laporan grand design dan roadmap akhir ......laporan akhir grand design dan roadmap pengembangan...

91
Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan) Pembangunan Perdesaan Beberapa permasalahan terkait pembangunan perdesaan selama RPJMN III (Tahun 2015-2019) antara lain: 1) Urbanisasi dan Kesenjangan Desa-Kota Tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 2,18% pertahun lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1% pertahun. Sedangkan pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar 0,64% pertahun. Bagan 1.1: Urbanisasi dan Kesenjangan Desa-Kota 2) Menurunnya Pertumbuhan Perekonomian di Wilayah Perdesaan Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten menunjukkan penurunan yang besar dari tahun ke tahun dibandingkan dengan laju PDRB Kota. Bagan 1.2: Urbanisasi dan Kesenjangan Desa-Kota 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Persentase (%) Tahun Perkotaan Perdesaan

Upload: others

Post on 13-Aug-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Isu (Permasalahan) Pembangunan Perdesaan

Beberapa permasalahan terkait pembangunan perdesaan selama RPJMN III (Tahun

2015-2019) antara lain:

1) Urbanisasi dan Kesenjangan Desa-Kota

Tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 2,18% pertahun lebih tinggi

dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1% pertahun. Sedangkan

pertumbuhan penduduk di perdesaan menurun sebesar 0,64% pertahun.

Bagan 1.1: Urbanisasi dan Kesenjangan Desa-Kota

2) Menurunnya Pertumbuhan Perekonomian di Wilayah Perdesaan

Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten menunjukkan penurunan yang besar dari

tahun ke tahun dibandingkan dengan laju PDRB Kota.

Bagan 1.2: Urbanisasi dan Kesenjangan Desa-Kota

0,00

10,00

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

2010 2015 2020 2025 2030 2035

Pe

rse

nta

se (

%)

Tahun

Perkotaan Perdesaan

Page 2: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 2

3) Pergeseran Tenaga Kerja Sektor Pertanian

4) Pertambahan Jumlah Desa dan Menurunnya Areal Persawahan

a) Pertambahan Jumlah Desa Tertinggal;

b) Sebaran Kawasan Perdesaan Tertinggal Dominan Secara Nasional;

c) Sebaran Lokasi Desa-Desa Tertinggal di Daerah Tertinggal.

5) Kemiskinan, pengangguran, dan kerentanan ekonomi masyarakat desa

a) Masih tingginya angka kemiskinan di perdesaan;

b) Berkurangnya lahan usaha untuk kemandirian pangan.

6) Keterbatasan ketersediaan pelayanan umum dan pelayanan dasar minimum

a) Rendahnya pelayanan pendidikan dasar-menengah di perdesaan;

b) Rendahnya pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat perdesaan;

c) Rendahnya pelayanan sanitasi dan air bersih di perdesaan.

7) Masih rendahnya keberdayaan masyarakat perdesaan

Masih rendahnya keberdayaan masyarakat perdesaan dalam partisipasi ekonomi,

partisipasi publik, partisipasi politik.

8) Belum optimalnya tata kelola desa dan peran kelembagaan desa dalam perencanaan dan

pembangunan desa

Page 3: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 3

a) Belum siapnya kapasitas pemerintah desa, lembaga-lembaga desa, dan lembaga-

lembaga kemasyarakatan;

b) Belum memadainya data desa riil yang dapat digunakan sebagai dasar dalam

menyusun perencanaan dan pembangunan desa.

9) Belum optimalnya penataan ruang kawasan perdesaan, pengelolaan sumberdaya alam

dan lingkungan hidup:

a) Tingginya kerusakan lingkungan akibat kegiatan pencemaran, pembakaran, dan

sampah laut;

b) Masih tingginya perambahan dan alih fungsi kawasan pertanian menjadi kawasan

non-pertanian;

c) Kerentanan perdesaan terhadap bencana dan perubahan iklim.

10) Keterbatasan ketersediaan infrastruktur dalam membuka keterisolasian daerah

perdesaan dan mendorong keterkaitan Desa-Kota.

a) Masih belum optimalnya pelayanan sarana dan prasarana transportasi dan

telekomunikasi termasuk ketersediaan jalan poros desa, jalan produksi, moda

transportasi, serta jembatan penghubung antardesa dan antara desa dengan pusat

pertumbuhan terdekat;

b) Ketersediaan dan pelayanan prasarana energi khususnya dalam hal pemenuhan

elektrifikasi perdesaan masih belum optimal;

c) Masih belum optimalnya penyediaan sarana dan prasarana pengolahan dan

pemasaran dalam menunjang kegiatan agribisnis dan industrialisasi di perdesaan.

1.2. Regulasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan

Setelah hampir 70 Tahun (1945 sd 2014), kita memiliki regulasi sendiri terkait

pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan sejak Tahun 2014.

Oleh karena itu, dengan lahirnya regulasi terkait dengan Desa secara bersamaan pada

Tahun 2014 ini, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014

tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Keuangan Desa,

maka kehadiran regulasi ini perlu mendapatkan sambutan yang positif bersama masyarakat

Indonesia karena pembangunan Desa menapaki babak baru dan diharapkan dapat membawa

paradigma baru dalam pembangunan, mampu mengubah cara pandang pembangunan,

bahwa kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi tidak selamanya berada di kota atau

perkotaan, tetapi dalam membangun Indonesia haruslah dimulai dari Desa.

Namun, sebenarnya pengaturan tentang Desa sudah diamanatkan dalam UUD 1945

Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-

undang”.

Page 4: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 4

Mengacu kepada rumusan Pasal 18B ayat (2) tersebut, maka UU tentang Desa

memberikan pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagai Desa atau yang

disebut dengan nama lain yang telah ada sebelum NKRI terbentuk.

Sebagai bukti keberadaanya, Penjelasan Pasal 18 UUD RI Tahun 1945 (sebelum

perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang

250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti Desa di Jawa

dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, sebagainya. Daerah itu

mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang

bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah

istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan

mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap

diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam NKRI”.

Melalui keberadaan Desa yang menjadi bagian dari wilayah pemerintahan daerah

kabupaten/kota, maka Desa melaksanakan fungsi pemerintahan dengan mengacu pada

ketentuan Pasal 18 ayat (7) bahwa Desa melaksanakan fungsi pemerintahan, baik

berdasarkan kewenangan asli yang dimiliki oleh Desa, maupun kewenangan yang

ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dengan

demikian, UU ini disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu

pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal 18B ayat (2)

dan Pasal 18 ayat (7), dengan konstruksi menggabungkan fungsi ‘self-governing

community dengan local self government’ sedemikian rupa, sehingga landasan

konstitusional ini akan menjadi dasar yang kokoh bagi masa depan Desa di Indonesia.

Oleh sebab itu, kedepannya Desa dapat melakukan perubahan wajah Desa dan tata

kelola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, pelaksanaan pembangunan yang

berdayaguna, serta pembinaan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di wilayahnya.

Bagan 1.4: Proses Kelahiran Regulasi tentang Desa dan Kawasan Perdesaan

PP 72 TH 2005 TTG DESA UU NO. 6 TH 2014 TTG DESA

Naik Kelas

UU NO. 5 TAHUN 1979

PP No. 76 TAHUN 2001

PENYUSUTAN OTONOMI DESA

EKSPANSI OTONOMI DAERAH

UU NO. 22 TAHUN 1999

UU NO. 32 TAHUN

2004

UU NO. 19 TAHUN 1965

Turun Ranjang

Siuman setelah tidur panjang

Page 5: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 5

1.3. Kegiatan Percepatan Pembangunan Kawasan Perdesaan Terpadu

Salah satu program/kegiatan untuk mendukung program percepatan pembangunan

daerah tertinggal selama RPJMN II (2010-2014) yaitu program Percepatan Pembangunan

Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) dan atau PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus

(PNPM DTK) dan kegiatan Percepatan Pembangunan Kawasan Perdesaan Terpadu

(P2KPT) atau lebih dikenal juga dengan Bedah Desa.

Program P2DTK dan P2KPT sebagai salah satu instrumen utama Kementerian

Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) dalam melakukan koordinasi dan sinkronisasi

guna mempercepat pembangunan daerah tertinggal. Pelaksanaan P2KPT dengan

pendekatan kewilayahan memerlukan integrasi, sinergi dan harmonisasi antar sektor terkait

agar dapat berfungsi lebih efektif dan efisien. P2DTK diinisiasi tahun 2005 dan dan

dilaksanakan sejak tahun 2006-2012, sedangkan P2KPT diinisiasi tahun 2010 dan

dilaksanakan sejak tahun 2011-2014 ini.

Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat isu strategis yang belum terpecahkan

dalam pelaksanaan kegiatan percepatan pembangunan kawasan perdesaan selama ini

terutama terkait antara lain:

1) Belum terlaksananya sinergi lokus dan fokus terutama dengan kegiatan internal di

lingkungan KPDT yang sifatnya sektoral terutama kegiatan (produk unggulan

kabupaten sehinggaa menyebabkan pelaksanaan kegiatan pembangunan kawasan

perdesaan berjalan dengan kaki sebelah (tidak sempurna) dimana pada akhirnya

hasil yang didapatkan belum optimal;

2) Belum semua lokasi kawasan perdesaan memiliki Rencana Induk Kawasan

Perdesaan Terpadu (Masterplan), Rencana Aksi dan Rencana Investasi sehingga

kegiatan yang dilaksanakan pada kawasan perdesaan belum terarah.

3) Dengan telah disahkannya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang

Desa, dimana salah satu isi pasalnya adalah terkait dengan pembangunan kawasan

perdesaan sehingga perlu segera ditindalanjuti dengan dokumen operasionalnya.

4) Disamping itu, Asisten Deputi Urusan Perdesaan sendiri sampai saat ini belum

memiliki grand design dan roadmap untuk menjadi acuan bagi daerah dalam

Page 6: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 6

membuat grand strategy dan rencana aksi daerah untuk pengembangan kawasan

perdesaan di daerahnya.

Oleh Karena itu, dalam rangka untuk dapat memberikan arah bagi percepatan

pembangunan kawasan perdesaan kedepannya, maka perlu melakukan penyusunan Grand

Design dan Roadmap Pengembangan Kawasan Perdesaan untuk Tahun 2015-2019.

1.4. Maksud dan Tujuan

1) Maksud kegiatan ini adalah untuk:

a) Menjalankan satu bentuk pelaksanaan tata kelola kebijakan organisasi

kementerian/lembaga yang baik, dengan senantiasa melakukan penyusunan

rencana pembangunan;

b) Mendapatkan masukan atas grand design dan roadmap yang disusun dari

pihak-pihak di tingkat pusat terutama kementerian/ lembaga terkait;

c) Memperoleh bahan pertimbangan dalam menentukan pengembangan kawasan

perdesaan dan keberlanjutan program/kegiatan yang telah dilaksanakan

maupun yang akan dilaksanakan.

2) Tujuan kegiatan ini adalah untuk :

a) Menentukan berbagai faktor atau variabel yang penting dikembangkan

sebagai indikator kinerja (prasyarat) untuk pengembangan kawasan

perdesaan;

b) Mendapatkan diskripsi atas grand design dan roadmap pengembangan

kawasan perdesaan untuk RPJMN III (2015-2019).

1.5. Sasaran

Sasaran dari kegiatan ini:

1) Tersusunnya hasil identifikasi berbagai faktor atau variabel yang penting untuk

dikembangkan sebagai indikator kinerja (prasyarat) pengembangan kawasan

perdesaan;

2) Adanya hasil grand design pengembangan kawasan perdesaan untuk kebutuhan

kedepannya dalam RPJMN III (2015-2019);

3) Adanya hasil roadmap pengembangan kawasan perdesaan untuk kebutuhan

kedepannya dalam RPJMN III (2015-2019);

4) Adanya hasil analisis atas kebijakan terkait pengembangan kawasan perdesaan

yang lebih efektif; dan

5) Rekomendasi kebijakan atas pengembangan kawasan perdesaan dan tindaklanjut

Page 7: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 7

yang dilakukan pemerintah daerah dalam mengembangkan setiap kawasan

perdesaan untuk tahun 2015-2019.

Page 8: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 8

BAB II

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

Dalam melaksanakan penyusunan Grand Design dan Roadmap Pengembangan

Kawasan Perdesaan (GDRM-PKP) Tahun 2015-2019 ini diperlukan penggunaaan

pendekatan dan dan metodologi yang tepat. Ketepatan memilih pendekatan dan metodologi

ini merupakan hal yang sangat penting untuk kesempurnaan penyusunannya.

2.1. Tahap Persiapan

Tahapan persiapan merupakan bagian awal rangkaian proses kegiatan dalam

penyusunan GDRM-PKP Tahun 2015-2019.

Dalam tahapan ini terdapat beberapa kegiatan yang dilaksanakan, antara lain :

1) Koordinasi, diskusi dan sinkronisasi dengan pengembail kebijakan di Keasdepan

Urusan Perdesaan, KPDT dalam rangka menyamakan persepsi tentang

penyusunan GDRM-PKP Tahun 2015-2019;

2) Penyusunan jadwal pelaksanaan kegiatan GDRM-PKP Tahun 2015-2019;

3) Identifikasi kebutuhan informasi dan data yang dibutuhkan untuk penyusunan

GDRM-PKP Tahun 2015-2019.

4) Desk study berbagai dokumen yang berkaitan dengan kebijakan, data ataupun

informasi yang berkaitan dengan penyusunan GDRM-PKP Tahun 2015-2019

terutama hasil pelaksanaan kegiatan/program pada Keasdepan Urusan Perdesaan,

KPDT.

2.2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelakasanaan ini, yang dilakukan adalah penyusunan instrumen GDRM-

PKP Tahun 2015-2019. Hal ini sangat penting dilakukan karena akan menentukan hasil

berikutnya.

Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini secara detail, sebagai berikut:

1) Mempelajari Term of Return (TOR)

TOR ini sangat penting artinya sebagai acuan dalam pelaksanaan studi lapang, apa

tujuan dan hasil yang diharapkan sehingga harus dituangkan secara jelas di dalam

TOR ini.

Page 9: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 9

2) Penyusunan Kuisioner

Kuistioner ini merupakan salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan studi

lapang, karena dengan kuistioner yang tepat maka akan diperoleh informasi yang

jelas dan akurat. Begitu juga sebaliknya apabila kuistioner yang disusun tidak

sesuai dengan TOR studi lapang, maka data yang diperoleh pun juga akan bias.

3) Penyusunan Panduan Studi Lapang.

Panduan studi lapang merupakan instrumen pendukung untuk memandu pihak-

pihak yang akan ikut dalam studi lapangan. Apa dan bagaimana caranya, semuanya

tertuang didalam panduan tersebut;

4) Panduan wawancara mendalam.

Disamping kuistioner untuk menjaring pertanyaan kepada responden kategori

umum, masih ada lagi instrumen berupa panduan wawancara mendalam yang

dimaksudkan untuk menjadi pedoman melakukan wawancara mendalam kepada

reponden yang terpilih.

5) Tabulasi dan Pengolahan Informasi - Data,

Merupakan kegiatan tabulasi data hasil studi, dilanjutkan pengolahan data yang

berupa analisis kualitatif maupun kuantitatif jika diperlukan. Analisis ini dilakukan

agar diperoleh informasi dan data-data jelas dan akurat dalam kegiatan

penyususnan GDRM-PKP Tahun 2015-2019.

2.3. Metode Penggalian dan Analisis Data

2.3.1. Analisis Participatory Rural Appraisal

Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan metode yang mendorong

masyarakat untuk turut serta meningkatkan pengetahuan dan menganalisa kondisi mereka

sendiri, wilayahnya sendiri yang berhubungan dengan hidup mereka sehari-hari agar dapat

membuat rencana dan tidakan yang harus dilakukan, dengan cara pendekatan berkumpul

bersama. Berikut ini, ada 11 (sebelas) prinsip metode PRA yang aplikasinya akan

disesuaikan dengan kondisi masyarakat di lokasi studi, antara lain:

1) Mengutamakan Yang Terabaikan

Prinsip ini memiliki makna keberpihakan terhadap masyarakat yang terabaikan,

termarjinalisasikan, mungkin tertindas atau terlindas oleh struktur. Sekelompok

masyarakat seperti ini tidak boleh diabaikan oleh sekelompok masyarakat yang

lain.

Page 10: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 10

2) Penguatan Masyarakat

Penguatan masyarakat memiliki makna bahwa masyarakat memiliki kemampuan

tidak hanya ekonomi, akan tetapi juga sosial politik. Artinya, kekuatan ekonomi

memungkinkan masyarakat tidak tergantung dengan orang luar, sedang

kemampuan sosial politik memungkinkan masyarakat mampu membela haknya.

3) Masyarakat sebagai pelaku, Orang Luar sebagai Fasilitator

Posisi orang luar hanya sebagai fasilitator, artinya mereka mendorong proses

perubahan secara partisipatif yang bersumber dari dalam diri masyarakat itu

sendiri. Ada kalanya seorang fasilitator juga menjadi mediator terhadap kejadian

konflik yang berlangsung dalam masyarakat. Peran fasilitator sebagai motivator

adalah untuk mendorong semangat masyarakat untuk bekerja sama karena ada

pengakuan eksistensi dari orang luar

4) Saling Berlajar dan Menghargai Perbedaan

Prinsip ini lebih mengutamakan hubungan antar orang luar yang berperan sebagai

fasilitator dengan kelompok masyarakat yang difasilitasinya.

5) Santai dan informal

Kegiatan yang dilakukan, baik oleh orang luar yang bekerja sama dengan

masyarakat setempat maupun antar masyarakat setempat adalah memerlukan

situasi santai, tidak formal, luwes dan fleksibel.

6) Trianggulasi.

Prinsip ini lebih berhubungan dengan perolehan informasi. Adakalanya informasi

yang dikemukakan oleh individu ada kemungkinan tidak dibenarkan menurut

kelompok, dan ada kemungkinan juga informasi yang diberikan kelompok tidak

cocok dengan realitas. Oleh sebab itu, prinsip trianggulasi merupakan tidakan

untuk mengontrol sumber informasi tersebut.

7) Optimalisasi Hasil

Optimalisasi hasil sangat berkaitan dengan informsi yang dikumpulkannya.

Karena banyaknya informasi yang dikumpulkan, seringkali informasi itu sulit

dianalisis. Oleh sebab itu, dalam hal seperti ini maka para pemandu atau fasilitator

perlu mengajak mereka untuk mengklasifikasikan secara bersama sama informasi

yang telah diperolehnya.

8) Orientasi Praktis

Artinya bahwa program dan kegiatan yang dikembangkan dengan metode PRA ini

lebih berorientasi pada pemecahan masalah secara praktis.

9) Keberlanjutan

Page 11: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 11

Dalam kehidupan masyarakat masalah ekonomi itu berkembang terus, artinya

selama manusia itu ada maka masalah tidak pernah akan selesai. Oleh karenannya,

program dan kegiatan yang dirancang oleh masyarakat untuk memecahkan

persoalan mereka lebih untuk berkesinambungan dan memungkinkan

mengantisipasi munculnya masalah dikemudian hari.

10) Belajar dari kesalahan

Dalam PRA kesalahan itu wajar dan sangat manusiawi. Oleh sebab itu,

perencanaan program dan kegiatan jangan terlalu sulit sehingga masyarakat tidak

mampu memenuhinya. Dalam menyusun kegiatan bukan juga hal yang bersifat

coba-coba, akan tetapi telah mempertimbangkan banyak hal termasuk tentang

kesalahan.

11) Terbuka

Dalam PRA sangat memungkinkan terjadi ketidaksempurnaan hasilnya. Oleh

sebab itu, keterbukaan atas tanggapan orang lain terhadap kegiatan PRA ini sangat

positif sebab disadari bahwa disetiap metode tidak pernah ada yang dilaksanakan

secara sempurna.

Adapun dalam pelaksanaan PRA terbagi dalam beberapa tahapan yang meliputi

tahapan-tahapan dalam pengembangan program dan kegiatan, mulai dari identifikasi

masalah dan kebutuhan, pencarian alternatif kegiatan, pemilihan alternatif kegiatan,

pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan, serta pemantauan dan evaluasi program/

kegiatan.

Secara operasional, metodologi tersebut dapat memberikan akomodasi efektif terhadap

muatan teknis seperti berikut:

1) Interaksi dan brainstorming dengan pemangku kepentingan di tingkat lokal atau

masyarakat basis;

2) Pengendalian terhadap kualitas data studi dilakukan dengan proses trianggulasi,

yang dilakukan selama proses penggalian dan pelaksanaan kajian dilakukan;

3) Insitu review melalui teknik FGD (Focus Group Discussion) pada forum

workshop di masing-masing lokasi; dan

4) Diagnosis melalui testimonial dan simulation practice sebagai pendekatan

scenario pilot project dalam dengan fokus pada pengujian konsep integrasi

program berbasis pemberdayaan dalam konteks lokal.

Dengan memastikan kegiatan penyusunan GDRM-PKP Tahun 2015-2019 dalam

kerangka metodologi di atas, maka dapat dikontrol hasil yang diharapkan, seperti berikut:

1) Inventarisasi program/kegiatan berbasis pemberdayaan masyarakat dan

kewilayahan yang dilaksanakan oleh Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah

maupun lembaga lain terkait;

Page 12: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 12

2) Identifikasi dan menghimpun pembelajaran terbaik (lesson learned) dan praktek

terbaik (good practices) yang dapat dijadikan pengetahuan baru (knowledge

management) sebagai bahan rujukan merumuskan dukungan kebijakan dan atau

regulasi, seperti peraturan daerah tentang pembangunan partisipatif dan integrasi

perencanaan pembangunan, dan sebagainya;

3) Kerangka umum peta perjalanan (roadmap) dan identifikasi faktor-faktor

determinan arah kelanjutan kegiatan/program pengebmagan perdesaan dan

kawasan perdesaan ke depannya;

4) Dukungan kebijakan dan regulasi untuk efektivitas dan pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan berbasis masyarakat, maupun penyempurnaan

kebijakan untuk mendorong prioritas yang sudah ditetapkan.

2.3.2. Penentuan Sampel, Instrumen dan Pengendalian terhadap Kualitas Data

Studi

Pengendalian terhadap kualitas data merupakan agenda penting bagi untuk

memastikan bahwa kegiatan pengambilan data di lapangan dan analisis yang digunakan

mampu menjabarkan berbagai potensi, peluang, tantangan dan kelemahan dari realitas

kondisi kelembagaan masyarakat. Hal yang paling esensi justru pada proses pengambilan

data, dimana akurasi data akan sangat tergantung pada tepatnya dalam penentuan responden

atau informan. Strategi lain proses penggalian data dilakukan dengan menggunakan focus

group discussion (FGD) setelah terlebih dahulu dilakukan pemetaan terhadap berbagai

pelaku-pelaku program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan dan

pembangunan perdesaan berbasis kawasan perdesaan.

Metode penentuan sampel atau informan dalam pengumpulan data perlu didisain,

sehingga setiap komponen pertanyaan yang ada dalam daftar pertanyaan agar dapat dijawab

oleh responden atau informan yang tepat penguasaannya atas data yang dibutuhkan tersebut.

Setidaknya mencakup 3 sumber data, yaitu: sumber data sekunder, sumber data primer, serta

sumber data dokumenter. Dengan adanya keragaman sumber data tersebut, maka perlu

mengembangkan teknis pengumpulan data sesuai dengan sumber data dimaksudkan.

2.3.3. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi dan data yang lebih

rinci, dan tidak dapat tergali dari data‐data sekunder yang ada. Wawancara mendalam juga

dimaksudkan untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut terhadap fenomena yang terdapat

dalam data primer dan sekunder maupun informasi untuk aspek‐aspek kualitatif yang tidak

dapat tersajikan secara kuantitatif melalui data. Wawancara mendalam akan difokuskan

lebih dulu untuk pennggalian aspek‐aspek kualitatif tertutama untuk isu‐isu sosial, budaya,

kemasyarakatan, pemerintahan dan politik lokal. Wawancara mendalam akan dilakukan

terhadap beberapa narasumber informasi yang berasal dari kalangan pemerintah, non

pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah (kabupaten, kecamatan, desa) dan

masyarakat sendiri. Narasumber dari kalangan pemerintah berasal dari institusi perencanaan

daerah dan instansi teknis yang relevan.

Page 13: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 13

Sementara narasumber dari luar pemerintah terutama berasal dari pakar yang berasal

dari perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM)

serta masyarakat akan dipilih secara teliti agar dapat memberikan informasi yang

dibutuhkan untuk keperluan penyusunan GDRM-PKP Tahun 2015-2019. Wawancara

mendalam akan dilakukan dengan menggunakan bantuan intrumen dalam bentuk panduan

pertanyaan mendalam (guideline questionaire) yang akan menjadi acuan dalam menggali

informasi melalui wawancara. Berbeda dengan instrumen kuestioner yang biasa digunakan

dalam survei, guideline questioner hanya memuat beberapa point pertanyaan penting dan

arah penggalian informasi yang akan dieksplorasi melalui wawancara. Pelaksanaan

wawancara diharapkan dapat mengembangkan poin pertanyaan tersebut, melakukan

pendalaman dan eksplorasi lebih dalam atas informasi yang digali. Oleh karena itu, dalam

wawancara mendalam sangat disarankan dilakukan langsung riset (tidak menggunakann

surveyor/enumerator) sehingga lebih mengetahui informasi yang akan digali disesuaikan

dengan tujuan yang dilakukan. Berdasarkan hasil dari analisis kualitatif ini kemudian

diangkat menjadi isu‐isu strategis dan permasalahan daerah untuk kebutuhan perencanaan

pembangunan ke depannya.

2.3.4. Penyepahaman Metode Penggalian Data, Penentuan atau Informan dalam

Pengumpulan Data

Salah satu inovasi terpenting untuk mendukung capaian output pekerjaan yang

telah digariskan adalah menggunakan pendekatan dari berbagai karakterisktik keberadaan

program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemeberdayaan masyarakat dan

pembangunan perdesaan berbais kawasan perdesaan. Kerangka pendekatan ini diterapkan

dalam rangka memastikan kualitas penyusunan rekomendasi dan tindak lanjut dapat

memenuhi azas kualitas.

Metode penentuan sampel atau informan dalam pengumpulan data perlu didisain,

sehingga setiap komponen pertanyaan yang ada dalam daftar pertanyaan agar dapat dijawab

dan ditemukan sintesa oleh responden atau informan yang tepat penguasaannya atas data

yang dibutuhkan tersebut.

Oleh karena itu, setidaknya mencakup 3 (tiga) sumber data, yaitu: sumber data primer

termasuk sumber data documenter dan sumber data sekunder. Adanya keragaman sumber

data tersebut, sehingga perlu mengembangkan teknis pengumpulan data sesuai dengan

sumber data dimaksudkan.

2.3.5. Penggunaan Metode Trianggulasi dalam Proses Pengolahan Data

Metode trianggulasi penting direkomendasikan dalam proses pengolahan data,

sehingga memberikan hasil berupa kualitas data yang baik. Data yang diperoleh

disingkronkan dengan informasi dari pihak lain sehingga diperoleh data yang obyektif dan

berkualitas.

Metode ini dilakukan dengan cara memberikan ruang kegiatan untuk hal-hal berikut

ini:

Page 14: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 14

1) Terlibat dalam pentabulasian data, sehingga data yang telah digali dari lapangan,

dilakukan validasi data yaitu mengecek apakah seluruh item pertanyaan diisi atau

belum. Dan apakah seluruh data yang ada diisi dengan data yang valid;

2) Terlibat dalam proses input data tabulasi ke dalam data base, sehingga data telah

lengkap dan akurat.

2.3.6. Penyepahaman Metode Analisis Data

Metode analisis data perlu dituangkan dalam standar analisis, agar penyusunan

GDRM-PKP Tahun 2015-2019 yang dihasilkan dapat dijadikan panduan yang berkualitas.

Metode analisis kualitatif merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi berbagai gejala

yang diaktualisasikan dari data-data yang ada. Dengan analisis kualitatif seperti ini akan

diperoleh berbagai hubungan antara indikator satu dengan lainnya secara utuh guna

menunjang data dan analisis kuantitatif yang telah dihasilkan.

2.4. Indikator Output

Indikator kualitas keluaran ini perlu dirumuskan agar ada pemahaman yang sama

tentang keluaran dari kegiatan penyusunan GDRM-PKP Tahun 2015-2019 ini.

Page 15: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 15

BAB III

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM

MENDUKUNG PEMBANGUNAN KAWASAN

PERDESAAN

3.1 Pengertian Grand Desain dan Roadmap

Pengertian GRAND DESIGN, terdiri atas 2 kata yakni: Grand, yang berarti hal yang

paling penting, besar, menjadi induk dan Design yang berarti suatu skema pengaturan

(sinonim dari designing), sesuatu yang ditujukan sebagai pedoman untuk melaksanakan

sesuatu lainnya (sinonim dari blueprint), suatu anticipated outcome yang ingin dicapai

(sinonim dari aim).

Secara praktikal, maka GRAND DESIGN kerap diterjemahkan/ diimplementasikan

sebagai RENCANA INDUK atau KERANGKA UTAMA. Sebagai sebuah rencana induk

maka GRAND DESIGN merujuk pada dokumen pembangunan Nasional serta memuat visi,

arah kebijakan, visi dan misi, tujuan dan sasaran, sasaran 5 tahunan (ROADMAP);

1) RENCANA INDUK ini bertujuan untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan

selama kurun waktu tertentu secara efektif, efisien terukur, konsisten, terintegrasi,

melembaga dan berkelanjutan.

2) Sebagai KERANGKA UTAMA maka GRAND DESIGN merupakan gambaran

umum secara menyeluruh tentang program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh

Kementerian Negara/Lembaga (K/L) dan dimaksudkan untuk memberikan arah

kebijakan dan keterkaitan antara kegiatan, sub kegiatan dengan program-program

yang telah ditetapkan. Memberi arah kebijakan, pedoman K/L dalam perencanaan

pembangunan, rujukan penyusunan roadmap merupakan sejumlah ciri grand design

yang telah berjalan selama ini.

3) Sedangkan ROADMAP atau peta jalan adalah rencana kerja rinci yang

menggambarkan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Roadmap

umumnya disusun sebagai bagian dari rencana strategis. Substansi penulisannya

dapat terdiri dari:

a) Keadaan saat ini (sebagai baseline);

b) Tujuan yang ingin dicapai;

c) Uraian tahap pelaksanaan untuk mencapai tujuan;

d) Sasaran dari setiap tahap; dan

e) Indikator pencapaian sasaran.

Page 16: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 16

ROADMAP dapat diterapkan untuk berbagai domain persoalan, seperti ekonomi,

kesehatan, transportasi, reformasi birokrasi, teknologi informasi, dan lain sebagainya

termasuk konsep kewilayahan seperti pembangunan kawasan perdesaan. Juga untuk

kehidupan kita di dunia ini. Apa tujuan hidup kita 5, 10, 25 tahun mendatang? Apa yang

harus kita lakukan untuk mencapai tujuan tersebut? Apa dan berapa banyak yang harus kita

capai setiap tahunnya? dsb..

3.2 Regulasi Pembangun Kawasan Perdesaan

Pada tahun 2014 ini, terdapat regulasi yang sangat penting sekali bagi pembangunan

desa dengan telah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang DESA

dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6

Tahun 2014 tentang Desa. Dalam regulasi (UU dan PP ) tersebut, salah satunya mengatur

terkait pembangunan kawasan perdesaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, pengertian pembangunan kawasan

perdesaan berdasarkan regulasidisebutkan dalam :

Pasal 83, disebutkan bahwa:

1) Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-

Desa dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota.

2) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan

meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat

Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif.

3) Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi:

a. Penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan kawasan

pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kota;

b. Pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

perdesaan;

c. Pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan

pengembangan teknologi tepat guna; dan

d. Pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap

pelayanan dan kegiatan ekonomi.

4) Rancangan pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah

Desa.

5) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

ditetapkan oleh Bupati/Walikota sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah.

Page 17: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 17

Pasal 84 disebutkan bahwa:

1) Pembangunan Kawasan Perdesaan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau pihak ketiga yang terkait dengan

pemanfaatan Aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.

2) Perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan Aset Desa untuk

pembangunan Kawasan Perdesaan merujuk pada hasil Musyawarah Desa.

3) Pengaturan lebih lanjut mengenai perencanaan, pelaksanaan pembangunan

Kawasan Perdesaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 85 disebutkan bahwa:

1) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui satuan kerja perangkat

daerah, Pemerintah Desa, dan/atau BUM Desa dengan mengikutsertakan

masyarakat Desa.

2) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan pihak ketiga wajib

mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta

mengikutsertakan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa.

3) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang berskala lokal Desa wajib diserahkan

pelaksanaannya kepada Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, pembangunan

kawasan perdesaan diatur dalam:

Pasal 123 dimana disebutkan bahwa:

1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar-Desa

yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas

pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui

pendekatan pembangunan partisipatif.

2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas:

a. Penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan secara partisipatif;

b. Pengembangan pusat pertumbuhan antar-Desa secara terpadu;

c. Penguatan kapasitas masyarakat;

d. Kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan

e. Pembangunan infrastruktur antarperdesaan.

Page 18: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 18

3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan kewenangan berdasarkan hak

asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa serta pengarusutamaan perdamaian

dan keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial dan lingkungan yang

merugikan sebagian dan/atau seluruh Desa di kawasan perdesaan.

Pasal 124, disebutkan bahwa:

1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123

dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh bupati/walikota.

2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan dengan

mekanisme:

a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai wilayah,

potensi ekonomi, mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa sebagai

usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan;

b. Usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan

disampaikan oleh kepala Desa kepada bupati/walikota;

c. Bupati/walikota melakukan kajian atas usulan untuk disesuaikan dengan

rencana dan program pembangunan kabupaten/kota; dan

d. Berdasarkan hasil kajian atas usulan, bupati/walikota menetapkan lokasi

pembangunan kawasan perdesaan dengan keputusan bupati/walikota.

3) Bupati/walikota dapat mengusulkan program pembangunan kawasan perdesaan di

lokasi yang telah ditetapkannya kepada gubernur dan kepada Pemerintah melalui

gubernur.

4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah dan

pemerintah daerah provinsi dibahas bersama pemerintah daerah kabupaten/kota

untuk ditetapkan sebagai program pembangunan kawasan perdesaan.

5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah

ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

perencanaan pembangunan nasional.

6) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari pemerintah daerah

provinsi ditetapkan oleh gubernur.

7) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari pemerintah daerah

kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota.

8) Bupati/walikota melakukan sosialisasi program pembangunan kawasan perdesaan

kepada Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan masyarakat.

9) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal Desa ditugaskan

pelaksanaannya kepada Desa.

Page 19: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 19

Pasal 125, disebutkan bahwa:

1) Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa dan tata ruang dalam

pembangunan kawasan perdesaan dilakukan berdasarkan hasil musyawarah Desa

yang selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.

2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset Desa dan tata ruang

Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa.

3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal:

a. Memberikan informasi mengenai rencana program dan kegiatan

pembangunan kawasan perdesaan;

b. Memfasilitasi musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati

pendayagunaan aset Desa dan tata ruang Desa; dan

c. Mengembangkan mekanisme penanganan perselisihan sosial.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

dalam Pasal 215 disebutkan bahwa:

1) Pembangunan kawasan perdesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau

pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.

2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Perda,

dengan memperhatikan:

a. Kepentingan masyarakat desa;

b. Kewenangan desa;

c. Kelancaran pelaksanaan investasi;

d. Kelestarian lingkungan hidup;

e. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.

Page 20: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 20

3.3 Penguatan Daya Saing Daerah1)

Setiap daerah ditantang untuk berbenah diri menghadapai era persaingan yang tidak

hanya bersifat lokal tetapi juga bersifat global. Persaingan ini menuntut setiap bangsa,

negara dan daerah untuk berbenah diri dengan memberi lingkungan paling kondusif bagi

pelaku bisnis dalam berusaha. Hal ini memerlukan strategi yang dirumuskan oleh segenap

komponen pembangunan daerah (pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk dapat unggul

baik di tingkat regional maupun internasional guna menunjukkan usaha yang paling

kompetitif, yang dikenal dengan istilah daya saing daerah.

Daya saing daerah juga lebih banyak diartikan sebagai suatu potensi yang bersifat

tunggal, sehingga dengan demikian tidak ada upaya pemahaman bagaimana kompleksitas

faktor-faktor yang membentuk daya saing daerah tersebut. Oleh karena itu, tidaklah

mengherankan apabila didalam pembicaraan mengenai daya saing daerah, opini yang

berkembang dapat menjadi sangat beragam dikarenakan masing-masing pihak, baik

individu atau pun lembaga melihatnya dari perspektif atau faktor yang berbeda.

Industri kluster sebagai kelompok industri atau konsentrasi antara perusahaan-

perusahaan yang saling terkait dan melakukan kerjasama. Dalam industri kluster ada dua

(2) elemen pokok, yaitu perusahaan yang ada dalam kluster harus saling berhubungan dan

berlokasi di suatu tempat yang saling berdekatan atau mudah dijangkau (kawasan industri).

Oleh karena itu, bagaimana nantinya daya saing daerah dapat memberikan dukungan

kekuatan terhadap kluster industri suatu daerah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain:

1) Kapasitas Pemerintah Daerah

Peran pemerintah daerah dan semua pemangku kepentingan (stakeholder)

pembangunan berperan dalam rangka untuk memperbaiki lingkungan usaha guna

mempengaruhi daya saing daerah. Agus (2003), mengemukakan bahwa

pemerintah sekarang dipacu segera mengimplementasikan industri klaster.

Persaingan dunia semakin ketat, menuntut daya saing yang semakin tinggi.

Masalahnya, negara dan daerah diperhadapkan pada kompetisi dan tantangan yang

sama, meski kemampuannya berbeda. Mau tidak mau, suatu negara dan daerah

dituntut untuk mempunyai keunggulan kompetitif dibandingkan negara dan atau

daerah lain.

Industri kluster di Indonesia sudah diterapkan dibeberapa daerah utamanya

kabupaten dan kota di pulau Jawa. Karena keberhasilan instrument kebijakan

industri kluster tidak terlepas dari berbagai anasir kepentingan politik apakah

untuk jangka panjang karena model inisiasi industri kluster umumnya baru

menampakkan hasil setelah 5-7 tahun dengan upaya implementasi perbaikan

1 Rais, Sasli dan Flassy, Dance Yulian, Strengthening the Competitiveness of the Region to Support the Industry Cluster, Journal of Business Development

& Management, College of Economics and Business Development Management (STIE PBM), Vol. No. XI. 17, April 2011, ISSN-1412-7628.

Page 21: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 21

lingkungan usaha bagi pelaku bisnis yang dilakukan secara ketat dan terpogram

atau hanya jangka pendek semata misalnya dalam rangka pemilihan kepala daerah.

Agus (2003), bahwa industri kluster menjadi model pengembangan industri

nasional jangka panjang. Industri kluster dipastikan dapat meningkatkan daya

saing industri karena terjadi hubungan yang saling mendukung antara industri inti,

industri penunjang, dan industri terkait. menegaskan klaster bukan hanya berarti

sentra industri pada suatu lokasi tertentu. Klaster bisa lebih luas menjadi proses

kegiatan yang saling mendukung untuk mendorong efisiensi dan produktivitas.

Industri kluster tidak berarti harus berdekatan, utamanya bagaimana industri

penunjang mendukung industri inti yang tujuannya meningkatkan keunggulan

kompetitif.

Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk memoles lingkungan usahanya

melalui dukungan system infrastruktur inovasi yang kuat dan sumber daya

manusia dengan talenta terbaik sehingga dunia bisnis mampu menghadirkan

inovasi dalam berbisnis, termasuk pemerintah memberikan perhatian khusus untuk

mengembangkan klaster. Seluruh kemampuan, pendanaan maupun insentif akan

ditujukan pada pengembangan industri kluster (Abdullah, 2002: 21-22; KPPOD,

2005: hlm. 6).

2) Dukungan Kultur dan Semangat Berkompetisi

Indonesia sebagai negara yang terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya dan

juga berlebihan dalam sumber daya manusia. Dalam kondisi interdependensi yang

tidak sejajar, kita harus merelakan tersedotnya kelebihan sumber daya kita untuk

memakmurkan bangsa-bangsa lain di dunia ini. Bahkan untuk laku di pasaran

dunia, produk kita harus menggunakan negara lain sebagai tempat parkir untuk

mendapat sertifikasi laik ekspor ke negara-negara yang memerlukannya.

Di Negara-negara maju, kultur yang dikembangkan orang tua dalam mendidik

anaknya sudah mengarah pada upaya memandirikan mereka. Sifat protektif

dikembangkan sebatas pada tindakan yang menuntut keterlibatan orang tua. Anak-

anak mereka tidak pernah dilarang untuk mrlakukan sesuatu sepanjang bersifat

konstruktif bagi perkembangan anak. Seorang anak tidak pernah dilarang untuk

mengembangkan aktivitas meskipun aktivitas tersebut mengandung unsur-unsur

yang dapat mencelakakan mereka. Mereka diajarkan bagaimana menghindari

bahaya bila melakukan sesuatu kegiatan, bukan dengan menghindarkan diri dari

kegiatan tersebut. Pola hubungan orang tua dan anak dikembangkan secara

demokratis sehingga anak-anak mereka tidak takut untuk bertanya ataupun

membantah perintah orangtuanya bila menurut logika masyarakat beradab

bantahan tersebut sangat rasional untuk mendidik anak menjadi mandiri. Kondisi

kemandirian ini pada akhirnya akhir menjadi dukungan terhadap sumber daya

saing daerah (Sudantoko, 2002: hlm 53-54).

Page 22: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 22

Krisis ekonomi dari sisi positif, banyak hikmah yang dapat kita ambil dari krisis

ekonomi tersebut untuk lebih efektif lagi memperbaiki kehidupan berbangsa dan

negara. Sangat beralasan bagi pemerintah untuk membangkitkan kesadaran

masyarakat dalam berkompetisi sehingga di masa datang akan memberikan

hormat yang tinggi terhadap daya juang daerah dan negara ini dalam mengambil

manfaat dari era globalisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong

terciptanya kehidupan yang demokratis di rumah tangga, sekolah-sekolah,

perguruan tinggi dan birokrasi pemerintah. Di lingkungan birokrasi pemerintah,

kesadaran berkompetisi ini dilakukan dengan mengembangkan nilai-nilai

profesionalisme dalam bekerja dan memberikan penghargaan kepada mereka yang

mempunyai prestasi, inovasi dan kemampuan sehingga seorang pejabat tidak harus

menunggu masanya untuk menduduki jabatan karier yang tinggi, dan masyarakat

pun tidak kaget lagi bila melihat seorang birokrat muda menduduki jabatan dengan

tingkat eselon yang tinggi. Pemerintah harus menjadi pelopor bagi masyarakat

dalam membangkitkan kesadaran akan pentingnya berkompetisi agar menjadi

daerah dan atau negara yang dihormati dalam pergaulan regional dan internasional

(Sudantoko, 2002: hlm. 56)

3) Partisipasi Aktif Stakeholder

Peran pemerintah daerah dan semua pemangku kepentingan (stakeholder)

pembangunan berperan dalam rangka untuk memperbaiki lingkungan usaha guna

mempengaruhi daya saing daerah. Partisipasi aktif ini menurut Bourdieu dalam

Syafi’i (2007, hlm. 109) juga merupakan modal sosial dalam pembangunan

ekonomi daerah dalam pembangunan industri kluster. Pemda dalam hal ini dapat

berperan didalam menfasilitasi lintas pelaku pendukung industri kluster (Hartarto,

hlm. 66). Pemerintah daerah yang kurang maju dapat membentuk tim lintas

disiplin dalam kluster seperti perguruan tinggi, LSM, lembaga pengembang

teknologi, ahli pemasaran, dan masyarakat lokal (Bappenas, 2000). Menurut Agus

(2003) bahwa industri kluster atau tepatnya sentra industri sudah banyak

terbentuk. Namun, sentra masih belum menunjukkan adanya keterkaitan dengan

industri pendukung. Model industri kluster yang akan diterapkan menekankan

pada partnership. Tidak hanya menekankan pembangunan industri tapi

memperkuat partnership antara industri prioritas, terkait dan pendukung,

Penerapan industri kluster harus mendasarkan pada latar belakang budaya dan

kondisi alam daerah, salah satu contohnya adalah partisipasi dan koordinatif aktif

pemerintah daerah dan masyarakatnya. Contoh dalam hal ini adalah keberhasilan

provinsi Oita, Jepang melaksanaan One Village One Product (OVOP) sebagai

suatu gerakan revitalisasi daerah untuk mencari atau menciptakan apa yang

menjadi merk daerah, lalu meningkatkan isi dan mutunya sehingga dapat diterima

dan diakui nilainya secara nasional dan internasional. Latar belakang progam

OVOP dalam rangka menghidupkan kembali vitalitas di perdesaan, dengan

membangkitkan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan skala dan ukuran perdesaan

Page 23: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 23

tersebut, di samping untuk mengurangi rasa ketergantungan masyarakat desa yang

terlalu tinggi terhadap pemerintah daerah dan perlu menciptakan inisiatif dan

semangat revitalisasi dalam masyarakat desa. Keberhasilan OVOP di provinsi

Oita, Jepang karena pemda dapat memanfaatkan semua potensi yang ada melalui:

1) Partisipasi dan koordinasi dengan aparat sampai tingkat bawah (desa) untuk

mendiskusikan konsep OVOP ini;

2) Pejabat berwenang langsung turun lapangan untuk mengawal konsep OVOP

setiap hari;

3) Memanfaatkan media massa khususnya TV untuk membangkitkan

pelaksanaan OVOP;

4) Pemerintah daerah mempersiapkan berbagai lembaga kajian dan

laboratoriuim untuk mendukung upaya promoasi produk yang khas desa;

5) Membentuk pondok belajar (pusat latihan) di beberapa tempat untuk

menghasilkan local leader yang menjadi pelopor dan penggerak OVOP di

desa;

6) Pemerintah daerah Oita berusaha memperkenalkan informasi produk-produk

khas OVOP kepada masyarakat di dalam dan luar Oita termasuk gubernur

Oita sendiri; dan

7) Pemerintah daerah Oita memberikan penghargaan terhadap orang atau

kelompok yang berusaha sukses melaksanakan OVOP (Kazuhiza, 2005: hlm

5-6).

Pengalaman OVOP telah dijadikan pelajaran di beberapa negara berkembang dan

sebagian menerapkan konsep OVOP untuk membuat gerakan serupa, antara lain

di China (Shanghai, Wuhan, Jiangsu, Shanxi, Jiangxi), Philipina, Thailand,

Malaysia, Kamboja, Laos, Mongolia, USA, dan Indonesia (Kazuhiza, hlm. 10)

yang pernah secara langsung diterapkan di provinsi Jawa Timur pada saat

Gubernur Basofi Sudirman. Namun progam OVOP pada era gubernur Basofi ini

ada yang mengatakan berhasil tetapi juga ada yang mengatakan tidak berhasil

karena kebijakan pelaksanaan OVOP ini lebih banyak untuk kepentingan politik

gubernur Basofi.

Agus mengemukakan (2003), bahwa justru industri kluster menangani industri

secara mendalam, antara lain mulai dari pemetaan masalah, pembangunan

infrastruktur, meperkuat jaringan akses pendanaan sehingga melakukan inovasi

untuk mengembangkan produktvitas. Hanya diharapkan penerapan sistem industri

kluster sangat tergantung kepada efektivitas hubungan kerja sama pemerintah

pusat, daerah dan dunia usaha. Tanpa kerja sama dan komitmen yang tinggi,

pengembangan industri nasional mandek.

4) Pentingnya Keamanan

Page 24: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 24

Beberapa hal menarik dari para pengusaha Czeh maupun Austria dalam merespon

kunjungan pemda Jawa Tengah adalah kesungguhan mereka untuk berbisnis

dengan para pengusaha Jawa Tengah yang terlihat dari jumlah pengusaha yang

menghadiri business matching di kedua negara melebihi target dan transaksi bisnis

yang langsung dilakukan dengan pengusaha Jawa Tengah yang ikut dalam misi

dagang seketika itu, adanya komitmen beberapa pengusaha untuk berkunjung ke

Jawa Tengah guna menindaklanjuti kesepakatan yang telah mereka buat dengan

pengusaha Jawa Tengah dan yang paling penting adalah bahwa mereka percaya

dengan tingkat keamanan yang tercipta di Propinsi Jawa Tengah setelah mendapat

penjelasan menyeluruh dari Tim pemda Jawa Tengah.

Kepercayaan terhadap rasa aman bagi negara lain terhadap suatu daerah dan

negara lain ini menjadi suatu hal yang mampu untuk mengundang datang ke

daerah dan Negara tersebut. Memang hal ini diperlukan adanya jaminan juga oleh

pemerintah setempat (Sudantoko, 2002: hlm. 61; Abdullah, Pitter dkk.: 2002: hlm

20; KPPOD, 2005: hlm. 6).

5) Peran LSM Daerah

Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM) yang umumnya lahir antara lain karena

keinginan untuk memperbaiki persoalan-persoalan kemiskinan, kesenjangan

perlakuan hukum dan pemerataan di tengah masyarakat serta menyarakan secara

kongkrit apa yang menjadi cita-cita masyarakat kepada pemerintah dan

mengkritisi tindakan pemerintah (juga legislatif) mempunyai peran yang strategis

dalam mensukseskan penyelenggaraan otonomi daerah utamanya didalam

mendukung daya saing daerah sebagai industri kluster.

Apapun yang terjadi pada saat ini, pemerintah masih mempunyai komitmen yang

kuat untuk menjadikan LSM sebagai salah satu stekeholders yang ikut menentukan

arah penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. LSM merupakan salah satu

elemen masyarakat yang diajak Pemerintah untuk menyempurnakan program dan

bagaimana cara terbaik bagi Pemerintah dalam melaksanakan jalannya

pemerintahan dan pembangunan. Meskipun tidak dapat dipungkiri, tidak jarang

pada sisi yang lain Pemerintah melihat LSM sebagai kerikil yang membuat

pemerintah lamban dalam mengambil sikap. Dari sudut rasionalisme seringkali

saya mengatakan dan menulis dalam media massa bahwa pemerintah dimanapun

selalu menginginkan dukungan dari rakyatnya (Sudantoko, 2002: halm 74)

Sangat mustahil bila ada pemerintahan, terutama dalam alam demokratis, yang

menisbikan keberadaan masyarakat. Sebab sebuah program pemerintah akan

berhasil bila mendapat dukungan dari rakyatnya. Bagaimanapun baiknya sebuah

program yang dicirikan dengan kemampuannya mengatasi persoalan dan

menempatkan alokasi sumber daya secara tepat, bila program ini jauh dari

keterlibatan masyarakat, outputnya tidak pernah akan mencapai sasaran yang

ditargetkan. Dalam perspektif pemerintah dengan berbagai pertimbangan yang

Page 25: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 25

rasional, LSM merupakan lembaga masyarakat yang dapat merealisasikan konsep

tersebut. Tentunya LSM yang diharapkan bukanlah LSM yang siap melakukan

apapun untuk kepentingan pemerintah tetapi LSM yang secara murni menilai

bahwa keterlibatannya memang dibutuhkan karena program pemerintah

mempunyai dimensi yang kental dengan aspek-aspek kerakyatan.

Dalam alam kehidupan yang segala sesuatunya dinilai berdasarkan persfektif

benefit cost ratio dan dogma ekonomi ”mengeluarkan sedikit untuk mendapatkan

hasil sebesar mungkin”, tentunya akan sulit bagi LSM untuk menjaga dan

memelihara visinya terutama ketika keterlibatan ini lebih didominasi oleh

kepentingan ”perut” daripada ”hati nurani” iklim seperti ini tidak hanya dihadapi

oleh LSM,tetapi juga profesi-profesi lain yang seharusnya mengandung lebih

banyak sisi sosialnya daripada sisi ekonominya.

Tarikan ekonomi yang sangat kuat menjadi pemicu yang menyuburkan budaya

ekonomi ketimbang budaya sosial. Pelayanan-pelayanan sosial pun tidak lagi

menjadi bagian inheren dari masyarakat yang tidak mampu. Kini pelayanan seperti

itupun akhirnya disahkan menjadi milik sekelompok masyarakat yang mampu

mengaksesnya. Untuk mendapatkan segala pelayanan yang terbaik, mulai dari

keadilan, pendidikan, kesehatan bahkan dakwah agama terbaik, hanya masyarakat

yang mampu menimbangnya secara ekonomi yang akan mendapatkan. Perbedaan

antara nilai sosial dan ekonomi begitu tipis, bahkan tidak jarang ketika kita

membicarakan persoalan nilai-nilai sosial dan kerakyatan kita seolah-olah menjadi

makhluk yang langka. Makin menguatnya budaya ekonomi ketimbang budaya

sosial tidak terlepas dari rendahnya penghargaan masyarakat terhadap nilai-nilai

moral atau etika yang selama ini menjadi ciri khas bangsa timur. Etika adalah nilai

yang akan menumbuhkan kekuatan moral, harga diri dan kredibilitas yang perlu

dikembangkan oleh individu ataupun lembaga. Membangun LSM yang

independent, demokratis, mandiri, akuntabel dan profesional menuntut adanya

etika yang mampu menimbulkan rasa malu bagi LSM yang melanggarnya

(Sudantoki, 2002: 77).

LSM yang mendasarkan tingkah lakunya dengan etika yang disepakati tidak akan

kesulitan menjadi LSM yang ”disegani” dan menjadi kontrol yang efektif bagi

Pemerintah serta menjadi representasi yang dihargai dari suara masyarakat.

Ditengah keraguan terhadap efektifitas sanksi hukum dalam menertibkan konflik-

konflik hukum, menegakkan etika seharusnya menjadi embrio untuk memperkuat

pelaksanaan sanksi hukum. Memang tidak ada sanksi bagi mereka yang melanggar

etika, tetapi masyarakat akan menghukumnya secara sosial. Tidakkah LSM

tergerak menjadi pionir untuk hal yang kini langka di masyarakat dalam rangka

mendukung daya saing daerah di masa depan.

Contoh daerah yang mencoba memanfaatkan potensi keberadaan LSM ini adalah

Pemda Jawa Tengah dan Jawa Barat memanfaatkan kondisi LSM ini dengan

melihat LSM sebagai salah satu stakeholders yang efektif dan diperlukan dalam

Page 26: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 26

membahas persoalan pembangunan, penyusunan rencana pembangunan dan

sebagai pelaksana ataupun ”watch dog” pembangun itu sendiri. Dalam rangka

pengembangan sumber daya daerah, pemda telah membentuk forum yang

anggotanya mencakup seluruh stakeholders termasuk LSM. Salah satu tugas

forum adalah merancang program pemberdayaan usaha kecil dan menengah

termasuk perkembangan di sektor agribisnis. Kedua sektor ini memang menjadi

domain dari program pemda untuk mempercepat pemulihan ekonomiregional dari

krisis. Partisipasi LSM di kedua sektor ini terlihat paling menonjol dibandingkan

dengan sektor lainnya (Sudantoko, 2002: 71-72).

6) Nasionalisme

Keinginan memberdayakan masyarakat daerah sendiri terutama kehidupan politik

dan ekonomi makin menguat sehingga melahirkan sifat-sifat otoritarian yang

menisbikan keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keunggulan

kesukuan menjadi epidemi yang sulit dihindari. Nasionalisme tidak lagi menjadi

komitmen bangsa. Primordialisme tumbuh dan berkembang sebagai alat yang

paling efektif bagi pemimpin-pemimpin politik lokal untuk menarik simpati dan

suara rakyat serta memegang kekuasaan.

Di kala kita disibukkan dengan tindakan primordialisme, tanpa disadari spirit

nasionalisme tampak makin rentan ketika dihadapkan kepada kekuatan

kapitalisme internasional. Kekuatan ini di masa datang akan menjadi

neokolonialisme yang secara perlahan dan bertahap mampu mempengaruhi dan

menjerat bangsa Indonesia kedalam alam ketergantungan yang sangat besar.

Sehingga tidak tertutup kemungkinan mereka dapat menjadi panglima yang

mengemudikan urusan-urusan negara dan bangsa secara keseluruhan.

Dalam dunia yang serba ”wireless”, nirkabel atau tanpa batas, tidak ada satu

bangsa pun yang dapat menghindarkan diri dari interaksi sosial, budaya maupun

ekonomi. Dengan populasi terbesar kelima di dunia dan kekayaan sumber daya

alam yang melimpah, Indonesia merupakan pasar yang sangat menggiurkan bagi

perusahaan-perusahaan multinasional. Mereka akan melakukan berbagai upaya

untuk memanfaatkannya. Sementara kondisi ekonomi kita yang serba terbatas

menuntut pemerintah daerah atau pun pusat mencari modal tambahan guna

memacu pertumbuhan ekonominya. Dalam posisi yang demikian, pasar dipaksa

untuk membuka diri sebagai kompensasi dari kebutuhan modal sehingga jelas

tidak mungkin bagi kita untuk mengisolasi diri lepas dari komunitas dan

permainan antar negara. Kita tentu berharap akan mendapatkan spread effect dan

bukan backwash effect (Sudantoko, 2002: hlm. 64-66)

Spread effect akan mendorong terjadinya proses transformasi teknologi dan

mobilitas modal yang aktif ke negara lain. Dengan demikian keterbatasan-

keterbatasan yang selama ini menjadi penghalang tergalinya potensi ekonomi

daerah dan atau negara dapat dieliminasi. Interaksi kedalam masyarakat

Page 27: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 27

internasional akan mempengaruhi pelaku ekonomi domestik untuk melakukan

transformasi manajemen ke arah yang lebih efisien dan mengurang budaya yang

kurang mendukung nilai-nilai kompetisi (Syafi’i, 101-102).

Namun sekarang justru kita menyaksikan adanya backwash effect berupa pelarian

modal yang agresif ke luar negeri karena faktor keamanan dan adanya garansi yang

lebih pasti bagi mereka untuk mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan

mengendap di dalam negeri. Selain itu backwash effect juga ditunjukkan oleh

akumulasi ketergantungan teknologi yang miskin lama makin besar terhadap

pemilik teknologi sehingga sangat menyulitkan bagi bangsa ini untuk melepaskan

diri dan membangun industri domestik yang andal. Kondisi demikian akan sangat

mengurangi terhadap daya saing daerah (Munir dan Fitanto, 2005: hlm. 45) untuk

menuju industri kluster yang tangguh (Sudantoko, 2002: 67).

Contoh, yang paling mudah adalah budaya Mc Donald yang mewabah di kalangan

anak-anak dan generasi muda adalah merupakan contoh lain bahwa

ketergantungan yang sekarang dirasakan tidak hanya dari sudut teknologi dan

modal saja tetapi juga budaya. Dalam hubungan yang nyaris menempatkan bangsa

kita kedalam posisi peripheral atau pinggiran, tentunya suasana egaliter yang

diharapkan tampaknya harus dikubur dalam-dalam. Keadaan yang demikian harus

dikikis secara bertahap agar kita berani mengatakan tidak kepada kekuatan

kapitalisme internasional untuk sesuatu yang menurut analisis rasional akan

menimbulkan kerugian yang lebih besar daripada keuntungan. Ketika kita

mengatakan tidak, bangsa lain yang lebih superior akan mengetahui bahwa

penolakan ini memang benar-benar dinyatakan oleh bangsa yang tidak dapat

diremehkan, bangsa yang dapat membedakan antara kepentingan nasionalisme

dan kepentingan ekonomi.

3.4 Pengembangan Ekonomi Lokal

3.4.1 Pengembangan Ekonomi Lokal untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah

Pemerataan pembangunan telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945

alinea keempat, yang menyatakan bahwa fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia, yakni

memajukan kesejahteraan umum. Salah satu proses pencapaian tersebut adalah melalui

pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo (1988,h.4) pembangunan adalah “upaya suatu

masyarakat bangsa yang merupakan suatu perubahan sosial yang besar dalam berbagai

bidang kehidupan ke arah masyarakat yang lebih maju dan baik, sesuai dengan pandangan

masyarakat itu.” Jadi, pembangunan dimaksudkan agar ada perubahan positif yang terjadi

dalam semua bidang, baik itu dari segi ekonomi, sosial, budaya, infrastruktur, dan bidang

lainnya. Tujuan akhir dari pembangunan itu sendiri yakni tercapainya kesejahteraan bagi

masyarakat.

Pencapaian pelaksanaan pembangunan yang diharapkan tersebut tidak dapat

dipisahkan dari perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Lahirnya

UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti menjadi UU

Page 28: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 28

No. 32 Tahun 2004 menjadi reformasi dalam tata hubungan antara pemerintah pusat dan

daerah serta menjadi cikal bakal lahirnya otonomi daerah di Indonesia termasuk adanya

desentralisasi fiskal. Adanya otonomi daerah mampu mendorong kegairahan daerah untuk

memngembangkan perekonomiannya. UU No. 32 Tahun 2004, menyebutkan bahwa

pembangunan harus memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, karena setiap

daerah memiliki karakter baik itu sosial, budaya, bahkan geografis yang berbeda sehingga

perlu kebijakan yang berbeda pula. Maka, kebijakan pembangunan ekonomi yang diambil

oleh pemerintah daerah diharapkan mampu memaksimalkan potensi yang ada didaerahnya

agar mampu mencapai hasil pembangunan yang optimal. Keberhasilan pembangunan

ekonomi dilihat melalui pertumbuhan ekonominya, dimana pertumbuhan ekonomi dapat

diukur salah satunya menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Dalam rangka mengoptimalkan pembangunan ekonomi lokal di era otonomi yang

mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, secara otomatis

menuntut pemerintah daerah untuk berorientasi secara global. Dikarenakan kondisi tingkat

persaingan antar negara yang semakin tinggi dan tidak menutup kemungkinan akan

berdampak pada perekonomian di Indonesia khususnya di daerah. Oleh karena itu,

tantangan pemerintah daerah bukan lagi pada otonomi maupun desentralisasi, melainkan

daerah dituntut untuk meningkatkan daya saingnya. Abdullah dkk (2002, h.15) menjelaskan

bahwa daya saing daerah adalah “kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai

pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

persaingan domestik dan internasional.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya saing

daerah sangat bergantung pada iklim usaha yang kondusif, keunggulan komparatif, dan

keunggulan kompetitif daerah.

Peningkatan daya saing dengan menggunakan keunggulan komparatif yang berbasis

pada pengembangan ekonomi lokal pernah diterapkan di Provinsi Gorontalo. Gorontalo

pernah menjadi provinsi termiskin di Indonesia, namun hal tersebut berubah ketika Fadel

Muhammad menjabat sebagai Gubernur, Beliau mengoptimalkan produk unggulan

Gorontalo dalam sektor pertaniannya. Jagung, peternakan sapi, dan usaha ikan tuna

merupakan produk unggulan yang dihasilkan Provinsi Gorontalo untuk dipasarkan bukan

hanya dalam skala lokal tetapi hingga internasional. Pembangunan daerah yang didasarkan

pada potensi lokal tersebut mampu membuat pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo

naik sebesar 7-8 persen diatas pertumbuhan ekonomi nasional dan penduduk miskin

menurun dari 72 persen pada tahun 2001 hingga 33 persen pada tahun 2004. (Muhammad,

2008, h.x-xi).

Pengalaman dari Provinsi Gorontalo menggambarkan bahwa pembangunan daerah

yang disesuaikan dengan kondisi potensi yang ada dan dengan prioritas program pemerintah

yang mengarah pada pengembangan potensi ekonomi lokal akan mendapat hasil

pembangunan yang optimal dan cepat, yang akan berdampak pula pada terciptanya

kesejahteraan masyarakat termasuk didalamnya mengatasi masalah kemiskinan dan

pengangguran. Secara otomatis pula akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi,

sehingga Gorontalo mempunyai posisi daya saing yang kuat pula.

Page 29: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 29

3.4.2 Konsideran Akademik Pengembangan Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi daerah didefinisikan oleh Suparmoko (2002, h.99) sebagai

“kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga

akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat

mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya

dan berkesinambungan.” Sumihardjo (2008, h.114) menjelaskan bahwa pengembangan

sektor unggulan yang dimiliki daerah tercermin pada visi dan misi daerah yang tertuang di

dalam rencana pembangunan jagka panjang daerah (RPJPD) dan rencana jangka menengah

daerah (RPJMD). Di dalam RPJPD dan RPJMD tampak bidang-bidang prioritas pada setiap

program daerah kabupaten/kota dalam memperkokoh pengembangan sektor unggulan.

Selain itu, APBD harus mencerminkan program-program dan tujuan-tujuan pembangunan.

Karena suatu rencana akan bersifat operasionil apabila anggarannya tersedia. Hal tersebut

merupakan upaya pemerintah dalam pengembangan potensi daerah yang tertuang dalam

perencanaan pembangunan daerah.

Penyelenggaraan pemerintahan dibidang pembangunan pada dasarnya adalah kunci

keberhasilan pengembangan potensi ekonomi lokal untuk menguatkan daya saing daerah.

Muktianto (2005, h.8) menjelaskan bahwa pendekatan yang umum dalam pengembangan

potensi daerah dengan cara menelaah komponen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),

komponen sumber daya manusia, teknologi dan sistem kelembagaan. (dikutip dari

Sumiharjo, 2008, h.12). Dalam menelaah PDRB dilakukan untuk mengetahui potensi basis

dan non basis. Suatu daerah yang memiliki keunggulan memberikan kekhasan tersendiri

yang tidak ada pada daerah lain, sehingga sektor unggulan tadi dapat dikatakan sebagai

kegiatan basis (Triyuwono & Yustika, 2003, h.93).

Tarigan (2007, h.28) menjelaskan bahwa teori basis ekonomi mendasarkan

pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya

peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua

sektor, yaitu kegiatan basis dan bukan basis. Kegiatan basis adalah mengekspor barang dan

jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan.

Sedangkan kegiatan bukan basis adalah kegiatan yang tidak mengekspor, yakni hanya

kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di dalam daerah itu sendiri. Bertambah

banyaknya kegiatan basis di dalam suatu daerah akan menambah permintaan terhadap

barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis.

Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan

yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan

terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian kegiatan basis ekonomi

mempunyai peranan sebgai penggerak pertama (primer mover rule), sedangkan setiap

perubahan mempunyai “efek multiplier” terhadap perekonomian regional, baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mengetahui sektor basis dan bukan basis

antara lain menggunakan metode analisis “location quantient” (LQ). (Triyuwono & Yustika,

2003, h.93). Dengan mengetahui kegiatan basis di suatu daerah berdasarkan potensi yang

dimilikinya, maka dapat menguatkan daya saing daerah tersebut.

Page 30: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 30

Abdullah dkk (2002, h.15) menjelaskan bahwa “daya saing daerah adalah

kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan

yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan

internasional.” Indikator-indikator utama dan prinsip-prinsip penentu daya saing daerah

salah satunya adalah perekonomian daerah. Prinsip-prinsip Kinerja perekonomian daerah

yang mempengaruhi daya saing daerah yakni :

1) Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya jangka

pendek;

2) Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam

jangka panjang;

3) Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi dimasa lalu; dan

4) Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja ekonomi

suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka

akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara

internasional maupun domestik. (Abdullah dkk, 2002, h.17).

3.4.3 Masalah SDM, Kelembagaan, Kerjasama, Infrasrtruktur Dalam

Pengelolaan/Pengembangan Ekonomi Lokal

1) Rendahnya kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan dalam pengelolaan

lintas sektor dan lintas wilayah

2) Rendahnya kapasitas SDM aparatur dan masyarakat dalam mengelola ekonomi

daerah secara lintas sektor dan lintas wilayah;

3) Rendahnya kapasitas kelembagaan usaha dalam pengembangan ekonomi daerah,

khususnya di luar Pulau Jawa dan Bali;

4) Rendahnya kemitraan antara Pemerintah-Swasta dalam pengembangan ekonomi

daerah;

5) Rendahnya partisipasi stakeholder lokal/daerah dalam pengambilan keputusan

terkait pengembangan ekonomi daerah;

6) Kerjasama Antar Daerah belum optimal; dan

7) Terbatasnya kapasitas dan jumlah fasilitasi serta jangka waktu fasilitasi di dalam

sistem yang mendukung pengembangan ekonomi daerah.

3.4.4 Kerjasama antar Daerah Belum Optimal

1) Sampai dengan tahun 2008, terdapat 48 bentukan kerjasama antar daerah.

Sebanyak 41 bentukan kerjasama merupakan kerjasama antar daerah (lintas

provinsi dan lintas kabupaten/kota) dalam lingkup satu bagian pulau;

Page 31: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 31

2) perdagangan antar daerah masih relatif kecil akibat terlalu dominannya

perdagangan intra daerah itu sendiri.

3.2.1. Ketersediaan akses jaringan infrastruktur antar daerah, seperti jaringan

transportasi belum merata

Kondisi jaringan jalan, baik jalan kabupaten, jalan provinsi, dan jalan nasional

dengan status mantap, sebagian besar masih terdapat di Pulau Jawa, Bali, dan

Sumatera.

Page 32: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 32

3.5 Pendampingan Masyarakat dalam Membangun Kawasan Perdesaan2)

Sejak kegagalan mazab teori pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan yang

ternyata justru menimbulkan semakin besarnya kesenjangan masyarakat, upaya untuk

mencari teori pembangunan alternative terus dilakukan.

Salah satu di antaranya adalah pembangunan berbasis masyarakat (Korten, 1978),

yang berbasis pada upaya pemberdayaan masyarakat dan pengembangan partisipasi

masyarakat (Tjokrowinoto, M. 2004).

Dalam hubungan ini, disadari bahwa pelaksana utama pembangunan pada dasarnya

adalah masyarakat lapis-bawah yang sekaligus juga merupakan penerima manfaat

pembangunan. Mereka ini, umumnya tergolong kelompok ekonomi-lemah, baik lemah

pendidikannya, ketrampilannya, teknologi yang digunakan, dan seringkali juga lemah

dalam semangatnya untuk Maju (Hadisapoetro, 1978).

Seiring dengan itu, disadari semakin pentingnya pendampingan masyarakat, baik

dalam pengembangan partisipasi masyarakat maupun kaitannya dengan pemberdayaan

masyarakat.

3.3.1 Membangun Kawasan Perdesaan

Mosher (1969) dalam bukunya “Creating Progresive Rural Development”

mensyaratkan bahwa untuk membangun kawasan perdesaan yang progresif diperlukan 6

(enam) kelembagaan lokal yaitu: Pengujian Lokal, Penyuluhan, Lembaga Keuangan, Pasar

Sarana Produksi Lembaga Pengolahan hasil, Lembaga Pemasaran, dan Transportasi; yang

masing-masing harus memiliki keterkaitan dengan kelembagaan sejenis di tingkat nasional

(Mosher, 1981). Dengan kata lain, untuk membangun suatu kawasan perdesaan, perlu

diciptakan dan dikembangkan efektivitas kelembagaan-kelembagaan tersebut secara

berkelanjutan.

2 Mardikanto, Mardikanto (Guru Besar Ilmu Penyuluhan/Pemberdayaan Masyarakat Universitas Sebelas Maret Surakarta,Solo),2014,Pendampingan Masyarakat Desa

Dalam Membangun Kawasan Perdesaan, Paper, Seminar Pengembangan Kawasan Perdesaan diselenggarakan oleh Asisten Deputi Urusan Perdesaan, Kementerian

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Ruang Rapat, Transmigrasi pada 25 November 2014.

Page 33: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 33

Gambar 3.1: Kelembagaan Perdesaan Progresif

3.3.2 Pendampingan Masyarakat

Di atas telah dikemukakan bahwa pendampingan masyarakat, diperlukan baik

kaitannya dengan pemberdayaan maupun pengembangan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan.

Tentang hal ini, Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa pemberdayaan memiliki

dua makna, baik sebagai penguatan/pengembangan kapasitas maupun pemberian hak

kepada masyarakat untuk menentukan pilihan-pilihan terbaik bagi kehidupannya secara

mandiri. Tentang hal ini, ada 4 (empat) aspek yang harus diberdayakan, yaitu:

penguatan/pengembangan kapasitas manusia, penguatan/ pengembangan kapasitas usaha,

penguatan/pengembangan kapasitas lingkungan, dan penguatan/pengembangan kapasitas

kelembagaan. Selain itu, pemberdaya-an juga memiliki makna dalam

penguatan/pengembangan individu, penguatan/pengembangan entitas, dan

penguatan/pengembangan jejaring (system).

Di lain pihak, pendampingan untuk menumbuh-kembangkan partisipasi masyaraat,

pada hakekatnya merupakan proses komunikasi pembangunan yang bertujuan untuk

(Mardikanto, 1988; 2010):

1) Proses penyadaran masayarakat, tentang keberadaannya, dan pentingnya pemenuhan

kebutuhan yang terus bertambah (ragam, jumlah dan mutunya) serta pentingnya

pemecahan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi, untuk memperbaiki mutu

hidupnya.

Penelitian/ pengujian

penyuluhan

pembiayaan pengolahan

lokal

pasar sarana/ produk

Transportasi

lokal

transportasi antar-lokasi

industri pengolahan

besar

pembiayaan regional/ nasional

pusat/balai

penyuluhan

pusat/balai penelitian/ pengujian

Pasar nasional

Page 34: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 34

2) Proses penyampaian informasi kepada segenap warga masyarakat tentang adanya

kegiatan pembangunan yang sedang dan akan diupayakan oleh pemerintah bersama-

sama dengan atau oleh masyarakat.

3) Proses penyadaran masyarakat tentang pentingnya kegiatan pembangunan bagi

perbaikan mutu hidup mereka dan segenap warga masyarakat lainnya.

4) Proses penyadaran untuk tumbuh, bergerak, berkembang dan terpeliharanya partisipasi

masyarakat dalam pembangunan yang sedang diupayakan oleh pemerintah bersdama-

sama dengan atau oleh masyarakat.

5) Proses untuk mengajak dan mendidik warga masyarakat untuk siap melakukan

perubahan-perubahan perilaku dan menerapkan teknologi/inovasi yang sudah terpilih,

guna tercapainya perbaikan mutu hidup yang telah direncanakan/ditetapkan.

6) Proses untuk terus-menerus mengembangkan semangat belajar dari segenap

masyarakat, agar senantiasa memahami keadaannya, masalah-masalah yang dihadapi,

dan upaya-upaya pemecahan masalah tersebut, agar mereka dapat terus-menerus

memperbaiki mutu hidup.

7) Proses pemeliharaan dan pengembangan partisipasi masyarakat secara berkelanjutan,

demi terus berkembangnya kegiatan pembangunan untuk mencapai mutu hidup yang

lebih baik lagi di masa-masa mendatang.

3.3.3 Proses Pendampingan Masyarakat

Sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan yangtak terpisahkan dari

pembangunan yang mensyaratkan partisipasi masyarakat, maka proses pendampingan yang

dilakukan sejak kajian-dasar berupa survey mawas diri, penilaian keadaan (PRA), analisis

dan pemetaan-sosial, penyadaran, pengorganisasian masyarakat, pelatihan, implementasi

kegiatan, serta pemantauan dan evaluasi harus dilakukan secara partisipatif pula.

Terkait dengan hal ini, maka pemberdayaan masyarakat yang biasanya terfokus pada

upaya penguatan/pengembangan kapasitas manusia (berupa pengetahuan teknis, sikap

kewirausahaan, dan ketrampilan manajerial) tidak boleh melupakan

penguatan/pengembangan kapasitas usaha, penguatan/pengembangan kapasitas

lingkungan, dan penguatan/pengembangan kapasitas kelembagaan yang biasanya kurang

diperhatikan. Sebab, tanpa ketiga penguatan/pengembangan kapasitas tersebut,

dikhawatirkan akan berakibat kepada ketidak-berlanjutan pemba-ngunan.

Lebih lanjut, khusus yang berkaitan dengan pengelolaan Dana Desa sebagai

konsekuensi dari diterbitkannya Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Perlu

pemikiran tentang pengamanan pengelolaan Dana Desa tersebut serta kelembagaan

ekonomi yang akan dikembangkan, baik melalui Badan Usaha Milik Desa (Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010), Badan Usaha Milik Petani/BUMP (UU No.

19 Tahun 2013), maupun Badan Usaha Milik Masyarakat (BUMM) yang digagas oleh

Presiden Joko Widodo saat masih menjabat Walikota Solo pada tahun 2012 yang lalu.

Page 35: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 35

3.6 Perspektif Otonomi ‘Mandiri’ Masyarakat Desa3)

Tidak ada suatu yang sempurna segala sesuatu yang merupakan ‘produk’ buatan

manusia, termasuk dalam hal ini adalah pembuatan Undang-Undang (UU) No. 32/2004

tentng Otonomi Daerah (Pemerintahan Daerah) sebagai hasil revisi dari UU No. 22/1999,

dimana dalam UU Pemerintahan Daerah ini diatur pula tentang Pemerintah Desa.

Desa sebagai suatu komunitas otonom berdasarkan ‘keaslian adat istiadat’ yang

dikaitkan dengan asal usul dengan senantiasa dihormati. Penghormatan tersebut ditunjukkan

dengan adanya pengakuan dalam perubahan disetiap UU dari UU No. 22/1999 yang direvisi

dengan keluarnya UU No. 32/2004 dan direvisi kembali dengan keluarnya UU Nomor 12

Tahun 2008. Pemberian batasan yang berbeda-beda tentang desa, namun pada intinya

batasan tersebut tentang desa atau apapun istilahnya merupakan satuan khusus yang

memiliki kewenangan untuk mengurus kepentingannya sendiri. Dalam UU No. 22/1999

masih adanya kekaburan posisi desa karena mencampuradukkan antara self-governance

community (otonomi asli) dan local-self government (desentralisasi) tanpa batas-batas

perbedaan yang jelas. Pengakuan desa sebagai self-governance community lebih bersifat

simbolik dan nostalgia, daripada substantif (Abdur Rozaki dkk., 2005: 184). Dalam UU No.

32/2004 sudah agak lebih jelas posisinya.

Apabila dikaji rumusan desa disetiap perubahan UU tentang pemerintahan yang ada,

tampaknya pemerintah dan dewan masih menemukan kesulitan untuk menetapkan arah apa

saja yang menjadi kewenangan desa. Namun, uniknya kewenangan yang tidak jelas tersebut

tetap dihormati oleh UU yang ada. Oleh karena itu, berbagai intervensi yang dilakukan

pihak luar baik oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarat (LSM)-LSM belum

mengacu pada kewenangan yang dimiliki desa. Bahkan intervensi ini seringkali justru

memperkenalkan sesuatu yang menurut pihak luar akan bermanfaat bagi masyarakat desa.

Beberapa intervensi yang ada didesa itu, misalnya sbb.:

1) Hampir seluruh departemen yang ada kecuali departemen luar negeri memiliki

perpanjangan tangan di desa dalam bentuk lembaga/organisasi. Misalnya,

Kelompok Tani (Deptan), Karang Taruna (Depsos), PKK, pemdes,

LKMD/LMD/BPD (Depdagri), P3A (PU/Kimpraswil), Kelompok Usaha Bersama

(BKKBN), Koperasi Unit Desa (Menkip & UKM), Kelompok Tani Hutan

(Dephut), pernah ada Kelompencapir (Deppen/BIN), dsb. Organisasi ini

dikelompokkan menjadi organisasi standar. Hampir seluruh program yang digagas

oleh perencana, dimasukkan ke desa melalui kelembagaan ini.

2) Organisasi asli desa, yaitu organisasi yang tumbuh atas inisiatif masyarakat itu

sendiri, seperti Serikat Tolong Menolong, Arisan, kelompok olah raga, remaja

masjid, kelompok remaja kampung, dsb. kurang mendapatkan perhatian

3 Rais, Sasli dan Supriyadi, Rohamd, Perspektif Otonomi ‘Mandiri’ Masyarakat Desa, http://p2dtk.bappenas.go.id

Page 36: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 36

pemerintah dikarenakan organisasi ini masih dikategorikan sebagai ‘organisasi

sukarela’.

3) Intervensi pemerintah, masuk ke desa tanpa konsep yang jelas, semua didasarkan

atas kepentingan instansi pembina organisasi standar desa dan biasanya tidak

terintegrasi dengan baik. Dengan demikian masyarakat desa tidak memiliki suatu

sistem yang terpadu untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya (kapital)

ekternal tersebut. Akibatnya sumber daya tersebut terdistribusikan seluruhnya

tanpa diiringi kemampuan untuk memperbaharui atau pun menggandakan sumber

daya tersebut. Apalagi saluran masuk intervensi ini seringkali melalui organisasi

standar desa saja seperti pemerintah desa dan kelembagaan lainnya.

4) Sumber daya internal desa kurang termanfaatkan, pemerintahan desa dibiayai

mayoritas dari sumber dana desa baik dalam bentuk Inpres/bantuan pembangunan

desa maupun proyek-proyek yang masuk ke desa dalam bentuk program

pemberdayaan masyarakat (Sulistiyani, 2004: 135) seperti progam-progam yang

pernah ada seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), Jaring Pengaman Sosial (JPS),

P2D (Progam Prasarana Dasar); dan saat ini melalui progam-progam yang masuk

dalam progam inti Progam Nasional Pemderdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

seperti PNPM Perdesaan sebelumnya lebih dikenal namanya Progam

Pengembangan Kecamatan-PPK, PNPM Perkotaan sebelumnya dikenal dengan

nama Progam Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan-P2KP, PNPM Infrastruktur

Perdesaan yang dulunya dikenal dengan Progam Prasarana Infrastruktur

Perdesaan-PPIP, PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus-PNPM DTK yang lebih

dikenal dengan Progam Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus

(P2DTK), dan yang baru di-launching pada Juli 2008 yaitu PNPM Progam

Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah-PISEW serta progam-progam

Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah yang masuk sebagai PNPM

Pendukung. Akibatnya governance desa yang terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu:

pemerintah desa, civil society/LPMD, dan pasar atau pelaku usaha/usaha

masyarakat sangat tergantung pada hubungan baiknya dengan kekuasaan,

sementara akumulasi sumberdaya internal tidak terjadi.

Melihat kecenderungan yang terjadi seperti diuraikan di atas, bahwa pembangunan

desa selama ini masih terkooptasi oleh kepentingan pemerintah. Pembangunan desa

disandarkan pada kepentingan pemerintah untuk membangun desa bukan atas kepentingan

dan kebutuhan masyarakat desa untuk membantu dirinya sendiri. Meskipun dalam

prosesnya terutama untuk progam pemberdayaan masyarakat desa ‘seakan-akan’ sudah

melibatkan masyarakat dalam eksplorasi permasalahan dan kebutuhan masyarakat desa.

3.6.1. Pentingnya Otonomi ‘Mandiri’ Masyarakat Desa

Apabila pemikiran strategi pembangunan desa yang menempatkan desa sebagai

obyek pembangunan oleh pemerintah dianggap tidak mampu mempercepat perubahan desa,

Page 37: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 37

maka strategi tersebut sudah harus diubah. Perubahan yang dikehendaki agar pembangunan

desa dilakukan oleh 'governance desa itu sendiri berdasarkan inisiatif, kebutuhan dan

potensi yang mereka miliki sesungguhnya yang kemungkinan dapat dilakukan. Perubahan

tersebut dimungkinkan oleh UU No. 22 tahun 1999 dan diperbaharui dengan UU No. 32

tahun 2004, meskipun beberapa hal masih perlu diubah.

Dalam memaknai otonomi asli yang tertuang dalam UU No. 22 tahun 1999 dan

diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004, pada dasarnya terdapat 3 (tiga) aliran

pemikiran, yaitu: pertama, aliran pemikiran yang memaknai ‘kata otonomi asli’ sebagai

otonomi adat atau dekat dengan sosial budaya; kedua, aliran pemikiran yang memaknainya

sebagai ‘otonomi yang diberikan’; dan ketiga, pemikiran baru tentang otonomi desa yang

dimaknai sebagai ‘otonomi masyarakat’ (otonomi ‘mandiri’ masyarakat desa).

Otonomi ‘mandiri’ masyarakat desa adalah kemampuan masyarakat untuk mengatur

dirinya sendiri, seperti memilih pemimpin, merencanakan pembangunan dan menggalang

segenap potensi yang ada bagi peningkatan kemandirian desa. Perwujudan otonomi

‘mandiri’ masyarakat desa dapat dipandang sebagai proses peningkatan kemampuan

masyarakat untuk berpartisipasi menuju kehidupan masyarakat desa yang diatur dan

digerakkan oleh masyarakat, dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat.

Dengan otonomi desa maka diharapkan mampu menciptakan sinergi antara

governance desa untuk mengatur desa. Interaksi yang seimbang di antara ketiganya

diharapkan menghantarkan kehidupan desa pada kondisi saling kontrol dan bekerjasama

satu sama lainnya, mewujudkan keunikan di antara desa satu dengan desa lainnya karena

sumber pengaturan berasal dari internal desa yang diakui sebagai satu kesatuan yang unik.

Pada akhirnya diharapkan mampu mewujudkan keanekaragaman desa sesuai karakteristik

governance di desa tersebut. Disamping itu, diharapkan mampu mengurangi ketergantungan

desa pada supra desa karena kapital internalnya berkembang sementara kapital eksternal

bersifat pelengkap saja.

3.6.2. Wujud Otonomi ‘Mandiri’ Masyarakat Desa

Berdasarkan hasil penelitian Bina Masyarakat Mandiri (1999) di 9 (sembilan) desa

di Kabupaten Bekasi, Sumedang dan Bengkalis, yang merumuskan konsep otonomi

‘mandiri’ masyarakat desa, dimana otonomi masyarakat desa itu sangat dipengaruhi oleh

kemampuan: pertama, pemerintah desa; kedua, badan perwakilan desa (BPD); ketiga,

lembaga pembangunan masyarakat desa (LPMD) yang khusus melaksanakan perencanaan

pembangunan desa; keempat, usaha masyarakat; dan kelima, kemampuan keuangan desa.

Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, maka badan perwakilan desa (BPD) dalam UU No. 22

tahun 1999 terdapat perubahan kata ‘perwakilan’ dengan ‘permusyawaratan’. Perubahan ini

mencoba untuk mengedepakan peran masyarakat secara keseluruhan dibandingkan ‘seakan-

akan’ masih bersifat individu. Selanjutnya penjelasan model otonomi ‘mandiri’ masyarakat

desa dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Page 38: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 38

Gambar 3.2: Bentuk Otonomi Masyarakat Desa

Sumber: Saragi, 2004: 78

Pemikiran pelaksanaan otonomi ‘mandiri’ masyarakat desa diperkuat dengan adanya

pemikiran tentang good governance yang muncul dipenghujung abad 20 tentang

penyelenggaraan pemerintahan baik yang menjadi acuan banyak pihak guna mengadakan

perubahan dalam penyelenggaraan pemerintah termasuk pemerintah desa (village

governance)

Perumusan bentuk (model atau wujud) otonomi ‘mandiri’ masyarakat desa tersebut,

perwujudan otonomi masyarakat desa ditetapkan dalam bidang:

1) Memilih Pemimpinnya Sendiri

Guna terwujudnya kemampuan masyarakat desa untuk memilih pemimpinnya

sendiri atau dengan kata lain pemberdayaan politik. Governance desa diberi

keleluasaan menentukan sendiri calon pemimpinnya menurut kriteria yang dapat

mereka ukur dan pahami. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor utama

penggerak suatu organisasi. Ciri-ciri pemimpin yang dibutuhkan antara lain adalah

pemimpin yang memiliki visi dan misi yang jelas, kemampuan bernegosiasi,

menumbuhkan motivasi anggotanya, berorientasi pada kepentingan anggota,

berdasarkan pada pertanggung jawaban publik, demokratis dalam pengambilan

keputusan, memiliki kemampuan manajemen (administrasi dan keuangan) serta

mampu menggalang jaringan kerjasama antar organisasi sosial di tingkat desa

maupun diaras desa masih minim. Justru yang masih sering dijumpai adalah

pemimpin-pemimpin organisasi sosial yang dianggap “tokoh” (meski sering kali

Pemdes

Usaha

Masyarakat

BPD

Sarana &

Prasarana

LPMD

Keuanga

n Desa

Page 39: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 39

tidak jelas kriteria ketokohan tersebut) atau pemimpin yang berorientasi keatas

(birokrat diaras desa). Tokoh masyarakat sering kali tidak memiliki kemampuan

manajerial yang baik sehingga sulit beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

Pemilihan kepala desa yang berlangsung demokratis, transparan tanpa dikotori oleh

permainan uang merupakan awal yang baik untuk menciptakan pemerintahan desa

yang bersih, bertanggung jawab dan demokratis. Oleh karenanya masukan program

pembinaan diarahkan untuk menjaga agar proses pemilihan kepala desa berlangsung

transparan.

2) Kemampuan pemerintahan desa menjalankan fungsi-fungsinya

Untuk mewujudkan otonomi ‘mandiri’ masyarakat dalam pelaksanaan tugas dan

fungsi pemerintahan desa mencakup dengan dimulai menentukan sendiri jenis dan

tujuan organisasinya. Pembentukan organisasi ini disesuaikan dengan kewenangan

desa. Ini berarti masyarakat akan mengatur sepenuhnya tentang tugas, fungsi,

struktur, personalia dan anggaran yang dibutuhkan untuk menggerakkan organisasi

tersebut.

Kemudian diikuti dengan kesepakatan untuk menghindari jabatan rangkap. Jabatan

rangkap kepala desa sudah ditiadakan dalam turunan UU No 22/1999 dan hasil revisi

dengan UU No. 32 tahun 2004. Pemisahan ini sangat memperingan tugas kepala desa

dan memperkecil peluang KKN terutama dalam menggunakan dana perimbangan.

3) Bidang pembangunan desa

Permasalahan mendasar dalam pembangunan desa adalah persepsi masyarakat. Oleh

karena selama ini dominasi pemerintah desa sangat tinggi, maka kehadiran BPD

dianggap sebagai pesaing baru. Apalagi tugas dan fungsi BPD salah satunya sebagai

pengawas jalannya pemerintahan desa sehingga seringkali desa merasa tidak leluasa

lagi. Padahal, BPD sebagai wakil masyarakat tidak diatur mekanisme

pertanggungjawabannya kepada masyarakat yang diwakili. Akibatnya dominasi

BPD sangat kuat. Sementara BPD belum tentu merupakan aspirasi seluruh

masyarakat sebab BPD juga tidak punya mekanisme bagaimana menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya.

Untuk menjamin terjadinya proses akuntabilitas, transparansi dan partisipasi

masyarakat, maka optimalisasi Forum Musbangdes menjadi sangat penting. Adapun

langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain:

4) Menempatkan Musbangdes sebagai forum tertinggi dalam pengambilan

keputusan di desa

Forum Musyawarah Pembangunan Desa (Musbangdes) sejak lama diperkenalkan

yang merupakan salah satu wadah untuk meningkatkan keberdayaan governance

desa.

Page 40: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 40

Forum Musbangdes hendaknya difungsikan tidak hanya sebagai wahana

pertanggung jawaban pemerintah desa baik atas kegiatan per tahun maupun

pertanggung jawaban akhir masa jabatan kepala desa.

Hasil Musbangdes ditetapkan oleh BPD dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes)

sebagai landasan kerja bagi pemerintah desa dalam satu tahun. Di akhir tahun

sebelum Musbangdes dilakukan untuk penyusunan rencana kerja desa tahun

berikutnya, rencana kerja desa tahun sebelumnya dievaluasi secara oleh ketiga

governance desa. Hasil evaluasi akan menggambarkan kinerja pemerintah desa.

Dalam Musbangdes tersebut bila dilakukan secara partisipatif yaitu melibatkan

seluruh komponen governance desa, maka rencana kerja desa dapat dijadikan

patokan untuk mengukur kinerja desa. Hasil Musbangdes yang berkaitan dengan

lintas desa perlu dikomunikasikan dalam diskusi UDKP tapi bila dapat diselesaikan

oleh desa keputusan diambil di tingkat forum Musbangdes saja.

Hasil Musbangdes kemudian disyahkan oleh BPD dalam bentuk Peraturan Desa.

Dokumen inilah yang dijadikan sebagai bahan penilaian kinerja pemerintah desa

pada forum Musbangdes tahun berikutnya.

5) Meningkatkan Kapasitas Organisasi

Keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi sering kali tanpa dibarengi dengan

kesadaran akan manfaat (hak atau benefit) dan konsekuensi (kewajiban) dari

keterlibatan tersebut, kemampuan berorganisasi seperti manajemen organisasi dan

kemampuan bernegosiasi. Keterlibatan seseorang lebih didasarkan kriteria tertentu

yang telah ditetapkan oleh perencana proyek sebagai pemanfaat misalnya keluarga

pra sejahtera atau keluarga miskin atau karena petani maka seseorang berarti dapat

menjadi anggota yang dibentuk oleh instansi diaras desa.

Seyogyanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi merupakan keputusan

rasional yang diambil seseorang dari sejumlah pilihan-pilihan rasional yaitu tindakan

yang dilakukan setelah mempertimbangkan manfaat dan kewajiban yang harus

dipenuhi.

Kapasitas organisasi berkaitan erat dengan kemampuan pengelolanyaterutama

tentang manajemen organisasi, manajemen program, manajemen keuangan,

manajemen SDM dan manajemen jaringan kerja.

6) Bidang Kemampuan Keuangan

Hal ini didasari pemikiran agar desa memiliki sumber dana pasti untuk menyusun

rencana pembangunan desa. Disamping dari dana perimbangan, desa menetapkan

berbagai pungutan retribusi, pancen dan lain-lain. Hanya saja proses penetapannya

tidak partisipatif sehingga realisasi dalam perhitungan APBDesa sangat rendah.

Komponen sumber pendapatan desa lainnya adalah provinsi dan sumbangan pihak

III yang tidak mengikat. Dengan diperbolehkannya desa mendapatkan pinjaman dari

Page 41: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 41

pihak ketiga dapat merangsang desa untuk meningkatkan kapital ekonomi desa tapi

dapat juga menimbulkan permasalahan baru. Oleh karena itu, maka Perda harus

mengatur rambu-rambu yang tegas tentang syarat-syarat peminjaman dan

pengembaliannya. Hal lain yang dapat meningkatkan kemampuan keuangan desa

adalah peluang untuk mengembangkan Badan Usaha Desa, seperti adanya badan

kredit desa (BKD) sebagai hasil kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Dengan harapan semakin menguatnya kemampuan keuangan desa maka penghasilan

kepala desa, aparat desa dan lembaga lainnya dapat ditingkatkan.

3.6.3. Pemberdayaan Governance Desa

Upaya pemberdayaan governance desa memerlukan strategi dan arah program yang

tepat. Mengacu pada Friedman dalam Zudan (2004: 83), pemberdayaan dibedakan atas

pemberdayaan politik, sosial dan psikologis. Pemberdayaan politik diarahkan agar

intervensi birokrat diaras desa menjadi minimal dan membangkitkan animo governance

desa untuk melakukan pengaturan sendiri (self regulation).

Pemberdayaan sosial diarahkan pada upaya-upaya membangun organisasi modern di

desa dilakukan dengan cara merubah modus orientasi organisasi standardan sukarela yang

ada di desa yang semula bersifat tradisional dan subsisten menjadi organisasi modern.

Perubahan tersebut diawali dengan meninjau kembali tujuan organisasi, membangun sistem

akumulasi kapital internal, membangun sistem distribusi kapital eksternal yang merata.

Pemberdayaan psikologis dilakukan dengan cara meningkatkan kapital sosial,

reinternalisasi nilai-nilai terutama anarkisme dan alturisme.

Pembaerdayaan politik, sosial dan psikologis diarahkan agar terjadinya keseimbangan

interaksi diantara ketiga elemen governance desa. Keseimbangan interaksi tiap elemen

governance desa menjadi sangat penting agar ketiga komponen tersebut mampu melakukan

pengaturan sendiri (self-organizing), menjelaskan bahwa nilai-nilai dan norma merupakan

sosial kapital.

Disamping ketiga jenis pemberdayaan seperti dikemukakan Friedman, salah satu yang

sangat penting dan terlupakan adalah pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan ekonomi

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keuangan desa dengan menjalin kerjasama

dengan usaha-usaha masyarakat. Peluang untuk ini tersedia dengan pengakuan UU No 32

tahun 2004 tentang keberadaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Badan usaha ini

hendaknya dijadikan wahana pengakumulasi kapital ekonomi internal dan juga sebagai

saluran utama bagi masuknya kapital ekonomi eksternal. Selama ini program instansi terkait

diaras desa dilakukan melalui organisasi standar perpanjangan tangan mereka di desa.

Hendaknya program instansi berkaitan dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan

masyarakat dilakukan melalui Bumdes.

Otonomi ‘mandiri’ masyarakat desa sebagai sebuah alternatif atas kebuntuan aliran

pemikiran otonomi asli desa yang dimaknai sebagai otonomi adat dan otonomi yang

diberikan. Guna mewujudkan otonomi ‘mandiri’ masyarakat desa paling tidak ada 2 (dua)

Page 42: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 42

hal yang dibutuhkan, yaitu: pertama, bagaimana mengurangi campur tangan birokrat atas

desa; dan kedua, bagaimana memberdayakan governance desa.

Pemberdayaan governance desa dimulai dengan memperjelas kewenangan desa.

Pemerintah kabupaten memfasilitasi governance desa untuk merumuskan kewenangan

desa. Berdasarkan rumusan kewenangan tersebut, maka governance desa membangun

organisasi sebagai pelaksana kewenangan tersebut.

Untuk mencapai hal ini, maka dalam UU No. 32 tahun 2004 mencoba mengarahkan

agar pemerintah kabupaten menetapkan Perdes yang mengembalikan kewenangan yang

pernah dimiliki oleh desa dan mengatur perimbangan keuangan antara kabupaten dan desa.

Selanjutnya, pengaturan lebih lanjut tentang desa ditetapkan dalam Perdes. Dengan rumusan

ini, maka kabupaten tidaklah leluasa mengintervensi desa dan sebaliknya governance desa

diberi ruang untuk mengatur dirinya sendiri. Hanya saja keleluasaan demikian mungkin saja

tidak dapat dimanfaatkan oleh governance desa untuk mengatur dirinya. Untuk itu, UU No.

32 tahun 2004 sebagai hasil revisi UU No. 22 tahun 1999 menegaskan bahwa peran

pemerintah kabupten cukup sebagai fasilitator guna meningkatkan keberdayaan governance

desa dalam bentuk bimbingan fasilitasi dan pemberian panduan bukan ‘pengaturan’,

sehingga arah UU No. 32 tahun 2004 diharapkan disamping dapat memperkuat

penyelenggaraan otonomi daerah, namun juga mempertegas bahwa desa sebagai subsistem

otonom dibangun dalam koridor otonomi daerah juga bukan otonomi politik. Apabila tidak,

maka esensi UU No. 32 tahun 2004 akan lebih menarik lagi kewenangan yang telah

diberikan atau resentralisasi.

3.7 Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kawasan Perdesaan)

3.7.1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Pemberdayaan merupakan terjemahan dari “empowerment” pada intinya diartikan:

“membentuk individu untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri dalam

mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan

dirinya, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan

tindakan.” Sementara Shardlow (1998: 32) mengatakan bahwa pemberdayaan membahas

bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka

sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka

sendiri.

Sesuai dengan pernyataan di atas, bahwa pemberdayaan adalah dalam perspektif

yang lebih luas yang sering diartikan hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar (basic

needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut

(safety net). Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa

yang disebut sebagai The Politics of Alternative Development, yang menghendaki adanya

“inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and sustainability or

intergenerational equity” (Friedmann, 1992). Selanjutnya, Kartasasmita (1996) mengutip

pendapat beberapa ahli dengan melukiskan konsep pemberdayaan itu sebagai suatu konsep

yang tidak mempertentangkan antara pertumbuhan dengan pemerataan, tetapi memadukan

Page 43: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 43

antara keduanya, karena sebagaimana dikatakan oleh Brown (1995), kedua konsep tersebut

tidak harus diasumsikan sebagai “tidak cocok atau berlawanan (incompatible or

antithetical)”.

Konsep pemberdayaan berusaha melepaskan diri dari perangkap “zero-sum game”

dan “trade off”, dan bertitik tolak dari pandangan bahwa melalui pemerataan akan tercipta

landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan sekaligus akan menjamin pertumbuhan

yang berkelanjutan dengan perbaikan. Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan oleh Kirdar

dan Silk (1995), “the pattern of growth is just as important as the rate of growth”. Hal yang

dikehendaki sebenarnya adalah “the right kind of growth” (Ranis, 1995) yakni bukan yang

vertikal dan menghasilkan “trickle-down”, karena sudah terbukti tidak berhasil, tetapi yang

bersifat horizontal (horizontal flows) yakni “broadly based, employment intensive, and not

compartmentalized”.

Sejalan dengan konsep para ahli di atas, Kartasasmita (1996) menyatakan bahwa

memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan

masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap

kemiskinan dan keterbelakangan. Atau dengan kata lain, memberdayakan adalah

memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam konteks pemikiran tersebut, upaya

memberdayakan masyarakat haruslah diawali dengan menciptakan suasana atau iklim yang

memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang atau dikembangkan. Titik tolaknya

adalah pengenalan bahwa setiap manusia atau setiap masyarakat, memiliki potensi yang

dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena

apabila demikian adanya maka masyarakat tersebut sudah punah.

Pemberdayaan masyarakat tidak hanya meliputi penguatan individu, tetapi juga

berbagai pranatanya (institutions) berupa penguatan, misalnya dalam bentuk penanaman

nilai-nilai budaya modern, seperti: kerja keras, hemat, keterbukaan, dan sikap

bertanggungjawab yang menjadi bagian dari proses pemberdayaan masyarakat. Demikian

pula, pemberdayaan masyarakat juga menyangkut pembaharuan lembaga sosial dan

pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya,

khususnya yang menyangkut partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam proses

pembangunan di lingkungannya. Atas dasar pandangan tersebut maka pemberdayaan

masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, dan pengamalan nilai

demokrasi di masyarakat. Dalam konteks ini, Friedmann (1992), menyatakan “The

empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the

emphasis on autonomy in the decision-making of territorially organized communities, local

self-reliance (but not autarchy), direct (participatory) democracy, and experiental social

learning”.

Dengan demikian maka pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya untuk

membangun daya berupa kekuatan baru atau potensi yang dimiliki masyarakat, dengan

mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran masyarakat terhadap potensi yang

dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya, sehingga orang atau masyarakat

menjadi berdaya, lepas dari ketergantungan, kemiskinan dan keterbelakangan.

Page 44: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 44

3.7.2. Pemberdayaan dan Strategi Pembangunan Kawasan Perdesaan

Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu strategi atau merupakan paradigma

pembangunan yang dilaksanakan dalam kegiatan pembangunan masyarakat, khususnya

pada negara-negara yang sedang berkembang. Pemberdayaan masyarakat muncul

dikarenakan adanya berbagai kegagalan yang dialami dalam proses dan pelaksanaan

pembangunan yang cenderung sentralistis seperti community development atau

pengembangan komunitas. Pembangunan dengan model seperti ini tidak memberi

kesempatan langsung kepada masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan,

terutama dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pemilihan pejabat,

perencanan, pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan.

Dalam hal keterkaitan pemberdayaan dan pembangunan sebelumnya Schumacher

(1973) lebih menekankan aspek ekonomi dibandingkan aspek politik dalam proses

pemberdayaan masyarakat, dengan menyatakan: economic development can succeed only if

it is carried for ward as a board popular “movement reconstruction” with the primary

emphasis on the full utilization of the drive, anthusiasm, intelligence an labour power of

every one. Sedangkan strategi yang paling tepat adalah dengan memberikan masyarakat

berupa sarana agar mampu dan dapat mengembangkan diri. Lebih lanjut Schumacher

mengemukakan bahwa, dalam proses pemberdayaan masyarakat NGO (nongovermental

organization) memiliki tempat yang istimewa dalam kaitannya membentuk kelompok

mandiri.

Perkembangan selanjutnya, Elliot (1987) menyatakan bahwa terdapat tiga strategi

pemberdayaan yang dapat dilakukan yaitu :

1) The Welfare Approach. Pendekatan ini mengarah pada pendekatan manusia dan

bukan untuk memberdaya masyarakat dalam menghadapi proses politik dan

pemiskinan rakyat.

2) The Development Approach. Pendekatan ini bertujuan untuk mengembangkan

proyek pembangunan untuk meningkatkan kemampuan, kemandirian dan

keswadayaan masyarakat.

3) The Empowerment Approach. Pendekatan yang melihat bahwa kemiskinan

sebagai akibat dari proses politik ataupun kekuasaan dan berusaha untuk

memberdayakan atau melatih rakyat untuk mengatasi ketidakberdayaan

masyarakat.

Friedmann (1992) menawarkan konsep atau strategi pembangunan yang populer

disebut dengan empowerment atau pemberdayaan. Konsep pemberdayaan ini adalah sebagai

suatu konsep alternatif pembangunan yang pada intinya memberikan tekanan pada otonomi

dalam mengambil keputusan di suatu kelompok masyarakat yang dilandaskan pada

sumberdaya pribadi, bersifat langsung, demokratis dan pembelajaran sosial melalui

pengalaman langsung. Fokus utama pemberdayaan, menurut Friedmann adalah sumberdaya

lokal, namun bukan berarti mengabaikan unsur-unsur lain yang berada di luar kelompok

masyarakat, bukan hanya ekonomi akan tetapi juga pendidikan, politik dan yang lainnya

Page 45: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 45

agar masyarakat memiliki posisi tawar menawar yang seimbang, baik ditingkat lokal,

nasional, regional maupun internasional.

Strategi pemberdayaan dalam pembangunan masyarakat merupakan upaya yang

dilakukan untuk meningkatkan dan memandirikan, serta menswadayakan masyarakat sesuai

dengan potensi dan budaya lokal yang dimilikinya secara utuh dan konprehensif agar harkat

dan martabat lapisan masyarakat yang kondisinya tidak mampu dapat melepaskan diri dari

kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya meliputi

penguatan individu anggota masyarakat, tetapi pranata hidup yang ada dalam masyarakat

itu sendiri, perlu dan harus diberdayakan. Melalui strategi pemberdayaan masyarakat,

partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan akan semakin meningkat dari

waktu ke waktu.

3.7.3. Proses Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Perdesaan

Implementasi pemberdayaan masyarakat pada dasarnya tidak dapat berlangsung

begitu saja, namun dilaksanakan dengan proses yang sistematis dan berkelanjutan. Proses

pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara bertahap melalui tiga fase (Pranaka dan

Prijono, 1996) yaitu:

1) Fase Inisiasi. Fase ini merupakan fase pemberdayaan yang menggambarkan

bahwa semua proses pemberdayaan berasal dari pemerintah, dan masyarakat

hanya melaksanakan apa yang direncanakan dan diinginkan oleh pemerintah dan

tetap tergantung pada pemerintah.

2) Fase Partisipatoris. Fase ini merupakan fase pemberdayaan yang

menggambarkan bahwa proses pemberdayaan berasal dari pemerintah bersama

masyarakat, oleh pemerintah dan masyarakat, dan diperuntukkan bagi rakyat. Pada

dasarnya masyarakat sudah dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembangunan

untuk menuju kemandirian.

3) Fase Emansipatoris. Fase ini merupakan fase pemberdayaan yang

menggambarkan bahwa proses pemberdayaan berasal dari rakyat dan untuk rakyat

dengan didukung oleh pemerintah bersama masyarakat. Pada dasarnya fase

emansipatori ini masyarakat sudah dapat menemukan kekuatan dirinya sehingga

dapat dilakukan dalam mengaktualisasikan dirinya. Puncak dari kegiatan proses

pemberdayaan masyarakat ini adalah ketika pemberdayaan ini semuanya datang

dari keinginan masyarakat sendiri.

3.7.4. Pendekatan dalam Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Perdesaan

Pada dasarnya pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan menempatkan

masyarakat tidak sebagai objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan

subjek dari upaya pembangunan itu sendiri. Berdasarkan konsep tersebut, maka

pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan (Sumodiningrat, Gunawan, 2002),

sebagai berikut: pertama, upaya itu harus terarah. Secara populer hal ini disebut sebagai

pemihakan. Upaya ini ditujukan langsung kepada masyarakat yang memerlukan, dengan

Page 46: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 46

program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Kedua,

program tersebut harus langsung mengikutsertakan masyarakat atau bahkan dilaksanakan

oleh masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan. Mengikutsertakan masyarakat yang

akan dibantu mempunyai beberapa tujuan, yakni: agar bantuan tersebut efektif karena sesuai

dengan kehendakdan mengenali kemampuan serta kebutuhan masyarakat. Selain itu,

sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan pengalaman dalam merancang,

melaksanakan, mengelola, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan

ekonominya. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok masyarakat, karena secara

sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya. Hal ini juga dalam lingkup bantuan menjadi terlalu luas apabila

penanganannya dilakukan secara individu. Jadi, pendekatan kelompok merupakan

pendekatan yang paling efektif dan dilihat dari penggunaan sumber daya juga lebih efisien.

Selanjutnya ada pendekatan yang banyak digunakan oleh berbagai Lembaga Suadaya

Masyarakat yaitu advokasi. Pendekatan advokasi pertama kali diperkenalkan pada

pertengahan tahun 1960-an di Amerika Serikat (Davidoff, 1965), dengan model pendekatan

ini mencoba meminjam pola yang diterapkan dalam sistem hukum, di mana penasehat

hukum berhubungan langsung dengan kliennya sendiri. Dengan demikian, pendekatan

advokasi menekankan pada proses pendampingan kepada kelompok masyarakat dan

membantu mereka untuk membuka akses kepada pelaku-pelaku pembangunan lainnya,

membantu mereka mengorganisasikan diri, menggalang dan memobilisasi sumberdaya

yang dapat dikuasai agar dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dari

kelompok masyarakat tersebut. Pendekatan advokasi tersebut didasarkan pada

pertimbangan bahwa pada hakekatnya masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang

masing-masing mempunyai kepentingan dan sistem nilai sendiri-sendiri. Masyarakat pada

dasarnya bersifat majemuk, di mana kekuasaan tidak terdistribusi secara merata dan akses

keberbagai sumberdaya tidak sama yang dapat diakibatkan letak geografis/wilayah,

transpotrasi dan keterjangkauan lainnya.

Selanjutnya, dengan pendekatan advokasi masyarakat dalam jangka panjang

diharapkan masyarakat mampu secara sadar terlibat dalam setiap tahapan dari proses

pembangunan itu sendiri, baik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,

pelaporan, dan evaluasi. Dalam perkembangannya, pendekatan advokasi dapat pula

diartikan sebagai salah satu bentuk “penyadaran” secara langsung kepada masyarakat

tentang hak dan kewajibannya dalam proses pembangunan yang dilaksanakan.

3.7.5. Strategi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kawasan Perdesaan

Pasca reformasi 1998, kondisi masyarakat dan kawasan perdesaan belum

menunjukkan adanya perbaikan yang berarti. Malahan, sejak krisis ekonomi melanda

perekonomian nasional kondisi sosial dan ekonomi kawasan perdesaan cenderung semakin

memburuk. Banyak faktor berperan dibalik keadaan. Konsep pembangunan nasional yang

puluhan tahun cenderung merugikan kawasan dan masyarakat perdesaan. Sehingga untuk

memperbaiki keadaannya perlu perubahan yang fundamental dalam konsep pembangunan

nasional, khususnya pembangunan ekonomi masyarakat perdesaan.

Page 47: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 47

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses

untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara

proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk

mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki

keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat

merupakan suatu prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan

membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang

dinamis.

Lingkungan strategis yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup

lingkungan produksi, ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan,

masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang

dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi,

sosial dan ekologi-nya. Secara ringkas keterkaitan antara pemberdayaan masyarakat dengan

sustainable development dapat digambarkan dalam kerangka pada gambar 3.3.

Selain itu, upaya pemberdayaan semestinya memfasiltasi dan mendorong masyarakat

pedesaan yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh dan petani untuk mampu

memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya sehingga mampu secara efisien dan menjamin

pemenuhan pangan serta memperoleh surplus yang dapat dijadikan modal.

Pada beberapa masyarakat lokal, telah tumbuh beberapa institusi tradisional yang

selama ini telah dimanfaatkan sebagai sarana untuk mencapai kegiatan produksi yang lebih

efisien disesuaikan dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki dan atau dikuasai oleh

masyarakat setempat.

Page 48: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 48

Gambar 3.3: Keterkaitan Pemberdayaan Masyarakat dengan Sustainable

Development

Dalam studi yang dilakukan Subejo dan Iwamoto, telah dapat diidentifikasi bahwa

masyarakat lokal di daerah dataran tinggi dengan keterbasan sumberdaya produksi telah

mengorganisasikan diri ke dalam kelompok atau grup melalui institusi pertukaran kerja

(labor exchange institutions) yang ternyata sangat efisien dan efektif.4

Terkait dengan mekanisme ekonomi, sebenarnya telah banyak upaya untuk

menciptakan institusi ekonomi dengan maksud meningkatkan akses masyarakat terhadap

pasar. Namun nampaknya kelembagaan ekonomi yang ada belum dapat sepenuhnya

memberikan manfaat langsung terhadap masyarakat. Salah satu contoh adalah pembentukan

koperasi pedesaan yang diarahkan pada penyediaan sarana prasarana produksi atau usaha di

beberapa tempat menunjukkan keberhasilan, namun pada banyak kasus justru mengalami

4 Subejo dan Supriyanto, 2004, Metodologi Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, Short paper pada Kuliah

Intensif Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan, Study on Rural Empowerment (SORem)-Fak. Pertanian UGM

tanggal 16 Mei 2004.

Page 49: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 49

kegagalan karena tidak melibatkan masyarakat secara penuh. Manfaat dan keuntungan baru

dinikmati secara signifikan oleh pihak tertentu.

Subejo dan Supriyanto, mengidentifikasi bahwa beberapa institusi lokal-tradisional

terkait dengan ekonomi/pasar yang sebenarnya sudah mulai dikembangkan oleh masyarakat

secara swadaya (self-organizing). Munculnya kelompok simpan pinjam tradisional (arisan)

yang secara luas dikenal dengan rotation saving and credit associations (ROSCAs)

merupakan sumber permodalan lokal antar petani merupakan salah satu wujud

pemberdayaan petani secara internal. Di daerah pegunungan seperti di sekitar Gunung

Slamet Banyumas dengan keterbatasan semberdaya alam dan ekonomi, masyarakat lokal

secara kreatif menciptakan lembaga institusi lokal yang disebut dengan “prayaan” yang

menggabungkan prinsip ekonomi pasar dan keeratan hubungan sosial yang dikembangkan

untuk berbagai kegiatan produktif.5

Menurut pendapat Sadjad bahwa selama ini program pemberdayaan secara ekonomi

masih on farm centralism. Mestinya pemberdayaan lebih diarahkan supaya tumbuh

rekayasa agribisnis sehingga petani desa bisa menjadi pelaku bisnis yang andal dan akhirnya

bisa menjadi pusat bisnis masyarakat pedesaan yang menyejahterakan. Pembangunannnya

harus dari hilir, yaitu pasar yang melalui komponen tengah ialah agroindustri, baru hulunya

on farm business. 6

Sustainable development mensyaratkan adanya pengelolaan sumberdaya ekologi

secara bijaksana oleh warga masyarakat lokal. Dalam hal ini mekanisme ekologi mencakup

aspek lingkungan sekitar yang sangat luas bagi masyarakat. Termasuk di dalamnya

bagaimana masyarakat diberi kesempatan dan didorong untuk mengelola dan

memanfaatkan sumberdaya ekologi-nya secara berkesinambungan, termasuk di dalamnya

fasilitas infrastuktur (saluran irigasi, jembatan, jalan, fasilitas publik lainya), hutan

masyarakat, penggembalaan umum, gunung, sungai dan lain sebagainya.

Beberapa ahli banyak memberikan kritik bahwa selama ini masyarakat cenderung

hanya dilibatkan sebagai obyek dalam pengelolaan sumberdaya ekologi, mereka jarang

sekali dilibatkan dalam perencanaan, pengambilan keputusan serta pengelolaan sumberdaya

ekologi tersebut. Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat lokal sebenanya

memiliki kearifan dan kemampuan dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya

ekologi agar memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

Terkait dengan mekanisme sosial, sebagian besar masyarakat di Indonesia dikenal

sebagai salah satu masyarakat di dunia yang mempunyai tradisi komunitarian paling kuat.

Tradisi komunitarian tersebut antara lain diwujudkan dalam bentuk social relationship yang

kuat, masyarakat kita telah banyak berinovasi dalam menciptakan social relationship yang

memberikan manfaat kepada warganya. Para ahli telah mangacu social relationship sebagai

suatu networking yang secara spesifik sering disebut dengan terminologi social capital

(untuk lebih jelas lihat dalam homepage World Bank). Saat ini sudah ada kesepahaman

5 Ibid

6 Sadjad,Sjamsoe`oed, 2000, Memberdayakan Petani Desa, Kompas 22 September 2000.

Page 50: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 50

bahwa social capital memiliki peran penting dan positif dalam memacu pertumbuhan

ekonomi. Transaksi-transaksi ekonomi akan berjalan dengan lebih efisien jika didukung

dengan social relationship yang mantap dan kuat.7

7 Laporan-laporan hasil studi World Bank tentang social capital dapat diakses melalui http://worldbank.org/poverty/scapital/

Page 51: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 51

BAB IV

ARAH KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN

KAWASAN PERDESAAN

Mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan

Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014

tentang Desa, PP No. 60 tentang Dana Desa, serta dengan mempertimbangkan UU No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 78 tentang Percepatan Pembangunan

Daerah Tertinggal, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan rekomendasi untuk

menutup laporan evaluasi ini.

4.1 Arah Kegiatan Percepatan Pembangunan Kawasan Perdesaan Terpadu

Berdasarkan hasil laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan Percepatan Pembangunan

Kawasan Perdesaan Terpadu (P2KPT) Tahun 2010-2014 maka kedepannya, kebijakan arah

kegiatan P2KPT Tahun 2015-2019 dengan memperhatikan hal-hal berikut ini.

4.1.1. Penentuan Lokasi Kawasan Sasaran

Penetapan lokasi (lokus) kawasan perdesaan dalam kegiatan P2KPT kedepannya

diharuskan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten dan kawasan

perdesaan sehingga menghindari adanya perubahan kawasan perdesaan yang menjadi lokasi

sasaran kegiatan pada saat proses pelaksanaan kegiatan sedang berjalan. Kawasan yang

dimaksud sebagai sasaran kegiatan P2KPT seyogyanya adalah kawasan yang memiliki

orientasi untuk pengembangan ekonomi kawasan, dan oleh karenanya kawasan sasaran

tersebut harus mempunyai ciri karakteristik potensi-potensi dan sumberdaya alam

pendukung pengembangan komoditi ekonomi yang relatif sama. Berbasis pada karakteristik

kondisi yang relatif sama tersebut maka bisa dikembangkan komoditi unggulan untuk

mendukung perkembangan perekonomian kawasan. Agar menghasilkan intepretasi yang

sama oleh daerah mengenai penentuan kawasan tersebut maka perlu dibuatkan Manual

Penentuan Kawasan yang memberikan petunjuk mengenai kriteria dasar penentuan kawasan

sasaran.

Kawasan perdesaan yang akan menjadi sasaran kegiatan tersebut idealnya terdiri dari

minimal 3 desa dan maksiml 5 desa, dimana desa yang masuk dalam kawasan perdesaan ini

tidak harus semuanya merupakan desa yang dikategorikan tertinggal.

Lokasi-lokasi kawasan sasaran yang sudah dipilih secara tepat tersebut harus

dirancang dalam sebuah komitmen perencanaan jangka menengah 5 (lima) tahun sesuai

Page 52: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 52

dengan strategi pelaksanaan sebagaimana dijelaskan di dalam konsep P2KPT. Komitmen

perencanaan 5 tahun seyogyanya mengikuti pergantian kepemimpinan dan arah kebijakan

nasional sehingga memudahkan dalam mengukur capaian atas hasil pelaksanaan kegiatan

P2KPT sekaligus mengukur kinerja di dalam unit kerja KPDT. Komitmen perencanaan 5

tahunan tersebut, sesuai dengan strategi pelaksanaan P2KPT dimulai dengan kegiatan

penyusunan Master Plan Kawasan yang sebisa mungkin melibatkan berbagai baik antar K/L

di pusat, instansi pemerintah terkait di provinsi dan kabupaten, serta sektor swasta terkait.

Dengan demikian maka sinergi kegiatan dan pendanaan akan lebih optimal serta

menghindari tumpang tindih kegiatan di kawasan perdesaan.

4.1.2. Penguatan Kelembagaan Masyarakat

Dalam rangka penguatan kelembagaan masyarakat ini, kegiatan P2KPT harus

kembali pada substansi kegiatan pemberdayaan masyarakat karena kegiatan P2KPT lokus-

nya di desa (kawasan perdesaan). Komponen pokok yang harus ada dalam pemberdayaan

masyarakat antara lain penguatan kapasitas melalui pelatihan dan pendampingan kepada

masyarakat termasuk organisasi masyarakat setempat (OMS) serta partisipasi aktif dan

sukarela dari masyarakat.

Oleh karena itu, dengan sudah diterbitkannya UU dan PP tentang Desa maka perlu

dikaji kembali kemungkinan perubahan istilah-istilah yang ada pada kegiatan P2KPT untuk

disesuaikan dengan istilah-istilah yang ada pada UU dan PP tersebut. Misalnya Forum

Bedah Desa menjadi Badan Kerjasama Kawasan Perdesan, Balai Bedah Desa menjadi

Badan Kerjasama Antar Desa, dan sebagainya.

4.1.3. Perencanaan Kegiatan

Perencanaan kegiatan P2KPT sudah melibatkan masyarakat tetapi sifatnya baru

sebatas administrasi, belum pada perencanaan kegiatan yang sifatnya substantif. Artinya,

perencanaan yang betul-betul dibuat berdasarkan mekanisme musyawarah yang melibatkan

partisipasi aktif mayarakat untuk membuat usulan kegiatan P2KPT.

Kedepannya, dalam menyusun sebuah perencanaan kegiatan diwajibkan kepada

seluruh lokasi kegiatan P2KPT untuk menjadikan rencana jangka panjang menengah

(RPJM) Daerah, RPJM Desa dan rencana kerja pemerintah (RKP) Desa dengan melibatkan

pemerintahan desa dan masyarakat desa dalam penentuan usulan kegiatannya sebagai bukti

mereka berpartisipasi dalam proses pembangunan desa (kawasan perdesaan).

4.1.4. Penentuan Menu Kegiatan

Menu kegiatan P2KPT selama ini sebenarnya sudah sesuai dengan arah kebijakan

pembangunan kawasan perdesaan, yaitu infrastruktur sarana parasarana sosial dasar,

wilayah dan ekonomi. Menu kegiatan P2KPT yang diusulkan untuk dibangun harus

berdasarkan potensi ekonomi dan mendukung pengembangkan ekonomi kawasan perdesaan

tersebut. Oleh karena itu, dalam rangka lebih memfokuskan hasil pelaksanaan kegiatan

P2KPT kedepan, maka usulan menu kegiatan hendaknya mempertimbangkan:

Page 53: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 53

1) Kabupaten dibolehkan mengajukan menu usulan kegiatan berupa sarana prasarana

sosial dasar dan wilayah untuk tahun ke 1, 2 dan 3;

2) Kabupaten yang telah mendapatkan 3 tahun kegiatan P2KPT harus masuk dalam

kegiatan suprastruktur ekonomi;

3) Menu kegiatan untuk infrastruktur sarana prasarana sosial dasar dan wilayah hanya

dibolehkan 1 (menu) kegiatan dan cakupan lokasi kegiatannya adalah antar desa

(2-3 desa) bukan 1 (satu) desa saja;

4) Menu kegiatan untuk suprastruktur dibolehkan lebih dari 1 (menu) kegiatan,

seperti menu pengadaan mesin penggilingan kopi dan menu pelatihan

operasionalnya tetapi dalam 1 (satu) paket menu kegiatan, termasuk didalamnya

juga menu pengembangan teknologi tepat guna dan sistem informasi manajemen

(SIM).

4.1.5. Pengembangan Ekonomi Kawasan

Kegiatan P2KPT sudah cukup berjalan baik, hanya ada beberapa hal yang perlu

dioptimalkan dalam pelaksanaannya mulai dari sosialisasi, perencanaan, menu kegiatan,

peran lembaga masyarakat (forum kawasan perdesaan - FKP dan balai kawasan perdesaan

- BKP), pelaksanaan, pengendalian dan evaluasinya. Hasil kegiatan dalam kurang waktu 5

tahun (RPJMN 2010-2014) ini masih belum cukup optimal dalam mendukung

pengembangan ekonomi kawasan perdesaan dikarenakan menu kegiatan yang menjadi

usulan masyarakat masih pada menu infrastruktur sarana prasarana sosial dasar dan wilayah,

sedangkan pengembangan ekonomi masih belum berjalan optimal. Oleh karena itu, kegiatan

pengembangan kawasan perdesaan kedepannya perlu dipertimbangkan untuk

mengembangankan kegiatan baru pada Keasdepan Urusan Perdesaan, KPDT tetapi, lokus

kegiatan suprastrutur dan investasi tersebut tetap dalam lokus kawasan perdesaan.

Kegiatan-kegiatan tersebut bisa berupa:

1) Kegiatan Suprastruktur Pengembangan Ekonomi dengan menambahkan

komponen kegiatan pengembangan ekonomi lokal dengan lokus kawasan

perdesaan.

2) Mengembangkan kelembagaan BKP menjadi lembaga yang berorientasi pada

pengembangan ekonomi lokal dan “pusat pembelajaran” (centre of exellent) bagi

pengembangan potensi-potensi ekonomi di kawasan sasaran.

3) Kegiatan Percepatan Investasi (accelarating and investment disadvantaged areas/

AIDA) dalam rangka menunumbuhkan ekonomi daerah dengan lokus kabupaten

(antar kawasan perdesaan).

4.1.6. Penguatan Kapasitas dan Pendampingan

Konsep strategi implementasi P2KPT yang dalam tahap 3 (tiga) tahun pertama

adalah pembangunan infrastruktur kawasan yang mencakup lintas desa yang diarahkan

untuk medukung percepatan pengembangan ekonomi masyarakat kawasan, dan pada tahap

Page 54: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 54

2 (dua) tahun kedua diikuti dengan penguatan suprastruktur perekonomian masyarakat,

sangat menuntut strategi pemberdayaan yang kompleks. Kompleksitas pemberdayaan

tersebut meliputi 2 (dua) hal penting yaitu pelatihan-pelatihan pengembangan kapasitas dan

pendampingan terhadap kelembagaan-kelembagaan P2KPT.

Kegiatan-kegiatan pelatihan seperti pelatihan mekanisme perencanaan, pelatihan

manajemen pengelolaan kegiatan, pelatihan-pelatihan yang terkait dengan pengembangan

ekonomi kawasan, dll perlu diberikan kepada masyarakat dan para pelaku kegiatan P2KPT.

Pegembangan kapasitas yang sudah diberikan tidak dapat didiamkan begitu saja.

Peningkatan kapasitas yang sudah diberikan kepada para pelaku tersebut harus di dampingi

agar lebih berkembang dan memberikan keberlanjutan jangka panjang dengan melakukan

pembinaan dan pemberdayaan. Mekanisme intervensi pembinaan dan pemberdayaan

tersebut dilaksanakan melalui penyediaan jasa Konsultan Pendamping, yang pada

prinsipnya memiliki fungsi:

1) Memberdayakan peran dan fungsi perencanaan terintegrasi dari para pihak;

2) Memberdayakan peran dan fungsi pengorganisasian dari kelembaga-kelembaga

pelaku P2KPT dan kelembagaan pembangunan desa lainnya; dan

3) Memberdayakan fungsi untuk advokasi kebijakan-kebijakan daerah yang pro

pembangunan kawasan, dll. Starategi-strategi pemberdayaan dan penguatan

tersebut sekali lagi hanya bisa dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan

pendampingan.

4.1.7. Pendanaan

Pelaksanaan atau implementasi P2KPT tahun 2011 dan 2012 dilaksanakan dengan

mekanisme tugas pembantuan (TP) dimana masih mengakomodir tersediaya konsultan-

konsultan pendamping di kabupaten-kabupaten sasaran. Lepas dari pelaksanaan kegiatan

tahun 2011 dan 2012 yang masih lemah, namun daerah merasakan bahwa kegiatan P2KPT

memiliki aspek-aspek pengembangan kapasitas melalui berbagai bentuk pelatihan-pelatihan

bagi para pelaku kelembagaan P2KPT, dan kemudian para pelaku tersebut terlibat di dalam

proses perencanaan dan pengawasan implementasi kegiatan.

Periode tahun 2013 sampai tahun 2014 sifat-sifat pemberdayaan program tersebut

sangat berkurang akibat perubahan mekanis pendanaan dari TP ke Bansos (“murni”).

Bansos tersebut, dengan segala mekanisme peraturan yang ada di dalamnya, telah

mengurangi aspek pemberdayaan terutama dalam hal pelatihan dan pola pendampingan dari

P2KPT. Biaya pendampingan dan peningkatan kapasitas tidak bisa dibiayai oleh Bansos.

Bansos hanya diperuntukkan bagi “belanja barang” yang mekanisme implementasi

mengalami beberapa perubahan. Tahun 2013 dan 2014 dilaksanaan melalui lelang daerah.

Dengan mempertimbangkan penjelasan-penjelasan di atas, maka pelaksanaan

P2KPT ke depan akan lebih sesuai dan oleh karena itu dianjurkan untuk memakai meknisme

pendanaan melalui TP karena melalui mekanisme tersebut akan mampu:

Page 55: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 55

1) Menumbuhkan komitmen daerah melakukan sharing pendanaan kegiatan selama

5 tahun, dimana untuk dapat mendukung sharing pendanaan akan dikeluarkan

perundangan atau peraturan daerah megenai pendanaan tersebut dan

peruntukannya;

2) Memungkinkan direalisasikannya penyediaan Konsultan Pendamping dan

kegiatan-kegiatan pelatihan bagi para pelaku P2KPT baik dari unsur pemerintah,

masyarakat, maupun sektor swasta; dan

3) Memungkinkan daerah lebih berperan aktif dalam perencanaan, implementasi, dan

pelaporan pelaksanaan kegiatan karena daerah mememiliki peran

pertanggungjawaban yang lebih besar atas pelaksanaan kegiatan.

4.1.8. Sinergisitas

Kosep “terpadu” dalam kegiatan Percepatan Pembangunan Kawasan Perdesaan

Terpadu (P2KPT) mengindisikan sebuah fokus yang merupakan kerjasama atar pihak

(multistakeholders) serta keterlibatan sumbangan kegiatan antar sektor. Arah keterpaduan

semacam ini belum maksimal terjadi dalam pelaksanaan P2KPT 2010 – 2014 baik dalam

lingkunp dukungan antar keasdepan di lingkungan KPDT maupun kerja sama dengan K/L

lain. Oleh karena itu implementasi pelaksanaan P2KPT ke depan harus diarahkan kepada

kerja sama antar pihak dan antar sektor sehingga pengembangan kawasan tertinggal

memiliki daya ungkit yang signifikan. Konsep “pengembangan kawasan” harus dirancang

sedemikian rupa menjadi konsep yang terbuka sehingga memungkinkan terjadinya kerja

sama antar pihak namun tetap menjaga fokus kegiatan pada pengembangan kesejahteraan

masyarakat kawasan.

Melihat dari kemanfaatannya yang begitu besar bagi masyarakat-masyarakat

kawasan sasaran yang umumnya berlokasi di daerah-daerah yang terisolir, dengan akses

yang minim terhadap pusat-pusat ekonomi, pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta

pelayanan publik lainnya, maka kegiatan-kegiatan yang dikembangkan melalui P2KPT bisa

dikatakan sebagai model investasi pembangunan yang strategis dalam upaya mengurangi

“ketertinggalan” masyarakat.

Melalui temuan-temuan analisa proses pelaksanaan P2KPT TA. 2010 sampai TA.

2014 dan rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan untuk perbaikan pelaksanaan P2KPT

ke depan, sangat dimungkinkan bahwa pelaksanaan P2KPT ke depan akan mampu

memberikan sumbangan yang lebih baik kepada masyarakat kawasan tertinggal di

kabupaten-kabupaten tertinggal lainnya.

4.2. Inisiasi Program Percepatan Integrasi Pembangunan Antar-Kawasan

Perdesaan

Pergeseran paradigma pembangunan yang mengutamakan pendekatan pembangunan

sektoral saat ini mulai bergeser dengan memperhatikan kebutuhan pembangunan

kewilayahan. Pendekatan kewilayahan berperan dalam memberi arahan kepada sektor untuk

memperhatikan karakteristik kebutuhan suatu wilayah. Untuk mendukung percepatan

Page 56: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 56

program/kegiatan diperlukan investasi sektor yang mempertimbangkan karakteristik

wilayah. Kunci utama untuk mewujudkan hal tersebut melalui dialog dengan semua

pemangku kepentingan agar dapat mewujudkan suatu koordinasi yang baik.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDT)

sebagai leading sektor pembangunan daerah tertinggal selama ini telah mengembangkan

beberapa program untuk melakukan percepatan antara lain, melalui:

1) Penyediaan layanan sosial dasar yang memadai bagi masyarakat; dan

2) Pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal.

KPDT selama ini juga telah melaksanakan pengembangan program-program antara

lain tiga (3) program regular utama melalui P2KPT, Program Produk Unggulan abupaten

(Prukab), Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau

Support for Poor and Disadvantaged Areas (SPADA); serta dua (2) program pendukung

melalui yaitu Aceh Economic Development and Financial Facility (Aceh-EDFF) dan Nias

Local Economic Development Project (Nias-LEDP).8

Namun, program-program pembangunan daerah tertinggal yang telah dikembangkan

tersebut selama ini belum saling bersinergi secara komprehensif, sehingga hasil yang

8 Pelaksanaan Program P2DTK, Tahun 2005 s.d. 2012 dengan sumber pembiayaan dari Grant, Multi Donor

Fund (MDF Aceh-Nias) dan Loan, Bank Dunia; sedangkan Nias-LEDP dan Aceh-EDFF (Tahun 2009 s.d.

2012) bersumber dari grant MDF Aceh-Nias, terdapat beberapa best practice khususnya dalam menggarap

capacity building, integrasi perencanaan program dan pengembangan produk unggulan kabupaten. Best

practice pada program tersebut, akan memberikan hasil yang signifikan jika diterapkan dalam pelaksanaannya

pada Program Bedah Desa dan Prukab.

Sedangkan berdasarkan hasil Studi Pembelajaran PNPM Daerah Tertinggal (P2DTK): Perencanaan

Partisipatif dan Penyediaan Layanan Masyarakat oleh Bank Dunia bekerjasama dengan Lembaga Pattiro

pada Tahun 2011, disimpulkan bahwa :

1) Sub-proyek Program P2DTK cukup berhasil membantu pelayanan publik di daerah dengan cara

menyediakan layanan yang selama ini sulit diakomodasi oleh anggaran daerah. Penajaman fungsi sub-

proyek sebagai komplementer ini akan lebih meningkatkan efektivitas program.

2) Perbaikan model perencanaan dalam Program P2DTK dengan memasukkan unsur teknokratis, berhasil

memperkuat pematangan usulan dan referensi masyarakat. Di sisi lain hal ini memunculkan tantangan baru,

yang mensyaratkan adanya pengawasan masyarakat yang lebih kuat.

3) Integrasi perencanaan Program P2DTK dengan dengan Musrenbang reguler tidak otomatis terjadi,

walaupun peluang untuk itu sangat besar. Di berbagai wilayah integrasi terjadi lebih karena adanya faktor

ketokohan sebagai jembatan, belum didukung mekanisme dan struktur insentif yang disiapkan oleh

program secara khusus. Integrasi ‘vertikal’ khususnya masih menjadi tantangan yang besar. Misalnya, di

Kabupaten Poso diterbitkan Perda tentang Perencananaan Pertisipatif pada Tahun 2010 yang

mengakomodir ”Proses Kajian Teknis Program P2DTK” dalam Perda tersebut.

Disamping itu, berdasarkan hasil Evaluasi Bappenas Tahun 2011 terkait dengan pencairan dan penyaluran

dana Program P2DTK diambil kesimpulan bahwa kinerja P2DTK sangat memuaskan karena pencairan

dananya lebih dari 95% sehingga Bappenas merekomendasikan kepada Kementerian Keuangan dan Bank

Dunia bahwa Program P2DTK boleh dilakukan perpanjangan dari Desember 2011 menjadi Desember 2012

dalam rangka menyelesaikan kegiatan dan meningkatkan kinerja program P2DTK sendiri .

Page 57: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 57

dicapai belum optimal berdampak siqnifikan dalam upaya percepatan pembangunan daerah

tertinggal. Program Bedah Desa dengan lokus garapan kawasan perdesan terpadu belum

bersinergi dengan program Prukab yang fokus pada garapan produksi unggulan. Jika kedua

program ini disinergikan dapat saling melengkapi, dimana hasil Bedah Desa dapat menjadi

masukan bagi Prukab dan sebaliknya Prukab dapat mendukung pelaksanaan sektor

unggulan yang dapat dikembangkan oleh P2KPT. Demikian juga dengan pelaksanaan

sinergi pelaksanaan Program P2DTK, Nias-LEDP, Aceh-EDFF khususnya untuk Aceh-

Nias.

Berdasarkan pelaksanaan Program P2DTK, Nias-LEDP, Aceh-EDFF dengan

pembiayaan dari loan dan grant pada beberapa tahun terakhir ini, maka terdapat beberapa

best practice khususnya dalam menggarap capacity building (peningkatan kapasitas) dan

pengembangan produk kabupaten. Best practice pada kedua program ini, akan memberikan

hasil yang signifikan jika diterapkan dalam pelaksanaan capacity building P2KPT dan juga

efektif dalam promosi investasi di program Prukab.

Oleh karena itu, dalam rangka untuk lebih mensinergikan program-program

khususnya di internal KPDT tersebut guna mendukung realisasi arah kebijakan dan strategi

pembangunan daerah tertinggal, salah satunya melalui pelaksanaan Program Percepatan

Integrasi Percepatan Pembangunan Antar-Kawasan Perdesaan yang dirancang dan

dikembangkan dengan mengacu pada Program P2DTK, P2KPT, Produk Unggulan

Kabupaten, Nias-LEDP dan Aceh-EDFF dengan tetap menjadi bagian dari PNPM Mandiri

secara linier sangat sesuai dan mendukung Nawakerja KDPDT2 Tahun 2015-2019. .

4.2.1. Konsep Dasar Program

Pelaksanaan program dengan konsep untuk mendukung sinergi antar program

strategis yang ada di internal KDPDT2. Adapun the project development objective, dari

program ini adalah meningkatkan integrasi pembangunan antar kawasan perdesaan,

meningkatkan pasar yang berkelanjutan dari produk primer prioritas (produk

unggulan), dengan mendorong kemitraan yang saling menguntungkan antara produsen

lokal, pemerintah daerah dan sektor swasta (atau forum bisnis) di kawasan perdesaan

yang dikembangkan. Hal ini akan dicapai melalui:

1) Pemilihan dan Pengembangan produk prioritas;

2) Penguatan kapasitas produsen di perdesaan dan pemerintah daerah;

3) Mengembangkan dan memperkuat kemitraan antara produsen, pemerintah

daerah dan sektor swasta atau forum bisnis dalam skema yang saling

menguntungkan;

4) Memfasilitasi kemitraan antara forum bisnis dengan mitra yang relevan;

Meningkatkan konektivitas daerah cluster untuk mendukung iklim usaha, dan

jasa.

4.2.2. Pendekatan, Prinsip dan Strategi Pengelolaan

Page 58: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 58

Program ini merupakan program peningkatan kapasitas pemerintah, pelaku

usaha dan masyarakat/ producer organization untuk melakukan percepatan

pembangunan ekonomi di kawasan perdesaan. Program ini dikembangkan dengan tetap

mempertemukan proses perencanaan pembangunan partisipatif dengan perencanaan

pembangunan reguler kabupaten, yang disinergikan dengan program prioritas pusat

pembangunan lainnya.

4.2.2.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam program ini melalui:

1) Peningkatan Kapasitas, diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan

dan sumber daya manusia, baik pemerintah daerah, pelaku usaha maupun

masyarakat/ Pro;

2) Pemberdayaan Masyarakat, diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pelaku

usaha maupun masyarakat/ Pro berperan aktif dalam setiap proses tahapan kegiatan

pembangunan ekonomi daerah;

3) Keberlanjutan Matapencaharian Masyarakat, diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam keberlanjutan usaha dan atau produksi yang telah

dilaksanakannya selama ini;

4) Pengembangan Ekonomi Lokal, diarahkan untuk mengembangkan ekonomi

daerah dengan didasarkan pada potensi sumberdaya lokal (prioritas produk

unggulan) kabupaten, baik melalui pemerintah daerah, sektor swasta dan

kelembagaan/organisasi yang berbasis masyarakat setempat/ Pro;

5) Perluasan Kesempatan/Akses Terhadap Pelayanan Pembangunan, yang

diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah-daerah tertinggal dengan

menghubungkan ke pusat pertumbuhan ekonomi berbasis kawasan perdesaan

terpadu.

4.2.2.2 Prinsip

Dalam pengelolaan pelaksanaan program ini mendasarkan pada 10 (sepuluh)

prinsip, yaitu:

1) Desentralisasi, yaitu memberikan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan

serta menyelaraskan dan mengintegrasikan pelaksanaan program kepada

pemerintah daerah sesuai rencana pembangunan dan mekanisme reguler daerah;

2) Partisipatif, artinya mendorong keterlibatan masyarakat secara luas dan aktif

dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan persiapan, perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan program pembangunan di daerah;

3) Prioritas, artinya pengambilan keputusan mengutamakan kebutuhan masyarakat

(Producer Organization), sektor swasta dalam rangka membangun iklim investasi

yang kondusif;

Page 59: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 59

4) Keberagaman, artinya kegiatan yang dilakukan sesuai kebutuhan, kondisi, dan

kekhususan daerah;

5) Terbuka, artinya informasi pengelolaan kegiatan program dapat diakses dan

diketahui oleh masyarakat luas dan semua pihak yang berkepentingan;

6) Kearifan Lokal, artinya memperhatikan adat istiadat dan budaya yang hidup

dalam masyarakat setempat;

7) Terpadu artinya pengelolaan kegiatan program dilakukan secara menyeluruh

(holistik) dalam satu kesatuan sistem dengan kegiatan pembangunan lainnya;

8) Berwawasan lingkungan, artinya harus mempertimbangkan dampak kegiatan

program terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya baik jangka

pendek, menengah maupun jangka panjang;

9) Dapat dipertanggungjawabkan, artinya pengelolaan kegiatan program

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan hasilnya dapat diterima

serta berdaya guna bagi masyarakat setempat; dan

10) Berkelanjutan, artinya hasil dan pelembagaan kegiatan program dapat dipelihara

dan dikembangkan dalam perencanaan pembangunan daerah selanjutnya.

4.2.2.3 Strategi

Adapun strategi yang ditempuh dalam melaksanakan Program ini melalui

antara lain:

1) Sinergi, yaitu penyelarasan antar program yang dilaksanakan dalam internal

lingkup KDPDT2 sebagai satu kesatuan instrumen pembangunan.

2) Integrasi, yaitu penyelarasan kegiatan antar program yang dilaksanakan di

daerah tertinggal, serta penyatupaduan pelaksanaan program ke dalam

mekanisme reguler.

3) Berbasis Kawasan, yaitu pelaksanaan kegiatan program mengacu secara

konsisten perencanaan pembangunan kawasan.

4) Penerapan analisis value chain dalam pelaksanaan kegiatan program.

4.2.3. Penerima Manfaat

Para penerima manfaat dari Program ini baik secara langsung maupun tidak

langsung, antara lain:

1) Pemerintah Daerah, dengan terlibat langsung aparatur dalam proses perencanaan

program, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban prgram kegiatan

program.

2) Pelaku usaha, dengan terlibat langsung dalam proses perencanaan program dan

pelaksanaan kegiatan program. Asosiasi dunia usaha (Kadinda, Kopinda, dsb);

productive partnership; producer organization;

Page 60: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 60

3) Masyarakat, lembaga sosial kemasyarakatan (LSM) dan perguruan tinggi,

dengan terlibat langsung aparatur dalam proses perencanaan program,

pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban kegiatan program serta

pengembangan produk unggulan kabupaten

4.2.4. Kerangka Strategis

Berikut ini penjelasan kerangka strategis yang dapat tergambarkan secara

menyeluruh pada setiap komponen, seperti apa nantinya apabila program ini dilaksanakan.

4.2.4.1 Capacity Building

Tujuan dari komponen peningkatan kapasitas (capacity building) ini adalah dalam

rangka upaya meningkatkan kapasitas pelaku yang berperan penting dalam keberhasilan

program ini dan fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan mulai dari tingkat pusat, provinsi,

kabupaten dan kawasan perdesaan dari kegiatan persiapan, perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, pengelolaan, dan pemeliharaan serta keberlanjutan hasil-hasil kegiatan

program.

Pelatihan khusus akan berorientasi secara luas baik untuk manajemen proyek dan

pengetahuan implementasi dan kapasitas atau bidang keterampilan tertentu terkait dengan

konsep value chain, peluang mata pencaharian, peningkatan prioritas produksi, productive

partnership, dsb.

Komponen capacity building dibagi berdasarkan sub komponen sbb.

1) Capacity Building for National and Local Government,

Peningkatan kapasitas lebih difokuskan pada kemampuan perencanaan

pembangunan daerah yang terintegratif termasuk salah satunya dengan program

yang berada dibawah internal KDPDT2 dan program sector lainnya terutama

program-program penanggulangan kemiskinan, pengelolaan keuangan program

dan daerah yang baik dan transparan, proses pengadaan barang dan jasa yang

transparan, fasilitasi pengembangan sektor usaha (pembentukan pelayanan

perijinan satu pintu, kerjasama regional dan kawasan, productif partnership) dan

pengelolaan sumber daya alam melalui peningkatan prioritas produk daerah.

2) Capacity Building for Business Actor

Peningkatan kapasitas lebih fokus pada usaha mendorong pelaku usaha untuk

berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan daerah dan kerjasama

antar daerah, mendorong pemerintah agar menfasilitasi pelaksanaan productive

partnership, pendampingan producer organization dan membangun jaringan

kerjasama pelaku usaha di luar daerahnya.

3) Capacity Building for Community

Peningkatan kapasitas masyarakat dalam program lebih difokuskan pada

kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan sederhana, seperti fasilitasi

Page 61: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 61

persiapan pembentukan pelaku program, proses perencanaan berbasis kawasan

atau pun perdesaan, pelaksanaan community procurement baik dan transparan,

pemantauan program yang efektif dan efisien, pengendalian sub project yang

dilaksanakannya dan keberlanjutan programnya.

Prinsip-prinsip dalam peningkatan kapasitas program ini, antara lain:

1) Salah satu prioritas utama peningkatan kapasitas pelaku program ini adalah sektor

swasta, masyarakat/ producer organization di tingkat kawasan perdesaan.

2) Hasil yang diharapkan dari peningkatan kapasitas adalah adanya peningkatan kapasitas

pemerintah daerah dan sektor swasta untuk melaksanakan dan mendukung program

mata pencaharian dan prioritas produk daerah, meningkatkan kerja yang berhubungan

dengan keterampilan dan peluang bagi masyarakat (producer organization) kawasan

pedesaan melalui dukungan pelatihan pendukung pengembangan prioritas produk lokal,

dan pengurangan kerentanan masyarakat kawasan pedesaan terhadap factor eksternal

yang masuk dalam kawasan tersebut. Hal ini dimaksudkan bahwa program ini akan terus

membangun dan memperkuat prinsip-prinsip yang juga sudah ada dalam peningkatan

kapasitas untuk mencapai hasil tersebut. Ini termasuk:

a. Mengadopsi pendekatan terpadu untuk pelatihan keterampilan untuk diterapkan

aparat pemda, sector swasta dan masyarakat, meningkatkan informasi, dan

komunikasi bagi masyarakat setempat, dan meningkatkan metode perencanaan yang

partisipatif;

b. Mengarahkan pengingkatan kapasitas menuju jamininan keberlangsungan jenis

program infrastruktur yang mendukung pengembangan prioritas produk, membuka

peluang mata pencaharian dan productive partnershiop yang didukung melalui

program

c. Memfokuskan upaya pada pendamping program, sektor swasta, dan Pro di kawasan

perdesaan, kabupaten dan provinsi;

d. Mendorong pengintegrasian dengan program pengentasan kemiskinan pemerintah

daerah dan prosedur administrasi di tingkat lokal;

e. Mempromosikan koordinasi dan lintas-learning peluang dalam program di internal

KDPDT2 dan dengan program-program kemiskinan di kawasan perdesaan, dsb;

f. Meningkatkan kapasitas pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam

melakukan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan di

daerah yang didukung oleh program.

g. Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menyusun

pelaporan-pelaporan program yang dikelolannya.

3) Sementara mengadopsi peningkatan kapasitas dari program/kegiatan sebelumnya,

seperti proses sinergi dengan perencanaan pembangunan regular dengan program

penanggulangan kemiskinan yang ada di kawasan perdesaan sehingga tidak terjadi

adanya tumpang tindih program yang bersamaan lokasinya, proses kajian teknis yang

Page 62: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 62

melibatkan multistakholder untuk menghasilkan kegiatan yang berkualitas yang

diinginkan program dalam rangka mendukung kegiatan pembangunan daerah. Program

ini tidak bekerja sebagai proyek yang berdiri sendiri, tetapi akan bekerja sama dengan

provinsi, kabupaten, kawasan lain dan membantu mereka merampingkan prosedur

internal mereka untuk menguntungkan semua proyek dan program dan untuk

memperkuat proses desentralisasi, partisipasi, perbaikan mata pencaharian dan

productive partnership dalam rangka peningkatan prioritas produk daerah.

4) Salah satu pelajaran utama dari program ini adalah lemahnya kemampuan pendamping

dan sektor swasta dalam rangka mendorong regulasi daerah yang cukup mendukung

terciptanya iklim yang kondusif bagi pelaku usaha dan investasi di kawaan perdesaan

sehingga program ini dapat lebih fokus dalam kemampuan pendampingan perubahan

regulasi yang kondusif bagi pelaku usaha ini.

5) Berdasarkan alokasi dana untuk peningkatan kapasitas pelaku program dari tingkat

pusat, provinsi, kabupaten dan kawasan, baik dari unsur pemerintah, sector swasta

maupun masyarkaat/ producer organization melalui pelatihan manajemen proyek,

pelatihan administrasi dan teknis pelaksanaan sub project akan dikoordinasikan dengan

lembaga keuangan. Kegiatan peningkatan kapasitas melaui pelatihan/ kegiatan

sejenisnya akan memberikan rincian juga termasuk tujuan dari acara tersebut, jumlah/

tingkat kelompok sasaran, perkiraan biaya, lokasi program, durasi acara, dan rincian lain

yang relevan. Sedangkan untuk kegiatan peningkatan kapasitas yang dibiayai oleh

pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten mengikuti mekanisme penggunaan

anggaran oleh pemerintah.

Kebutuhan peningkatan kapasitas (capacity building = CB) untuk pemerintah daerah,

sector swasta dan masyarakat (forum bedah desa, balai bedah desa, tim kajian teknis, tim

pengelola kegiatan)/ Producer organization (tim pelaksana kegiatan) dari tingkat pusat,

provinsi, kabupaten dan kawasan perdesaan.

4.2.4.2 Pengembangan Produk Unggulan Daerah dan Usaha (Prioritized Product

and Its Business Development)

Komponen ini bertujuan memberikan dukungan investasi untuk kabupaten, yang

berfokus pada pengembangan bisnis dan fasilitas produktif bagi tenaga kerja lokal dan

peningkatan pendapatan berdasarkan produk unggulan lokal yang diprioritaskan di kawasan

perdesaan yang dibangun. Komponen ini juga akan memfasilitasi pemilihan produk paling

prioritas di antara berbagai alternatif produk lokal primer prioritas; mengembangkan standar

proses dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan target pasar; dan mempromosikan produk

yang diprioritaskan melalui percontohan (piloting) jaringan pasar yang lebih baik dan

inovasi bisnis di kawasan perdesaan.

Komponen ini akan memiliki tiga sub komponen, yaitu :

1) Fasilitasi Pengembangan Produk

Page 63: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 63

Subkomponen ini dirancang untuk membantu kabupaten dan tim kabupaten untuk

melakukan identifikasi, memilih dan membuat prioritas produk primer yang

tersedia di kabupaten, serta untuk mengembangkan lebih jauh sebagai inti dari

bisnis. Identifikasi dan seleksi produk akan dilakukan dengan pendekatan

partisipatif multi-stakeholder di bawah kepemimpinan multi-stakeholder forum

atau balai kawasan perdesaan (BKP) dengan dukungan dari fasilitator kabupaten.

Subkomponen tersebut akan membiayai hal-hal berikut ini, antara lain kegiatan:

penelitian, analisis dan peningkatan kualitas dan sertifikasi produk prioritas,

identifikasi kapasitas pasokan bahan baku, identifikasi peluang pasar, analisis

rantai nilai (value chain), dan identifikasi kendala di sepanjang rantai pasokan dari

produk prioritas serta penyusunan Prospektus Produk dan Prospektus Bisnisnya.

Hanya produk-produk primer yang diprioritaskan oleh BKP yang akan

dipertimbangkan untuk pembiayaan dengan subkomponen satu (1) ini.

2) Fasilitasi Produksi

Subkomponen ini dirancang untuk membantu kabupaten dan kelompok produsen

agar dapat menghasilkan produk diprioritaskan dalam skala percobaan semi

komersil (pilot scale), yaitu, produksi awal sebagai model untuk menetapkan

standar kualitas produk, percobaan pemasaran, percobaan pengolahan, pelatihan

keterampilan, pengembangan dan penyempurnaan pelaksanaan sistem produksi

seperti misalnya perbaikan kualitas dan produktivitas untuk memenuhi persyaratan

dan kebutuhan pasar dan atau untuk meningkatkan kegiatan produksi yang ada bila

diperlukan. Subkomponen ini akan membiayai hal-hal berikut ini:

a) Penyediaan fasilitas pengolahan kecil (pilot plant) untuk percobaan

pengolahan, pengembangan produk dan inovasi, pengembangan ketrampilan

(fasilitas pelatihan) dan sebagai sarana yang memungkinkan untuk

menghasilkan sampel produk baru yang dikembangkan atau ditingkatkan

untuk percobaan pemasaran dan negosiasi, dengan kapasitas yang sesuai;

b) Modal kerja untuk mendukung kegiatan produksi selama 12 bulan dalam skala

pilot;

c) Penyusunan Studi Kelayakan Ekonomi dan Rencana Bisnis produk prioritas;

dan

d) Pelatihan teknis.

Untuk kabupaten yang produk prioritasnya telah berada di tahap pengembangan

usaha, subkomponen ini akan membiayai teknologi tepat guna yang dibutuhkan

dan fasilitas produksi untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka.

3) Pengembangan Kemitraan Produktif

Subkomponen ini dirancang untuk membantu kabupaten dan kelompok produsen

dapat berhubungan dengan mitra produktif, yaitu dengan menyiapkan,

mempromosikan dan menegosiasikan skema kemitraan produktif yang saling

menguntungkan antara produsen lokal, pemerintah daerah dan sektor swasta (atau

Page 64: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 64

forum bisnis). Pengembangan skema kemitraan produktif akan dilakukan dengan

pendekatan partisipatif multi-stakeholder, di bawah kepemimpinan BKP dengan

dukungan dari fasilitator kabupaten. The subkomponen ini akan membiayai hal-

hal sebagai berikut:

a) Forum Diskusi Kelompok antara multi pihak (BKP) untuk mempersiapkan

skema investasi dan skema kemitraan;

b) Identifikasi Mitra Potensial melalui lokakarya secara serial dan partisipasi

dalam pameran nasional yang relevan; dan

c) Urusan legalitas kemitraan produktif.

4) Meningkatkan Iklim Investasi Daerah

Subkomponen ini akan mendukung kegiatan pembentukan dan penguatan forum

multi-stakeholder dan kelompok produktif, tinjauan peraturan daerah dan

rekomendasi untuk perbaikannya; pengembangan pelayanan perizinan terpadu

satu pintu (PTSP); membantu kelompok produsen untuk mendapatkan akses untuk

membiayai dan jasa manajemen risiko; diseminasi Informasi yang berkaitan

dengan urusan investasi.

Page 65: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 65

BAB V

GRAND DESIGN PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

5.1. Tujuan

Grand Design Pengembangan Kawasan Perdesaan (GD-PKP) Tahun 2015-2019

bertujuan untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan pembangunan dan pengembangan

perdesaan di daerah tertinggal dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten,

terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan di Keasdepan Urusan Perdesaan. Kebijakan

pelaksanaan pelaksanaan pembangunan dan pengembangan kawasan perdesaan ini meliputi

visi, arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional, arah kebijakan dan strategi

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggali dan Transmigrasi (KDPDT2), arah

kebijakan dan program Kedeputian Pengembangan Daerah Khusus; arah kebijakan

Pengembangan Kawasan Perdesaan, visi, misi, tujuan, dan sasaran Pengembangan Kawasan

Perdesaan selama kurun waktu 2015-2019 dalam hal berikut ini:

1) Analisis potensi ekonomi perdesaan (kawasan Perdesaan) dan bantuan bagi

masyarakat desa-desa tertinggal melalui pengembangan kawasan perdesaan dan

pengembangan ekonomi lokal berdasarkan karakteristik masing-maisng darah;

2) Peningkatan dan Penguatan Fasilitasi Pembangunan Kawasan Perdesaan dengan

mendorong pengembangan produksi ekonomi kawasan perdesaan;

3) Pemantapan Kerjasama Pembangunan Kawasan Perdesaan dengan pihak-pihak

terkait baik dalam bidang kelembagaan masyarakat, kelembagaan ekonomi dan

keuangan perdesaan maupun perekonomian kawasan pedesaaan.

GD-PKP 2015-2019 ini menjadi pedoman dalam penyusunan Grand Design dan Grand

Strategy Pembangunan dan Pengembangan Perdesaan, serta kawasan perdesaan di daerah

tertinggal. Selanjutnya, GDRM-PPDT 2015-2019 dapat dijadikan pedoman utamanya

Keasdepan di Lingkungan Kedeputian Pengembangan Daerah Khusus dan Keasdepan di

Lingkungan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementerian/Lembaga

lainnya serta Pemerintah Daerah dalam menyusun road map masing-masing dalam

pelaksanaan pembangunan perdesaan di daerah tertinggal.

Page 66: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 66

5.2. Visi Pembangunan Nasional (RPJPN 2005-2025)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional 2005-2025, visi pembangunan nasional adalah INDONESIA YANG

MANDIRI, MAJU, ADIL, DAN MAKMUR.

Strategi untuk melaksanakan Visi dan Misi tersebut dijabarkan secara bertahap dalam

periode lima tahunan atau RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). Masing-

masing tahap mempunyai skala prioritas dan strategi pembangunan yang merupakan

kesinambungan dari skala prioritas dan strategi pembangunan pada periode-periode

sebelumnya.

Tahapan skala prioritas utama dan strategi RPJM secara ringkas adalah sebagai

berikut:

RPJMN I (2005–2009) diarahkan untuk menata kembali dan membangun

Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman

Bagan 5.1:

Kerangka Pikir Grand Design dan Road Map

Pengembangan Perdesaan di Daerah Tertinggal, Tahun

2015-2019

VISI PEMBANGUNAN NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

VISI DAN MISIPENGEMBANGAN PERDESAAN

TUJUAN & SASARAN PENGEMBANGAN PERDESAAN

SASARAN TAHUNANPENGEMBANGAN PERDESAAN

PERMASALAHAN

GRAND DESIGN PENGEMBANGAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019

ROADMAP PENGEMBANGAN PERDESAAN 2015-2019

Page 67: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 67

dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya

meningkat.

RPJMN II (2010–2014) ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali

Indonesia di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas

sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan iptek serta penguatan daya

saing perekonomian.

RPJMN III (2015–2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara

menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif

perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia

berkualitas serta kemampuan iptek yang terus meningkat.

RPJMN IV (2020–2025) ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang

mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang

dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan

keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan

berdaya saing.

Bagan 5.2:

Pentahapan Pembangunan Dalam RPJPN 2005-2025

Skala Prioritas RPJMN III (2015-2019) sebagai berikut:

1) Makin mantapnya pelembagaan nilai-nilai demokrasi dengan menitikberatkan

pada prinsip toleransi, nondiskriminasi, dan kemitraan, semakin mantapnya

pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian

RPJM 4 RPJPN 2005-2025

(2010-2014)

(2005-2009) NKRI,

NKRI, membangun

aman dan damai,

demokratis,

kesejahteraan yang

PENTAHAPAN PEMBANGUNAN

(2020-2024)

RPJM 3 (2015-2019)

RPJM 2

RPJM 1

Menata kembali

Indonesia yang

yang adil dan

dengan tingkat

lebih baik.

Memantapkan penataan kembali

meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian

Memantapkan pem- bangunan secara menyeluruh dengan menekankan pem- bangunan keung- gulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek

Mewujudkan masya- rakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif.

Page 68: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 68

2) Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan semakin mantap Melalui daya dukung

lingkungan dan kemampuan pemulihan; untuk mendukung kualitas kehidupan

sosial dan ekonomi secara serasi, dan lestari; terus membaiknya pengelolaan dan

pendayagunaan SDA; Diimbangi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup dan

didukung meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat; serta

semakin mantapnya kelembagaan dan kapasitas penataan ruang di seluruh wilayah

Indonesia.

3) Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dgn rencana tata ruang Melalui

berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi; Terpenuhinya pasokan tenaga

listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga eletrifikasi rumah tangga

dan elektrifikasi perdesaan dapat tercapai, serta terwujudnya konservasi sumber

daya air, pengembangan sumber daya dan terpenuhinya penyediaan air minum

untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

4) Pengembangan infrastruktur perdesaan akan terus dikembangkan, terutama untuk

mendukung pembangunan pertanian.

5.3 Visi dan Misi Presiden Jokowo -Jusuf Kalla

Visi : Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian

berlandaskan gotong royong.

Misi :

1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,

menopang kemandirian ekonomi, dengan mengamankan sumber daya

maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara

kepulauan;

2) Mewujudkan masyarakat maju berkeseimbangan, dan demokratis

berlandaskan negara hukum;

3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif;

4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan

sejahtera;

5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat,

dan berbasis kepentingan nasional; dan

7) Mewujudkan masyarakat berkepribadian dalam kebudayaan.

5.3.1 Nawacita

Nawacita, Sembilan (9) Agenda Prioritas era Presiden Joko Widodo - Jusuf Kalla

sebagai berikut:

Page 69: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 69

1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.

2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan

yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan

desa dalam kerangka negara kesatuan;

4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan

hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya;

5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;

6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;

7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik;

8) Melakukan revolusi karakter bangsa; dan

9) Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

5.3.2 Prioritas dari Nawacita

5.3.3 Delapan Strategi Pembangunan

1) Penguatan tata kelola desa yang baik, melalui:

a) Penyusunan peraturan pelaksanaan UU Desa;

b) Meninjau ulang dan menyusun peraturan perundang-undangan terkait dengan

UU Ketransmigrasian, PP Percepatan Pembungunan Daerah Tertinggal;

Page 70: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 70

c) Peningkatan kapasitas pemerintah dan masyarakat desa.

2) Mempercepat pemenuhan standar pelayanan minimum untuk pelayanan dasar di

perdesaan, daerah tertinggal dan kawasan transmigrasi

3) Penguatan pendanaan pembangunan yang bersumber dari APBN, APBD, Dunia

Usaha, dan Masyarakat.

4) Mendorong investasi yang meningkatkan produktivitas rakyat;

5) Memanfaatkan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat;

6) Memberikan pelayanan kepada masyarakat di bidang keamanan, adminitrasi

kependudukan, pertanahan, akta-akta, dan sebagainya;

7) Peningkatan koneksitas melalui penyediaan infrastruktur transportasi dan

perhubungan di pedesaan, daerah tertinggal dan kawasan transmigrasi; dan

8) Peningkatan dan Penguatan koordinasi lembaga pusat dan daerah dan antar daerah.

5.4. Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Kawasan Perdesaan (RPJMN 2015-

2019)

5.4.1 Sasaran Utama Pengembangan Wilayah

1) Untuk percepatan dan perluasan pengembangan ekonomi wilayah, sasarannya adalah:

a) Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di masing-masing pulau

dengan memanfaatkan potensi dan keunggulan daerah, termasuk diantaranya

adalah pengembangan 10 KEK, 13 KAPET, 4 KPBPB, 169 KPI.

b) Percepatan pembangunan ekonomi nasional berbasis maritim (kelautan)

dengan memanfaatkan sumber daya kelautan, yaitu peningkatan produksi

perikanan; pengembangan energi dan mineral kelautan; pengembangan

kawasan bahari; dan kemampuan industri maritim dan perkapalan, dengan

sasaran :

c) Peningkatan produksi perikanan tangkap dan budidaya sebesar 48 juta ton

pada tahun 2019 (termasuk rumput laut);

d) Peningkatan dan pengembangan jumlah kapal perintis 75 unit untuk

menghubungkan pulau besar dan pulau-pulau kecil dan 100 lintas subsidi

perintis;

e) Pengutuhan dan penambahan luasan kawasan koservasi laut dari 15,7 juta ha

(tahun 2013) menjadi 20 juta ha (tahun 2019);

f) Pengembangan energi dan mineral kelautan, serta kawasan wisata bahari;

g) Peningkatan cakupan pengawasan sumber daya perikanan dan kelautan

menjadi 53,4 persen terhadap wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.

2) Untuk menghindari terjadinya kesenjangan antar wilayah di masing-masing pulau,

sasarannya adalah pembangunan daerah tertinggal sebanyak 75 Kabupaten tertinggal

dapat terentaskan dengan sasaran outcome:

Page 71: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 71

a) Meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar

7,35 persen;

b) Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi 12,5

persen; dan

c) Meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal

sebesar 71,5.

3) Untuk mendorong pertumbuhan pembangunan kawasan perkotaan, utamanya di luar

Jawa, sasarannya adalah:

a) Percepatan pembangunan 5 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) perkotaan baru;

b) Peningkatan efisiensi pengelolaan 7 PKN yang sudah ada saat ini; dan

c) Optimalisasi peran 20 kota otonom berukuran sedang di luar Jawa sebagai

penyangga (buffer) urbanisasi.

4) Sementara itu, sesuai dengan amanat UU No. 6/2014 tentang Desa, maka akan

dilakukan pembangunan perdesaan dengan sasaran: Mengurangi jumlah desa

tertinggal dari 26 persen (2011) menjadi 20 persen (2019).

5) Untuk meningkatkan keterkaitan pembangunan kota-desa, sasarannya adalah

mewujudkan 39 pusat pertumbuhan baru perkotaan sebagai Pusat Kegiatan Lokal

(PKL) atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW).

6) Untuk mewujudkan kawasan perbatasan sebagai halaman depan negara yang berdaulat,

berdaya saing, dan aman, sasarannya adalah: pengembangan 26 Pusat Kegiatan

Strategis Nasional (PKSN) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan

negara yang dapat mendorong pengembangan kawasan sekitarnya, terutama 187 lokasi

prioritas (lokpri) perbatasan.

7) Untuk mengurangi risiko bencana, maka sasaran penanggulangan bencana adalah:

mengurangi indeks risiko bencana pada PKN dan PKW yang memiliki indeks risiko

bencana tinggi, baik yang berfungsi sebagai KEK, KAPET, KSN, ataupun PKSN.

8) Untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan,

maka sasaran penataan ruang meliputi:

a) Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber

daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c) Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

9) Untuk penguatan tata kelola pemerintahan dan peningkatan kapasitas aparatur

pemerintah daerah, sasaran yang perlu dicapai adalah:

a) Meningkatnya proporsi penerimaan pajak dan retribusi daerah sebesar 40

persen untuk provinsi dan 15 persen untuk kabupaten/kota;

Page 72: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 72

b) Meningkatnya proporsi belanja modal dalam APBD provinsi sebesar 35

persen dan untuk Kabupaten/Kota sebesar 45 persen pada tahun 2019 serta

sumber pembiayaan lainnya dalam APBD;

c) Meningkatnya jumlah daerah yang mendapatkan opini wajar tanpa

pengecualian (WTP), sebesar 85 persen untuk provinsi dan 60 persen untuk

kabupaten/kota;

d) Terbentuknya kerjasama daerah, terutama dalam rangka percepatan

konektivitas dan peningkatan pelayanan publik;

e) Tersusunnya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tepat fungsi dan

ukuran sesuai dengan karakteristik wilayah Papua;

f) Meningkatnya kualitas dan proporsi tingkat pendidikan aparatur sipil negara

untuk jenjang S1 sebesar 20 persen, S2 sebesar 5 persen, dan S3 sebesar 5

persen; dan

g) Meningkatnya implementasi pelaksanaan SPM di daerah, khususnya pada

pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Tabel 5.1:

Sasaran Tingkat Pengangguran per Wilayah Tahun 2015-2019

Tabel 5.2:

Sasaran Tingkat Kemisknan per Wilayah Tahun 2015-2019

Page 73: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 73

Tabel 5.3:

Sasaran Tingkat Ekonomi per Wilayah Tahun 2015-2019

5.4.2 Arah dan Strategi Pembangunan Desa dan Kawasan Kawasan Perdesaan

1) Penanggulangan kemiskinan di Desa, melalui strategi:

a) Meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat desa melalui fasilitasi,

pembinaan, maupun pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan

permodalan/kredit, dan kesempatan berusaha;

b) Menyiapkan kebijakan jaring pengaman sosial melalui jaminan sosial bagi

masyarakat desa.

2) Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum sesuai dengan kondisi geografis desa,

melalui strategi:

a) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana dasar, baik perumahan,

sanitasi, air minum, pendidikan dan kesehatan;

Page 74: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 74

b) Meningkatkan ketersediaan jaringan listrik dan telekomunikasi.

3) Pembangunan Sumber Daya Manusia, Keberdayaan, dan Modal Sosial Budaya

Masyarakat Desa, melalui strategi:

a) Mengembangkan pendidikan berbasis ketrampilan dan kewirausahaan;

b) Mengembangkan peran aktif masyarakat dalam pendidikan dan kesehatan;

c) Meningkatkan perlindungan masyarakat adat termasuk hak atas tanah

adat/ulayat;

d) Memberdayakan masyarakat desa/masyarakat adat dalam mengelola dan

memanfaatkan tanah dan SDA termasuk pengelolaan kawasan pesisir dan laut

yang berkelanjutan;

e) Menguatkan partisipasi kelompok/lembaga masyarakat desa termasuk

perempuan dan pemuda dalam pembangunan desa;

f) Meningkatkan kapasitas SDM dalam pemanfaatan IPTEK dan Teknologi

Tepat Guna.

4) Penguatan Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa, melalui strategi:

a) Melengkapi dan mensosialisasikan peraturan pelaksanaan UU No. 6/2014

tentang Desa;

b) Meningkatkan kapasitas pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan

kader pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan

monitoring pembangunan desa, pengelolaan keuangan desa serta pelayanan

publik melalui fasilitasi, pelatihan, dan pendampingan;

c) Menyiapkan data dan informasi desa yang digunakan sebagai acuan bersama

perencanaan dan pembangunan desa.

5) Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan, penataan

ruang kawasan perdesaan, serta mewujudkan kemandirian pangan, melalui

strategi:

a) Menjamin pelaksanaan distribusi lahan kepada desa dan distribusi hak atas

tanah bagi petani, buruh lahan, dan nelayan;

b) Menata ruang kawasan perdesaan untuk melindungi lahan pertanian dan

menekan alih fungsi lahan produktif dan lahan konservasi;

c) Meningkatkan kemandirian pangan melalui penjaminan hak desa untuk

memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam berskala lokal

(pertambangan, kehutanan, perikanan, peternakan, agroindustri kerakyatan)

berorientasi keseimbangan lingkungan hidup dan berwawasan mitigasi

bencana;

d) Menyiapkan kebijakan shareholding pemerintah, desa, dan investor dalam

pengelolaan sumber daya alam;

e) Rehabilitasi dan konservasi daerah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Page 75: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 75

6) Pengembangan ekonomi kawasan perdesaan untuk mendorong keterkaitan desa-

kota, dengan strategi:

a) Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana produksi, pasca panen, dan

pengolahan produk pertanian dan perikanan;

b) Mewujudkan sentra produksi dan industri pengolahan hasil pertanian dan

perikanan, dan tujuan wisata;

c) Meningkatkan akses transportasi desa dengan pusat-pusat pertumbuhan

lokal/wilayah;

d) Meningkatkan akses terhadap informasi dan teknologi tepat guna, khususnya

di Kawasan Timur Indonesia;

e) Mengembangkan kerjasama antar desa dan antar daerah khususnya di luar

Jawa-Bali, dan kerjasama pemerintah-swasta khususnya di daerah yang sudah

maju;

f) Mengembangkan lembaga keuangan untuk meningkatkan akses terhadap

modal usaha.

5.4.3 Sasaran Pembangunan Kawasan Perdesaan

5.4.4 Tahapan Pembangunan Kawasan Perdesaan

Page 76: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 76

5.5. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

(KDPDT2)

Kelembagaan Kementeritan KDPDT2 dibangun dengan landasan hukum sebagai

berkut:

1) UU NOMOR 29 TAHUN 2009 tentang Ketransmigrasian

2) UU NOMOR 6 TAHUN 2014 tentang Desa

3) UU NOMOR 23 TAHUN 2014 tentang Pemerintah Daerah

4) PP NOMOR 3 TAHUN 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 29/2009

5) PP NOMOR 43 TAHUN 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 6/2014

6) PP NOMOR 60 TAHUN 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber dari APBN

7) PP NOMOR 78 TAHUN 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah

Tertinggal

8) Peraturan Presiden No. 165 Tahun 2014 Tentang Penataan Tugas dan Fungsi

Kabinet Kerja

5.5.1 Tugas dan Fungsi

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memimpin dan

mengkoordinasikan:

1) Penyelenggaraan tugas dan fungsi di bidang desa yang meliputi kelembagaan dan

pelatihan masyarakat desa, pemberdayaan adat dan sosial budaya masyarakat

Page 77: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 77

desa, usaha ekonomi masyarakat desa, dan sumber daya alam dan teknologi tepat

guna perdesaan yang dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri;

2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pembangunan daerah tertinggal

yang dilaksanakan oleh KPDT;

3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang transmigrasi yang dilaksanakan

oleh Kemenakertrans.Pembangunan daerah tertinggal tahun 2015-2019 ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan

pembangunan antara daerah tertinggal dengan daerah maju pada 122 kabupaten.

5.5.2 Arah Kebijakan

Bagan 5.4: Arah Kebijakan KDPT2

Page 78: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 78

5.5.3 Program Prioritas dan Program Unggulan sebagai Penjabaran Nawakerja

Sebagai wujud dari Program Prioritas dan Program Unggulan maka Nawakerja

dijabarkan sebagai berikut ini.

No Program Prioritas Proram Unggulan

1. Prioritas Quick Wins 1) Peluncuran “GERAKAN 3500 DESA MANDIRI”

pada tahun 2015 *).

2) Pendampingan 3500 DESA MANDIRI *).

2. Prioritas Program

Membangun dari

Pinggiran,

Memperkuat Daerah

dan Desa.

1) Mengawal implementasi UU Desa secara sistematis,

konsisten, dan berkelanjutan melalui penyusunan 16

Peraturan Menteri sesuai amanah UU Desa.

2) Melanjutkan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat dan menambah sasaran sebesar 30 %.

3) Membangun fasilitas pendidikan dasar di seluruh

desa /kawasan pedesaan di 50 % daerah terpencil,

perbatasan dan tertinggal sesuai standar pelayanan

minimum.

4) Membangun fasilitas kesehatan dasar di seluruh

desa/kawasan pedesaan di 50 % daerah terpencil,

Page 79: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 79

perbatasan dan tertinggal sesuai standar. pelayanan

minimum.

5) Membangun fasilitas pemasaran di seluruh

desa/kawasan pedesaan di 50 % daerah terpencil,

perbatasan dan tertinggal sesuai standar pelayanan

minimum *).

6) Mewujudkan 50% dari seluruh desa di Indonesia

menjadi Desa Mandiri hingga 2019 *).

7) Pembentukan 5000 BUMDes dan pengembangan

BUMDes yang sudah ada di seluruh desa hingga

2019 *).

8) Melakukan Pencanangan 1000 desa berdaulat benih

hingga 2019.

9) Pilot project sistem jaringan koneksi on line dengan

3500 Kepala Desa *).

10) Memenuhi standar pelayanan minimum penyediaan

guru dan dokter di seluruh desa/kawasan pedesaan

daerah terpencil, perbatasan dan tertinggal *).

3. Prioritas Kemandirian

Ekonomi

1) Menyalurkan modal bagi UMKM 5000

Desa/Kawasan pedesaan *).

2) Revitalisasi pasar tradisional di 5000 Desa/Kawasan

Pedesaan *).

3) Membangun infrastruktur jalan pendukung

pengembangan produk unggulan di 3500 DESA

MANDIRI *).

4) Pembukaan 1 juta Ha lahan pertanian kering di luar

Jawa dan Bali.

5) Pembangunan terminal baru untuk bongkar muat di

seluruh 25 Kabupaten di Pulau Terdepan, Terluar

dan Terpencil.

4. Prioritas Program

Kawasan

1) Mengembangkan 20 Kawasan Perkotaan Baru

(KPB) menjadi kota kecil/ kota kecamatan dengan

berkembangnya industri pengolahan sekunder dan

perdagangan.

2) Meningkatkan pelayaran perintis antar pulau di 25

Kabupaten di pulau Terdepan, Terluar dan Terpencil

dan Lokasi Prioritas Perbatasan.

3) Mengentaskan minimum 75 kabupaten pada tahun

2019.

Page 80: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 80

4) Mengentaskan desa tertinggal pada tahun 2019

menjadi 24%.

5) Mewujudkan 39 pusat pertumbuhan pertumbuhan

baru, meliputi 27 di kawasan timur Indonesia dan 12

di kawasan barat Indonesia.

5.5.5 Nawakerja Prioritas

Sebagai wujud implementasi produk pemerintah agar berjalan dengan baik, serta

tahapan untuk menjalankan program kerja 5 tahun ke depan (RPJMN 2014-2019), maka

Kementerian Desa, Pembanguan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dalam jangka pendek

ini akan mewujudkan Nawakerja Prioritas Kementerian sebagai implementasi dari

Nawacita Visi-Misi Presiden Jokowi-JK.

Dalam Nawakerja Program Prioritas ini terdapat 9 (sembilan) program yang hendak

dicapai oleh Kementerian yaitu program:

Pertama, 'Gerakan Desa Mandiri' di 3.500 Desa pada tahun 2015;

Kedua, pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur 3.500 pada

Desa tahun 2015;

Ketiga, pembentukan dan juga pengembangan 5.000 Badan Usaha Milik Desa

(BUMDES);

Keempat, yakni melakukan revitalisasi pasar Desa yang ditargetkan akan dilakukan di

5.000 Desa/kawasan peDesaan;

Kelima, pembangunan infrastruktur jalan pendukung pengembangan untuk produk

unggulan di 3.500 Desa Mandiri;

Keenam, persiapan implementasi penyaluran Dana Desa sejumlah Rp 1,4 miliar untuk

setiap Desa secara bertahap;

Ketujuh, penyaluran modal bagi koperasi/UMKM di 5.000 Desa;

Delapan, pelaksanaan pilot project sistem pelayanan publik jaringan koneksi online di

3.500 Desa; dan

Kesembilan, 'Save Villages' (Selamatkan Desa) perbatasan, pulau terdepan, dan terluar.

Page 81: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 81

5.5.6 Pentahapan Penjabaran dan Implementasi Nawakerja Prioritas

Tabel 5.4: Pentahapan Penjabaran dan Implementasi Nawakerja

5.6. Asisten Deputi Urusan Perdesaan

5.6.1 Tugas dan Fungsi

Berdasarkan Peraturan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal No. 15 Tahun

2010, pada Pasal 333, Tugas Pokok dari Aisten Deputi Urusan Perdesaan adalah:

“Melaksanakan Koordinasi, Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan dengan

Kementerian/ Lembaga Terkait, Pengendalian, Pemantauan, Evaluasi, Fasilitasi

dan Penyusunan Laporan Pelaksanaan Kebijakan di Daerah Perdesaan”.

Sedangkan Fungsinya, berdasarkan Pasal 334 adalah:

1) Melaksanakan koordinasi, perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan fasilitasi

di daerah perdesaan;

Page 82: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 82

2) Penyiapan dan pelaksanaan koordinasi kebijakan kegiatan pengembangan

daerah perdesaan dengan kementerian/ lembaga terkait, lembaga non-

pemerintah; dan

3) Pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan pelaksanaan koordinasi

kebijakan pengembangan di daerah perdesaan.

5.6.2 Visi dan Misi

VISI :

‘Terciptanya masyarakat kawasan perdesaan terpadu yang mandiri dan sejahtera’.

1) Terciptanya rumusan kebijakan pembangunan kawasan perdesaan;

2) Sebagai unit yang mampu mendorong terciptanya model kawasan perdesaan

terpadu yang produktif, mandiri, dan sejahtera;

3) Terumuskannya kebijakan pembangunan kawasan perdesaan;

4) Terciptanya rumusan kebijakan pembangunan kawasan perdesaan untuk

mendorong terciptanya model kawasan perdesaan terpadu yang produktif,

mandiri, dan sejahtera; dan

5) Terlaksananya kebijakan pembangunan kawasan perdesaan untuk mendorong

terciptanya model kawasan perdesaan terpadu yang produktif, mandiri, dan

sejahtera.

MISI :

1) Menjadikan lokus kawasan perdesaan terpadu sebagai lokus program/kegiatan

internal Kementerian PDT dan eksternal (Kementerian/Lembaga) terkait;

2) Peningkatan kapasitas pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha serta

kelembagaannya;

3) Pelembagaan sistem pembangunan partisipatif berkoordinasi, berintegrasi,

bersinergi dengan perencanaan pembangunan regular (tingkat desa, kecamatan,

kabupaten, dan provinsi);

4) Pengefektifan fungsi dan peran pemerintahan daerah dalam mendukung

pembangunan kawasan perdesaan terpadu;

5) Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana sosial dasar, ekonomi, dan

wilayah masyarakat yang dibangun;

6) Koordinasi/ Integrasi/ Sinergi/Harmonisasi pelaksanaan pembangunan kawasan

perdesaan terpadu dengan program/kegiatan internal Kementerian PDT

(persiapan, perencanaan, implementasi, pengendalian sampai evaluasi) maupun

eksternal dengan kementerian/lembaga terkait;

7) Peningkatan dan pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan

kawasan perdesaan terpadu dengan kementerian/ lembaga/dunia

usaha/perguruan tinggi baik di tingkat lokal maupun nasional.

5.6.3 Sasaran Tahunan Pengembangan Kawasan Perdesaan

Page 83: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 83

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005-2025

menetapkan tahapan pembangunan yang menjadi periode RPJMN I (2005-2009), RPJMN

II (2010-2014), RPJMN III (2015-2019), dan RPJMN IV (2020-2025).

Sasaran tahunan dalam Grand Design Pengembangan Kawasan Perdesaan (GD-PKP)

Tahun 2015-2019 ini mengacu pada periodesasi tahapan pembangunan sebagaimana

tercantum dalam RPJPN 2005-2025.

1) Sasaran 2 Tahun (2014-2015)

Sasaran Pengembangan Kawasan Perdesaan pada 2 tahun (awal RPJMN III )

tahap ini, difokuskan pada evaluasi pencapaian atas hasil kinerja pelaksanaan

Pengembangan Kawasan Perdesaanl (Tahun 2010-2014), melakukan identifikasi

dan pemetaan kembali atas Pengembangan Kawasan Perdesaan, melakukan

identifikasi kebutuhan pelatihan Pengembangan Kawasan Perdesaan; identifikasi

regulasi yang dibutuhkan untuk mendukung Pengembangan Kawasan Perdesaanl,

dan identifikasi yang dibutuhkan untuk pembentukan lembaga baru dalam rangka

untuk penguatan pelaksanaan Pengembangan Kawasan Perdesaan sehingga

diharapkan didapatkan data yang menyeluruh terkait Pengembangan Kawasan

Perdesaan di seluruh perdesaan. Tahap ini disebut Tahap Inisiasi.

2) Sasaran 5 Tahun (2015-2019)

Sasaran Pengembangan Kawasan Perdesaan pada 3 tahun tahap ini, difokuskan

pada melanjutkan identifikasi dan pemetaan, pelaksanaan pelatihan

Pengembangan Kawasan Perdesaan bagi aparat dan pelaku; membuat regulasi

yang mendukung Pengembangan Kawasan Perdesaan, pembentukan lembaga

baru Pengembangan Kawasan Perdesaan, pemberikan fasilitasi terhadap

Pengembangan Kawasan Perdesaan, dan evaluasi atas pelaksanaan

Pengembangan Kawasan Perdesaan sehingga diharapkan keberadaan

pembangunan kawasan perdesaan dapat berkembang dan cukup kuat di seluruh

kawasan perdesaan. Tahap ini disebut Tahap Instalasi (2015-2017) dan Tahap

Konsolidasi (2017-2018).

3) Sasaran 2 Tahun (2018-2019)

Sasaran Pengembangan Kawasan Perdesaan pada 2 tahun tahap ini, difokuskan

pada pelaksanaan peningkatan kapasitas pengelolaan Pengembangan Kawasan

Perdesaan; evaluasi regulasi Pengembangan Kawasan Perdesaan, evaluasi

lembaga baru Pengembangan Kawasan Perdesaan, dan evaluasi atas pelaksanaan

Pengembangan Kawasan Perdesaan (Tahun 2015-2019) sehingga memberikan

kemandirian kawasan perdesaan di semua daerah, serta memberikan masukan

Pengembangan Kawasan Perdesaanuntuk periode RPJMN IV (2020-2024) dan

periode RPJP selanjutnya. Tahap ini disebut Tahap Stabilisasi (2018) dan Tahap

Reflikasi (2019) dan tahun pertama (2020) pada RPJMN IV.

Bagan 5.6: Sasaran Tahapan Tahunan Pengembangan

Kawasan Perdesaan Tahun 2015-2019

Page 84: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 84

5.6.4 Indikator Keberhasilan

Mengukur keberhasilan dalam pelaksanaan pengembangan kawasan perdesaan ini

dilakukan antara lain dengan mengacu pada pencapaian sasaran indikator kinerja utama

yang telah dibuat sebelumnya dengan dilakukan penyempurnaannya, antara lain:

1) Pengembangan kegiatan kawasan perdesaan termasuk penguatan lembaga dan

kelembagaan sosial ekonomi masyarakat;

2) Peningkatan jumlah kawsasan yang menyediakan sarana dan prasarana hasil

produksi kawasan perdesaan;

3) Peningkatan prosentase berfungsinya lembaga keuangan mikro (LKM) kawasan

perdesaan;

4) Peningkatan kegiatan produksi di kawasan perdesaan melalui penguatan,

koordinasi, kerjasama serta pemberian stimulan kepada kelompok masyarakat;

5) Peningkatan pengembangan dan pengelolaan produksi dan pereknomian kawasan

perdesaan dengan memberikan fasilitasi produksi perekonomian termasuk fasilitasi

management information system (MIS);

6) Peningkatan kawasan perdesaan yang didukung ketersediaan data dan informasi

yang dibutuhkan.

Pada akhir RPJMN III (2019) dan awal RPJMN IV (2020), diharapkan pencapaian

sasaran di atas secara bertahap telah menghasilkan kawasan perdesaan yang meningkat

kuantitasnya dan berkualitas. Semakin baik kuantitas dan kualitas kawasan perdesaan, maka

semakin baik pula hasil pembangunan kawasan perdesaan (outcomes program) yang

ditandai dengan, antara lain:

1) Data dan informasi kawasan perdesaan cukup tersedia;

2) Lembaga pengembangan kawasan perdesaan yang ada bersifat mandiri;

Page 85: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 85

3) Lembaga pengembangan kawasan perdesaan yang ada dipayungi oleh regulasi

resmi;

4) Pengembangan kawasan perdesaan yang ada mendapatkan dukungan penuh dari

masyarakat (kelompok masyarakat), pemerintah daerah/ kecamatan/ desa, pihak

swasta, dan perguruan tinggi yang ada di daerah tersebut;

5) Adanya peningkatan pendapatan masyarakat dan pengurangan angka kemiskinan

di kawasan perdesaan;

6) Masyarakat kawasan perdesaan meningkat kesejahteraan ekonominya di kawasan

perdesaan.

Page 86: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 86

BAB VI

ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

6.1. Tujuan

Roadmap Pengembangan Kawasan Perdesaan (RM-PKP) Tahun 2015-2019 yang

disusun dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali bertujuan untuk memberikan arah

pelaksanaan pengembangan kawasan perdesaan di Keasdepan Urusan Perdesaan,

Kedeputian Pengembangan Daerah Khusus, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal dan Transmigrasi (KDPDT2) agar berjalan secara efektif, efisien, terukur,

konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan.

Roadmap PKP Tahun 2015-2019 ini mengikuti sasaran pembangunan desa dan kawasan

perdesaan selama kurun waktu 2015-2019 (RPJMN III) sebagaimana yang termuat dalam

Grand Design Pengembangan Kawasan Perdesaan (GD-PKP) Tahun 2015-2019 sebagai

berikut ini:

7) Pengembangan kegiatan kawasan perdesaan termasuk penguatan lembaga dan

kelembagaan sosial ekonomi masyarakat;

8) Peningkatan jumlah kawsasan yang menyediakan sarana dan prasarana hasil

produksi kawasan perdesaan;

9) Peningkatan prosentase berfungsinya lembaga keuangan mikro (LKM) kawasan

perdesaan;

10) Peningkatan kegiatan produksi di kawasan perdesaan melalui penguatan,

koordinasi, kerjasama serta pemberian stimulan kepada kelompok masyarakat;

11) Peningkatan pengembangan dan pengelolaan produksi dan pereknomian kawasan

perdesaan di daerah tertinggal dengan memberikan fasilitasi produksi

perekonomian termasuk fasilitasi management information system (MIS);

12) Peningkatan kawasan perdesaan di daerah tertinggal yang didukung ketersediaan

data dan informasi yang dibutuhkan.

Page 87: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 87

6.2. Keterkaitan Grand Design dengan setiap Tahapan Roadmap

Keterkaitan GD-PKP Tahun 2015-2019 dengan setiap RM-PKP Tahun 2015-2019

sebagai berikut ini:

Tabel 6.1:

Keterkaitan GD-PKP Tahun 2015-2019 dengan

setiap RM-PKP Tahun 2015-2019

GD-PKP Tahun 2015-

2019

GD-PKP Tahun 2015-2019 ditetapkan dengan Peraturan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi

Roadmap PKP Tahun

2014

Roadmap PKP Tahun 2015-2019 lebih bersifat ‘living document’

ditetapkan ditingkat kebijakan Kedeputian atau pun Keasdepan

Uruan Perdesaan.

Road Map PUEMP

2015-2017

Roadmap PKP Tahun 2015-2019 disusun sesuai dengan hasil

pelaksanaan RPJMN dan Roadmap PKP periode sebelumnya,

serta dinamika perubahan penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan nasional. Road Map PUEMP

2018-2019

Transisi 2020 UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional menetapkan bahwa proses penyusunan

RPJP harus dilaksanakan 1 tahun sebelum berakhirnya RPJP

sedang berjalan.

Bagan 6.1: Keterkaitan Grand Design PKP 2015-2019 dengan

Roadmap PKP 2015-2019

2014 2015 2017 2019 2020

GRAND DESIGN PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN

TAHUN 2015-2019

ROADMAP

2014

ROADMAP

2015-2017 ROADMAP 2018-2019 ROADMAP

2014

Page 88: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 88

6.3. Kunci Keberhasilan.

Keterkaitan Grand Design Pengembangan Kawasan Perdesaan Tahun 2015-2019 dengan

setiap Roadmap Pengembangan Kawasan Perdesaan Tahun 2015-2019 sebagai berikut ini:

Pengembangan perdesaan dan kawasan perdesaan harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsp

pengelolaan yang baik dan profesional. Pengembangan perdesaan harus sepenuhnya

mengabdi pada kepentingan masyarakat perdesaan di daerah tertinggal dan bekerja untuk

memberikan penguatan dan dukungan pengelolaan engembangan kawasan perdesaan yang

transparan, akuntabel, keberpihakan dan menjauhkan kepada good governance.

Pelaksanaan pengembangan perdesaan dan kawasan perdesaan harus mampu mendorong

perbaikan dan peningkatan ekonomi kawasan perdesaan. Kinerja akan meningkat apabila

ada motivasi yang kuat secara keseluruhan baik internal Keasdepan Urusan Perdesaan

maupun internal Keasdepan di Lingkungan KDPDT2, Kementerian/ Lembaga terkait,

Pemerintah Provinsi, Kabupaten serta Pemerintah Kecamatan dan Desa. Motivasi akan

muncul apabila setiap program/kegiatan yang dilaksanakan menghasilkan keluaran, nilai

tambah, hasil dan manfaat yang lebih baik dari tahun ke tahun disertai dengan system

reward dan pusnishment yang dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan.

Kunci keberhasilan pelaksanaan Roadmap Pengembangan Kawasan Perdesaan Tahun

2015-2019 ini terletak pada hal berikut ini, antara lain:

1) Komitmen Nasional

Komitmen nasional ditunjukkan dengan adanya UU No. 17 Tahun 2007 tentang

RPJPN 2005-2025, Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-

2014, Peraturan Presiden No. 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan

Daerah Tertinggal, dan adanya dukungan kebijakan dari KDPDT2.

2) Penggerak

Secara institusional, penggerak pengembangan perdesaan dan kawasan perdesaan

adalah Keasdepan Urusan Perdesaan (Kedeputian Pengembangan Daerah Khusus,

KDPDT2). Namun harus pula didukung juga pimpinan K/L lain terkait dan

Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kecamatan/ Desa), dimana penggerak

ini harus berdaya tahan kuat terhadap tantangan dan hambatan, serta memiliki daya

dobrak dan kreatif untuk melaksanakan program/kegiatan terobosan, baik secara

horizontal maupun vertikal.

3) Proses

Proses pengembangan perdesaan dan kaawasan perdesaan dilakukan dengan cara

sbb:

a) Desentralisasi

Langkah-langkah pelaksanaan pengembangan kawasan perdesaan dengan

Page 89: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 89

mengacu pada Grand Design PKP Tahun 2015-2019 dan Roadmap tahap

sebelumnya, sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing kawasan

perdesaan.

b) Bertahap dan Serentak

Penyebarluasan pemahaman tentang Grand Design PKP Tahun 2015-2019

dan Roadmap PKP 2015-2019 dilakuka secara bertahap dan serentak di

internal Keasdepan Urusan Perdesaan dan Keasdepan di lingkungan

KDPDT2 dan dilakukan secara serentak kepada seluruh K/L terkait dan

Pemerintah Daerah dalam rangka efektivitas pencapaian target sasaran

pelaksanaan pengembangan perdesaan dan kawasan perdesaan. Setiap

Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa) memiliki

karakteristik kawasan perdesaan yang berbeda sehingga pengembangan

perdesaan di daerah tertinggal dilakukan dengan titik awal dan kecepatan

yang berbeda pula.

c) Koordinasi

Pelaksanaan pengembangan perdesaan di daerah tertinggal dilakukan dengan

langkah-langkah yang terkoordinasi secara nasional terutama di internal

KDPDT2 dengan mengacu pada Grand Design PKP 2015-2019 dan

Roadmap tahap sebelumnya, implementasi program/kegiatan

pengembangan kawasan perdesaan dimonitor dan dievaluasi secara periodik,

berkelanjutan, dan terlembaga sampai di tingkat desa.

4) Strategi Pelaksanaan

Langkah-langkah strategi pelaksanaan pengembangan kawasan perdesaan dan

kawasan perdesaan ini, mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan, pelaksana

(pelaku), kegiatan/program dan metode pelaksanaan diserahkan kepada

Pemerintah Daerah dan yang ada di bawah Keasdepan Urusan Perdesaan,

KDPDT2 yang berorientasi terhadap hasil.

6.4. Tahap Pelaksanaan Roadmap

Tahap pelaksanaan pengembangan perdesaan dan kawasan perdesaan di daerah

tertinggal mengikuti tahap tahunan yang telah disusun dalam Grand Design Pengembangan

Kawasan Perdesaan Tahun 2015-2019.

Adapun rincian tahap kegiatan Roadmap Pengembangan Kawasan Perdesaan dTahun

2015-2019 dapat dilihat dalam matriks (lampiran)

Page 90: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 90

LITERATUR

Buku dan Hasil Penelitian:

Rais, Sasli dan Flassy, Dance Yulian, Strengthening the Competitiveness of the Region to

Support the Industry Cluster, Journal of Business Development & Management,

College of Economics and Business Development Management (STIE PBM), Vol. No.

XI. 17, April 2011, ISSN-1412-7628

Rais, Sasli dan Supriyadi, Rohmd, Perspektif Otonomi ‘Mandiri’ Masyarakat Desa,

http://p2dtk.bappenas.go.id, Desember 2008.

Sekretariat Asisten Deputi Urusan Perdesaan, Kementerian Pembangunan Daerah

Tertinggal, 2014, Hasil Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Percepatan Pembangunan

Kawasan Perdesaan Terpadu (P2KPT) Tahun 2010-2014 (RPJMN II), Jakarta:

November 2014.

..........2013, Rancang Bangun Program P2DTK II: Rancangan Konsep dan Kebijakan,

Jakarta: Desember 2013.

..........2013, Pengembangan Produk Unggulan Daerah Berbasis Kawasan: Perspektif

Program P2DTK II, Jakarta: Desember 2013

Satria, Arif, Rustiadi, Erman dan Purnomo, Agustina M, 2011, Menuju Desa 2030, Cetakan

Pertama, CRESCENT PRESS, Bogor.

Paper

Jafar, Marwan, 2014, Arah Dan Kebijakan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi, Disampaikan pada Rapat Kerja Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Ruang Rapat Lantai 1, Gedung

Transmigrasi, Jakarta: 11 November 2014.

Jafar, Marwan, 2014, Arahan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi: “Nawakerja Prioritas Kementerian”, Disampaikan dalam Rapat

Pimpinan di Ruang Rapat Lantai 1, Gedung Pembangunan Daerah Tertinggal, Jakarta:

14 November 2014.

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Kementerian PPN/Bappenas,

RPJMN 2015-2019, RPJMN 2015-2019 Bidang Pengembangan Wilayah,

Disampaikan dalam Rapat Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal

dan Transmigrasi di Ruang Rapat Lantai 1, Gedung Transmigrasi, Jakarta: 11

November 2014.

Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Kementerian PPN/Bappenas,

Road Map Persiapan Implementasi Undang-Undang Desa Tahun 2014-2019,

Page 91: Laporan GRAND DESIGN DAN ROADMAP akhir ......Laporan akhir GRAND DESIGN DAN ROADMAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN TAHUN 2015-2019 Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Isu (Permasalahan)

Laporan

akhir

GRAND DESIGN DAN ROADMAP

PENGEMBANGAN KAWASAN

PERDESAAN TAHUN 2015-2019

Halaman 91

Disampaikan dalam Rapat Kelompok Kerja Pengendali PNPM Mandiri di Ruang

Rapat Lantai 1, Kemenkokesra, Jakarta: 27 Juni 2014.

Peraturan-Peraturan:

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa;

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014;

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;