation

(Mohamed dkk., 2012).Obat akan teradsorpsi oleh crospovidone dengan

adanya pelarut yang sesuai, setelah itu barulah pelarutnya diuapkan. Tekni

ini menghasilkan kecepatan di

kelarutannya buruk.

d. Manitol

Manitol menurut Rowe (2009) memiliki nama kimia D

merupakan alkohol

isomer dari sorbitol dengan rumus struktur C

sebesar 182,17. Manitol memiliki beberapa sinonim yaitu

manna sugar, D

Manitol memiliki pemerian berupa kristal putih, tidak berbau,

terasa manis seperti glukosa, s

efek dingin di dalam

Gambar 8. Stuktur kimia manitol (Rowe dkk., 2009)

Manitol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan obat dan

makanan. Dalam bidang farmasi manitol biasa digunakan bahan pengisi,

plasticizer, pemanis

pengisi tablet, konsentrasi yang biasa digunakan adalah 10

Manitol juga dapat digunakan untuk sediaan parenteral sebagai agen

tonisitas, diagnosis fungsi hati, mengurangi tekanan intrakranial dan

adanya pelarut yang sesuai, setelah itu barulah pelarutnya diuapkan. Tekni

ini menghasilkan kecepatan disolusi yang lebih baik pada obat yang

kelarutannya buruk.

Manitol menurut Rowe (2009) memiliki nama kimia D

merupakan alkohol hexahydric yang terikat pada mannosa dan merupakan

isomer dari sorbitol dengan rumus struktur C6H14O6 dan bobot molekul

sebesar 182,17. Manitol memiliki beberapa sinonim yaitu Co

manna sugar, D-mannite, mannite, manitolum, Mannogem, dan Pearlitol.

Manitol memiliki pemerian berupa kristal putih, tidak berbau,

terasa manis seperti glukosa, setengah manis dari sukrosa dan menimbulkan

efek dingin di dalam mulut

Gambar 8. Stuktur kimia manitol (Rowe dkk., 2009)

Manitol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan obat dan

makanan. Dalam bidang farmasi manitol biasa digunakan bahan pengisi,

plasticizer, pemanis dan agen tonisitas. Jika digunakan sebagai

pengisi tablet, konsentrasi yang biasa digunakan adalah 10

Manitol juga dapat digunakan untuk sediaan parenteral sebagai agen

tonisitas, diagnosis fungsi hati, mengurangi tekanan intrakranial dan

18

adanya pelarut yang sesuai, setelah itu barulah pelarutnya diuapkan. Teknik

solusi yang lebih baik pada obat yang

Manitol menurut Rowe (2009) memiliki nama kimia D­manitol,

da mannosa dan merupakan

dan bobot molekul

Cordycepic acid,

mannite, mannite, manitolum, Mannogem, dan Pearlitol.

Manitol memiliki pemerian berupa kristal putih, tidak berbau, free flowing,

tengah manis dari sukrosa dan menimbulkan

Gambar 8. Stuktur kimia manitol (Rowe dkk., 2009)

Manitol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan obat dan

makanan. Dalam bidang farmasi manitol biasa digunakan bahan pengisi,

dan agen tonisitas. Jika digunakan sebagai bahan

pengisi tablet, konsentrasi yang biasa digunakan adalah 10­90% b/b.

Manitol juga dapat digunakan untuk sediaan parenteral sebagai agen

tonisitas, diagnosis fungsi hati, mengurangi tekanan intrakranial dan

intraokular. Penyimpanan manitol harus menggu

dengan suhu yang sejuk di tempat kering.

e. Aspartam

Aspartam menurut Rowe (2009) memiliki nama kimia

Aspartyl-L-phenylalanine 1

dan bobot molekul sebesar 294,30. Aspartam memiliki b

sinonim, diantaranya adalah

aspartyl phenylamine methyl ester dan Canderel

pemerian berupa bubuk putih, hampir tidak berbau dengan rasa yang sangat

manis.

Gambar 9. Stuktur kimia a

Aspartam digunakan secara luas pada industri obat dan makanan,

contohnya adalah sebagai pemanis untuk tablet dan vitamin. Aspartam juga

dapat digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari suatu obat karena

memiliki rasa manis

pemanis lainnya, aspartam dimetabolisme oleh tubuh dan memiliki nilai

nutrisi sebesar 17

kondisi kering, sehingga penyimpanannya harus

intraokular. Penyimpanan manitol harus menggunakan wadah tertutup rapat

dengan suhu yang sejuk di tempat kering.

Aspartam menurut Rowe (2009) memiliki nama kimia

phenylalanine 1-methyl ester dengan rumus kimia C

dan bobot molekul sebesar 294,30. Aspartam memiliki b

sinonim, diantaranya adalah acid N-methyl ester, APM,

aspartyl phenylamine methyl ester dan Canderel. Aspartam memiliki

pemerian berupa bubuk putih, hampir tidak berbau dengan rasa yang sangat

Gambar 9. Stuktur kimia aspartam (Rowe dkk., 2009)

Aspartam digunakan secara luas pada industri obat dan makanan,

contohnya adalah sebagai pemanis untuk tablet dan vitamin. Aspartam juga

dapat digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari suatu obat karena

memiliki rasa manis 180­200 kali lebih besar dari sukrosa. Tidak seperti

pemanis lainnya, aspartam dimetabolisme oleh tubuh dan memiliki nilai

nutrisi sebesar 17 kJ (4kcal) dalam 1 g aspartam. Aspartam stabil pada

, sehingga penyimpanannya harus dalam wadah yan

19

nakan wadah tertutup rapat

Aspartam menurut Rowe (2009) memiliki nama kimia N-L-a-

dengan rumus kimia C14H18N2O5

dan bobot molekul sebesar 294,30. Aspartam memiliki banyak sekali

, APM, aspartamum,

. Aspartam memiliki

pemerian berupa bubuk putih, hampir tidak berbau dengan rasa yang sangat

spartam (Rowe dkk., 2009)

Aspartam digunakan secara luas pada industri obat dan makanan,

contohnya adalah sebagai pemanis untuk tablet dan vitamin. Aspartam juga

dapat digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari suatu obat karena

200 kali lebih besar dari sukrosa. Tidak seperti

pemanis lainnya, aspartam dimetabolisme oleh tubuh dan memiliki nilai

Aspartam stabil pada

dalam wadah yang tertutup

rapat, dengan suhu sejuk di tempat kering. Jika aspartam sudah dalam

bentuk larutan, stabilitasnya d

siklodekstrin dan PEG 400 pada pH 2.

f. Microcrystalline Cellulose

Microcrystalline cellulose

kimia cellulose

sebesar 36000.

seperti Avicel PH, Cellets, Celex, cellulose gel,

nampak berwarna

yang berpori.

Gambar 10. Stuktur kimia

Microcrystalline cellulose

20­90% b/b sebagai bahan pengikat atau pengi

tablet dan kapsul. Dalam penggunaannya, bahan ini juga memiliki sifat

sebagai pelicin dan penghancur sehingga sangat berguna dalam formulasi

tablet. Microcrystalline cellulose

langsung atau g

bersifat higroskopis, namun harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat,

dengan suhu yang sejuk di tempat kering.

rapat, dengan suhu sejuk di tempat kering. Jika aspartam sudah dalam

bentuk larutan, stabilitasnya dapat ditingkatkan dengan penambahan

siklodekstrin dan PEG 400 pada pH 2.

Microcrystalline Cellulose

Microcrystalline cellulose menurut Rowe (2009) memiliki nama

cellulose dengan rumus empirik (C6H10O5)n danbobot molekul

sebesar 36000. Microcrystalline cellulose memiliki beberapa sinonim

Avicel PH, Cellets, Celex, cellulose gel, dan Vivapur.

nampak berwarna putih, tidak berwarna, terasa hambar, dan bentuk partikel

Gambar 10. Stuktur kimia microcrystalline cellulose (Rowe dkk., 2009)

Microcrystalline cellulose biasanya digunakan dengan konsentrasi

90% b/b sebagai bahan pengikat atau pengisi pada formulasi sediaan

tablet dan kapsul. Dalam penggunaannya, bahan ini juga memiliki sifat

sebagai pelicin dan penghancur sehingga sangat berguna dalam formulasi

Microcrystalline cellulose dapat digunakan baik pada metode kempa

langsung atau granulasi basah. Microcrystalline cellulose stabil walaupun

bersifat higroskopis, namun harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat,

dengan suhu yang sejuk di tempat kering.

20

rapat, dengan suhu sejuk di tempat kering. Jika aspartam sudah dalam

pat ditingkatkan dengan penambahan

menurut Rowe (2009) memiliki nama

)n danbobot molekul

memiliki beberapa sinonim

Vivapur. Bahan ini

putih, tidak berwarna, terasa hambar, dan bentuk partikel

(Rowe dkk., 2009)

biasanya digunakan dengan konsentrasi

si pada formulasi sediaan

tablet dan kapsul. Dalam penggunaannya, bahan ini juga memiliki sifat

sebagai pelicin dan penghancur sehingga sangat berguna dalam formulasi

dapat digunakan baik pada metode kempa

ranulasi basah. Microcrystalline cellulose stabil walaupun

bersifat higroskopis, namun harus disimpan pada wadah yang tertutup rapat,

g. PEG­4000

Polyethylene glycol (PEG) menurut Rowe (2009) memiliki nama

kimia a-Hydro

HOCH2(CH2OCH

oxyethylene. PEG memiliki beberapa sinonim seperti

Lutrol E, macrogola, PEG, Pluriol E dan polyoxyethylene glycol.

beberapa tipe dari PEG, yaitu PEG 200, PEG 300, PEG 4000, PEG 4600,

PEG 6000, dan PEG 8000 dimana angka tersebut menunjukkan rata

berat molekul dari polimer tersebut.

PEG dengan angka 200

kekuningan, sedikit berbau dan terasa pahit. PEG dengan angka diatas 1000

berbentuk padat, berwarna putih, sedikit berbau dan terasa manis. Semakin

tinggi angka dari PEG tersebut, semakin tinggi konsistensinya. Penggunaan

PEG dibidang farmasi sangatlah luas, mulai dari sediaan parenteral, oral,

opthalmic, dan rektal.

PEG dengan bobot molekul besar dapat meningkatkan efektifitas

pengikat tablet, namun aktifitasnya terbatas jika PEG digunakan sendiri.

Penggunaan PEG dengan konsentra

waktu disintegrasi

Polyethylene glycol (PEG) menurut Rowe (2009) memiliki nama

o-o-hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyldengan rumus molekul

OCH2)mCH2OH dimana m merupakan rerata nomor grup

PEG memiliki beberapa sinonim seperti Carbowax, Lipoxol,

Lutrol E, macrogola, PEG, Pluriol E dan polyoxyethylene glycol.

beberapa tipe dari PEG, yaitu PEG 200, PEG 300, PEG 4000, PEG 4600,

PEG 6000, dan PEG 8000 dimana angka tersebut menunjukkan rata

berat molekul dari polimer tersebut.

Gambar 11. Stuktur kimia PEG (Rowe dkk., 2009)

PEG dengan angka 200­600 berbentuk cair, tidak berwarna atau

kekuningan, sedikit berbau dan terasa pahit. PEG dengan angka diatas 1000

berbentuk padat, berwarna putih, sedikit berbau dan terasa manis. Semakin

tinggi angka dari PEG tersebut, semakin tinggi konsistensinya. Penggunaan

idang farmasi sangatlah luas, mulai dari sediaan parenteral, oral,

dan rektal.

PEG dengan bobot molekul besar dapat meningkatkan efektifitas

pengikat tablet, namun aktifitasnya terbatas jika PEG digunakan sendiri.

Penggunaan PEG dengan konsentrasi lebih dari 5% b/b dapat memperlama

waktu disintegrasi dari tablet. PEG stabil di udara dan dalam larutan.

21

Polyethylene glycol (PEG) menurut Rowe (2009) memiliki nama

dengan rumus molekul

OH dimana m merupakan rerata nomor grup

Carbowax, Lipoxol,

Lutrol E, macrogola, PEG, Pluriol E dan polyoxyethylene glycol. Terdapat

beberapa tipe dari PEG, yaitu PEG 200, PEG 300, PEG 4000, PEG 4600,

PEG 6000, dan PEG 8000 dimana angka tersebut menunjukkan rata­rata

Gambar 11. Stuktur kimia PEG (Rowe dkk., 2009)

cair, tidak berwarna atau

kekuningan, sedikit berbau dan terasa pahit. PEG dengan angka diatas 1000

berbentuk padat, berwarna putih, sedikit berbau dan terasa manis. Semakin

tinggi angka dari PEG tersebut, semakin tinggi konsistensinya. Penggunaan

idang farmasi sangatlah luas, mulai dari sediaan parenteral, oral,

PEG dengan bobot molekul besar dapat meningkatkan efektifitas

pengikat tablet, namun aktifitasnya terbatas jika PEG digunakan sendiri.

si lebih dari 5% b/b dapat memperlama

dan dalam larutan.

22

Meskipun PEG 200 bersifat higroskopis namun tidak ditumbuhi mikroba

dan tidak tengik. PEG harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, tempat

yang kering dan sejuk.

E. LANDASAN TEORI

Natrium diklofenak merupakan obat golongan NSAID yang banyak

digunakan dalam pengobatan rheumatoid arthritis (Craig dan Stitzel, 1997).

Dengan dibuatnya natrium diklofenak dalam sediaan FDT akan memberikan

kemudahan dalam penggunaan serta aksi yang cepat dan biovailibilitas yang tinggi

(Rangole dkk., 2008). Metode yang digunakan dalam pembuatan FDT adalah

metode kempa langsung. Salah satu cara untuk menghasilkan FDT yang memenuhi

kriteria adalah dengan digunakannya kombinasi superdisintegrant.

Ac­Di­Sol® menurut Rowe (2009) mempunyai mekanisme ganda yaitu

penyerapan air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling).

Mekanisme pembengkakan dari Ac­Di­Sol® adalah yang paling dominan bila

dibandingkan dengan pembasahannya. Ac­Di­Sol® biasa digunakan dalam

konsentrasi 2­5% b/b, 2% untuk metode kempa langusung dan 3 % untuk metode

granulasi basah. Bila Ac­Di­Sol® digunakan lebih pada konsentrasi lebih dari 8%

b/b, akan menyebabkan naiknya waktu disintegrasi dikarenakan pembentukan gel.

Crospovidone menurut Rowe (2009) biasa digunakan dalam formulasi

sediaan tablet sebagai bahan penghancur dengan konsentrasi 2­5% b/b untuk

metode granulasi basah, kering dan kempa langsung. Merupakan bahan yang sangat

hidrofilik, dengan cepat terdispersi dan mengembang saat kontak dengan air tanpa

23

menimbulkan efek pembentukan gel. Bentuk struktur yang sangat berpori dari

crospovidone akan mempercepat waktu disintegrasi, karena air akan dengan cepat

masuk ke dalam tablet dan menaikkan kecepatan pembasahan tablet (Mohamed

dkk., 2012). Crospovidone juga sangat dianjurkan pemakaiannya pada obat­obat

analgesik, seperti natrium diklofenak, asam mefenamat dan parasetamol. Bahan ini

juga dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat­obat yang kelarutannya

buruk, dengan teknik co-evaporation.

Mekanisme dari Ac­Di­Sol®dan crospovidone saling melengkapi, dimana

crospovidone membuat tablet cepat terbasahi, sedangkan Ac­Di­Sol® menyebabkan

tablet cepat terdisintegrasi.Kombinasi Ac­Di­Sol®-crospovidone dengan proporsi

kadar crospovidone yang lebih besardapat memperbaiki sifat fisik dan kecepatan

disolusi dari FDT(Kayastha dkk., 2011).

F. HIPOTESIS

1. Penggunaan kombinasi superdisintegrant Ac­Di­Sol®-crospovidoneakan

menurunkan respon kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu

pembasahan, rasio absorpsi air dan menaikkan kecepatan disolusi pada sediaan

FDT natrium diklofenak.

2. Kombinasi Ac­Di­Sol®-crospovidone1:3 diperkirakan mampu memberikan

respon sifat fisik yang optimum pada FDT natrium diklofenak.